• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Teori Belajar Kontruktivisme - SINGGIH BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Teori Belajar Kontruktivisme - SINGGIH BAB II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Teori Belajar Kontruktivisme

Menurut teori belajar konstruktivisme, satu prinsip yang paling

penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar

memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri

pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk

proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau

menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan

secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Trianto,

2010).

Menurut Budiningsih (2005) manusia dapat mengetahui sesuatu

dengan inderanya. Seseorang dapat mengetahui sesuatu melalui interaksinya

seperti melihat, mendengar, menjamah, membau, dan merasakan dengan

objek dan lingkungan. Semakin banyak manusia berinteraksi maka akan

semakin meningkat pemahaman dan pengetahuannya.

Belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan di mana

pembentukan harus dilakukan oleh siswa (Budiningsih, 2005). Kemampuan

awal yang sudah di miliki siswa akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi

pengetahuan yang baru.

Beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

(2)

kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Siswa lebih

diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui

proses penyesuai dan peleburan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya

dengan pengetahuan yang baru.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Menurut NCTM (2000) Pemecahan masalah berarti melibatkan diri

dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. Dalam

rangka untuk mencari solusi, siswa harus memanfaatkan pengetahuan

mereka, dan melalui proses ini, mereka akan sering mengembangkan

pemahaman matematika baru. Sementara itu, menurut Polya (2004)

masalahmu mungkin sederhana, tetapi jika itu menantang keingintahuan dan

membawamu untuk memainkan kecakapan daya cipta dan jika kamu

memecahkan itu dengan caramu sendiri kamu mungkin mengalami

ketegangan dan menikmati kemenangan dari sebuah penemuan.

Menurut Wardhani (2008) Pemecahan masalah adalah proses

menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi

baru yang belum dikenal. Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau

penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah ada tantangan dalam materi

tugas atau soal dan masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan

prosedur rutin yang sudah diketahui penjawab.

Beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan kemampuan

pemecahan masalah matematis adalah suatu usaha mencari jalan keluar

(3)

diperoleh sebelumnya untuk melibatkan diri dalam mengatasi sebuah

pertanyaan atau soal matematika yang memiliki tantangan. Sebuah soal untuk

menantang rasa ingin tahu yang dapat memberikan pengalaman dan sebuah

kemenangan dari sebuah penemuan.

Menurut Polya (2004) untuk memecahkan suatu masalah dalam

pembelajaran matematika diperlukan 4 langkah utama yaitu:

a. Memahami masalahnya

Siswa harus memahami masalah, tapi dia tidak hanya harus

memahami itu, dia juga harus menginginkan solusinya. Jika siswa kurang

dalam pemahaman atau kurang tertarik, tidak selalu salahnya. Masalah

tersebut harus dipilih dengan baik, tidak terlalu sulit dan tidak terlalu

mudah, alami dan menarik.

Pertama-tama, pernyataan verbal masalah harus dipahami. Guru

dapat memeriksa ini, sampai batas tertentu, ia meminta siswa untuk

mengulang pernyataan, dan siswa harus mampu menyatakan masalah

dengan lancar. Siswa juga harus mampu menunjukkan bagian-bagian

utama dari masalah, apa yang tidak diketahui, datanya dan kondisinya.

Oleh karena itu, guru dapat menanyakan pertanyaan: Apa yang diketahui?

Apa yang ditanyakan? Data apa yang ada? Kondisi apa? Apakah mungkin

untuk memenuhi kondisi tersebut? Apakah kondisi tersebut cukup untuk

menentukan yang ditanyakan? Siswa harus mencatat hal-hal yang penting,

membuat tabel, membuat sketsa grafik untuk mempermudah memperoleh

(4)

b. Merancang rencana pemecahan masalah

Pencapaian utama dalam pemecahan masalah adalah untuk

merancang ide dari rencana. Hal terbaik yang dapat guru lakukan adalah

membantu mendapatkan ide cemerlang. Ide yang baik didasarkan pada

pengalaman masa lalu dan pengetahuan sebelumnya yang sudah diperoleh.

