• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes adalah penyakit gangguan pada sistem metabolisme yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan progresif pada berbagai jaringan, seperti kegagalan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Dipiro J et al., 2015). Diabetes ditandai dengan hiperglikemia kronis atau yang disebut peningkatan gula darah, yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena diabetes tidak menimbulkan gejala (asimtomatik) dan tidak menyebabkan kerusakan pembuluh darah sebelum penyakit terdeteksi atau sering disebut sebagai silent killer (Gabriellyn, 2016).

Internasional Diabetes Federasi menunjukkan bahwa pada 2015, diperkirakan 415 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes. Cina merupakan negara dengan jumlah penderita diabetes terbesar didunia dengan 114 juta penderta, kemudian India (72,9 juta), Amerika Serikat (30,1 juta), Brazil (12,5 juta) dan Meksiko (12 juta). Negara Indonesia menempati urutan keenam untuk penderita diabetes melitus dengan jumlah 10,3 juta pasien (IDF., 2017). Survei registrasi sampel data tahun 2014 menunjukkan bahwa diabetes merupakan penyebab kematian nomor tiga dengan presentase (6,7%) di Indonesia setelah stroke (21,1%) dan penyakit jantung koroner (12,9%). WHO memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia akan meningkat dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2035, jumlah penderita diabetes akan meningkat 2-3 kali lipat (Soelistijo et al., 2019).

(2)

Faktor risiko diabetes melitus tipe 2 meliputi usia, jenis kelamin, latihan fisik, paparan asap, indeks massa tubuh (BMI), tekanan darah, stres, gaya hidup, riwayat keluarga, kolesterol HDL, trigliserida, diabetes gestasional, kelainan glukosa dan riwayat abnormal lainnya (De Graaf et al., 2016). Manifestasi umum pasien diabetes melitus adalah rasa haus berlebih (Poliphagia), sering buang air kecil (terutama pada malam hari/Poliuria), penurunan berat badan dan rasa lapar tanpa sebab yang jelas (polidypsia) (Fitriyanti E et al., 2019).

Patofisiologi yang mendasari diabetes melitus tipe 2 adalah sel β pankreas yang menghasilkan insulin mengalami kerusakan sehingga menghasilkan insulin dalam jumlah sedikit atau mengalami resitensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel β pankreas. Studi terbaru menunjukkan bahwa kegagalan sel β terjadi lebih awal dan lebih serius daripada yang diperkirakan sebelumnya. Organ lain yang terlibat dalam diabetes melitus tipe 2 adalah jaringan adiposa (peningkatan lipolisis), saluran pencernaan (defisiensi incretin), sel alfa pankreas (hiperglikemia), ginjal (peningkatan penyerapan glukosa) dan otak (resistensi insulin), yang akan menyebabkan penurunan toleransi (Soelistijo et al., 2019).

Diabetes melitus menyebabkan banyak komplikasi berupa penyakit vaskuler (penyakit makrovaskuler dan mikrovaskuler) dan penyakit neurologis atau neuropatik. Penyakit ini dapat terjadi pada pasien yang menderita diabetes melitus tipe 2 jangka panjang atau baru saja didiagnosis dengan diabetes melitus tipe 2.

Komplikasi makrovaskuler biasanya mempengaruhi otak, jantung dan pembuluh darah, sedangkan penyakit mikrovaskuler dapat terjadi pada mata dan ginjal.

Penderita diabetes biasanya juga mengalami keluhan neuropati, antara lain neuropati motorik, neuropati sensoris atau neuropati otonom (Soelistijo et al., 2019).

Penatalaksanaan diabetes meliputi empat aspek yaitu edukasi, terapi gizi, terapi fisik dan penatalaksanaan farmakologis. Edukasi tentang tujuan hidup sehat perluu dilaksanakan sebagai bagian upaya dari pencegahan primer dan sekunder yang merupakan bagian penting dari manajemen pengobatan diabetes. Edukasi yang baik disertaii dengan terapi nutrisi, terapi fisik dan manajemen farmakologis diharapkan dapat mengontrol perkembangan diabetes dan komplikasinya (ADA, 2017). Pengobatan diabetes melitus meliputi terapi non farmakolgi dan terapi

(3)

farmakologis. Terapi non farmakologi berupa olahraga, diet karbohidrat dan menjaga pola hidup sehat perlu dilakukan sebagai tindakan pencegahan. Sedangkan untuk terapi farmakologi meliputi pemberian oral anti diabetesi (OAD) maupun pemberian injeksi hormonal insulin, sangat efektif untuk menjaga normalitas glukosa darah dan mencegah agar tidak terjadi progresifitas penyakit diabetes melitus tipe 2 yaitu dapat mencegah kerusakan mikrovaskular maupun makrovaskular (Kim JM et al, 2019).

Sasaran utama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan kadar glukosa darah basal (puasa/sebelum makan). Tujuan tersebut mampu dicapai dengan terapi oral ataupun insulin. Insulin yang digunakan untuk mencapai nilai glukosa darah basal (puasa/sebelum makan) adalah insulin basal (insulin rapid acting atau long acting) (Soelistijo et al., 2019).

Terapi insulin diusahakan dapat mengikuti pola sekresi insulin fisiologis.

Pada individu normal insulin disekresikan oleh sel Beta pankreas. Diabetes melitus tipe 2 berkembang ketika jumlah sekresi insulin prandial mengalami defisiensi awal dan insulin basal mengalami defisiensi selanjutnyaa tidak memadai untuk kebutuhan tubuh, mengakibatkan hiperglikemia (Soelistijo et al., 2019). Defisiensi insulin dapat berupa defisiensi insulin basal (puasa/sebelum makan), insulin prandial (setelah makan), atau keduanya. Defisiensi insulin basal dapat mengakibatkan munculnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial mengakibatkan munculnya hiperglikemia setelah makan (Decroli, 2019). Insulin basal umummnya disuntikkan pada malam hari dan dikombinasikan dengan metformin atau obat non insulin lainnya (Gamayanti et al., 2018).

Insulin dapat digunakan untuk beberapa keadaan khusus seperti : HbA1c saat diperiksat >7.5% serta sudah menggunakan satu atau dua OAD, kegagalan terapi oral, HbA1c saat diperiksa >9% atau kadar glukosa darah puasa >250 mg/dl,kadar GDA >300mg/dl, penurunan berat badan yang signifikan, hiperglikemia berat yang disertai ketosis dan krisis hiperglikemia (Soelistijo et al., 2019).

Insulin analog seperti insulin long-acting memiliki sekresi yang mirip dengan sekresi fisiologis (normal) insulin. Analog insulin juga tidak memiliki aktivitas puncak, sehingga efeknya lebih dapat diprediksi. Selain itu, dibandingkan

(4)

dengan insulin kerja pendek, insulin analog memiliki risiko hipoglikemik yang lebih rendah dan dapat segera digunakan tanpa memperhatikan waktu makan (Anggriani et al., 2020).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sukarmini dkk dengan judul Efek Penggunaan Obat Antidiabetes terhadap Luaran Terapi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Komplikasi Retinopati Diabetik di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2019 didapatkan hasil bahwa penggunaan insulin kombinasi long-acting dan rapid- acting insulin mampu menurunkan kadar GDP pada pasien diabetes melitus tipe 2 dari rentang 184-224 mg/dL menjadi 126 mg/dL. Kombinasi insulin ini dapat dikatakan mampu meningkatkan kontrol glikemik pasien tanpa adanya peningkatan kejadian hipoglikemi dan peningkatan berat badan pada pasien. Kemudian kadar HbA1c rata-rata mengalami penurunan siginifikan dengan penggunaan insulin sebesar 1,58% dari kadar HbA1c ≥9 menjadi ≤7,41 (Samba et al., 2019).

Pada penelitian lain yang dilakukan Annisa Fikry dan Lisana Sidqi Aliya di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh tahun 2018 dengan 186 data pasien didapatkan hasil penggunaan insulin long-acting seperti detemir dan insulin glargine dengan rentang dosis 11-20 UI mampu menurunkan nilai GDP. pasien yang awal pemeriksaan GDP dengan hasil rentang bervariasi dari mulai dari 127 –150 mg/dL, 151 –200 mg/dL, 201 –250 mg/dL bahkan hingga ≥251 mg/dL memberikan hasil sebanyal 66 pasien atau sepertiga dari jumlah data pasien tercapai tujuan terapi dengan pemeriksaan GDP akhir normal memiliki nilai ≤126 mg/dL (44,9%) (Fikry

& Aliya, 2019). Adapun alasan penelitian dilakukan di instalasi rawat inap di rumah sakit Universitas Muhammadiyah Malang dikarenakan mampu memenuhi data rekam medis pasien (RMK) yang lebih lengkap dibanding instalasi rawat jalan yang nantinya akan digunakan dalam analisis data.

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian deskriptif dengann penggambilan data secara retrospektif di RS Universitas Muhammadiyah Malang untuk memplajari pola penggunaan insulin long-acting pada penderita diabetes.

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mendeskripsikan pola penggunaan insulin long-acting di RS Universitas Muhammadiyah Malang.

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Pola Penggunaan Insulin long-acting pada Pasien Diabetes melitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pola penggunaan Insulin long-acting pada pasien diabetes melitus tipe 2.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui profil penggunaan Insulin long-acting terkait jenis sediaan, dosis, bentuk sediaan, interval pemberiaan, lama pemberian, frekuensi serta rute pemberian pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS Universitas Muhammadiyah Malang.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Bagi Pasien

Memberikan informasi mengenai terapi diabetes melitus tipe 2.

1.4.2 Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan informasi dalam memberikan terapi bagi penderita diabetes melitus dengan Insulin long-acting.

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan mempelajari kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2 dengan pengobatan Insulin long-acting.

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab segmen saluran tersebut tidak mampu menampung debit limpasan air hujan, antara lain berkurangnya kapasitas saluran eksisting

Gambar 21 tampak samping memperlihatkan bahwa jarak titik pusat massa terhadap titik gandeng sebesar 21 mm, sementara itu pada Gambar 21 tampak depan dapat

DDL merupakan bahasa atau query yang memungkinkan pengelola atau pengguna basis data untuk membuat dan memberi nama sebuah entitas, atribut, dan hubungan

Dalam penelitian ini dalam pengumpulan datanya peneliti menggunanakan tes yang dimana terdapat dua kelompok yang akan di teliti dan diberikan tes yaitu kelas kontrol dan kelas

Atas segala pertolonganMu dan RidhloMu , sehingga penulis dapat menye lesaikan penelitian skripsi dengan judul” EFEK IMUNOMODULATOR EKSUDAT IKAN GABUS ( Channa

Hasil laporan studi kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dalam keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien dengan penyakit

Berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan informan, maka beliau menjelaskan bahwa jumlah pegawai yang ada pada bidang IPDS saat ini masih dirasakan kurang dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan luas lahan mangrove yang terjadi di kawasan pesisir Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak