BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Teori Belajar Kontruktivisme
Menurut teori belajar konstruktivisme, satu prinsip yang paling
penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar
memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri
pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan
secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Trianto,
2010).
Menurut Budiningsih (2005) manusia dapat mengetahui sesuatu
dengan inderanya. Seseorang dapat mengetahui sesuatu melalui interaksinya
seperti melihat, mendengar, menjamah, membau, dan merasakan dengan
objek dan lingkungan. Semakin banyak manusia berinteraksi maka akan
semakin meningkat pemahaman dan pengetahuannya.
Belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan di mana
pembentukan harus dilakukan oleh siswa (Budiningsih, 2005). Kemampuan
awal yang sudah di miliki siswa akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi
pengetahuan yang baru.
Beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Siswa lebih
diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui
proses penyesuai dan peleburan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya
dengan pengetahuan yang baru.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Menurut NCTM (2000) Pemecahan masalah berarti melibatkan diri
dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. Dalam
rangka untuk mencari solusi, siswa harus memanfaatkan pengetahuan
mereka, dan melalui proses ini, mereka akan sering mengembangkan
pemahaman matematika baru. Sementara itu, menurut Polya (2004)
masalahmu mungkin sederhana, tetapi jika itu menantang keingintahuan dan
membawamu untuk memainkan kecakapan daya cipta dan jika kamu
memecahkan itu dengan caramu sendiri kamu mungkin mengalami
ketegangan dan menikmati kemenangan dari sebuah penemuan.
Menurut Wardhani (2008) Pemecahan masalah adalah proses
menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi
baru yang belum dikenal. Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau
penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah ada tantangan dalam materi
tugas atau soal dan masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan
prosedur rutin yang sudah diketahui penjawab.
Beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan kemampuan
pemecahan masalah matematis adalah suatu usaha mencari jalan keluar
diperoleh sebelumnya untuk melibatkan diri dalam mengatasi sebuah
pertanyaan atau soal matematika yang memiliki tantangan. Sebuah soal untuk
menantang rasa ingin tahu yang dapat memberikan pengalaman dan sebuah
kemenangan dari sebuah penemuan.
Menurut Polya (2004) untuk memecahkan suatu masalah dalam
pembelajaran matematika diperlukan 4 langkah utama yaitu:
a. Memahami masalahnya
Siswa harus memahami masalah, tapi dia tidak hanya harus
memahami itu, dia juga harus menginginkan solusinya. Jika siswa kurang
dalam pemahaman atau kurang tertarik, tidak selalu salahnya. Masalah
tersebut harus dipilih dengan baik, tidak terlalu sulit dan tidak terlalu
mudah, alami dan menarik.
Pertama-tama, pernyataan verbal masalah harus dipahami. Guru
dapat memeriksa ini, sampai batas tertentu, ia meminta siswa untuk
mengulang pernyataan, dan siswa harus mampu menyatakan masalah
dengan lancar. Siswa juga harus mampu menunjukkan bagian-bagian
utama dari masalah, apa yang tidak diketahui, datanya dan kondisinya.
Oleh karena itu, guru dapat menanyakan pertanyaan: Apa yang diketahui?
Apa yang ditanyakan? Data apa yang ada? Kondisi apa? Apakah mungkin
untuk memenuhi kondisi tersebut? Apakah kondisi tersebut cukup untuk
menentukan yang ditanyakan? Siswa harus mencatat hal-hal yang penting,
membuat tabel, membuat sketsa grafik untuk mempermudah memperoleh
b. Merancang rencana pemecahan masalah
Pencapaian utama dalam pemecahan masalah adalah untuk
merancang ide dari rencana. Hal terbaik yang dapat guru lakukan adalah
membantu mendapatkan ide cemerlang. Ide yang baik didasarkan pada
pengalaman masa lalu dan pengetahuan sebelumnya yang sudah diperoleh.
Jika Anda tidak dapat memecahkan masalah yang diusulkan, Anda dapat
mencoba memecahkan terlebih dahulu beberapa masalah terkait. Bisakah
Anda bayangkan masalah terkait lebih mudah diakses? Sebuah masalah
yang lebih umum? Masalah khusus lainnya? Masalah analog? Bisakah
Anda memecahkan bagian dari masalah? Dalam hal ini diperlukan
menyusun aturan-aturan atau tata urutan kemungkinan pemecahan
masalah, sehingga tidak ada satupun yang terabaikan.
c. Melaksanakan rencana pemecahan masalah
Melaksanakan rencana tersebut jauh lebih mudah, apa yang kita
butuhkan terutama kesabaran. Rencana ini memberikan garis besar secera
umum, kita harus meyakinkan diri kita bahwa rincian sesuai dengan
outline, dan harus memeriksa rincian satu demi satu, dengan sabar, sampai
semuanya benar-benar jelas. Siswa harus bekerja sendiri tetapi dengan
bantuan guru agar siswa memahami rencana. Guru juga harus berusaha
mengingatkan siswa untuk memeriksa setiap langkah.
Kita mungkin meyakinkan diri kita dari kebenaran langkah dalam
penalaran kita. Kita dapat berkonsentrasi pada titik tersebut sampai kita
langkah ini benar. Titik utama adalah bahwa siswa harus jujur yakin atas
kebenaran dari setiap langkah. Dapatkah Anda melihat dengan jelas bahwa
langkah yang dipilih adalah benar?
d. Memeriksa kembali hasil pemecahan masalah
Melihat kembali pada solusi dan mempertimbangkan kembali serta
memeriksa kembali hasil dan jalur yang mengarah ke sana, mereka bisa
mengkonsolidasikan pengetahuan mereka dan mengembangkan
kemampuan mereka untuk memecahkan masalah. Walaupun siswa telah
melaksanakan rencananya, telah menuliskan solusi, memeriksa setiap
langkah, ia memiliki alasan yang baik untuk percaya bahwa solusinya
benar. Namun demikian, kesalahan selalu mungkin, terutama jika argumen
panjang dan rumit. Oleh karena itu, diperlukan pengecekan kembali.
Salah satu tugas pertama dan utama dari guru memberi siswanya
kesan bahwa masalah matematika memiliki banyak hubungan satu sama
lain. Siswa memiliki kesempatan alami untuk menyelidiki koneksi dari
masalah ketika melihat kembali solusinya. Siswa akan mengecek kembali
pada solusi dengan cara dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah
solusi dicari dengan cara lain? Dapat menggunakan hasil, atau metode,
untuk beberapa masalah lain? Guru harus mendorong siswa untuk
membayangkan kasus di mana mereka bisa memanfaatkan lagi prosedur
Untuk mencapai langkah-langkah tersebut guru dapat menggunakan
beberapa strategi yang sering digunakan menurut Polya (2004) diantaranya:
a. Mencoba-coba.
Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran
umum pemecahan masalahnya dengan mencoba-coba (trial and error).
Dibutuhkan analasis yang tajam untuk mencoba-coba.
b. Membuat diagram
Strategi ini berkait dengan pembuatan sketsa atau gambar untuk
mempermudah memahami masalahnya dan mempermudah mendapatkan
gambaran umum penyelesaiannya. Hal-hal yang diketahui tidak hanya
dibayangkan di dalam otak saja namun dapat dituangkan ke atas kertas.
c. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana
Strategi ini berkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang
lebih mudah dan lebih sederhana. Gambaran umum penyelesaian
masalahnya akan lebih mudah dianalisis dan akan lebih mudah ditemukan.
d. Membuat tabel
Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan
atau jalan pikiran kita. Tujuannya untuk Segala sesuatunya tidak hanya
e. Menemukan pola
Strategi ini berkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan.
Keteraturan yang sudah didapatkan tersebut akan lebih memudahkan
untuk menemukan penyelesaian masalahnya.
f. Memecah tujuan
Strategi ini berkait dengan pemecahan tujuan umum yang hendak
dicapai menjadi satu atau beberapa tujuan bagian. Tujuan bagian ini dapat
digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang
sesungguhnya.
g. Memperhitungkan setiap kemungkinan
Strategi ini berkait dengan penggunaan aturan-aturan yang dibuat
sendiri selama proses pemecahan masalah berlangsung. Tujuannya agar
tidak akan ada satupun alternatif yang terabaikan.
h. Berpikir logis
Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun
penarikan kesimpulan. Berbagai informasi atau data yang ada dapat
disimpulkan dengan sah atau valid.
i. Bergerak dari belakang
Strategi ini, dimulai dengan menganalisis bagaimana cara
mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Memulai proses pemecahan
masalahnya dari yang diinginkan atau yang ditanyakan lalu
j. Mengabaikan hal yang tidak mungkin
Berbagai alternatif yang ada, alternatif yang sudah jelas-jelas tidak
mungkin agar dicoret/diabaikan. Perhatian dapat tercurah sepenuhnya
untuk hal-hal yang tersisa dan masih mungkin saja.
Siswa dikatakan mampu dan memiliki kemampuan pemecahan
masalah matematis apabila memenuhi indikator pemecahan masalah
matematis menurut menurut Kemendikbud (2013):
a. Memahami masalah
b. Merencanakan strategi penyelesaian masalah
c. Melaksanakan strategi penyelesaian masalah
d. Mengecek hasil penyelesaian masalah
Menurut NCTM (2003) indikator pemecahan masalah yang harus
dimiliki siswa adalah:
a. Menerapkan dan mengadaptasi beragam strategi yang sesuai untuk
memecahkan permasalahan
b. Memecahkan permasalahan yang muncul di dalam matematika dan di
dalam konteks-konteks lain.
c. Membangun pengetahuan matematis yang baru melalui pemecahan
masalah.
Beberapa pandangan di atas maka indikator pemecahan masalah yang
digunakan peneliti adalah:
a. Memahami masalah
b. Merencanakan strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah
c. Melaksanakan strategi dan memecahkan permasalahan yang muncul
d. Merefleksi dan mengecek proses dan hasil pemecahan masalah.
3. Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah / PBM yang dalam bahasa inggris
Problem Based Learning / PBL adalah pembelajaran dengan menyajikan
situasi masalah otentik kepada siswa yang dapat berfungsi sebagai batu
loncatan untuk investigasi dan penyelidikan (Arends, 2008). Pembelajaran
Berbasis Masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan yang dipilih sendiri
yang memungkinkan mereka untuk menafsirkan dan menjelaskan fenomena
dunia nyata dan untuk membangun pemahaman mereka sendiri tentang
fenomena ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat membantu siswa untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan pemecahan masalah.
Ciri utama Pembelajaran Berbasis Masalah adalah bahwa pengetahuan
dicari dan dibentuk oleh siswa dalam upaya memecahkan contoh-contoh
masalah dunia nyata yang dihadapkan kepada mereka. Adapun ciri-ciri lain
a. Pengajuan Pertanyaan atau Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah mengorganisasikan pengajaran di
sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan
secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan situasi
kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan
memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu (Trianto,
2009).
b. Keterkaitannya dengan Berbagai Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu. Meskipun
Pembelajaran Berbasis Masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran
tertentu misalnya ipa, matematika, dan ilmu-ilmu sosial, masalah yang
akan diselidiki telah dipilih bener-benar nyata agar dalam pemecahannya
siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran (Trianto, 2009).
c. Penyelidikan yang Autentik
Penyelidikan yang diperlukan dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah bersifat autentik. Selain itu, penyelidikan diperlukan untuk
mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan
merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis,
mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen,
d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya
Pada Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa bertugas menyusun
hasil penelitiannya dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan
memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa
ditampilkan atau dibuatkan laporannya. Hasil karya tersebut menjelaskan
atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Karya
nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian direncanakan
oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain
tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar
terhadap laporan atau makalah (Trianto, 2009).
Menurut Arends (2008), Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah
dalam kegiatan belajar mengajar didasarkan pada kelima fase. Adapun rincian
kegiatan pada setiap fase adalah sebagai berikut:
Fase 1:Orientasi siswa pada masalah
Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, serta
menjelaskan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Mengajukan
fenomena, demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah. Pada
kesempatan ini guru juga memotivasi siswa. Guru memotivasi siswa untuk
terlibat dalam pemecahan masalah dan meminta siswa mengemukakan ide
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Pada kegiatan ini siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok
kecil berdasarkan kemampuan. Kriteria kemampuan dilihat dari hasil
pretest. Sehingga satu kelompok terdiri dari siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan kurang mampu. Hal ini dilakukan dengan
tujuan dalam menganalisis masalah yang akan diberikan setiap kelompok
mempunyai penyelesaian yang dapat diandalkan. Secara tidak langsung
pembagian kelompok ini akan memberikan bimbingan kepada siswa yang
kurang mampu dalam menganalisa suatu masalah.
Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Tahap ini adalah tahap inti dimana siswa melakukan
penyelidikan/pemecahan masalah baik secara mandiri maupun kelompok.
Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi atau
data tepat, melaksanakan eksperimen dan mencari solusi sampai mereka
benar-benar mengerti dimensi situasi permasalahan. Tujuannya ialah agar
siswa dalam mengumpulkan informasi cukup untuk mengembangkan dan
menyusun ide-idenya sendiri. Guru mendorong siswa untuk mendapatkan
informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan
dan solusi. Guru mengajukan permasalahan/pertanyaan yang dapat
dipikirkan siswa, dan memberikan berbagai jenis informasi yang
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pada kegiatan ini guru menyuruh salah seorang anggota kelompok
untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dan guru
membantu jika siswa mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk
mengetahui hasil sementara pemahaman dan penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran yang diberikan.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Tahap akhir Pembelajaran Berbasis Masalah, guru membantu
menganalisis dan merefleksi atau mengevaluasi proses berfikir siswa.
Sedangkan siswa menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang
dilampaui pada setiap tahap pembelajaran. Guru membimbing siswa
menyimpulkan pembalajaran serta memberikan soal-soal untuk dikerjakan
di rumah.
Adapun keunggulan dan kelemahan model Pembelajaran Berbasis
Masalah menurut Trianto (2009) adalah sebagai berikut:
a. Keunggulan
Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki beberapa keunggulan, di
antaranya:
1) Realistik dengan kehidupan siswa
2) Konsep sesuai kebutuhan siswa
3) Memupuk sifat inquiri siswa
4) Retensi konsep jadi kuat
b. Kelemahan
Di samping keunggulan, Pembelajaran Berbasis Masalah juga
memiliki kelemahan diantaranya:
1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks.
2) Sulitnya mencari problem yang relevan
3) Seringnya terjadi miss-konsepsi
4) Konsumsi waktu diamana pembelajaran ini memerlukan waktu yang
cukup dalam proses penyelidikan sehingga terkadang banyak waktu
yang tersita untuk proses tersebut.
4. Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Menurut Brady (1985) Penemuan adalah sebuah materi pelajaran yang
tidak diberikan kepada murid dalam bentuk definitif, tetapi itu harus dikenali
siswa dalam beberapa cara. Siswa membuat penemuan dengan
mengeksplorasi rangsangan yang ada di sekitar mereka, dengan beberapa
tingkat arahan guru.
Penemuan adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih,
2005). Penemuan terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan
proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Menurut Markaban (2006) peran siswa pada pembelajaran penemuan
terbimbing cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru
tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan
untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya.
Guru membimbing dan membantu siswa agar siswa lebih terarah dalam
mencapai tujuan. Guru memberikan arahan prosedur dan langkah yang perlu
dilakukan siswa untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu agar pelaksanaan pembelajaran penemuan terbimbing
ini berjalan dengan efektif, menurut Markaban (2006) ada beberapa langkah
yang harus dilakukan oleh guru matematika adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data
secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang
menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses,
mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan
guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya
mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui
pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.
c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang
dilakukannya.
d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas
diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan
kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak
e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut,
maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk
menyusunya.
f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan
soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan
itu benar.
Sementara itu, menurut Brady (1985), langkah-langkah yang harus
dilakukan guru dalam penemuan adalah:
a. Menentukan apa yang harus ditemukan dan arahan guru yang diperlukan
secara tepat
b. Menentukan bagaimana informasi atau konsep disajikan ke siswa.
Menentukan bagaimana mengorganisasikan situasi pembelajaran dan
jumlah informasi yang harus disediakan.
c. Menentukan bagaimana topik untuk penemuan dikomunikasikan. Siswa
harus tahu apa yang mereka cari dan mereka harus mengakui penemuan
ketika telah menemukannya
d. Menentukan bagaimana untuk mengecek hasil dari pengetahuan. Guru
dapat memberikan penguatan dengan bertanya untuk memastikan
pemahaman dan dengan pujian.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing:
a. Guru merumuskan masalah untuk menentukan apa yang harus ditemukan
b. Guru mengorganisasikan situasi pembelajaran dan siswa menyusun,
memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini,
bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja.
c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang
dilakukannya.
d. Mengkomunikasikan penemuan apabila telah diperoleh kepastian tentang
kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya
diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya.
e. Mengecek hasil dari pengetahuan dan memeriksa apakah hasil penemuan
itu benar. Guru dapat memberikan penguatan dengan bertanya untuk
memastikan pemahaman dan dengan pujian.
Adapun keunggulan dan kelemahan pembelajaran penemuan
terbimbing menurut Kemendikbud (2013) adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan pembelajaran penemuan terbimbing
1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.
2) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan ketika ia berhasil.
3) Memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
4) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
5) Dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
6) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak
sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi..
7) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
8) Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis
sumber belajar.
b. Kelemahan pembelajaran penemuan terbimbing
1) Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi
siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau
berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang
tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan
frustasi.
2) Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan
teori atau pemecahan masalah lainnya.
3) Harapan-harapan yang terkandung dalam pembelajaran penemuan
terbimbing dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah
terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
4) Lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
B. Kerangka Berpikir
Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu usaha
mencari jalan keluar dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan
pemahaman yang telah diperoleh sebelumnya untuk melibatkan diri dalam
mengatasi sebuah pertanyaan atau soal matematika yang memiliki tantangan.
Sebuah soal untuk menantang rasa ingin tahu yang dapat memberikan
pengalaman dan sebuah kemenangan dari sebuah penemuan. Dalam hal ini,
akan dilakukan eksperimen untuk mengetahui pengaruh Pembelajaran
Berbasis Masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis
Pembelajaran Berbasis Masalah pada fase pertama adalah Orientasi
siswa pada masalah, pada tahap ini akan membantu siswa untuk memiliki
semangat dalam memahami masalah. Fase selanjutnya adalah
mengorganisasikan siswa untuk belajar dimana dalam hal ini siswa satu sama
lain akan saling membantu untuk memahami masalah, serta merencanakan
berbagai strategi pemecahan masalah. Fase yang ketiga adalah membantu
penyelidikan mandiri dan kelompok. Siswa menyelediki secara berkelempok
dengan berdiskusi. Apabila siswa atau kelompok mengalami kesulitan, guru
akan membantu proses penyelidikan. Pada tahap ini dapat mendukung siswa
untuk mampu merencanakan strategi yang sesuai, melaksanakan strategi
untuk memecahkan permasalahan yang muncul dan merefleksi dan mengecek
proses dan hasil pemecahan masalah. Fase mengembangkan dan menyajikan
masalah dapat memberikan siswa kemampuan untuk merefleksi dan
mengecek proses dan hasil pemecahan masalah.
Sementara itu, langkah pertama dalam pembelajaran penemuan
terbimbing adalah guru merumuskan masalah dimana siswa diharapkan
mampu untuk memahami masalah. Langkah selanjutnya adalah siswa
menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data dalam hal ini
mendukung siswa untuk memahami dan merencanakan strategi yang sesuai.
Langkah yang mendukung untuk melaksanakan strategi dan merefleksi dan
mengecek proses dan hasil pemecahan masalah adalah ketika siswa
menyusun konjektur dengan bimbingan guru sampai verbalisasi konjektur.
Langkah terakhir yaitu memberikan soal tambahan dapat juga mendukung
siswa unuk merefleksi dan mengecek proses dan hasil pemecahan masalah.
Berdasarkan penjelasan di atas mengarah pada sebuah dugaan. Dalam
hal ini, diduga Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
mengikuti Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik daripada siswa yang
mengikuti pembelajaran penemuan terbimbing.
C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang mengikuti Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik