• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dirasah Hadis edisi 11: Menggagas Ukhuwah Nisaiyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dirasah Hadis edisi 11: Menggagas Ukhuwah Nisaiyah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Membangun persaudaraan demi tegaknya keadilan bagi kemanusiaan, sejatinya tidak

membedakan jenis kelamin. Dalam teks al-Quran, Allah SWT. (bahkan) menghendaki umat manusia itu dapat bersatu tanpa berselisih karena perbedaan satu sama lain karena perbedaan ras, jenis kelamin, warna kulit ataupun suku bangsa.

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan manusia”. [QS. 11: 118-119]

“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan (syir’atan) dan jalan (minhaja). Seandainya Allah menghendaki,

niscaya Dia menjadikan kamu satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu mengenal pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan”. [QS. 5: 48].

Dengan menyadari pesan ilahi tersebut, kita juga bisa melihat bagaimana Rasulullah SAW. sendiri kerap berharap agar manusia sebagai hamba Allah senantiasa dapat bersatu seperti layaknya sesama saudara. Sebagaimana dalam dua haditsnya, yang

diriwayatkan Bukhari dan Muslim, ”Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara” (kunu ‘ibad allah ikhwana), “Hamba-hamba Allah

semuanya bersaudara” (al-‘ibad kulluhum ikhwah) [lihat juga ad-Darimi, hadits ke-25].

Makna teks persaudaraan tersebut memang cukup luas. Pembaharu Islam dari Mesir, Muhammad Rasyid Ridla dalam al-Wahy

al-Muhammady menyebutkan ada delapan hal persaudaraan atau persatuan untuk perbaikan ummat manusia di bidang sosial, politik, dan kebangsaan; kesatuan umat, bangsa, agama, perlakukan sama di hadapan pengadilan, persatuan keagamaan, persatuan kemanusiaan, persatuan keadilan dan persatuan bahasa. Namun, dalam paparan yang cukup baik tersebut, ternyata hal yang berkaitan dengan hak-hak perempuan ternyata luput disebutkan. Dari sinilah kemudian penting untuk mengangkat tema mengenai pentingnya persaudaraan antar perempuan atau persaudaraan untuk perjuangan hak-hak perempuan

(2)

Jika melihat riwayat-riwayat hadits Nabi, upaya penegakan keadilan bagi kaum perempuan dan sikap solidaritas atas diskriminasi yang diterima kaum perempuan tidak hanya dilakukan oleh Nabi SAW akan tetapi juga oleh kaum perempuan sendiri. Seperti misalnya yang

terjadi dalam sejarah para sahabat di zaman Nabi SAW. Tuntutan perempuan tersebut adalah representasi dari komunitas perempuan sendiri. Sebagaimana dikemukakan oleh Istri Nabi. SAW, Aisyah bint Abi Bakr r.a. kepada kaum perempuan Anshor tentang para perempuan Anshor yang tidak pernah malu untuk belajar mengenai agama. [Lihat Ibn al-Jauzi, Ahkam an-Nisa’, 4-Bayan dzat ad-din la tastahy min

as-su’al ‘an dinih, edisi takhrij hadits oleh Ibrahim Syams ad-din; 2001].

Bahkan mereka juga berani menuntut kepada Nabi SAW. pada saat dirasakan bahwa hak belajar mereka tidak terpenuhi bila dibandingkan dengan kesempatan yang diberikan kepada sahabat lelaki.

Tuntutan keadilan tersebut, seperti ditutur dalam hadits Abi Sa’id al-Khudriy, r.a.;

“Suatu saat beberapa perempuan mendatangi Nabi Muhammad SAW., mereka mengadu: “Mereka yang laki-laki telah banyak mendahului kami, bisakah kamu mengkhususkan waktu untuk kami para perempuan?

Nabi bersedia mengkhususkan waktu untuk mengajari mereka, memperingatkan mereka dan menasehati mereka”.

Dalam catatan lain, ada seorang perempuan yang datang menuntut kepada Nabi SAW. ia berkata;

“Wahai Rasul, para laki-laki telah jauh menguasai pelajaran darimu, bisakah kamu peruntukkan waktu khusus untuk kami perempuan, untuk mengajarkan apa yang kamu terima dari Allah? Nabi merespon:

“Ya, berkumpullah pada hari ini dan di tempat ini”. Kemudian para perempuan berkumpul di tempat yang telah ditentukan dan belajar dari Rasulallah tentang apa yang diterima dari Allah SWT. (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Ibn al-Atsir, juz X, hadits ke-7340)1

(3)

Dari hadits-hadits tersebut, dapat dipahami, seandainya tidak ada kebersamaan, persaudaraan atau nasib yang sama di antara para sahabat perempuan, rasanya tidak mungkin bagi mereka dapat berkumpul lagi dengan cepat, seperti yang dikehendaki Nabi SAW.

Pada sisi lain, terdapat penghargaan khusus dari Allah SWT. kepada para perempuan yang telah berperan penting atas perubahan sosial dan peradaban dunia. Mereka itu dalam sejarah Islam dikenal sebagai tokoh-tokoh kunci “penyatu”, bukan sekedar membantu kaum lelaki. Hal itu sangat berarti bagi keberadaan perempuan, dimana pada saat yang sama perempuan masih dipinggirkan oleh budaya dan

kepercayaannya. Sekurangnya, Rasulullah SAW. menyebut empat perempuan yang mendapat tempat khusus, setelah di alam baqa’, yakni Khadijah bint Khuwailid (konglomerat Arab, orang pertama masuk Islam, isteri Rasulallah SAW. dan pembela agama), Fathimah az-Zahra bint Muhammad (isteri ‘Ali ibn Abi Thalib), Maryam bint ‘Imran (Ibunya Nabi Isa, a.s.), dan Asiah bint Mazahim (isteri Fir’aun yang beriman kepada Nabi Musa a.s.). Sesuai dengan konteks zamannya, mereka merupakan representasi kaum perempuan yang aktif dalam penegakkan misi keadilan, ataupun persatuan keagamaan. Karena itu, mereka menjadi “perempuan utama ahli syurga”, sabda Nabi SAW.

