• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

8

2.1.1 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Model pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan model pembelajaran temuan baru yang inovatif, karena dalam pembelajaran ini lebih memfokuskan siswa untuk berfikir kritis dalam memecahkan permasalahan. Dalam memecahkan masalah siswa bekerjasama dalam kelompok atau tim. Melalui proses kerjasama kelompok yang sistematis, masing-masing siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan Ibrahim dan Nur (Rusman 2012: 241), pembelajaran berbasis masalah

merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Bukan hanya sebagai sebuah model pembelajaran, namun pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan pembelajaran. Pendekatan ini bertujuan untuk merangsang daya pikir siswa supaya lebih berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan masalah. Jadi siswa belajar melalui proses secara bertahap tidak dengan instan. Sehingga siswa benar-benar mengalami proses pembelajaran yang bermakna.

Moffit (dalam Rusman 2012: 241) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

Bertolak dari permasalahan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada, permasalahan tersebut diangkat dalam pembelajaran, sehingga dari masalah tersebut dijadikan konteks belajar siswa. Sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir kritis dan mengasah ketrampilan siswa dalam

(2)

memecahkan masalah. Dengan demikian siswa dapat memperoleh pengerahuan sendiri terkait dengan materi pembelajara.

Menurut Howard Barrows dan Keelson dalam (Amir, 2010: 21) memberikan definisi pembealajaran berbasis masalah yaitu :

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah kurikulum dan proses pembelajaran yang didalamnya dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan maslaah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa. Melalui masalah-masalah kontekstual ini para siswa dituntut untuk berpikir kritis dan memiliki ketrampilan memecahkan masalah secara berkesinambungan sehingga memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran, serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim.

Jadi siswa diharapkan memiliki pemahaman yang utuh dari sebuah materi yang diformulasikan dalam masalah, melalui penugasan dan sikap positif, ketrampilan secara bertahap dan berkesinambungan. Pembelajaran berbasis masalah menuntut aktivitas mental siswa dalam memahami suatu konsep, prinsip, dan ketrampilan melalui situasi atau masalah yang disajikan.

Ismail (2002: 1) mengemukakan bahwa langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut.

1. Orientasi siswa pada masalah

 Guru memberikan contoh masalah pada siswa.  Siswa menemukan masalah.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

 Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.

 Guru membantu siswa mengemukakan ide kelompoknya sendiri tentang menyelesaikan masalah tersebut.

(3)

3. Membimbing penyelidikan individual

 Membimbing siswa menemukan penjelasan dan pemecahan masalah.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

 Mendorong siswa untuk menyajikan hasil pemecahan masalah tersebut.

 Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan kelompok lain menanggapi hasil penyajian kelompok yang maju.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

 Membantu siswa mengkaji ulang proses atau hasil pemecahan masalah yang telah dipersentasikan di depan kelas.

 Bersama dengan siswa menarik kesimpulan.

Langkah-langkah yang dikemukakan oleh Ismail (2000: 1) lebih memfokuskan pada langkah ke 5 yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan. Guru membantu siswa untuk mengkaji ulang proses atau hasil pemecahan masalah yang telah dipresentasikan di depan kelas. Setelah itu guru bersama dengan siswa menarik kesimpulan.

Menurut Forgaty dalam Wena (2008: 243) Pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur, sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian. Langkah-langkah yang harus dilalui oleh siswa adalah :

1. Menemukan masalah 2. Mengidentifikasi masalah 3. Mengumpulkan fakta

4. Menyusun hipotesis (dugaan sementara) 5. Melakukan penyelidikan

6. Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan 7. Menyimpulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif 8. Melakukan pengujian hasil (solusi) pemecahan masalah

Pada langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut Forgaty dalam Wena (2008: 243) yaitu pada poin ke 8 yaitu mengusulkan solusi, jadi

(4)

siswa mengusulkan pemecahan masalah yang tepat untuk memecahkan masalah. Solusi diambil dari beberapa alternatif yang disuguhkan oleh siswa.

Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Hamdani (2010: 87-88), sebagai berikut :

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain)

3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah

4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya

5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Penekanan pada langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Hamdani (2010: 87-88), yaitu pada poin ke 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. Untuk mengasah kreativitas siswa, tiap kelompok harus mempertunjukkan hasil karya dengan presentasi. Guru membantu siswa dalam mempersiapkan karya sesuai dengan kreativitas masing-masing kelompok.

Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah dari beberapa ahli, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Menjelaskan tujuan pembelajaran 2) Menemukan masalah

3) Mengidentifikasi masalah 4) Mengorganisasikan tugas belajar 5) Membuat hipotesis

6) Mengumpulkan informasi 7) Melakukan penyelidikan

(5)

8) Menyempurnakan masalah yang telah didefinisikan 9) Memecahkan masalah

10) Menyimpulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif 11) Mengusulkan solusi

12) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 13) Mengevaluasi

Adapun langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah yang dipadukan dengan aktivitas siswa :

1. Menjelaskan tujuan pembelajaran 2. Mengobservasi 3. Mengidentifikasi masalah 4. Merumuskan masalah 5. Membuat hipotesis 6. Penelitian : a. Mengumpulkan data 7. Menganalisis data : a. Mengklasifikasi data 8. Memecahkan masalah 9. Menyimpulkan 10. Mengusulkan saran 11. Mengevaluasi

12. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja 13. Mengkomunikasikan

(6)

2.1.2 Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa ketrampilan-ketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan ketrampilan terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan melaksanakan eksperimen. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar”(Sardiman, 2001:93).

Aktivitas belajar yang maksimal harus mencakup aspek fisik atau psikis. Kedua aspek ini perlu berjalan dengan seimbang, sehingga mencapai hasil belajar yang maksimal. Belajar memerlukan perbuatan, jadi tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas.

Aspek aktivitas yang diperlukan dalam kegiatan fisik berupa ketrampilan-ketrampilan dasar. Ketrampilan yang termasuk dalam ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Jadi selama proses belajar siswa diharapkan menunjukkan ketrampilan-ketrampilan dasar tersebut. Sehingga terlihat secara nyata bahwa siswa sedang belajar.

Ketrampilan yang diperlukan selama proses belajar tidak hanya ketrampilan dasar, namun perlu adanya kegiatan psikis yang berupa ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan terintegrasi ini meliputi ketrampilan mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan melaksanakan eksperimen. Dengan memiliki ketrampilan-ketrampilan dasar dan terintegrasi, maka siswa belajar bermakna, yaitu belajar dengan mengalami sendiri.

(7)

Menurut Kunandar (2008: 272), aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

Adanya interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran sangat diperlukan untuk menumbuhkan sikap, perhatian dan aktivitas siswa. Keterlibatan siswa secara aktif dapat menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Siswa didorong untuk benar-benar terlibat secara langsung selama proses pembelajaran. Sehingga dengan adanya aktivitas siswa selama proses pembelajaran, maka akan memperoleh manfaat dari pembelajaran tersebut.

Purwodarminto (2007:20) aktivitas adalah kegiatan atau kesibukan. Segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik, merupakan suatu aktifitas. Selama belajar seseorang melakukan berbagai aktivitas baik fisik maupun non fisik yang dianggap dapat menunjang mereka untuk memperoleh suatu pengetahuan.

Tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik, apabila ada aktivitas yang dilakukan oleh siswa. Guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Aktivitas ini melibatkan fisik maupun non fisik. Jadi semua anggota tubuh harus ikut serta dalam proses pembelajaran, yang perlu diimbangi dengan kemampuan indra penghubung dan berfikir. Jika aktivitas yang dilakukan siswa rendah, maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, demikian pula dengan hasil belajar yang tidak maksimal.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis, serta keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, dan perhatian guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

(8)

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli dapat disimpulkan langkah-langkah dalam aktivitas :

1. Mengobservasi 2. Mengidentifikasi variabel 3. Menyusun hipotesis 4. Mendefinisikan variabel 5. Mengumpulkan data 6. experimen 7. Mengumpulkan data 8. Menganalisis data 9. Klasifikasi a) Tabulasi data b) Prediksi

c) Hubungan antar variabel d) Menyajikan data

e) Kesimpulan 10.Mengkomunikasikan

Penilaian hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif, tetapi juga dapat dinilai dengan alat non tes atau bukan tes. Penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan menggunakan alat melalui tes dalam meniali hasil dan proses belajar. Para guru pada umumnya lebih banyak menggunakan tes daripada non tes, mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis, dan yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Teknik Non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non-tes dapat berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan, siswa diminta untuk menjawab atau memberikan pendapat terhadap pernyataan. Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan siswa, misalnya potensi siswa. Hasil pengukuran melalui instrumen non tes berupa angka disebut kuantitatif dan buka berupa angka seperti penyataan sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang, dan sebagainya disebut kualitatif. Ada

(9)

beberapa macam teknik non tes, beberapa diantaranya seperti unjuk kerja

(performance), penugasan, proyek, tugas individu, tugas kelompok, laporan,

ujian praktik, dan portofolio (Wardani, Naniek Sulistya, 2012 : 11- 12 ). Berikut adalah uraian singkat tentang jenis teknik non tes menurut (Wardani, Naniek Sulistya, 2012 : 12-13).

a. Unjuk Kerja

Suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam kelompok; partisipasi peserta didik dalam diskusi; ketrampilan menari; ketrampilan memainkan alat musik; kemampuan berolahraga; ketrampilan menggunakan peralatan laboratorium; praktek sholat, bermain peran, bernyanyi, dan ketrampilan mengoperasikan suatu alat. b. Penugasan

Penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu.

Penyelidikan tersebut dilaksanakan secara bertahap yakni perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data. Penilaian penugasan ini bermanfaat untuk menilai keterampilan menyelidiki secara umum, pemahaman, dan pengetahuan dalam bidang tertentu, kemampuan mengaplikasi pengetahuan dalam suatu penyelidikan, dan kemampuan menginfromasikan subjek secara jelas.

c. Tugas Individu.

Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada siswa yang dilakukan secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk seperti pembuatan kliping, pembuatan makalah dan yang sejenisnya. Tingkat berpikir yang terlibat pada siswa sebaiknya menerapkan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create).

d. Tugas Kelompok.

Sama dengan tugas individu, namun dikerjakan secara kelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja kelompok. Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya adalah tertulis dengan menjawab uraian secara bebas dengan tingkat berpikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.

(10)

e. Laporan

Penilaian yang berbentuk laporan tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan pratikum dan laporan Pemantapan Praktikum Lapangan (PPL). f. Responsi atau ujian pratik.

Suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya seperti mata kuliah PPL.

g. Portofolio.

Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya siswa dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh siswa, pekerjaan-pekerjaan yang sedang dilakukan, beberapa contoh tes yang telah selesai dilakukan, berbagai keterangan yang diperoleh siswa, keselarasan antara pembelajaran dan tujuan spesifik yang telah dirumuskan, contoh-contoh hasil pekerjaannya sehari-hari, evaluasi diri terhadap perkembangan pembelajaran dan hasil observasi guru.

