• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran yang bernaung dalam teori kontruktivisme adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran yang bernaung dalam teori kontruktivisme adalah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran yang bernaung dalam teori kontruktivisme adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temanya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks (Trianto, 2007:41).

Menurut Suprijono (2009: 54), bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk – bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas Koopertif learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain , siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain (Isjoni, 2012 :16)

Sanjaya (2008:242) mengemukakan bahawa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan tim pengelompokan/ tim

(2)

kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memeotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat.

Dalam metode pembelajaran koopertif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok beranggotakan empat atau enam orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Ide yang melatarbelakangi bentuk pembelajaran kooperatif adalah apabila para siswa ingin agar timnya berhasil, mereka akan mendorong anggota timnya untuk lebih baik dan akan membantu mereka melakukanya. (Slavin, 2011:8-9)

Ada banyak alasan mengapa coopertaif learning mampu memasuki mainstream (kelaziman) praktek pendidikan. Selain bukti-bukti nyata tentang keberhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa berlatih berfikir, memecahkan masalah,serta mengabungkan kemampuan dan keahlian. Karena dengan mencampurkan para siswa dengan kemampuan beragam tersebut, maka siswa yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi siswa yang lebih. Demikian juga siswa yang lebih akan semakin terasah pemahamanya. (Isjoni, 2012: 17)

Roger dan David (dalam Suprijono, 2009: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: (1) positive interdependence (saling

(3)

ketergantungan positif), (2) personal responsibility (tanggung jawab perseorangan), (3) face ti face promotive interaction (interaksi promotif), (4) interpersonal skill (komunikasi antar anggota), (5) group processing (pemrosesan

kelompok)

Penbelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasiltasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dann membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. (Trianto, 2011:58)

2.2 Group Investigation (GI)

Investigasi kelompok atau group investigation, pertama kali dikembangkan oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sahran dari Universitas Tel Aviv. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memrlukan mengajar siswa ketrampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.(Trianto, 2011: 78)

Group Investigation adalah metode yang digunakan untuk mendorong dan membimbing keterlibatan siswa dalam belajar. Siswa aktif berbagi dalam mempengaruhi sifat kejadian didalam kelas mereka, dengan berkomunikasi secara

(4)

bebas dan bekerjasama dalam perencanaan, dan pelaksanaan topic yang dipilih dalam penyelidikan, mereka dapat mebcapai hasil yang lebih, dibandingkan dengan mereka yang hanya bekerja secara individu. Hasil akhir dari kelompok kerja mencerminkan kontribusi masing-masing anggota, tetapi intelektual lebih kaya daripada kerja yang dilakukan secara individual oleh para siswa yang sama.

Menurut Suprijono (2009: 92), pembelajaran dengan metode group investigation dimulai dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru memilih

topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahn yang dapat dikembangkan dari topic-topik itu. Sesudah topic beserta permasalahanya disepakati, peserta beserta guru menentukan metode penelitian yang dikembangkan untuk memcahkan masalah. Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode investigasi yang telah mereka rumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan sistematik keilmuan mulai dari mengumpulkan data , analisis data, sintesis hingga menarik kesimpulan. Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok. Pada tahap ini dirapkan terjadi intersubjektif dan objektivikasi pengetahuan yang telah di bangun oleh suatu kelompok. Berbeagai perspektif diharapkan dapat dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresntasikan oleh suatu kelompok. Seyogyanya diakhir pembelajaran dilakukan evaluasi.

Evaluasi dapat memasukan assesmen individual atau kelompok.

Adapun langkah-langkah model kooperatif group investigation adalah sebagai berikut: (1) guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen, (2) guru menjelaskan maksud pembelajaran, (3) guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi atau tugas yang

(5)

berbeda dengan kelompok lain, (4) masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara koopertaif berisi penemuan, (5) setelah selesai diskusi lewat juru bicara ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok, (6) guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberikan kesimpulan, (7) evaluasi (8) penutup.

