• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KECUKUPAN GIZI PADA REMAJA PUTRI VEGETARIAN DI INDONESIAN VEGETARIAN SOCIETY (IVS) KOTA MEDAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN KECUKUPAN GIZI PADA REMAJA PUTRI VEGETARIAN DI INDONESIAN VEGETARIAN SOCIETY (IVS) KOTA MEDAN SKRIPSI"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

SARALITA SEMBIRING NIM. 161000239

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN KECUKUPAN GIZI PADA REMAJA PUTRI VEGETARIAN DI INDONESIAN VEGETARIAN

SOCIETY (IVS) KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SARALITA SEMBIRING NIM. 161000239

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)
(4)

Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 28 September 2020

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D.

Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si.

2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes.

(5)

“Gambaran Kecukupan Gizi pada Remaja Putri Vegetarian di Vegetarian Indonesian Society (IVS) Kota Medan” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang sama secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, 28 September 2020

Saralita Sembiring

(6)

Abstrak

Gaya hidup vegetarian dengan keterbatasan konsumsi pangan berpantang daging dan hanya mengonsumsi pangan nabati sudah mulai banyak diminati masyarakat.

Keterbatasan konsumsi makanan berdampak terhadap kecukupan zat gizi makro maupun mikro, seperti pada penelitian oleh Siallagan, Swamilaksita dan Angkasa (2016) yang menunjukkan kurangnya asupan zat besi dan vitamin B12 pada remaja vegetarian. Masa remaja yang mengalami banyak perubahan fisik dan psikologis tidak seharusnya mengalami kekurangan zat gizi, terkhusus remaja putri yang mengalami menstruasi. Indonesian Vegetarian Society (IVS) sebagai organisasi vegetarian terbesar di Kota Medan banyak beranggotakan remaja putri yang perlu diperhatikan kecukupan gizinya. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui gambaran kecukupan gizi pada remaja putri vegetarian di Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan. Penelitian in bersifat deskriptif. Penelitian dilakukan pada seluruh remaja putri anggota Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan berjumlah 52 orang. Data pada penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuestioner food recal 1x24 jam. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan Nutrisurvey dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil Penelitian menunjukkan kecukupan energi dan protein keseluruhan responden (100%) tergolong sangat kurang. Sama halnya dengan kecukupan mineral seperti zat besi, seng dan kalsium yang juga tergolong kurang pada keseluruhan responden (100%). Pada kecukupan vitamin A, sebanyak (75%) responden tergolong kurang. Kecukupan vitamin B1, B2, B3, B5, B12 dan D pada keseluruhan responden (100%) tergolong kurang, kecukupan vitamin C terdapat (84,6%) responden tergolong kurang. Kesimpulan penelitian ini adalah seluruh remaja putri vegetarian mengalami kekurangan energi, protein, mineral dan vitamin. Pengelola Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan diharapkan menjadwalkan program penyuluhan atau konseling secara kelompok maupun individu oleh tenaga ahli kesehatan maupun ahli gizi kepada para remaja putri vegetarian.

Kata kunci : Vegetarian, kecukupan gizi, remaja putri

(7)

impact on the adequacy of macro and micro nutrients, as in researched by Siallagan, Swamilaksita and Angkasa (2016) which shows a lack of iron and vitamin B12 intake in vegetarian adolescents. Adolescence who experiences many physical and psychological changes should not experience nutritional deficiencies, especially girls that experience menstruation. The Indonesian Vegetarian Society (IVS) as the largest vegetarian organization in Medan has many members of teenagers that need to attention about their nutritional adequacy. The purpose of this study was to determine the nutritional adequacy of vegetarian girls in the Indonesian Vegetarian Society (IVS) Medan City. This research is descriptive. The research was conducted on 52 girls who are the members of the Indonesian Vegetarian Society (IVS) Medan City. The data in this study were obtained from interviews using a 1x24 hour food recall questionnaire.

Then the collected data were analyzed using Nutrisurvey and presented in the form of a frequency distribution table. The results showed that the energy and protein adequacy of all respondents (100%) was classified as very low. The adequacy of minerals such as iron, zinc and calcium which are also classified as deficient in all respondents (100%). On the adequacy of vitamin A, (75%) of respondents were classified as poor. The Adequacy of vitamins B1, B2, B3, B5, B12 and D in all respondents (100%) is classified as low, the adequacy of vitamin C in (84.6%) of respondents classified as lacking. The conclusion of this study is that all vegetarian teenage girls experience a lack of energy, protein, minerals and vitamins. Managers of the Indonesian Vegetarian Society (IVS) in Medan are expected to schedule counseling or counseling programs in groups or individually by health experts and nutritionists for young vegetarian girls.

Keywords : Vegetarians, nutritional adequacy, young women

(8)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Gambaran Kecukupan Gizi pada Remaja Putri Vegetarian di Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyandang gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Selama proses penyusunan skripsi, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak secara moril ataupun material. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pemikiran serta dengan sabarnya memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si. dan Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes.

selaku Dosen Penguji I dan II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

bantuan dan informasi kepada penulis selama penyelesaian studi.

7. Kepada Anna selaku Ketua Indonesian Vegetarian Society (IVS) Sumatera Utara yang telah membantu dan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di IVS Kota Medan.

8. Teristimewa untuk orangtua penulis, Kamta Gia Sembiring dan Lindayani Surbakti, yang telah memberikan doa, kasih sayang dan kesabaran yang begitu besar dalam mendidik serta memberi dukungan yang luar biasa kepada penulis.

9. Teruntuk keluarga besar Sembiring dan Surbakti yang selalu memberikan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

10. Teruntuk Ivan Tanta Rada Bangun yang selalu memberi dukungan dan doa kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

11. Teruntuk Astri Meywati Zendrato yang selalu memberi dukungan dan bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

12. Teruntuk teman-teman yang penulis kasihi Angelina, Aprili, Cynthia, Fadilah, Meireni, Rondang, Yance dan Yesica yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberi dukungan, bantuan, saran dan semangat kepada penulis selama perkuliahan.

13. Teman-teman satu Angkatan 2016 dan teman-teman Gizi Kesehatan Masyarakat stambuk 2016.

(10)

Penulis menyadari penelitian ini masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 28 September 2020

Saralita Sembiring

(11)

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skirpsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xiii

Daftar Lampiran xiv

Daftar Istilah xv

Riwayat Hidup xvi

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 8

Tujuan Penelitian 8

Tujuan umum 8

Tujuan khusus 8

Manfaat Penelitian 9

Tinjauan Pustaka 10

Pengantar Ilmu Gizi 10

Zat gizi makro 11

Zat gizi mikro 11

Vitamin 12

Mineral 12

Vegetarian 12

Gizi Vegetarian 14

Remaja 16

Perubahan fisiologis remaja 16

Perkembangan psikologis remaja 18

Perkembangan psikososial remaja 18

Gizi Remaja 19

Kebutuhan energi 20

Kebutuhan protein 21

Kebutuhan lemak 22

Kebutuhan vitamin 22

Kebutuhan mineral 23

Kecukupan Gizi Remaja 24

(12)

Metode recall 24 jam 25

Landasan Teori 26

Kerangka Konsep 27

Metodologi Penelitian 29

Jenis Penelitian 29

Lokasi dan Waktu Penelitian 29

Populasi dan Sampel 29

Variabel dan Definisi Operasional 30

Metode Pengumpulan Data 31

Metode Pengukuran 31

Metode Analisis Data 32

Hasil Penelitian 34

Deskripsi Lokasi Penelitian 34

Deskripsi Karakteristik Responden 35

Kategori Kecukupan Zat Gizi Responden 36

Tabulasi Silang Antara Variabel Dependen dengan Variabel

Independen 38

Pembahasan 49

Kecukupan Gizi Berdasarkan Karakteristik Responden 49

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein 50

Tingkat Kecukupan Mineral 53

Tingkat Kecukupan Vitamin 57

Keterbatasan Penelitian 63

Kesimpulan dan Saran 64

Kesimpulan 64

Saran 64

Daftar Pustaka 66

Lampiran 69

(13)

1 Tipe-Tipe Vegetarian 14 2 Rata-Rata Kecepatan Pertumbuhan Tinggi dan Berat Badan 17

3 Angka Kecukupan Gizi Remaja (10 – 18 Tahun) 24

4 Ditribusi Responden Menurut Umur, Indeks Massa Tubuh dan Jenis Vegetarian

35

5 Distribusi Kategori Kecukupan Zat Gizi Makro Responden 36 6 Distribusi Kategori Kecukupan Mineral Responden 36 7 Distribusi Kategori Kecukupan Vitamin Responden 37 8 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Energi 38 9 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Protein 39 10 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Kalsium 39 11 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Besi 40 12 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Seng 41 13 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Vitamin A 41 14 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Vitamin

B1

42

15 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Vitamin B2

43

16 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Vitamin B3

44

17 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Vitamin B5

44

18 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Vitamin B6

45

(14)

19 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Vitamin B12

46

20 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Vitamin C 46 21 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Vitamin D 47 22 Tabulasi Silang Variabel Jenis Vegetarian dengan Vitamin E 48

(15)

1 Kerangka teori 28

2 Kerangka konsep 29

(16)

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 69

2 Surat Permohonan Izin Penelitian 70

3 Surat Selesai Penelitian 71

4 Dokumentasi Penelitian 72

5 Master Data 74

(17)

BKKBN Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional DKBM Daftar Komposisi Bahan Makanan

DNA Deoxyribo Nucleic Acid IVS Indonesian Vegetarian Society RDA Recommended Daily Allowances

WKNPG Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi

(18)

Riwayat Hidup

Penulis bernama Saralita Sembiring berumur 22 tahun, dilahirkan di Medan pada tanggal 4 September 1998. Penulis beragama Kristen Protestan, anak satu-satunya dari pasangan Kamta Gia Sembiring dan Lindayani Surbakti.

Pendidikan formal dimulai dari TK Budi Murni Medan pada Tahun 2003.

Pendidikan sekolah dasar di ST. Thomas 5 Medan pada Tahun 2004-2010, dilanjutkan sekolah menengah pertama di ST. Thomas 1 Medan pada Tahun 2010-2013, sekolah menengah atas di ST. Thomas 1 Medan pada Tahun 2013- 2016. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, 28 September 2020

Saralita Sembiring

(19)

Pendahuluan

Latar Belakang

Meningkatnya pengetahuan akan pentingnya menjaga kesehatan menimbulkan rasa ketertarikan pada masyarakat untuk lebih menjaga dan memperhatikan kesehatan. Berbagai cara dilakukan untuk menjaga kesehatan, salah satunya adalah dengan menerapkan gaya hidup vegetarian yang saat ini semakin dikenal dan terkenal karena dipercaya dapat mencegah berbagai penyakit. Gaya hidup modern saat ini, memiliki kebiasaan dengan mengonsumsi banyak makanan yang mengandung kadar lemak, gula dan garam tinggi ditambah lagi dengan aktivitas fisik yang kurang ditengah-tengah meningkatnya perkembangan teknologi. Hal tersebut menjadi penyebab munculnya berbagai penyakit seperti kanker, diabetes, maupun jantung (Yuliarti, 2009).

Gaya hidup vegetarian sudah mulai berkembang selama beberapa tahun belakangan ini dengan alasan yang beragam pula. Mulai dari alasan yang berkaitan dengan kepercayaan seseorang misalnya pada penganut agama Budha, Hindu dan Kristen Advent sampai kepada alasan kesehatan baik secara fisik maupun kejiwaan. Penganut gaya hidup vegetarian memiliki perilaku konsumsi makanan berpantang daging hewani, sehingga harus mencukupi kebutuhan gizi dari makanan yang berasal dari bahan kacang-kacangan, buahan, sayuran dan bahan pangan nabati lainnya yang dipercaya kaya akan protein, kalsium, vitamin dan zat gizi lainnya (Bangun, 2003).

Gaya hidup vegetarian dibagi lagi menjadi 8 tipe, walaupun pada umunya

(20)

2

dan bahan nabati lainnya. Berbeda dengan semi vegetarian yang terkadang masih mengonsumsi daging, ikan dan unggas. Selain mengonsumsi sayuran, buahan dan bahan pangan nabati lainya, vegetarian pesco tidak mengonsumsi unggas maupun daging, namun tetap mengonsumsi daging ikan dan beberapa produk ikan lainnya, susu serta telur. Vegetarian lacto ovo tidak mengonsumsi segala jenis daging- dagingan, namun dapat mengonsumsi telur, susu dan produk pangan nabati lainnya (Robinson & Hackett, 1995).

Vegetarian ovo tidak mengonsumsi daging dan susu, namun mengonsumsi telur, sedangkan vegetarian lacto tidak mengonsumsi daging dan telur, namun mengonsumsi susu. Berbeda dengan tipe vegetarian vegan yang sama sekali tidak mengonsumsi segala jenis daging apapun, susu maupun telur. Vegetarian makrobiotik adalah vegetarian yang sekali-sekali dapat mengonsumsi daging atau ikan yang liar/diburu namun hanya dalam jumlah yang terbatas. Yang terakhir adalah tipe vegetarian fruitarian yang mengonsumsi buah-buahan segar dan kering, kacang-kacangan, biji-bijian dan beberapa sayuran lainnya tanpa membunuh tanaman asal (Robinson & Hackett, 1995).

Pola makan vegetarian walau memberi banyak manfaat untuk kesehatan terkait dengan menjauhkan diri dari penyakit tidak menular, namun perlu diingat bahwa bahan makanan yang dapat dikonsumsi seorang vegetarian sangat terbatas.

Ditambah lagi dengan makanan hewani yang merupakan bahan makanan kaya akan zat gizi jika dibandingkan dengan kandungan zat gizi pada bahan makanan nabati yang cenderung kurang lengkap. Hal tersebut memunculkan anggapan bahwa seorang vegetarian rentan terhadap resiko kekurangan gizi. Seperti yang

(21)

diketahui, vitamin dan mineral tertentu bersumber dari daging, produk daging dan makanan hewani lainnya (Phillips, 2005).