Tabel 2.1

Teknik, Bentuk, Kepentingan, dan Jenis Evaluasi Pembelajaran Non Tes

Teknik Bentuk Kepentingan Jenis

Non Tes

Penilaian Hasil Lebih sesuai untuk indikator afektif

Pengamatan, Daftar cek/Periksa, Skala Sikap, Catatan Diri, Buku Harian, Penilaian Diri, Angket, Ungkapan Perasaan, Catatan Anekdot, Sosiogram. Portofolio (Penilaian Proses dan Hasil) Dipakai untuk mengamati perkembangan kemampuan kognitif dan psikomotor Puisi, Karangan Gambaran/Tulisan, Peta/Denah, Desain Makalah, Laporan Observasi, Laporan penyelidikan,

(11)

Laporan penelitian, Laporan eksperimen, Sinopsis, Naskah Pidato, Naskah Pidato, Naskah Drama, Doa, Rumus, Kartu Ucapan, Surat komposisi musik, Teks lagu, Resep, Makanan.

Berdasarkan dari uraian tentang teknik non tes diatas, penelitian untuk aktivitas belajar siswa menggunakan bentuk skala sikap untuk penilaian hasil yang kemudian akan ditindak lanjuti menggunakan observasi sebagai penilaian proses. Hal ini dikarenakan aktivitas belajar siswa termasuk dalam kemampuan afektif. Dari kedua teknik tersebut guru dapat melihat tingkat aktivitas belajar tiap siswa.

2.1.3 Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar (SD)

Istilah “ ilmu pengetahuan sosial” atau yang lebih dikenal dengan IPS merupakan nama mata pelajaran ditingkat sekolah dasar menengah, atas, maupun perguruan tinggi, biasanya ditingkat perguruan tinggi lebih dikenal dengan nama”social studies” (Sapriya 2009:19). Soemantri (Gunawan 2011:17) berpendapat bahwa istilah IPS merupakan subprogram dengan tingkat pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, maka lahirlah nama pendidikan IPS.

Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humoniaria, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan (Soemantri dalam buku Dr. Sapriya 2009:11). Pengertian tentang pendidikan IPS diatas menunjukan bahwa mata pelajaran ilmu

(12)

pengetahuan sosial yang diambil, atau diperoleh dari lingkungan masyarakat yang sangat dekat dengan kehidupan siswa sehingga pendidikan IPS penting diberikan di sekolah dasar, menengah dan sekolah tingkat atas bahkan ditingkat perguruan tinggi yang memang mempunyai konsentrasi dan layak diberikan pendidikan IPS.

IPS di Sekolah Dasar Pembelajaran IPS SD akan dimulai dengan pengenalan diri (self), kemudian keluarga, tetangga, lingkungan RT, RW, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten, propinsi, negara, negara tetangga, kemudian dunia. Anak bukanlah sehelai kertas putih yang menunggu untuk ditulisi, atau replika orang dewasa dalam format kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh yang murah, melainkan, anak adalah individu yang unik, yang memiliki berbagai potensi yang masih laten dan memerlukan proses serta sentuhan-sentuhan tertentu dalam perkembangannya. Mereka yang memulai dari egosentrisme dirinya kemudian belajar, akan menjadi berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas, dan mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi dalam dunianya. Maka dari itu, pendidikan IPS adalah salah satu upaya yang akan membawa kesadaran terhadap ruang, waktu, dan lingkungan sekitar bagi anak.

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial . Memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, anak diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

(13)

Sesuai dengan kurikulum KTSP (2008:575), mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, maupun global.

Ruang lingkup mata pelajaran IPS SD menurut (Gunawan, 2012: 39) adalah sebagai berikut:

a. Manusia, tempat, dan lingkungan b. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan c. Sistem sosial dan budaya

d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan

e. IPS sebagai pendidikan global, yakni mendidik siswa akan kebinekaan bangsa, budaya, dan peradaban di dunia. Menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa. Menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di dunia. Mengurangi kemiskinan kebodohan dan perusakan lingkungan.

