• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah mengikuti perkuliahan atau mempelajari bahan ajar pada bab ini, para mahasiswa dan pembaca diharapkan dapat :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Setelah mengikuti perkuliahan atau mempelajari bahan ajar pada bab ini, para mahasiswa dan pembaca diharapkan dapat :"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Tujuan Pembelajaran,

Setelah mengikuti perkuliahan atau mempelajari bahan ajar pada bab ini, para mahasiswa dan pembaca diharapkan dapat :

Mampu menjelaskan ruang lingkup bahasan pascapanen hortikultura,

Mampu menjelaskan pentingnya penanganan pascapanen pada produk hortikultura panenan,

Mampu menyebutkan dan kemudian menjelaskan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi mutu produk hortikultura panenan, dan

Mampu menjelaskan strategi pengelolaan dalam penanganan pascapanen hortikultura

(2)

A. Ruang Lingkup Pascapanen Hortikultura

Terhadap tanaman hortikultura yang meliputi tanaman buah, sayur, hias, dan tanaman obat-obatan selama pertumbuhan dan perkembangannya selalu melalui perubahan. Perubahan tingkat kemasakan itu diawali dari keadaan muda, dewasa (matang), masak (tua) sampai menjadi layu (senesen). Pemetikan terhadap organ panenan dilakukan pada saat organ tersebut telah matang atau masak. Namun seringkali dipetik pada saat masih muda, dan jarang dipetik pada saat telah layu. Saat pemetikan tersebut yang dikenal sebagai pemanenan.

Pemanenan terhadap komoditi hortikultura dalam berupa pekerjaan pemetikan untuk buah maupun sayuran buah, pemotongan untuk sebagian besar jenis sayuran dan bunga potong, maupun dengan cara pencabutan untuk jenis sayuran cabut seperti bayam dan kangkung darat. Setelah dipanen, organ panenan tersebut masih melakukan proses kehidupan hingga waktu tertentu, artinya masih mempertahankan kesegaran sebelum memasuki fase kelayuan.

Pascapanen atau lepas panen merupakan suatu periode yang dilewati oleh organ panenan suatu komoditi hortikultura setelah pemetikan (dipanen). Setelah memasuki periode tersebut, pada organ panenan mengalami perubahan metabolisme akibat dari terlepasnya hubungan dengan tanaman induk dan akibat lingkungan yang dihadapinya. Masih adanya proses-proses metabolisme dikarenakan organ panenan hortikultura bersangkutan masih merupakan organ atau bahan yang hidup. Namun demikian, periode kehidupan tersebut memiliki batasan waktu yang singkat, yaitu selama cadangan makanan masih cukup mampu mendukung proses metabolisme seperti respirasi. Cadangan makanan tersebut tentunya akan habis seiring dengan waktu, dan pada saat cadangan makanan telah habis, maka organ panenan mengalami senesen dan kemudian diakhiri dengan kerusakan berupa pembusukan.

(3)

Fisiologi pascapanen komoditi hortikultura adalah merupakan cabang pengetahuan penting dalam fisiologi tanaman dan hortikultura. Perlunya pengetahuan ilmu tersebut didasari atas banyaknya kegagalan dalam penanganan pascapanen yang bertujuan mempertahankan tingkat kesegaran ataupun keutuhan organ panenan komoditi hortikultura. Karena itu, maka dirasakan perlu memperhatikan lebih serius pada seluruh kegiatan operasional penanganan pascapanen dengan tidak mengenyampingkan upaya-upaya peningkatan produksi di lapang melalui kegiatan kultur teknis. Hal ini dikarenakan segala bentuk kultur teknis yang bertujuan menghasilkan sebanyak-banyaknya produk, secara langsung juga berpengaruh terhadap kualitas panenan tersebut.

