KONSEP DIRI PEREMPUAN DRIVER GRABBIKE ONLINE DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
BUDI RAHMAN LUBIS 140904076
Public Relation
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FALKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah- Nya, serta telah memberikan kesehatan dan kelancaran sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Peneliti berharap kedepannya skripsi ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dalam mengembangkan penelitian.
Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada orang-orang sekitar yang telah menyemangati dan memberikan do’a untuk peneliti dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terkhusus peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua peneliti tercinta yaitu ayahanda peneliti Almarhum Abdul Hakim Lubis dan ibunda peneliti Hamidah atas segala kasih sayang dan cinta mereka yang telah membesarkan, mendidik, dan do’a merekalah sehingga peneliti mampu untuk menyelesaikan skripsi ini. Kemudian kepada saudara-saudari peneliti tercinta Kak Amna, Kak Asni, Almarhumah Kak Lipa, Kak Rina, Bang Anca, dan Dila. Tidak akan pernah cukup rasa terima kasih yang peneliti sampaikan untuk mereka yang telah membantu peneliti selama ini. Selain itu peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Muryanto Amin, S.Sos.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., Ph.D selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi.
ii
4. Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A selaku sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi.
5. Prof. Lusiana A. Lubis, M.A, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar memberikan bimbingan, nasihat dan saran bagi peneliti sehingga peneliti bisa mencapai titik akhir dalam skripsi. Terimakasih kepada Ibu untuk bimbingannya dan bantuannya selama ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara atas segala wawasan dan pembelajaran yang telah diberikan.
7. Kepada kak Maya dan kak Yanti selaku pengurusan administrasi departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU yang telah banyak membantu.
8. Kelima informan yang telah bersedia memberikan informasi yang sangat mebantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
9. Teman-teman kost seperjuangan Om Ogek, Bang Kubib, Bang Rudi, Bang Tutur, Dani, Bang Joko yang telah memberikan dukungan, menghibur dan saling membantu baik itu dilaka senang dan susah selama di kost.
10. Sahabat-sahabat peneliti dalam persaudaraan Gambut Brotherhood selama masa perkuliahan yang selalu bersama peneliti yang telah memberi dukungan, semangat, dan kebersamaan, Ahmad Rafiqi Lubis, Ahmad Rizqon Amri, Dody Yogasworo, Eryanda Ayat Anugrah, Farhan Azizi, Muhammad Reza Hanafi Lubis, Rifqi Syahlendra, Thirto Pardede, Venesis Hasibuan, dan Yoel Immanuela.
11. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara angkatan 2014.
12. Serta kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan penelitian ini. Semoga doa yang diberikan kepada peneliti mendapatkan berkah dari Allah SWT. dan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
iii
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan didalamnya. Maka dari itu, apabila terdapat kesalahan dalam bentuk kata, bahasa penyampaian dan teknik penulisan, dengan rendah hati peneliti mengharapkan agar pembaca memberi masukan berupa saran yang bertujuan untuk membangun skripsi ini. Peneliti berharap Allah SWT membalas segala kebaikan, saran serta masukan yang pembaca berikan kepada peneliti.
Medan, 22 Mei 2019 Peneliti
Budi Rahman Lubis
iv ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Konsep Diri perempuan Driver Grabbike Online, sebuah studi kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui cara perempuan menggunakan aplikasi driver Grabbike Online dan konsep diri perempuan driver Grabbike Online di kota Medan. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi, konsep diri, keterbukaan diri, gender dan New Media.
Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dengan lima orang perempuan driver Grabbike Online sebagai subjek penelitian dan studi kepustakaan. Teknik analisis data yakni dengan melakukan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan triangulasi data. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perempuan driver Grabbike Online memiliki konsep diri yang positif. Konsep diri positif sendiri ditandai dengan beberapa hal, seperti mampu mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, dan mampu memperbaiki diri.
Dalam cara menggunakan aplikasi driver Grabbike online, kelima driver Grabbike Online memiliki cara mereka masing-masing saat bekerja karena kebebasan mereka dalam menentukan waktu mereka saat ingin bekerja atau tidak dan juga kebebasan dalam memilih jenis pekerjaan baik itu Grabbike, GrabExpress ataupun Grabfood.
Kata Kunci: Konsep Diri, Driver Grabbke Online. Perempuan
v ABSTRACT
This research is entitled the Women's Self-Concept of Grabbike Online Driver, a qualitative study that aims to find out how women use the Grabbike Online driver application and the Women’s self concept of Grabbike Online drivers in Medan City. The theories used in this study are interpersonal communication, self-concept, self-disclosure, gender and New Media. This study uses descriptive qualitative study methods. Data collection techniques were carried out by in-depth interviews with five women Grabbike Online drivers as the subject and library research. Data analysis techniques are by doing data reduction, data presentation, conclusion drawing, and data triangulation. The results of this study indicate that women Grabbike Online drivers have a positive self-concept. Positive self-concept is characterized by several things, such as being able to overcome problems, feel equal to others, accept praise without shame, realize that everyone has various feelings, and is able to improve themselves. In how to use the Grabbike online driver application, the five Grabbike Online drivers have their own way of working because of their freedom to determine their time when they want to work or not and also the freedom to choose the type of work either Grabbike, GrabExpress or Grabfood.
Keywords: Self Concept, Grabbke Online Driver. Women
vi DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Konteks Masalah ... 1
1.2 Fokus Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
2.1 Paradigma Kajian ... 7
2.2 Kajian Terdahulu ... 8
2.3 Komunikasi ... 9
2.4 Komunikasi Antarpribadi ... 11
2.5 Konsep Diri ... 16
2.5.1 Pengertian Konsep Diri ... 16
2.5.2 Yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 17
2.5.3 Jenis-jenis Konsep Diri ... 18
2.5.4 Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi ... 20
Teori Keterbukaan Diri ... 21
2.6.1 Tingkat-Tingkat Keterbukaan Diri... 24
2.7 Gender ... 25
2.7.1 Stereotip Terhadap peran Gender ... 25
2.8 Media Baru ... 26
2.9 Grab ... 27
2.9.1 Sejarah Grab ... 27
2.9.2 Perkembangan Grab ... 28
2.10 Model Teoritik ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32
3.1 Metode Penelitian... 32
3.2 Objek Penelitian ... 32
3.3 Subjek Penelitian ... 33
3.4 Unit Analisis ... 33
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.5.1 Wawancara Mendalam ... 34
3.5.2 Studi Kepustakaan ... 34
3.6 Penentuan Informan ... 35
3.7 Keabsahan Data ... 35
3.8 Teknik Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1 Hasil Pembahasan ... 37
vii
4.1.1 Proses Penelitian ... 37
4.1.2 Profil Informan ... 43
4.2 Penyajian Data ... 50
4.3 Hasil Wawancara ... 50
4.4 Pembahasan ... 75
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 83
5.1 Simpulan ... 83
5.2 Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 85
PEDOMAN WAWANCARA ... 87
DOKUMENTASI ... 89
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman 4.1 Karakteristik Informan 50 4.2 Cara menggunakan aplikasi dan kosep diri informan 70
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 1.1 Aplikasi Driver Grabbike Online 3 2.1 Konsep Johari Window 22 2.2 Model Teoritik 31
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Jasa ojek online menjadi populer di beberapa kota besar di Indonesia termasuk di kota Medan. Ojek online merupakan angkutan umum yang sama dengan ojek pada umumnya, yang menggunakan sepeda motor sebagai sarana pengangkutan. Namun ojek online dapat dikatakan lebih maju karena telah terintegrasi dengan kemajuan teknologi. Ojek online merupakan ojek sepeda motor yang menggunakan teknologi dengan memanfaatkan aplikasi pada smartphone yang memudahkan pengguna jasa untuk memanggil pengemudi ojek. Tidak hanya dalam hal sebagai sarana pengangkutan orang dan/atau barang, namun juga dapat dimanfaatkan untuk membeli barang bahkan memesan makanan. Sehingga dalam masyarakat global terutama di kota-kota besar dengan kegiatan yang sangat padat dan tidak dapat dipungkiri masalah kemacetan selalu menjadi polemik. Ojek online ini hadir untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari dengan mengedepankan teknologi yang semakin maju (https://www. suduthukum.
com/ 2017/03/ojek-online.html).
Pekerjaan ojek online tidak hanya dilakukan oleh kaum laki – laki, namun perempuan juga bisa melakukan pekerjaan ini. Zaman sekarang batasan antara pria dan perempuan sudah semakin memburam. Saat ini sudah banyak sekali tanggung jawab laki-laki yang dilakukan perempuan dan begitu pula sebaliknya. Hal itu juga termasuk masalah pekerjaan yang mana semakin banyak perempuan mencoba pekerjaan lelaki, salah satunya dengan menjadi ojek online. Kalau dulu ojek hanya identik dengan lelaki, sekarang sudah ada pengemudi ojek perempuan ditemui di jalanan. Perempuan yang bekerja sebagai ojek online harus siap bekerja kapan saja waktunya, sekalipun sampai larut malam, berbeda dengan pegawai kantoran yang jam kerja seorang perempuan disesuaikan dengan porsinya. Bila kebanyakan perempuan sudah bisa istirahat di malam hari, para ojek online justru masih harus berjuang di jalanan menanti orderan dari penumpang demi mendapatkan
penghasilan tambahan. Apalagi di kota-kota besar yang mana jam kerjanya bisa sampai tengah malam, dan tentu akan ada pelanggan untuk ojek online.
Meskipun jumlah perempuan yang melakukan pekerjaan pria sudah banyak, namun tetap saja ada orang-orang yang masih memandang sebelah mata. Apalagi jika pekerjaan yang dipilih adalah ojek online. Karena statusnya sebagai perempuan, banyak orang yang masih menganggap ojek online ini sebagai sosok lemah dan memperlakukannya dengan kurang baik. Apapun pekerjaannya pasti memiliki tantangan tersendiri. Apalagi bila sebuah pekerjaan itu sudah identik dengan salah satu gender, seperti halnya jika pekerjaan sebagai ojek online harus dilakukan oleh perempuan. Tapi diluar itu semua, para perempuan ojek online ini termasuk sosok luar biasa yang berani mengambil tantangan baru (https://www.boombastis.com/curhatan-tukang-ojek-wanita/96320).
Salah satu kota yang memiliki jasa ojek online adalah Medan. Di kota Medan terdapat penyedia layanan ojek online yang memiliki pengemudi perempuan sebagai ojek online. Salah satunya adalah Grab. Grab merupakan layanan transportasi online berbasis aplikasi startup yang bermarkas di Singapura dan paling sering digunakan di Asia Tenggara. Grab merupakan aplikasi layanan transportasi terpopuler di Asia Tenggara yang kini telah berada di Singapura, Indonesia, Filipina, Malaysia, Myanmar, Kamboja, Thailand dan Vietnam.
Grab meyakini bahwa setiap masyarakat di Asia Tenggara harus mendapatkan keuntungan dari ekonomi digital, dan perusahaan memberikan akses untuk layanan transportasi yang aman dan terjangkau, layanan pesan antar makanan dan pengiriman barang, serta layanan pembayaran mobile dan finansial. Pelayanan yang diberikan oleh Grab berupa GrabBike yaitu pelayanan ojek online, GrabCar yaitu pelayanan transportasi dengan mobil, GrabTaxi yaitu pelayanan transportasi mobil dengan mitra taxi resmi, GrabFood yaitu pelayanan jasa antar makanan, GrabExpress yaitu pelayanan jasa pengiriman paket (https://id.wikipedia.org/wiki/Grab_(aplikasi)).
Gambar 1.1 Aplikasi Driver Grabbike Online Sumber: Aplikasi Grab Driver
Banyak perempuan yang bergabung dengan Grab demi mencari nafkah dan menyeimbangkan aspek karir dan kehidupan serta karena fleksibilitas pekerjaannya. Seiring berjalannya waktu, mereka juga sering dihadapkan pada tantangan stigma terhadap perempuan. Bukanlah hal baru jika banyak perempuan di Indonesia telah menjadi tenaga profesional di bidang transportasi baik mengemudi dengan mobil atau sepeda motor, atau bis, kereta api, bahkan pesawat terbang. Tapi fenomena ini justru tidak seperti biasanya. Saat ini, Grab mempekerjakan perempuan dari berbagai latar belakang untuk menjadi pengemudi profesional, di seluruh pelosok negeri.
Jumlah mitra pengemudi perempuan Grab di Asia Tenggara meningkat lebih dari 230% pada tahun 2017. Artinya, para pengemudi perempuan telah
memiliki dorongan yang kuat untuk memenuhi aspek karir yang fleksibel dalam gaya hidup mereka. Mereka bahkan telah mencetak prestasi baru: pada bulan Januari tahun 2018, para mitra pengemudi perempuan Grab telah menempuh jarak 570% lebih jauh dibanding Januari 2017.
Banyak alasan mengapa para perempuan memilih berkarir dengan mengemudi dengan Grab. Sebagian berpikir bahwa cara ini akan membuat mereka mengontrol penuh aspek finansial hidup mereka. Bagi yang lain, mereka merasa pekerjaan ini cocok dengan gaya hidup dan prioritas pribadi mereka, baik dari sisi keluarga, maupun dari sisi kemandirian. Teknologi yang dipakai Grab memainkan peranan penting dalam memberdayakan para perempuan untuk memenuhi harapan, ambisi, dan mimpi mereka. Untuk semua mitra pengemudi, dan khususnya perempuan, platform teknologi mobile yang digunakan Grab tidak hanya menyediakan keleluasaan, namun rasa damai penggunanya.
Satu alasan mengapa semakin banyak perempuan memilih bergabung di Grab adalah berkat kebebasan yang diberikan kepada mereka. Dengan banyaknya urusan keluarga dan komitmen lainnya, Grab menawarkan fleksibilitas dalam bekerja. Sehingga tidak mengherankan bahwa faktanya kaum perempuan di Grab mengemudi dengan jarak 24% lebih pendek dibandingkan dengan mitra pengemudi pria, dan mereka (perempuan) menghabiskan waktu 14% lebih sedikit dalam mengemudi.
Pemberian rating oleh para penumpang Grab mendukung konsep kesetaraan ini. Di semua negara Asia Tenggara di mana Grab beroperasi, rating pengemudi pria dan perempuan hanya berbeda kurang dari 5%. Meskipun, sebagai catatan, umumnya rating para perempuan melampaui mitra pengemudi pria. Mitra pengemudi perempuan di Grab didorong oleh logika dan hati mereka. Ambisi dan dorongan dari hati seringkali menjadi kunci sukses. Meski kebanyakan mitra pengemudi perempuan Grab memulai karir mereka karena alasan keleluasaan dalam bekerja dan mendapatkan pendapatan, seringkali juga karena koneksi personal dengan para penumpang yang menyentuh hati mereka. Perempuan di Asia Tenggara menemukan keseimbangan dalam hidupnya dengan Grab. Mereka menyeimbangkan aspek rumah tangga dan kehidupan, ambisi serta gaya hidup mereka dan
mereka ingin membantu orang lain (https://www.grab.com/id/blog/para-wanita-yang- menghapus-stigma/).
Bekerja sebagai ojek online (GrabBike) dibutuhkan kerja keras karena merupakan pekerjaan yang cukup melelahkan terutama ditengah terik panas, dan macetnya kota Medan serta lelahnya dalam berkendara demi memenuhi permintaan dari pelanggan. Selain itu kendala yang di alami oleh driver bisa juga berupa pemberian rating buruk dari pelanggan, pembatalan pemesanan, perlakuan- perlakuan kurang baik yang berdampak buruk pada psikologi driver itu sendiri, dan yang lebih bahaya yaitu resiko kecelakaan dalam berkendara. Seorang driver harus siap menerima pesanan yang mereka dapat dari pelanggan. Kemampuan untuk memahami pelanggan sangat diperlukan demi memperoleh rating yang baik. Tak bisa dipungkiri pula bahwa semua resiko itu juga dialami oleh perempuan driver GrabBike.
Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, peneliti tertarik untuk meneliti konsep diri perempuan driver GrabBike Online di kota Medan.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka dapat dirumuskan fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana konsep diri perempuan driver Grabbike Online di kota Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui cara perempuan driver Grabbike online dalam menggunakan aplikasinya di kota Medan.
b. Untuk mengetahui konsep diri perempuan driver Grabbike online di kota Medan.
1.4 Manfaat Penellitian
Adapun yang menjadi manfaat pada penelitian ini adalah:
1. Secara akademis, peneliti diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap pengetahuan dibidang komunikasi, memperluas bahan penelitian komunikasi dan menajadi sumber referensi bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.
2. Secara teoritis, penelitian ini diharapakan dapat menembah pengetahuan dan wawasan mengenai ilmu komunikasi khususnya yang berhubungan dengan komunikasi antarpribadi dan konsep diri.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai referensi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan di bidang Ilmu Komunikasi, terutama bagi peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian
Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan bentuk cara pandangnya terhadap dunia. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya: paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisnya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana,2004: 9).
Menurut Denzin dan Lincoln dalam (Hajaroh 2013: 2), paradigma dipandang sebagai seperangkat keyakinan - keyakinan dasar (basic believes) yang berhubungan dengan yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan dan sifat dasar bahan kajian.
Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum. Konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Paradigma kualitatif mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur 2012: 73).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme karena (Kriyantono, 2006: 51) menjelaskan konstruktivisme sebagai berikut:
asumsi ontologis pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap
sebagai hasil konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu.
2.2 Kajian Terdahulu
Penelitian ini tidak lepas dari adanya penelitian-penelitian terdahulu mengenai hubungan antara komunikasi antarpribadi dan konsep diri. Adapun beberapa literatur yang bisa dijadikan sebagai acuan antara lain:
1. “Konsep Diri Perempuan Driver Go-Ride (Studi Kualitatif Konsep Diri Perempuan DRIVER GO-RIDE di Kota Medan)” oleh Muhammad Arif mahasiswa Universitas Sumatera Utara tahun 2018. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perempuan driver GO-RIDE memiliki konsep diri yang positif. Konsep diri positif sendiri ditandai dengan beberapa hal, seperti mampu mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, dan mampu memperbaiki diri. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa alasan utama para informan menjadi seorang driver GO- RIDE adalah untuk menambah penghasilan. Para informan juga memiilih untuk tidak terlalu menanggapi ketika ada orang yang memandang rendah terhadap pekerjaannya.
2. “Konsep Diri Dalam Komunikasi Antarpribadi (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan)” oleh Rico Simanungkalit mahasiswa Universitas Sumatera Utara tahun 2014. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa tujuh informan anggota Language and Cultural Exchange Medan memiliki konsep diri positif, sedangkan satu orang informan memiliki konsep diri negatif. Penelitian juga menemukan bahwa delapan informan anggota Language and Cultural Exchange Medan memiliki komunikasi antarpribadi yang efektif. Konsep diri yang positif ini memiliki peran sangat besar dalam menghasilkan komunikasi antarpribadi yang efektif anggota Language and Cultural Exchange Medan.
3. “Konsep Diri Perempuan Pecinta Film Anime (Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Pecinta Film Anime di Kota Medan)” oleh M.
Solihul Amri Nasution mahasiswa Universitas Sumatera Utara tahun 2018.
Hasil penelitian ini menunjukkan kelima informan perempuan yang menyukai film anime memiliki konsep diri positif. Konsep diri positif sendiri ditandai dengan beberapa hal, dua diantaranya adalah merasa setara dengan orang lain dan menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat. Mereka menyadari bahwa keputusan mereka untuk menjalani aktivitas yang berhubungan dengan anime akan mendapatkan pandangan miring dari masyarakat karena masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan budaya populer Jepang ini. Akan tetapi hal tersebut tidak membuat mereka merasa malu dengan hobi yang telah mereka tekuni ini.
2.3 Komunikasi
Sebagai makhluk sosial, komunikasi merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Dengan komunikasi, seseorang dapat menyampaikan informasi, ide ataupun pemikiran, pengetahuan, konsep dan lain-lain kepada orang lain secara timbal-balik, baik sebagai penyampai pesan (komunikator) maupun sebagai penerima pesan (komunikan).
Ada begitu banyak defenisi yang dikemukakan oleh para ahli dari berbagai sudut pandang mereka masing-masing. Menurut Everett M. Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Sedangkan menurut Raymond S. Ross, komunikasi (intensional) adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator (Mulyana, 2010: 69)
Komunikasi merupakan dasar interaksi manusia. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide dan gagasan. Secara sederhana kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari satu pihak ke
pihak lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang ditukarkan (Fajar, 2009: 3).
