HUBUNGAN GANGGUAN LAPANG PANDANGAN DENGAN KETEBALAN RETINA DAN OPTIC DISC PADA PENDERITA
GLAUCOMA SUDUT TERBUKA PRIMER (POAG)
TESIS
Oleh
CUT MASDALENA NIM : 077110007
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
HUBUNGAN GANGGUAN LAPANG PANDANGAN DENGAN KETEBALAN RETINA DAN OPTIC DISC PADA PENDERITA
GLAUCOMA SUDUT TERBUKA PRIMER (POAG)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Mata dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Mata pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Oleh
CUT MASDALENA NIM : 077110007
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
Judul Tesis : “Hubungan Gangguan Lapang Pandangan dengan Ketebalan Retina dan Optic Disc pada penderita Glaucoma Sudut Terbuka Primer (POAG)”
Nama Mahasiswa : Cut Masdalena Nomor Induk Mahasiswa : 077110007
Program Studi : Ilmu Kesehatan Mata
Telah disetujui :
Dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked (Oph),SpM Pembimbing
__________________________________________________________________
Prof. Dr. H. Aslim D. Sihotang, SpM (KVR) Pembimbing
__________________________________________________________________
Dr. Aryani A. Amra, M.Ked (Oph),SpM Ketua Program Studi
__________________________________________________________________
Dr. Delfi, M.Ked (Oph),SpM (K) Ketua Departemen
Tanggal Lulus : 24 April 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua baik yang kutipan maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar
Nama : Cut Masdalena
NIM : 077110007
Tanda Tangan :
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Cut Masdalena
NIM : 077110007
Program Studi : Ilmu Kesehatan Mata Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non Exclusif Free Right) atas tesis saya yang berjudul :
“Hubungan Gangguan Lapang Pandangan dengan Ketebalan Retina dan Optic Disc pada penderita Glaucoma Sudut Terbuka Primer (POAG)”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemilik hak cipta.
Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan Pada tanggal : 24 April 2013 Yang Menyatakan
(Cut Masdalena)
ABSTRAK
Latar Belakang : Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua didunia setelah katarak dan penyebab kebutaan lainnya. Glaukoma sudut terbuka primer ( POAG) merupakan glaukoma yang tidak disertai dengan kelainan sistemik atau okular yang menyebabkan peningkatan tahanan aliran humor akuos atau kerusakkan saraf optik.
Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui hubungan gangguan lapang pandangan dengan ketebalan retina dan optik disk pada pasien POAG di RSUD. H. Adam Malik Medan.
Metode : Penelitian ini dengan desain cross sectional yang bersifat analitik dan Pengambilan data dilakukan dengan sekali pengukuran. Pasien terdiri dari 31 subjek (62 mata), kemudian dilakukan pemeriksaan optic disc dan RNFL (Retinal Nerve fiber layer) dengan OCT / Optical Coherence Tomography (stratus OCT, carl zeiss) dilanjutkan dengan pemeriksaan Lapang Pandangan dengan Perimetri.
Hasil : Pada pasien POAG terjadi neuropati optik yang berhubungan dengan terjadinya perubahan struktur optic disc dan penipisa retina yang mendahului perkembangan kehilangan lapang pandangan. Pada pemeriksaan lapang pandangan dengan optic disc, memperlihatkan pada perubahan optic disc bagian disc area signifikan dengan gangguan lapang pandangan (p=0.007). Pada pemeriksaan lapang pandangan dengan RNFL, memperlihatkan pada gangguan lapang pandangan signifikan dengan penipisan RNFL kuadran superior (p=0.002), inferior (p=0.021) dan nasal (p=0.027). Pada pemeriksaan optic disc dengan RNFL memperlihatkan perubahan optic disc bagian disc area dan cup disc horizontal ratio disertai dengan penipisan RNFL signifikan dengan RNFL kuadran nasal (p=0.026).
Kesimpulan : Hasil ini menunjukkan terjadi neuropati optik yang berhubungan dengan terjadinya perubahan struktur optic disc dan penipisan retina yang mendahului perkembangan kehilangan lapang pandangan pada POAG.
Kata Kunci : POAG, Optc Disc, Lapang Pandangan, RNFL.
ABSTRACT
Background : Glaucoma is the second leading cause of blindness in the world after cataract. Primary Open Angle Glaucoma (POAG) is not accompanied by sistemic or ocular abnormalities that cause an increase in aquous humor flow resistance or damage to the optic nerve.
Purpose : This study to determine the correlation between visual field disturbance with retinal thickness and optic disc in primary open angle glaucoma patient in Adam Malik hospital.
Method : This study based on analytic with cross sectional design that collecting data by single measurement. The Patients consist of 31 subject (62 eyes), they underwent the optic disc and retinal nerve fiber layer examination with OCT / Optical Coherence Tomography (stratus OCT, carl zeiss), followed by perimetry for visual field evaluation.
Result : In primary open angle glaucoma patient neuropathy optic associated with changing in the optic disc structure and retinal thinning which precedes the development of visual field loss. On visual field examination showing the optic disc change significant parts of the disc area with visual field disturbance (p=0.007). On visual field examination showing significant visual field disturbances with superior (p=0.002), inferior (p=0.021) and nasal (p=0.027) quadrant RNFL thinning. An optic disc with RNFL examination showing optic disc area and cup disc parts disc changes in horizontal ratio, accompanied by a significant RNFL thinning with nasal quadrant RNFL (p=0.026).
Conclusion : This study showed that in primary open angle glaucoma patient neuropathy optic associated with changing in the optic disc structure and retinal thinning which precedes the development of visual field loss.
Keyword : POAG, optic disc, visual field, RNFLS.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrohim,
Puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis pada Ilmu Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Delfi, SpM (K), M. Ked (Oph), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis mengikuti pendidikan dan keahlian dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis.
2. Dr. Hj. Aryani Atiyatul Amra, SpM, Mked (Oph) dan Dr. Bobby R Erguna Sitepu, SpM, M.Ked (Oph) selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Kesehatan Mata FK USU yang telah sangat banyak membantu, membimbing dan mengarahkan penulis menjadi dokter Spesialis Mata yang siap mengamalkan spesialisasi tersebut kepada masyarakat.
3. Prof. Dr. H. Aslim D Sihotang, SpM (KVR) dan DR. dr. Masitha Dewi Sari, SpM, M.Ked (Oph), sebagai pembimbing yang memberikan fasilitas pemeriksaan fundus kamera bimbingan, serta telah meluangkan waktu untuk berdiskusi sehingga memberikan kemudahan dan kelancaran dalam pelaksanaan
4. Para Guru-guru, Prof. Dr. H. Aslim D Sihotang, SpM (KVR), Dr. H. Mohd.
Dien Mahmud, SpM, Dr. H. Chairul Bahri AD, SpM, Dr. H. Azman Tanjung, SpM, Dr. Masang Sitepu, SpM, Dr. Suratmin, SpM (K), Dr.
H.Bachtiar, SpM (K), (Alm) Dr. H. Abdul Gani, SpM, Dr. Hj. Adelina Hasibuan SpM, Dr. Hj. Nurhaida Djamil, SpM, Dr. Beby Parwis, SpM, Dr.
Syaiful Bahri, SpM, Dr. Riza Fatmi SpM, Dr. Pinto Y Pulungan, SpM (K), Dr. Hj.Heriyanti Harahap, SpM, Dr. Hj. Aryani Atiyatul Amra,SpM, M.Ked (Oph), Dr. Delfi, SpM (K), M.Ked (Oph), Dr.H. Hasmui,SpM, Dr.
Nurchaliza H Siregar, SpM, M.Ked (Oph), Dr.dr. Masitha Dewi Sari, SpM, M.Ked (Oph) Dr, Rodiah Rahmawaty Lubis, SpM, M.Ked (Oph), Dr. Bobby Ramses Erguna Sitepu, SpM, M.Ked (Oph), Dr. T. Siti Harilza Zubaidah, SpM, M.Ked (Oph), Dr. Vanda Virgayanti, SpM, M.Ked (Oph), Dr. Ruly Hidayat SpM, M.Ked (Oph), Dr. Fithria Aldy SpM, M.Ked (Oph), Dr.
Marina Albar, SpM, M.Ked (Oph), penulis haturkan hormat dan terimakasih yang tak terhingga atas perhatian, kesabaran, bimbingan, dan kesediaan berbagi pengalaman selama mendidik penulis di bagian Ilmu Kesehatan Mata.
5. Drs. Abdul Djalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu dalam diskusi dan pengolahan data penelitian ini.
6. Keluarga besar Perdami Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan pada penulis menjadi bagian dari keluarga besar Perdami dan membantu dalam meningkatkan keahlian di bidang kesehatan mata.
7. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan.
8. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
9. PPDS Ilmu Kesehatan Mata (Teman-teman dan adik-adik semua) yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat, sekaligus mengisi hari-hari penulis dengan persahabatan, kerjasama, keceriaan dan kekompakan dalam menjalani kehidupan sebagai residen.
10. Seluruh perawat/paramedik di RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr. Pirngadi Medan dan di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, dan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU, terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.
11. Para pasien yang pernah penulis lakukan pemeriksaan selama pendidikan dan juga pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.
Rasa hormat dan terimakasih tak terhingga kepada kedua orangtua penulis tercinta, ayahanda H. M. Amin AS dan ibunda H. Zainidar Husen, tak terbalaskan segala doa, kebaikan, kasih sayang dan pengorbanan, hanya doa tulus dari ananda agar Allah SWT membalas kebaikan ayah dan ibunda dengan Ridha Nya. Terimakasih penulis haturkan pula kepada kedua mertua tercinta, ayahanda (Alm) H. Amiruddin T dan ibunda H. Waliyah, juga kepada Abang, kakak, adik serta kakak ipar.
Kepada suami tercinta, Ansor Hawari, ST, juga ananda tersayang M. Farhan
atas pengertian, kesabaran, kasih sayang, doa dan motivasi yang menjadi semangat ibunda dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Akhirnya kepada semua yang telah berpartisipasi tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain ucapan terimakasih setulus-tulusnya, semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan.Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. LATAR BELAKANG ... ... 1
1.2. RUMUSAN MASALAH ... ... ... 4
1.3. TUJUAN PENELITIAN ... ... 5
1.4. MANFAAT PENELITIAN ... ... 5
1.5. HIPOTESIS PENELITIAN ... ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 6
2.1. DEFINISI ... ... 6
2.2. FISIOLOGI AKUOS HUMOR ... ... 6
2.3. HUBUNGAN TEKANAN INTRAOKULAR DAN ALIRAN AKUOS HUMOR ... ... 9
2.4. EPIDEMIOLOGI ... ... 10
2.5. PATOGENESA ... ... 11
2.6. EVALUASI KLINIS NERVUS OPTIKUS ... ... 14
2.7. GAMBARAN KLINIS ... ... 16
2.9. DIAGNOSA ... ... 21
2.10. DIAGNOSA BANDING ... ... 22
2.11. KOMPLIKASI POAG ... ... 22
2.12. PROGNOSA ... ... 22
2.13. KERANGKA KONSEPSIONAL ... ... 27
2.14. DEFINISI OPERASIONAL ... ... 27
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... ... 29
3.1. DESAIN PENELITIAN ... ... 29
3.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN ... ... 29
3.3. POPULASI PENELITIAN ... ... 29
3.4. KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI ... ... 30
3.5. IDENTIFIKASI VARIABEL ... ... 31
3.6. ALAT DAN BAHAN ... ... 31
3.7. JALANNYA PENELITIAN DAN CARA KERJA ... ... 32
3.8. PERSONAL PENELITIAN ... ... 33
3.9. BIAYA PENELITIAN ... 33
3.10. ANALISA DATA ... 34
3.11. PERTIMBANGAN ETIKA ... 34
3.12. LAMA PENELITIAN ... 34
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 35
BAB V. PEMBAHASAN ... 42
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 44
6.1. KESIMPULAN ... 44
6.2. SARAN ... ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
LAMPIRAN ... 48
1. Lembaran Penjelasan kepada Calon Subyek Penelitian ... 48
2. Surat Pernyataan Persetujuan ( Informed Consent) ... 49
3. Surat Persetujuan Komite Etika ... 50
4. Daftar Riwayat Hidup Peneliti ... 53
5. Master Data ... 55
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 35
Tabel 4.2 Karakteristik Kelompok Umur Subjek Penelitian ... 35
Tabel 4.3. Hubungan lapang pandangan dengan optic disc pada penderita POAG .... 36
Tabel 4.4. Hubungan lapang pandangan dengan RNFL pada penderita POAG ... 37
Tabel 4.5. Hubungan optic disc dengan RNFL Superior pada penderita POAG .. ... 38
Tabel 4.6. Hubungan optic disc dengan RNFL Inferior pada penderita POAG ... 39
Tabel 4.7. Hubungan optic disc dengan RNFL Nasal pada penderita POAG ... 40
Tabel 4.8. Hubungan optic disc dengan RNFL Temporal pada penderita POAG . ... 41
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Nama
Penulisan pertama kali
pada halaman
POAG Primary Open Angle Glaucoma ... 1
TIO Tekanan intra okuli ... 2
OCT Optical Coherence Tomography ... 3
RNFL Retinal Nerve fiber layer ... 3
RGCs Retinal Gangglion Cell ... 14
CDR Cup Disc Ratio ... ... 14
NFLA Nerve fiber layer analyzer ... 23
TSINT Temporal Superior Inferior Nasal Temporal ... 26
CDHR Cup Disc Horizontal Ratio ... 36
CDVR Cup Disc Vertical Ratio ... 36
CDAR Cup Disc Area Ratio ... 36
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Gambar 1. A. Nervus optik glaukoma ... 13
Gambar 2. Scotoma arcuata pada area 10º-20º dari fiksasi ... 20
Gambar 3. Nasal step berupa depresi ... 20
Gambar 4. Defek altitudinal . ... 20
Gambar 5. Hilang lapang pandangan advanced pada glaucomatous ... 20
Gambar 6. Foto lapisan serabut saraf menunjukkan defek ... ... 21
Gambar 7. ONH-analysir report (Ver.3.0). ... 25
ABSTRAK
Latar Belakang : Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua didunia setelah katarak dan penyebab kebutaan lainnya. Glaukoma sudut terbuka primer ( POAG) merupakan glaukoma yang tidak disertai dengan kelainan sistemik atau okular yang menyebabkan peningkatan tahanan aliran humor akuos atau kerusakkan saraf optik.
Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui hubungan gangguan lapang pandangan dengan ketebalan retina dan optik disk pada pasien POAG di RSUD. H. Adam Malik Medan.
Metode : Penelitian ini dengan desain cross sectional yang bersifat analitik dan Pengambilan data dilakukan dengan sekali pengukuran. Pasien terdiri dari 31 subjek (62 mata), kemudian dilakukan pemeriksaan optic disc dan RNFL (Retinal Nerve fiber layer) dengan OCT / Optical Coherence Tomography (stratus OCT, carl zeiss) dilanjutkan dengan pemeriksaan Lapang Pandangan dengan Perimetri.
Hasil : Pada pasien POAG terjadi neuropati optik yang berhubungan dengan terjadinya perubahan struktur optic disc dan penipisa retina yang mendahului perkembangan kehilangan lapang pandangan. Pada pemeriksaan lapang pandangan dengan optic disc, memperlihatkan pada perubahan optic disc bagian disc area signifikan dengan gangguan lapang pandangan (p=0.007). Pada pemeriksaan lapang pandangan dengan RNFL, memperlihatkan pada gangguan lapang pandangan signifikan dengan penipisan RNFL kuadran superior (p=0.002), inferior (p=0.021) dan nasal (p=0.027). Pada pemeriksaan optic disc dengan RNFL memperlihatkan perubahan optic disc bagian disc area dan cup disc horizontal ratio disertai dengan penipisan RNFL signifikan dengan RNFL kuadran nasal (p=0.026).
Kesimpulan : Hasil ini menunjukkan terjadi neuropati optik yang berhubungan dengan terjadinya perubahan struktur optic disc dan penipisan retina yang mendahului perkembangan kehilangan lapang pandangan pada POAG.
Kata Kunci : POAG, Optc Disc, Lapang Pandangan, RNFL.
ABSTRACT
Background : Glaucoma is the second leading cause of blindness in the world after cataract. Primary Open Angle Glaucoma (POAG) is not accompanied by sistemic or ocular abnormalities that cause an increase in aquous humor flow resistance or damage to the optic nerve.
Purpose : This study to determine the correlation between visual field disturbance with retinal thickness and optic disc in primary open angle glaucoma patient in Adam Malik hospital.
Method : This study based on analytic with cross sectional design that collecting data by single measurement. The Patients consist of 31 subject (62 eyes), they underwent the optic disc and retinal nerve fiber layer examination with OCT / Optical Coherence Tomography (stratus OCT, carl zeiss), followed by perimetry for visual field evaluation.
Result : In primary open angle glaucoma patient neuropathy optic associated with changing in the optic disc structure and retinal thinning which precedes the development of visual field loss. On visual field examination showing the optic disc change significant parts of the disc area with visual field disturbance (p=0.007). On visual field examination showing significant visual field disturbances with superior (p=0.002), inferior (p=0.021) and nasal (p=0.027) quadrant RNFL thinning. An optic disc with RNFL examination showing optic disc area and cup disc parts disc changes in horizontal ratio, accompanied by a significant RNFL thinning with nasal quadrant RNFL (p=0.026).
Conclusion : This study showed that in primary open angle glaucoma patient neuropathy optic associated with changing in the optic disc structure and retinal thinning which precedes the development of visual field loss.
Keyword : POAG, optic disc, visual field, RNFLS.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di dunia setelah katarak dan penyebab kebutaan lainnya. Kebutaan karena glaukoma sudut terbuka (Primary Open Angle Glaucoma / POAG) merupakan kasus penting di US dan lebih sering menyebabkan kebutaan pada kulit hitam. Prevalensi POAG di USA 1,29 % mengenai usia > 40 tahun. Perkiraan di USA dan UK tahun 2000 antara 84.000-116.000 (12% dari seluruh kasus) mengalami kebutaan pada kedua mata (koreksi tajam penglihatan terbaik ≤ 20/200 atau lapang pandangan <20°).Dengan meningkatnya populasi di USA, jumlah pasien POAG diperkirakan meningkat 50
% sampai 3,36 juta pada tahun 2020 (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Vaughan , 2010) (Ilyas, 2007).
Glaukoma sudut terbuka primer (Primary Open Angle Glaucoma / POAG) merupakan glaukoma yang tidak disertai dengan kelainan sistemik atau okular yang menyebabkan peningkatan tahanan aliran humor akuos atau kerusakkan saraf optik. Sering dijumpai pada usia diatas 40 tahun, pada orang kulit hitam, jenis kelamin perempuan, tekanan intraokular >21 mmHg (dengan tekanan intraokuler rata-rata antara 10 – 21 mmHg) (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010).
Glaukoma sudut terbuka primer (Primary Open Angle Glaucoma / POAG) adalah glaukoma yang paling sering, dengan karakteristik kronis/serangan perlahan-lahan, neuropati optik dengan gambaran kerusakan saraf optik dan hilangnya lapang pandangan. Peningkatan tekanan intraokuli (TIO) merupakan faktor resiko utama terjadinya POAG, selain faktor lainnya seperti ras, penurunan ketebalan kornea sentral, usia lanjut, adanya riwayat keluarga dan keturunan, miopia, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular (hipertensi), dan penyakit retina (oklusi vena retina),merokok. TIO normal kira-kira 10-21 mmHg dengan 2 SD (Standar Deviasi) diatas atau dibawah TIO rata-rata. Beberapa penelitian studi menujukkan 30-50% mengalami kerusakan glaukoma neuropati optik dan atau hilangnya lapang pandangan dengan tekanan <22 mmHg pada awal skrining TIO (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Saunders, 2005) (Sihota, 2007) (Khurana, 2007).
Gambaran klinis POAG, serangan tersembunyi/asimptomatik, tidak menunjukkan gejala yang spesifik sampai terjadi hilangnya lapang pandangan, perjalanan penyakit lambat dan tidak sakit. Biasanya bilateral, tetapi dapat juga unilateral, Serangan mengenai orang dewasa (>40 tahun).Pasien mengalami sakit kepala ringan dan sakit disekitar mata, adaptasi terhadap gelap lambat. Tajam penglihatan sentral secara relatif tidak terpengaruh sampai terjadi hilangnya lapang pandangan. Peningkatan TIO, TIO turun naik setiap hari, kerusakan optic disc (cupping, pembuluh darah nasalisasi/bayonetting, lapisan serabut saraf), perubahan lapang pandangan dan gonioskopi (sudut terbuka). (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Khurana, 2007).
Pemeriksaan mata berupa tajam penglihatan, tonometri aplanasi / schiotz / non kontak, slit-lamp biomicroscope dengan lensa Hruby, posterior pole contact lens, atau lensa 60, 78, 90 D, gonioskopi, oftalmoskopi, perimetri, Optical Coherence tomography (OCT) (American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010) (Kansky, 2005) (Saunders, 2005) (Sihota, 2007) (Depkes, 2010).
Prognosa POAG tergantung cepat tidaknya diagnosa ditegakkan. Jika POAG terdiagnosa lebih awal maka prognosanya jauh lebih baik. Tanpa pengobatan prognosanya akan lebih buruk. Pasien POAG beresiko tinggi terhadap kebutaan ( American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Sihota, 2007) (Benjamin, 2007).
Perimetri merupakan alat pemeriksaan fungsi lapang pandangan.
Pemeriksaan perimetri dilakukan dengan mata terfiksasi sentral yang bermanfaat dalam menegakkan stadium glaukoma, baik stadium awal, stadium lanjut dan stadium akhir. Penilaian lapang pandangan merupakan hal yang penting dilakukan pada glaukoma, dimana penyakit ini berpotensi terjadinya kebutaan. Pemeriksaan klinis dari saraf optik dan perimetri otomatis adalah gold standart untuk pengelolaan glaukoma. Diketahui hilangnya Retina Nerve Fiber Layer (RNFL) 30-50 % didapati sebelum terjadi perubahan lapang pandangan pada pemeriksaan Standart Automated Perimetry (Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Neuro Ophthalmology, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Novita, 2008).
Ocular Coherence Tomography (OCT) adalah pemeriksaan non invasif yang dapat mencitrakan optic nerve head seperti neuroretinal rim area, disc area, cup area, cup volume, cup disc area ratio, cup disc horizontal ratio dan cup disc vertical ratio. OCT menggunakan metode tomografi koherensi optik yang mampu menciptakan gambar digital melalui penggunaan sinar cahaya khusus untuk mencitrakan gambaran saraf optik dan mengukur ketebalan serabut saraf retina.
OCT dapat mendeteksi hilangnya serabut saraf optik sedini mungkin dan juga lebih memberikan konstribusi yang besar untuk mendeteksi dini adanya glaukoma sebelum didapatkan gangguan lapang pandangan, sehingga perkembangan penyakit dapat dicegah (Akiyasu , 2003) ( Mitra , 2009) (Dennis , 2008) (Balada , 2007) ( Agustiawan , 2007) (Glenn, 2004) (Novita, 2008).
1.2. RUMUSAN MASALAH
Pada POAG terjadi neuropati optik yang disertai dengan hilangnya lapang pandangan dan tekanan intraokuli merupakan faktor resiko utama. Terjadi perubahan struktur pada optic disc dan perubahan ketebalan retina yang mendahului perkembangan kehilangan lapang pandangan pada glaukoma (Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010). Sehingga perlu dinilai gambaran kehilangan lapang pandangan, ketebalan retina dan gambaran optic disc agar dapat diketahui sejauh mana sudah terjadi gangguan pada pasien POAG tersebut.
1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Umum :
• Untuk mengetahui hubungan gangguan lapang pandangan dengan ketebalan retina dan optic disc pada pasien POAG.
1.3.2. Khusus :
• Untuk menilai gangguan lapang pandangan pada pasien POAG.
• Untuk mengukur ketebalan retina pada pasien POAG.
• Untuk menilai optic disc pada pasien POAG.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
• Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada RSUP H.
Adam Malik Medan mengenai POAG yang dapat menjadi acuan dibuat suatu sistem dalam hal yang berkaitan dengan POAG.
• Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi data untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan POAG.
1.5. HIPOTESIS PENELITIAN
Adanya hubungan gangguan lapang pandangan dengan ketebalan retina dan optic disc pada pasien POAG.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Glaukoma sudut terbuka primer (Primary Open Angle Glaucoma / POAG), adalah glaukoma yang paling sering, dengan karakteristik kronis/serangan perlahan-lahan, neuropati optik dengan gambaran kerusakan saraf optik dan hilangnya lapang pandangan. Peningkatan tekanan intraokular merupakan faktor resiko utamanya (American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010) (Kansky, 2005) (Saunders, 2005) (Sihota, 2007).
2.2. FISIOLOGI AKUOS HUMOR
Akuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi ruang bilik mata depan dan belakang. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari plasma. Komposisi akuos humor serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea dan glukosa yang lebih rendah. Akuos humor berfungsi sebagai media refraksi dengan kekuatan rendah, mengisi volume bola mata, mempertahankan tekanan intraokular serta memberi nutrasi untuk jaringan avaskular mata (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kurana, 2007).
2.2.1. Dinamika akuos humor
Tekanan intraokuler ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah produksi akuos humor oleh badan siliar, resistensi dari pengaliran akuos humor pada sudut bilik mata depan menuju sistem jalinan trabekular-kanal Schlemm dan level dari tekanan vena episklera serta mengalir melalui jalur uveosklera (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Kurana, 2007).
2.2.2. Produksi akuos humor
Cairan akuos humor diproduksi oleh korpus siliaris melalui tiga mekanisme yaitu: sekresi, ultrafiltrasi dan diffusi. Dimana 80% dari produksi akuos humor disekresi oleh epitel siliaris yang tidak berpigmen melalui metabolisme aktif dan tergantung pada jumlah sistem enzim, serta 20% dari produksi akuos humor melalui proses ultafiltrasi dan diffusi melalui mekanisme pasif dari plasma kapiler yang dihasilkan di stroma prosesus sekretorius serta kemampuan plasma melewati sawar epitel dan aliran komponen plasma karena adannya perbedaan tekanan osmotik dan tingkat tekanan intraokuler (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Vaughan 2010).
Tingkat produksi akuos humor rata-rata adalah 2,6-2,8 µl/menit atau I%
dari volume akuos humor permenit dan angkanya menjadi 2,4 ± 0,6 µl/menit jika dilakukan pengukuran dengan alat fluorofotometer (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Sihota, 2007).
2.2.3. Aliran akuos humor
Bagan Aliran akuos humor (American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010) (Khurana, 2005).
Prosesus siliar
Akuos humor masuk kedalam bilik mata belakang (melalui pupil)
bilik mata depan
jalinan trabekular badan siliar
kanal Schlemm vena-vena episkera sirkulasi vena badan siliar, koroid, sklera Jalur Trabekular (90%) Jalur Uveoskleral (10%)
Aliran akuos humor dari bilik mata belakang melalui pupil menuju bilik mata depan kemudian mengalir melalui dua jalur : trabekular (konvensional / kanalikular) melalui kanal Schlemm, kanal intra sklera, vena evisklera untuk selanjutnya masuk kedalam sirkulas; jalur ini meliputi ± 90% dari seluruh aliran akuos humor. Jalinan trabekular terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen kollagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase akuos humor juga meningkat. Aliran akuos humor kedalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik
dilapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akuos) menyalurkan cairan kedalam sistem vena.
Sejumlah kecil ± 10% akuos humor keluar melalui jalur uveosklera (unkonvensional / ekstrakanalikular). Jalur tersebut terdiri dari uveal meshwork dan korneosklera meshwork, uvea pada trabekula ini menghadap kebilik depan dan meluas dari skleral-spur, permukaan anterior badan siliar serta akar iris yang kemudian berakhir dimembran Descemet (garis Schwalbe) (Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Khurana, 2007).
2.2.4. Tekanan Vena Episklera
Hubungan antara tekanan vena episklera dan dinamika akuos humor sangatlah rumit karena baru sebagian yang bisa diketahui. Tekanan vena episklera normal diperkirakan sekitar 8 – 12 mmHg. Peningkatan tekanan vena episklera adalah sebesar 1 mmHg biasanyaakan diikuti peningkatan tekanan intraokuler dalam besar yang sama (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010).
2.3. HUBUNGAN TEKANAN INTRAOKULER DAN ALIRAN AKUOS HUMOR
Berdasarkan dinamika pengaliran akuos humor melalui jalur trabekular ditemukan tiga faktor saling berhubungan yang dirumuskan oleh Goldmann dengan (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005)
Po = Tekanan intraokuler (mmHg)
F = Kecepatan pembentukan akuos humor (µl / mnt)
C = Kemudahan aliran akuos humor (µl / mnt / mmHg) Pv = Tekanan vena episklera (mmHg)
2.4. EPIDEMIOLOGI
POAG menjadi masalah penting dalam kesehatan umum. Prevalensi POAG bervariasi tergantung dimana penelitian dilakukan. Kebutaan dari lebih 8 juta orang, 4 jutanya disebabkan oleh POAG. Prevalensi Rotterdam Study menunjukkan 0,8 %, dan Barbados Eye Study menunjukkan prevalensi 7%
dengan usia diatas 40 tahun, insidensi 2,2 % pada usia diatas 40 tahun pada dominan penduduk kulit hitam. Prevalensi glaukoma pada orang yang lebih tua, dengan perkiraan usia 70 tahun biasanya 3-8 kali lebih besar dibandingkan usia 40 tahun. Pada kulit putih usia 40 tahun keatas, prevalensinya antara 1,1 % - 2,1 % telah dilaporkan pada studi dasar penduduk seluruh dunia. Prevalensi POAG pada kulit hitam 3-4 kali lebih besar, dengan sedikitnya 4 kali kemungkinan mengalami kebutaan. Perbedaan ras meningkat dengan usia, dengan kemungkinan kebutaan dari POAG meningkat menjadi 15 kali lebih besar pada kulit hitam kelompok umur 46-65 tahun. Pada Visual Impairment Project, di Melbourne, Australia
Po = (F /C) + Pv
terjadi 1,1 % jelas dan mungkin akan terjadi POAG. Pada Rotterdam Study 5 tahun, resiko 1,8 % jelas dan mungkin akan terjadi POAG. Pada kedua studi ini insidensi meningkat signifikan dengan usia.POAG dapat mengenai laki-laki dan perempuan, dan dapat familial (American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010) (Kansky, 2005) (Benjamin, 2007) (Vaughan, 2010) (Ilyas, 2007).
Dari data WHO 2011, menggambarkan bahwa saat ini terdapat 285 juta orang menderita gangguan penglihatan, 39 juta diantaranya mengalami kebutaan.
90 % penderitanya berada di negara berkembang. Menurut Riskesda 2007 prevalensi glaukoma adalah 0,5 % (American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010) (Saunders, 2005) (Depkes, 2010).
2.5. PATOGENESA
Terdapat tiga faktor penting yang menentukan bola mata yaitu (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Khurana, 2007) :
1. Jumlah produksi akuos oleh badan siliar.
2. Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork- kanalais Schlemm.
3. Level dari tekanan vena episklera
Terjadinya POAG belum diketahui secara pasti namun terjadi peningkatan TIO pada POAG disebabkan karena peningkatan tahanan aliran akuos pada trabekular meshwork, dimana dengan pertambahan usia terjadi proses degenerasi
menyebabkan kerusakan serabut saraf retina (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Lang, 2007).
Terdapat 2 hipotesis yang menjelaskan terjadinya neuropati optik glaukomatos, yaitu teori mekanik dan iskemik.
1. Teori mekanik menekankan pentingnya kompresi langsung pada serabut- serabut akson dan struktur yang mendukung nervus optikus bagian anterior, dengan terjadinya distorsi lempeng lamina kibrosa dan terputusnya aliran aksoplasmik, yang menimbulkan kematian sel ganglion retina (RGCs).
2. Teori iskemik memfokuskan pada perkembangan potensial iskemik intraneural akibat penurunan perfusi nervus optikus. Perfusi ini dapat disebabkan oleh penekanan intaokular pada suplai darah ke nervus atau dari proses intrinsik pada nervus optikus.Gangguan autoregulasi pembuluh darah mungkin menurunkan perfusi dan mengakibatkan gangguan saraf. Pembuluh darah nervus opikus secara normal meningkat atau menurunkan tekanannya untuk memelihara aliran darah secara konstan tidak tergantung dari variasi tekanan intraokular dan tekanan darah (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Khurana, 2007).
Menurut teori iskemik, turunnya aliran darah di dalam lamina kribrosa akan menyebabkan iskemia dan tidak tercukupinya energi yang diperlukan untuk transport aksonal. Iskemik dan transport aksonal akan memacu terjadinya apoptosis (Lewis et al., 1993).
Pada hakekatnya kematian sel (apoptosis) dapat terjadi karena rangsangan atau jejas letal yang berasal dari luar ataupun dari dalam sel itu sendiri (bersifat aktif ataupun pasif). Kematian sel yang berasal dari dalam sel itu sendiri dapat terjadi melalui mekanisme genetik, yang merupakan suatu proses fisiologis dalam keadaan mempertahankan keseimbangan fungsinya. Proses kematian yang berasal dari luar sel dan bersifat pasif dapat tejadi karena jejas ataupun injury yang letal akibat faktor fisik, kimia, iskhemik maupun biologis (Chen, 2003). Pada proses iskemik, terjadi mekanisme autoregulasi yang abnormal sehingga tidak dapat mengkompensasi perfusi yang kurang dan terjadi resistensi (hambatan) aliran humor akuous pada trabekular meshwork yang akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli (TIO) (Lewis, 1993).
Pemikiran terbaru tentang neuropati optik glaukoma mengatakan bahwa kedua faktor mekanik dan pembuluh darah mungkin berperan terhadap kerusakan glaukoma adalah seperti suatu kelainan famili heterogen dan kematian sel ganglion terlihat pada neuropati optik glaukoma yang dimediasi oleh banyak faktor (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010).
Gambar 1. A. Nervus optik glaukoma (pandangan papil anterior dan tranversal mata kanan).
Penipisaqn dan pemisahan dan fokal notching dari neuroretinal rim inferior, pelebaran sentral cup yang terlihat sebagai penetrasi laminar, pergeseran ke nasal pembuluh-pembuluh darah retina dan atrofi peripapilaris. B. Gambaran klinis papil nervus optik glaukoma menunjukkan hilang ekstensif neuroretinal rim. ( sumber ; gambar 3-12 Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010, page 52).
2.6. EVALUASI KLINIS NERVUS OPTIKUS
Nervus optikus mengandung jaringan neurogial, atriks ekstraseluler serta pembuluh darah. Nervus optik manusia mengandung kira-kira 1,2-1,5 juta akson dari sel ganglion retina (retinal ganglion cells/RGCs). Papil nervus optikus atau optic disc dibagi atas 4 lapisan yaitu : lapisan nerve fiber, prelaminar, laminar dan retrolaminar. Lapisan ini diperdarahi oleh arteri retina sentral. Lapisan kedua atau prelaminar region secara klinis dapat dievaluasi adalah area sentral papil optik.
Daerah ini diperdarahi oleh arteri siliaris posterior. Pada nervus optikus dapat diperiksa dengan opthalmoskop direk, opthalmoskop indirek atau slit lamp yang menggunakan posterior pole lens (American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010) ( Khurana, 2007).
Kepala nervus optikus atau optic disc, biasanya bulat atau sedikit oval dan mempunyai suatu cup sentral. Jaringan diantara cup dan pinggir disc disebut neural rim atau neuroretinal rim. Pada orang normal, rim ini mempunyai kedalaman yang relatif seragam dan warna yang bervariasi dan orange sampai merah muda. Ukuran cup fisiologis secara perkembangan ditetapkan dan bergantung ukuran disc. Ukuran cup dapat sedikit meningkat sesuai umur. Orang kulit hitam yang bukan glaukoma rata-rata mempunyai disc yang lebih lebar dan cup-disc ratio/CDR lebih besar dibanding kulit putih. Rata-rata orang myopia mempunyai cup disc yang lebih besar dibanding emetropia dan hiperopia. CDR saja tidak adekuat menentukan bahwa optic disc mengalami kerusakan glaukomatous (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010)
Penting untuk membandingkan mata yang satu dengan sebelahnya karena asimetri diskus tidak biasa pada orang normal. Rasio CDR vertikal secara normal antara 0,1-0,4, walaupun sekitar 5% individu normal mempunyai rasio CDR yang lebih besar dari 0,6. Asimetris ratio CDR lebih dari 0,2 terdapat pada kurang dari 1% orang normal (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Vaughan, 2010).
Membedakan cup normal dari cup glaukomatous adalah sulit. Perubahan awal dari glaukomatous optik neuropati adalah sangat halus yaitu (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010):
• Pembesaran umum cup
• Pembesaran cup secara fokal
• Kehilangan lapisan fiber saraf
• Tembus pandang neuroretinal rim
• Perkembangan pembuluh darah menyilang
• Asimetri cup antara kedua mata
• Atrofi peripapil
Perubahan lain yang ditentukan pada glaukoma di klinik adalah adanya penyempitan lapang pandangan dengan pemeriksaan perimetri. Kerusakan serabut saraf oleh proses glaukoma akan menunjukkan bentuk atau gambaran yang khas pada pemeriksaan perimetri, dapat berupa (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Khurana, 2007).
• Depresi umum
• Paracentral scotoma
• Arcuarta atau Bjerrum scotoma
• Nasal step
• Defect altitudinal
• Temporal wedge
2.7. GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis berupa serangan tersembunyi/asimptomatik, tidak menunjukkan gejala yang spesifik sampai terjadi hilangnya lapang pandangan, perjalanan penyakit lambat dan tidak sakit. Biasanya bilateral, tetapi dapat juga unilateral, Serangan mengenai orang dewasa (>40 tahun).Pasien mengalami sakit
kepala ringan dan sakit disekitar mata, adaptasi terhadap gelap lambat. Tajam penglihatan sentral secara relatif tidak terpengaruh sampai terjadi hilangnya lapang pandangan (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Saunders, 2005) (Khurana, 2007) (Lang, 2007).
Pasien POAG ditandai dengan peningkatan TIO, TIO turun naik setiap hari sampai 5 mmHg terjadi kira-kira 30% dari normal (pada POAG terjadi kira- kira 90 % dari kasus), asimetri TIO antara kedua mata dengan kenaikan 5 mmHg atau lebih, kerusakan optic disc (cupping, pembuluh darah nasalisasi/bayoneting, lapisan serabut saraf), hilangnya lapang pandangan dan gonioskopi (sudut terbuka) (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Benjamin, 2007).
2.8. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan mata berupa tajam penglihatan, tonometri aplanasi/schiotz/non kontak, slit-lamp biomicroscope dengan lensa Hruby, posterior pole contact lens, atau lensa 60, 78, 90 D, gonioskopi, oftalmoskopi, perimetri, Optical Coherence tomography (OCT) Nerve fiber layer analyzer (NFLA), provocative tests (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Khurana, 2007) (Kansky, 2005) (Saunders, 2005)
Tonometri : dijumpai peningkatan TIO > 21 mmHg (kira-kira 2 % dari seluruh polpulasi > 40 tahun mempunyai TIO >24 mmHg, dan 7 %
mempunyai TIO >21 mmHg. Meskipun demikian, hanya sekitar 1 % dari mereka yang mengalami glaukoma kehilangan lapang pandangan.
Gonioskopi : Sudut iridokorneal terbuka.
Berdasarkan Van Herrick, penilaian sudut terbadi atas :
- Grade 4 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea > ½ : 1 - Grade 3 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea ½ - ¼ : 1 - Grade 2 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea ¼ : 1 - Grade 1 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea < ¼ : 1 - Grade 0 : Perbandingan antara celah akuos dan kornea 0 (nol)
Berdasarkan sistem Shaffer, penilaian sudut terbagi atas (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010):
- Grade 4 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 45°.
- Grade 3 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork >20°
tetapi < 45°.
- Grade 2 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 20°.
- Grade 1 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 10°.
Kemungkinan sudut tertutup terjadi setiap waktu.
- Slit : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork < 10°.
Sangat mungkin terjadi sudut tertutup.
- Grade 0 : Iris di atas trabekular meshwork. Sudut tertutup.
Oftalmoskopi : dijumpai perubahan optic disc seperti asimetri daerah tepi neuroretina/optic disc atau cupping (perbedaan > 0,2), focal thinning atau notching pada tepi neuroretina, perdarahan optic disc, perubahan lapisan serabut saraf retina sekitarnya/hilangnya lapisan serabut saraf retina peripapilar (atrofi peripapilar), cup disc ratio membesar (lingkaran neuroretinal menipis), progressive optic disc cupping, nasalisasi arteri retina sentral dan vena retina sentral sering terlihat karena pembesaran cup (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Benjamin, 2007)
Perimetri : berupa scotoma paracentral, scotoma arcuata atau scotoma Bjerrum, nasal step, altitudinal defect, temporal wedge. (Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Neuro Ophthalmologi, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Benjamin, 2007) .
Gambar 2 : Scotama arcuata pada area 10°-20° dari fiksasi kerusakan glaukoma pada nerve fiber bundle yang terdiri dari akson-akson dari retina inferonasal dan inferiortemporal menimbulkan gambaran defect arcuata (sumber : gambar 3-20 Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010
Gambar 3 : Nasal step berupa depresi pada sebagian bidang horizontal. Kerusakan serabut saraf superior yang menuju retina superotemporal didepan area paracentral menimbulkan nasal step.(Sumber : gambar 3-21Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010)
Gambar 4. Defek altitudinal hampir keseluruhan lapang pandangan superior hilang, merupakan karakteristik dari neuropati optik glaukoma moderate sampai edvanced (mata kanan). (Sumber : gambar 3-22 Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010)
Gambar 5. Hilang lapang pandangan advanced pada glaukoma dengan yang masih bertahan pada bagian sentral dari penglihatan dan inferotemporal. (Sumber : gambar 3-22 Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010)
Nerve Fiber Layer Analyzer (NFLA) :
Adanya defek pada Retinal Nerve fiber layer (RNFL) mendahului kerusakan lapang pandangan pada pasien glaukoma (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010)
Gambar : 6. Foto lapisan serabut saraf menunjukkan defek pada berkas serabut saraf (tanda panah). (Sumber : gambar 3-22 Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010)
Tingkat kerusakan glaukoma, terbagi atas (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) :
1. Grade 1 (kerusakan ringan) : karakteristik dengan cupping minimal, nasal step atau scotoma paracentral dan MD < - 6 dB
2. Grade 2 (kerusakan sedang) : karakteristik penipisan tepi neuroretinal, skotoma arkuata, dan MD < -12 dB
3. Grade 3 (kerusakan berat) : karakteristik cupping jelas, hilangnya lapang pandangan yang luas, kelainan sentral tidak lebih dari 5 °, dan MD > -12 dB 4. Grade 4 (tahap akhir) karakteristik cupping tebal dan lapang pandangan kecil.
2.9. DIAGNOSA (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Kansky, 2005) (Khurana, 2007) :
Diagnosa POAG berdasarkan anamnesa dan riwayat, pemeriksaan fisik dan mata, pemeriksaan penunjang.
2.10. DIAGNOSA BANDING (American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010) (Kansky, 2005) (Khurana, 2007) (Benjamin, 2007) :
1. Hipertensi Okuli 2. Suspek Glaukoma
3. Glauko ma tensi normal (NTG) 4. Glaukoma tensi rendah (LTG)
2.11. KOMPLIKASI POAG (American Academy of Ophthalmology, 2009- 2010) (Khurana, 2007):
1. Atrofi nervus optikus 2. Glauko ma absolut
2.12. PROGNOSA :
Prognosa POAG tergantung cepat tidaknya diagnosa ditegakkan. Bila terdiagnosa lebih awal maka prognosanya jauh lebih baik. Bila saat diagnosis sudah ada kelainan lapang pandangan maka prognosanya akan lebih buruk. Tanpa pengobatan prognosa jelek (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Khurana, 2007) (Benjamin, 2007).
PEMERIKSAAN YANG DILAKUAN DENGAN ALAT :
1. Perimetri optopol 910:
Perimetri adalah alat untuk memeriksa lapang pandangan dengan mata terfiksasi sentral. Penilaian lapang pandangan merupakan hal yang penting dilakukan pada keadaan penyakit yang berpotensi terjadinya kebutaan.
Perimeti pertama kali dikenalkan pada pertengahan abad ke -19 oleh Von berupa tangent screen dan perinometer. Pengenalan automated perimetry merupakan langkah terbaru dalam sejarah evolusi teknologi dalam pemeriksaan lapang pandangan (Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Neuro Ophthalmology, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Khurana, 2007).
Sistem komput er perimetri memberikan penilaian yang dapat dipercaya dan dapat mendeteksi keadaan yang berobah. Penyimpanan data dapat dilakukan dan dapat menganalisa data yang ada. Sistem komputer perimetri dapat mengukur sensitivitas retina pada daerah lapang pandangan. Dapat mengukur kemampuan mata mendeteksi perbedaan antara target yang diuji dan latar belakangnya.
Tipe stimulus yang digunakan pada perimetri berupa titik-titik cahaya dengan beragam diasreter dan intensitas yang telah ditetapkan (Glaucoma, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) (Neuro Ophthalmology, American Academy of Ophthalmology, 2009-2010).
Demonstrasikan terlebih dahulu pada pasien yang baru menggunakan automated perimetry. Pasien diajarkan tentang apa yang diharapkan dan dikerjakan.
Tehnik pemeriksaan dilakukan dengan cara :
1. Pasien duduk menghadap ke monitor.
2. Dagu pada posisi dan menempelkan dahi.
3. Luruskan pandangan ke tengah monitor dan cahaya ruangan dikurangi (biarkan pasien selama 3 menit beradaptasi dengan cahaya perimeter).
4. Penglihatan pasien harus di koreksi refraksi dengan benar sebelum pengujian, dan fiksasi pasien harus dimonitor secara terus-menerus selama pengujian.
5. Hasil cetakan tes memberikan informasi dasar pasien seperti umur dan diameter pupil. Data dari perimetri menunjukan ukuran dan nomor plot, nilai sensitifitas masing-masing titik uji dapat dilihat pada gambar.
2. Optical Coherence Tomography (OCT)
OCT merupakan teknik pencitraan yang menginterpretasikan perbedaan intensitas sinar yang digambarkan dengan warna. Teknik ini menggunakan panjang gelombang antara 600 nm hingga 2000 nm dan sumber cahaya dari dioda superluminens atau laser. Pada gambar 4 terlilhat dengan jelas semua lapisan retina dapat terwakili dalam citra yang dihasilkan Stratus OCT (Akiyasu, 2003) (Novita, 2008).
Secara umum telah dikenal mesin OCT yang dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu OCT tipe stratus (2D atau disebut Time Dominan OCT) dan OCT tipe Cirrus (3D atau Spectral/Fourier Domain OCT). Pemeriksaan OCT bertujuan untuk mendeteksi abnormalitas retina dalam hal ketebalan, morfologi dan reflektisit.
Pengukuran optic disc menggunakan protokol the Fast Optical Disc Scanning, optic disc scanning alat yang secara otomatis menentukan disc margin sebagai ujung dari lapisan RPE/choriocapillaris. Parameter optic disc secara otomatis dihitung oleh software stratus OCT (Balada, 2007) (Agustiawan, 2007).
Gambar 7 . ONH-analysir report (Ver.3.0)
(Dennis S.L.,Yasuo T., Robert R., Srinivas K., Glaucoma Diagnostic, 2008)
Dimana parameter untuk optic disc menurut shaun D dalam Indian Jurnal of Ophthalmology, 2008 ditentukan dari jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), umur dan refraksi error (emetropia, miopia dan hypermetropia).
Kemampuan OCT untuk menganalisa RNFL mempunyai reflektivitas tinggi yang dimulai dari permukaan vitreo retinal. Terdapat 2 macam tipe dasar scanning, yaitu garis dan lingkaran. Scan RNFL yang abnormal dapat terjadi penipisan yang ditunjuk pada tabel poin RNFL dan juga kuadran serta gerafik Temporal Superior Inferior Temporal (TSNIT) (JOI, 2008), dimana parameter Retina Nerve Fiber Layer menurut Leonard dengan menggunakan Stratus OCT adalah:
Mean ± SD Average 110.10 ± 12.81 Superior 133.46 ± 16.71 Inferior 143.59 ± 19.89 Nasal 87.57 ± 16.85 Temporal 75.79 ± 13.03
Tehnik pemeriksaan dilakukan dengan cara :
• Posisikan tubuh pasien dengan tinggi mejanya sehingga pasien merasa nyaman, kemudian intruksikan pasien untuk meletakkan dagu di salah satu bagian kanan atau kiri, pastikan bahwa dagu pasien menempel pada 2 sensor (berwarna hitam) dan dahi pasien menempel pada chin rest.
Komputer akan otomatis mengenali mata kanan atau kiri yang akan diperiksa.
• Setelah pasien merasa nyaman intruksikan untuk melihat ke tengah dan posisikan pupil mata supaya berada di tengah dengan menekan tombol mouse sehingga pupil tepat berada di tengah layar. Kemudian intruksikan untuk melihat ke dalam dan fokus di tengah melihat tanda silang hijau.
• Setelah pupil tepat berada di tengah tekan tombol chin rest ke kiri atau ke kanan sehingga gambar pupil terlihat fokus.
• Setelah semua parameter pemeriksaan tepat maka pastikan pasien tetap fokus pada titik fiksasi.
2.13. KERANGKA KONSEPSIONAL
2.14. DEFINISI OPERASIONAL
- POAG : Glaukoma sudut terbuka primer.
- Perimetri : merupakan alat pemeriksaan fungsi lapang pandangan.
- Lapang pandangan : Bagian ruangan yang terlihat oleh mata pasien dalam sikap diam lurus kedepan (menilai fungsi penglihatan ; scotoma paracentral, scotoma arcuata/Bjerrum, nasal step, altitudinal defect,
Gambaran Lapang Pandangan Perimetri
Perubahan Ketebalan retina POAG
OCT
Gambaran Optic disc
- Optical Coherence Tomography (OCT) : pemeriksaan non invasif yang dapat mencitrakan optic nerve head seperti neuroretinal rim area, disc area, cup area, cup volume, cup disc area ratio, cup disc horizontal ratio dan cup disc vertical ratio.
- Ketebalan retina : ketebalan retina yang diperoleh dari pengukuran menggunakan software Stratus OCT.
- Optic disc : bagian dari nervus optikus yang terdiri dari jaringan neural, jaringan glial, matrik ekstraselular dan pembuluh darah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini dengan desain cross sectional yang bersifat analitik dan pengambilan data dilakukan dengan sekali pengukuran.
3.2. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan selama periode Agustus 2012 sampai sempel terpenuhi.
3.3. POPULASI DAN SAMPEL
A. Populasi
Populasi penelitian adalah semua penderita glaukoma yang berobat ke poliklinik mata RSUP. H. Adam Malik Medan.
B. Sampel
Sampel penelitian adalah semua penderita POAG yang berobat ke poli mata RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi.
Perhitungan besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan rumus berikut:
(Zα √ Po Qo) + Zβ √Pa Qa) N =
(Po-Pa)2 Dimana :
N = jumlah sampel
Zα = deviat baku alfa untuk α = 0,05, Zα = 1,96
Zβ = deviat baku beta untuk β = 0,10, Zβ = 1,282
Po = proporsi POAG dari kepustakaan = 0,80 Q = 1 - P o = 1 – 0,8 = 0,2
Po-Pa = selisih proporsi yang bermakna, ditetapkan sebesar = 0,18
Pa = perkiraan proporsi yang tidak terkena POAG yang diteliti Po = 1 – 0,2 = 9,8
Maka sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian adalah 29 orang.
3.4. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria inklusi :
1. Pasien dengan diagnosa POAG.
2. Pasien dengan TIO > 21 mmHg.
3. Pasien dengan usia > 35 tahun.
4. Pasien dengan kelainan refraksi < 5 D.
5. Pasien dengan tanpa disertai penyakit sistemik (DM, HT).
6. Pasien bersedia ikut dalam penelitian dan kooperatif dengan tehnik pemeriksaan tonometri, gonioskopi, perimetri dan OCT.
Kriteria eksklusi :
1. Pasien POAG dengan kelainan segmen anterior.
2. Pasien POAG dengan kekeruhan lensa (katarak).
3. Pasien dengan penyakit sistemik.
3.5. IDENTIFIKASI VARIABEL
1. Variabel terikat adalah POAG
2. Variabel bebas adalah : - Gambaran lapang pandangan - Ukuran ketebalan retina - Gambaran optic disc
3.6. ALAT DAN BAHAN 1. Pulpen / pinsil 2. Penghapus 3. Kertas folio 4. Senter
6. Tonometer schiotz 7. Slit lamp biomicroscope 8. Gonioskopi
9. Oftalmoskop direk 10. Perimetri Optopol 910 11. Strastus OCT
12. Carbonic Methyl Cellulosa (CMC)
3.7. JALAN PENELITIAN DAN CARA KERJA
- Penjelasan kepada pasien glaukoma yang memenuhi kriteria inklusi mengenai cara pemeriksaan dan tujuan pemeriksaan yang akan di lakukan.
- Pencatatan identitas pasien yang memenuhi kriteria pemilihan sample.
- Dilakukan anamnesa dan pemeriksaan visus dengan snellen chart.
- Dilakukan pemeriksaan slit lamp dan gonioskopi.
- Dilakukan pemeriksaan TIO dengan tonometer schiotz.
- Dilakukan pemeriksaan oftalmoskop direk.
- Dilakukan pemeriksaan lapang pandangan dengan perimetri optopol 910.
- Dilakukan pemeriksaan optic disc dan ketebalan RNFL dengan stratus OCT.
3.8. PERSONAL PENELITIAN
Peneliti : dr. Cut Masdalena
Pembantu penelitian : Residen Ilmu Kesehatan Mata FK-USU Medan
3.9. BIAYA PENELITIAN
KRITERIA INKLUSI
SAMPEL
IDENTITAS ANAMNESA
VISUS
SLIT LAMP & GONIOSKOPI PERIMETRI LAPANG PANDANGAN
OCT
OPTIC DISC DAN KETEBALAN RETINA
3.10. ANALISIS DATA
Data responden dicatat dalam suatu formulir, semua data ditampilkan dalam bentuk tabel dan persentase. Data yang diperoleh dilakukan analisis menggunakan program komputer dengan dibantu statistik komputer.
3.11. PERTIMBANGAN ETIKA
Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/ RS H. Adam Malik Medan. Penelitian ini kemudian diajukan ke Komite Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.12. LAMA PENELITIAN
Lama penelitian diperkirakan 3 bulan seperti pada tabel dibawah.
Bulan
Agustus 2012
September 2012
Oktober 2012
November 2012
Desember 2012
Januari 2013
Usulan Penelitian Penelitian Penyusunan Lap Presesentasi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dengan desaign cross sectional yang bersifat analitik dan pengambilan data dilakukan dengan sekali pengukuran. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September sampai dengan November 2012 di RSUP HAM Medan. Dengan jumlah sempel penderita glaukoma sudut terbuka primer sebanyak 31 Orang dengan 62 mata.
Tabel 4.1. Karakteristik jenis kelamin subjek penelitian Jenis kelamin Frekwensi Persentase Laki-laki
Perempuan
4 27
13.0 87.0
Total 31 100.0
Dari subjek penelitian didapatkan jumlah laki-laki sebanyak 4 (13.0%) dan perempuan 27 (87.0%).
Tabel 4.2. Karakteristik Kelompok umur subjek penelitian Umur (Tahun) Frekwensi Persentase
35 – 44 45 – 54 55 – 65
14 9 8
45.2 29.0 25.8
Total 31 100.0
Data mengenai umur pasien menunjukkan bahwa pasien yang berumur 35 – 44 tahun berjumlah 14 (45.2%) subjek. Kelompok umur 45 – 54 tahun berjumlah 9 (29.0%) subjek dan kelompok umur 55 – 65 tahun sebanyak 8 (25.8%) subjek.