Kehilangan dalam jumlah dan mutu terjadi cukup besar pada tanaman hortikultura dari saat panen hingga pada saat konsumsi. Kisaran kehilangan paska panen buah segar dan sayuran diperkirakan mencapai 5 – 25 persen pada negara-negara maju dan 20 – 50 persen pada negara-negara sedang berkembang. Sedangkan pada komoditi tanaman hias terutama bunga potong kehilangan tersebut lebih tinggi, yaitu 15 – 30 persen.

Atas dasar besarnya persentase kehilangan tersebut, maka perlu adanya upaya mengurangi kehilangan dimaksud. Upaya untuk dapat mengurangi kehilangan hasil pada periode pascapanen memerlukan syarat pemahaman beberapa dasar ilmu. Persyaratan tersebut meliputi :

1. Pemahaman terhadap faktor-faktor biologi dan lingkungan yang terlibat dalam proses perusakan (deteriorasi), dan

2. Menggunakan teknologi pascapanen yang dapat menunda senesen dan dapat mempertahankan kualitas yang baik.

Penjelasan di atas memberikan gambaran yang jelas pada kita bahwasannya sebagai langkah awal mempelajari Pascapanen Hortikultura, maka perlu pula dimengerti secara mendalam aspek-aspek biologi, fisiologi,

(4)

dan teknologi pasca panen komoditi bersangkutan. Oleh karena itu, tentunya ruang lingkup bahasan dalam Pascapanen Hortikultura meliputi Biologi dan Fisiologi Pascapanen serta dasar-dasar Teknologi Pascapanen yang diperlukan untuk mempertahankan kesegaran komoditi panenan tersebut.

Dengan berbekal pengetahuan Fisiologi Pascapanen dan Teknologi Pascapanen, maka pengelolaan pascapanen terhadap komoditi hortikultura panenan bertujuan memperpanjang masa segar komoditi bersangkutan melalui pencapaian beberapa tujuan lainnya seperti :

1. Menghindari kerusakan akibat aktivitas pra panen,

2. Mengurangi atau menghindari kerusakan akibat panenan yang tidak tepat dalam saat maupun teknik pemanenan,

3. Menghindari kerusakan pada tahapan pengumpulan, pengangkutan, dan penyimpanan sementara,

4. Menyediaan komoditi hortikultura sepanjang tahun atau di luar musim melalui penerapan teknik penyimpanan yang baik,

5. Memperluas penyebaran sehingga masih dapat dinikmati oleh penduduk yang hidup di daerah yang tidak cocok bagi tumbuh dan berkembangnya jenis-jenis tanaman hortikultura tertentu, dan

6. Menambah nilai ekonomis komoditi melalui penerapan yang baik teknologi pengemasan.

B. Pentingnya Penanganan Pascapanen

Kepentingan buah dan sayuran segar muncul karena kepentingan komoditi tersebut dalam bahan makanan (diet) manusia. Sedangkan bagi tanaman hias karena kepentingan keindahan sebagai terapi psikologis manusia. Manusia telah memanfaatkan buah dan sayuran dalam dietnya guna memenuhi kebutuhan nutrisi dan memenuhi ketertarikannya terhadap nilai rasa, bentuk maupun estetika khususnya bagi tanaman hias.

(5)

Dari buah dan sayuran, manusia mendapatkan vitamin C yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh manusia itu sendiri. Di samping vitamin, buah dan sayuran juga merupakan sumber penting karbohidrat, mineral, dan protein serta serat. Serat merupakan komponen yang penting juga karena disinyalir dapat mengendalikan beberapa penyakit pada manusia yang dalam dietnya kurang akan serat.

Buah, sayuran segar dan tanaman hias (bunga potong) adalah jaringan hidup yang terus melakukan perubahan fisiologi setelah panen. Proses fisiologi tersebut merupakan proses pematangan organ panenan. Proses pematangan merupakan suatu rangkaian proses perubahan warna, cita rasa dan tekstur yang terjadi sampai keadaan atau kondisi organ panenan tersebut diterima oleh konsumen untuk dikonsumsi ataupun diolah.