Dalam kelas guru bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator. Guru tersebut berkeliling diantara kelompok-kelompok yang ada dan, untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya, dan membantu tiap kesulitan siswa yang mereka hadapi dalam interaksi kelompok termasuk masalah dalam kinerja tugas- tugas khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran. (Slavin, 2011:217)

Komunikasi dan interaksi koperatif diantara sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik apabila dilakukan didalam kelompok kecil, dimana pertukaran diantara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan (Slavin, 2011: 215).

Model pembelajaran Group Investigation memepunyai kelebihan dan kekurangan seperti pada Tabel 1

Tabel 1. Kelebiahan dan kekurangan Group Investigation

No Kelebihan Kekurangan

1 2 3

1

2

Peningkatan belajar tidak tergantung pada usia siswa, mata pelajaran, dan aktifitas siswa

Dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa lebih terangsang dan lebih aktif

Hanya sesuai diterapkan di kelas tinggi

Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestsi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh peran anggota

(6)

1 2 3

3

4

5

6

Pada saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih bersemangat, dan berani mengemukakan pendapat

Dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih termotivasi Dapat membantu siswa mengaktifkan kemampuan latar belakang mereaka dan belajar dari pengalaman latar belakang teman sekelas mereka Siswa dapat belajar dalam kelompok dan menerapkannya dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks, serta dapat meningkatkan kecakapan individu maupaun kelompok dalam memecahkan masalah.

kelompok yang pandai lebih dominan

Adanya pertentangan anatar kelompok yang memiliki niali yang lebih tinggi dengan kelompok yang memiliki nilai rendah.

Membutuhakn waktu yang lama atau banyak

Membutuhkan persiapan yang matang dan pengelaman yang lama untuk dapat menerapkan model pembelajaran

1.3 Problem Solving

John Dewey (dalam Arifin, 2000 : 95) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti. Secara umum orang memahami masalah (problem) sebagai kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Namun dalam matematika istilah problem memiliki makna yang lebih khusus. Kata problem terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu problem solving (Sumardyono, 2010:1 ).

Menurut Ambarjaya (2012:107) bahwa, metode pemecahan masalah atau problem solving merupakan suatu permasalahan yang kemudian dicari penyelesainya dengan di mulai dari mencari data sampai pada kesimpulan. Lebih

(7)

lanjut dikatakan bahwa dalam penggunaan metode problem solving mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (a) adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan, (b) mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, (c) menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut, (d) menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, (e) menarik kesimpulan.

Djamara dan Aswan (2010:91) mengemukakan bahwa, metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar,

tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainya yang dimulai dengan mencari data sampai menarik kesimpulan.

Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran

yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari problem solving adalah (1) problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat,

kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui problem solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan, (2) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. problem solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran, (3) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah

(8)

adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas (Komaria 2011:2).

Dalam menyelesaikan soal menggunakan problem solving ada 4 tahap yang perlu dilakukan adalah (1) tahap analisis masalah untuk mendapatkan rumusan masalah dan menyimpulkan data yang ada, (2) tahap perencanaan yaitu memecahkan rumus standar dan meneliti hubungan antar konsep, (3) tahap perhitungan dan (4) tahap pengecekan (Arifin, 2003 : 98).

Pemecahan masalah dapat digunakan sebagai suatu strategi pembelajaran dalam banyak cara yang berbeda. Ciri-ciri pokok problem solving adalah (1) siswa bekerja secara individual atau dalam kelompok kecil, (2) tugas yang diselesaikan adal persoalan realistik untuk dipecahkan, namun lebih disukai soal yang memiliki banyak kemungkinan jawaban, (3) siswa menggunakan berbagai pendekatan, (4) hasil pemecahan masalah didiskusikan antara semua siswa (Yamin dan Ansari, 2012:82).

Problem solving mempunyai kelebihan sebagai berikut: (1) merupakan

tehnik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran, (2) dapat menantang kemapuan siswa serta memberikan siswa kepuasan untuk menemukan pengetahuan, (3) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, (4) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, (5) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam

(9)

pembelajaran yang mereka lakukan, (6) memperlihatkan pada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja, (7) dianggapa lebih menyenangkan dan lebih disukai siswa, (8) dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, (9) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. Sedangkan kekurangannya adalah (1) menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangata memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, (2) proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran, (3) mengubah kebiasan siswa dengan belajar mendengarkan dan menrima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa (Ambarjaya, 2012:108).

2.3.1 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Invetigation (GI) melalui Pendekatan Problem Solving

Dalam pembelajaran ada banyak model pembelajaran yang dapat digunakan, sala satunya yaitu Model pembelajaran koopertif tipe group investigation melalui pendekatan problem solving. Adapun langkah-langkah yang digunakan seperti pada Tabel 2.

(10)

Tabel 2. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe GI dengan pendekatan problem solving

NO Langkah-langkah Jenis kegiatan

1 2 3

1 Pendahuluan 1. Membuka pembelajaran

• Menyampaikan salam

• Mengabsen siswa

• Menanyakan kondisis kelas khususnya kesiapan belajar siswa

2. Memberikan apresepsi

3. Menyampaikan tujuan pembelaja 4. Menjelaskan aturan main pembelaj

ajaran menggunakan metode group invetigation dengan pendekatan problem solving

2 Inti 5. Siswa dibagi dalam beberapa

kelompok

6. Memberikan satu contoh dengan penyelesaian menggunakan proble solving (tahap analisis, tahap perencanaan, tahap perhitungan dan tahap pengecekan)

7. Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk membagikan tugas atau masalah (LKS)

8. Masing-masing kelompok

membahas masalah yang diberikan, menggunakan problem solving (ta hap analisis, tahap perencanaan, tahap perhitungan dan tahap pengecekan)

9. Membimbing kelompok-kelompok pada saat memperoleh kesulitan 10. Kelompok lain memberikan tang

gapan

(11)

1 2 3

3 Penutup 11. Guru memberiakan penjelasan si

ngkat

12. Memberikan evaluasi 13. Menarik kesimpulan

14. Menyampaikan materi pada perte muan selanjutnya

15. Menutup kegiatan pembelajaran

2.4 Hasil Belajar

Menurut Winkel (dalam Purwanto, 2013: 39) belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap.

Beberapa defenisi belajar menurut para ahli antara lain: (1) Gagne, belajar adalah perubahan diposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. (2) Travers, Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. (3) Cronbach, Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. (belajar adalah perubahan perilaku

sebagai hasil dari pengalaman). (4) Harold Spears, Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction (belajar

adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengan dan mengikuti arah tertentu) (5) Geoch, Learning is change in performance as a result of practice. (belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan) (6)

(12)

Morgan, belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman (Suprijono, 2009 : 2 ).

Setelah mempelajari beberapa pengertian menurut beberapa teori di atas, maka jelaslah bahwa belajar merupakan keseluruhan proses perubahan yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang diperoleh melalui pengalaman dan latihan secara sadar dalam waktu yang lama. Kegiatan belajar mengajar terjadi karena adanya proses interaksi edukatif antara guru dan siswa di sekolah menghasilkan perubahan-perubahan dipihak siswa, yang sebelumnya belum pernah dimiliki, dan kemampuan-kemampuan itu dihasilkan karena usaha belajar.

Menurut Imron (1996 : 20), proses pembelajaran merupakam komponen penting yang dalam meningkatkan pemahaman peserta didik. Kegiatan tersebut melibatkan peserta didik dan guru. Pada proses pembelajara terdapat interaksi anatar guru dan siswa

Menurut Bloom (dalam Suprijono, 2009: 6) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, mejelaskan,

meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (menorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), charactheristization (karakteristik). Domain psikomotoriok meliputi

(13)

initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup ketrampilan

produktif , teknik, fisik, social, manajerial, dan intelektual.

Sementara menurut Lindgren (dalam Suprijono, 2009:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.