Daging merah misalnya, merupakan sumber zat besi, seng, vitamin A dan vitamin B12. Susu dan produk susu kaya akan kalsium yang menyediakan beragam mineral dan vitamin dalam jumlah yang bermanfaat dan ikan kaya akan vitamin D. Selain itu, ada beberapa komponen dalam makanan nabati yang mempengaruhi penyerapan dan metabolisme beberapa zat gizi mikro. Asam fitrat misalnya dapat mengganggu penyerapan mineral seperti seng dan besi. Dengan pertimbangan dari uraian diatas, maka masuk akal jika mempertanyakan apakah diet yang mengecualikan daging menyediakan jumlah zat gizi mikro dan makro yang memadai untuk tubuh (Phillips, 2005).

Hasil penelitian mengenai vegetarian yang dilakukan oleh Siallagan, Swamilaksita dan Angkasa (2016) di Pusdiklat Buddhis Maitreyawira yang meneliti tentang asupan gizi menunjukkan bahwa asupan zat besi dan vitamin B12

pada remaja vegetarian masih tergolong kurang. Mengonsumsi sayur berlebihan dapat menjadikan seorang vegetarian mengalami defisiensi zat besi disebabkan oleh asam oksalat dan fitrat pada sayuran bersifat mengikat zat besi. Defisiensi juga akan terjadi jika mengonsumsi vitamin C dengan dosis yang tinggi (500 mg/hari) karena dapat merusak vitamin B12 dengan mengubahnya menjadi antivitamin B12 (Yuliarti, 2009).

Perbedaan asupan gizi juga ditemukan dari hasil penelitian oleh Purwaningsih, Weta dan Aryani (2019) di sekolah Bhaktivedanta Dharma yang menunjukkan asupan protein yang lebih rendah pada anak vegetarian

(22)

4

dibandingkan dengan anak non vegetarian. Unit pembentuk protein adalah asam amino sehingga diperlukan asam amino yang cukup untuk metabolisme dan perbaikan sel yang rusak pada tubuh. Protein yang terkandung dalam beberapa kacang-kacangan dapat dikatakan cukup tinggi, namun tidak semua jenis asam amino terkandung di dalam kacang tersebut seperti yang terkandung pada bahan makanan hewani (Yuliarti,2009).

Vegetarian juga beresiko mengalami gangguan penyerapan kalsium yang disebabkan oleh asam oksalat dan fitrat. Kedua asam tersebut dalam jumlah yang tinggi dapat pempercepat pengurangan kepadatan tulang. Penelitian oleh Nugroho dan Muniroh (2017) pada lacto ovo vegetarian di Yayasan Buddha Tzu Chi Surabaya, menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi pangan yang bersumber dari kalsium dengan kepadatan tulang. Tidak terdapat responden yang mengalami kepadatan tulang yang normal, namun terdapat 24 responden mengalami osteopenia dan tujuh orang lagi mengalami osteoporosis. Berdasarkan penelitian ini, prevelensi osteopenia yang tinggi menimbulkan prediksi pada prevelensi osteoporosis yang akan meningkat pula di masa yang akan datang (Nugroho & Muniroh, 2017).

Penelitian mengenai penyakit pada vegetarian yang berada pada usia dua puluh sampai 45 tahun terkait dengan kejadian anemia juga dilakukan oleh Sukma, Dewantari dan Kusumajawa (2015) yang dilaksanakan di Say Study Group Denpasar. Hasil penelitian menunjukan setengah dari populasi yaitu sebanyak 32 orang vegetarian mengalami anemia. Hasil Riskesdas (2013) juga

(23)

menunjukkan tingginya prevalensi anemia pada kelompok umur usia 35 sampai 44 tahun yaitu sebesar 18,3 persen.

Beberapa penelitian diatas menunjukkan kurangnya beberapa zat gizi pada seseorang dengan gaya hidup vegetarian yang didukung dengan kejadian osteopenia, osteoporosis dan anemia. Risiko kekurangan gizi tersebut merupakan masalah kesehatan yang tidak boleh terjadi khususnya pada usia remaja. Masa pertumbuhan yang paling cepat dan berubah-ubah terjadi pada remaja. Remaja vegetarian maupun non vegetarian membutuhkan kebutuhan gizi yang sama jenis dan banyaknya. Pertanyaan yang sering muncul pada remaja dengan pola makan vegetarian adalah kecukupan gizi yang tercukupi atau tidak tercukupi yang disebabkan oleh keterbatasan bahan makanan yang dapat dikonsumsi oleh remaja vegetarian. Adapun pertanyaan yang paling sering ditanyakan adalah kecukupan protein, kalsium, zat besi, vitamin D dan vitamin B12 (Mangels, 2007).

Remaja membutuhkan gizi dalam jumlah yang besar karena mengalami banyak perubahan fisik maupun psikologis seperti pertumbuhan dan kematangan organ produksi, intelektual dan kepribadian. Asupan kebutuhan gizi yang tidak seimbang akan menimbulkan masalah gizi, baik itu gizi lebih maupun kurang.

Terkhusus untuk remaja putri yang mengalami menstruasi sangat beresiko terhadap masalah gizi kurang sehingga memerlukan zat besi yang lebih banyak.

Masalah tersebut kemudian akan mempengaruhi konsentrasi belajar, penurunan kesehatan jasmani dan risiko melahirkan bayi dengan BBLR (Ariani, 2017).

Keseimbangan gizi diperlukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh maupun mencegah berbagai penyakit yang dapat mempengaruhi ketahanan tubuh.

(24)

6

Kemudian munculah angka kecukupan gizi yang seharusnya dipenuhi pada setiap fase kehidupan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 28 tahun 2019, remaja perempuan pada usia enam belas sampai delapan belas tahun memiliki angka kecukupan protein sebanyak 65 gram, angka kecukupan vitamin C sebanyak 75 miligram, angka kecukupan vitamin B12 sebanyak 4,0 mikrogram dan angka kecukupan zat besi sebanyak lima belas miligram dan angka kecukupan zat gizi lainnya dapat dilihat diperaturan tersebut.

Banyak anggapan mengenai kecukupan gizi pada vegetarian yang tidak dapat tercapai akibat asumsi mengenai bahan makanan yang dikonsumsi vegetarian kekurangan beberapa zat gizi karena keterbatasan dalam pemilihan bahan makanan. Berbagai teori oleh para ahli dan penelitian pada vegetarian mengenai penyebab kurangnya beberapa zat gizi didalam tubuh seorang vegetarian juga sudah banyak bermunculan. Asumsi tersebut memerlukan penelitian yang lebih dalam ditengah-tengah meningkatnya jumlah peminat gaya hidup vegetarian khususnya di Indonesia.

Indonesian Vegetarian Society (IVS) merupakan suatu komunitas untuk para penganut gaya hidup vegetarian di Indonesia yang sudah berdiri sejak tahun 1998 dengan jumlah sekitar 5000 anggota yang kemudian meningkat menjadi 60.000 anggota pada tahun 2000. Saat ini jumlah anggota di IVS berada pada sekitaran angka 120.000 orang vegetarian. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Indonesian Vegetarian Society Kota Medan kepada dua puluh responden yang berada pada kategori umur dewasa sampai lansia, terdapat tiga orang dengan riwayat penyakit hipertensi, dua orang mengaku sering mengalami

(25)

kebas pada tubuh dan dua orang mengaku sering merasakan sakit pada tulang, sedangkan yang lainnya tidak memiliki riwayat penyakit. Kemudian 2 diantaranya memiliki indeks massa tubuh yang masuk kedalam kategori kurang, satu masuk kedalam kategori lebih dan selebihnya masuk kedalam kategori normal.