Materi IPS yang akan diteliti yaitu mengenal permasalahan sosial di daerahnya Kelas 4 Semester 2, dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sebagai berikut :

(14)

Tabel 2.2

Standar kompetensi dan kompetensi dasar Mata pelajaran IPS untuk kelas 4 semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi dan

kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten / kota dan provinsi

2.1. Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain didaerahnya 2.2. Mengenal pentingnya

koperasi dalam meningkat-kan kesejah-teraan

masyarakat

2.3. Mengenal perkembangan teknologi produksi

komunikasi dan transportasi serta pengalaman

menggunakannya 2.4. Mengenal permasalahan

sosial di daerahnya

(Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Standar Kompetensi :

2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi dilingkungan kabupaten/kota dan provinsi.

Kompetensi Dasar :

(15)

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV B di SDN Bareng 1 Kecamatan Klojen kota Malang” oleh Arif Budi Saputra (2011). Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan hasil belajar, pada siklus I dari 34 siswa 20 siswa tuntas mencapai KKM, sedangkan 14 siswa yang lain belum tuntas belajar atau belum mencapai KKM. Ketuntasan klasikal yang diperoleh dari siklus I ini sebesar 59% saja. Rata-rata kelas pada siklus II adalah 74,71 dan 27 siswa yang tuntas belajar sedangkan 7 siswa yang lainnya belum tuntas belajar (belum berhasil). Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada siklus II adalah sebesar 79%. Kelebihan : model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dari 34 siswa setelah dilakukan perbaikan 27 siswa berhasil mencapai KKM, sedangkan 7 siswa belum mencapai KKM. Jadi ada peningkatan sebesar 20%. Kelemahan: namun masih ada kelemahan dari penelitian ini, yaitu hasil yang dicapai tidak maksimal. Artinya tidak 100% siswa mencapai KKM. Cara mengatasi: sebaiknya perbaikan dilaksanakan sampai III siklus, sehingga dapat memaksimalkan model pembelajaran berbasis masalah. Sehingga peningkatan hasil belajar siswa mencapai 100%.

Penelitian yang berjudul “Penerapan model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV SDN Janjangwulung II Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan” oleh Maria Safitri (2009). Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa, pada siklus I rata-rata kelas siswa sebesar 66 dan siklus 2 dengan rata-rata 85.3 dari data diatas diperoleh peningkatan rata-rata nilai siswa sebesar 19.3 dengan kategori sangat baik dan sebanyak 16 siswa telah mencapai standar nilai ketuntasan belajar. Kelebihan: bahwa dengan menerapkan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan, dengan peningkatan rata-rata nilai sebesar 19.3. Kelemahan: pada penelitian ini masih ditekankan pada hasil belajarnya saja, belum ada variabel lain yang diteliti. Cara mengatasi:

(16)

akan lebih baik jika variabel penelitian ditambah, jadi tidak hanya fokus pada hasil belajar saja.

Penelitian yang berjudul “Penerapan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa materi operasi hitung di kelas IV SDN Tanjungrejo IV Malang” oleh Rakhmawati Lestari (2009). Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa menyangkut pemahaman materi Operasi hitung kurang. Hal tersebut dapat dilihat pula pada hasil ulangan harian siswa sebelum diterapkan pembelajaran berbasis masalah. Ada 9 siswa (30%) yang kemampuan menyelesaikan soal operasi hitung mencapai nilai 75-100, terdapat 10 siswa (33, 33%) yang mencapai nilai antara 60-75, dan ada 11 siswa (36, 67%) yang memperoleh nilai di bawah 50, padahal nilai standar ketuntasan minimal untuk pelajaran matematika yang ditentukan oleh SDN Tanjungrejo IV Malang adalah 60. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa selama pemberian tindakan. Aspek kemampuan berpikir kritis pada siklus I yang diamati meliputi merumuskan masalah, prosentase rata-rata skor kelompok untuk aspek ini adalah 50%. Aspek yang kedua yaitu memberikan argumen dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 56,75%. Aspek yang ketiga adalah melakukan deduksi dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 53,25%. Aspek yang keempat adalah melakukan induksi dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 53,25%. Aspek yang kelima adalah melakukan evaluasi dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 54,25%. Dan aspek yang terakhir adalah memutuskan dan melaksanakan dengan perolehan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 57,50%. Untuk siklus II ada peningkatan kemampuan berpikir kritis bila dibandingkan dengan siklus I, diantaranya: untuk aspek merumuskan masalah prosentase rata-rata skor kelompok untuk aspek ini adalah 58,25% meningkat 8,25%. Aspek yang kedua yaitu memberikan argumen dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 59,25% meningkat sebesar 2,5%. Aspek yang ketiga adalah melakukan deduksi dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 65,75% meningkat sebesar 12,5%. Aspek yang keempat adalah melakukan induksi dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 65% meningkat

(17)

sebesar 11,75%. Aspek yang kelima adalah melakukan evaluasi dengan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 78,25% meningkat sebesar 24%. Dan aspek yang terakhir adalah memutuskan dan melaksanakan dengan perolehan prosentase rata-rata skor kelompok sebesar 80,75% dan mengalami peningkatan sebesar 23,25%. Kelebihan: model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, karena ciri utama dari model pembelajaran ini adalah pemecahan masalah secara kritis. Kekurangan: Dari hasil penelitian pada aspek kedua yaitu memberikan argumen mengalami peningkatan yang sangat minim, hanya 2,5%. Cara mengatasi: yaitu dengan penelitian lebih lanjut, memfokuskan pada aspek argumentasi.

Penelitian yang berjudul “Penerapan pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mata pelajaran IPS siswa kelas IV SDN Lebak Winongan Pasuruan” oleh Nafisah (2010). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa penerapan pembelajaran model Pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas siswa siswa kelas IV SDN Lebak. Hal ini terbukti dari persentase aktivitas siswa pada siklus I pertemuan I 53,5% (cukup), pertemuan II 55,6% (cukup), pada siklus II pertemuan I 68,7% (baik), pertemuan II 85,4% (baik sekali). Penerapan pembelajaran model Pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran IPS siswa kelas IIV SDN Lebak Winongan terbukti dari rata-rata nilai hasil belajar siswa pada pratindakan adalah 57,4 (cukup) dan pada siklus I pertemuan I 63,3 (baik), pertemuan II 69,0 (baik). Pada siklus II pertemuan I nilai rata-rata hasil belajar siswa 78,6 (baik), pertemuan II rata-rata hasil belajar 83,6 (baik sekali). Kelebihan: adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah IPS yang baik sekali dengan rata-rata hasil belajar 83,6. Kelemahan: masih kurang maksimal dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Cara mengatasi : perlunya penelitian lebih lanjut, sampai 3 siklus, sehingga mencapai hasil yang maksimal.

Penelitian yang berjudul “Peningkatan hasil belajar PKn dengan menggunakan model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan berorganisasi siswa kelas IV SDN Rejosalam I Kecamatan Pasrepan Kabupaten

(18)

Pasuruan” oleh Yulia Nuryani Candra (2010). Berdasarkan hasil ditemukan dari 18 siswa hanya 3 siswa yang sudah tuntas belajar sedangkan 15 siswa belum tuntas belajar. Hal ini dapat dilihat dari hasil sebelum dilaksanakan model Pembelajaran berbasis masalah diketahui nilai rata-rata kelas 56,7 dengan ketuntasan belajar klasikal 22,2 %, meningkat menjadi nilai rata-rata 69,4 dengan ketuntasan belajar klasikal 50%. Pada siklus II mengalami peningkatan lagi menjadi 84,4 dengan ketuntasan belajar klasikal 88,8%. Kelebihan: Model

pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kelemahan: masih ada beberapa siswa yang belum tuntas mencapai KKM. Cara mengatasi: sebaiknya dilakukan perbaikan lagi, supaya mencapai hasil maksimal yaitu 100%.

2.3 Kerangka Berpikir

Aktivitas belajar siswa mata pelajaran IPS siswa kelas 4 SDN Sumowono 02 Kabupaten Semarang masih rendah dan dibawah KKM. Siswa SDN Sumowono 02 kurang memahami dan menguasai konsep mengenai mengenal permasalahan sosial di daerahnya . Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran guru belum tepat dalam menggunakan metode dan media yang mengaktifkan peran siswa, sehingga siswa menjadi cepat bosan dan kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka merumuskan rencana pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga siswa lebih antusias dan termotivasi dalam mengikuti pembelajaran IPS khususnya pada materi mengenal permasalahan sosial di daerahnya sehingga aktivitas belajar meningkat melalui model pembelajaran berbasis masalah.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

1. Observasi masalah sosial didaerahnya 2. Identifikasi masalah sosial didaerahnya

(19)

3. Perumusan masalah sosial didaerahnya

4. Penyusunan hipotesis masalah sosial didaerahnya 5. Klasifikasi data instrumen angket

6. Pemecahan masalah sosial didaerahnya 7. Kesimpulan masalah sosial didaerahnya 8. Saran masalah sosial didaerahnya 9. Evaluasi masalah sosial didaerahnya

10.Penyajian hasil masalah sosial didaerahnya 11.Presentasi

Dengan demikian maka diharapkan dengan mengimplementasikan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi mengenal permasalahan sosial di daerahnya kelas 4 SDN Sumowono 02 Kabupaten Semarang.

(20)

Keterangan: RA = Rubrik Aktivitas TABEL 2.3

KERANGKA BERPIKIR AKTIVITAS SISWA & PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Proses Belajar Mengajar IPS

KD : 2.4 mengenal permasalahan sosial didaerahnya

Pembelajaran Konvensional

Metode : Ceramah dan bersifat teacher center, Guru sebagai subyek & nara sumber Aktivitas Belajar Siswa Rendah

Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Skor Aktivitas 1. Observasi masalah sosial didaerahnya

2. Identifikasi masalah sosial didaerahnya

3. Perumusan masalah sosial didaerahnya

4. Penyusunan Hipotesis masalah sosial didaerahnya

5. Klasifikasi Data instrumen angket

6. Pemecahan masalah sosial didaerahnya

7. Kesimpulan masalah sosial didaerahnya

8. Membuat Saran masalah sosial didaerahnya

10. Penyajian Hasil masalah sosial didaerahnya

9. Evaluasi masalah sosial didaerahnya

11. Presentasi penyajian hasil masalah sosial didaerahnya 1. RA Observasi 2. RA Identifikasi 3. RA Rumusan Masalah 4. RA Penyusunan Hipotesis 5. RA Klasifikasi Data 6. RA Pemecahan Masalah 7. RA Kesimpulan 8. RA Membuat saran 11. Rubrik Presentasi 9. RA Evaluasi 10. Rubrik Hasil

Aktivitas

Belajar IPS

(21)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: apabila pembelajaran dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dapat meningkatkan aktivitas belajar pada Mata Pelajaran IPS Siswa kelas 4 Semester 2 SDN 02 Sumowono Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2012/2013.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Penggunaan Gadget dengan Pola Tidur Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.. Angkatan 2011, 2012

pembelajaran gerak dasar lompat dengan menggunakan media permainan pada.. siswa kelas IV SDN Babakanbandung Kecamatan Situraja

31 Membedakan kata-kata yang mempu- nyai suku kata awal yang sama (misal kaki-kali), suku kata akhir yang sama (misal nama-sama, dll), dan yang suku katanya sama (misal

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkanterdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara penggunaan gadget terhadap sleep apenea, insomnia, dan narcolepsy pada

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga guru..

tua/teman berbicara Memberikan pendapat tentang sesuatu persoalan Menirukan berbagai suara tertentu Menyebutkan dan menceritakan perbedaan dua buah benda Mengelompokan

 …….. ABGH merupakan bidang diagonal pada balok ABCD.EFGH. Temukan dan tuliskan bidang diagonal yang lain pada balok

Sebagaimana hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa ekstrak daun ketapang ( Terminalia catappa ) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk