HUBUNGAN PERSEPSI NEPOTISME DENGAN PERSEPSI KEADILAN PROSEDURAL DI DALAM POLITIK
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
PUTRI DWINASTITI 161301200
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021
HUBUNGAN PERSEPSI NEPOTISME DENGAN PERSEPSI KEADILAN PROSEDURAL DI DALAM POLITIK
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Psikologi
PUTRI DWINASTITI 161301200
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021
Hubungan Persepsi Nepotisme dengan Persepsi Keadilan Prosedural Di Dalam Politik
Putri Dwinastiti
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji hubungan antara persepsi nepotisme dan persepsi mereka tentang praktik keadilan prosedural dalam politik. Peserta adalah warga kota Medan (N = 237). Berlawanan dengan hipotesis yang diajukan, persepsi nepotisme tidak secara signifikan terkait dengan persepsi praktik keadilan prosedural dalam politik.
Kata kunci: nepotisme, keadilan prosedural, politik, pemilihan umum
The Relationship between Perceptions of Nepotism and Perceptions of Procedural Justice in Politics
Putri Dwinastiti
Faculty of Psychology, University of North Sumatra
ABSTRACT
The present study examines the relationship between perceived nepotism and their perceptions of procedural justice practices in politics. Participants were citizens of Medan (N = 237). Contrary to the proposed hypothesis, perceived nepotism was not significantly related to the perception of procedural justice practices in politics Keywords: nepotism, procedural fairness, politics, general election
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena atas karunia- Nya lah saya dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Hubungan Persepsi Nepotisme Dengan Persepsi Praktik Keadilan Prosedural Di Dalam Politik”.
Keberhasilan dalam menyelesaikan penelitian ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Kedua orangtua saya, Bang Uta dan Bagus yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberikan motivasi kepada saya.
2. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, beserta wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU.
3. Bapak Dr. Omar Khalifa Burhan, M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa membimbing saya, serta memberikan ide, kritik, dan saran dalam proses pengerjaan dan penyelesaian penelitian ini.
4. Ibu Meutia Nauly, M.Si, Psikolog dan Ridhoi Meiloni Purba, M.Si yang telah meluangkan waktunya untuk menguji saya ketika seminar dan sidang skripsi. Terimakasih banyak atas masukan dan kritik yang sangat bermanfaat untuk penelitian ini.
5. Bapak Eka Danta Jaya Ginting M.A., Psikolog, sebagai dosen pembimbing akademik saya yang selalu memberikan bimbingan, arahan serta nasihat kepada saya mulai dari awal sampai akhir masa perkuliahan.
6. Seluruh Dosen Psikologi yang telah memberikan ilmu selama penulis belajar dan menjalani perkuliahan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan.
7. Kepada Raihan yang selalu ada memberi semangat, motivasi, nasihat dan keluh kesah selama ini. terimakasih selalu ada menemani hari-hari sampai saat ini.
8. Kepada sahabat-sahabat saya Tamara, Dina, Karin, dan Fira dan Muthahharah yang selalu menemani dan memberikan semangat. Teman-teman satu penelitian payung, Aviva, Shania, dan Rekayang selalu menemani, membantu dan memberikan semangat kepada saya selama proses pengerjakan skrisi ini.
Penulis berharap penelitian ini dapat berguna bagi para pembaca dan juga untuk menambah ilmu pengetahuan terutama di bidang Psikologi Industri dan Organisasi. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini.
Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan juga saran yang membangun dari para pembaca agar dapat membuat penelitian ini menjadi lebih baik lagi.
Medan, 01 Agustus 2021
Putri Dwinastiti
DAFTAR ISI
PENGESAHAN SKRIPSI ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ...iii
KATA PENGANTAR ... iv
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 2
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
1.5. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II ... 8
LANDASAN TEORI ... 8
2.1. Nepotisme ... 8
2.2. Persepsi Nepotisme ... 9
2.4. Hubungan Persepsi Nepotisme dengan Prosedural Keadilan ... 12
2.5. Hipotesis Penelitian ... 13
BAB III ... 15
METODE PENELITIAN ... 15
3.1. Definisi Operasional ... 16
3.2. Partisipan ... 16
3.3. Prosedur ... 17
3.4. Alat Ukur ... 17
3.4.1. Persepsi Nepotisme ... 17
3.4.2. Persepsi Keadilan Prosedural ... 18
BAB VI ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
4.1. Analisa Data ... 19
4.1.1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian ... 19
4.1.2. Hasil Uji Asumsi ... 19
4.2. Hasil Penelitian ... 23
4.2.1. Uji Korelasi Pearson ... 23
4.3. Pembahasan ... 24
BAB V ... 25
KESIMPULAN DAN SARAN ... 25
5.1. Kesimpulan ... 25
5.2. Kelebihan dan Kelemahan Penelitian ... 26
5.2.1. Kelebihan ... 26
5.2.2. Kelemahan ... 26
5.3. Saran ... 26
DAFTAR PUSTAKA ... 30
LAMPIRAN... 36
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai statistik deskriptif.... ………...21 Tabel 2. Korelasi pearson persepsi nepotisme dan sinisme politik.... …………..…...23
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. QQ Plots persepsi nepotisme……….20
Grafik 2. QQ plots prosedur keadilan………...…...20
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Penelitian……….………35 Lampiran 2. Hasil Penelitian………..…....62
BAB I
PENDAHULUAN
Pemilihan kepala daerah telah selesai dilaksanakan serentak di Indonesia pada tanggal 09 Desember 2020 lalu. Pemilihan kepala daerah tahun 2020 ini sangat menarik perhatian dengan adanya beberapa kandidat yang muncul dari keluarga nomor satu Indonesia Presiden Joko Widodo. Hal ini menjadi menarik perhatian karena memicu dugaan-dugaan adanya praktik kecurangan dalam pencalonan kepala daerah tersebut, bagi sebagian masyarakat ini bisa dianggap tindakan curang memanfaatkan kekuasaan dari Presiden RI dan bagi sebagian masyarakat lain hal ini menjadi kesempatan memiliki pemimpin yang mereka sukai, dengan adanya penerus dari Presiden Joko Widodo. Calon dari kepala daerah itu adalah Gibran Rakabuming Raka putra sulung Presiden, mencalonkan diri sebagai Walikota Solo dan Bobby Nasution menantu laki- laki Presiden yang mencalonkan diri sebagai Walikota Medan.
Di Medan sendiri terdapat dua pasang calon yakni Akhyar Nasution dengan Salman Alfarisi dan Bobby Nasution dengan Aulia. Berdasarkan rekapitulasi komisi pemilihan umum Medan, Bobby Nasution dinyatakan menang dengan memperoleh 393.327 suara atau 53,45% dari suara sah. Sementara Akhyar Nasution meraih 342.580 suara atau 46,55% (CNN Indonesia, 2020). Yang muncul sebagai pemenang adalah Bobby Nasution dan Aulia. Bobby Nasution adalah menantu dari Presiden Republik Indonesia.
Pencalonan dan Kemenangan dari keluarga Presiden ini memunculkan persepsi dinasti politik yang menguat (Wijaya, BBC Indonesia, 2020). Munculnya persepsi nepotisme atau dinasti politik yang terlihat dalam hal ini akan menyangkut pada persoalan perspektif keadilan prosedural dalam pemilihan kepala daerah. Apakah sudah cukup adil prosedur yang dimiliki seorang kandidat kepala daerah dalam pemilihan bukan karena faktor keluarga, tetapi karena calon tersebut memiliki kompetensi dan memenuhi syarat untuk dapat dipilih. Penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan bagaimana keadilan prosedural agar masyarakat mengetahui bagaimana nepotisme berperan dan juga dapat menolak praktik nepotisme dalam perpolitikan indonesia.