Hasil survei pada sepuluh responden remaja vegetarian, terdapat tiga remaja yang berada pada kategori indeks massa tubuh kurang dan selebihnnya berada pada kategori normal. Adapun alasan mengapa remaja di Indonesian Vegetarian Society Kota Medan menerapkan gaya hidup vegetarian adalah yang pertama karena mengasihi binatang sehingga tidak ingin membunuh binatang, kedua karena ingin memulai hidup sehat dan yang ketiga karena agama kepercayaan yang dianut remaja. Tidak terdapat riwayat penyakit apapun pada remaja, namun tiga orang remaja yang berada pada kategori indeks massa tubuh kurang mengaku sering mengalami sakit kepala. Uraian diatas memunculkan kecurigaan terhadap kurangnya zat gizi pada remaja vegetarian.

Berdasarkan berbagai macam penjelasan mengenai gaya hidup vegetarian diatas dan semakin bertambahnya masyarakat yang tertarik untuk menerapkan gaya hidup vegetarian ini, menjadikan penelitian mengenai kecukupan zat gizi pada vegetarian memerlukan kajian yang lebih dalam. Apakah hanya dengan mengonsumsi bahan pangan nabati dapat memenuhi kecukupan gizi pada seorang remaja putri vegetarian. Penelitian ini akan melihat bagaimana kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral pada remaja vegetarian.

Energi dan protein yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan remaja yang sangat pesat baik fisik maupun psikologis. Vitamin yang memiliki

(26)

8

peran utama sebagai zat pembangun dan pengatur. Zat besi yang sangat harus dicukupi terkhusus untuk remaja putri karena mengalami menstruasi agar terhindar dari anemia. Kekurangan seng yang dapat menyebabkan gagal tumbuh, nafsu makan berkurang dan kematangan seksual yang terhambat dan kalsium yang berfungsi dalam pembentukan massa tulang remaja agar terhindar dari risiko osteoporosis pada saat menopause dimasa tua (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Berdasarkan seluruh uraian di atas, penelitian dengan judul gambaran kecukupan gizi dilakukan untuk melihat bagaimana tingkat kecukupan gizi remaja putri vegetarian. Bagaimana tingkat kecukupan setiap zat gizi akan terlihat dari hasil perhitungan pada asupan makanan yang dikonsumsi oleh remaja putri vegetarian tersebut. Harapannya dengan adanya penelitian ini dapat memperjelas, menambah informasi dan pengetahuan mengenai kecukupan gizi pada remaja putri vegetarian yang hanya mengonsumsi bahan pangan nabati.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah oleh penulis adalah bagaimana gambaran kecukupan gizi pada remaja putri vegetarian di Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Mengetahui gambaran kecukupan gizi pada remaja putri vegetarian di Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan.

Tujuan khusus. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kecukupan energi pada remaja putri vegetarian di Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan.

(27)

2. Mengetahui kecukupan protein pada remaja putri vegetarian di Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan.

3. Mengetahui kecukupan vitamin (B1, B2, B3, B5, B6, B12, C, E, A dan D) pada remaja putri vegetarian di Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan.

4. Mengetahui kecukupan mineral (zat besi, seng dan kalsium) pada remaja putri vegetarian di Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan.

Manfaat Penelitian

Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan akan menambah informasi mengenai kecukupan gizi pada remaja putri vegetarian di Indonesian Vegetarian Society (IVS) Kota Medan, sehingga dapat dijadikan sebagai gambaran untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas asupan gizi dengan pola makan yang seimbang.

(28)

Tinjauan Pustaka

Pengantar Ilmu Gizi

Kata gizi yang berasal dari Bahasa Arab “ghidza” yang memiliki arti makanan, merupakan rangkaian proses pencernaan makanan secara organik oleh tubuh dengan tujuan untuk menciptakan pertumbuhan dan fungsi organ yang normal dan dapat terpenuhi, serta harapan agar seseorang dapat mempertahankan hidupannya. Unsur-unsur ikatan kimia yang terkandung dalam bahan makanan akan direaksikan oleh tubuh menjadi zat gizi yang kemudian diperlukan tubuh untuk menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses kehidupan. Berdasarkan pembahasan diatas, Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari tentang zat-zat dalam bahan pangan yang kemudian dapat diolah dan berguna untuk tubuh terkecuali obat-obatan. Adapun pembagian untuk membedakan kondisi seseorang akibat mengonsumsi makanan dan zat-zat gizi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu gizi buruk, baik dan lebih (Mardalena, 2017).

Kajian ilmu gizi memiliki keterkaitan dengan ilmu lain, sehingga disebut sebagai ilmu yang tidak dapat berdiri sendiri. Seperti ketersediaan sumber daya alam yang berkaitan dengan pemenuhan gizi, ilmu argonomi dan peternakan yang mempelajari cara memproduksi pangan, ilmu mikrobiologi yang mempelajari unsur kimia pada makanan, dan ilmu sosial ekonomi yang memiliki kaitan erat dengan penyediaan pangan dan kondisi sosial yang kemudian akan berpengaruh terhadap cara pengolahan dan konsumsi pangan. Sebagai contoh, masyarakat pantai dan pegunungan yang memiliki perbedaan dalam cara memenuhi

(29)

kebutuhan gizinya. Peran tenaga ahli seperti dokter, ahli pangan dan mikrobiologi juga sangat diperlukan dalam membantu masyarakat mengetahui potensi pangan yang tersedia di sekitar masyarakat (Mardalena, 2017).

Pengetahuan mengenai pentingnya mengonsumsi makanan telah diketahui sejak awal kehidupan manusia. Terbukti dengan kegiatan bercocok tanam dan berburu yang dilakukan oleh manusia purba untuk bertahan hidup. Kajian tentang Ilmu gizi dilakukan pertama kali pada tahun 400 SM oleh Hipocrates tentang teori zat panas yang diperlukan tubuh ternyata bersumber dari bahan makanan.

Indonesia sendiri memulai kajian gizi pertama kali dengan Pedoman Empat Sehat Lima Sempurna oleh Prof. dr. Poerwo Soedarmo. Saat ini, Pedoman Gizi Seimbang resmi digunakan sebagai gaya hidup sehat masyarakat Indonesia (Mardalena, 2017).

Zat gizi makro. Makronutrisi adalah sebutan yang biasa disebut untuk zat gizi makro yang terkandung dalam bahan makanan. Zat gizi makro diperlukan dalam jumlah yang banyak oleh tubuh dan dihitung dengan satuan gram.

Karbohidrat, protein dan lemak adalah zat gizi yang termasuk dalam makronutrisi.

Adapun fungsi dari zat gizi makro adalah menghasilkan energi untuk melakukan berbagai jenis aktivitas sehari-hari, sedangkan kekurangan zat gizi makro akan mengganggu pertumbuhan baik secara fisik maupun jasmani (Suhaimi, 2019).