Terkait dengan perubahan yang terjadi, beberapa perubahan dikehendaki namun ada beberapa perubahan tidak dikehendaki oleh konsumen. Perubahan pascapanen dalam buah, sayuran dan bunga potong tidak dapat dihentikan, tetapi dapat diperlambat hingga batas tertentu. Senesen merupakan tahapan akhir dalam perkembangan organ tanaman yang pada dasarnya merupakan rangkaian peristiwa yang tidak dapat balik dan menyebabkan kerusakan, dan pada akhirnya kematian pada sel-sel.

Jadi dapat dikatakan bahwa karakteristik alami produk hortikultura panenan adalah adanya berbagai macam cekaman yang dialaminya akibat pisah dari tanaman induknya atau terpisah dari lingkungan hidupnya yang sebenarnya. Oleh karena itu, disadari bahwasannya komoditi hortikultura panenan tidak memiliki umur panjang sehingga kesegaran komoditi panenan tersebut cepat berubah hingga akhirnya rusak. Sifatnya yang mudah rusak (perishable) inilah yang menyebabkan perlunya penanganan yang serius terhadap komoditi panenan tersebut agar supaya keadaan segar yang disukai konsumen dapat dipertahankan hingga batas-batas yang masih dapat memberikan keuntungan bagi konsumen maupun produsen.

(6)

Pengelolaan lingkungan yang mencekam komoditi panenan dilakukan sedemikian rupa sehingga produk tersebut masih dapat mampu mempertahankan hidupnya yang direfleksikan dalam bentuk kesegaran dan perubahan pada tingkat minimal pada kandungan nutrisi. Pengelolaan cekaman lingkungan ini juga dilakukan untuk memperpanjang masa simpan dan sekaligus periode pemasaran.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Produk Hortikultura

Seperti terlah dijelaskan di atas, penanganan pasca panen terhadap komoditi panenan hortikultura adalah memperlambat laju perusakan (deteriorasi) dan memaksimalkan masa hidupnya (kesegaran). Diketahui pula bahwa proses kematian yang dilalui melalui proses senesen merupakan peristiwa yang tidak dapat balik. Sedangkan di sisi lain, mutu produk panenan hortikultura sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik produk bersangkutan. Demikian halnya dengan kualitas nutrisi secara langsung dipengaruhi pula oleh tingkat kesegaran.

Karena sebagian besar produk hortikultura dikonsumsi dalam keadaan segar, maka kesegaran organ panenan sangat menentukan tingkat mutu produk bersangkutan. Melalui penerapan teknik dalam penanganan pasca panen yang tepat maka proses kematian atau perusakan itu dapat diperlambat. Perusakan komoditi panenan tersebut tidak terlepas dari adanya beberapa fenomena yang mempercepat proses perusakan tersebut. Faktor-faktor umum yang memacu percepatan perusakan merupakan sesuatu yang mengkondisikan produk panenan mengalami cekaman (stress). Terhadap faktor-faktor tersebut, maka pengelolaan pasca panen diarahkan agar tercapai kondisi yang dapat menekan laju perusakan seperti respirasi dan transpirasi. Pemacu kerusakan tersebut meliputi :

(7)

1. Hilangnya pasokan air ke produk panenan,

2. Tidak tersedianya sinar untuk aktivitas fotosintesis,

3. Lingkungan barunya bersuhu di luar normal suhu lingkungannya, 4. Kerusakan mekanis yang terjadi saat pemanenan, dan

5. Kepekanan yang meningkat terhadap infeksi mikroorganisme penyebab busuk.

Perusakan pada organ panenan yang disebabkan oleh kelima kondisi yang telah disebutkan di atas secara langsung mempengaruhi aspek biologi dalam organ panenan bersangkutan. Hal ini tidak dapat dihindari dikarenakan bahwa organ panenan merupakan bagian tanaman yang masih hidup. Pengertian hidup disini berarti di dalam jaringan produk panenan masih berlangsung proses fisiologi. Namun demikian, perusakan yang terjadi di dalam jaringan panenan juga merupakan akibat adanya pengaruh lingkungan yang dapat mempercepat perusakan itu sendiri.

1. Faktor Biologi dalam Proses Perusakan (Deteriorasi) a. Respirasi

Respirasi adalah suatu proses pembongkaran bahan organik yang tersimpan (katabolisme) seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi bahan sederhana dan produk akhirnya berupa energi. Oksigen digunakan dalam proses ini, dan karbondioksida dikeluarkan/dihasilkan. Makna dari terjadinya respirasi pada organ panenan adalah :

Senesen dipercepat karena cadangan makanan yang diubah menjadi energi untuk mempertahankan kehidupan komoditi secara bertahap akan habis,

Kehilangan nilai gizi bagi konsumen dan berkurangnya mutu rasa, khususnya rasa manis, dan

(8)

Energi yang muncul sebagai panas dikenal sebagai Panas Vital, sangat penting dalam teknologi pasca panen untuk memperkirakan proses pendinginan dan kebutuhan ventilasi dalam upaya penyimpanan. Laju proses deteriorasi komoditi yang dipanen umumnya sebanding dengan laju respirasi

b. Produksi etilen

Etilen merupakan senyawa organik paling sederhana yang berpengaruh nyata pada proses fisiologi tanaman termasuk organ panenan. Etilen dihasilkan secara alami melalui metabolisme dan dihasilkan oleh jaringan tanaman tingkat tinggi dan beberapa mikroorganisme.

Etilen dinyatakan sebagai hormon yang mengatur penuaan dan pemasakan serta secara fisiologi aktif pada jumlah yang sangat kecil (kurang dari 0,1 ppm). Namun tidak ada hubungan yang konsisten antara kapasitas produksi etilen (C2H4) dengan mudah-tidaknya suatu

komoditi rusak. Perlakuan terhadap komoditi dengan etilen yang terlalu banyak akan mempercepat senesen.

Secara umum, laju produksi etilen meningkat dengan tingkat kematangan saat panen, adanya luka fisik, luka akibat serangga, hama, penyakit, meningkatnya suhu dan cekaman air. Di lain pihak, laju produksi etilen menurun dengan menempatkan komoditi panenan pada ruang penyimpanan dengan suhu aman terendah dan penurunan oksigen (kurang dari 8 persen) dan atau kenaikan karbondioksida (lebih dari 2 persen) di sekitar komoditi.

Terdapat berbagai tingkat variasi komoditi dalam laju memproduksi etilen, dari yang sangat rendah (<0,1 µl C2H4/kg-jam) pada kom kembang, jeruk, anggur, dan sayuran daun hingga sangat tinggi (>100 µl C2H4/kg-jam) pada srikaya dan sawo.

(9)

c. Perubahan komposisi

Tidak saja perubahan fisik yang terjadi selama proses pemasakan setelah panen. Perubahan kimiawi yang sekaligus merupakan komposisi dari komoditi panenan juga mengalami perubahan. Keduanya terjadi secara simultan, artinya apabila terjadi perubahan fisik pasti disertai terjadinya perubahan kimiawi.

Pada proses pematangan biasanya terjadi perubahan senyawa karbohidrat menjadi gula yang menyebabkan rasa buah ataupun sayuran manis. Kandungan senyawa organic dan senyawa fenolik menjadi berkurang sehingga rasa asam dan sepet menjadi berkurang. Demikian pula halnya senyawa volatile yang bertanggung jawab terhadap aroma juga mengalmi perubahan. Warna yang dipengaruhi oleh pigmen juga mengalami perubahan.

Perubahan-perubahan tersebut di atas terus berlangsung walaupun organ panenan tersebut telah terpisah dari tanamannya. Perubahan tersebut ada yang dikehendaki namun ada pula yang tidak dikehendaki.

Perubahan-perubahan tersebut meliputi :

Kehilangan kloropil (warna hijau) dikehendaki pada buah tetapi tidak pada sayuran,

Perkembangan karotenoid (kuning dan oranye) dikehendaki pada kebanyakan buah,

Perkembangan anthosianin (merah dan biru) dikehendaki pada beberapa buah,

Perubahan asam organik, protein, asam amino dan lipid dapat mempengaruhi kualitas rasa pada kebanyakan komoditi,

Kehilangan asam askorbat (vitamin C) merugikan kualitas nutrisi, Perubahan pati menjadi gula tidak dikehendaki pada kebanyakan buah,

(10)

Sedangkan perubahan gula menjadi pati tidak dikehendaki pada sayuran kacang kapri dan jagung manis maupun jagung baby,

Pertumbuhan dan perkembangan,

Pertunasan pada umbi kentang, bawang bombai, bawang putih dan sayuran akar karena akan sangat mengurangi kualitas dan mempercepat deteriorasi. Demikian pula halnya perakaran pada bawang bombai dan sayuran akar, hal tersebut tidak dikehendaki., dan

Perkecambahan biji dalam buah tomat, cabe dan jeruk lemon merupakan perkembangan yang tidak dikehendaki dari segi kualitas. Hal ini juga sering terjadi pada buah nangka. Demikian pula halnya peristiwa pembengkokan tangkai bunga potong gladiol dan jenis bunga potong lainnya akan mengurangi nilai kualitas bunga tersebut.

Jadi, pada organ panenan terjadi beberapa perubahan yang mengarah pada perusakan kualitas hingga sampai pada tingkat senesen dan akhirnya pembusukan. Perubahan komposisi organ panenan berbeda satu dengan lainnya. Misalnya untuk apel, terjadi perubahan kandungan gula yang terus meningkat seiring dengan umur, namun akan menurun setelah tercapai titik tertentu. Demikian pula halnya dengan kandungan pati. Perubahan yang terus menurun juga terjadi pada jenis-jenis komoditi lainnya demikian pula jenis komponen. Seperti halnya kandungan asam (vitamin C) buah jeruk (lemon maupun grafe fruit) terus menurun seiring dengan umur penyimpanan komoditi bersangkutan.

d. Transpirasi atau hilangnya air

Kehilangan air dapat merupakan penyebab utama deteriorasi karena tidak saja berpengaruh langsung pada kehilangan kuantitatif (bobot) tetapi juga menyebabkan kehilangan kualitas dalam penampilannya (dikarenakan layu dan pengkerutan), kualitas penampilan (lunak, mudah patah) dan kualitas nutrisi.

(11)

Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor dalam atau faktor komoditi (sifat morfologi dan anatomi) dan faktor luar (suhu, kelembaban relatif, tekanan atmosfir dan kecepatan gerakan udara). Terkait dengan faktor-faktor tersebut dan bahwa transpirasi adalah proses fisika yang dapat dikendalikan maka pengurangan atau penekanan proses transpirasi pada komoditi panenan dapat pula dilakukan. Upaya-upaya tersebut meliputi pembungkusan atau penyelaputan, pengemasan ataupun manipulasi lingkungan yang tidak menguntungkan menjadi lingkungan yang nyaman bagi komoditi selama dalam penyimpanan.

e. Pertumbuhan dan perkembangan

Tumbuhnya tunas atau pertunasan yang umumnya terjadi pada kentang dan bawang serta sayuran akar akan mengurangi kualitas dan mempercepat deteriorasi. Selain pertunasan, berkecambahnya biji dalam buah seperti jeruk maupun sayuran buah seperti tomat dan cabe juga akan mengurangi kualitas komoditi bersangkutan. Pada asparagus, terjadinya perpanjangan dan pembengkokan ujung tunas akan mengurangi kualitas akibat penurunan kandungan gizi maupun perkerasan tunas yang terjadi.