Penelitian yang dibuat ini sebagai penelitian payung yang merupakan penelitian kolaboratif tentang nepotisme yang di bawah naungan dosen saya Dr. Omar K. Burhan, S.Psi, M.Sc. Sebagai peneliti utama dan melibatkan asisten penelitian terdiri dari saya sebagai mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir.
1.1. Latar Belakang Masalah
Pergantian pemimpin di suatu negara merupakan hal yang wajar karena dapat dikatakan sebagai demokratis. Seperti pemilihan seorang pemimpin dengan melalui pemilihan umum untuk dapat mewujudkan proses demokratisasi di berbagai daerah.
Pemilihan umum berdiri berdasarkan prinsip persamaan, yaitu bahwa setiap warga negara memiliki kesamaan hak dan kedudukan di dalam Pemerintahan, karena itu setiap warga negara memiliki kekuasaan yang sama untuk memerintah, Kekuasaan rakyat inilah yang menjadi sumber legitimasi dan legalitas kekuasaan Negara (Alvons,
2018). Pemilihan umum menjadi harapan bagi negara untuk mendapatkan wakil-wakil rakyat yang dapat mengerti mengenai aspirasi dari rakyat terutama dalam mengambil kebijakan publik dengan adanya sistem pergantian kekuasaan.
Pemilihan kepala daerah serentak diselenggarakan pada 9 Desember 2020 diseluruh Indonesia. Salah satunya kota Medan yang mempunyai dua calon kandidat yaitu Yaitu pasangan nomor urut 1 Ir. H. Akhyar Nasution, M.Si dan H. Salman Alfarisi, Lc, MA yang memperoleh 342.580 suara atau 46,55% dan nomor urut 2 Muhammad Bobby Afif Nasution dan H. Aulia Rachman yang memperoleh 393.327 suara atau 53,45% dari suara sah (CNN Indonesia, 2020). Melalui pemilihan kepala daerah ini, rakyat tidak hanya memilih pemimpin dalam menyelenggarakan Negara saja, tetapi juga memilih program yang dikehendaki sebagai kebijakan negara pada pemerintahan selanjutnya. Tetapi yang menjadi berbagai perbincangan yang terjadi saat pemilihan kepala daerah tahun ini, yaitu karena adanya salah satu calon kandidat walikota Medan 2020 yang dianggap sebagian dari politik nepotisme, karena memiliki keluarga didalam pemerintahan (Mulyadi, 2020). Menurut penelitian (Burhan, 2020) Jika muncul suatu persepsi tentang adanya dugaan nepotisme, pemilihan ini menjadi dianggap tidak adil secara prosedural, karena tidak adanya keadilan distributif sebagai kebijakan dari prosedur yang adil.
Pemilihan umun tidak dapat dikatakan berhasil jika, para calon kandidat terpilih dengan cara-cara yang penuh dengan pelanggaran dan kecurangan yang bertentangan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Santoso & Supriyanto,
2004). Sehingga mengakibatkan banyaknya partisipan politik masyarakat dalam pemilihan umum tidak mendapatkan hak pilih suara dan juga memilih tidak bepartisian dalam pemilihan karena ada beberapa faktor yaitu, administrasi sebagian masyarakat tidak terdata sebagai pemilih karena tidak memiliki kartu identitas kependudukandan faktor politik juga mempengaruhi partisipan politik tidak ikut serta dalam pemilihan yang dimana tidak percayanya dengan politik, dan tidak tak percaya bahwa calon kandidat akan membawa perubahan dan perbaikan (Arianto, 2011). Sehingga masyaraka menginginkan pemilihan umum ini dilaksanakan secara jujur dan adil untuk mendapatkan wakil rakyat yang berkualitas, jujur, kompenten dan mementingkan rakyat untuk menjamin hak-hak rakyat.
Dengan menurunnya partisipan politik karena ketidak percayaan masyarakat terhadap politik mengakibatkan sinisme politik mewakili keyakinan masyarakat bahwa kekuasaan dalam politik tidak dapat dipercaya, yang menurut model otoritas relasional, sangat penting dalam membentuk persepsi tentang keadilan prosedural (Tyler, 1989;
Tyler & Lind, 1992). Keadilan prosedural dapat didefinisikan sebagai keadilan terhadap prosedur yang digunakan untuk mengambill keputusan yang membuat seluruh masyarakat merasa terlibat di dalamnya, Budiarto dan Wardani (2005). Dengan adanya prosedur, seluruh masyarakat dapat menggunakan hak suaranya memilih demi menghindari kemungkinan kecurangan pemilihan umum yang dapat terjadi.
Keikutsertaan salah satu calon kandidat walikota Medan 2020 dalam pemilihan kepala daerah yang menimbulkan pro dan kontra karena memiliki keluarga presiden yang sedang menjabat. Ketika menonjolnya ikatan keluarga dalam politik dapat
membuat orang percaya bahwa nepotisme sedang berperan (Burhan, 2020). Adanya pengaruh ikatan keluarga yang dimiliki calon pelamar akan memunculkan berbagai persepsi pada masyarakat. Nepotisme didefinisikan sebagai salah satu bentuk pemilihan hak istimewa yang diberikan anggota keluarga untuk mereka yang dipekerjakan oleh suatu organisasi diberi preferensi dalam proses perekrutan (Jones, 2012). Pada dasarnya nepotisme berperan dalam pencalonan dan penerimaan untuk anggota keluarga atau kerabat dalam jabatan pemerintahan (Pope, 2007). Ketika seseorang dalam pencalonan yang memiliki anggota keluarga yang memiliki jabatan dan kuasaan kebanyakan tidak melalui jalur adil dan proses alamiah. Yang artinya seseorang tersebut masuk melalui koneksi politik dan kemudahan. Hal yang seperti tersebut bisa digolongkan tidak adil karena mereka terpilih karena bukan hasil dari kompetisi sehat yang terbuka (Simajuntak, 1996). Saat seseorang yang sangat berkuasa terlibat dalam pencalonan dan mempekerjakan anggota keluarganya dapat membuat persepsi masyarakat tentang adanya praktik nepotisme dalam pengangkatan jabatan mereka bertentangan dengan keadilan prosedural.
Persepsi nepotisme yang tinggi membuat penurunan persepsi keadilan organisasi secara keseluruhan di antara seseorang yang tidak memiliki kerabat dalam organisasi, kecuali mereka yang memiliki kerabat tersebut. Hal ini membuktikan tentang adanya hubungan antara persepsi nepotisme dan keadilan (Burhan, 2020).
Nepotisme dalam politik terus berkembang dalam kekuasaanya yang terus memunculkan kandidat semakin sempit dan terbatas karena diisi oleh orang-orang tertentu yang memiliki keluarga untuk mempertahankan sebuah kelompok politik yang
sudah mereka buat dan mempertanyakan bagaimana peran prosedural diterapkan dalam politik dan seberapa adil proses yang telah dibuat, untuk meyakinkan masyarakat bahwa para kelompok politik memang adil. Karena masyarakat selalu dapat membedakan mana yang adil dan tidak adil meskipun mereka memiliki keyakinan konsep keadilan yang berbeda-beda menurut John Rawls dalam buku a Theory of Justice (Pogge, 2007). Sehigga persepsi keadilan prosedural membentuk sikap dan
perilaku masyarakat terhadap pemerintahan dalam politik . Dari inilah penelitian ingin melakukan penelitian tentang hubungan persepsi nepotisme dengan persepsi praktik keadilan prosedural di dalam politik.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan persepsi nepotisme dengan persepsi keadilan prosedural di dalam politik
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara persepsi nepotisme dengan persepsi keadilan prosedural di dalam politik Indonesia. Dalam penelitian ini saya menggunakan situasi pemilihan Wali Kota Medan tahun 2020. Saya melaksanakan penelitian korelasional sebelum pemilihan Wali Kota tersebut di laksanakan.
1.4. Manfaat Penelitian A. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat memberikan pengetahuan, khususnya di bidang psikologi sosial , yaitu mengenai variabel persepsi nepotisme dan persepsi keadilan prosedural.
B. Manfaat praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Komisi Pemilihan Umum untuk penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, adil, transparan, tidak memihak organisasi atau kepentingan individu.
2. Bagi para politisi diharapkan menjalankan amanah kepemimpinan dengan memberi tanggung jawab agar rakyat dapat yakin masih banyak politisi yang adil, kompeten dan terpercaya.
1.5. Sistematika Penulisan
Pada Bab I menjelaskan latar belakang dilakukannya penelitian mengenai hubungan persepsi nepotisme dengan persepsi keadilan proseduran di dalam politik, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan penelitian ini. Bab II menjelaskan landasan teori mengenai persepsi nepotisme, nepotisme, prosedural keadilan hubungan persepsi nepotisme dengan prosedural keadilan dan hipotesis penelitian. Bab III menjelaskan mengenai metode, definisi operasional, alat ukur persepsi nepotisme dan prosedural keadilan. bab IV menjabarkan analisis data mengenai gambaran partisipan penelitian, hasil dan pembahasan. Bab V menjelaskan
kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
Disini saya akan membuat landasan teoritis dari penelitian ini, di mana saya akan menjelaskan definisi nepotisme. Kemudian, saya akan menjabarkan apa saja persepsi nepotisme dari beberapa ahli. Persepsi nepotisme merupakan variabel bebas di dalam penelitian ini. Selanjutnya saya akan menjelaskan berbagai definisi dari keadilan prosedural dan menjabarkan aturan-aturan yang perlu diperhatikan dalam keadilan prosedural menurut ahli. Prosedural keadilan menjadi variabel terikat dalam penelitian ini. Terakhir saya akan menjelaskan dinamika hubungan persepsi nepotisme dengan persepsi keadilan prosedural di dalam politik, yang dimana saya akan menjelaskan bagaimana saya akan menyimpulkan hipotesis penelitian ini, yaitu adanya hubungan persepsi nepotisme dengan persepsi keadilan prosedural dalam politik dan tidak ada hubungan persepsi nepotisme dengan persepsi keadilan prosedural dalam politik.
2.1. Nepotisme
Nepotisme adalah sebuah tindakan yang relatif favoritisme berdasarkan kekerabatan (Bellow, 2003; Jones et al, 2008). Kamus Webster International Dictionary mendefinisikan nepotisme sebagai “favoritisme” pengangkatan suatu pekerjaan berdasarkan keponakan atau kekerabatan lainnya dengan memberi mereka posisi karena hubungan mereka dan bukan karena potensi mereka. Favoritisme
didefinisikan sebagai individu yang mendapatkan hak istimewa khusus kepada teman, kolega, dan kenalan di bidang pekerjaan, karir, dan keputusan personal (Araslı - Tümer, 2008).
Kemudian Arasli,Ali, dan Erdogan (2006) dalam penelitiannya mendefinisikan nepotisme sebaga upaya dan tindakan individu yang memiliki kedudukan dan jabatan mempekerjakan saudara dan anggota keluarga besar, di berbagai jabatan dan kedudukan sehingga menguntungkan individu dan keluarganya. Definisi lain tentang nepotisme adalah tindakan yang hanya menguntungkan saudara atau kerabatnya, terutama dalam pemerintahan walaupun individu yang di untungkan tidak berkompeten (Maharso & Sujarwadi, 2018,). Sedangkan dalam penelitian lain, nepotisme adalah mekanisme perekrutan umum di perusahaan (keluarga) di mana keluarga menggunakan kendali mereka untuk mempekerjakan anggota keluarga oleh karena itu mempertahankan keterlibatan keluarga dari waktu ke waktu dan lintas generasi (Chrisman, Chua, & Litz, 2003).
Dari beberapa definisi di atas menunjukan bahwa nepotisme adalah segala sesuatu yang mementingkan dan menguntungkan pihak keluarga atau kerabat dengan menggunakan kekuatan jabatan mereka untuk mendapat bantuan.
2.2. Persepsi Nepotisme
Dalam penelitian (Padgett, Padgett, dan Morris, 2015) menemukan perspektif bahwa masyarakat memiliki persepsi negatif terhadap nepotisme dan mencap negatif mereka yang mendapatkan hak istimewa dari hubungan keluarga selama proses
perekrutan. Peneliti tersebut menemukan bahwa penerima nepotisme memiliki kompetensi yang lebih rendah dibandingkan dengan indi vidu yang tidak menerima nepotisme. sama halnya dengan penelitian (Darioly, & Riggio, 2014) Calon pelamar yang memiliki kualifikasi yang baik pun mendapat penilaian negatif jika kandidat tersebut memiliki hubungan keluarga. mereka percaya bahwa ikatan keluarga akan memenangkan dan memajukan karir pelamar yang kurang memenuhi syarat, hal ini yang mendukung stigma ketidak adanya keahlian dan keadilan perekrutan dalam keluarga yang disebut dengan persepsi nepotisme yang negatif. Perbedaan antara anggota yang memiliki keluarga dan yang tidak memiliki keluarga dapat mengakibatkan individu menerima penerima nepotisme mendapat perlakuan istimewa (Chapais, 2001).
Berbeda dengan pendapat (Riggio dan Saggi, 2015) dalam penelitianya dia berpendapat bahwa praktik nepotisme dapat menguntungkan satu pihak tanpa merugikan pihak lain, hal ini dapat bermanfaat tanpa merugikan organisasi atau individu jika, praktik dalam proses mempekerjakan, mengevaluasi dan mempromosikan karyawan diterapkan dengan adil tanpa memihak. penelitian (Hegtvedt, 2005) mengatakan bahwa anggota keluarga cenderung memandang nepotisme sebagai hal yang adil karena mereka menganggap manfaat ini masuk akal menerima manfaat karena keanggotaan keluarga tidak serta merta melanggar norma keadilan seperti yang dilihat dari lensa kelompok keluarga.
2.3. Keadilan Prosedural
Keadilan sosial merupakan hal dasar pada kehidupan sehari-hari. Kita semua dipengaruhi oleh tindakan yang kita anggap adil atau tidak adil (Folger, 1984).
Beberapa ahli (Miceli dkk., 1991; Minton dkk., 1994) mengemukakan bahwa keadilan harus diformulasikan pada tiga tingkatan, yaitu outcome, prosedur, dan system.
Penilaian keadilan tidak bergantung pada kecil atau besar sesuatu yang diraih, tetapi dilihat pada cara penentuannya dan sistem atau kebijakan di balik itu.
