KEEFEKTIFAN MEDIA KARTU PENUNTUN DESKRIPSI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS DESKRIPSI SISWA
KELAS X SMA NEGERI 1 WONOMULYO POLEWALI MANDAR
THE EFFECTIVENESS OF USING MEDIA GUIDANCE CARD DESCRIPTION IN TEACHING WIRITING FOR
CLASS X SMA NEGERI I WONOMULYO POLEWALI MANDAR
Tesis Oleh
:HASNAH P.
Nomor Induk Mahasiswa : 04.07.729.2012
ROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASAN DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2014
i
KEEFEKTIFAN MEDIA KARTU PENUNTUN DESKRIPSI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS DESKRIPSI SISWA
KELAS X SMA NEGERI 1 WONOMULYO POLEWALI MANDAR
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi Magister Pendidikan
Kekhususan : Pendidikan Bahasan dan Sastra Indonesia
Disusun dan Diajuhkan oleh
HASNAH P.
Nomor Induk Mahasiswa : 04.07.729.2012
Kepada
ROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASAN DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2014
ii
TESIS
KEEFEKTIFAN MEDIA KARTU PENUNTUN DESKRIPSI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS DESKRIPSI SISWA
KELAS X SMA NEGERI 1 WONOMULYO POLEWALI MANDAR
Yang disusun dan diajukan oleh
HASNAH P.
NIM. 04.07.729.2012
Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Tesis pada tanggal 16 Juni 2014
Menyetujui Komisi Pembimbing Pembimbing I
Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M., M.Pd.
Pembimbing II
Dr. Abd Rahman Rahim, M.Hum.
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M., M.Pd.
NBM. 988 463
Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Dr. Abd Rahman Rahim, M.Hum.
NBM. 866 922
iii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI
Judul : Keefektifan Media Kartu Penuntun Deskripsi dalam Pembelajaran Menulis Deskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 WonomulyoPolewali Mandar
Nama : Hasnah P.
Nim : 04.07.729.2012
Program Stusi
:
Pendidikan Bahasan dan Sastra Indonesia Konsentrasi : -Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Tesis pada tanggal 16 Juni 2014 dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesi pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 23 Juni 2014
Tim Penguji :
Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M., M.Pd. ...………..
(Ketua/Pembimbing/Penguji)
Dr. Abd. Rahman Rahim, M.Hum .………...
(Sekertaris/Pembimbing/Penguji)
Prof. Dr. H. Achmad Tolla, M.Pd. ..………...
(Penguji)
Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. ………..
(Penguji)
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hasnah P.
Nomor Pokok : 04.07.729.2012
Progran Studi : Bahasa dan Sastra Indonesia
Menyatakan dengan sebenarnya, bahwa tesis yang saya tulis ini benar- benar merupakan hasil karya saya, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan, bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 23 Juni 1014
Yang menyatakan,
Hasnah P.
v
ABSTRAK
HASNAH P. 2014. Tesis. Keefektifan Media Kartu Penuntun Deskripsi dalamPembelajaran Menulis Deskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar, dibimbing oleh, H. M. Ide Said D.M.
sebagai pembimbing I dan Abd. Rahman Rahimsebagai pembimbing II.
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh, menganalisis, dan mendeskripsikan data mengenai (1) Tingkat hasil belajar menulis deskripsi kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar menggunakan kartu penuntun deskripsi. (2) Tingkat hasil belajar menulis deskripsi siswa kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar menggunakan teknik konvensional. (3) Keefektifan media kartu penuntun deskripsi terhadap hasil belajar menulis deskripsi kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Palewali Mandar
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan teknik eksperimen semu. Adapun populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar tahun pelajaran 2013/2014 sejumlah 138 orang dengan teknik pengambilan sampel adalah total sampling.
Hasil analisis inferensial menunjukkan, bahwa Media Kartu Penuntun Deskripsi efektif dalam Pembelajaran Menulis Deskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar.
Hal ini telah dibuktikan dalam hasil penelitian yang menunjukkan, bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis deskripsi siswa dengan menggunakan media kartu penuntun deskripsi dengan metode konvensional yaitu nilai t empiris lebih besar daripada nilai t teoretis (tabel) yaitu 7,94>1,645 yang berarti media penuntun deskripsi efektif dalam meningkatkan kemampuan menulis deskripsi siswa kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar. Oleh karena itu, disarankan sebagai berikut (1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan penambah khazanah keilmuan bagi siswa tentang keterampilan menulis deskripsi dengan menggunakan media penuntun deskripsi. (2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan teoretis dalam pembelajaran menulis secara umum. (3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan kepada rekan guru untuk diterapkan dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran menulis siswa. (4) Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan bagi guru sehingga termotivasi untuk mengembangkan strategi atau teknik yang menarik dan inovatif lainnya.
vi
ABSTRACT
Hasnah, P. 2014, The Effectiveness of Using Media Guidance Card Description in Teaching Writing for Class X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar. (Guided by H.M.ide Said D.M and A. Rahman Rahim) The purpose of this study was to obtain, analyze, and describe data concerning (1) the level of learning outcomes of the students to write a description of Class X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar use guidance card description. (2) The level of learning outcomes of the Students to write a description of Class X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar using conventional techniques. (3) The effectiveness of the media guidance card to written description of learning outcomes of students Class X SMA deskripasi Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar.
The type of this research is survey research with quasi-experimental techniques. The study population was all studentsof Class X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar academic year 2013/2014 with 138 number people. The sample of the study is total sampling technique.
The result of the analysis indicate thet the media card guidance in learning to write descriptive was effective to the students of Class X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar. This has been demonstrated in research showing that there was significant difference between students ability to write a description using a media card with a description of the guidance method where the empirical t-value is grater than the theoretical value t (table) Is 7.94>1.645 Which means that the media guidance was effective in improving the writing skills of the grade X High School Students Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar. It is therefore recommended as follows (1) presumably the results of this study can be used as an addition to the repertoire of knowledge for students to write a description about the ability to use the media guide descriptions. (2) May the results of this study can be used as a theoretical reference in the teaching of writing in general.
(3) presumably the results of this study can be used as input to fellow teachers to be applied in the study so that we can improve the procces and learning outcomes of students writing. (4) presumably results of this study can be used as a comparison for teachers so termotivasi to develop a strategy or technique that is interesting and innovative.
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tesis ini berjudul Keefektifan Media Kartu Penuntun Deskripsi dalam Pembelajaran Menulis Deskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar.
Tesis ini tentu mengalami hambatan dan tantangan penyelesaiannya. Namun, atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya hambatan tersebut dapat teratasi hingga tesis ini dapat terselsaikan.Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M., M.Pd., pembimbing I dan Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum. pembimbing II karena kesabaran dan keikhlasan telah meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, saran, serta motivasi sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
viii
Selain itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Polewali Mandar yang telah memberikan izin penelitian di wilayah kerjanya.
Demikian halnya kepada Kepala Sekolah, guru dan siswa kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar yang telah membantu terlaknsananya penelitian ini .
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta dan anakda tersayang serta orang tua yang telah memberikan dukungan dan perhatian, bahkan pengorbanan selama penulis menempuh studi hingga penyelesaian tesis ini.
Akhirnya ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Semoga segala bantuan, petunjuk dan dorongannya dapat bernilai ibadah dan mendapatkan rahmat dari Allah Swt., amin.
Makassar, Juni 2014 Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iv
ABSTRAK v
ABSTARCT
vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C.Tujuan Penelitian 8
D.Manfaat Penelitian 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretis 10
B. Kajian Penelitian yang Relevan 49
C. Kerangka Pikir 50
D. Hipotesis 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain dan Jenis Penelitian 53
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 53
C. Populasi dan Sampel 54
D. Metode Pengumpulan Data 55
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian 56
F. Teknik Analisis Data 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 60
B. Pembahasan 69
C. Rekomendasi 72
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 74
B. Saran 75
DAFTAR PUSTAKA 76
RIWAYAT HIDUP 79
LAMPIRAN 80
x
DAFTAR TABEL
Nomor Deskripsi Tabel Halaman
1 Deskripsi Keadaan Populasi 54
2 Deskripsi Keadaan Sampel 55
3 Tingkat Kemampuan Menulis Deskripsi Siswa KelasXSMA Negeri 1 Wonomulyo Palewali Mandar Menggunakan Media Penuntun
Deskripsi 62
4 Tingkat Kemampuan Menulis Deskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Palewali
Mandar Menggunakan Metode Konvensional 64
5 Tabel Kerja Uji T 65
6 Skor Mentah Tingkat Kemampuan Menulis Dskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Wonomulyo Palewali Mandar Menggunakan
Media Penuntun Deskripsi 80
7 Skor Mentah Tingkat Kemampuan Menulis Deskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Wonomulyo Palewali Mandar Menggunakan
Metode Konvensional 82
8 RPP 86
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Deskripsi Lampiran Halaman
1 Daftar Riwayat Hidup 79
2 Skor Mentah Tingkat Kemampuan Menulis Deskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Wonomulyo Palewali Mandar Menggunakan
Media Penuntun Deskripsi 80
3 Skor Mentah Tingkat Kemampuan Menulis Deskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Wonomulyo Palewali Mandar Menggunakan
Metode Konvensional 82
4 Tabel KerjaUji T 84
5 RPP 86
6 Foto-foto Pembelajaran 102
7 Hasil Karya Siswa 106
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang memerlukan kompetensi yang paling kompleks dibandingkan tiga keterampilan berbahasa lainnya (menyimak, berbicara, dan membaca). Keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang produktif, mempersyaratkan penguasaan ketatabahasaan, kosakata, keterampilan menyusun dan merangkai gagasan, serta mengembangkan gagasan dalam suatu yang logis, padat dan mudah dipahami. Siswa dikatakan mempunyai keterampilan menulis jika ia mampu mengemukakan ide dalam suatu tulisan yang sudah padu dengan bahasa yang lugas. Untuk mendapatkan ide yang akan ditulis dapat diperoleh dari kegiatan membaca referensi dan mendiskusikan topik. Mengingat betapa banyak persyaratan dalam menulis itulah, keterampilan menulis tergolong keterampilan yang paling kompleks.
Dalam kegiatan menulis diperlukan adanya bentuk ekspresi gagasan yang mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan tata bahasa yang baik dan benar sehingga dapat menggambarkan atau menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Seseorang dapat dikatakan telah mampu menulis
2
dengan baik jika dia dapat mengungkapkan maksudnya dengan jelas sehingga pembaca dapat memahami maksud atau hal yang diungkapkannya.
Tarigan (1994a) mengatakan bahwa, untuk menjadi seseorang penulis yang baik sekurang-kurangnya harus memiliki kepekaan terhadap teknik penulisan yang tepat dan penggunaan bahasa yang baku agar tujuan penulisannya dapat dipahami oleh pembaca.
Standar kompetensi menulis dalam pembelajaran bahasa Indonesia merupan penentu untuk menunjukkan jati diri sebagai pribadi yang mampu karena siswa yang mampu menerangkan ide/gagasannya, perasaannya, dan pendapatnya dalam bentuk tulisan sesuai keinginannya. Sejalan dengan kenyataan tersebut, Syafie (1988) mengemukakan bahwa menulis adalah menuangkan gagasan, pendapat, keinginan, dan informasi ke dalam bentuk tulisan mengirimkannya kepada pembaca atau orang lain. Oleh karena itu, menulis dikategorikan sebagai keterampilan berbahasa yang produktif.
Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang kompleks.
Keterampilan menulis merupakan keterampilan dan pengetahuan grafologi, struktur bahasa dan kosakata. Pengetahuan bahasa berkaitan dengan tata bahasa, dan semantik. Kosakata berkaitan dengan pilihan kata yang tepat dalam tulisan. Dengan penguasaan
3
keterampilan dan pengetahuan kebahasaan yang demikian itu, komunikasi antara penulis dan pembaca dapat berjalan dengan baik.
Tarigan (1994a) menjelaskan bahwa keterampilan menulis merupakan alat komunikasi yang tidak secara langsung dapat ditanggapi oleh pembacanya, keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain karena tulisan sebagai media komunikasi yang tidak secara langsung.
Hingga saat ini, menulis masih ditempatkan pada tingkatan yang paling tinggi dalam aktivitas kebahasaan manusia. Meskipun ada anggapan, terutama dari kalangan ahli komunikasi modern, menyatakan pada zaman elektronik sekarang ini manfaat belajar menulis sudah mulai tergeser. Akan tetapi, tidak sedikit ahli bahasa yang merasa cemas, terutama dari dunia Barat, bahwa seakan-akan kemajuan di bidang elektronik dalam hubungannya dengan bahasa dewasa ini, seakan menggiring mereka kembali ke zaman semi buta huruf.
Maraknya dunia elektronik yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas modern, dengan jangkauan yang sangat luas, menyita banyak waktu yang biasa digunakan orang untuk membaca. Akan tetapi, bagaimanapun kondisi aktivitas manusia, kegiatan menulis tidak bisa diabaikan. Kenyataan memperlihatkan, bahwa dari berbagai aspek kehidupan manusia. Kegiatan menulis hampir setiap hari disaksikan, seperti menulis surat, laporan, buku, makalah, artikel,
4
berita, iklan, dan sebagainya. Dapat dikatakan, bahwa kehidupan manusia hampir tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan menulis.
Darmadi (1996) menyatakan, bahwa masyarakat yang tidak mampu mengekspresikan pikirannya dalam bentuk tulisan akan tertinggal jauh dari berbagai kemajuan. Hal itu sejalan dengan asumsi Sumarmo (2000) yang menyatakan, bahwa kegiatan menulis mendorong perkembangan intelektual seseorang sehingga belajar menulis diidentikkan dengan belajar berfikir kritis.
Banyak manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan menulis antara lain dapat mengenali potensi dan kemampuan mengembangkan berbagai gagasan, melalui aktivitas bernalar, memperluas wawasan dengan menyerap mencari, dan menguasai berbagai informasi, baik secara teoretis maupun yang berkaitan dengan fakta, membiasakan berfikir secara tertib dan sistematis, memecahkan suatu permasalahan, belajar secara aktif. Selain itu, keterampilan menulis merupakan salah satu aspek penting dalam proses komunikasi manusia.
Begitu pentingnya kegiatan menulis, sehingga ada asumsi yang menyatakan bahwa kemajuan suatu bangsa dapat diukur dengan melihat maju-tidaknya komunikasi tulis bangsa tersebut. Hal itu dapat dilihat pada kualitas hasil cetakan dan penerbitan, seperti majalah, suarat kabar, buku, dan sebagainya. Untuk mengetahui hal itu, keterampilan menulis harus diupayakan sedini mungkin. Upaya tersebut terlihat dalam kurikulum mulai Sekolah Dasar hingga
5
Sekolah Menengah, pengajaran menulis masih menjadi salah satu mata sajian yang diprioritaskan.
Namun, sayang, kenyataan memperlihatkan, bahwa pengajaran menulis termasuk di SMA hingga saat ini belum menggembirakan. Hal itu terlihat pada hasil penelitian Zularsi (2000) bahwa Siswa SMA di Makassar mempunyai kemampuan menulis yang belum memadai.” Sejalan dengan itu, Rosmawati (1999) mengemukakan, bahwa Siswa SMA Muhammadiyah Bulukumba belum mampu menulis deskripsi.” Demikian pula pernyataan Layunrampan dalam Suara Karya Minggu, 14 November 1999, bahwa kemampuan menulis atau mengarang pelajar dewasa ini masih memprihatinkan. Hal itu berkaitan dengan minat siswa yang masih sangat rendah.
Salah satu jenis menulis yang harus dikuasai siswa termasuk di SMA adalah menulis deskripsi. Hal karena menulis deskripsi dapat menunjang keterampilan menulis lainnya seperti menulis cerita, menulis reportasi iklan, dan sebagainya. Masalahnya, secara umum siswa masih mempunyai berbagai kesulitan dalam menulis deskripsi sebagaimana yang terungkap dalam penelitian yang diuraikan di atas.
Oleh karena itu, dibutuhkan strategi, metode atau media yang efektif dalam dalam mengembangkan keterampilan menulis deskripsi siswa khususnya di Sekolah Menengah Atas.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan di kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar ditemukan bahwa menulis kerap kali menjadi suatu hal yang kurang diminati dan kurang mendapat respons yang baik
6
dari siswa. Siswa tampak mengalami kesulitan ketika menulis. Siswa tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika pembelajaran menulis dimulai.
Mereka terkadang sulit sekali menemukan kalimat pertama untuk memulai paragraf. Mereka takut salah, takut berbeda dengan apa yang diinstruksikan gurunya.
Menyikapi hal tersebut dalam pembelajaran menulis deskripsi di kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Polewali Mandar perlu digunakan media pembelajaran yang biasa menuntun siswa dalam keterampilan menulis yang lebih memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan menulisnya. Guru hendaknya lebih kreatif dan inovatif dalam memilih strategi dan media pembelajaran sehingga minat dan motivasi siswa dalam menulis semakin meningkat. Untuk mengatasi kendala tersebut media yang paling tepat dipergunakan adalah media penuntun deskripsi dalam menulis karangan deskripsi.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian dengan mengujicobakan sebuah media untuk pembelajaran deskripsi yaitu media kartu penuntun deskripsi. Media ini dianggap dapat membantu siswa dalam mendeskripsikan tulisannya karena siswa kesulitan dalam menentukan rincian yang mau ditulis, sehingga dengan bantuan kartu deskripsi, maka siswa akan mudah dalam menulis deskriptif.
Secara empiris, media mengenai menulis deskripsi sudah cukup banyak terungkap dalam penelitian. Namun, terdapat perbedaan mendasar dari media yang digunakan. Hasil penelitian Paelori (2011) mengenai keefektifan media alat perangsang untuk
7
meningkatakan hasil belajar deskripsi menunjukkan bahwa media tersebut cukup efektif terutama dalam mengembangkan konsep yang akan ditulis siswa SMK Tunas Bangsa Makassar. Demikian pula hasil penelitian Kadir (2012) menunjukkan bahwa strategi tangkap panorama efektif dalam menulis siswa SMA PGRI Makassar. Hal senada juga diungkap oleh Sunusi (2010) dalam penelitiannya ditunjukkan bahwa penggunaan kartu lacak efektif dalam meningkatkan keterampilan menulis deskripsi siswa SMA Negeri 2 Pinrang. Kesemua penelitian ini memiliki persamaan, namun berbeda dari strategi dan media yang disodorkan. Oleh karena itu, penelitian yang berusaha mengungkap keefektifan media kartu penuntun deskripsi terhadap hasil belajar menulis deskripsi siswa kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Palewali Mandar ini perlu dilakukan sebagian dari upaya meningkatkan kemampuan menulis deskripsi siswa di SMA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan yaitu:
1. Bagaimana tingkat hasil belajar menulis deskripsi kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Palewali Mandar menggunakan kartu penuntun deskripsi?
2. Bagaimana tingkat hasil belajar menulis deskripsi kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Palewali Mandar menggunakan teknik konvensional?
8
3. Apakah media kartu penuntun deskripsi efektif terhadap hasil belajar menulis deskripsi kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Palewali Mandar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data mengenai
1. Tingkat hasil belajar menulis deskripsi kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Palewali Mandar menggunakan kartu penuntun deskripsi.
2. Tingkat hasil belajar menulis deskripsi kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Palewali Mandar menggunakan teknik konvensional.
3. Keefektifan media kartu penuntun deskripsi terhadap hasil belajar menulis deskripsi kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Palewali Mandar
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang bersipat teoretis dan praktis.
1. Manfaat teoretis
a. Menambah khazanah keilmuan bagi siswa tentang keterampilan menulis deskripsi dengan menggunakan media penuntun deskripsi
9
b. Diharapkan mampu memberikan sumbangan teoretis dalam pembelajaran menulis secara umum.
2. Manfaat praktis
1. Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada rekan guru untuk diterapkan dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran menulis siswa.
2. Selain itu, dapat menjadi bahan perbandingan bagi guru sehingga termotivasi untuk mengembangkan strategi atau teknik yang menarik dan inovatif lainnya.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORITIS
1. Hakikat menulis
Menulis pada hakikatnya menyampaikan ide atau pesan dengan menggunakan lambang grafik (tulisan) kepada orang lain.
Dalam kegiatan menulis seseorang juga dituntut untuk menguasai komponen-komponen tulisan yang meliputi isi (materi) tulisan, organisasi tulisan, kebahasaan, (kaidah bahasa tulis), gaya penulisan, dan mekanisme tulisan (Mulyati, 2002).
Menurut Murray (dalam Cleary dan Linn, 1993:344) menulis merupakan proses yang dialami. Tanpa mengalami (mempelajari) tidak mungkin sesorang dapat menulis sebab menulis merupakan kemampuan yang berupa keterampilan, dan keterampilan tersebut diperoleh melalui pembelajaran. Selanjutnya Ellis, et al. (1989:145) menguraikan bahwa menulis merupakan sebuah keterampilan yang harus dipelajari bukan diajarkan. Oleh karena itu siswa harus mengalaminya secara langsung.
Suparno dan Yunus ((2003: 26) secara singkat menguraikan menulis adalah kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Aktivitas menulis melibatkan unsur penulis sebagai penyampai pesan atau isi tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.
11
Menulis adalah rangkaian proses berpikir. Proses berpikir berkaitan erat dengan kegiatan penalaran. Penalaran yang baik dapat menghasilkan tulisan yang baik pula, bahkan tanpa penalaran tidak akan ada pengetahuan yang benar, Syafi’ie (1988: 182) mengemukakan bahwa salah satu substansi retorika menulis adalah penalaran yang baik. Dalam hal ini, berarti untuk menghasilkan kesimpulan yang benar harus dilakukan penalaran secara cermat dengan berdasarkan pikiran yang logis. Penalaran yang salah akan menuntun kepada kesimpulan yang salah.
Pada dasarnya menulis merupakan proses pengungkapan ide atau gagasan, pikiran, pengalaman, perasaan dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Hal-hal yang dikemukakan dalam tulisan bersumber dari pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, atau dari membaca buku. menulis seperti halnya berbicara, merupakan keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif. Perbedaannya, kegiatan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dapat digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (tidak langsung), sedangkan berbicara merupakan tatap muka (langsung) Tarigan, 2000).
Tarigan (1994a: 21) menyatakan, ”Menulis adalah menurunkan atau menuliskan lambang-lambang grafem yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafen tersebut, jika mereka memahami bahasa atau gambaran grafen itu.” Selanjutnya Enre (1994: 5) memberikan pengertian bahwa: ”Menulis merupakan
12
kegiatan yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung.”
Menurut Tarigan (1994a: 3) bahwa:
Keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain, sedangkan kegiatan menulis merupakan kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan tulisan sebagai medianya. Pesan yang dimaksud berupa isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Tulisan merupakan sistem komunikasi antarmanusia yang menggunakan lambang-lambang yang dapat dilihat dan disepakati pemakaiannya. Jadi menulis merupakan kegiatan produktif dan ekspresif.
