• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

69

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI (Rotifer dan Nauplius Artemia)

HASIL BIOENKAPSULASI KAROTENOID TERHADAP SINTASAN DAN

PERTUMBUHAN LARVA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer)

1

Sofia Dhengi

1

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautandan Perikanan Email:dhengisofia@gmail.com

ABSTRAK

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting yang berpotensi untuk dibudidayakan. Penelitian ini bertujuan menentukan dosis optimum pengkayaan karotenoid dalam meningkatkan sintasan, pertumbuhan dan ketahanan stres larva ikan kakap putih. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan setiap perlakuan mempunyai tiga ulangan. Dengan demikian penelitian ini terdiri atas 12 satuan percobaan. Keempat perlakuan tersebut adalah dosis 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm. Parameter yang diteliti adalah sintasan, pertumbuhan dan ketahanana stres larva ikan kakap putih. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pakan alami rotifer dan nauplius artemia yang telah diperkaya wortel (Daucus carota) berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap sintasan, pertumbuhan, dan ketahanan stres larva ikan kakap putih (Lates

calcarifer). Sintasan, pertumbuhan, dan ketahanan stres larva ikan kakap putih tertinggi pada

dosis 10 ppm dan terendah pada dosis 0 ppm.

Kata Kunci: Ketahanan stres, larva ikan kakap putih, pertumbuhan, sintasan, wortel (Daucus

carota)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) adalah salah satu jenis ikan ekonomis penting yang berpotensi untuk dibudidayakan karena memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan budidaya (Chen & Meyers 1982 dalam Jaya dkk., 2013). Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya adalah ketersediaan benih. Selama ini benih ikan kakap putih sebagian besar masih diperoleh dari penangkapan di alam yang sifatnya bergantung pada musim. Oleh sebab itu, agar ketersediaan berkesinambungan maka perlu memproduksi benih ikan kakap putih melalui pembenihan.

Pada usaha pembenihan ikan kakap putih dewasa ini, produksi benih dari larva sampai mencapai ukuran fingerling (tokolan) masih sangat rendah. Hal ini disebabkan larva dibawah umur tiga minggu kondisinya masih lemah, sehingga mudah terserang hama/penyakit dan dimangsa oleh ikan yang lebih besar(Russel et al., 1987 dalam Mayunar 1991). Juvenil ikan kakap putih ukuran 1-2 cm memiliki resiko kematian yang lebih besar (Putra, 2006). Beberapa hasil penelitian larva ikan kakap putih mendapatkan sintasan yang masih rendah

(2)

70

antara lain (Salama, 2007) hanya 8,89%, dan (Srichanun et al., 2014), mendapatkan angka kematian hingga 100%. Menurut (Weatherley1972 dalam Hardianti dkk., 2016), kematian ikan dapat terjadi disebabkan oleh keadaan lingkungan yang tidak cocok dan pakan yang kurang berkualitas. Oleh sebab itu penyediaan pakan alami yang berkualitas dan mencukupi sangat penting untuk pemeliharaan larva.

Karotenoid merupakan suatu kelompok pigmen organik berwarna kuning, orange atau merah yang terjadi secara alami dalam tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik dan alisiklik. Jenis karotenoid diantaranya adalah beta karotenoid (Gross 1991 dalam Yulita 2015).Beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa karotenoid dapat meningkatkan nilai nutrisi.Hasil penelitian (Prayogo dkk., 2012), pemberian tepung kepala udang dalam pakan yang mengandung maggot sebagai sumber karotenoid memberikan peningkatan warna pada tubuh benih rainbow kurumoi (Melanotaenia parva) hingga 5-10%. Ernawati (2017), mendapatkan bahwa rotiferdan nauplius artemia yang telah diperkaya dengan karotenoid efektif dalam meningkatkan sintasan, pertumbuhan dan ketahanan stres larva nila air payau (Oreochromis. niloticus).

Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas guna menghasilkan sintasan larva ikan kakap putih yang tinggi perlu pengkayaan karotenoid pada pakannya sebelum diberikan ke larva. Oleh karena, dosis karotenoid yang optimum bagi pemeliharaan larva ikan kakap putih belum diketahui, maka penelitian tentang hal tersebut perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum pengkayaan karotenoid dalam meningkatkan sintasan, pertumbuhan dan ketahanan stres larva ikan kakap putih (Lates

calcarifer).

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Pebruari sampai juni 2018 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar. Analisis kadar karotenoid pada rotifer dan nauplius artemia serta larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Kualitas Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan.

(3)

71

Populasi dan Sampel

Populasi adalah larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) berumur 7 hari setelah menetas. Larva tersebut diperoleh dari hasil pembenihan di Balai Budidaya Laut (BBL) Ambon dengan umur D6 ditampung menggunakan bak fiber berkapsitas 200 L. Larva ikan kakap putih sebelumnya diaklimatisasi dengan salinitas 26 ppt dan dipelihara selama 20 hari. Sampel pakan alami berupa rotifer dan nauplius artemia yang telah diperkaya dengan karotenoid. Rotifer sebagai pakan uji diperoleh dari hasil kultur secara massal di Balai Perikanan Budidya Air Payau Takalar. Nauplius artemia berasal dari hasil penetasan kista merek Mackay Marine Artemia. Bahan pengkaya yang digunakan adalah karotenoid wortel (Daucus carota) yang diekstraksi di Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.

Prosedur Penelitian

Pengumpulan data dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan setiap perlakuan mempunyai 3 ulangan, dengan demikian penelitian ini terdiri atas 12 satuan percobaan. Adapun dosis karotenoid yang digunakan adalah 0, 5, 10 dan 15 ppm/L air media.

Analisis Kadar Karotenoid Rotifer, Nauplius artemia, Tubuh ikan

Untuk menentukan dosis bioenkapsulasi karotenoid pada rotifer, nauplius artemia dan tubuh ikan dilakukan pengukuran kadar karotenoid. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode yang digunakan Sudariono (2012), yang telah dimodifikasi. Nilai absorbansi ekstrak karotenoid diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 460 nm. Adapun konsentrasi karotenoid yang ada pada ikan kakap putih dihitung dengan menggunakan formula menurut (Chen & Meyers, 1992), sebagai berikut:

A 460 X Vekstrak

C = ---

E 1% 1 cm x B sampel

Keterangan:

C = Konsentrasi pigmen karotenoid total (ppm)

A = Absorbansi maksimum pada panjang gelombang 460 nm V = Volume ekstrak

E = Koefisien exstension (absorbansi) dari 1% standar dalam aceton dan dalam 1 cm tabung kuvet = 2200.

(4)

72

Sintasan

Sintasan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus (Effendi, 2002), sebagai berikut :

SR = 𝐍𝐭

𝐍𝟎 𝐗 𝟏𝟎𝟎

Keterangan : SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)

No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

Pertumbuhan

Pengukuran bobot tubuh menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 g, panjang tubuh dengan menggunakan micrometer yang ditempatkan dibawah lensa mikroskop pada awal pemeliharaan dan mistar pada akhir penelitian.

Laju pertumbuhan bobot rata-rata harian larva ikan kakap putih dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman, 1976)

,

sebagai berikut:

𝐒𝐆𝐑 = ( 𝐋𝐧 𝐖𝐭−𝐋𝐧𝐖𝐨

𝐭 )x 100

Keterangan:

SGR = Laju pertumbuhan bobot rata–rata harian (%/ hari) Wt = Bobot rata–rata individu pada akhir percobaan (g)

Wo= Bobot rata–rata individu pada awal percobaan (g)

t = Lama pemeliharaan (hari)

Pertambahan panjang tubuh mutlak ikan kakap putih dihitung dengan menggunakan rumus menurut (Effendi, 2002)

,

sebagai berikut :

L = Lt – L0

Keterangan :

L = Pertumbuhan panjang mutlak (cm)

Lt = Panjang tubuh rata–rata ikan kakap putih pada akhir percobaan (cm)

LO = Panjang tubuh rata–rata ikan kakap putih pada awal percobaan (cm)

(5)

73

Untuk mengevaluasi ketahanan ikan uji terhadap stres dihitung dengan menggunakan Formula Cummulative Stres Index (CSI) dari (Ress et al., 1994)

,

sebagai berikut:

CSI = D5 + D10 + …….+ D60

Keterangan :

CSI = Index stres kumulatif

D = Jumlah larva yang stres pada waktu tertentu.

Selama penelitian dilakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air media pemeliharaan larva ikan kakap putih meliputi: Suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut, dan amoniak.

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam. Apabila hasilnya berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan lanjutan uji Tuckey. Untuk menentukan dosis optimum digunakan uji respon sebagai alat bantu untuk analisis statistik tersebut dan menggunakan SPSS versi 20. Adapun kualitas air akan dianalisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan hidup larva ikan kakap putih (Lates calcarifer).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Karotenoid Rotifer, Nauplius Artemia dan Larva Ikan Kakap Putih (Latescalcarifer)

Hasil penelitian tentang Kandungan karotenoid rotifer, nauplius artemia dan larva ikan kakap putih (Latescalcarifer), dapat di lihat pada tabel 1.

Tabel 1 Rata-Rata Kandungan Karotenoid Rotifer, Nauplius Artemia Dan Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Setelah Diperkaya dengan Karotenoid Pada Setiap Perlakuan

Keterangan: Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan pada taraf 1% (p<0,01)

Tabel 1 hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengkayaan dengan karotenoid rotifer, nauplius artemia dan larva ikan kakap putih dengan karotenoid (ẞ-karoten) berpengaruh

Dosis Karotenoid (ppm) Rata-Rata Karotenoid Rotifer (ppm) ± SD Rata-Rata Karotenoid Nauplius Artemia (ppm) ± SD Rata-Rata Karotenoid Larva (ppm) ± SD 0 5 10 15 0,635 ± 0.20d 4,766 ± 0.04b 6,545 ± 0.16a 2,469 ± 0.33c 2,150 ± 0.06d 6,758 ± 0.67b 8,986 ± 0.44a 4,702 ± 0.54c 0,211 ± 0.118d 2,518 ± 0.196b 3,767 ± 0.196a 1,346 ± 0.115c

(6)

74

sangat nyata (p<0,01). Setelah diperkaya dengan karotenoid terjadi peningkatan kandungan karotenoid (ẞ-karoten) yakni pada rotifer dari 0,328 ppm naik sebesar 0,635 ppm (93,60%), nauplius artemia dari 2,035 ppm naik sebesar 2,150 (5,65%) dan larva ikan kakap putih dari 0,198 ppm naik sebesar 0,211 ppm (6,56%). Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kandungan karotenoid rotifer, nauplius artemia dan larva ikan kakap putih tertinggi pada perlakuan 10 ppm, sedangkan terendah dihasilkan pada perlakuan 0 ppm.

Hubungan antara dosis pengkayaan karotenoid(x-) dengan kandungan karotenoid rotifer(Y1), nauplius artemia(Y2) dan larva kakap putih(Y3) berpola kuadratik dengan persamaan masing-masing Y1 = -2.0517x2 + 10.987x – 8.475 (R2 = 0.9695), Y2 = -2.2228x2 + 12.102x –

7.9361 ((R2 = 0.9665), Y3 = -1.182x2 + 6.3754x – 5.113 (R2 = 0.9514). Berdasarkan

persamaan tersebut diketahui bahwa kandungan karotenoid dapat dicapai pada dosis optimum karotenoid masing-masing diperoleh rotifer sebesar 10,65 ppm, nauplius artemia sebesar 10,89 ppm dan larva ikan kakap putih sebesar 10,37 ppm.