Menurut teori keadilan prosedural, seseorang akan lebih memilih mematuhi aturan dan keputusan yang ditetapkan, ketika seorang yang berwenang memperlakukan orang lain dengan hormat, tanpa diskriminasi atau bias, dengan prosedur yang transparan dan adil dan memungkinkan semua pihak bersuara (Thibaut dan Walker, 1978) Menurut Lind dan Tyler (1988) Keadilan prosedural adalah seberapa adil norma-norma sosial yang berhubungan pada proses keputusan yang dibuat dan bagaimana individu diperlakukan oleh pihak berwenang dan pihak lain. Lind dan Tyler (1988) berpendapat ada dua model yang mempengaruhi prosedural keadilan yaitu yang pertama, kepentingan pribadi (self interest) yang berdasar dari prinsip egosentris yang menjadi dasar perilaku individu unutk memiliki keuntungan tertinggi. Hal ini terus ada meskipun atas nama kelompok dan system. Dan yang ke dua Model kedua disebut nilai kelompok (The Group Value Model) Model ini berawal dari keresahan pada kelompok terhadapa individu yang mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok merasa terancam dalam posisinya, sehingga dalam kelompok menghindari ketidakadilan,
individu yang terlibat dalam kelompok, harus menaati peraturan kelompok sesuai kesepakatan yang telah disetuju.
Dalam penelitian (Folger, 1977) fenomena keadilan prosedural di evaluasi pada saat individu melihat bahwa suatu prosedur memberikan kesempatan mereka untuk menyuarakan pendapat mereka dalam suatu pengambilan keputusan. Prosedur yang dipakai dalam pengambilan keputusan akan jauh lebih adil jika mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka dibandingkan yang tidak memberikan kesempatan.
Dari definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa keadilan prosedural Dari berbagai definisi yang disampaikan para ahli disimpulkan bahwa keadilan prosedural adalah adalah suatu persepsi yang harus adil dalam mengambil keputusan sesuai dengan wewenang yang telah diterapkan. Oleh karena itu, apabila aturan dilakukan dengan baik oleh pihak berwenang, maka masyarakat merasa diperlakukan secara adil.
2.4. Hubungan Persepsi Nepotisme dengan Prosedural Keadilan
Praktik nepotisme dapat dianggap tidak etis karena menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan anggota keluarga (Wated, & Sanchez, 2005).
Individu yang mendapat keuntungan dari nepotisme dilihat dapat dengan mudah meningkatkan karirnya hanya dengan mengandalkan koneksi keluarga tanpa kompetensi, karena hal itu nepotisme diyakini tidak adil dan tidak rasional (Padgett, &
Morris, 2005). Penelitian (Burhan, Leeuwen, & Scheepers, 2020) mengatakan persepsi
nepotisme yang tinggi menunjukan penurunan persepsi keadilan organisasi di antara individu yang tidak memiliki kerabat dalam organisasi. Berdasarkan hal tersebut nepotisme tindakan yang selalu memihak atau mengutamakan anggota keluarga walaupun hal itu melanggar prosedur keadilan.
Persepsi nepotisme dan keadilan penting karena dapat mempengaruhi organisasi untuk mendapatkan dan merekrut calon pekerja yang berkualifikasi tinggi sesuai dengan kompetensi yng dimiliki pelamar (Gilliland, 1993).Keadilan prosedural diharapkan tidak hanya mementingkan hak istimewa seseorang, tetapi lebih kepada murni otoritas individu yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan fungsinya dalam mencegah kecurangan yang ada (Tyler, 1989). Saat seseorang yang sangat berkuasa terlibat dalam pencalonan atau mempekerjakan anggota keluarganya dapat membuat persepsi sebagian masyarakat tentang adanya praktik nepotisme dalam pengangkatan jabatan mereka dan bertentangan dengan keadilan prosedural. Seperti fenomena dalam penelitian ini, mengangkat pemilihan walikota di Medan yang salah satu calon kandidat memiliki keluarga yang sangat berpengaruh penting di Indonesia yaitu Presiden Republik Indonesia. Sebagian masyarakat menganggap kemenanngannya karena ada praktik kecurangan karena keluarga presiden dan sebagian masyarakat menganggap hal ini karena kompetensi yang dimilikinya. Sehingga banyak mendapat perhatian apakah kemenangannya ini sudah adil secara prosedural.
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan dinamika hubungan tersebut, maka hipotesis yang saya ajukan dalam penelitian ini adalah “ada hubungan antara persepsi nepotisme dan persepsi keadilan prosedural”.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada Penelitian ini merupakan penelitian kolaborasi di bawah pimpinan Dr.
Omar K. Burhan, M.Sc sebagai peneliti utama, dengan saya dan tiga teman-teman penelitian lainnya sebagai anggota peneliti. Penelitian skripsi ini merupakan dari penelitian payung, melibatkan sejumlah variabel penelitian yang telah dibagi kepada anggota peneliti, sehingga data dan hasil penelitian skripsi saya hanya menguraikan sebagian dari variabel penelitian yang ada. Pengambilan datanya dilakukan secara bersama-sama dengan anggota peneliti dan menggunakan satu kuesioner yang sama. dalam penelitian ini peneliti utama akan mendapatkan data dan hasil penelitian yang lengkapnya.
Proses pengambilan data dilakukan secara bersamaan dengan anggota peneliti lainnya. Sehingga dalam skripsi ini saya hanya melaporkan data dan hasil sebagian variabel penelitian yang sedang saya teliti
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif korelasional.
Penelitian korelasional bertujuan untuk mengetahui kekuatan hubungan antar variabel (Azwar, 2012). Sehingga, dalam penelitian ini saya ingin melihat hubungan antara persepsi nepotisme dengan persepsi keadilan prosedural.
3.1. Definisi Operasional 1. Persepsi Nepotisme
Persepsi nepotisme merupakan pandangan negatif dari beberapa individu terhadap penerima nepotisme yang dianggap mendapatkan hak istimewa dan mengenyampingkan kompetensi selama memiliki keluarga di dalam organisasi.
2. Keadilan Prosedural
Keadilan prosedural adalah cara dimana pihak berwenang mengambil keputusan melalu proses yang adil, transparan khususnya dalam pemilihan umum. Prosedur yang adil merujuk kepada persepsi setiap individu dalam melihat keadilan dalam sebuah keputusan yang dibuat oleh pihak yang berwenang.
3.2. Partisipan
Jumlah partisipan dalam penelitian ini sebanyak 237 data, dengan 99 partisipan laki-laki dan 138 partisipan perempuan. Dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti utama dan anggota penelitian ini yaitu dengan kriteria pertama berdomisili di kota Medan dan kriteria kedua warga yang sudah dapat berpartisipasi dalam pemilihan walikota Medan 2020 . Data diambil secara accidental menggunakan kuesioner online sebanyak 187 data dan 50 data tambahan diambil menggunakan kuesioner paper dan pencil. Partisipan berdomisili di kota Medan. Mereka berpartisipasi atas dasar sukarela dan diberi kompensasi sejumlah Rp20.000 untuk 20 orang dalam bentuk OVO atau Go Pay secara acak dan snack untuk partisipan secara offline.
3.3. Prosedur
Sebelum kami mengambil data, kami melakukan adaptasi alat ukur dengan mentranslasikan ke bahasa Indonesia dan tetap menggunakan professional judgement. Setelah kami mendapatkan izin dari dosen pembimbing untuk mengambil
data, kami merekrut para partisipan dengan memberitahu kriteria partisipan dan tujuan penelitian melalui media sosial (misalnya, instagram, twitter) yang menggunakan google form sebagai platform kuesioner. Kami merekrut pula para partisipan yang
memenuhi kriteria secara langsung di kota Medan. Kemudian, kami meminta persetujuan mereka pada halaman informed consent untuk mengisi kuesioner yang telah kami persiapkan. Setelah kuesioner diisi oleh partisipan, kami melakukan debriefing yaitu menjelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian ini. Kemudian,
sebagai ungkapan terima kasih kami kepada partisipan penelitian yaitu dengan memberikan kompensasi berupa snack dan undian Rp20.000 bagi 20 orang pemenang.