Akhadiah, dkk. (1996: 2) menjelaskan
Pemerolehan keterampilan menulis dilakukan melalui proses karena hal ini merupakan kegiatan yang produktif.
Sebagai suatu proses, merupakan suatu rangkaian aktivitas yang terjadi dari beberapa tahap, yaitu pramenulis, menulis, dan revisi. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam kegiatan menulis ini seseorang penulis harus memanfaatkan pengetahuan tentang struktur bahasa, kosakata, dan pengetahuan yang mendukung tulisannya.
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain, melainkan dengan cara mengungkapkan ide atau gagasan produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis, penulis haruslah terampil memanfaatkan kosakata dan struktur kalimat dengan lebih baik sehingga karya tulisnya dapat dimengerti orang lain.
Alwi, dkk. (2001: 12) menjelaskan bahwa menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan. Tarigan (1986: 21) mengemukakan, bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan
13
lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut sepanjang mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut.
Enre (1994: 2) mengatakan bahwa menulis merupakan kemampuan mengungkapkan pikiran dan juga perasaan dalam tulisan yang efektif. Menulis berarti melahirkan atau mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui suatu lambang (tulisan). Tentu saja segala lambang (tulisan) yang dipakai haruslah merupakan hasil kesepakatan para pemakai bahasa yang satu dengan yang lainnya saling memahami. Apabila seseorang diminta untuk menulis, maka berarti ia akan mengungkapkan perasaannya ke dalam bentuk tulisan. Jadi, menulis itu berarti melakukan dengan tulisan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa menulis adalah pengungkapan pikiran dan perasaan melalui tulisan. Tentu saja tulisan yang dipakai harus dipahami dan merupakan kesepakatan pemakai bahasa.
2. Pentingnya Keterampilan Menulis
Pada dasarnya mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran keterampilan berbahasa merupakan pelajaran yang variatif dan sangat menyenangkan dipelajari. Hal itu disebabkan oleh banyaknya wahana, sarana, alat, ataupun lingkungan di sekitar yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Melalui pembelajaran keterampilan berbahasa yang kreatif dan inovatif, dapat
14
meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga secara tidak langsung dapat memberikan pengalaman baru kepada siswa untuk memahami, mengkaji, mengeksplorasi, dan menganalisis materi pelajarannya.
Siswa memiliki banyak kesempatan untuk dapat mengungkapkan gagasan-gagasannya berdasarkan pengalaman yang diperoleh di lapangan, baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian, secara tidak langsung terjadi pembelajaran lintas bidang studi antara bahasa Indonesia dengan bidang studi yang lain.
Hal itu menunjukkan, bahwa tujuan berbahasa melalui pembelajaran bahasa Indonesia adalah untuk membina kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan ini biasanya dilaksanakan secara terpadu. Sehubungan dengan hal tersebut, keempat keterampilan berbahasa menurut Syafi’ie (2001: 17) bersumber dari kemampuan kebahasaan (language competence) dan kemampuan komunikatif (communicative competence).
Menulis adalah kegiatan penyampaian pesan (gagasan, perasaan, dan informasi) secara tertulis kepada pihak lain, baik sebagai salah satu bentuk komunikasi verbal maupun melalui lambang-lambang kebahasaan/bahasa tulis lainnya. Terkait dengan hal tersebut Akhadiah, dkk. (1998: 16) menyatakan, bahwa menulis melibatkan unsur penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, saluran atau medium tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan. Menurut Akhadiah dkk., menulis dapat diartikan sebagai
15
aktivitas pengekspresian ide, gagasan, pikiran, atau perasaan ke dalam lambang-lambang kebahasaan/bahasa tulis.
Terkait dengan hal tersebut, Syafi’ie (2001: 42) menambahkan, bahwa menulis merupakan keterampilan yang dapat dipelajari.
Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sudah diajarkan sejak siswa berada pada jenjang Sekolah Dasar. Hal itu disebabkan, menulis sebagai salah satu bentuk keterampilan berbahasa tentu saja diharapkan dapat dikuasai seseorang.
Menurut Tarigan (1993: 4) menulis adalah menirukan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang tersebut. Terkait dengan hal tersebut, Dimiyati (2002: 26) mengatakan bahwa antara membaca dan menulis terdapat hubungan yang saling menunjang dan melengkapi.
Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa. Pada umumnya keterampilan menulis diperoleh seseorang melalui sekolah formal. Sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa, keterampilan menulis harus dilatihkan agar siswa dapat mengungkapkan ide atau gagasan tertulisnya secara kohesif dan koherensif.
Apabila dihayati hakikat pembelajaran keterampilan menulis ada baiknya guru menganut paham, bahwa mengajarkan siswa menulis ibarat melatih seorang pemain catur. Siswa tidak cukup diperkenalkan fungsi setiap anak catur dan teori bermain catur yang handal, akan tetapi siswa harus diterjunkan langsung merasakan
16
permasalahan yang dihadapi dalam bermain catur, disertai dengan pengetahuan dan pengalaman pelatih. Oleh karena itu, siswa harus diberikan peluang sebesar-besarnya untuk terlibat secara emosional dalam seluruh proses pembelajaran menulis.
Keterampilan menulis oleh para ahli pengajaran bahasa ditempatkan pada tataran paling tinggi dalam proses pemerolehan bahasa. Hal ini disebabkan keterampilan menulis merupakan keterampilan produktif yang hanya dapat diperoleh sesudah keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, dan keterampilan membaca. Hal ini pula yang menyebabkan keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling sulit.
Meskipun keterampilan menulis sulit, namun peranannya dalam kehidupan manusia sangat penting. Kegiatan menulis dapat ditemukan dalam aktivitas manusia setiap hari, seperti menulis surat, laporan, buku, artikel, dan sebagainya. Dapat dikatakan, bahwa kehidupan menusia hampir tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan menulis.
Peranan menulis yang sangat tinggi sejalan dengan pendapat Tompkins, seorang ahli keterampilan berbahasa, yang menyatakan, bahwa masyarakat yang tidak mampu mengekspresikan pikiran dalam bentuk tulisan, akan tertinggal jauh dari kemajuan karena kegiatan menulis dapat mendorong perkembangan intelektual seseorang sehingga mampu berpikir kritis, hal ini diungkapkan oleh Tarigan (1992: 44) bahwa indikasi kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari maju-tidaknya komunikasi tulis bangsa itu.
17
Kenyataan di atas mengharuskan pembelajaran keterampilan menulis digalakkan sedini mungkin. Tidak mengherankan jika dalam kurikulum mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi, pembelajaran keterampilan menulis menjadi aspek pembelajaran bahasa Indonesia yang mendapat porsi yang cukup besar. Hal ini terlihat pada banyaknya porsi kegiatan keterampilan menulis dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Dewasa ini dibutuhkan pembenahan serius dalam pembelajaran keterampilan menulis. Meskipun dipahami, bahwa banyak faktor yang memengaruhi ketidakmampuan siswa dalam menulis, namun diakui, bahwa peranan guru sangat menentukan.
Kenyataan dewasa ini adalah pembelajaran keterampilan menulis yang banyak diterapkan di sekolah adalah pendekatan tradisional yakni mengajar siswa menulis secara langsung dengan memberikan judul, tema, atau topik tertentu. Siswa disuruh mengembangkan kerangka dengan penekanan pada aspek hasil tulisan.
Menulis yang lebih dikenal istilah ”mengarang” merupakan salah satu dari keempat keterampilan berbahasa (languange skill) yang diajarkan kepada siswa yang belajar bahasa pada umumnya dan bahasa Indonesia pada khususnya.
Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang produktif di mana penulis menghendaki siswa untuk menggali, menuangkan dan mengungkapkan gagasannya, perasaannya, dan pengalamannya, dengan penggunaan bahasa yang tepat. Namun pada kenyataannya tidak semua siswa dapat menunjukkan keterampilan tersebut. Di
18
dalam menulis, siswa merasa kurang keyakinan, dan minat, serta motivasi yang memadai untuk menulis.
Mengingat pentingnya menulis bagi siswa, guru seharusnya membangkitkan dan mempertahankan kegairahan siswa untuk menulis serta menjadikan menulis itu merupakan pekerjaan yang alami dan menyenangkan dengan memanfaatkan berbagai strategi atau teknik mengajar yang kondusif.
3. Pendekatan dalam Menulis Karangan Deskripsi
Menulis adalah bagian dari salah satu aktivitas dalam upaya pengekspresian ide/ gagasan, pikiran maupun perasaan yang dituangkan ke dalam lambang-lambang kebahasaan tulis. Untuk bisa kita menemukan hakikat menulis yang sebenarnya maka diperlukan sebuah pendekatan yang sesuai dengan tujuan dari penulisan kita, yaitu untuk apa dan untuk kalangan siapa kita menulis. Berkaitan dengan kegiatan menulis di atas, bahwa menulis karangan deskripsi merupakan kegiatan menulis yang menuangkan buah pikiran, gagasan, perasaan, pengalaman atau lainya ke dalam bahasa tulis.
Agar karangan kita sesuai dengan tujuan penulisannya, diperlukan suatu pendekatan. Pendekatan di sini adalah cara penulis meneropong atau melihat sesuatu yang akan dituliskannya. Penulis perlu mengambil sikap untuk dapat memperoleh gambaran/bayangan tentang objek yang akan ditulis. Ada dua cara pendekatan yang dimaksud, yaitu “Pendekatan Realistis” dan “Pendekatan Imperesionistis.”
19
a. Pendekatan realistis
Dalam pendekatan realistis ini penulis dituntut memotret hal/benda subjektif mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya. Ia bersikap seperti sebuah kamera yang mampu membuat detail-detail, rincian-rincian secara orisinal, tidak dibuat-buat dan harus dirasakan oleh pembaca sebagai sesuatu yang wajar.
b. Pendekatan impresionistis
Impresionistis adalah pendekatan yang berusaha menggambarkan sesuatu secara subjektif sesuai dengan impresi penulis. Isi tulisan harus memerikan sesuatu, namun cara pengungkapannya boleh dengan gaya atau cara pandang pribadi penulisnya. Dengan pendekatan ini dimaksudkan agar setiap penulis bebas dalam berekspresi, memberi, atau bagaimana cara ia menikmatinya (Finoza, 2009: 240-241).
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini adalah dengan pendekatan Realistis. Yang mana pendekatan ini berbasis pada keadaan nyata. Di sini siswa diajak untuk mengamati hal/benda subjektif berdasarkan pada keadaan yang dilihatnya. Ia bersikap seperti sebuah kamera yang mampu membuat detail-detail, rincian-rincian secara orisinal, tidak dibuat-buat dan harus dirasakan oleh pembaca sebagai sesuatu yang wajar.
4. Kriteria tulisan yang baik
Menurut Thomkins (1990:15), untuk mengukur kriteria tulisan yang baik, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
20
a. Kesesuaian topik yang meliputi: (1) relevansi, dan (2) akurasi.
b. Kesesuaian antarparagraf yang meliputi: (1) pengaruh terhadap pembaca, (2) kerekatan, argumen, dan butir (3) mudah dimengerti, (4) informasi diatur dengan terstruktur, (5) hubungan antarkalimat berjalan dengan lembut, (6) menukik langsung ke persoalan, (7) ide logis, dan (8) ide dan bukti relevan satu dengan yang lain.
c. Perolehan kata dan rangkaian kalimat yang meliputi: (1) tidak ada kesalahan ”spelling”, (2) formasi kata teratur dengan baik, (3) pilihan kata bervariasi, dan (4) model kalimat bervariasi.
Sedangkan menurut Enre (1994: 5) tulisan yang baik memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) tulisan yang baik selalu bermakna; tulisan yang baik harus mampu menyatakan sesuatu yang mempunyai makna bagi seseorang dan memberikan bukti terhadap apa yang dikatakan itu, (2) tulisan yang baik selalu jelas; sebuah tulisan dapat disebut jelas jika pembaca yang kepadanya tulisan itu ditunjukkan dapat membacanya dengan kecepatan yang tetap dan menangkap maknanya sesudah ia berusaha dengan cara yang wajar, (3) tulisan yang baik selalu padu dan utuh; sebuah tulisan dikatakan padu dan utuh jika pembaca dapat mengikutinya dengan mudah karena ia diorganisasikan dengan jelas menurut suatu perencanaan dan karena bahagian-bahagiannya dihubungkan satu dengan lainnya, baik dengan perantaraan pola yang mendasarinya atau dengan kata atau
21
frasa penghubung, (4) tulisan yang baik selalu ekonomis; penulis yang baik selalu tidak akan membiarkan waktu pembaca hilang dengan sia-sia, sehingga ia akan membuang semua kata yang berlebihan dari tulisannya. Seorang penulis yang ingin memikat perhatian pembacanya harus berusaha terus untuk menjaga agar karangannya padat dan lurus ke depan, (5) tulisan yang baik selalu mengikuti kaidah gramatika; di sini biasa juga disebut tulisan yang menggunakan bahasa yang baku, yaitu bahasa yang dipakai oleh kebanyakan anggota masyarakat yang berpendidikan dan mengharapkan orang lain juga menggunakannya dalam komunikasi formal dan informal khususnya dalam bentuk tulisan, (6) penyaksian akhir; tulisan dikatakan mantap atau kuat jika penulis memilih kata- kata yang menunjukkan kepada pembaca apa yang terjadi melalui gambaran yang jelas dengan menggunakan contoh-contoh dengan perbandingan yang menggugah, kongkrit, langsung dan efisien.
Keperibadian penulis muncul dari tulisannya, sehingga menjadikan pembaca merasakan dan berusaha mengkonfirmasikan ide-ide dan informasi yang terdapat dalam tulisan yang dibacanya.
Menurut Nursito (2000: 49) ciri-ciri karangan yang baik adalah:
(1) berisi hal-hal yang bermanfaat, (2) pengungkapan jelas, (3) penciptaan kesatuan dan pengorganisasian, (4) efektif dan efisien, (5) ketepatan penggunaan bahasa, (6) ada variasi kalimat, (6) vitalitas, (7) cermat, dan (8) objektif.
22
5. Proses Menulis
Kegiatan menulis merupakan keterampilan mekanis yang dapat dipahami dan dipelajari. Menulis sebagai suatu proses terdiri dari beberapa tahapan. Tompkins (1990) menguraikan lima tahapan menulis, yaitu pramenulis, siswa diberi kesempatan menentukan apa yang akan ditulis, tujuan menulis dan kerangka tulisan, setelah siswa menentukan apa yang akan ditulis dan sistimatika tulisan, siswa mengumpulkan bahan-bahan tulisan dengan menggunakan buku- buku dan sumber lainnya untuk memudahkan dalam penulisan. Pada pengendrapan, siswa dibimbing menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaannya dalam bentuk draf kasar. Pada tahap perbaikan, siswa merevisi drafan yang telah disusun. Siswa dapat meminta bantuan guru maupun teman sekelompok untuk membantu dan mempertimbangkan gagasan yang dikemukakan. Pada tahap penyuntingan, siswa dilatih untuk memperbaiki aspek mekanis (ejaan, tanda baca, pilihan kata, dan struktur kalimat) yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan. Hal ini dilakukan guna memperbaiki karangan sendiri maupun teman kelompok atau teman sekelas. Pada tahap publikasi siswa menyampaikan tulisan kepada teman sekelas untuk meminta masukan dari guru dan teman sekelas, agar mereka dapat berbagi informasi sehingga tulisan menjadi sempurnah.
Pada dasarnya, menulis merupakan proses kreatif. Proses itu mulai munculnya ide dalam benak penulis, menangkap dan menuangkan ide tersebut, mematangka ide tersebut dan menatanya
23
kemudian diakhiri dengan menuliskan ide tersebut dalam bentuk tulisan.
Penulis yang mampu menghasilkan tulisan sebenarnya hanyalah kebiasaan saja. Karena terlalu seringnya proses tersebut dilakukannya, maka setiap kali melakukan proses kreatif, seolah-olah proses tersebut berlangsung begitu cepat dan singkat. Namun pada dasarnya, tahapan proses tersebut tetap dilakukannya, hanya saja tahap yang satu dengan tahap yang berikutnya begitu berhimpitan (Tarigan, 1993).
Cepat atau lambat proses kreatif berlangsung sangat bergantung pada tingkat keterampilan penulis, semakin rendah tingkat keterampilan penulis, semakin lama proses tersebut berlangsung. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat keterampilan seorang penulis semakin cepat proses tersebut berlangsung.
Kegiatan menulis yang dilakukan sesungguhnya merupakan suatu kegiatan tunggal jika yang ditulis hanyalah tulisan sederhana, pendek, dan bahasanya sudah dikuasai. Akan tetapi, sebenarnya jika diamati secara cermat kegiatan menulis adalah suatu proses. Artinya, kegiatan itu melalui tiga tahap yaitu tahap prapenulisan, tahap penulisan dan tahap revisi.
a. Tahap prapenulisan
Tahap prapenulisan merupakan tahap persiapan menulis. Yang pertama dilakukan adalah menentukan topik tulisan. Kemudian, membatasi topik itu jika masih luas. Setelah itu menentukan tujuan.
24
Selanjutnya mempersiapkan atau mengumpul bahan penulisan dan sumbernya. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah menyusun kerangka tulisan.
Penyusunan kerangka tulisan merupakan kegiatan terakhir pada tahap prapenulisan masuk ke tahapan menulis yang sebenarnya. Untuk itu, perlu menilai kembali persiapan yang sudah dibuat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai penulisan tujuan, kelengkapan kerangka, kelogisan kerangka dan sebagainya.
b. Tahap penulisan
Pada tahap ini, penulis membahas setiap butir topik yang ada dalam kerangka tulisan yang disusun. Hal ini berarti, bahwa hendaknya menggunakan bahan-bahan yang sudah diklasifikasi.
Kadang-kadang pada saat ini disadari, bahwa masih diperlukan bahan lain.
Dalam pengembangan gagasan menjadi suatu tulisan yang utuh diperlukan bahasa. Itulah sebabnya, seorang penulis harus mampu memilih kata dan istilah yang tepat sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Kata-kata itu harus dirangkaikan menjadi kalimat- kalimat yang efektif. Selanjutnya, kalimat-kalimat harus disusun menjadi paragraf yang memenuhi persyaratan. tetapi itu saja belum cukup, tulisan harus menggunakan ejaan yang berlaku dan disertai tanda baca yang tepat.
25
c. Tahap revisi
Jika sudah selesai, tulisan yang dibuat dibaca kembali. Tulisan tersebut perlu direvisi (diperbaiki, dikurangi, atau diperluas) sebenarnya revisi sudah dilakukan pada tahap penulisan berlangsung, revisi yang dilakukan pada tahap ini adalah revisi secara menyeluruh sebelum naskah ini diketik.
Pada tahap ini biasanya penulis meneliti secara menyeluruh mengenai, sistematika penulisan, topik, menemukan gagasan, mengembangkan ide, pilihan kata, hubungan antarkalimat dalam paragraf, dan hubungan antarparagraf dalam karangan, ejaan, tanda baca, jika tidak ada lagi yang kurang memenuhi persyaratan, maka selesailah tulisan tersebut.
6. Menulis deskripsi
a. Hakikat tulisan deskripsi
Menulis deskripsi adalah menulis dengan rnenggunakan skema dan menghubungkannya dengan teks, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi gagasan dalam teks tersebut secara cermat (Sumarmo,2000: 34). Terkait dengan apa yang diungkapkan di atas, Nurgiyantoro (2001: 25) menyatakan, hahwa kemampuan menulis deskripsi berarti kemampuan produktif menulis gagasan secara bebas berdasarkan tema yang diberikan dengan pertolongan beberapa kata kunci, yakni mengonsep isi cerita, menyusun bahasa, atau membuat komposisi yang sesuai. Menulis deskripsi adalah
26
menulis dengan tujuan meyakinkan pembaca mengenai kebenaran atau fakta yang disampaikan oleh penulis secara logis, kritis, dan sistematis bukti-bukti yang dapat memperkuat keobjektifan dan kebenaran yang disampaikannya
Tulisan deskripsi pada hakikatnya adalah tulisan yang berpaya menggabarkan atau memaparkan dengan kata-kata secara jelas, rinci, dan hidup sehingga sesuatu seperti nyata adanya (Enre, 1994).
Sejalan dengan itu, Akhdiat (1995) mengemukakan, bahwa menulis deskripsi adalah upaya menggambarkan sesuatu sehingga alat indra pembaca seolah menyaksikan langsung objek yang dibaca. Pembaca seolah melihat, merasakan, mendengar, dirasakan apa yang dibaca.
Dilihat dari segi istilah menurut Rofiuddin, dkk. (2011: 117), deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan suatu objek (berupa orang, benda, tempat, kejadian dan sebagainya) dengan kata-kata dalam keadaan yang sebenarnya. Dalam karangan deskripsi penulis menunjukkan bentuk, rupa, suara, bau, rasa, suasana, situasi sesuatu objek. Dalam menunjukkan sesuatu tersebut penulis seakan-akan menghadirkan sesuatu kehadapan pembaca, sehingga seolah-olah pembaca dapat melihat, mendengar, meraba, merasakan objek yang dihadirkan oleh si penulis.
Slamet (2008: 103) mengungkapkan, bahwa deskripsi (pemerian) adalah wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasaran yang dituju yakni menciptakan atau memungkinkan terciptanya daya imajinasi (daya khayal) pembaca sehingga ia seolah-olah
27
melihat, mengalami, dan merasakan sendiri apa yang dialami oleh pembuat wacana. Disini penulis berusaha memindahkan kesan-kesan hasil pengamatan dan perasaannya kepada pembaca dengan membeberkan sifat dan semua perincian yang ada pada sebuah objek ke dalam wacana deskripsi. Oleh karena itu, menulis karangan deskripsi dapat dikatakan lebih menekankan pada dimensi ruang.
Hal senada dikemukakan oleh Syamsuddin, dkk. (2007: 81), bahwa paragraf deskripsi bertujuan menggambarkan suatu benda, tempat, keadaan, atau peristitiwa tertentu dengan kata-kata. Misalnya, menggambarkan objek berupa benda atau orang, digambarkan seolah-olah merasakan, menikmati, atau merasa menjadi bagiannya. Semuanya digambarkan dengan terperinci.
Pendapat lain mengemukakan, bahwa karangan deskripsi adalah karangan yang berisi gambaran mengenai suatu hal ataupun keadaan tertentu sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.
Dari berbagai pendapat di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa menulis karangan deskripsi adalah suatu jenis karangan yang melukiskan suatu objek tertentu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca dapat melihat, mendengar, merasakan, mencium secara imajinatif apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dicium oleh penulis tentang objek yang dimaksud
28
b. Tujuan tulisan deskripsi
Tarigan (2000) mengemukakan, bahwa tujuan tulisan deskripasi adalah megajak para pembaca bersama-sama menikmati, merasakan, memahami dengan sebaik-baiknya beberapa objek (sasaran, maksud) adegan, kegiatan (aktivitas), orang (pribadi, oknum) atau suasana hati (mood) yang telah dialami sang penulis.