Hasil belajar atau perubahan perilaku yang menimbulkan kemampuan dapat berupa hasil utama pengajaran (instructional effect) maupun hasil sampingan pengiring (nurturan effect). Hasil utama pengajaran adalah kemampuan hasil belajar yang memang direncanakan untuk diwujudkan dalam kurikulum dan tujuan pembelajaran. Sedangkan hasil pengiring adalah hasil belajar yang dicapai namun tidak direncanakan untuk dicapai. Misalnya setelah mengikuti pelajaran siswa menyukai pelajaran tersebut yang semula tidak disukai karena siswa senang dengan cara guru mengajar (Purwanto, 2013: 48)

2.5 Tinjauan Tentang Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

Bila kita melarutkan sedikit gula dalam segelas air, maka gula itu akan larut. Tetapi bila terus di tambahkan gula, suatu saat akan sampai pada keadaan gula tersebut tidak dapat larut, keadaan itu disebut keadaan jenuh. Jadi kelarutan adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut (Sugiati, 2011: 3254). Menurut Purba (2007:266) , kelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut.

(14)

Pada saat keadaan larutan jenuh dapat dianggap terbentuk kesetimbangan dinamis antara zat dalam keadaan tak larut (endapan) ion-ion yang larut dalam air.

Pada keadaan ini hasil kali kosentrai ion-ionya pada suhu tetap adalah konstan (Lukum, 2008 : 24). Hasil kali kelarutan ialah hasil kali kosentrasi ion-ion yang dipangkatkan dengan koefisiennya. Dan hasil kali kelarutan dilambangkan dengan Ksp. Contohnya Ag2SO4 2Ag+(aq) + SO42-(aq), dan Ksp = [Ag+]2 [SO42-] (Hidayat, Supriyadi,Mardowo, 2000:162).

Berikut ini dibahas hubungan kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp).

Pada larutan jenuh senyawa ion AxBy kosentrasi zat didalam larutan sama dengan harga kelarutanya dalam satuan mol L-1. Senyawa AxBy yang terlarut akan mengalami ionisasi dalam system kesetimbangan. Untuk mengetahui hubungan s dengan Ksp, perhatikan reaksi berikut:

AxBy (s) xAy+ (aq) + yBx- (aq)

s xs ys

Ksp = [Ay+]x [Bx-]y

= (xs)x (ys)y = xx yy s(x+y)

Suatu endapan biasanya lebih larut dalam air murni dibandingkan dalam sebuah larutan yang mengandung salah satu ion endapan (Lukum, 2008 : 27).

Bila kita melarutkan AgCl dalam larutan NaCl, maka akan terdapat ion sejenis yaitu ion Cl-Jika dalam larutan terdapat ion sejenis, maka kesetimbangan akan bergeser kekiri sehingga akan menurunkan kelarutan dan makin mudah mengendap. (Sugiati,2011:257)

Misalnya, penambahan Ag2CrO4 dalam larutan Na2CrO4 akan memperbesar kosentrasi ion CrO42- dalam larutan. Sesuai dengan azas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, penambahan ion CrO42-

akan

(15)

menggeser kesetimbangan ke kiri, sehingga jumlah Ag2CrO4 yang larut berkurang (Purba, 2007: 270). Jadi dapat dikatakn penmbahan ion sejenis atau ion senama dapat menurunkan kelarutan dan makin mudah mengendap.

Adanya ion H+ dan OH- dalam larutan dapat mempengaruhi kelarutan zat.

Hal itu sesuai dengan pengaruh ion sejenis, dimana suatu basa lebih sukar larut dalam larutan basa dan lebih muda larut dalam larutan asam. Telah dikatehui bahwa basa lebih sukar larut pada larutan basa karena adnya pengaruh ion sejenis yaitu OH-. Kalsium karbonat (CaCO3) sukar larutan dalam air, tetapi larutan dalam larutan HCl. Fakta ini dapat diterangkan sebagai berikut: 1) Dalam larutan jenuh CaCO3(s) terdapat kesetimbangan Ca2+(aq) + CO32-

(aq), 2) Dalam larutan asam, ion CO32-

akan diikat oleh ion H+ membentuk HCO3-

atau H2CO3. H2CO3

selanjutnya akan terutai membentuk CO2 dan H2O. hal ini akan menggerser kesetimbangan di atas kekanan. Dengan kata lain; menyebabkanCaCO3 melarut (Purba, 2007: 273).