Pada penelitian ini terlihat bahwa kandungan karotenoid rotifer, nauplius artemia dan larva ikan kakap putih tertinggi pada perlakuan 10 ppm, sedangkan terendah dihasilkan pada perlakuan 0 ppm. Rendahnya kandungan karotenoid pada dosis 0 ppm disebabkan tidak adanya penambahan karotenoid (ẞ-karoten) pada media pemeliharaan. Tingginya pemberian karotenoid ẞ-karorten pada dosis 10 ppm mampu diserap oleh rotifer, nauplius artemia dan larva ikan kakap putih. Pemberian karotenoid dengan dosis 5 ppm diduga kandungan karotenoid terlalu rendah sehingga kebutuhan larva akan nutrisinya belum tercukupi sedangkan kandungan karotenoid pada dosis 15 ppm diduga jumlah absorbsi karotenoid tidak efisien, sehingga larva yang memangsa rotifer dan nauplius artemia sangat terbatas dalam mengakumulasi beta karoten dalam tubuhnya. Tingkat penyerapan karotenoid menurun dengan cepat setelah menggunakan dosis yang lebih tinggi dari 10 ppm yang merupakan batas maksimal daya serap rotifer terhadap karotenoid (Piliang, 1995 dalam Ernawati, 2017)

.

Penambahan karoten ke dalam pakan memiliki batas maksimal artinya jika karoten ditambahkan ke dalam pakan dalam jumlah berlebih, pada titik tertentu tidak akan memberikan pengaruh yang lebih baik bahkan dapat menurunkan nilainya (Satyani dkk., 1992 dalam Ernawati 2017)

.

Dari persamaan diketahui bahwa kandungan karotenoid dapat dicapai pada dosis optimum karotenoid masing-masing diperoleh rotifer sebesar 10,65 ppm, nauplius artemia sebesar 10,89 ppm dan larva ikan kakap putih sebesar 10,37 ppm.

(7)

75

Sintasan

Sintasan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang diperkaya karotenoid pada setiap perlakuan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Histogram Hubungan Antara Dosis Pengkayaan Karotenoid Terhadap Sintasan Larva Ikan Kakap Putih (Latescalcarifer) Pada Setiap Perlakuan

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa sintasan larva ikan kakap putih selama pemeliharaan dengan pemberian pakan rotifer dan nauplius artemia yang diperkaya karotenoid tertinggi pada perlakuan 10 ppm dan terendah pada perlakuan 0 ppm.

Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pengkayaan karotenoid pada rotifer dan nauplius artemia berpengaruh sangat nyata terhadap sintasan larva yang mengkonsumsi pakan hidup tersebut (p<0,01). Berdasarkan diagram sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan 10 ppm yakni sebesar 73,33%, sedangkan terendah pada perlakuan 0 ppm yakni 33,33%. Tingginya sintasan pada dosis pengkayaan 10 ppm diduga bahwa pakan rotifer dan nauplius artemia yang dikonsumsi larva ikan kakap putih optimal mendukung sintasannya. Beta karoten sebagai provitamin A merupakan unsur yang sangat potensial dan penting bagi vitamin A. ß-karoten merupakan sumber vitamin A maka ketersediaan karoten perlu diketahui. Menurut (Guthrie & Picciano 1999 dalam Ernawati 2017),ẞ-karoten yang diserap mampu melindungi sel-sel dari bahan-bahan yang sifatnya reaktif pada tubuh larva. Unsur beta karoten dapat dikonversi menjadi retinol dan kemudian dikonversi ke ester retinil. Akan tetapi beta karoten yang dikonversi ke retina akan dimasukkan kedalam lemak dan didistribusikan keseluruh jaringan tubuh, terutama jaringan adipose dan adrenal. Rendahnya kandungan nutrisi pada perlakuan A yang tanpa pengkayaan pakan rotifer dan nauplius karena kebutuhan nutrisi yang tidak dapat terpenuhi tersebut dapat memicu terjadinya defisiensi pada larva sehingga memicu kematian massal. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan (Effendy dkk., 2005 dalam Khasanah 2012), bahwa kekurangan nutrisi pada fase pemeliharaan larva dapat menyebabkan kematian massal.

a 33.33 b 66.67 b 73.33 ab 57.33 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 0 5 10 15 Si nt as an ( % ) Dosis Karotenoid (ppm)

(8)

76

Pertumbuhan

Pertumbuhan Panjang Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

Perlakuan pemberian pakan rotifer dan nauplius artemia yang diperkaya karotenoid menghasilkan pertumbuhan panjang larva ikan kakap putih. Berdasarkan hasil penelitian larva mengalami pertumbuhan panjang. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh nutrisi yang terdapat pada pakan yang dikonsumsinya. Nilai pertumbuhan panjang larva ikan kakap putih dapat dilihat padaGambar 2.

Gambar 2. Histogram Hubungan Antara Dosis Pengkayaan Karotenoid Terhadap Pertumbuhan Panjang Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Pada Setiap Perlakuan

Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pemberian pakan rotifer dan nauplius artemia yang diperkaya dengan karotenoid berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan panjang larva ikan kakap putih (p<0,01). Berdasarkan diagram pertumbuhan panjang larva tertinggi diperoleh pada dosis karotenoid 10 ppm yakni sebesar 1,65%, tertinggi selanjutnya diperoleh pada dosis karotenoid 5 ppm yakni sebesar 1,43%, dan dosis karotenoid 15 ppm yakni sebesar 1,37%, sedangkan pertumbuhan panjang terendah pada dosis tanpa pengkayaan karotenoid yakni hanya sebesar 1,17%.

Pada penelitian ini pertambahan panjang larva ikan kakap putih pada dosis 10 ppm diduga bahwa pakan rotifer dan nauplius artemia yang telah diperkaya dengan karotenoid dosis tersebut optimal mendukung pertumbuhannya. (Septiyan dkk., 2017), mengemukakan bahwa pertambahan panjang terjadi karena kandungan nutrisi dari pakan yang diberikan pada ikan. Pertumbuhan erat kaitannya dengan protein dalam pakan karena protein merupakan nutrisi yang sangat dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan. Menurut (Sahrio dkk., 2016)

,

pakan alami berupa artemia mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi, selain kandungan protein yang tinggi daya tarik makanan diduga juga memainkan peran yang penting dalam

a 1.17 b 1.43 c 1.65 bd 1.37 -0,20 0,30 0,80 1,30 1,80 0 5 10 15 P er tu m b u h an P an ja n g (c m ) Dosis Karotenoid (ppm)

(9)

77

pertumbuhan larva ikan. Menurut (Hardianti dkk., 2016)

,

protein berperan sebagai komposisi utama pembentukan jaringan dan organ-organ tubuh ikan. Protein berisikan substansi-substansi nitrogen dalam bentuk asam amino, asam-asam lemak, vitamin dan sebagainya. Oleh sebab itu, penggunaan dan persediaan yang terus menerus dalam pakan sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan dan perbaikan sel-sel yang rusak.

Pertumbuhan Bobot Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

Perlakuan pemberian pakan rotifer dan nauplius artemia yang diperkaya dengan karotenoid menghasilkan pertumbuhan bobot yang tinggi dibandingkan pakan tanpa pengkayaan karotenoid seperti disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Histogram Hubungan Antara Dosis Pengkayaan Karotenoid Terhadap Pertumbuhan Bobot Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Pada Setiap Perlakuan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kandungan karotenoid rotifer dan nauplius artemia tidak berpengaruh nyata(p>0,05) terhadap laju pertumbuhan bobot larva ikan kakap putih (Lates calacarifer) yang mengkonsumsi pakan hidup. Dalam hal ini pertambahan bobot larva ikan kakap putih yang diperkaya dengan karotenoid dari dosis 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm menghasilkan pertambahan bobot yang sama.

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat, namun tidak semua pakan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan (Fujaya, 2004). Karotenoid diserap pada usus halus dan membutuhkan lemak untuk memaksimalkan penyerapannya karena saat dikeluarkan dari makanan akan dimasukkan campuran misalnya campuran garam empedu dan beberapa jenis lipid/lemak. Setidaknya dibutuhkan 3-5 g lemak untuk memastikan bahwa karotenoid dapat diserap dengan baik (Prawirokusumo 1991 dalam Ernawati 2017). Penelitian Yulianti dkk. (2014)

,

bahwa pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi setelah digunakan untuk metabolisme standar yaitu pencernaan serta

a 0.25 a 0.29 a 0.32 a 0.26 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0 5 10 15 P er tu m b u h an b ob ot (gr am ) Dosis Karotenoid (ppm)

(10)

78

beraktivitas. Sebaliknya rendahnya pertumbuhan disebabkan oleh kandungan nutrisi nauplius artemia spp. tanpa pengkayaan (kontrol) tidak dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh larva kakap putih.

Indeks Stres Kumulatif

Ketahanan stres larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) terhadap stres dievaluasi berdasarkan Formula Indeks stres kumulatif (Cummulatif Stres Index, CSI). Besarnya nilai indeks stres kumulatif larva kakap putih (Lates calcarifer) yang diperoleh pada percobaan ini disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Histogram Hubungan Antara Dosis Pengkayaan Karotenoid Terhadap Ketahanan Stres Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Pada Setiap Perlakuan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan kandungan karotenoid pada rotifer dan nauplius artemia terhadap tingkat ketahanan stres larva ikan kakap putih (Lates

calcarifer) berpengaruh sangat nyata (p<0,01). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap

indeks stres kumulatif pada percobaan penelitian larva ikan kakap putih memiliki ciri ciri visual seperti berenang tidak aktif baik di permukaan maupun didasar. Berdasarkan diagram ketahanan stres larva ikan kakap putih tertinggi diperoleh pada perlakuan 10 ppm dan terendah pada perlakuan (Tanpa pengkayaan).

Ketahanan tubuh yang lebih tinggi terhadap kondisi stres dapat dijadikan acuan terhadap kondisi maksimum ikan uji, Dalam hal ini larva mempunyai kemampuan beradaptasi pada kondisi yang buruk misalnya adanya perubahan salinitas mengingat ikan kakap putih dilihat dari kebiasaan hidupnya mampu bertahan pada kondisi salinitas yang tinggi. Tingginya tingkat stres larva pada 0 ppm karena tidak adanya suplai karotenoid pada pakan yang diberikan sehingga sangat mungkin bagi larva mengalami stres karena kurangnya mendapat asupan nutrisi. Menurut penelitian Xia et al., (2013)Penurunan regulasi gen yang terkait dengan kekebalan dan respon pertahanan dapat menunjukkan bahwa stres menekan fungsi

a 56.65 b 19.82 b 13.75 c 36.26 0 10 20 30 40 50 60 0 5 10 15 K et aha na n St re s (% ) Dosis karotenoid (ppm)

(11)

79

beberapa gen terkait kekebalan di usus. Penurunan regulasi tersebut dalam metabolisme menunjukkan bahwa stres menghambat fungsi metabolisme ikan.

Stres dapat mengganggu keseimbangan fisiologis ikan atau homeostasis dengan mempercepat aliran energi dalam sistem. Dalam keadaan stres biasanya kemungkinan ikan untuk bertahan hidup sangat kecil karena nafsu makan menurun dan mudah terserang penyakit. Kalaupun ada ikan yang stres akan mengalami gangguan pada nafsu makan, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. (Fujaya&Sudariono, 2015)

,

selanjutnya bahwa perbedaan konsentransi medium pemeliharaan dan konsentrasi cairan tubuh memaksa ikan melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya akhibat difusi dan osmose, jika hal tersebut tidak dilakukan akan menyebabkan kematian pada ikan. Menurut (Pickering 1981 dalam Ernawati 2017)

,

menyatakan bahwa stres merupakan suatu respon yang terakumulasi akhibat adanya stimulasi eksternal organisme akuatik yang mempengaruhi respon fisiologis dan internal organisme itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya stres pada suatu organisme salah satunya adalah tidak seimbangnya antara energi yang dibutuhkan dengan energi yang tersedia di lingkungannya.

Kualitas Air

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran beberapa parameter fisika kimia air media pemeliharaan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang meliputi suhu, pH, salinitas, DO, dan amoniak. Suhu selama penelitian berkisar antara 29,60C-300C, Derajat keasaman (pH) berkisar antara 7,83-8,2, Salinitas air berkisar antara 25-26 ppt, Kandungan oksigen terlarut (DO) berkisar antara 4,85-5,15 mg/L dan kadar amoniak berkisar antara 0,006-0,009 yang di kategorikan masih dalam kisaran normal bagi kehiudupan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer).

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran beberapa parameter fisika kimia air media pemeliharaan larva ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang meliputi suhu, pH, salinitas, DO, dan amoniak. Kualitas air yang digunakan relatif stabil selama penelitian pada semua perlakuan, hal tersebut karena menggunakan sistem resirkulasi dengan penambahan aerator.

(12)

80

PENUTUP Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kandungan karotenoid rotifer dan nauplius artemia tertinggi 6,545 ppm dan 8,986 ppm dan terendah 0,635 ppm dan 2,150 ppm menghasilkan dosis optimum karotenoid sebesar 10,65 ppm dan 10,89 ppm yang diperkaya ẞ-koroten optimal meningkatkan kadar karotenoid dalam tubuh rotifer dan nauplius artemia. Sintasan tertinggi diperoleh sebesar 73,33% dan terendah 33,33%, pertumbuhan panjang tertinggi sebesar 1,65 cm/ekor dan terendah 1,17 cm/ekor. Bobot tertinggi sebesar 0,32% dan terendah 0,25 %. Indeks stres kumulatif tertinggi sebesar 13,75 dan terendah 56,65. Disarankan agar penggunaan pakan alami berupa rotifer dan nauplius artemiapada larva ikan kakap putih sebelum digunakan terlebih dahulu diperkaya dengan wortel (Daucus carota) dosis 10,00 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Chen H.M. & Meyers S.P. (1992). Extraction Of Astaxanthin Pigmen From Crawfish Waste Using a Soy Oil Press. Journal of Food Sci, 47:892-896.

Effendi M.I. (2002). Biologi perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Ernawati. (2017). Pengaruh Pakan Alami (rotifer dan artemia) Hasil Bioenkapsulasi Karotenoid Terhadap Kelangsungan Hidup, Laju Pertumbuhan Dan Ketahanan Stres Larva Ikan Nila Air Payau (Oreochromis niloticus) (Tesis). Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Fujaya Y. (2004). Fisiologi ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan, Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta, Anggota IKAPI.168 hlm.

Fujaya Y. & Sudariono A. (2015). Fisiologi Ikan dan Aplikasinya Pada Perikanan. Jogyakarta-Makassar: Diterbitkan Oleh Pustaka Al-Zikra, 310 hlm.

Hardianti Q., Rusliadi.,& Mulyadi. (2016). Effect of Feeding Made With Different Composition On Growth and Survival Seeds of Barramundi (Lates calcarifer, Bloch). Faculty of Fisheries and Marine Sciences. University of Riau, Pekan Baru.

Huisman E.A. (1976). Food Convertion Efficiencies at Maintenance and Production Levels for Carp Cyprinus Carpio Linn. and Rainbow Trout Salmo Gairdneri Rich. Jurnal Aquaculture, 9 (2):155-273.

Jaya B., Agustriani F., & Isnaini. (2013). Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) dengan Pemberian Pakan Yang Berbeda. Maspari Jurnal, 5 (1), 56-63.

Khasanah N.R., Raharjda B.S., & Cahyoko Y. (2012). Pengaruh Pengkayaan Artemia spp. dengan Kombinasi Minyak Kedelai Dan Minyak Ikan Salmon Terhadap Pertumbuhan Dan Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Kepiting Bakau (Scylla paramamosain). Journal of Marine and Coastal Science, 1(2):125–139.

Mayunar. (1991). Pemijahan Dan Pemeliharaan Larva Ikan Kakap Putih. (Lates calcarifer). Jurnal Oseana, XVI (4):21–29.

Prayogo H.H., Rostika R., & Nurruhwati I. (2012). Pengkayaan Pakan Yang Mengandung Maggot Dengan Tepung Kepala Udang Sebagai Sumber Karotenoid Terhadap

(13)

81

Penampilan Warna Dan Pertumbuhan Benih Rainbow Kurumoi (Melanotaenia

parva). Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 3 (3):201-205.

Putra A.E. (2006). Teknik Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) (laporan). UD. Kakap Mandiri Desa Banyupoh Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.

Ress J.F., Cure K., Piyatiratitivorakul S., Sorgeloos P., & Manasveta P. (1994). Highly Unsaturated Fatti Acid Requirements of Panaeus Monodon Postlarvae: An Experimental Opproach Based on Artemia Enrichment. Jurnal Aquaculture, 122:193-207.