Komunikasi memiliki beberapa fungsi yang diantaranya sebagai berikut:
1. Kendali
Komunikasi dalam bertindak untuk dapat mengendalaikan perilaku anggota di dalam beberapa cara, pada tiap organisasi memiliki wewenang serta juga garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh anggotanya.
2. Motivasi
Komunikasi tersebut membantu didalam perkembangan motivasi dengan cara menjelaskan kepada para karyawan itu, apa yang harus dilakukan bagaimana mereka itu dapat bekerja baik serta juga apa yang dapat dikerjakan untuk dapat memperbaiki kinerja apabila itu di bawah standar.
3. Pengungkapan emosional
Pada banyak karyawan dalam kelompok kerja, mereka adalah sumber utama dalam interaksi sosial, komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu adalah suatu mekanisme fundamental dengan mana anggota-anggota tersebut menunjukan kekecewaan serta juga rasa puas mereka, oleh sebab itu komunikasi menyiarkan suatu ungkapan emosional dari pereasaan serta juga pemunahan kebutuhan sosial.
4. Informasi
Komunikasi tersebut memberikan informasi yang diperlukan bagi individu maupun juga bagi kelompok didalam mengambil suatu keputusan dengan meneruskan data didalam mengenai dan juga menilai pilihan-pilihan alternatif (Robbins, 2002: 310-311)
Bentuk-bentuk dalam komunikasi antara lain sebagai berikut:
1. Komunikasi vertikal
Komunikasi vertikal adalah suatu komunikasi dari atas ke bawah serta juga dari bawah ke arah atas atau juga koomunikasi dari pimpinan ke bawahan atau juga dari bawahan ke pimpinan dengan secara timbal balik komunikasi vertikal yang terjadi secara formal.
2. Komunikasi horizontal
Komunikasi horizontal adalah suatu komunikasi dengan secara mendatar, sebagai contoh komunikasi antara karyawan dengan karyawan yang lainnya serta juga komunikasi ini sering sekali berlangsung tidak formal.
3. Komunikasi diagonal
Komunikasi diagonal sering juga disebut dengan komunikasi silang adalah seseorang dengan orang yang lain yang satu dengan yang lainnya juga berbeda dalam kedudukan serta juga bagian (Effendy, 2000: 17).
2.4 Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respon nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Meskipun setiap orang dalam komunikasi interpersonal bebas mengubah topik pembicarannya, kenyataannya komunikasi interpersonal bisa didominasi oleh suatu pihak kapanpun. Komunikasi interpersonal berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya, komunikasi tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya (Mulyana, 2005:81).
Menurut Effendi (dalam Liliweri, 1991:12) komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap efektif dalam merubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis. Komunikasi antarpribadi ini biasanya dilakukan secara tatap muka.
Barnlud (dalam Liliweri, 1991:12) menyatakan komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua atau tiga orang atau empat orang yang terjadi sangat spontan dan tidak berstruktur. Proses pelaksanaan komunikasi antar pribadi tidak perlu adanya perencanaan (terjadi secara spontan) dan dapat mudah terjadi diantara orang – orang yang bertemu. Menurut Tan (dalam
Liliweri, 1991:12) mengemukakan komunikasi antar pribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua atau lebih orang.
Berdasarkan definisi yang dibuat para ahli tersebut komunikasi antar pribadi terjadi secara spontan, tatap muka dan dialogis memungkinkan terjadinya kontak langsung. Oleh sebab itu, bentuk komunikasi ini dianggap ampuh untuk mengubah sikap, pandangan dan perilaku orang lain. Situasi tatap muka dan terjadi kontak langsung memungkinkan komunikator untuk menguasai situasi komunikasi yang sedang berlangsung. Komunikan juga mengetahui dengan pasti apakah pesan – pesan yang disampaikannya itu diterima dengan baik ataupun ditolak, berdampak positif maupun negatif. Jika tidak diterima, maka komunikator bisa mendapatkan respon pertanyaan balik dari komunikan.
Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book” (Devito, 1989:4) sebagai:
“Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.”
Komunikasi antarpribadi bila dibandingkan dengan bentuk komunikasi lainnya dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah karena komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka, sehingga terjadi kontak pribadi. Ketika pesan disampaikan, umpan balik berlangsung seketika. Artinya, komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan terhadap pesan yang dilontarkan pada saat itu juga, misalnya melalui ekspresi wajah (Effendy, 2003: 60-63).
Berdasarkan batasan komunikasi antarpribadi dari Devito, maka dapat dilihat elemen-elemen apa saja yang terkandung di dalamnya, yaitu:
1. Pesan
Pesan adalah semua bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal.
Bentuk pesan dapat bersifat:
a. Informatif: memberi keterangan dan komunikan membuat persepsi sendiri.
b. Persuasif: bujukan untuk membangkitkan pengertian, kesadaran, sehingga terjadi perubahan pada perdapat atau sikap.
c. Koersif: memaksa dengan ancaman sanksi, biasanya berbentuk perintah.
2. Orang-Orang atau Sekelompok Kecil Orang-Orang
Orang-orang atau sekelompok kecil orang-orang adalah apabila seseorang berkomunikasi, paling sedikit akan melibatkan dua orang, tapi mungkin juga akan melibatkan sekelompok kecil orang.
3. Penerimaan Pesan (Komunikan)
Penerimaan ialah bahwa dalam suatu komunikasi antarpribadi, tentu pesan- pesan yang dikirimkan oleh seseorang harus dapat diterima oleh orang lain.
4. Efek
Beberapa efek tentu akan terjadi di dalam suatu komunikasi. Efek mungkin berupa suatu persetujuan mutlak atau ketidaksetujuan mutlak, atau mungkin berupa pengertian mutlak atau ketidakmengertian mutlak pula.
5. Adanya Umpan Balik
Umpan balik adalah pesan yang dikirim kembali oleh si penerima, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Apabila komunikasi itu tatap muka, maka umpan balik bisa berupa kata-kata, kalimat, gerakan mata, senyum, anggukan kepala atau gelengan kepala.
Jody C. Pearson mengemukakan enam karakteristik komunikasi antarpribadi sebagai berikut:
1. Komunikasi antarpribadi dimulai dalam diri pribadi / self.
2. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional.
3. Komunikasi antarpribadi mencakup aspek-sapek isi pesan dan hubungan antarpribadi.
4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi.
5. Komunikasi antarpribadi melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan yang lainnya (interdependen) dalam komunikasi.
6. Komunikasi antarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang (irreversible) (Riswandi, 2013: 66).
Ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang efektif menurut Herdiyan Maulana dan Gumgum Gumelar dalam bukunya “Psikologi Komunikasi dan Persuasi”, yaitu adanya keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesamaan makna (2013,97).
1. Keterbukaan (openness)
Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahwa permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut atau malu, kedua-duanya saling mengerti dan memahami pribadi masing- masing.
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang lain yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang lain harus dengan segera membukakan riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk berinteraksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Individu ingin orang lain berinteraksi secara terbuka terhadap apa yang dia ucapkan. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidakacuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih baik. Keterbukaan ini ditunjukkan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah memang milik pribadi individu dan individu tersebut bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata “saya”.
2. Empati (emphaty)
Empati adalah kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada orang lain. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Empati dapat dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal. Secara nonverbal, empati dikomunikasikan dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang lain melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai ; (2) konsentrasi berpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik ; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
3. Dukungan (supportiveness)
Setiap pendapat, ide, atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi dengan demikian keinginan atau hasrat yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu individu untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan.
4. Rasa positif (positiveness)
Setiap pembicaraan yang disampaikan hendaknya mendapat tanggapan yang positif, Rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau berprasangka yang menggangu jalinan interaksi.
5. Kesamaan (equality)
Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadi pun lebih kuat apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap, usia, ideologi dan sebagainya. Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih tampan atau cantik, atau lebih kaya daripada yang lain.
Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama- sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Suatu hubungan antarpribadi yang ditandai oleh kesetaraan, ketidaksependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk
menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan individu menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti individu menerima pihak lain, atau kesetaraan meminta manusia untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain”.
Tujuan komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi tatap muka adalah sebagai berikut:
a. Mengenal diri sendiri dan orang lain.
b. Mengetahui dunia luar.
c. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna.
d. Bermain dan mencari hiburan.
e. Membantu orang lain.
f. Mengubah sikap dan perilaku (Lubis, 2007:138).
2.5 Konsep Diri
2.5.1 Pengertian Kosep Diri
Menurut William D. Brooks (Rakhmat, 1991:99) mendefinisikan konsep diri sebagai “Those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interactions with other”. Jadi, Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. ini disebut konsep diri. Menurut William H Fitts (Agustiani, 2009:138-139) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri sesorang karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts mengatakan bahwa ketika individu mempresepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu.
Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan
kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan.
Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya. Menurut Charles Horton Cooley (Rakhmat,2007: 100), kita melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain. Cooley menyebutkan gejala ini looking glass self (diri cermin) yang berarti seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa. Konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep diri, yaitu: komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem).
2.5.2 Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Adapun orang-orang yang dapat mempengaruhi konsep diri kita adalah (Calhoun & Acocella, 1990):
1. Orang Tua
Orang tua adalah kontak sosial paling awal dan paling kuat yang dialami oleh seseorang. Informansi yang diberikan orang tua pada anak lebih tertanam daripada informasi yang diberikan oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa. Anak-anak yang tidak memiliki orang tua, disia-siakan oleh orang tua akan memperoleh kesukaran dalam mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga menjadi penyebab utama anak berkonsep diri negatif.
2. Kawan sebaya
Kawan sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur oleh kelompok sebaya sangat berpengaruh pada pandangan individu terhadap dirinya sendiri.
3. Masyarakat
Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang melekat pada seorang anak, seperti setiao orang tuanya, suku bangsa, dan lain-lain.
Hal ini pun dapat berpengaruh pada konsep diri individu.
2.5.3 Jenis-jenis Konsep Diri
Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri (Rakhmat,2007:105-106), yaitu:
1. Konsep diri negatif
Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada beberapa tanda yang memiliki konsep diri negatif, yaitu:
a. Peka terhadap kritikan
Orang ini tidak tahan dikritik yang diterimanya dan mudah marah.
b. Responsif terhadap pujian
Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasnya pada waktu menerima pujian.
c. Merasa tidak disenangi
Merasa tidak diperhatikan oleh karena itu ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh.
d. Sikap hiperkritis
Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.
e. Pesimis
Menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. Orang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru.