3.4. Alat Ukur
3.4.1. Persepsi Nepotisme
Saya mengukur persepsi nepotisme sebagai dependen variable (variabel terikat) dengan mengadaptasi alat ukur perceived nepotism yang dibuat oleh Burhan et al (2020). Alat ukur ini terdiri dari 5 butir. Butir ukur yang saya buat menggunakan skala enam titik (= 1 sangat tidak sesuai – 6 = sangat sesuai). Berikut contoh aitem persepsi nepotisme (1) keluarga berperan sangat penting dalam perpoliikan negara ini, (2) politik negara ini hanya dikontrol dan dikuasai oleh keluarga tertentu saja. Dalam
analisisi alat ukur persepsi nepotisme, pengujian realibilitas menunjukkan bahwa pada penelitian ini nilai pada tiap instrumen nya memiliki nilai reliabilitas > 0,70, pada indikator cronbach alfa yang berarti memiliki kriteria yang baik sesuai dengan ketentuannya (field, 2009). Pada alat ukur persepsi nepotisme ini didapatkan nilai cronbach alpha sebesar 0.899, artinya alat ukur persepsi nepotisme ini sudah reliabel.
3.4.2. Persepsi Keadilan Prosedural
Saya mengukur variabel keadilan prosedural sebagai independent variable (variabel bebas) dengan mengadaptasi alat ukur Procedural Fairness yang diadaptasikan oleh Burhan et al (2020). Alat ukur ini terdiri dari 14 butir. Butir ukur yang saya buat menggunakan skala enam titik (= 1 sangat tidak sesuai – 6 = sangat sesuai). Adapun contoh butir ukur sebagai berikut (1) secara umum, politisi memperlakukan masyarakat dengan adil (2) politisi mencoba melakukan hal yang benar untuk rakyat Dalam analisisi alat ukur prosedur keadilan, pengujian realibilitas menunjukkan bahwa pada penelitian ini nilai pada tiap instrumen nya memiliki nilai reliabilitas > 0,70, pada indikator cronbach alfa yang berarti memiliki kriteria yang baik sesuai dengan ketentuannya (field, 2009). Pada alat ukur keadilan prosedural ini didapatkan nilai cronbach alpha sebesar 0.967, artinya alat ukur keadilan prosedural ini sudah reliabel.
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini saya akan menjabarkan hasil dari keseluruhan penelitian yang terdiri dari, gambaran umum partisipan penelitian, hasil penelitian dan pembahasan mengenai hasil penelitian.
4.1. Analisa Data
4.1.1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian
Partisipan penelitian dalam penelitian ini melibatkan masyarakat Medan berusia 17 tahun yang sudah dapat berpartisipan dalam pemilihan umum 2020 sebagai partisipan penelitian. Partisipan penelitian memiliki 237 partisipan yang dimana 99 (41%) laki-laki dan 138 (58%) perempuan. Rata-rata usia partisipan dalam penelitian ini adalah 25 tahun (SD=7.91). Rata-rata jenjang pendidikan terakhir partisisipan penelian ini adalah SMP 5 orang (2%), SMA 108 orang (46%), Strata 1 49 orang (21%), Diploma 3 20 orang (8%). Dan rata-rata pendidikan yang sedang partisipan jalani adalah SMA 6 orang (3%), Strata 1 112 orang (47%), Diploma 3 10 orang (4%).
4.1.2. Hasil Uji Asumsi
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui bahwa sampel yang dihadapi adalah berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan distribusi pada grafik Q-Q Plots, skewness, dan kurtosis selain itu menyajikan hasil analisis data nilai mean, median, mode dan standart deviasi. Uji
normalitas menggunakan Q-Q Plots dapat dikatakan normal apabila data tersebar di sekeliling garis diagonal (Gross-Sampson, 2019). Terilhat dalam grafik 4.1 dan 4.2 dibawah menunjukan data menyebar di sekeliling garis lurus diagonal. Sehingga dapat disimpulkan grafik Q-Q Plots ini menunjukkan bahwa residual berdistribusi normal dan linear.
Grafik 4.1 Grafik 4.2
Persepsi Nepotisme keadilan Prosedural
Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan program JASP 0.14.1 for windows, diperoleh rasio skewness dan rasio kurtosis. Skewness dan kurtosis dapat
digunakan untuk menentukan tingkatan normalitas data, dengan cara membagi nilai skewness dan kurtosis dengan nilai std eror masing-masing. Nilai rasio skewness dan nilai rasio kurtosis berada diantara -2 dan 2 maka berdistribusi normal (Santosa, 2005).
Untuk menggunakan perhitungan rasio skewness dan rutosis dapat dilihat dari nilai skewness dan kurtosis pada tabel 4.3 di bawah sebagai berikut :
Table 4.3. Hasil uji normalitas persepsi nepotisme dan keadilan prosedural
Persepsi Nepotisme
Keadilan Prosedural
Valid 236 232
Missing 0 4
Mean 31.547 41.004
Std. Error of Mean
0.538 0.930
Median 32.000 43.000
Mode 32.000 14.000
Std. Deviation 8.261 14.170
Skewness -0.209 0.021
Std. Error of Skewness
0.158 0.160
Kurtosis -0.326 -0.430
Std. Error of Kurtosis
0.316 0.318
Nilai rasio Skewness dan Kurtosis pada variabel persepsi nepotisme adalah : Rasio Skewness = Nilai Skewness
Std.Erorr Skewness = −0.209
0.158 = -1.322
Rasio Kurtosis = Nilai Kurtosis
Std.Erorr Kurtosis = −0.326
0.316 = -1.031
Nilai rasio skewness dan kurtosis pada variabel keadilan Prosedural adalah : Rasio Skewness = Nilai Skewness
Std.Erorr Skewness = 0.021
0.160 = 0.131 Rasio Kurtosis = Nilai Kurtosis
Std.Erorr Kurtosis = −0.430
0.318 = -1.352
Dari hasil yang didapat rasio skewness untuk variabel persepsi nepotisme berada pada rentang -3 sampai +3 yaitu sebesar -0.322 rasio skewness dan –1.031 rasio kurtosisnya, maka dinyatakan bahwa persepsi nepotisme berdistribusi normal. Rasio skewness untuk variabel keadilan prosedural di dapat sebesar 0,131 dan rasio kurtosisnya -1,352 maka keadilan prosedural berdistribusi normal.
Hasil data mean, median dan modus dapat terlihat dari hasil skewness kurva.
Dari hasil data pada table 4.3 dapat dilihat hasil yang diperoleh dari analisis data variabel persepsi nepotisme mendapatkan Mean sebesar 31.547, Median sebesar 32.000, dan Mode sebesar 32.000 dan Standart Deviation sebesar 8.261. Berdasarkan nilai Mean dan Median maka nilai mean lebih kecil sk<0 dari nilai median yang menunjukan kurva memanjan dan miring ke kiri, yang berarti distribisi mempunyai skewness negatif.
Hasil analisis data variabel prosedural keadilan mendapatkan mean sebesar 41.004, median sebsar 43.000, mode sebesar 14.000 dan strandart deviation sebesar 14.170. Berdasarkan nilai Mean dan Median maka nilai mean lebih kecil sk<0 dari nilai
median yang menunjukan kurva memanjan dan miring ke kiri, yang berarti distribisi mempunyai skewness negatif.
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Uji Korelasi Pearson
Hasil uji hipotesa menentukan diterima atau tidaknya hipotesa yang telah di ajukan dalam penelitian. Hasil uji dalam penelitian ini menggunakan analisa korelasi pearson untuk mengetahu pengaruh persepsi nepotisme terhadap prosedural keadilan dalam politik. Pengolahan data menggunakan bantuan program JASP 0.14 .1 for windows . Setelah imput data dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Table 4.4 Hasil Uji Korelasi
Pada table 4.4 menampilkan korelasi nilai r pearson beserta nilai p valuenya.
Hasil menunjukan angka korelasi (r) 0.013 dengan nilai p= 0.843 didasarkan pada kriteria nilai tersebut, hubungan kedua variabel tidak signifikan karena angka signifikan (p=0.843 > 0,05). Sehingga hal ini dinyatakan bahwa Ho di tolak dan Ha diterima yang menunjukan tidak adanya hubungan persepsi nepotisme dengan persepsi keadilan prosedural dalam politik.
Pearson's Correlations
Pearson's r p
Persepsi Nepotisme - Prosedural Keadilan 0.013 0.843
* p < .05, ** p < .01, *** p < .001
4.3. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan sebelum pemilihan calon walikota dan calon wakil walikota Medan 2020 dilaksanakan, partisipan penelitian ini khusus masyarakat Medan yang sudah dapat berpartisipan dalam pemilihan umum dengan jumlah partisipan sebanyak 237. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam pengujian hubungan persepsi nepotisme terhadap persepsi prosedural keadilan dalam politik mendapat nilai signifikansi (r = 0.013; p= 0.843), sehingga Ho diterima dan Ha ditolak yang menunjukan bahwa persepsi nepotisme tidak memiliki hubungan terhadap prosedural keadilan politik. Hal ini menunjukan tidak sejalan dengan hasil penelitian (Padgett &
Morris, 2005) yang menyatakan bahwa nepotisme dianggap kurang adil dalam perekrutan berdasarkan kompetensi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keadilan prosedural tidak dipersepsikan terkait dengan nepotisme melainkan ada faktor lain seperti sinisme politik yang mewakili keyakinan masyarakat bahwa pemerintahan dalam politik tidak dapat dipercaya, yang menurut model otoritas relasional, sangat penting dalam membentuk persepsi tentang keadilan prosedural (Tyler, 1989; Tyler &
Lind, 1992). Hal ini membuat masyarakat yang dipengaruhi oleh sinisme politik lebih cenderung percaya bawa pemerintahan politik memperlakukan mereka dengan cara yang tidak adil secara prosedural. Tetapi penelitian menunjukan bahwa persepsi nepotismelah yang dapat mempengaruhi sinisme politik, sehingga sinisme politik yang seharusnya juga yang dapat memiliki pengaruh terhadap prosedural keadilan dalam politik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai hubungan persepsi nepotisme dengan persepsi keadilan prosedural dalam politik maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, persepsi nepotisme tidak berhubungan dengan prosedural keadilan.
Hal ini sesuai dengan hasil korelasi pearson yang memiliki angka korelasi (r) 0.013 p=0.843 yang lebih besar dari 0,05. Sehingga Ha ditolak dan Ho diterima. Berdasarkan hubungan antara variabel persepsi nepotisme dan variabel prosedur keadilan memiliki nilai korelasi (r) 0.013 yang artinya hubungan kedua variabel tersebut sangat lemah.
Korelasi positif yang menunjukan bahwa hubungan antara variabel persepsi nepotisme dan variabel prosedur keadilan searah, yang berarti jika variabel persepsi nepotisme kecil, makan variabel prosedural akan menurun.
Tidak adanya hubungan nepotisme dengan keadilan prosedural menunjukan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi masyarakat mempersepsikan keadilan prosedural tidak adil yaitu, karena dipengaruhi oleh sinisme politik ketidak percayaan mereka terhadap politisi yang memeperlakukan mereka dengan cara yang tidak adil secara prosedural. Karena keadilan prosedural mencakup dimana pihak berwenang memberikan alasan mereka untuk mengambil keputusan, masyarakat merasa pihak berwenang mendengar suara dan aspirasi mereka dan masyarakat diperlakukan dengan hormat oleh pemerintah.
5.2. Kelebihan dan Kelemahan Penelitian 5.2.1. Kelebihan
1. Kelebihan dari penelitian ini adalah memiliki partisipan yang cukup banyak yaitu 237 orang yang sesuai dengan kriteria penelitian yaitu berdomisili Medan. Sehingga dapat menggambarkan keadaan dari populasi penelitian.
5.2.2. Kelemahan
1. Penelitian ini menggunakan sampel penelitian yaitu masyarakat Medan yang sudah dapat berpartisipan dalam pemilihan umum yang berusia sekitar 21-30 tahun , bukan sampel dengan karakteristik yang mengetahui tentang politik dan tidak bervariasi. Hal ini kemungkinan dapat mempengaruhi hasil penelitian yang diperoleh mengenai persepsi nepotisme.
5.3. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang telah dijabarkan, maka ada beberapa saran yang diusulkan oleh peneliti. Saran tersebut dibedakan menjadi saran metodologis dan saran praktis
5.3.1. Saran Metodologis
1. Kekurangan dari penelitian ini adalah menggunakan pengumpulan data menggunakan google form, sehingga peneliti tidak dapat mengontrol berbagai faktor eksternal responden ketika mengisi kuisioner penelitian, disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk membagikan kuisinioner secara langsung kepada responden untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
2. Subjek dari penelitian ini lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki, maka dari itu diharapkan peneliti selanjutnya dapat menyeimbangkan jumlah subjek penelitian menjadi setara.
3. Pada Penelitian ini prosedural keadilan tidak memiliki hubungan dengan persepsi nepotisme. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggali variabel lain yang berperan dalam mempengaruhi prosedural keadilan.
5.3.2. Saran Praktis
1. Disarankan bagi partai politik untuk pengusulan calon kandidat Walikota Medan yang memiliki kompetensi dan prestasi dalam kepemimpinan sehingga masyarakat merasa suara mereka didengar
2. Bagi komisi pemilihan umum harus memperhatikan segala prosedur, dan keputusan yang berhubungan dengan proses pemilihan umum yang tidak sesuai dengan undang-undang. Sehingga dapat menjadikan pelaksanaan pemilihan umum yang bebas, adil dan jujur.
DAFTAR PUSTAKA
Alvons, M. (2019). Kebebasan Keamanan, Keadilan dan Kedamaian dalam Pemilihan Umum untuk Stabilitas Negara. Jurnal Legislasi Indonesia, 15(4), 295-307.
Arasli, H., Bavik, A., & Ekiz, E. H. (2006). The effects of nepotism on human resource management: The case of three, four and five star hotels in Northern Cyprus.
InternationalJournal of Sociology and Social Policy, 26(7/8), 295–308.
https://doi.org/10.1108/01443330610680399
Arasli, H., & Tumer, M. (2008). Nepotism, Favoritism and Cronyism: A study of their effects on job stress and job satisfaction in the banking industry of north Cyprus. Social Behavior and Personality: an international journal, 36(9), 1237-1250. https://doi.org/10.2224/sbp.2008.36.9.1237
Arianto, B. (2011). Analisis penyebab masyarakat tidak memilih dalam pemilu. Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, 1(1), 51-60.
Azwar, S. (2012). Realibilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Burhan, O. K., van Leeuwen, E., & Scheepers, D. (2020). On the hiring of kin in organizations: Perceived nepotism and its implications for fairness perceptions and the willingness to join an organization. Organizational Behavior and
Human Decision Processes, 161, 34–48.
https://doi.org/10.1016/j.obhdp.2020.03.012
Budiarto, Y., & Wardani, R. P. (2005). Peran keadilan distributif, keadilan prosedural dan keadilan interaksional perusahaan terhadap komitmen karyawan pada perusahaan (studi pada perusahaan X). Jurnal Psikologi, 3(2), 109-126.
Chapais, B. (2001). Primate nepotism: what is the explanatory value of kin selection?. International Journal of Primatology, 22(2), 203-229.
https://doi.org/10.1023/A:1005619430744
Chua, J. H., Chrisman, J. J., & Steier, L. P. (2003). Extending the theoretical horizons of family business research. Entrepreneurship Theory and Practice, 27(4), 331 338. https://doi:10.1111/1540-8520.00012
CNN Indonesia. (2020, Desember 10). Kemenangan gibran dan bobby, sejarah baru dinasti jokowi. Retrieved Januari 05, 2021, from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201210094828-32- 580351/kemenangan-gibran-dan-bobby-sejarah-baru-dinasti-jokowi
CNN Indonesia. (2020, Desember 17). Golput pilkada medan lebih tinggi dari suara bobby nasution. Retrieved Januari 05, 2021, from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201217170852-32-583522/golput- pilkada-medan-lebih-tinggi-dari-suara-bobby-nasution
Darioly, A., & Riggio, R. E. (2014). Nepotism in the hiring of leaders: is there a stigmatization of relatives? Swiss Journal of Psychology, 73(4), 243–248.
https://doi.org/10.1024/14210185/a000143
Field A. (2009). Discovering Statistics using SPSS Third Edition. London : Sage Publications.
Folger, R. (1977). Distributive and procedural justice: combined impact of voice and improvement on experienced inequity. Journal of Personality and Social Psychology, 35(2), 108–119. https://doi.org/10.1037/0022-3514.35.2.108
Folger, R. (1984). Perceived injustice, referent cognitions, and the concept of comparison level. Representative Research in Social Psychology.
Gilliland, S. W. (1993). The perceived fairness of selection systems: An organizational justice perspective. Academy of Management Review, 18, 694–734.
https://doi.org/10.2307/258595
Gross-Sampson, M. K. (2019). Statistical Analysis JASP: A Guide For Students.
Hegtvedt, K. A. (2005). Doing justice to the group: Examining the roles of the group in justice research. Annu. Rev. Sociol., 31, 25-45.
https://doi:10.1146/annurev.soc.31.041304.122213
Jones, R. G. (2012). Defning a psychology of nepotism. In R. G. Jones (Ed.), Nepotism in organizations (pp. 253–267). New York, NY: Taylor & Francis.
Lind, E. A. & Tyler, T.R. (1988). The Social Psychology of Procedural Justice. Plenum Press, New York.
Syahroni, M., & Sujarwadi, T. (2018). Korupsi, bukan budaya tetapi penyakit.
Deepublish.
Miceli, M. P., Jung, I., Near, J. P., & Greenberger, D. B. (1991). Predictors and outcomes of reactions to pay-for-performance plans. Journal of Applied Psychology, 76(4), 508. https://doi.org/10.1037/0021-9010.76.4.508
Minton, J. W., Lewicki, R. J., & Sheppard, B. H. (1994). Unjust dismissal in the context of organizational justice. The ANNALS of the American Academy of Political
and Social Science, 536(1), 135-148.
https://doi.org/10.1177/0002716294536001011
Mulyadi, I. (2020, Desember 17). Golput Pilkada Medan Lebih Tinggi dari Suara Bobby Nasution. Retrieved Desember 19, 2020, from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201217170852-32-583522/golput pilkada-medan-lebih-tinggi-dari-suara-bobby-nasution
Nepotism _ Definition of Nepotism by Merriam-Webster.html. (t.t.)., Retrieved 17 March 2021 from Merriam Webster https://www.merriam webster.com/dictionary/nepotism
Padgett, M. Y., & Morris, K. A. (2005). Keeping it “all in the family:” does nepotism in the hiring process really benefit the beneficiary? Journal of Leadership &
Organizational Studies, 11(2), 34–45.
https://doi.org/10.1177/107179190501100205
Padgett, M. Y., Padgett, R. J., & Morris, K. A. (2015). Perceptions of nepotism beneficiaries: the hidden price of using a family connection to obtain a job.
Journal of Business and Psychology, 30(2), 283–298.
https://doi.org/10.1007/s10869-014-9354-9
Pogge, T., & Pogge, T. W. (2007). John Rawls: his life and theory of justice. Oxford Pope, Jeremy. 2007. Strategi Memberantas Korupsi, Jakarta: YOI, 2007.University
Press on Demand.
Riggio, R. E., & Saggi, K. (2015). If we do our job correctly, nobody gets hurt by nepotism. Industrial and Organizational Psychology, 8(1), 19–21.
https://doi.org/10.1017/iop.2014.5
Santosa, P. B. (2005). Analisis statistik dengan microsoft excel dan spss. Yogyakarta:
Andi.
Santoso, T., & Supriyanto, D. (2004). Mengawasi pemilu mengawal demokrasi. PT RajaGrafindo Persada.
Simanjuntak, Togi. 1996. ABRI Punya Golkar Jakarta: ISAI.
Thibaut, J., & Walker, L. (1978). A theory of procedure. Calif. L. Rev., 66, 541.
Tyler, T. R. (1989). The psychology of procedural justice: a test of the group-value model. Journal of personality and social psychology, 57(5), 830.
https://doi.org/10.1037/00223514.57.5.830
Tyler, T. R., & Blader, S. L. (2003). The group engagement model: Procedural justice, social identity, and cooperative behavior. Personality and social psychology review, 7(4), 349 361.
https://doi.org/10.1207/S15327957PSPR0704_07
Tyler, T. R., & Lind, E. A. (1992). A relational model of authority in groups. Advances
in experimental social psychology, 25, 115-191.
https://doi.org/10.1016/S0065-2601(08)60283-X
Wated, G., & Sanchez, J. I. (2005). The effects of attitudes, subjective norms, attributions, and individualism–collectivism on managers’ responses to bribery in organizations: Evidence from a developing nation. Journal of Business Ethics, 61(2), 111-127. https://doi:10.1007/s10551-005-8712-y
Wijaya, C. Pilkada 2020: Gibran dan Bobby diproyeksi menang meski minim pengalaman politik, “perlu buktikan dengan kerja keras.” BBC News Indonesia. Retrieved Januari 05, 2021, from BBC Indonesia : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55211990
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
SKALA PENELITIAN
RAHASIA
SKALA PENGUKURAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
Partisipan yang terhormat,
Kami adalah mahasiswa dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Dalam rangka tugas Skripsi, kami ingin meneliti sikap, pandangan, dan partisipasi politik Anda. Besar harapan kami Anda dapat berpartisipasi penuh di dalam penelitian ini.
Penelitian ini bersifat personal sehingga segala yang Anda isi akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.
Penelitian ini dapat Anda selesaikan dalam waktu 10-15 menit.
Tim peneliti,
Putri Dwinastiti Shania Ulimaz Aviva Sri Devina Reka Sitanggang
*Korespondensi mengenai penelitian ini dapat Anda tujukan kepada pembimbing dan peneliti utama riset payung skripsi ini, yaitu Dr. Omar K. Burhan, S.Psi, M.Sc via surel:
omar@usu.ac.id
INFORMED CONSENT
FORMULIR PERSETUJUAN PENELITIAN
Berikanlah tanda centag pada setiap poin-poin persetujuan dibawah ini, sebagai bentuk persetujuan sebagai partisipan penelitian, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
□
Saya paham bahwa saya berpartisipasi dalam penelitian secara sukarela□
Saya paham bahwa penelitian ini tidak megganggu kesejahteraan fisik maupun psikologis saya□
Saya paham bahwa saya dapat berhenti berpartisipasi kapanpun saya inginkan□
Saya paham bahwa data dalam penelitian ini hanya dipergunakan untk penelitian ini saja□
Saya paham bahwa data-data pribadi saya akan terjaga keterahasiannya□
Saya menyetujui berpartisipasi dalam penelitian iniMedan , 2020
Petunjuk Pengisian:
Baca dan pahamilah setiap pernyataan berikut ini dengan seksama kemudian berikan jawaban Anda pada kolom yang tersedia disetiap pernyataan tersebut dengan cara beri tanda silang ( x )
STS = Sangat Tidak Sesuai TS = Tidak Sesuai
ATS = Agak Tidak Sesuai AS = Agak Sesuai S = Sesuai
SS = Sangat Sesuai
Contoh :
1. Sejauh apa ciri-ciri berikut sesuai dengan Nagita Slavina dan Ayu Tingting
Jika ingin memperbaiki jawaban, Anda cukup membuat garis (-) ditengah- tengah tanda silang ( x ) pada pilihan Anda.
Item
NAGITA SLAVINA AYU TINGTING
Sangat tidak sesuai
(1)
Tidak sesuai (2)
Agak tidak sesuai
(3)
Agak sesuai
(4)
Sesuai
(5)
Sanga t sesuai
(6)
Sangat tidak sesuai
(1)
Tidak sesuai (2)
Agak tidak sesua i (3)
Agak sesuai
(4)
Sesu ai
(5)
Sangat sesuai
(6)
Cantik X X
Item
NAGITA SLAVINA AYU TINGTING
Sangat tidak sesuai
(1)
Tidak sesuai (2)
Agak tidak sesuai
(3)
Agak sesuai
(4)
Sesuai
(5)
Sanga t sesuai
(6)
Sangat tidak sesuai
(1)
Tidak sesuai (2)
Agak tidak sesua i (3)
Agak sesuai
(4)
Sesu ai
(5)
Sangat sesuai
(6)
Cantik X X X X
SELAMAT MENGERJAKAN
Politik di Indonesia
Seberapa sesuai pernyataan-pernyataan berikut dengan pandangan Anda?
Item Sangat
Tidak Sesuai
Tidak Sesuai
Agak Tidak Sesuai
Agak Sesuai
Sesuai Sangat Tidak Sesuai Keluarga berperan sangat penting
dalam perpolitikan negara ini.
Politik negara ini hanya dikontrol dan dikuasai oleh keluarga tertentu saja.
Politik Indonesia seolah hanyalah urusan keluarga tertentu saja.
Apapun posisi politiknya (misal:
Presiden, Walikota, anggota DPR, Bupati, dll), memiliki keluarga yang menduduki posisi penting di negara ini seolah menjadi syarat untuk menang dalam pemilihan umum.
Hampir mustahil memenangi pemilihan umum tanpa memiliki keluarga yang berjabatan penting di negara ini.
Anggota keluarga pejabat-pejabat penting lebih diutamakan untuk menduduki posisi politik di negara ini.
Keluarga dan kekerabtan lebih penting daripada kompetensi dan kemampuan untuk menjadi pemimpin di negara ini.
Orang yang tidak memiliki keluarga pada posisi penting di negara ini hanya dapat memenangi persaingan politik apabila mereka secara kebetulan sedang beruntung.
Perilaku politisi (2)
Sejauh apa pernyataan-pernyataan berikut sesuai dengan pandangan Anda?
Item Sangat
Tidak Sesuai
Tidak Sesuai
Agak Tidak Sesuai
Agak Sesuai
Sesuai Sangat Tidak Sesuai Secara umum, politisi
memperlakukan masyarakat dengan adil.
Secara umum, politisi menunjukan rasa hormatnya kepada
masyarakat.?
Secara umum, politisi
memerhatikan hak-hak pribadi masyarakat.
Politisi Indonesia selalu berusaha mengumpulkan semua informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat menangani masalah di negara ini
Politisi Indonesia berusaha keras untuk mengungkap masalah di negara ini agar dapat diselesaikan.
Politisi indonesia pada umumnya jujur dengan apa yang dikatakan kepada rakyat.
Politisi Indonesia memberikan kesempatan kepada rakyat untuk bersuara dan menjelaskan masalah mereka.
Saat mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah, politisi mempertimbangkan betul suara rakyat.
Dalam menangani masalah di negara ini politisi menjalankan proses dan prosedur yang adil politisi melakukan hal yang benar untuk rakyat.
Politisi mencoba melakukan hal yang benar untuk rakyat.
Politisi memperlakukan rakyat dengan bermartabat.
Politisi berusaha menjelasakan alasan dibalik keputusan mereka kepada rakyat.
Politisi selalu berupaya
mempertimbangkan kebutuhan rakyat dalam membuat keputusan politik?
Politisi Indonesia memperlakukan semua orang dengan cara yang sama adilnya tanpa terkecuali.
DATA DEMOGRAFI
Jenis Kelamin :
□
Laki-laki
□
PerempuanUsia (angka) :
Pendidikan Terakhir :
□
SD□
SMP□
SMA□
S1
□
Lainnya ...Pendidikan Saat Ini :
Apakah Anda tergabung dalam Organisasi Masyarakat ?
□
Ya□
TidakJika iya sebutkan :
TERIMA KASIH
LAMPIRAN II HASIL PENELITIAN
3.1.Reliabilitas
3.1.1. Persepsi nepotisme
Frequentist Scale Reliability Statistics
Estimate Cronbach's α Average interitem correlation
mean sd
Point estimate 0.890 0.500 3.931 0.170
95% CI lower bound
0.867 0.440
95% CI upper bound
0.910 0.564
Frequentist Individual Item Reliability Statistics If item dropped
Item Cronbach's α Item-rest correlation mean sd
A1 0.903 0.356 4.232 1.309
A2 0.876 0.669 3.776 1.448
A3 0.875 0.679 3.667 1.391
A4 0.868 0.749 3.996 1.379
A5 0.865 0.774 3.890 1.398
A6 0.868 0.753 4.038 1.348
A7 0.873 0.695 3.941 1.440
A8 0.878 0.646 3.911 1.422
3.1.2. Prosedural keadilan
Frequentist Scale Reliability Statistics
Estimate Cronbach's α Average interitem correlation
mean sd
Point estimate 0.967 0.677 2.993 0.158
95% CI lower bound
0.960 0.614
95% CI upper bound
0.973 0.733
Frequentist Individual Item Reliability Statistics If item dropped
Item Cronbach's α Item-rest correlation mean sd
C1 0.966 0.756 3.034 1.272
C2 0.965 0.771 3.148 1.298
C3 0.965 0.761 2.987 1.264
C4 0.965 0.785 3.215 1.286
C5 0.965 0.811 3.139 1.276
C6 0.964 0.821 2.751 1.372
C7 0.964 0.817 3.059 1.370
C8 0.964 0.858 2.873 1.372
C9 0.963 0.873 2.916 1.296
C10 0.965 0.811 3.156 1.254
C11 0.964 0.840 2.970 1.319
C12 0.965 0.780 3.072 1.305
C13 0.964 0.828 2.916 1.273
C14 0.965 0.802 2.671 1.341
3.2.Korelasi
3.2.1. Korelasi Pearson Pearson's Correlations
Variable Persepsi Nepotisme Prosedural Keadilan 1. Persepsi Nepotisme Pearson's r —
p-value —
2. Prosedural Keadilan Pearson's r 0.013 —
p-value 0.843 —
* p < .05, ** p < .01, *** p < .001