f. Kerusakan fisiologi

Kerusakan fisiologis diawali dari ketidakseimbangan nutrisi saat pra panen. Biasanya kerusakan fisiologis banyak terjadi akibat ketidak sesuaian keadaan suhu, seperti freezing injury, chilling injury, dan heat

injury. Selain itu, interaksi antara konsentrasi oksigen, karbondioksida

dan etilen, suhu dan lamanya penyimpanan berpengaruh langsung terhadap timbulnya dan beratnya kerusakan fisiologis.

(12)

g. Kerusakan fisik

Banyaknya tipe-tipe kerusakan fisik (luka permukaan, memar karena tumbukan, memar karena gesekan dan sebagainya) adalah penyebab utama deteriorasi. Luka mekanik tidak hanya tidak terlihat tetapi juga dapat mempercepat kehilangan air, mempermudah infeksi jamur, dan merangsang dihasilkannya karbondioksida dan etilen lebih banyak.

h. Kerusakan patogenik

Infeksi mikroorganisme penyebab penyakit (patohen) merupakan penyebab kerusakan organ panenan yang paling efektif. Akibat adanya luka-luka fisik atau kerusakan fisiologis dari komoditi panenan memberikan peluang mikroorganisme penyebab penyakit lebih efektif dalam menginfeksi. Tingkat kerentanan komoditi akan meningkat seiring dengan ketidak sesuaian lingkungan maupun senesen akan mempermudah terjadinya infeksi.

2. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Deteriorasi a. Suhu

Suhu merupakan faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi laju deteriorasi komoditi panenan. Untuk setiap kenaikan 10O C (atau 18O F) di atas optimum, laju deteriorasi meningkat 2 – 3 kali. Selain itu suhu berhubungan langsung dengan tingkat produksi etilen, penurunan oksigen dan peningkatan karbondioksida serta mudahnya infeksi jamur ataupun bakteri.

Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa pendinginan komoditi panenan sesegera setelah panen pada suhu 5OC akan dapat mengurangi kerusakan yang disebabkan mikroorganisme.

(13)

b. Kelembaban relatif

Laju kehilangan air dari komoditi panenan seperti sayur dan buah tergantung pada defisit tekanan uap antara komoditi dan keadaan udara di sekitarnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban relatif udara. Pada suhu dan laju pergerakan udara tertentu, kehilangan air dari komoditi tergantung pada kelembaban relatif, dan pada titik tertentu kehilangan air meningkat dengan meningkatnya suhu.

c. Komposisi atmosfir

Penurunan oksigen dan peningkatan karbondiokasida dapat menunda atau mempercepat deteriorasi. Besarnya pengaruh tersebut tergantung pada komoditi, kultivar, umur fisiologis, oksigen dan karbondioksida, suhu dan lamanya penanganan.

d. Etilen

Pengaruh etilen pada komoditi panenan dapat menguntungkan maupun merugikan. Etilen dapat digunakan untuk mempercepat pemasakan yang seragam pada buah yang dipetik pada stadia matang hijau. Sementara itu, perlakuan etilen dapat merugikan (penurunan kualitas) kebanyakan sayuran dan tanaman hias.

e. Cahaya

Adanya pencahayaan pada komoditi panenan akan menyebabkan penurunan kualitas komoditi bersangkutan. Ini terkait dengan perubahan warna yang mengarah pada pembentukan kloropil maupun perangsangan pembentukan swnyawa solanine yang bersifat meracun bagi manusia.