2. Konsep diri positif
Konsep diri positif ditandai dengan:
a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah b. Ia merasa setara dengan orang lain
c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu
d. Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat,
e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek- aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan mengubahnya.
Ada sebelas karakteristik konsep diri positif menurut D.E. Hamachek (dalam Rakhmat,2007:106), yaitu:
a. Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.
b. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
c. Ia tidak menghabiskan waktu untuk mencemaskan apa yang terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu lalu dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.
d. Ia memliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan
e. Ia merasa sama dengan orang lain walaupun terdapat perbedaan latar belakang keluarga ataupun yang lain.
f. Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain.
g. Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima penghargaan tanpa rasa bersalah.
h. Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya i. Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan
berbagai dorongan dan keinginan dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.
j. Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, pengungkapan diri yang kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu.
k. Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah
diterima dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. kulaitas ini lebih mengarah kekerendahan diri dan kedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif. Konsep diri positif menghasilkan pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat, dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan dengan cermat pula.
2.5.4 Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi
Beberapa faktor dalam komunikasi antar pribadi dapat dipengaruhi oleh kualitas konsep diri seseorang (Rakhmat 2007: 105-110):
a. Nubuat yang Dipenuhi Sendiri
Nubuat yang dipenuhi sendiri dapat dijelaskan sebagai kecenderungan untuk bertingkahlaku sesuai dengan konsep diri. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal. Jika seorang gadis merasa dirinya sebagai wanita menarik, ia akan berusaha berpakaian serapi mungkin dan menggunakan kosmetik yang tepat.
Anda mberusaha hidup sesuai dengan label yang Anda lekatkan pada diri Anda, hubungan konsep diri dan perilaku dapat disimpulkan dalam ucapan you don’t think what you are, you are what you think.
b. Membuka Diri
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain akan meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat dengan kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman- pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif dan lebih cermat memandang diri sendiri dan orang lain.
c. Percaya Diri
Percaya diri adalah salah satu faktor terpenting dalam proses komunikasi. Kurangnya percaya diri menjadi salah satu penyebab terjadinya aprehensi komunikasi atau ketakutan untuk melakukan komunikasi. Orang yang aprehensif dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi dan hanya akan berbicara apabila terdesak.
d. Selektivitas
Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita, karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apakah seseorang bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif) dan apa yang kita ingat (ingatan selektif).
2.6 Teori Keterbukaan Diri (Self Disclosure Theory)
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan.
Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif, dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain (Rakhmat, 2007: 107).
Proses pengungkapan diri (self disclosure) adalah proses pengungkapan informasi diri pribadi seseorang kepada orang lain atau sebaliknya. Pengungkapan diri merupakan kebutuhan seseorang sebagai jalan keluar atas tekanan-tekanan yang terjadi pada dirinya (Bungin, 2008: 263).
Gundykunst, (1983) (Liliweri 2001: 58) menunjukkan bahwa pada umumnya setiap individu selalu berusaha membuka diri, derajat keterbukaan pribadi itu sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi, waktu dan kesempatan, siapa yang dijadikan objek relasi, jenis media yang dipilih dan lain-lain.
Pada 1955 Joseph Luft dan Harry Ingham mengembangkan sebuah konsep disebut johari window yang digambarkan sebagai sebuah jendela yang merupakan
PUBLIK
DIKETAHUI TIDAK DIKETAHUI
TERBUKA BUTA
TERTUTUP GELAP
PRIBADI salah satu cara untuk melihat dinamika dari self-awareness, yang berkaitan dengan perilaku, perasaan, dan motif kita. Jendela Johari tersebut terdiri dari matrik 4 sel, masing-masing sel menunjukkan daerah self (diri) baik yang terbuka maupun yang disembunyikan. Keempat sel tersebut adalah daerah publik, daerah buta, daerah tertutup, dan daerah gelap. Dalam johari window diungkapkan tingkat keterbukaan dan tingkat kesadaran tentang diri kita. Konsep johari window dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Konsep Johari Window
Sumber: Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Daerah Terbuka (Open Self) adalah berisikan semua informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan, dan sebagainya yang diketahui oleh diri sendiri dan oleh orang lain. Macam informasi yang termasuk disini dapat beragam mulai dari nama, warna kulit, dan jenis kelamin seseorang sampai pada usia, keyakinan politik dan agama. Daerah terbuka masing-masing orang akan berbeda-beda beasarnya bergantung pada dengan siapa orang ini berkomunikasi.
Ada orang yang membuat kita merasa nyaman dan mendukung kita, terhadap mereka, kita membuka diri kira lebar-lebar. Terhadap orang yang lain kita lebih suka menutup sebagian besar diri kita.