Sahrio M., Raharjo E.I., & Farida. (2016). Pengaruh Pemberian Jenis Pakan Alami Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Tergadak (Barbonymus

schwanenfeldii) (Laporan). Pontianak: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Muhammadiyah.

Salama A.J. (2007). Effects of Stocking Density on Fry Survival and Growth of Asian Sea Bass (Lates calcarifer). Journal KAU, (18):53-61.

Septiyan R., Rusliadi.,& Putra I. (2017). The Effect of Different Feeding on Growt and Calor of Guupy Fish (Poecilia reticulata). Laboratory Aquaculture of Technology Fisheries and Marine Science Faculty Riau University.

Srichanun M., Tantikitti C., Kortner T.M., Krogdah A., & Rutchanee C.R. (2014). Effects of Different Protein Hydrolysate Products and Levels on Growth, Survival Rate and Digestive Capacity in Asian Seabass (Lates calcarifer, Bloch) Larvae.Jurnal Aquaculture DOI, (10):10-16.

Sudariono. (2012). Pengaruh Bioenkapsulasi Karotenoid Wortel Pada Rotifer Dan Artemia Terhadap Sintasan Larva Kepiting Bakau (Scylla olivacea) Stadia Zoea (Tesis). Makassar: Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Xia H., Liu J.P., Liu F., Lin G., Sun F., Tu R., & Hua Y.G. (2013). Analysis Of Stress-Responsive Transcriptome In The Intestine of Asian Seabass (Lates calcarifer). Journal ListDNA Resv, 20(5):20-23.

Yulita E. (2015). Substitusi Chlorella Vulgaris Hasil Isolasi Dari Limbah Cair Industry Karet Sebagai Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Dinamika Penelitian Industri, 26 (2):131-138.

Yulianti E.S., Henni., Maharani H.W., & Diantari R. (2014). Efektivitas Pemberian Astaxasanthin dan Peningkatan Kecerahan Warna Ikan Badut (Amphiprion ocellaris). Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, Vol.3.

Gambar

Gambar  1.  Histogram  Hubungan  Antara  Dosis  Pengkayaan  Karotenoid  Terhadap  Sintasan Larva Ikan Kakap Putih (Latescalcarifer) Pada Setiap Perlakuan
Gambar  2.  Histogram  Hubungan  Antara  Dosis  Pengkayaan  Karotenoid  Terhadap  Pertumbuhan  Panjang  Larva  Ikan  Kakap  Putih  (Lates  calcarifer)  Pada  Setiap  Perlakuan
Gambar  3.  Histogram  Hubungan  Antara  Dosis  Pengkayaan  Karotenoid  Terhadap  Pertumbuhan  Bobot  Larva  Ikan  Kakap  Putih  (Lates  calcarifer)  Pada  Setiap  Perlakuan
Gambar 4.  Histogram  Hubungan  Antara  Dosis Pengkayaan  Karotenoid Terhadap Ketahanan  Stres Larva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Pada Setiap Perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aplikasi sperma sexing berbasis antioksidan pada simpan dingin terhadap kualitas dan integritas membran serta daya

Karena itu sudah saatnyalah kita terus berusaha melakukan upaya untuk memberikan pemahaman kepada publik bahwa menjadi seorang lesbian sama saja dengan manusia lainnya,

Menurut Martorella (Etin solihatin dan Raharjo,2007). IPS juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis kualitatif, maksudnya adalah analisis data yang dilakukan dengan cara menafsirkan data,

lingkup kepegawaian, adalah hasil kerja atau prestasi yang dicapai oleh pegawai dalam pelaksanaan suatu pekerjaan baik yang bersifat fisik/material maupun non

Seni pertunjukkan yang mempertunjukkan seni bela diri yang terkenal dari tanah Melayu Sumatera Utara adalah .... Seni pertunjukkan yang selalu ditampilkan ketika perayaan Imlek di

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal dengan sebagai Hipertensi.. merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari

Hal ini terjadi karena fluorida yang masuk ke dalam tubuh akan bergabung dengan ion hidrogen untuk membentuk hidrogen fluorida (HF) yang mudah melintasi