• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PERJANJIAN FRANCHISE ANTARA FRANCHISOR DAN FRANCHISEE (STUDI DI MINUMLAH MATARAM) JURNAL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN PERJANJIAN FRANCHISE ANTARA FRANCHISOR DAN FRANCHISEE (STUDI DI MINUMLAH MATARAM) JURNAL ILMIAH"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PERJANJIAN FRANCHISE ANTARA FRANCHISOR DAN FRANCHISEE

(STUDI DI MINUMLAH MATARAM)

JURNAL ILMIAH

ANANDA UTAMI PUTRI D1A 016 017

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

2020

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PELAKSANAAN PERJANJIAN FRANCHISE ANTARA FRANCHISOR DAN FRANCHISEE

(STUDI DI MINUMLAH MATARAM) JURNAL ILMIAH

ANANDA UTAMI PUTRI D1A 016 017

Menyetujui, Pembimbing Utama,

Dr, Aris Munandar SH., M.Hum.

NIP. 196106101987031 001

(3)

PELAKSANAAN PERJANJIAN FRANCHISE ANTARA FRANCHISOR DAN FRANCHISEE

(STUDI DI MINUMLAH MATARAM)

ANANDA UTAMI PUTRI D1A016017

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan perjanjian franchise di Minumlah Mataram dan untuk mengetahui akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian oleh para pihak. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif empiris. Berdasarkan dari hasil penelitian diketahui bahwa perjanjian franchise Minumlah telah sesuai dengan KUH Perdata, namun dikatakan kurang apabila ditinjau dari Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Pihak franchisor tidak melaksanakan salah satu kewajibannya, namun untuk akibat hukum apabila tidak dilaksanakan kewajiban oleh para pihak tidak diatur dalam perjanjian, jika timbul kerugian di kemudian hari karena alasan tersebut, maka akan diselesaikan dengan cara musyawarah sesuai dengan isi perjanjian tersebut.

Kata kunci : Kata Kunci: Perjanjian Franchise, Akibat Hukum.

IMPLEMENTATION OF FRANCHISE AGREEMENT BETWEEN FRANCHISOR AND FRANCHISEE (STUDY IN MINUMLAH MATARAM)

ABSTRACT

The purpose of this research are determine of implementation the franchise agreement in Minumlah Mataram and examine the legal consequences when default under the agreement by the parties. The method using is empirical normative legal method. Based on the results of that the Minumlah franchise agreement is accordance with the Civil Code, on Franchising. The franchisor does not perform any of its obligations, on the legal consequences when they not perform the obligations by the parties have not stipulated in the agreement, when incurred losses in the future due to the reason, it will be resolved by consultation in accordance of the agreement.

Keywords: Franchise Agreement, Legal Effects.

(4)

I. PENDAHULUAN

Dalam era yang semakin maju ini, kecepatan pertumbuhan ekonomi sangat pesat terutama di Indonesia yang merupakan salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Indonesia memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi, berbagai macam bisnis telah dilakukan oleh masyarakat untuk mendatangkan keuntungan, salah satu bisnis yang marak di Indonesia sebagai dampak dari era globalisasi saat ini yaitu bisnis waralaba yang merupakan bisnis dalam bidang perdagagan dan jasa yang dalam bahasa asingnya disebut franchise.

Franchise (waralaba) pada awalnya bukan dilihat sebagai salah satu usaha bisnis, melainkan dipandang sebagai suatu konsep atau suatu sistem pemasaran yang digunakan sebuah perusahaan untuk mengembangkan pemasarannya tanpa melakukan investasi langsung mselainkan dengan melibatkan kerjasama pihak lain. Bisnis franchise (waralaba) menjadi salah satu usaha bisnis yang paling diminati di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Alasan mengapa bisnis ini berkembang pesat di Indonesia adalah karena dalam menjalankan bisnis franchise (waralaba) jauh lebih mudah dibanding harus memulai atau merintis usaha sendiri.

Franchise (waralaba) diperkenalkan pertama kali pada tahun 1851 oleh Isaac Singer yang merupakan produsen Singer Sewing Machine Company di Amerika, yang kemudian diikuti oleh perusahaan otomotif General Motor Industry pada tahun 1898.

Di Indonesia franchise dikenal sejak era 70-an ketika masuknya Shakey Pisa, KFC, Swensen dan Burger King. Oleh karena itu dibentuklah Assosiasi

(5)

Franchise Indonesia (AFI) pada tahun 1991 bertujuan sebagai wadah yang menaungi penerima waralaba dan pemberi waralaba. Selain, untuk menaungi para pihak dalam franchise, asosiasi ini juga bertujuan agar terciptanya industri franchise yang dapat menjadi faktor pendorong utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional berbasis usaha kecil dan menengah.

Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan penerima waralaba di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Sehingga pada tahun 2003 usaha franchise kembali berkembang pesat di Indonesia.1

Hadirnya bisnis franchise atau waralaba sebagai salah satu sistem bisnis mempunyai karakteristik khusus di dalam bidang perekonomian, selain itu juga dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dikarenakan bisnis franchise atau waralaba ini didasarkan pada suatu perjanjian yang otomatis menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak yaitu pihak franchisee dan pihak franchisor sehingga diperlukan adanya perlindungan hukum yang saling menguntungkan bagi masing-masing pihak. Selain itu, banyak usaha franchise yang bentuk perjanjiannya masih tidak terkonsep sesuai dengan aturan yang ada.

Waralaba lokal mulai bermunculan pada tahun 1980-an yang di mulai dari waralaba restoran, tetapi cikal bakal sudah kelihatan pada tahun 1970-an dengan munculnya ayam goreng Mbok Berek, di Kalasan, Yogyakarta dan ayam goreng Tohjojo di Solo.

1Mazwahid, Sejarah Waralaba, https://marketing.co.id/sejarah-waralaba/, Diakses pada 1 Juni 2020, pukul 10.04

(6)

Salah satu usaha franchise (waralaba) lokal yang berlokasi di Kota Mataram yang dapat dikatakan banyak peminatnya adalah brand Minumlah.

Usaha franchise ini menciptakan berbagai macam inovasi rasa di bidang kuliner khususnya minuman.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian yang berjudul Pelaksanaan Perjanjian Franchise antara Franchisor dengan Franchisee ( Studi Kasus di Minumlah Mataram ) ini antara lain: 1) Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian franchise di Minumlah Kota Mataram; 2) Bagaimanakah akibat hukum apabila terjadi wanprestasi oleh para pihak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian franchise di Minumlah Kota Mataram; 2) Untuk mengetahui akibat hukum apabila terjadi wanprestasi oleh para pihak. Manfaat dari penelitian ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum khususnya terutama hukum perdata yaitu mengenai perjanjian dan untuk memberikan gambaran yang jelas kaitannya dengan perjanjian franchise. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris, dan menggunakan tiga macam metode pendekatan, yaitu Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), Pendekatan konseptual (Conceptual Approach) dan Pendekatan Sosiologis (Sociologi Approach).2 Jenis dan sumber data yang digunakan adalah; 1) Data Primer; dan 2) Data Sekunder. Teknik dan alat pengumpulan data yaitu: 1) Studi Kepustakaan; dan 2) Penelitian lapangan.

2 Amirudin dan Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016

(7)

II. PEMBAHASAN

Waralaba sudah diperkenalkan terlebih dahulu oleh perusahaan mesin jahit Singer pada tahun 1883. Selain pemasaran produk, GM juga menerapkan sistem waralaba pada pengoperasian pompa bensin (SPBU). Sepuluh tahun kemudian Coca Cola menerapkan sistem ini. Singer, GM dan Coca cola adalah pelopor dalam mengembangkan tipe waralaba yang disebut Product and Trade Name Franchisin. Karamoy, (1996).

Sekitar tahun 1950 berkembang tipe waralaba yang kedua, sering disebut dengan Bussines Format Franchising. Tipe ini tidak hanya menjual lisensi merek dagang/nama produk, tetapi sekaligus konsep atau sistem bisnisnya. Pelopornya antara lain Mc Donald’s dan Dunkin Donut’s untuk bisnis siap hidang (Fast Food). Sedangkan bisnis non makanan atau minuman pelopornya adalah Holiday Inn. Karamoy, 1996).

Dewasa ini semakin berkembang waralaba generasi ketiga yang terkenal dengan Bussines Format. Usaha ini dimulai dengan pembukaan restoran Kentucky Fried Chicken (KFC) di Melawai, Jakarta pada tanggal 18 Oktober 1979 oleh Dick Galael. KFC adalah merk dagang dari PT Fast Food Indonesia Tbk. Keberhasilan yang diraih dalam membangun KFC brand image selama hamper 30 tahun beroperasi segera diikuti oleh pengusaha lain yang juga memasuki bisnis masakan siap saji (Karamoy,1996). Waralaba asing yang beroperasi di Indonesia terdiri dari restoran fast food ayam goreng, hamburger,

(8)

dan restoran, seperti Pizza Hut dan Domino Pizza. Selain itu juga ada masakan Jepang, Ice Cream dan yoghurt.

Beberapa perusahaan waralaba asing yang ada di Indonesia adalah A&W Family oleh PT Biru Fast Food Nusantara (Biru Group), berdiri pada tahun 1981, Wendy’s oleh PT Wendy Citra Rasa, berdiri pada tahun 1991. Saat ini istilah waralaba sudah cukup dikenal oleh para pelaku ekonomi di Indonesia. Maraknya pemilik modal berbasis waralaba disebabkan karena bentuk kerjasama ini mempunyai daya tarik tersendiri. Daya tarik tersebut bukan saja berasal dari manajemen, seperti pemasaran, produksi, keuangan dan manajemen sumberdaya manusia.

Selain waralaba asing atau internasional, berkembang juga waralaba lokal yang mulai bermunculan pada tahun 1980-an yang di mulai dari waralaba restoran, tetapi cikal bakal sudah kelihatan pada tahun 1970-an dengan munculnya ayam goreng Mbok Berek, di Kalasan, Yogyakarta dan ayam goreng Tohjojo di Solo.

Salah satu contoh usaha waralaba yang ada di Kota Mataram adalah franchise Minumlah yang termasuk dalam jenis waralaba atau franchise lokal yang saat ini sedang berkembang di Kota Mataram.

Minumlah.id memulai bisnis dengan mebuat minuman-minuman berbagai flavour yang dipadukan dengan cheese tergurihnya. Minumlah.id berawal dari delivery order dan mengikuti berbagai festival makanan hingga saat ini memiliki beberapa gerai/outlet.

(9)

Gerai pertama didirikan di Jl. Panji Tilar mendapat antusias yang lumayan dari para penikmat minumlah, sehingga selanjutnya gerai kedua dibuka di Jl.

Airlangga di bulan September 2019, gerai ketiga dibuka di Jl. Pejanggik dikenal dengan Minumlah Cakranegara, gerai keempat dibuka di Jl. Dr. Soetomo, dan yang gerai kelima yang baru saja dibuka di Jl. Ki Hajar Dewantara, Praya pada April 2020.

Waralaba (Franchise) pada dasarnya adalah sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Dalam hal ini franchisor memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan kegiatan pendistribusian barang dan jasa di bawah nama dan identitas franchisor dalam wilayah tertentu, dimana usaha tersebut dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara yang ditetapkan franchisor dan franchisor memberikan bantuan (assistance) terhadap franchise. Sebagai imbalannya franhcisee membayar sejumlah uang berupa innitial fee dan royalti.3

Secara garis besar, proses pelaksanaan perjanjian franchise pada Minumlah Mataram berdasarkan yang dipaparkan saat wawancara dengan Lalu Rizki Diyantama selaku pihak franchisee, dengan melalui beberapa tahap yaitu tahap observasi oleh pihak franchisee selama 3 bulan setelah itu survey lokasi lalu penandatanganan kontrak perjanjian franchise oleh kedua belah pihak yaitu antara pihak franchisor dan pihak franchisee, setelah itu penandatanganan barulah pihak franchisee melakukan launching outlet atau gerai Minumlah di lokasi yang sudah

3 Suharnoko, Hukum Perjanjian:Teori dan Analisis Kasus, Kencana, Jakarta, 2007, hlm.

82

(10)

ditentukan sesuai kesepakatan kedua belah pihak.4 Perjanjian ini berbentuk perjanjian baku atau standar, oleh karena itu terkait dengan isinya sesuai dengan keinginan para pihak franchise untuk menyepakati perjanjian tersebut. Proses pembuatan perjanjian franchise antara franchisor dengan franchisee telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Brand ini didirikan dan dikembangkan oleh M. Wahyu Hidayat selaku franchisor sekitar awal 2019, dikenal dengan Minumlah.id dan tercantum di dalam kontrak perjanjian franchise yang menjadi pihak franchisee adalah Lalu Rizki Diyantama pemilik usaha Minumlah yang memiliki outlet di Jalan Airlangga.

Pada dasarnya dalam sistem franchise terdapat tiga komponen pokok, yaitu:

Pertama, franchisor yaitu pihak yang memiliki sistem atau cara-cara dalam berbisnis, kedua franchisee, yaitu pihak yang membeli franchise atau sistem dari franchisor sehingga memiliki hak untuk menjalankan bisnis dengan cara-cara yang dikembangkan. Ketiga adalah franchise, yaitu sistem dan cara bisnis itu sendiri, sehingga ini merupakan pengetahuan atau spesifikasi usaha dari franchisor yang harus diketahui oleh franchisee.5

4Hasil wawancara dengan Lalu Rizki Diyantama, Pihak Franchisee, 13 April 2020, Via whatsapp.

5

Suharnoko., Op.Cit, hlm.83

(11)

Hak dan kewajiban dalam Perjanjian Waralaba atau franchise Minumlah Mataram adalah sebagaimana yang dimuat dalam perjanjian franchise Minumlah tersebut, adalah sebagai berikut.

Kewajiban franchisor, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 : a) Memberikan panduan operasional pengelolaan restoran kepada franchisee dan menyedikan secara cuma-cuma pengetahuan tentang manajemen pengelolaann dan teknik penyajian menu; b) Menyediakan desain interior, pelatih dan materi pelatihan untuk para pekerja restoran franchisee atas biaya franchisor sendiri; c) Menyelenggarakan program pelatihan untuk franchisee secara berkesinambungan dan berkala paling sedikit 2(dua) kali dalam setahun; d) Memberikan konsultasi gratis kepada franchisee apabila restoran franchisee berada dalam keadaan kritis yang dapat menyebabkan tutupnya atau berhentinya bisnis restoran franchisee; e) Memberikan rekomendasi kepada pihak perbankan/lembaga keuangan guna membantu franchisee memperoleh pinjaman untuk pengembangan restorannya.

Dan untuk kewajiban franchisee, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut : a) Seluruh biaya untuk pengadaan perabotan untuk keperluan restoran serta bahan-bahan baku pembuatan menu yang sesuai dengan standar franchisor serta biaya-biaya lain seperti pengurusan perizinan atas pembukaan dan pengoperasian restoran menjadi tanggungan franchisee sendiri; b) Franchisee setuju bahwa pengadaan brosur, artu nama, formulir, kwitansi, seragam, bahan atau alat promosi dan benda-benda lain yang diperlukan untuk menunjang usaha restoran, franchisee sepakat untuk membeli dari franchisor atas biaya franchisee;

c) Bahan baku yang dimaksudkan dalam hal ini seperti, (Bubuk all varian,

(12)

frashmilk, cheese, gelas cup, coffee bean, dll); d) Franchisee atau pekerja yang dipekerjakan oleh franchisee pada restoran yang dimaksudkan dalam perjanjian ini wajib mengikuti program pelatihan dan kerja praktek yang diselenggarakan franchisor atas biaya franchisee.

Berkaitan dengan sengketa, dalam perjanjian franchise Minumlah, hanya memuat ketentuan apabila pihak franchisee terlibat tuntutan hukum dan/atatu non hukum yang dilakukan oleh pihak lain berkaitan dengan usahanya, pihak franchisee diwajibkan untuk tidak melibatkan pihak franchisor baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut analisa penulis, jika dilihat dari isi perjanjian franchise Minumlah tersebut hampir memuat klausa-klausa yang seharusnya ada dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba akan tetapi masih terdapat kekurangan yang terdapat dalam perjanjian tersebut yaitu dalam hal kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris, penyelesaian sengketa, dan tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian yang mana dalam perjanjian tersebut sebaiknya juga harus dicantumkan oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yaitu harus memuat paling sedikit : nama dan alamat para pihak; jenis Hak Kekayaan Intelektual; kegiatan usaha; hak dan kewajiban para pihak; bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba; wilayah usaha; jangka waktu perjanjian;

(13)

tata cara pembayaran imbalan; kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris; penyelesaian sengketa; dan tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian

Melihat dari fakta di pelaksanaan usaha franchise Minumlah serta berdasarkan wawancara dengan pihak franchisee, bahwa pihak franchisor tidak sepenuhnya melaksanakan kewajibannya sebagai franchisor, kewajiban yang dipenuhi sesuai dengan Pasal 5 hanyalah memberikan panduan operasional pengelolaan restoran kepada franchisee, menyediakan desain interior restoran, memberikan konsultasi gratis kepada franchisee apabila restoran franchisee berada dalam keadaan kritis, serta memberikan rekomendasi kepada pihak perbankan untuk membantu franchise memperoleh pinjaman untuk pengembangan restoran. Sedangkan, di dalam pelaksanaannya, pihak franchisor tidak memenuhi salah satu kewajibannya yaitu menyediakan pelatih dan tidak sama sekali menyelenggarakan program pelatihan untuk franchisee secara berkesinambungan dan berkala paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.6

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, terjadinya wanprestasi dalam perjanjian waralaba Minumlah Mataram yaitu pihak franchisor yang tidak menjalankan atau mematuhi isi dari perjanjian yang awalnya telah mereka sepakati dan salah satu jenis wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisor yaitu tidak melaksanakan program pelatihan/workshop dan tidak menyediakan pelatih untuk pelatihan tersebut yang seharusnya dilakukan secara berkesinambungan secara berkala paling sedikit 2 (dua) kali dalam waktu 1 tahun

6Hasil wawancara dengan Lalu Rizki Diyantama, Pihak Franchisee, 13 April 2020, Via whatsapp.

(14)

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 5 ayat 3. Yang dimana, berdasarkan penjelasan dari pihak franchisee, pelatihan tersebut sama sekali tidak diadakan oleh pihak franchisor, melainkan pihak franchisee hanya bisa menghubungi pihak franchisor apabila ada sesuatu yang ingin dipertanyakan mengenai pengoperasian dari usaha franchisee via online. Hal ini dapat dikatakan sebagai wanprestasi, karena pihak franchisor tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan.

Hukuman atau akibat-akibat yang tidak enak bagi debitur yang lalai menurut R. Subekti, ada empat macam, yaitu : membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi; pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; peralihan risiko; membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.7

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak franchisee, tidak terdapat adanya akibat hukum yang diatur ataupun yang ditentukan oleh kedua belah pihak yang dicantumkan secara tertulis dalam perjanjian franchise Minumlah tersebut, baik dari pihak franchisee ataupun pihak franchisor apabila para pihak tidak melaksanakan kewajiban yang sudah ditentukan dalam perjanjian franchise Minumlah atau biasa disebut dengan melakukan wanprestasi. Untuk penyelesaiannya para pihak telah bersepakat apabila pihak franchisor tidak mengadakan pelatihan tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka pihak franchisee diperbolehkan menghubungi atau mengajukan pertanyaan apabila terdapat masalah atau hal-hal yang kurang jelas dalam pengoperasian

7 R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 2007, hlm.45

(15)

waralaba atau franchise Minumlah, baik secara langsung ataupun melalui pesan singkat/online.8

8Hasil wawancara dengan Lalu Rizki Diyantama, Pihak Franchisee, 13 April 2020, Via whatsapp.

(16)

III. PENUTUP Simpulan `

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan yang peneliti kaji sebagai berikut :

1. Pelaksanaan perjanjian franchise Minumlah Kota Mataram apabila ditinjau menurut Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yaitu berkaitan dengan syarat sahnya perjanjian. Dalam klausula perjanjiannya, masih terdapat kekurangan karena tidak mencantumkan beberapa hal seperti kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris, penyelesaian sengketa, dan tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba, namun selama kedua belah pihak setuju dengan isi perjanjian tersebut maka perjanjiannya dapat dikatakan sah.

2. Akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian oleh para pihak akan mengikuti ketentuan dalam KUH Perdata, hal ini disebabkan karena para pihak tidak mengatur ketentuan akibat hukum apabila tidak dilaksanakannya hak dan kewajiban dalam perjanjian tersebut. Adapun bentuk wanprestasi yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian franchise Minumlah adalah pihak franchisor, yaitu tidak melaksanakan salah satu kewajibannya berupa program pelatihan terhadap pihak franchisee. Oleh karena itu, akibat hukum bagi pihak yang lalai dalam pelaksanaan

(17)

perjanjian ini yaitu dapat berupa membayar kerugian, pembatalan perjanjian atau peralihan risiko. Selain itu, pihak yang melakukan wanprestasi harus membayar biaya perkara kalau sampai hal ini diperkarakan di depan pengadilan.

Saran

Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, berikut ini dikemukakan beberapa saran yang ini peneliti sampaikan terkait peneliti kaji. Adapun hasil penelitian ini dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Baiknya bagi pihak franchisor selaku pemilik franchise hendaknya memperhatikan segala sesuatu yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba dalam Pasal 7, 8, 9, 10 mengenai kewajiban pemberi waralaba, agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan kedua belah pihak khususnya franhcisor dalam melakukan perjanjian franchise.

2. Untuk pihak franchisee hendaknya berhati-hati dan teliti terlebih dahulu dalam membeli atau membuat perjanjian franchise atau waralaba dengan franhcisor, dengan memperhatikan unsur-unsur yang sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba agar franchisee tidak dirugikan apabila terdapat masalah di kemudian hari baik yang ditimbulakan oleh franchisor, maupun pihak ketiga.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adrian Sutedi, 2008, Hukum Waralaba, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan.

Amirudin dan Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016

R. Subekti, 2007, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermasa.

I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Bali.

Sonny Sumarsono, 2009, Manajemen Bisnis Waralaba, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Suharnoko, 2007, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisis Kasus, Kencana, Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba Internet

http://pengacaramuslim.com/memahami-dasar-hukum-waralaba- franchise/(Diakses 26 Februari 2020 )

https://marketing.co.id/sejarah-waralaba/ ( Diakses pada 1 Juni 2020 )

Referensi

Dokumen terkait

Misi I: Mewujudkan Kualitas Sumber Daya Manusia Kaltim yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi 1 Meningkatnya IPM 2 Meningkatnya harapan lama sekolah Strategi 1 : Peningkatan akses

Berdasarkan dari hasil penilaian meskipun ketersediaan air cukup bagus namun tingkat ketersediaan air pada sub sistem pada DI Wawotobi yang ada belum merata hal

Dalam menjalankan urusan wajib pemerintah daerah dalam bidang komunikasi dan informatika, Diskominfo PDE Provinsi Riau dituntut untuk dapat menyelenggarakan

“Kesultanan Melayu Melaka: Satu Kajian Mengenai Kedatangan, Penerimaan, dan Penyebaran Agama Islam (Tahun 1400-1511).” Disertasi, Jabatan Sejarah Universiti

Sebaliknya pada saat tanaman memerlukan pupuk urea untuk pertumbuhan cepat, saat pupuk yang tersedia dalam tanah berkurang, petani memberikan pupuk N dalam jumlah yang jauh di

Pemberian status hukum Perseroan Terbatas harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia

Sampel pelet calf starter yang telah ditambah fermentasi limbah kubis sesuai perlakuan dianalisis untuk diketahui total BAL.. Pengujian total BAL dilakukan dengan

online dengan mean world syndrome tetapi disini peneliti menemukan adanya hubungan antara variabel terpaan media pemain game online “Point Blank” terhadap efek