Daerah Buta (Blind Self) adalah berisikan informasi tentang diri kita yang diketahui orang lain, tetapi kita sendiri tidak mengetahuinya. Ini dapat berupa kebiasaan-kebiasaan kecil mengatakan “tahu kan” atau memegang-megang hidung bila marah atau hal-hal lain yang lebih berarti seperti sikap defensif atau pengalaman terpendam. Sebagian orang mempunyai daerah buta yang luas dan tampaknya tidak menyadari berbagai kekeliruan yang dibuatnya. Orang lain kelihatannya sangat cemas jika memiliki sedikit saja daerah buta. Mereka berusaha melakukan terapi dan mengikuti semua kegiatan kelompok penyandaran-diri.
Sementara orang yang lain mengira mereka tahu segalanya tentang diri mereka sendiri, percaya bahwa mereka telah menghilangkan daerah buta ini sampai nol.
Daerah Gelap (Unknown Self) adalah bagian dari diri kita yang tidak diketahui baik oleh kita sendiri maupun orang lain. Ini adalah informasi yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang luput dari perhatian. Kita memperoleh gambaran mengenai daerah gelap ini dari sejumlah sumber.
Adakalanya daerah ini terungkap melalui perubahan temporer akibat minum obat, melalui kondisi eksperimen khusus seperti hipnotis atau deprivasi sensori, atau melalui berbagai tes proyektif atau mimpi. Eksplorasi daerah gelap melalui interaksi yang terbuka, jujur dan empatik dengan rasa saling percaya dengan orang lain-orang tua, sahabat, konselor, anak-anak, kekasih merupakan cara efektif untuk mendapatkan gambaran ini.
Daerah Tertutup (Hidden Self) adalah mengandung semua hal yang anda ketahui tentang diri sendiri dan tentang orang lain, tetapi anda simpan hanya untuk anda. Ini adalah daerah tempat anda merahasiakan segala sesuatu tentang diri sendiri dan orang lain. Pada ujung-ujung ekstrem, terdapat mereka yang terlalu terbuka (overdisclosers) dan mereka yang terlalu tertutup (underdisclosers). Mereka yang terlalu terbuka menceritakan segalanya. Mereka tidak menyimpan rahasia tentang diri sendiri dan tentang orang lain. Dan mereka yang terlalu tertutup tidak mau mengatakan apa-apa. Kebanyakan dari kita berada di antara kedua ekstrem ini.
kita merahasiakan hal-hal tertentu dan kita membuka hal-hal yang lain; kita terbuka
kepada orang-orang tertentu dan kita tidak terbuka kepada orang yang lain. Pada dasarnya, kita adalah orang orang terbuka dan selektif (DeVito, 2010: 59-61).
2.6.1 Tingkat-Tingkat Keterbukaan Diri
Dalam proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam keterbukaan diri. Menurut Powell (Dayakisni 2003:89 dalam Lubis 2015: 23), tingkatan-tingkatan keterbukaan diri dalam komunikasi, yaitu:
a. Basa-basi: merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal, walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi basa-basi sekedar kesopanan.
b. Membicarakan orang lain: yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri.
c. Menyatakan gagasan atau pendapat: sudah mulai dijalin hubungan yang erat. Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
d. Perasaan: setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan menyatakan perasaan- perasaan yang mendalam.
e. Hubungan puncak: pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.
2.7 Gender
Istilah Gender menurut Oakley (1972) (Relawati, 2011: 4) adalah perbedaan kebiasaan atau tingkah laku antara perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan secara sosial, yang dibuat oleh laki-laki dan perempuan itu sendiri, hal tersebut merupakan bagian dari kebudayaan. Perbedan perempuan dan laki-laki menurut gender didasarkan pada budaya yang berdasar nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dimasyaraka, sehingga konstruksi gender bisa berbeda antara kelompok masyarakat satu dengan yang lain.
Gender merupakan konsep yang dibentuk oleh masyarakat dalam kaitannya dengan relasi antara laki-laki dan perempuan. Jadi, gender dikonstruksikan secara sosial maupun budaya, sehingga bukan dibentuk karena kodrat seperti halnya laki- laki dan perempuan yang dibedakan karena jenis kelamin (Relawati, 2011: 5).
2.7.1 Stereotip Terhadap Peran Gender
Stereotip adalah komponen kunci dari prasangka. Stereotip adalah kerangka kognitif yang berisi pengetahuan dan belief tentang kelompok sosial tertentu dan dilihat sebagai tipikal yang dimiliki oleh anggota kelompok tertentu tersebut.
Dengan demikian, individu yang memiliki stereotip tentang kelompok sosial tertentu akan melihat bahwa semua anggota kelompok sosial tersebut memiliki traits tertentu, walaupun dalam intensitas yang rendah. Stereotip ini berpengaruh dalam proses masuknya informasi sosial (Sarwono, dkk, 2011: 228).
Demikian pula stereotip terhadap peran gender, salah satu contoh adalah bahwa perempuan melekat sifat seperti lembut, cantik, emosional, keibuan dan lain- lain. Karena berbagai stereotip tersebut seperti sifat cengeng itu sebagai sifat perempuan maka orang tua ketika mengasuh anak laki-laki bahkan sejak BALITA selalu mengatakan “anak laki-laki jangan menangis”. Stereotip seperti ini seringkali merugikan. Misalnya anak laki-laki tidak boleh menangis maka anak akan menahan diri dari menangis dan terbawa hingga dewasa. Padahal menangis dapat mengurangi beban penderitaan yang dirasakan sehingga dapat mencegah stress (Relawati, 2011: 10).