Zat gizi mikro. Suhaimi (2019), menjelasakan bahwa mikronutrisi adalah sebutan yang biasa disebut untuk zat gizi mikro yang terkandung dalam bahan makanan. Zat gizi mikro dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit oleh tubuh.

Vitamin, mineral dan air adalah zat gizi yang termasuk dalam mikronutrisi.

(30)

12

Kekurangan zat gizi mikro dalam jumlah yang banyak dapat dapat menyebabkan kerusakan DNA dan mitrokondria sehingga memunculkan penyakit dikemudian hari contohnya kanker (Grober, 2009).

Vitamin. Peran utama vitamin dalam tubuh adalah sebagai zat pengatur

dan pembangun. Setiap vitamin memiliki peran khusus yang tidak dapat tergantikan oleh vitamin lain. Hal tersebut menyebabkan pentingnya vitamin dalam tubuh walaupun hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Adapun klasifikasi vitamin dibagi menjadi dua jenis yaitu vitamin larut lemak (vitamin A, E, D, K) dan vitamin larut air (vitamin B1, B2, B6, B12, C, H, asam niasin, pantotenat dan folat) (Syafiq, Setiarini, Utari & dkk, 2016).

Mineral. Mineral berfungsi sebagai pembentuk jaringan tubuh seperti

tulang, gigi, kuku, kulit, rambut serta sel darah merah. Keseimbangan asam dan basa dalam tubuh juga dipelihara oleh mineral. Mineral digolongkan menjadi dua jenis yaitu makromineral dan mikromineral. Makromineral diperlukan dalam jumlah yang besar oleh tubuh (lebih dari 100 mg/hari), seperti kalsium, magnesium, kalium, natrium, fosfat dan khlor. Sedangkan mikromineral dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit oleh tubuh (kurang dari 100 mg/hari), seperti cobalt, tembaga, iodin, besi, mangan dan seng (Syafiq, Setiarini, Utari &

dkk, 2016).

Vegetarian

Vegetarian merupakan sebutan untuk orang yang tidak mengonsumsi daging, ikan dan berbagai produk hewani lainnya, namun mengonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan. Beberapa vegetarian juga terhindar dari pemakaian

(31)

segala macam benda yang berasal dari hewan walaupun tidak untuk dikonsumsi, seperti jaket kulit, mantel berbulu hewan, sepatu maupun tas kulit. Banyak alasan yang menjadi latar belakang perjalanan hidup seorang vegetarian. Mulai dari alasan agama atau kepercayaan yang dianut, rasa kemanusiaan yang mengasihani hewan karena merasa ikut melakukan pembantaian saat mengonsumsi produk olahan hewan tersebut, dan kesehatan untuk menghindari diri dari penyakit jantung, kanker, ginjal dan berbagai penyakit lainnya (Yuliarti, 2009).

Kelompok vegetarian dibagi menjadi lima yaitu vegetarian vegan, lacto, lacto-ovo, pesco dan fluctarian. Kelompok vegetarian vegan tidak sedikitpun mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan, seperti daging, susu, telur dan jeroan. Vegetarian lacto bukan hanya mengonsumsi makanan bersumber dari bahan nabati, melainkan juga mengonsumsi susu, keju, mentega dan yoghurt.

Vegetarian lacto-ovo mirip dengan vegetarian lacto namun ditambah dengan telur.

Sedangkan kelompok yang tidak hanya mengonsumsi hidangan bersumber nabati, tetapi juga ikan, baik ikan laut maupun ikan air tawar disebut sebagai vegetarian pesco. Kelompok terakhir adalah kelompok vegetarian fluctarian yang hanya berpantang daging berwarna merah, sehingga masih dapat mengonsumsi ayam goreng, sup ayam dan daging olahan unggas lainnya (Bangun, 2003).

Berbeda dengan Robinson dan Hackett (1995) yang membedakan gaya hidup vegetarian menjadi delapan tipe dibalik kesamaannya dalam berpantang daging dan hanya mengonsumsi sayuran-sayuran, buahan-buahan, kacang- kacangan, dan bahan nabati lainnya, seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut:

(32)

14

Tabel 1

Tipe – Tipe Vegetarian

Tipe Deskripsi

Semi-vegetarian Sesekali makan daging, unggas dan ikan

Tipe Deskripsi

Pesco-vegetarian Tidak mengonsumsi daging dan unggas, namun mengonsumsi ikan (termasuk beberapa makanan laut lainnya), serta susu dan telur

Lacto-ovo-vegetarian Tidak mengonsumsi semua daging, namun mengonsumsi produk susu dan telur

Ovo-vegetarian Tidak mengonsumsi semua daging dan produk susu, namun mengonsumsi telur

Lacto-vegetarian Tidak mengonsumsi semua daging dan telur, namun mengonsumsi produk susu

Vegan Menghindari semua makanan yang berasal dari hewan Makrobiotik Biasanya vegetarian, tetapi bisa mengonsumsi daging

atau ikan yang liar/diburu dalam jumlah yang terbatas Fruitarian Diet didasarkan pada buah-buahan segar dan kering,

kacang-kacangan, biji-bijian dan beberapa sayuran tanpa membunuh tanaman asal

Sumber : Robinson & Hackett (1995) Gizi Vegetarian

Penganut vegetarian harus pandai dalam mengatur, membuat variasi diet dan mengonsumsi makanan yang beragam untuk memenuhi kebutuhan gizi yang optimal. Dibalik manfaat dalam mencegah munculnya berbagai penyakit, vegetarian dapat mengalami kekurangan gizi karena keterbatasan dalam pemilihan bahan makanan. Perlu diingat bahwa bahan makanan nabati mengandung protein yang sangat lengkap, namun vitamin dan mineral cenderung kurang lengkap (Yuliarti, 2009).

Kelompok vegan yang biasa dikenal sebagai vegetarian murni banyak yang mengalami kekurangan nutrisi seperti zat besi, kalsium, vitamin D, seng, vitamin B12 dan protein. Bahkan sejumlah vegetarian banyak yang mengalami

(33)

anemia yaitu penurunan jumlah sel darah merah dalam darah yang disebabkan oleh pengaturan diet yang tidak bagus. Hal tersebut bisa saja disebabkan karna zat besi, vitamin B12 dan asam folat yang ada tersedia dalam tubuh sedikit sehingga sel darah merah tidak dapat dibentuk oleh sumsum tulang (Yuliarti, 2009).

Kekurangan zat gizi yang sering terjadi pada seorang penganut vegetarian adalah kekurangan zat besi, vitamin B12, protein dan lemak. Kandungan asam fitrat dan oksalat dalam sayur bersifat mengikat zat besi sehingga jika sayur dikonsumsi terlalu banyak maka akan menyebabkan kekurangan zat besi. Begitu juga dengan kekurangan vitamin B12 karena lebih banyak terkandung dalam bahan makanan hewani dibandingkan dengan bahan makanan nabati (Yuliarti, 2009).

Berkaitan dengan kekurangan protein, yang memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan protein adalah asam amino karena merupakan unit pembentuk protein. Tidak semua jenis asam amino terdapat dalam kacang- kacangan seperti yang terkandung dalam makanan hewani. Oleh karena itu, perlu kombinasi dalam mengonsumsi makanan nabati agar kebutuhan asam amino dapat terpenuhi. Sangat diperlukan peran lemak untuk memperlancar penyerapan vitamin A, D, E dan K kedalam tubuh. Sama halnya dengan asam amino, jika seorang vegetarian tidak pandai mengatur dietnya, maka akan mengalami kekurangan lemak yang disebabkan karna kandungannya lebih banyak terdapat pada makanan hewani (Yuliarti, 2009).

(34)

16

Remaja

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 menjelaskan bahwa penduduk berada pada rentang usia sepuluh sampai delapan belas tahun disebut sebagai remaja. Tingkat kematangan seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam menentukan kebutuhan konsumsi pangan. Menurut Depkes RI (2009), umur dikategorikan sebagai berikut: (1) masa balita : 0-5 tahun, (2) masa kanak-kanak : 5-11 tahun, (3) masa remaja awal : 12-16 tahun, (4) masa remaja akhir : 17-25 tahun, (5) dewasa awal : 26-35 tahun, (6) dewasa akhir : 36-45 tahun, (7) masa lansia awal : 46-55 tahun, (8) masa lansia akhir : 56-65 tahun dan (9) masa manula : diatas 65 tahun.

Pengelompokan remaja dapat dibagi menjadi tiga tahapan usia. Dimulai dari masa remaja awal dengan rentang usia sepuluh sampai empat belas tahun dengan perubahan fisik yang cepat dalam waktu yang singkat seperti pertambahan masa otot dan tulang, perubahan hormon dan perubahan suara. Kemudian berlanjut kepada masa remaja pertengahan dengan pertumbuhan usia lima belas sampai enam belas tahun yang ditandai dengan perkembangan sistem reproduksi, hormon seks yang mempengaruhi perilaku dan emosi, serta perubahan bentuk tubuh. Tahap terakhir adalah masa remaja akhir di usia tujuh belas sampai dua puluh tahun dengan ciri pertumbuhan yang melambat dan mulai mengalami kematangan berfikir, emosional dan intelektual (Mardalena, 2017).

Perubahan fisiologis remaja. Perubahan fisiologis merupakan perubahan fisik dengan keberlangsungan urutan yang sama, namun berakhir pada kecepatan

(35)

dan umur yang bervariasi. Tinggi dan berat badan menjadi titik acuan dalam melihat perubahan fisik remaja. Pertumbuhan tinggi dan berat badan rata-rata remaja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2

Rata-Rata Kecepatan Pertumbuhan Tinggi dan Berat Badan

Jenis Kelamin Tinggi Badan Berat Badan

Laki-laki

Kecepatan puncak Usia puncak

10,3 cm / tahun 14,1 cm / tahun

9,8 kg / tahun 14,3 kg / tahun Perempuan

Kecepatan puncak Usia puncak

9 cm / tahun 12,1 cm / tahun

8,8 kg / tahun 12,9 kg / tahun Sumber : Adriani & Wirjadmadi (2012)

Remaja perempuan memerlukan persiapan sebelum menuju usia reproduksi, sehingga akan mengalami percepatan pertumbuhan terlebih dahulu dari pada remaja laki-laki. Remaja perempuan memulai dan menyudahi pertumbuhan dua tahun sebelum remaja laki-laki. Pertumbuhan epiphyses pada tulang menyebabkan pertumbuhan tulang panjang pada remaja perempuan terhenti. Pertumbuhan terhenti rata-rata pada usia 18 tahun, namun pada usia ini remaja perempuan mendapat lebih banyak lemak yang akan didistribusikan kepada payudara, pantat dan pinggul. Sebaliknya pada remaja laki-laki mendapatkan lebih banyak massa otot dan densitas tulang yang lebih lama dibandingkan remaja perempuan (Wirjatmadi & Adriani, 2012).

Perkembangan fisik juga ditandai dengan pubertas yang merupakan satu titik dalam masa remaja dimana seorang perempuan atau laki-laki akan mengalami perubahan laju kematangan seksual. Pada perempuan sendiri akan

(36)

18

terbagi menjadi lima tahap yaitu infatil, pembesaran skrotum, perubahan bentuk dan warna skrotum, serta pematangan skrotum (Wirjatmadi & Adriani, 2012).

Perkembangan psikologis remaja. Perkembangan psikologis remaja diawali dengan keinginan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenisnya yang didorong oleh kematangan organ seks. Mental dan intelektual pada masa ini dapat dikatakan sudah mulai sempurna, sehingga cenderung lebih percaya dengan apa yang ada dalam pikirannya dan tidak mau percaya pada pendapat yang tidak masuk akal. Oleh karena itu sering kali remaja tidak takut untuk melawan orang tua ataupun guru. Begitu juga dengan kemarahan pada usia remaja yang sering sekali menggebu-gebu sekalipun hanya menghadapi masalah sepele (Wirjatmadi

& Adriani, 2012).

Perkembangan psikososial remaja. Aspek psikososial dapat didefinisikan sebagai aspek yang berhubungan dengan kejiwaan dari dalam diri dan sosial yang berasal dari luar diri. Hubungan sosial dengan teman, guru dan orangtua dapat disebut dengan aspek psikososial. Pada kondisi ini terkadang remaja menjadi bingung karena remaja mempelajari perbedaan pola perilaku dan sikap dalam masing-masing hubungan dengan orang lain, sehingga memberi tuntutan yang berbeda-beda tergantung nilai, norma, atau standar yang digunakan (Wirjatmadi & Adriani, 2012).

Remaja harus memiliki keterampilan sosial untuk mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari seperti kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri maupun orang lain, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, serta memberi dan menerima

(37)

kritik. Jika keterampilan sosial dapat terpenuhi oleh remaja, maka perkembangan dalam aspek psikososial dapat tercapai secara maksimal (Wirjatmadi & Adriani, 2012).

Gizi Remaja

Masa remaja sering disebut dengan masa transisi dari usia anak menjadi dewasa karena banyaknya perubahan yang terjadi pada diri remaja. Perubahan yang dimaksud adalah seperti perubahan biologis, perilaku, dan psikososial. Hal tersebut menuntut kebutuhan gizi yang tinggi untuk mencapai pertumbuhan yang optimal karena gizi memberi pengaruh langsung terhadap pertumbuhan. Jika kebutuhan gizi tidak terpenuhi, maka pematangan seksual dan pertumbuhan linear dapat terhambat (Wardoyo, 2019).

Asupan makanan pada remaja dan energi yang digunakan untuk melakukan aktivitas harus seimbang. Jika asupan makanan lebih banyak dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan, maka akan mengakibatkan pertumbuhan berat badan. Sebaliknya, jika terlalu banyak menggunakan energi namun asupan makanan tidak mencukupi, maka akan mengakibatkan kekurangan gizi (Mardalena, 2017).

Anggapan remaja yang mengatakan bahwa mengonsumsi makanan sampai perut kenyang akan memenuhi kebutuhan gizi adalah salah, kerena tidak semua bahan makanan dapat memenuhi kebutuhan gizi setiap harinya. Belum lagi remaja yang dijadikan sasaran empuk bagi produsen makanan cepat saji. Produk makanan dapat mempromosikan produknya dengan sebuah iklan yang mengklaim makanan tersebut tinggi vitamin dan mineral, namun pada kenyataannya

(38)

20

ditemukan terlalu banyak kandungan lemak, gula dan zat adiktif yang jika dikonsumsi terlalu banyak akan mengakibatkan kekurangan zat gizi lainnya, serta perubahan patologis terlalu dini pada remaja (Mardalena, 2017).

Remaja yang dipengaruhi oleh masa pubertas membutuhkan protein, vitamin dan mineral yang lebih banyak dibandingkan dengan anak yang belum mengalami pubertas. Belum tentu semua zat gizi terkandung dalam satu jenis makanan, maka remaja harus mengonsumsi makanan yang beraneka ragam agar kekurangan zat gizi pada satu jenis makanan akan terpenuhi oleh zat gizi pada jenis makanan lainnya. Secara umum, penentuan kebutuhan gizi pada remaja dapat dilihat pada recommended daily allowances (RDA). Namun, jika konsumsi energi pada remaja kurang dari yang dianjurkan, bukan berarti kebutuhannya belum tercukupi karna RDA disusun berdasarkan perkembangan kronologis, bukan kematangan (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Kebutuhan energi. Kebutuhan tenaga pada remaja berkaitan dengan tingkat kematangan fisik dan akrivitas yang dilakukan. Energi berfungsi sebagai pertumbuhan, pengaturan suhu, zat tenaga untuk metabolisme, dan kegiatan fisik tubuh. Remaja aktif memerlukan energi yang lebih besar dari yang kurang aktif.

Energi dapat diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak, yang termasuk kedalam zat gizi makro. Satu gram karbohidrat dapat menghasilkan empat kalori, satu gram protein dapat menghasilkan empat kalori dan satu gram lemak dapat menghasilkan sembilan kalori. Contoh makanan sumber karbohidrat adalah beras, umbi-umbian, terigu, jagung, gula dan lain sebagainya (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

(39)

Asupan energi yang kurang akan mempengaruhi aktivitas seseorang, terkhusus pada remaja yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan pesat.

Jika tidak tercukupi, maka dapat mempengaruhi ketahanan dalam pembelajaran yang kemudian akan menyebabkan penurunan prestasi. Kekurangan energi juga berdampak pada organ dan sistem kerja tubuh. Saluran pencernaan dan sistem pernafasan akan terganggu, fungsi hati, pankreas dan ginjal juga dapat terganggu, begitu juga dengan sistem hematologi dan kardiovaskular (Mardalena, 2017).

Kebutuhan protein. Selain sebagai sumber energi, protein juga terdiri dari asam amino yang juga menyediakan asam amino essensial. Protein memiliki berbagai fungsi dalam tubuh antara lain memberikan kekebalan tubuh, pengganti jaringan yang rusak dan untuk membentuk pertumbuhan. Protein dikenal dengan dua jenis yaitu nabati dan hewani. Nilai biologis protein hewani lebih tingga dibandingan nabati karena komposisi asam amino esensial yang lebih banyak dari segi kualitas dan kuantitas pada protein hewani. Protein dapat ditemukan dalam daging, jeroan, ikan, keju, kerang, udang dan lain sebagainya (hewani). Protein juga dapat ditemukan dalam kacang-kacangan, tahu, tempe dan lain sebagainya (nabati) (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Penelitian mengenai kecukupan asupan protein pada vegetarian oleh Rahmi, Restuastuti dan Ernalia (2015) di SD. Metta Maitreya. Hasil penelitian menunjukkan 34 anak vegetarian yang mengalami kelebihan protein bukannya kekurangan protein. Sedangkan penelitian oleh Purwaningsih, Weta dan Aryani (2019) di SD. Bhaktivedanta Dharma menunjukkan asupan protein yang rendah pada anak vegetarian disekolah tersebut.

(40)

22

Kebutuhan lemak. Lemak terdapat dalam makanan yang bersumber dari hewani misalnya daging berlemak, jeroan, minyak saat memasak dan sebagainya.

Lemak hanya diperlukan tubuh dalam jumlah tertentu. Lemak yang berlebih akan disimpan oleh tubuh sebagai lemak tubuh yang jika sewaktu-waktu diperlukan dapat digunakan. Perlu diingat bahwa kelebihan lemak dapat mengakibatkan penimbunan lemak dan menjadikan seseorang gemuk kemudian bisa menyebabkan penyumbatan pembuluh darah jantung. Perlu pula diperhatikan asupan lemak yang terlalu rendah karena dapat menyebabkan asupan besi dan seng yang rendah pula (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Kebutuhan vitamin. Pertumbuhan yang cepat pada remaja akan meningkatkan kebutuhan akan vitamin yang lebih banyak pula. Setiap vitamin memiliki fungsi dan manfaat yang berbeda-beda. Percepatan pertumbuhan kerangka memerlukan vitamin D yang cukup pula. Untuk menjaga sel dan jaringan baru terpelihara dengan baik, maka diperlukan vitamin C, E dan A.

Golongan vitamin B1 dan B2 berperan untuk membantu metabolisme karbohidrat menjadi energi. Vitamin B6 diperlukan untuk sintesis saraf dan sistem protein, sedangkan vitamin B12 diperlukan dalam pembentukan sel darah merah, membangun material genetic, fungsi sistem saraf, metabolisme protein dan lemak (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Kekurangan vitamin B1 dapat mengurangi nafsu makan, sedangkan kekurangan vitamin B2 biasa disebut dengan ariboflavinosis yang ditandai dengan timbulnya pembuluh darah kecil pada kornea mata dan sakit saat menelan akibat sakit kerongkongan. Kekurangan vitamin B3 akan menurunkan nafsu makan,

(41)

menimbulkan sakit kepala, diare, iritasi dan parahnya dapat menganggu sistem saraf dan pencernaan. Saraf perifer, sistem sel darah, gangguan pada kulit dan saraf juga dapat tergenggu apabila kekurangan vitamin B6. Sedangkan kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan pernisious anemia kemudian dilanjut kepada ketidak mampuan mencerna protein (Mardalena, 2017).

Defisiensi vitamin C pada tahap yang parah dapat menimbulkan penyakit scurvy, sedangkan penurunan daya penglihatan menupakan gejala kekuranganvitamin A. Penyakit yang dapat timbul jika kekurangan vitamin D adalah rakhitis, osteoporosis dan reumatoid arthritis. Untuk kekurangan vitamin E jarang terjadi karna dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit oleh tubuh, adapun hal yang dapat terjadi adalah anemia. Kekurangan vitamin K dapat menyebabkan luka susah mengering dan mengeluarkan banyak darah (Mardalena, 2017).

Penelitian pada anak vegetarian juga dilakukan oleh Rahmi, Restuastuti dan Ernalia (2015) di SD. Metta Maitreya. Penelitian ini terkait dengan asupan vitamin B12. Hasil penelitian menunjukkan adanya anak yang kekurangan asupan vitamin B12, yaitu sebanyak 24 anak dari total 34 anak.