“Dari Ibn ‘Abbas r.a. berkata; Rasulullah SAW. bersabda, “perempuan ahli surga yang paling utama adalah Khadijah bint Khuwailid, Fathimah bint Muhammad, Maryam bint ‘Imran, dan Asiah bint Mazahim”.

[HR. Ahmad dalam al-Musnad I/322. Lihat, Ibn al-Jauzi, Ahkam an-Nisa’, Dzkr Jama’ah min al-Qudama’, 2-Asiah bint Mazahim, edisi takhrij hadits oleh Ibrahim Syams ad-din; 2001]

Menggagas Ukhuwah Nisa’iyah, Mungkinkah?

Perkembangan perempuan sekarang, kelihatannya berbeda dengan sejarah perempuan Islam di atas. Dewasa ini telah banyak muncul, bukan saja figur perempuan, tapi juga berbagai organisasi perempuan, baik yang bersifat sosial keagamaan, kebangsaan, profesi, dst.

Pelbagai kegiatannyapun bermacam-macam, ada yang bersifat koalisi,

(4)

keadilan perempuan, seperti pendidikan politik (civic education), ulama perempuan, dst. Semuanya itu, mencerminkan sebuah persaudaraan antar perempuan (ukhuwah nisaiyah). Hanya saja, seperti laiknya ukhuwah islamiyah, ukhuwah nisaiyah belum menjadi “kesepakatan dan gerakan bersama” Lalu, apakah ide ukhuwah nisaiyah akan menafikan “peran” ukhuwah islamiyyah, ataupun ukhuwah dalam

bentuk lain, yang ada di Indonesia, saat ini? Tentu saja, hemat penulis, ukhuwah nisaiyah tetap relevan dan penting bagi satu sama lain, jika bukan dapat saling berkonstribusi untuk gerakan masing-masing.

Sebab, nyata-nyatanya, organisasi, persaudaraan atau

persatuan-persatuan yang ada itu masih belum mampu membawa aspirasi atau perspektif keadilan perempuan. Begitupun dengan para pemimpinnya. Di sinilah kemudian, ukhuwah nisaiyah menjadi sesuatu yang penting. Ia bersifat universal dan lintas kultural. Tetapi, memang, akan menghadapi “masalah baru” atau menjadi kendala seperti

ukhuwah-ukhuwah yang ada, bila ukhuwah nisaiyah hanya sekedar slogan dan menjadi organisasi yang eksklusif (tidak terbuka).

Menggagas ukhuwah nisaiyah sebenarnya dapat menjadi “kekuatan dan semangat baru” bagi persoalan-persoalan perempuan saat ini. Sebab, dalam nama-dirinya tidaklah ada diskrimimasi

(membedakan-bedakan), baik dari struktur sosial, keagamaan, ataupun isu-isu yang digagasnya. Maka dari itu, dalam ukhuwah nisaiyah

sesungguhnya juga akan tercakup semua unsur ukhuwah atau persatuan-persatuan lainnya, asalkan berperspektif (keadilan bagi) perempuan.

Perspektif keadilan perempuan, tampaknya belum menjadi bagian integral dari setiap individu atau organisasi bukan-perempuan.

Dalam konteks itu dibutuhkan persaudaraan yang berperspektif perempuan, bukan sekadar wadah organisasi perempuannya. Ukhuwah nisaiyah sejatinya menawarkan secara langsung kepentingan perempuan dan lelaki, dalam pelbagai soal-soal kemasyarakatan dan kamanusiaan.

Semoga dengan gagasan ukhuwah nisaiyah yang relatif baru dapat menjadi sebuah kanal atau jalan keluar alternatif atas persoalan-persoalan kemanusiaan, khususnya persoalan perempuan,. Mungkinkah? ]

Wallahu a’lam

(5)

1 Lihat Swara Rahima, “Dirasah Hadits”, No. 7 Th. III, Maret 2003

Referensi

Dokumen terkait

ransaksi adalah elemen ma8or ke@d"a dalam model kom"nikasi ransaksi adalah elemen ma8or ke@d"a dalam model kom"nikasi keseha#an...  7an#i nisa bisa

Dalam rangka mengetahui bagaimana mengembangkan berpikir kritis pada diri seseorang, Ennis (2000) menyebutkan bahwa pemikir kritis idealnya mempunyai 12 kemampuan

Berdasarkan Tabel 1.6 dengan jumlah responden sebayak 25 orang, terlihat guru yang belum memiliki etos kerja yang baik sebanyak 11 orang atau sebesar 15%, guru yang

Dari pendapat ahli di atas, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa Public Relations merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk menciptakan dan

Hasil yang di peroleh dari penelitian ini adalah persepsi risiko berpengaruh negatif dan signifikan terhadap niat beli produk fashion via instagram, hal ini

The result of the effect on implementing non- treatment of DRTA method on students reading comprehension for the control group of the composite comparing score for both pre-test

Pembentukan kalus yang terjadi diduga akibat adanya auksin endogenous (IAA) yang terbentuk secara alami pada bagian meristem. Kombinasi IBA + kinetin berpengaruh

programskom paketu Matlab R2007b kojim se mogu izr ačunati koeficijenti protoka pri strujanju kroz ventile za unesene izmjerene podatke na ispitnoj stanici i unesenu