(14)

f. Faktor lainnya

Yang termasuk faktor-faktor lainnya disini adalah bahan kimia seperti pestisida ataupun zat pengatur tumbuh yang kemungkinan digunakan untuk mengurangi kecepatan deteriorasi. Penggunaan yang tidak tepat suatu senyawa justru berakibat merugikan bagi upaya perpanjangan masa segar maupun masa simpan komoditi panenan ataupun bersifat meracun bagi manusia yang mengkunsumsi.

D. Strategi Penanganan Pascapanen Hortikultura

Penanganan komoditi hortikultura panenan tentunya sangat tergantung pada jenis komoditi dan tingkat teknologi pascapanen yang tersedia. Penanganan atau teknik pengelolaan teknologi pascapanen diarahkan kepada pengelolaan atau pengaturan unsur iklim atau faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi laju kerusakan (deteriorasi) komoditi. Hal ini diperlukan tentunya dikarenakan komoditi hortikultura panenan bersifat mudah rusak. Upaya penangananannya diarahkan kepada memperlambat laju deteriorasi sehingga komoditi tersebut bila sampai pada konsumen masih dalam keadaan baik (berkualitas).

Pengelolaan unsur-unsur iklim tersebut dapat secara sendiri-sendiri ataupun secara bersamaan dua atau lebih unsur iklim. Untuk yang terakhir ini tentunya sangat membutuhkan tingkat teknologi yang tinggi. Terkait dengan upaya mempertahankan kesegaran komoditi panenen, maka perlu adanya pemahaman aspek fisiologi maupun teknologi yang dipadukan agar supaya memberikan kondisi yang menguntungkan bagi terjaganya kesegaran komoditi panenan tersebut. Terkait dengan penanganan pascapanen, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan komoditi hortikultura panenan meliputi :

(15)

1. Prosedur pengelolaan suhu, 2. Pengendalian kelembaban relatif, 3. Pengelolaan suhu tambahan, dan 4. Aplikasi beberapa perlakuan.

Upaya pengembangan teknik-teknik penanganan komoditi hortikultura panenan terus dilakukan. Baik itu berupa penelitian pengembangan teknik-teknik baru ataupun pengujian beberapa teknologi yang telah ada terhadap berbagai jenis komoditi yang berbeda.

Pengembangan teknologi penanganan paska panen saat sekarang ini ditekankan pada pengembangan metode pendinginan, pengelolaan atau pengendalian suhu, teknik pemanenan, teknik pengananan dalam transportasi, wadah atau kontainer, modifikasi ruang (atmosfir) simpan ataupun pengembangan teknik rekayasa genetika.

Hal-hal tersebut sangat diperlukan untuk dapat mempertahankan keadaan segar suatu komoditi semaksimal mungkin. Menghadirkan beberapa jenis komoditi di luar musim sebenarnya akibat adanya permintaan yang besar dan sekaligus sebagai pemacu pengembangan teknologi paska panen. Oleh karena itu, perkembangan terkini untuk memperoleh hasil panenan hortikultura yang memiliki daya simpan panjang tidak saja diarahkan kepada teknik pengelolaan lingkungan simpan, tetapi berkembang pula teknik rekayasa genetika. Teknik ini diarahkan untuk menghasilkan jenis-jenis tanaman yang memiliki bagian panenan yang dapat tahan lama setelah lepas panen dari pohon induknya secara alami akibat adanya karakter dalam (sifat genetis).

Seiring dengan perkembangan dunia dan tuntutan manusia, maka pengetahuan dan ilmu dalam kajian bioteknologi khususnya pada aspek pasca panen telah berkembang cukup pesat. Terdapat berbagai teknik yang termasuk dalam bioteknologi bagi upaya-upaya mengurangi kehilangan hasil

(16)

pada periode pasca penen. Teknik-teknik tersebut yang juga merupakan teknik dalam pengelolaan pasca panen komoditi hortikultura meliputi :

1. Penciptaan dan seleksi jenis-jenis tanaman yang memiiliki karakter khusus terkait pasca penen. Untuk itu, maka diperlukan suatu teknik rekayasa genetik ke arah penciptaaan jenis tanaman tahan terhadap cekaman ruang simpan maupun melalui penciptaan tanaman transgenik.