Dengan tulisan tersebut, sang penulis terutama sekali bermaksud, menjelaskan, menerangkan, dan menarik minat serta perhatian pembaca.
Menurut Rosdiana, dkk. (2008: 3.21), bahwa menulis karangan deskripsi bertujuan membuat para pembaca menyadari dengan hidup apa yang diserap penulis melalui pancaindera, merangsang perasaan pembaca mengenai apa yang digambarkannya, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objek yang dideskripsikan mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan pancaindera kita, sebuah pemandangan alam, jalan-jalan kota, tikus-tikus selokan atau kuda balapan, wajah seseorang yang cantik, atau seseorang yang putus asa, alunan musik atau gelegar guntur, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Semi (1990: 66), bahwa menulis karangan deskripsi bertujuan untuk memberikan rincian atau detil tentang suatu objek, sehingga dapat memberi pengaruh pada emosi dan menciptakan imajinasi pembaca bagaikan melihat, mendengar, atau merasakan langsung apa yang disampaikan penulis.
29
Agar dapat menarik perhatian para pembaca, sudah barang tentu tulisan deskriptsi menuntut beberapa kualitas. Deskripsi yang baik tergantung pada tanggapan yang jeli, persepsi yang tajam, dan kosa kata atau perbendaharaan kata yang memadai untuk menyampaikan pengalaman tersebut dalam kata-kata yang konkret dan hkusus. Persepsi tergantung pada rasa ingin tahu, pada pengembangan sesuatu minat pada orang lain dan dunia tempat kita hidup. Untuk itu, harus diberi perhatian mendalam apa yang didengar, rasakan, cium sentuh, dan lihat bukan hanya sekadar meningkatkan mutu penulisan deskripsi tetapi justru menambahi kesenangan kenikmatan hidup.
Apapun yang dipilih sebagai pokok pembicaraan, semua indra harus siap siaga sehingga dapat menggambarkan pengalaman itu secara jelas dan lengkap dan ditejemahkan persepsi tesebut menjadi kosa kata yang berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan pengalaman secara tepat, hidup dan bersemangat, serta cerah kepada orang lain. Itulah menjadi cakupan utama tulisan deskripsi yakni terutama dituntut adalah daya tanggap yang tajam dan kepandaian menggunakan kosa kata yang memadai (Enre, 1994).
Berdasarkan pemaparan tentang tujuan menulis karangan deskripsi di atas, bahwa dalam menulis karangan deskripsi pembaca diharapkan akan terbawa oleh sesuatu yang dirasakan, dialami oleh penulis dengan begitu keduanya seolah terbawa dalam satu tempat maupun suasana yang sama.
30
7. Pendekatan dalam menulis karangan deskripsi
Menulis adalah bagian dari salah satu aktivitas dalam upaya pengekspresian ide/gagasan, pikiran maupun perasaan yang dituangkan ke dalam lambang-lambang kebahasaan tulis. Untuk bisa kita menemukan hakikat menulis yang sebenarnya maka diperlukan sebuah pendekatan yang sesuai dengan tujuan dari penulisan kita, yaitu untuk apa dan untuk kalangan siapa kita menulis. Berkaitan dengan kegiatan menulis di atas, bahwa menulis karangan deskripsi merupakan kegiatan menulis yang menuangkan buah pikiran, gagasan, perasaan, pengalaman atau lainya ke dalam bahasa tulis.
Agar karangan kita sesuai dengan tujuan penulisannya, diperlukan suatu pendekatan. Pendekatan di sini adalah cara penulis meneropong atau melihat sesuatu yang akan dituliskannya. Penulis perlu mengambil sikap untuk dapat memperoleh gambaran/bayangan tentang objek yang akan ditulis. Ada dua cara pendekatan yang dimaksud, yaitu “Pendekatan Realistis” dan “Pendekatan Imperesionistis.”
a. Pendekatan realistis
Dalam pendekatan realistis ini penulis dituntut memotret hal/benda subjektif mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya. Ia bersikap seperti sebuah kamera yang mampu membuat detail-detail, rincian-rincian secara orisinal, tidak dibuat-buat dan harus dirasakan oleh pembaca sebagai sesuuatu yang wajar.
31
b. Pendekatan impresionistis
Impresionistis adalah pendekatan yang berusaha menggambarkan sesuatu secara subjektif sesuai dengan impresi penulis. Isi tulisan harus memerikan sesuatu, namun cara pengungkapannya boleh dengan gaya atau cara pandang pribadi penulisnya. Dengan pendekatan ini dimaksudkan agar setiap penulis bebas dalam berekspresi, memberi, atau bagaimana cara ia menikmatinya (Finoza, 2009: 240-241).
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini adalah dengan pendekatan Realistis. Yang mana pendekatan ini berbasis pada keadaan nyata. Di sini siswa diajak untuk mengamati hal/benda subjektif berdasarkan pada keadaan yang dilihatnya. Ia bersikap seperti sebuah kamera yang mampu membuat detail-detail, rincian-rincian secara orisinal, tidak dibuat-buat dan harus dirasakan oleh pembaca sebagai sesuatu yang wajar.
8. Jenis tulisan deskripsi
Ditinjau dari segi bentuknya, tulisan deskripsi dibagi atas dua yaitu deskripsi faktual dan deskripsi pribadi (Tompkins, 1990).
Deskripsi faktual (berdasarkan fakta sesungguhnya) beranggapan bahwa subtansi-subtansi material atau hakikat-hakikat, kebendaan, ada dalam keberadaan yang bebas dari yang dilihat. Orang atau tempat, binatang, bangunan, barang, dan pemandanan dapat dilukiskan secara tepat dan objektif seperti keadaan yang sebenarnya, tanpa menghiraukan persepsi-persepsi, asiasi serta kesan pribadi dalam hati seorang penulis, yang penting adalah
32
kesetiaan dan kejituan terhadap subjek. Apa yang ditulis bukan seolah-olah tetapi seperti keadaan sesungguhnya bagi pengamat yang objektif. Tegasnya, harus menyatakan adanya dan tidak ditambah kurangi. Untuk hal ini harus memperhatikan organisasi, gaya, dan nada. Biasan ini lebih bagus jika disajikan dengan gaya sederhana dengan kalimat singkat. Nada dalam tulisan deskripsi factual hendaknya terdengar mencerminkan seorang yang berwenang berbicara dengan tenang dan sabar bukan seorang awam yang mengemukakan pendapat dan perasaannya.
Deskripsi pribadi didasarkan pada responsi pribadi terhadap objek suasana, situasi, dan pribadi-pribadi yang akan dibagikan kepada pembaca agar dinikmati bersama dengan harapan pembaca memunculkan respon yang sama sebagai bentuk kenikmatan. Yang penting adalah cara merasakan atau menanggapi objek tersebut berdasarkan ciptaan penulis. Dalam deskripsi pribadi harus diupayakan menarik perhatian para pembaca. Kalimat-kalimat pembuka yang tegas, dramatik, menggugah rasa ingin tahu, yang memancing perdebatan, yang kotroversial, menghasut propokatif, tentu dapat menolong minat pembaca. Cara apa pun yang digunakan harus mampu menarik minat pembaca, menimbulkan rasa ingin tahu dan mendorong mereka untuk mengalami. Berkaitan dengan nada harus tidak terbatas diisi dengan berbagai rasa seperti kemuakan, kejijikan, kepahitan, kepedihan, kekaguman, kecemasan, dan sebagainya terhadap situasi, benda, atau objek.
33
9. Teknik menulis deskripsi a. Deskripsi faktual
1) Susunan: mempunyai aturan tertentu sehubunan dengan tempat dan ruang. Dari atas ke bawah, kanan ke kiri, besar ke kecil, dsb. Bersifat logis konsisten dan tetap. 2) Gaya: kalimat harus singkat dan sederhana penekanan pada kata benda dan keadaan bukan kata kerja. 3) Nada faktual, srius, dan formal; logis, objektif, dan masuk akal.
b. Deskripsi pribadi
1) Susunan: mempunyai aturan tertentu sehubunan dengan tempat dan ruang tetapi kalimat pembuka harus menarik hati pembaca dan menentukan suasana yang dominan. 2) Gaya: harus rinci penggambarannya. Kata, frase harus kaya dan membangkitkan respon emosi 3) Nada: faktual serius, dan formal; logis, objektif, dan masuk akal hendaknya ditulis dengan perasaan. Rasa hendaknya terdegar jelas. (Tompkins. 1988).
Contoh tulisan deskriptif
Tolong Kasihani Kami
Seandainya penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) bisa bicara mungkin yang terucap adalah kalimat judul tulisan ini. Sayangnya, bersuara pun penyu-penyu itu
34
tidak mampu. Kita tidak tahu apa yang dirasakannya saat pisau menyayat leher dan perutnya.
Di Jalan Sidakarya, kawasan Sesetan Denpasar, lebih dari 20 ekor penyu hijau tergeletak di halaman, tidak bisa bergerak karena kaki depannya terikat. Hanya kepala bergerak atau matanya menyipit.
Karapas yang tadinya selalu terkena air laut nampak kering. Kadang penyu-penyu itu berhari-hari kekeringan menanti datangnya ajal di ujung pisau.
Sore itu, salah satu di antaranya sudah diletakkan terbalik di atas alas penjagalan. Ada desih lirih yang hampir-hampir tidak terdengar. Kaki belakang penyu yang tidak diikat meronta-ronta dan matanya berkedip-kedip ketika lehernya diiris pisau. Darah segar segera menetes ke ember penampungan. Semakin lama darah semakin deras mengalir karena luka irisan semakin besar menganga.
Darah mulai berhenti mengalir saat leher hampir putus.
Di Tanjung Benoa, Bali, tempat penjagalan penyu lainnya di Pulau Bali, penyu dijagal lebih sadis. Penyu dalam keadaan hidup ketika Sanusi, 52, mengiris sambungan lunak karapas bawah dan karapas atas. Tidak terdengar suara apa pun dari sang penyu. Yang terdengar hanya bunyi mata pisau menyayat kulit lunak. Penyu sebesar hampir satu meter itu mencoba meronta walaupun itu tentu sia-sia. Kaki depannya telah diikat jadi satu. Hanya kaki belakang dan kepalanya yang bisa bergerak-gerak.
Kemudian dengan paksa, karapas bawahnya dibetot sampai lepas dari tubuhnya. Nampak isi bagian dalam yang tercabik berlumur
35
darah. Siksaan belum berakhir sampai di sini. Saat daging dan isi perutnya diambil pun nampak kepala, kaki dan ekornya masih bergerak-gerak kesakitan, sampai akhirnya dia betul-betul mati.
(file:///E:/.TEsis%20UMM/deskripsi..htm.)
Contoh Lain
Kilometer Nol, Sebuah Lambang
Sebuah tugu di ujung Utara pulau Weah Aceh, berdiri tegak setinggi delapan meter. Landasannya, beton berteratak mirip tangga bersusun lima. Dengan panjang dan lebar sekitar enam meter. Tentu itu terletak di sebuah semak belukar di bilangan Jaboi, kotamadya Sabang. Itulah kilometer nol Indonesia. Berada di tugu itu, terasa sesuatu merayap di kalbu, perasaan keindonesiaan. Lagu patriotik Dari Sabang sampai Marauke seakan-akan tergiang-ngiang di telinga.
Kita sedang menginjak setapak tanah di ujung paling Barat Nusantara. Lambang Garuda begitu megah bertenger di puncak tugu.
Di bawah kaki Sang Garuda, ada relief yang melukiskan untaian zamrud kepulauan di Indonesia. Memang, sempat timbul tanda tanya, apakah kilometer nol ini benar menjadi ukuran pasti dimulainya bentangan jalan raya dari ujung Barat Indonesia ke Timur. Akan tetapi, berada dititik itu, slogan Sabang-Marauke tiba-tiba menjadi sangat bermakna. Dari titik nol kilometer ini, jalan hanya selebar 3 meter. Itupun hanya permukaan sekitar 2 meter yang kelihatan, selebihnya tertutup semak belukar. Sulit dibayangkan, jika ada
36
kendaraan 2 arah berada di jalur itu. Jarak kilometer nol ke kota Sabang 22,5 Km. Lalu, dari Sabang terbentang lagi jarak 28 mil laut atau hampir 52 Km dan tiga jam perjalanan feri ke ujung utara Sumatra.
Jalan menuju kilometer nol hampir tak berbicara sebagai sebuah jalan raya. Kilometer nol pun seakan-akan tak berbicara sebagai tanda kilometer di tempat lain. Bahkan pualam bertuliskan
”KM0” telah dicopot tangan-tangan jahil. Sedangkan tugu-tugu yang kesepian itu tak pernah dihiraukan sebagai tanda kilometer jalan raya.
Akan tetapi, dalam keheningan belukar di Jaboi, di bawah bola-bola awan yang keperakan, di sela-sela deburan ombak, tugu itu tetap tegar sebagai sebuah lambang yang berbicara tentang kesatuan Indonesia.
RUANG KELAS WINA
Wina membuka pintu kelasnya perlahan-lahan. Dilihatnya sebuah jendela yang terbuka. Di bawah jendela, tampak sebuah meja guru yang memakai taplak putih. Di atas taplak putih itu ada sebuah vas bunga dari kayu. Vas bunga tersebut bergambar beberapa kuntum bunga matahari seperti bunga yang ada didalamnya. Di sebelahnya tergeletak sebuah agenda kelas yang terbuka dan kalender duduk. Wina lalu memasuki ruang kelasnya dengan langkah yang lambat. Dia memalingkan pandangan ke arah kanan. Tampak satu buah white board yang bersih tanpa coretan. Di sebelah kiri white board tersebut, terpasang sebuah tempat spidol berwarna biru
37
muda, serasi dengan dinding yang bercatut biru tua. Dan di sebelah kanan white board terpasang satu papan madding yang penuh tulisan-tulisan karya siswa. Wina memutar pandanganya ke belakang kelas. Ada sebuah pribahasa berbahasa inggris yang berwarna kuning bertuliskan ‘practice make perpect’ dibawahnya terpasang sebuah system periodik unsur-unsur di kiri kananya juga terpasng sebuah denah duduk dan daftar kelompok belajar. Selain itu, ditatapnya dinding kiri kelas.
Di sana terpasang struktur organigram dan sebuah daftar regu kerja dari karton berwarna kuning. Struktur organigram dan daftar regu kerja tersebut ditutupi oleh plastic bening.
Wina berpaling kedinding kanan. Disana tergantung daftar pelajaran berwarna kuning. Daftar pelajaran itu disusun tak berurutan, huruf-hurufnya pun dari guntingan majalah. Meski tampak tidak rapi,namun cukup bagus dan menarik.
Wina menyusuri deretan bangku kosong di depanya. Tak usah dihitung lagi karena pasti ada 40 meja dan 80 kursi. Dan tanpa kata wina berjalan kebangkunya sendiri, dan duduk manis disana.
(http//:bersasi. blogspot.com.)
10. Media pembelajaran
a. Pengertian media pembelajaran
Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan.
Menurut bovee dalam bukunya (hujar AH sanaky (2009:3) media