Jika Anda tidak dapat memecahkan masalah yang diusulkan, Anda dapat

mencoba memecahkan terlebih dahulu beberapa masalah terkait. Bisakah

Anda bayangkan masalah terkait lebih mudah diakses? Sebuah masalah

yang lebih umum? Masalah khusus lainnya? Masalah analog? Bisakah

Anda memecahkan bagian dari masalah? Dalam hal ini diperlukan

menyusun aturan-aturan atau tata urutan kemungkinan pemecahan

masalah, sehingga tidak ada satupun yang terabaikan.

c. Melaksanakan rencana pemecahan masalah

Melaksanakan rencana tersebut jauh lebih mudah, apa yang kita

butuhkan terutama kesabaran. Rencana ini memberikan garis besar secera

umum, kita harus meyakinkan diri kita bahwa rincian sesuai dengan

outline, dan harus memeriksa rincian satu demi satu, dengan sabar, sampai

semuanya benar-benar jelas. Siswa harus bekerja sendiri tetapi dengan

bantuan guru agar siswa memahami rencana. Guru juga harus berusaha

mengingatkan siswa untuk memeriksa setiap langkah.

Kita mungkin meyakinkan diri kita dari kebenaran langkah dalam

penalaran kita. Kita dapat berkonsentrasi pada titik tersebut sampai kita

(5)

langkah ini benar. Titik utama adalah bahwa siswa harus jujur yakin atas

kebenaran dari setiap langkah. Dapatkah Anda melihat dengan jelas bahwa

langkah yang dipilih adalah benar?

d. Memeriksa kembali hasil pemecahan masalah

Melihat kembali pada solusi dan mempertimbangkan kembali serta

memeriksa kembali hasil dan jalur yang mengarah ke sana, mereka bisa

mengkonsolidasikan pengetahuan mereka dan mengembangkan

kemampuan mereka untuk memecahkan masalah. Walaupun siswa telah

melaksanakan rencananya, telah menuliskan solusi, memeriksa setiap

langkah, ia memiliki alasan yang baik untuk percaya bahwa solusinya

benar. Namun demikian, kesalahan selalu mungkin, terutama jika argumen

panjang dan rumit. Oleh karena itu, diperlukan pengecekan kembali.

Salah satu tugas pertama dan utama dari guru memberi siswanya

kesan bahwa masalah matematika memiliki banyak hubungan satu sama

lain. Siswa memiliki kesempatan alami untuk menyelidiki koneksi dari

masalah ketika melihat kembali solusinya. Siswa akan mengecek kembali

pada solusi dengan cara dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah

solusi dicari dengan cara lain? Dapat menggunakan hasil, atau metode,

untuk beberapa masalah lain? Guru harus mendorong siswa untuk

membayangkan kasus di mana mereka bisa memanfaatkan lagi prosedur

(6)

Untuk mencapai langkah-langkah tersebut guru dapat menggunakan

beberapa strategi yang sering digunakan menurut Polya (2004) diantaranya:

a. Mencoba-coba.

Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran

umum pemecahan masalahnya dengan mencoba-coba (trial and error).

Dibutuhkan analasis yang tajam untuk mencoba-coba.

b. Membuat diagram

Strategi ini berkait dengan pembuatan sketsa atau gambar untuk

mempermudah memahami masalahnya dan mempermudah mendapatkan

gambaran umum penyelesaiannya. Hal-hal yang diketahui tidak hanya

dibayangkan di dalam otak saja namun dapat dituangkan ke atas kertas.

c. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana

Strategi ini berkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang

lebih mudah dan lebih sederhana. Gambaran umum penyelesaian

masalahnya akan lebih mudah dianalisis dan akan lebih mudah ditemukan.

d. Membuat tabel

Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan

atau jalan pikiran kita. Tujuannya untuk Segala sesuatunya tidak hanya

(7)

e. Menemukan pola

Strategi ini berkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan.

Keteraturan yang sudah didapatkan tersebut akan lebih memudahkan

untuk menemukan penyelesaian masalahnya.

f. Memecah tujuan

Strategi ini berkait dengan pemecahan tujuan umum yang hendak

dicapai menjadi satu atau beberapa tujuan bagian. Tujuan bagian ini dapat

digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang

sesungguhnya.

g. Memperhitungkan setiap kemungkinan

Strategi ini berkait dengan penggunaan aturan-aturan yang dibuat

sendiri selama proses pemecahan masalah berlangsung. Tujuannya agar

tidak akan ada satupun alternatif yang terabaikan.

h. Berpikir logis

Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun

penarikan kesimpulan. Berbagai informasi atau data yang ada dapat

disimpulkan dengan sah atau valid.

i. Bergerak dari belakang

Strategi ini, dimulai dengan menganalisis bagaimana cara

mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Memulai proses pemecahan

masalahnya dari yang diinginkan atau yang ditanyakan lalu

(8)

j. Mengabaikan hal yang tidak mungkin

Berbagai alternatif yang ada, alternatif yang sudah jelas-jelas tidak

mungkin agar dicoret/diabaikan. Perhatian dapat tercurah sepenuhnya

untuk hal-hal yang tersisa dan masih mungkin saja.