2. Penentuan standar kualitas panenan. Hal ini mengarah pada kemudahan dalam menerapkan teknologi penyimpanan sehingga waktu kesegaran komoditi panenan dapat dipeoleh cukup panjang.

3. Perlakuan awal sebelum pengiriman,

4. Teknik pengepakan, menjelaskan teknologi fisik pengepakan, yaitu ke arah bahan dan bentuk wadah simpan.

5. Pengaturan lingkungan penyimpanan melalui pengaturan suhu ataupun komposisi udara (atmosfir) ruang simpan, dan

6. Penggunaan bahan pengawet, perangsang maupun pelapis yang bertujuan mempertahankan kesegaran maupun menyeragamkan pemasakan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah, George, 2002. Horticulture – Principles and Practices. Second Edition, Prentice Hall.

Bautista, O.K., H.V. Valmayor, P.C. Tabora J.R., and R.R. Espino, 1983.

Introduction To Tropical Horticulture. Dept. of Horticulture Collage of

Agriculture Univ. of The Philippines at Los Banos. Pp:303-305.

Brotonegoro S., Jinadasa D., Lukman G., and Kosim K.M., 1992 (Eds.).

Agricultural Biotechnology. Proceedings of a Workshop on Agricultural Biotechnology, Bogor , Indonesia May 21 –24, 1991. Central Research

Institute for Agricultural Researcg and Development, Ministry of Agriculture Republik of Indonesia. 330 p.

Kader, Adel A., 1985. Postharvest Biology and Technology : An Overview. In Kader, Adel A ., et.al. (Eds). Postharvest Technology of Horticultural

Crops. Cooperative Extension, University of California, Division of

Agriculture and Natural Resources.

Salunkhe, D.K., Bhat, N.R., and Desai, B.B., 1990. Postharvest Biotechnology

of Flowers and Ornamental Plants. Springer-Verlag.

Wills, R.B.H., Mc. Glasson, W.B., Graham, D., Lee, T.H., and Hall, E.G., 1989.

Postharvest – An Introduction to The Physiology and Handling of Fruits, and Vegetables. An Avi Book, Van Nostrand Reinhold, New York.

World Bank, 1990. Agricultural Biotechnology – The Next Green Revolution? World Bank Technical Paper Number 133. The World Bank, Washington D.C.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara untuk meningkatkan nilai jual produk pertanian di Kabupaten Malang adalah dengan membuat sistem rantai pasok yang dapat meminimalkan biaya distribusi

Sebagaimana rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merasa perlu untuk mendapatkan data-data yang berkenaan dengan Keputusan Nahdlatul Ulama tentang

Implementasi teori entrepreneur (kewirausahaan) pada dasarnya adalah suatu usaha yang dilakukan melalui pengawasan melekat oleh diri sendiri melalui kreatifitas

DADAN HAERI GURATMAN,

Melalui dokumentasi yang dilakukan dengan baik dan benar, diharapkan asuhan kebidanan yang berkualitas dapat dicapai, karena jaminan kualitas merupakan sebagian

1.3 Mampu menyebutkan ragam kegiatan dan permainan AUD yang mendukung motorik AUD 14 Pelaksanaan Penilaian Perkembangan Motorik di TK/PAUD 1.1 Mampu memahami

1) tugas kelompok yang berkaitan dengan materi kurikulum dan GBPP; 2) Mengelompokan materi atau bahan ajar berdasarkan alokasi per- semester. Bacaan lebih lanjut:..

Pada Tabel 7 dapat terlihat dari hasil tes uji statistik bahwa nilai signifikan yaitu 0,03 sehingga nilai signifikannya &lt;0,05 berarti H1 (bermakna) atau terdapat perbedaan