• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR SONIA ROSMA EFIANITA BORU SIREGAR. Dosen Pembiimbing : Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA. Ir. Djoko Irawan MS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TUGAS AKHIR SONIA ROSMA EFIANITA BORU SIREGAR. Dosen Pembiimbing : Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA. Ir. Djoko Irawan MS."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SONIA ROSMA EFIANITA BORU SIREGAR 3110 100 126

Dosen Pembiimbing : Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA Ir. Djoko Irawan MS.

TUGAS AKHIR

1

(2)

Prasarana kereta api meliputi jalan rel dan viaduk kereta api di Indonesia sampai saat ini masih cukup banyak dan merupakan peninggalan Belanda (Hatta Rajasa, 2007).

Salah satunya yaitu viaduk kereta api Kertajaya.

BAB I PENDAHULUAN

(3)

Jumlah : 2 jembatan (lintasan kereta api double track)

Lebar : 9 m (2 x 4,5 m)

Panjang : 20,2 m (terdiri dari 3 bentang. 3,2 m di kiri kanan dan 11,6 m di tengah

bentang)

Tinggi konstruksi : 1,8 m

Tipe struktur : Beton Bertulang

BAB I PENDAHULUAN

3

(4)

BAB I PENDAHULUAN

(5)

BAB I PENDAHULUAN

5

(6)
(7)

Permasalahan :

1. Layout Jalan Kertajaya menjadi berbentuk seperti leher botol saat melintasi Viaduk Kereta Api.

2. Viaduk ini memiliki tinggi konstruksi yang cukup tinggi menyebabkan ruang bebas kendaraan yang melintas di bawah viaduk berkurang.

3. Dampak : selalu timbul kemacetan saat jam-jam puncak kendaraan.

BAB I PENDAHULUAN

7

(8)

Alternatif perencanaan:

Viaduk Kereta Api Kertajaya direncanakan menggunakan struktur pelat berongga

pratekan menerus.

Pelat berongga pratekan ini memiliki bentuk yang simetris analisis sebagai balok pratekan.

BAB I PENDAHULUAN

(9)

Data Perencanaan :

Jumlah : 2 jembatan

Lebar : 9 m (2 x 4,5 m)

Panjang : 35 m (terdiri dari 2 bentang @ 17 m dan pilar 1 m)

Tinggi pelat : 80 cm

BAB I PENDAHULUAN

9

(10)

BAB I PENDAHULUAN

(11)

BAB I PENDAHULUAN

11

(12)

Keuntungan menggunakan struktur pelat berongga pratekan menerus:

Dapat mengurangi tinggi konstruksi viaduk

Berat struktur ringan

Tegangan internal dengan besar dan distribusi tertentu sehingga dapat

mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban eksternal sampai batas tertentu (Lin dan Burn 1996).

Lendutan yang terjadi lebih kecil.

BAB I PENDAHULUAN

(13)

Detail permasalahannya ialah sebagai berikut :

Bagaimana merancang preliminary desain struktur pelat berongga pratekan menerus untuk viaduk kereta api

Kertajaya?

Bagaimana pembebanan yang dipakai sesuai dengan peraturan perkeretaapian di Indonesia?

Bagaimana proses perhitungan struktur pelat berongga pratekan menerus sesuai dengan gambar rencana?

Bagaimana merencanakan kolom dan bangunan bawah yang sesuai dengan struktur pelat berongga pratekan menerus untuk viaduk kereta api Kertajaya?

Bagaimana menuangkan hasil desain dan analisa dalam bentuk gambar teknik?

BAB I PENDAHULUAN

13

(14)

Mampu merancang preliminary desain struktur pelat berongga pratekan menerus untuk viaduk kereta api Kertajaya.

Mampu pembebanan yang dipakai sesuai dengan peraturan perkeretaapian di Indonesia.

Mampu melakukan proses perhitungan struktur pelat berongga pratekan menerus sesuai dengan perencanaan.

Mampu merencanakan pilar danbangunan bawah yang sesuai dengan struktur pelat berongga

pratekan menerus untuk viaduk kereta api Kertajaya.

Mampu menuangkan hasil desain dan analisa dalam

BAB I PENDAHULUAN

(15)

Perencanaan dan perhitungan pembebanan struktur berdasarkan peraturan

perkeretaapian Indonesia yang berlaku.

Perencanaan struktur meliputi struktur atas dan bawah.

Tidak menghitung analisa pekerjaan rel dan geometri rel.

Tidak membahas metode pelaksanaan secara detail.

Tidak melakukan analisa dari segi biaya dan waktu.

BAB I PENDAHULUAN

15

(16)

3 prinsip dasar beton pratekan menurut T.Y. Lin dan Burns (1996) :

1) Sistem Pratekan untuk Mengubah Beton menjadi Bahan yang Elastis dengan menghilangkan tegangan tarik pada penampang beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(17)

2) Sistem Pratekan untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dan Beton

3) Sistem Pratekan untuk Mencapai Perimbangan Beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

17

(18)

Pratarik

Pascatarik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(19)

Tahap Awal

Tahap antara (intermediate)

Tahap Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

19

(20)

Kehilangan Gaya Pratekan

Kehilangan Langsung Kehilangan Tak Langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(21)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

21

(22)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(23)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

23

(24)

penghematan dasar di dalam konstruksi

lendutan pada balok menerus akan lebih kecil daripada lendutan pada balok sederhana

menghasilkan momen lentur yang tereduksi

gaya – gaya pratekan yang eksentris

menimbulkan reaksi sekunder dan momen lentur sekunder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(25)

Gambar 2.3 Perpindahan garis tekan gaya pratekan akibat momen sekunder pada

struktur menerus. Sebelum penegangan (gambar atas). Dan garis gaya berpindah setelah penegangan (bawah)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

25

(26)

Menurut T.Y Lin dan Burnss (1982)

Menggambarkan momen primair ( M1)

Menggambar bidang D

Menggambar diagram beban

Dengan diagram beban 3, menentukan momen akhir (statis tak tentu)

Menentukan eksentrisitas gaya pratekan yang baru (e2=Mr/F)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(27)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

27

(28)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(29)

Saat Batas Layan

1. Tendon pasca tarik, pada daerah jangkar dan

sambungan, sesaat setelah penjangkaran tendon, sebesar 0,70 fpu

2. Untuk kondisi layan, sebesar 0,60 fpu

Saat transfer gaya prategang

1. Akibat gaya penjangkaran tendon, sebesar 0,94 fpy tetapi tidak lebih besar dari 0,85 fpu atau nilai maksimum yang direkomendasikan oleh fabrikator pembuat tendon prategang atau jangkar.

2. Sesaat setelah transfer gaya prategang, boleh diambil sebesar 0,82 fpy, tetapi tidak lebih besar dari 0,74 fpu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

29

(30)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(31)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

31

(32)

Pada tugas akhir ini akan direncanakan menggunakan kolom pendek.

Kolom pendek direncanakan sesuai dengan RSNI-T-12-2004 dengan momen lentur tambahan akibat kelangsingan diambil sama dengan nol.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(33)

Berdasarkan Standar Teknis Kereta Api untuk Struktur Beton dan Pondasi tahun 2006

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

33

(34)

Beban mati

Beban hidup (RM 1921)

Beban kejut

Beban lateral

Beban horizontal

Beban gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(35)

35

(36)

NO

BAB III METODOLOGI

(37)

BAB III METODOLOGI

37

(38)

BAB III METODOLOGI

(39)

Perencanaan dimensi balok utama

menggunakan rumus pendekatan awal untuk menentukan tinggi balok (h) :

dari taksiran tersebut diambil dimensi balok dengan h = 0,80 m

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

39

(40)

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(41)

Akibat Berat Sendiri (D1)

Berat sendiri adalah hasil perkalian antara luas profil gelagar dengan berat volume beton pratekan.

Akibat Beban Mati Tambahan (D2)

D2 per girder = 10,33 KN/m

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

41

(42)

Akibat Beban Hidup

Beban Kereta (L)

Beban gandar yang dipakai adalah = 8,75 t/m’

sesuai dengan yang disyaratkan pada Standar Teknis Kereta Api Struktur Beton dan Pondasi dengan asumsi beban lokomotif terberat.

Dikarenakan tidak mungkin satu girder menerima beban gandar sepenuhnya.

r = b+1,5 (d+g) + h = 2400 mm

Maka beban terberat 1 girder memikul : 900/2400 = 3/8 beban gandar berdasarkan lebar distribusi beban gandar. Sehingga beban yang dipikul = 3,29 ton/m = 32,9 KN/m.

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(43)

Beban Kerumunan (Lp)

Nilai karakteristik beban kerumunan

ditetapkan berdasarkan STKAI 2006 yaitu sebesar 5,0 KN/m2.

Akibat Beban Kejut (I) : Beban Kejut (I) = 3,29 x 0,238 = 0,78 ton/m = 7,8 KN/m

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

43

(44)

Beban Rem (B) = 25% x 3,29 ton/m = 0,83 ton/m

Akibat Beban Longitudinal Rel (LR) = Lr = 10 KN/m x 35m = 350 KN. Jadi beban per balok

= 350/5 = 70 KN

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(45)

Akibat Beban Lateral Kereta (Lf) : Beban

lateral kereta (L2) = 20% x 3,29 ton/m = 0,66 ton/m = 6,6 KN/m

Beban Angin (W) : W = 150 kg/m2 x 4,9 m = 735 kg/m.

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

45

(46)

D1

D1+D2

D1+D2+L+I

1,1D1+1,2D2+1,2L+1,2I+Lf+W

1,1D1+1,2D2+1,1Lf+L+I+W

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(47)

Dipakai Fo = 7000 KN

Penentuan gaya prategang untuk tendon simple beam

Penentuan gaya prategang saat jacking dilakukan pada balok dengan bentang 17,5 m. Beban yang terjadi adalah beban sendiri akibat beban balok : Fo= 2300 KN.

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

47

(48)

Penentuan gaya prategang untuk beban hidup dilakukan setelah balok dianggap

menerus dengan bentang 35 m. Beban yang terjadi adalah beban mati tambahan saat

jacking dan ditambah dengan beban hidup kereta api saat service : Fo= 4700 KN.

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(49)

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

49

(50)

y = -1,669x2+ 19,94x + 120

y = 13,50x2 - 472,5x + 3845 y = -1,657x2 + 96,11x - 1214 -400

-300 -200 -100 0 100 200 300

0 5 10 15 20 25 30 35 40

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(51)

Perhitungan Kehilangan Gaya Prategang Langsung Kehilangan prategang akibat slip angkur

tendon simple beam L = 17,6 m

% Slip =

tendon menerus L = 35 m

% Slip =

% 19 , 2

% 1860 100

7 , 0

57 ,

28

% 19 , 2

% 1860 100

7 , 0

55 ,

28

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

51

(52)

Perpendekan elastis pada balok : Kabel 1 ditarik lalu diangkur :

Tak ada loss pada kabel 1

Kabel 2 ditarik lalu diangkur : Kabel 1 mengalami loss sebesar

% Loss 100% 0,60%

1860 7

, 0

78 ,

% 7 7 100

,

0

pu

S

f E

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(53)

Tendon simple beam

segmen

L

(mm) y μ K α

K.L + α . μ

(-)α . μ - K.L

e^-α . μ + K.L

Teg pd akhir segmen

AB 4000 0 0,2 0,0026 0,000 0,006 -0,010 0,990 0,9897

BC 9500 50 0,2 0,0026 0,042 0,024 -0,033 0,967 0,9833

CD 4000 0 0,2 0,0026 0,000 0,006 -0,010 0,990 0,9770

Total Kehilangan pratekan 2,2973 %

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

53

(54)

Tendon menerus

Segmen L (mm) y μ K α

K.L + α . μ

(-)α . μ - K.L

e^-α . μ + K.L

Teg pd akhir segmen

AB 4000 0 0,2 0,0026 0,000 0,006 -0,0104 0,9897 0,9897

BC 8000 80 0,2 0,0026 0,080 0,029 -0,0368 0,9639 0,9612

CD 5500 0 0,2 0,0026 0,000 0,009 -0,0143 0,9858 0,9527

DE 7500 0 0,2 0,0026 0,000 0,012 -0,0195 0,9807 0,9413

EF 10000 80 0,2 0,0026 0,064 0,029 -0,0388 0,9619 0,9142

Total Kehilangan pratekan 8,5847%

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(55)

Kehilangan gaya prategang akibat rangkak beton (CR)

% Loss :

=0,62 %

1860 100 7

, 0

8,06

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

55

(56)

2,28 %

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(57)

10,07 %

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

57

(58)

TL = 7,78+8,06+29,74+131,163

= 176,74

% Loss =

= 13,6 %

860 100 .

1 7

, 0

176,74

 

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(59)

Mutu baja pratekan yang digunakan ialah

kabel jenis strand seven wire stress relieved (7 kawat untaian) dengan diameter 12,7 mm grade 270 (ASTM-A 416) A strands = 100,1 mm2

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

59

(60)

Tendon untuk beban mati

Fo = 2300KN = 2300000 N

Luas perlu (Aps) = mm2

Jumlah kabel (n) =

Minimum breaking load = 2390 KN

Jadi digunakan 1 tendon 13 strand (Tendon unit 5-19 No.13)

Digunakan angkur :

VSL STRESSING ANCHHORAGE TYPE Sc LIVE END STRAND TYPE 12,7 mm – 5-19

VSL DEAD END ANCHORAGE TYPE H STRAND TYPE 12,7 mm – 5-19

(61)

Tendon untuk beban hidup

Fo = 4700 KN = 4700000 N

Luas perlu (Aps) = mm2

Jumlah kabel (n) =

Jadi digunakan 1 tendon @23 strand (Tendon unit 5-27 No.26)

Digunakan angkur :

VSL STRESSING ANCHHORAGE TYPE Sc LIVE END STRAND TYPE 12,7 mm – 5-27

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

61

(62)

Dari kern bawah digambarkan ke bawah:

amin= 39,75 mm

Dari kern atas digambarkan ke bawah:

amax= 332,78 mm

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(63)

Momen Batas :

Mmaks = 2026,64 KNm <

Momen Retak

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

63

(64)

Penampang dibagi menjadi 4 segmen dengan panjang masing-masing segmen 2m, 7,5

m, 6 m, dan 4 m.

Berdasarkan perhitungan di atas maka

kebutuhan sengkang masing-masing segmen :

Segmen I (0-2 m) : ϕ16-100

Segmen II (2-9,5 m) : ϕ16-150

BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ATAS

(65)

65

(66)

Reaksi total maksimum akibat beban mati dan beban hidup

= 259,215 + 352,85 = 612,065 KN

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

(67)

Akibat gempa bumi.

H1 = Kh x V

Kho = nilai referensi intensitas seismik horizontal desain yang

berhubungan dengan perkiraan gempa desain yang dapat dianggap 1

V1 = faktor koreksi berdasarkan zona yang sesuai dan kondisi lapangan

V2 = faktor koreksi berdasarkan karakteristik respon

V3 = faktor koreksi berdasarkan faktor modifikasi/reduksi desain

(untuk wilayah 2, Surabaya) H1 = Kh x V

= 0,5

= 100,99 KN

Akibat Beban Angin

Gaya angin arahnya tegak lurus arah memanjang jembatan H2 = 1,47 x 17,5

= 25,725 KN

H total = H1 + H2 = 126,72 KN

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

67

(68)

Akibat gaya rem

Pada jembatan kereta api pengaruh gaya rem dan traksi tidak berlangsung bersamaan, jadi diambil nilai yang paling besar dari kedua gaya tersebut.

Dari perenacanaan struktur utama telah didapatkan nilai traksi yang lebih besar, maka :

H3 = 8,3 x 17,5

= 145,25 KN

Akibat gempa bumi.

H4 = Kh x V

Kho = nilai referensi intensitas seismik horizontal desain yang berhubungan dengan perkiraan gempa desain yang dapat dianggap 1

V1 = faktor koreksi berdasarkan zona yang sesuai dan kondisi lapangan

V2 = faktor koreksi berdasarkan karakteristik respon

V3 = faktor koreksi berdasarkan faktor modifikasi/reduksi desain (untuk wilayah 2, Surabaya)

H4 = Kh x V

= 0,5

= 100,99 KN

H total = H3 + H4 = 246,24 KN

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

(69)

Perputaran Relatif (αaq, αap) Radian

Perputaran sudut (rotasi) dipengaruhi oleh :

Beban mati terbagi rata + beban hidup terbagi rata

Q = 12,59 + 32,9

= 45,49 KN/m

Panjang bentang L=17,5 m, E = 33234,12 MPa , I = 36913175000 mm4

Rotasi untuk beban terbagi rata

αaq =

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

69

(70)

Bearing Reference : 4025-01-08ENR3

Plan Dimension (mm) : 400 x 250

Height (mm) : 19

Weight (kg) : 5.90

Kc (kN/mm) : 3339

Ks (kN/mm) : 6.92

Max.Shear Movement UnLocated (mm) : 9.1

SLS Vertical Load (kN) :826

Rotational Capacity (Rads) : 0,0031

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

(71)

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

71

(72)

Beban gempa

Beban gempa arah memanjang

Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas

ultimate. Dan untuk beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut :

T’EQ= Kh .I .WT dengan Kh = C. S Dimana :

WT = berat total nominal bangunan yang mempengarui percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan ( KN )

I = faktor kepentingan

C = koefisien gempa dasar untuk daerah waktu kondisi setempat yang sesuai.

S = faktor tipe bangunan BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

(73)

Viaduk kereta api Kertajaya Surabaya

Tanah lunak

I = 1

Wilayah gempa 2

Beban gempa arah X (memanjang jembatan) T’EQ = Kh .I . WT

= 0,165x 1 x WT

= 0,165 x 1403,195

= 231,53 KN

Beban gempa arah Y (melintang jembatan) T’EQ = Kh .I . WT

= 0,165x 1 x WT

= 0,165 x 1403,195

= 231,53 KN

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

73

(74)

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

(75)

No. Kombinasi Beban Pu (KN) Vu (KN) Mu (KNm)

1 1,1D1+1,2D2+1,2L+1,2I+

Lf+W -5848,96 80,816 -187,7462

2 1,1D1+1,2D2+1,2L+1,2I+

B+LR -5848,96 1062,2 1858,85

3 1,1D1+1,2D2+1,1B+L+LR -4994,23 1133,42 3966,97

4 1,1D1+1,2D2+1,1LR+L+I

+B -5412,48 1097,2 3840,2

5 1,1D1+1,2D2+1,2W -3230,08 15,432 -187,7462

6 1D1+1D2+1E -4594,13 228,64 800,24

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

75

(76)

Cek kelangsingan struktur :

maka termasuk kolom merupakan kolom tidak bergoyang (pendek).

 22

r

lu k

58 , 288 14

, 0

5 , 3 2

,

1  

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

(77)

Dari PCACol diperoleh tulangan memanjang terpasang 60 D29 dengan rasio 0,0484 Ag

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

77

(78)

Dipasang sengkang 2 kaki D16-300 mm.

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

(79)

Mu= 2690,53 kNm = 2690530000 Nmm

Asperlu = ρmax × b × d

= 0,041 × 1000 × 493,17

= 20245,052 mm2

Digunakan tulangan 32 D29 (As = 21145,15 mm2

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

79

(80)

Vu = 2118,89 kN = 2118890 N

Digunakan sengang 2 D16 – 50.

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH

(81)

Pondasi Viaduk ini menggunakan pondasi tiang pancang produksi PT Wika dengan spesifikasi sebagai berikut:

Diameter = 600 mm

Tebal = 100 mm

Kelas = A1

Allowable axial = 235.4 ton

Bending momen crack = 17 tm

Bending momen ultimate = 25.5 tm

81

(82)

Bila direncanakan menggunakan tiang

pancang diameter 60 cm yang dipancang sampai kedalaman 14 m, diperoleh:

QP = 39 ton

QS = 32 ton

QN = QP + QS = 39+ 32= 71 ton. (dipakai)

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

(83)

No. Kombinasi Beban Pu (KN) Mux (KNm) Muy (KNm)

1 D1+D2+L+I+Lf+W -3345,02 -170,6783 0

2 D1+D2+L+I+B+LR -3345,02 -170,6783 3717,7

3 D1+D2+B+L+LR -2926,77 -170,6783 3717,7

4 D1+D2+LR+L+I+B -3345,02 -170,6783 3717,7

5 D1+D2+W -2829,98 -170,6783 0

6 D1+D2+E -2926,77 629,5617 800,24

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

83

(84)

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

(85)

Jarak antar tiang pancang dalam satu kelompok direncanakan sebagai berikut:

Untuk jarak ke tepi pondasi 1.5 D ≤ S1≤ 2 D

1.5 x 60 ≤ S1 ≤ 2 x 60 90 ≤ S1 ≤ 120

Pakai S1 = 100 cm

Untuk jarak antar tiang pancang : 2.5 D ≤ S ≤ 3 D

2.5 60 ≤ S ≤ 3 60 150 ≤ S ≤ 180 Pakai S = 150 cm

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

85

(86)

Qlgroup = Pijin 1 tiang x n x Ce

= 71 x 12 x 0,656

= 565,43 ton

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

(87)

2 max 2

max

y y M

x x M

n

Pv P y x

 

 

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

87

(88)

Diperoleh gaya – gaya yang bekerja sebagai berikut:

P = 334,5 ton Mx= 17,06 tonm My = 371,77 tonm n = 12

Xmax = 3 m

Ymax = 1,5 m

∑X2 = 67,5 m2

∑Y2 = 18 m2

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

(89)

Komb. Pu (KN) Mux (KNm) Muy (KNm) Pu/n My*x/Sx Mx*y/Sy Pmax (ton)

1 -3345,02 -170,68 0,00 278,75 0,00 11,38 29,01

2 -3345,02 -170,68 3717,70 278,75 165,23 11,38 45,54

3 -2926,77 -170,68 3717,70 243,90 165,23 11,38 42,05

4 -3345,02 -170,68 3717,70 278,75 165,23 11,38 45,54

5 -2829,98 -170,68 0,00 235,83 0,00 11,38 24,72

6 -2926,77 629,56 800,24 243,90 35,57 41,97 32,14

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

89

(90)

Pmax = 27,88 + 0 +1,14

= 29,01 ton < Pijin 1 tiang = 71,79 ton x 0,656

= 47, 12 ton….. Ok

5 , 22

5 , 1 07

, 17 5

, 67

3 0

12

334,5 

 

Pv

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

(91)

Penulangan Lentur

Untuk penulangan lentur, pile cap dianalisa sebagai balok kantilever dengan perletakan jepit pada kolom.

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

91

(92)

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

(93)

Pmax = 45,54 ton

Q = 5 x 1,2 x 2,4 = 14,4 ton/m Momen yang bekerja :

M = 33377751980 Nmm

Dipakai tulangan 42ø29 ( As = 27753 mm2)

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

93

(94)

Penulangan lentur poer arah sumbu Y

Pmax = 45,54 ton

Q = 6,5 x 1,2 x 2,4 = 18,72 ton/m Momen yang bekerja :

M = 2147167987 Nmm

BAB VI PERENCANAAN PONDASI

(95)

Prinsip pemasanganbalok girder pratekan adalah dengan jacking di tempat produksi untuk tendon simple beam dan jacking di tempat konstruksi untuk tendon menerus.

Pembuatan girder dilaksanakan di pabrik dalam area batching plant yaitu sepanjang 17,5 m.

Setelah girder terpasang, pemasangan difragma yang dibuat secara precast dapat dilakukan yaitu dengan cara bergantian dengan balok

pelaksanaan Post Tensioning Girder

Cor penahan tepi untuk bak balas.

Pemberian batu pecah dan pemasangan rel.

Finishing

BAB VII METODE PELAKSANAAN

95

(96)

Viaduk Kereta Api ini melintasi Jalan Kertajaya yang

memiliki bentang total 35 m dan akan dibagi menjadi dua bentang viaduk dengan panjang total masing-masing 17,5 m.

Perencanaan dimensi balok utama dengan h = 0,80 m.

Gaya Prategang awala yang digunakan sebesar 7000KN.

2300 untuk tendon simple beam dan 4700 KN untuk tendon menerus.

Dari perhitungan kehilangan prategang sebesar 13%

Perhitungan gaya gempa pada perencanaan viaduk ini berdasarkan Standar Teknis Kereta Api untuk Struktur

Beton dan Pondasi tahun 2006 dan dianalisi menggunakan program SAP

Dari hasil perencanaan struktur viadu ini menghasilkan

BAB VIII PENUTUP

(97)

Perencanaan menggunakan beton pratekan sebaiknya memperhatikan dimensi balok dengan gaya pratekan ya

Kontrol tegangan dan analisa yang didapatkan sebaiknya dicek terhadap

berbagai jenis kombinasi pembebanan yang sesuai dengan kenyataan di lapangan.

BAB VIII PENUTUP

97

(98)

Lin,T.Y., dan Burns, N.H. 1996. Desain Struktur Beton Prategang Jilid I. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Lin,T.Y., dan Burns, N.H. 1982. Desain Struktur Beton Prategang Jilid II. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Nawy, Edward G. 2001. Presressed Concrete : A

Fundamental Approach, 2nd edition. New Jersey: Prrentice Hall.

Wahyudi, Herman 1999. Daya Dukung Pondasi Dalam.

Supriyadi, Bambang 2002. Jembatan.Jakarta :Penerbit BETA Offset.

RSNI T-12-2004 : Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan.

SNI T-02-2005: Peraturan Pembebanan Untuk Jembatan.

DAFTAR PUSTAKA

Gambar

Gambar 2.3 Perpindahan garis tekan gaya pratekan akibat momen sekunder pada

Referensi

Dokumen terkait

Bab 2 Guru PAI Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter 17 Inilah yang disebut dengan belajar “mendirikan shalat”, yaitu belajar shalat dengan khusyu’ dan

Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara jenis klon dan media dasar sangat memengaruhi jumlah nodul yang dihasilkan, dimana interaksi tertinggi dari kedua faktor tersebut

Sekumpulan program kontrol atau alat pengendali yang secara terpadu bertindak sebagai penghubung antara komputer dengan pemakainya merupakan pengertian dari …a. sistem tata

Dampak Kegiatan Wisata Kampung Cikidang Terhadap Kondisi Sosial Dan Ekonomi Masyarakat Desa Langensari Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia

Pada pelatihan sulam pita persiapan pengelola dalam mempersiapkan pelaksanaan pelatihan sulam pita sangatlah baik. Dibuktikan dengan hasil observasi dan wawancara

Persaman penelitian Timur Cahyasari dengan penelitian ini adalah sama- sama meneliti tentang pengaruh aromaterapi lavender terhadap penurunan tingkat nyeri, sedangkan

Secara normatif, sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008

Kemandirian belajar siswa MTs Negeri Kota Magelang dalam penelitian ini merupakan skor yang diperoleh dari jawaban siswa (responden) terhadap instrumen penelitian untuk