Siswa dikatakan mampu dan memiliki kemampuan pemecahan

masalah matematis apabila memenuhi indikator pemecahan masalah

matematis menurut menurut Kemendikbud (2013):

a. Memahami masalah

b. Merencanakan strategi penyelesaian masalah

c. Melaksanakan strategi penyelesaian masalah

d. Mengecek hasil penyelesaian masalah

Menurut NCTM (2003) indikator pemecahan masalah yang harus

dimiliki siswa adalah:

a. Menerapkan dan mengadaptasi beragam strategi yang sesuai untuk

memecahkan permasalahan

b. Memecahkan permasalahan yang muncul di dalam matematika dan di

dalam konteks-konteks lain.

c. Membangun pengetahuan matematis yang baru melalui pemecahan

masalah.

(9)

Beberapa pandangan di atas maka indikator pemecahan masalah yang

digunakan peneliti adalah:

a. Memahami masalah

b. Merencanakan strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah

c. Melaksanakan strategi dan memecahkan permasalahan yang muncul

d. Merefleksi dan mengecek proses dan hasil pemecahan masalah.

3. Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran Berbasis Masalah / PBM yang dalam bahasa inggris

Problem Based Learning / PBL adalah pembelajaran dengan menyajikan

situasi masalah otentik kepada siswa yang dapat berfungsi sebagai batu

loncatan untuk investigasi dan penyelidikan (Arends, 2008). Pembelajaran

Berbasis Masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan yang dipilih sendiri

yang memungkinkan mereka untuk menafsirkan dan menjelaskan fenomena

dunia nyata dan untuk membangun pemahaman mereka sendiri tentang

fenomena ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat membantu siswa untuk

mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan pemecahan masalah.

Ciri utama Pembelajaran Berbasis Masalah adalah bahwa pengetahuan

dicari dan dibentuk oleh siswa dalam upaya memecahkan contoh-contoh

masalah dunia nyata yang dihadapkan kepada mereka. Adapun ciri-ciri lain

(10)

a. Pengajuan Pertanyaan atau Masalah

Pembelajaran Berbasis Masalah mengorganisasikan pengajaran di

sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan

secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan situasi

kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan

memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu (Trianto,

2009).

b. Keterkaitannya dengan Berbagai Disiplin Ilmu

Masalah yang diajukan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah

hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu. Meskipun

Pembelajaran Berbasis Masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran

tertentu misalnya ipa, matematika, dan ilmu-ilmu sosial, masalah yang

akan diselidiki telah dipilih bener-benar nyata agar dalam pemecahannya

siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran (Trianto, 2009).

c. Penyelidikan yang Autentik

Penyelidikan yang diperlukan dalam Pembelajaran Berbasis

Masalah bersifat autentik. Selain itu, penyelidikan diperlukan untuk

mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan

merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis,

mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen,

(11)

d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya

Pada Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa bertugas menyusun

hasil penelitiannya dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan

memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa

ditampilkan atau dibuatkan laporannya. Hasil karya tersebut menjelaskan

atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Karya

nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian direncanakan

oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain

tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar

terhadap laporan atau makalah (Trianto, 2009).

Menurut Arends (2008), Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah

dalam kegiatan belajar mengajar didasarkan pada kelima fase. Adapun rincian

kegiatan pada setiap fase adalah sebagai berikut:

Fase 1:Orientasi siswa pada masalah

Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, serta

menjelaskan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Mengajukan

fenomena, demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah. Pada

kesempatan ini guru juga memotivasi siswa. Guru memotivasi siswa untuk

terlibat dalam pemecahan masalah dan meminta siswa mengemukakan ide

(12)

Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Pada kegiatan ini siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok

kecil berdasarkan kemampuan. Kriteria kemampuan dilihat dari hasil

pretest. Sehingga satu kelompok terdiri dari siswa yang memiliki

kemampuan tinggi, sedang, dan kurang mampu. Hal ini dilakukan dengan

tujuan dalam menganalisis masalah yang akan diberikan setiap kelompok

mempunyai penyelesaian yang dapat diandalkan. Secara tidak langsung

pembagian kelompok ini akan memberikan bimbingan kepada siswa yang

kurang mampu dalam menganalisa suatu masalah.

Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Tahap ini adalah tahap inti dimana siswa melakukan

penyelidikan/pemecahan masalah baik secara mandiri maupun kelompok.

Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi atau

data tepat, melaksanakan eksperimen dan mencari solusi sampai mereka

benar-benar mengerti dimensi situasi permasalahan. Tujuannya ialah agar

siswa dalam mengumpulkan informasi cukup untuk mengembangkan dan

menyusun ide-idenya sendiri. Guru mendorong siswa untuk mendapatkan

informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan

dan solusi. Guru mengajukan permasalahan/pertanyaan yang dapat

dipikirkan siswa, dan memberikan berbagai jenis informasi yang

(13)

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Pada kegiatan ini guru menyuruh salah seorang anggota kelompok

untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dan guru

membantu jika siswa mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk

mengetahui hasil sementara pemahaman dan penguasaan siswa terhadap

materi pelajaran yang diberikan.

Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Tahap akhir Pembelajaran Berbasis Masalah, guru membantu

menganalisis dan merefleksi atau mengevaluasi proses berfikir siswa.

Sedangkan siswa menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang

dilampaui pada setiap tahap pembelajaran. Guru membimbing siswa

menyimpulkan pembalajaran serta memberikan soal-soal untuk dikerjakan

di rumah.

Adapun keunggulan dan kelemahan model Pembelajaran Berbasis

Masalah menurut Trianto (2009) adalah sebagai berikut:

a. Keunggulan

Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki beberapa keunggulan, di

antaranya:

1) Realistik dengan kehidupan siswa

2) Konsep sesuai kebutuhan siswa

3) Memupuk sifat inquiri siswa

4) Retensi konsep jadi kuat

(14)

b. Kelemahan

Di samping keunggulan, Pembelajaran Berbasis Masalah juga

memiliki kelemahan diantaranya:

1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks.

2) Sulitnya mencari problem yang relevan

3) Seringnya terjadi miss-konsepsi

4) Konsumsi waktu diamana pembelajaran ini memerlukan waktu yang

cukup dalam proses penyelidikan sehingga terkadang banyak waktu

yang tersita untuk proses tersebut.

4. Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Menurut Brady (1985) Penemuan adalah sebuah materi pelajaran yang

tidak diberikan kepada murid dalam bentuk definitif, tetapi itu harus dikenali

siswa dalam beberapa cara. Siswa membuat penemuan dengan

mengeksplorasi rangsangan yang ada di sekitar mereka, dengan beberapa

tingkat arahan guru.

Penemuan adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui

proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih,

2005). Penemuan terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan

proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.

Menurut Markaban (2006) peran siswa pada pembelajaran penemuan

terbimbing cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru

tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan

(15)

untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya.

Guru membimbing dan membantu siswa agar siswa lebih terarah dalam

mencapai tujuan. Guru memberikan arahan prosedur dan langkah yang perlu

dilakukan siswa untuk mencapai tujuan.

Oleh karena itu agar pelaksanaan pembelajaran penemuan terbimbing

ini berjalan dengan efektif, menurut Markaban (2006) ada beberapa langkah

yang harus dilakukan oleh guru matematika adalah sebagai berikut :

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data

secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang

menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.

b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses,

mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan

guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya

mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui

pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.

c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang

dilakukannya.

d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas

diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan

kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak

(16)

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut,

maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk

menyusunya.

f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan

soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan

itu benar.

Sementara itu, menurut Brady (1985), langkah-langkah yang harus

dilakukan guru dalam penemuan adalah:

a. Menentukan apa yang harus ditemukan dan arahan guru yang diperlukan

secara tepat

b. Menentukan bagaimana informasi atau konsep disajikan ke siswa.

Menentukan bagaimana mengorganisasikan situasi pembelajaran dan

jumlah informasi yang harus disediakan.

c. Menentukan bagaimana topik untuk penemuan dikomunikasikan. Siswa

harus tahu apa yang mereka cari dan mereka harus mengakui penemuan

ketika telah menemukannya

d. Menentukan bagaimana untuk mengecek hasil dari pengetahuan. Guru

dapat memberikan penguatan dengan bertanya untuk memastikan

pemahaman dan dengan pujian.

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing:

a. Guru merumuskan masalah untuk menentukan apa yang harus ditemukan

(17)

b. Guru mengorganisasikan situasi pembelajaran dan siswa menyusun,

memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini,

bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja.

c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang

dilakukannya.

d. Mengkomunikasikan penemuan apabila telah diperoleh kepastian tentang

kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya

diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya.

e. Mengecek hasil dari pengetahuan dan memeriksa apakah hasil penemuan

itu benar. Guru dapat memberikan penguatan dengan bertanya untuk

memastikan pemahaman dan dengan pujian.

Adapun keunggulan dan kelemahan pembelajaran penemuan

terbimbing menurut Kemendikbud (2013) adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan pembelajaran penemuan terbimbing

1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan

keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.

2) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa

menyelidiki dan ketika ia berhasil.

3) Memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan

kecepatannya sendiri.

4) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan

(18)

5) Dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena

memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

6) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif

mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak

sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi..

7) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

8) Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis

sumber belajar.

b. Kelemahan pembelajaran penemuan terbimbing

1) Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi

siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau

berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang

tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan

frustasi.

2) Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena

membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan

teori atau pemecahan masalah lainnya.

3) Harapan-harapan yang terkandung dalam pembelajaran penemuan

terbimbing dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah

terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

4) Lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan

mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara

(19)

B. Kerangka Berpikir

Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu usaha

mencari jalan keluar dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan

pemahaman yang telah diperoleh sebelumnya untuk melibatkan diri dalam

mengatasi sebuah pertanyaan atau soal matematika yang memiliki tantangan.

Sebuah soal untuk menantang rasa ingin tahu yang dapat memberikan

pengalaman dan sebuah kemenangan dari sebuah penemuan. Dalam hal ini,

akan dilakukan eksperimen untuk mengetahui pengaruh Pembelajaran

Berbasis Masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis

Pembelajaran Berbasis Masalah pada fase pertama adalah Orientasi

siswa pada masalah, pada tahap ini akan membantu siswa untuk memiliki

semangat dalam memahami masalah. Fase selanjutnya adalah

mengorganisasikan siswa untuk belajar dimana dalam hal ini siswa satu sama

lain akan saling membantu untuk memahami masalah, serta merencanakan

berbagai strategi pemecahan masalah. Fase yang ketiga adalah membantu

penyelidikan mandiri dan kelompok. Siswa menyelediki secara berkelempok

dengan berdiskusi. Apabila siswa atau kelompok mengalami kesulitan, guru

akan membantu proses penyelidikan. Pada tahap ini dapat mendukung siswa

untuk mampu merencanakan strategi yang sesuai, melaksanakan strategi

untuk memecahkan permasalahan yang muncul dan merefleksi dan mengecek

proses dan hasil pemecahan masalah. Fase mengembangkan dan menyajikan

(20)

masalah dapat memberikan siswa kemampuan untuk merefleksi dan

mengecek proses dan hasil pemecahan masalah.

Sementara itu, langkah pertama dalam pembelajaran penemuan

terbimbing adalah guru merumuskan masalah dimana siswa diharapkan

mampu untuk memahami masalah. Langkah selanjutnya adalah siswa

menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data dalam hal ini

mendukung siswa untuk memahami dan merencanakan strategi yang sesuai.

Langkah yang mendukung untuk melaksanakan strategi dan merefleksi dan

mengecek proses dan hasil pemecahan masalah adalah ketika siswa

menyusun konjektur dengan bimbingan guru sampai verbalisasi konjektur.

Langkah terakhir yaitu memberikan soal tambahan dapat juga mendukung

siswa unuk merefleksi dan mengecek proses dan hasil pemecahan masalah.

Berdasarkan penjelasan di atas mengarah pada sebuah dugaan. Dalam

hal ini, diduga Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

mengikuti Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik daripada siswa yang

mengikuti pembelajaran penemuan terbimbing.

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang mengikuti Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik

Referensi

Dokumen terkait

Dari prinsip belajar di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip belajar sebagai berikut: (1) persiapan mempengaruhi keberhasilan dalam mengikuti pembelajaran, (2) keberhasilan

Pembelajaran dengan pendekatan open-ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa yang memenuhi tiga aspek yaitu: kegiatan siswa harus terbuka, kegiatan

Salah satu pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan aplikasi matematika siswa adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).. Pembelajaran Berbasis Masalah

berpikir kreatif matematis dan tanggung jawab belajar siswa, sehingga diduga kemampuan berpikir kreatif matematis dan tanggung jawab belajar siswa yang mengikuti

Pengertian penalaran matematis dalam pemecahan masalah matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses atau langkah yang digunakan siswa sebagai subjek

lebih baik dari pada siswa yang mengikuti model pembelajaran. konvensional, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh I Gede

Proses pembelajaran yang baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Siswa tentunya sudah mempunyai

a. Siswa sebagai subjek dalam pembelajaran dijadikan pusat dari segala kegiatan. Artinya perencanaan dan desain pembelajaran disesuaikan dengan kondisi siswa yang