Kita dapat mengeluarkan suatu ion dari larutannya melalui reaksi pengendapan. Sebagiman telah di pelajari ketika membahas kesetimbangan kimia, hasil kali konsentrasi seperti dirumuskan tetapan kesetimbangan (bukan konsentrasi setimbang) kita sebut Qc. Jadi secara umum, apakah keadaan suatu larutan belum jenuh, jenuh, atau terjadi pengendapan, dapat ditentukan dengan memeriksa nilai Qc-nya dengan ketentuan sebagai berikut: Jika Qc < Ksp, larutan belum jenuh, Jika Qc = Ksp, larutan tepat jenuh, Jika Qc > Ksp, terjadi pengendapan (Purba, 2007: 274).

(16)

2.6 Kajian Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan adalah (1) Hamdani (2010:8) mengemukakan bahwa” Penerapan Model Investigasi kelompok dengan menggunakan sofware microsoft power point dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. (2) Hobri dan Susanto, (2006:1) mengemukakan bahwa “ dengan menggukan kelompok model investigasi dari Cooperative Learning untuk meningkatkan pemahamn siswa., (3) Komaria (2011:1) mengemukankan bahwa metode pembelajaran problem solving model Polya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. (4) Penerapan model problem solving dengan strategi yang dikembangkan guru secara bervariasi melalui pembelajaran IPS dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh; 2) penerapan model problem solving melalui pembelajaran IPS yang dikembangkan guru, mampu meningkatkan proses belajar siswa kelas V melalui aktivitas, motivasi dan kreativitas hingga berimplikasi pada hasil belajar yang lebih baik (Rustini, 2008:1)

2.7 Kerangka Berpikir

Dalam proses belajar mengajar perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan sangat dituntut. Tidak diharapkan adanya siswa yang tidak atau kurang memperhatikan penjelasan guru, karen ahl itu akan menyebabkan siswa tidak mengerti akan bahan yang diberikan guru. Sehingga tujuan belajar tidak dicapai. Dalam hal ini guru harus memiliki beberapa startegi dalam belajar mengajar agar tujuan belajar tercapai.

(17)

Salah satu strategi yang dapat digunakan yaitu Group Investigation melalui pendekatan problem solving, dengan staretgi ini diharapkan siswa dapat memahami materi yang diberikan sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Gambar 1. Skema kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.8 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “terdapat perbedaan hasil belajar menggunakan model pembelajaran tipe Grup Investigation melalui pendekatan Problem Solving dan menggunkan model pembelajaran konvesional pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan.

Guru

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Metode Konvesional

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD melalui Pendekatan Problem Posing

Hasil Belajar

Gambar

Tabel 1. Kelebiahan dan kekurangan Group Investigation
Tabel  2.  Langkah-langkah  model  pembelajaran  kooperatif  tipe  GI  dengan  pendekatan problem solving
Gambar 1. Skema kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapat model pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat model pembelajaran

Dari pendapat diatas dapat peneliti simpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah kegiatan pembelajaran yang mengaitkan beberapa mata pelajaran dengan harapan siswa dapat

Penerapan model pembelajaran Mind Mapping dalam mata pelajaran PKn diharapkan dapat membuat siswa paham dan dapat mengingat mata pelajaran PKn dengan menggunakan peta pemikiran

Penelitian menjelaskan jika kemampuan berpikir abstrak peserta didik pada mata pelajaran matematika melalui pembelajaran problem posing secara berkelompok berada di

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan. 6) Pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan. 7) Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis. 8) Memberikan kesempatan

Melalui penerapan metode pembelajaran Problem Solving berbantuan media audio bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa mata pelajaran IPS pada dasarnya merupakan cara

Penerapan model pembelajaran SAVI dalam mata pelajaran ipa untuk sekolah dasar kelas 4 akan dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa dalam proses

Perangkat pembelajaran efektif, ditunjukkan 2 indikator efektif sudah dipenuhi, yaitu (1) Kemampuan berpikir kreatif siswa mencapai ketuntasan. Berdasarkan hasil