Kebutuhan mineral. Meningkatnya kebutuhan remaja akan vitamin akan meningkatkan kebutuhan akan mineral pula. Mineral yang sangat diperlukan oleh remaja adalah kalsium, zat besi dan seng. Kalsium berfungsi untuk pembentukan massa tulang pada remaja yang dapat mengurangi risiko osteoporosis pada saat menopause. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan kekurangan darah yang dikenal sebagai anemia zat gizi. Remaja putri lebih rentan terhadap kejadian ini dibanding laki-laki karna mengalami menstruasi. Sedangkan seng merupakan

(42)

24

dan asam nukleat. Gejala klinis kekurangan seng adalah gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, letargi mental, perubahan kulit dan kematangan seksual yang terhambat (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Kecukupan Gizi Remaja

Kongres Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia lah yang pertama kali menetapkan AKG di Indonesia pada tahun 1968. AKG akan ditinjau kembali setiap lima tahun sekali secara berkala. Kemudian AKG pada tahun 2004 dipublikasikan pada WKNPG VIII pada tahun 2003. Dari tahun ke tahun nilai AKG akan mengalami perubahan maupun penambahan sesuai kenyataan yang tampak pada lapangan. Adapun AKG pada remaja menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 28 tahun 2019 adalah dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3

Angka Kecukupan Gizi Remaja (10 – 18 Tahun)

Zat Gizi Remaja Putri

10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun

Karbohidrat 280 g 300 g 300 g

Protein 55 g 65 g 65 g

Vitamin A 600 RE 600 RE 600 RE

Vitamin B1 1 mg 1,1 mg 1,1 mg

Vitamin B2 1 mg 1 mg 1 mg

Vitamin B3 12 mg 14 mg 14 mg

Vitamin B5 5 mg 5 mg 5 mg

Vitamin B6 1,2 mg 1,2 mg 1,2 mg

Vitamin B12 3,5 mcg 4 mcg 4 mcg

Vitamin C 50 mg 65 mg 75 mg

Vitamin D 15 mcg 15 mcg 15 mcg

Vitamin E 15 mcg 15 mcg 15 mcg

Kalsium 1200 mg 1200 mg 1200 mg

Zat besi 8 mg 15 mg 15 mg

Seng 8 mg 9 mg 9 mg

(43)

Keadaan gizi seseorang dapat dilihat dari gambaran makanan yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Kekurangan satu atau lebih zat gizi dapat menyebabkan penyakit defisiensi. Namun, kelebihan zat gizi juga dapat menimbulkan bahaya untuk kesehatan karena dapat menyebabkan kegemukan yang beresiko terhadap penyakit kardiovaskuler. Oleh sebab itu, dipelukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mencapai kesehatan yang optimal.

Metode Pengukuran Makanan

Pengukuran konsumsi pangan merupakan satu dari berbagai metode pengukuran status gizi. Pengukuran konsumsi makanan dilakukan secara tidak langsung dengan mengukur kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi baik dalam rumah tangga, individu maupun masyarakat. Metode ini sangat efektif digunakan untuk melihat tanda awal dari kekurangan gizi. Pengukur asupan makanan menggunakan beberapa metode yakni : food recall 24 jam, penimbangan makanan (food weighing), food record, food frequency questionnaire (FFQ), dietary history, food account dan food inventory. Untuk menghitung kecukupan zat gizi umumnya dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) dan menggunakan program yang telah ada seperti nutri survey.

Metode recall 24 jam. Metode dengan menanyakan dan menggali apa saja makanan ataupun minuman yang telah dikonsumsi responden selama 24 jam merupakan salah satu metode survei konsumsi. Metode ini paling sering digunakan dalam suatu penelitian karena cukup akurat. Pelaksanaanya yang cepat,

(44)

26

mudah, murah, dan tidak memerlukan peralatan yang mahal mejadi keunggulan metode ini.

Landasan Teori

Almatsier (2004), menjelaskan bahwa energi yang diperlukan manusia untuk bertahan hidup, mendorong pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik diperoleh dari makanan minuman yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak. Begitu juga dengan asupan gizi makronutrien dan mikronutrien yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang yang dapat dilihat pada angka kecukupan gizi yang berbeda-beda pada setiap orang. Angka kecukupan gizi sendiri adalah banyaknya zat gizi yang dibutuhkan untuk mempertahankan status gizi tersebut (Almatsier, 2009).

Ketidakseimbangan tingkat kecukupan zat gizi dapat menimbulkan masalah baik itu gizi kurang maupun lebih (Sutyawan, 2013). Faktor yang mempengaruhi asupan gizi pada remaja adalah lingkungan dan kebiasaan tidak menyukai atau memiliki pantangan terhadap suatu jenis makanan tertentu membuat zat gizi yang tersedia dalam tubuh remaja menjadi tidak seimbang.

Sebagai contoh adalah seorang vegetarian yang memiliki pantangan dalam mengonsumsi daging-dagingan (Savitri, Fatmawati & Erwin, 2015). Selain itu, remaja memerlukan zat gizi yang lebih banyak karena usia remaja melakukan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia lainnya (Adriani &

Wirjatmadi, 2014).

(45)

Gambar 1. Kerangka teori Modifikasi Almatsier (2004) dan Savitri, Fatmawati &

Erwin (2015) Kerangka Konsep

Kerangka konsep disusun berdasarkan teori yang dijelaskan pada landasan teori diatas. Kecukupan zat gizi dipengaruhi oleh asupan makanan yang terdiri dari beberapa zat gizi. Jika ingin mencapai kecukupan zat gizi, maka diperlukan asupan makanan yang mengandung zat gizi yang cukup. Energi, protein, vitamin A, B kompleks, C, D, E, zat besi, seng dan kalsium merupakan zat gizi yang diperlukan pada masa remaja. Asupan zat gizi juga dipengaruhi oleh gaya hidup yang akan menentukan prilaku makan seseorang.

Gaya hidup vegetarian yang dapat dibedakan menjadi 4 jenis memiliki perilaku konsumsi pangan yang berbeda. Vegetarian vegan yang hanya mengonsumsi sayuran, buahan dan bahan nabati lainnya. Vegetarian ovo bukan hanya mengonsumsi bahan nabati, tetapi juga telur. Vegetarian lacto yang dapat

Asupan Zat Gizi Status Gizi

Perilaku Makan

 Memilih makanan

 Pantangan terhadap makanan tertentu Karakteristik

 Jenis Kelamin

 Umur

 Aktivitas fisik

Kecukupan Gizi

(46)

28

mengonsumsi susu, telur, sayuran dan bahan nabati lainnya. Kerangka konsep dibawah menunjukkan gambaran perbedaan kecukupan zat gizi pada empat jenis vegetarian yang memiliki perilaku konsumsi pangan yang berbeda-beda.

Kemudian perbedaan konsumsi pangan tersebut akan berpengaruh terhadap asupan zat gizi.

Gambar 2. Kerangka konsep

Kecukupan Zat Gizi Asupan Zat Gizi

1. Energi 2. Protein 3. Vitamin A 4. Vitamin B kompleks 5. Vitamin C 6. Vitamin D 7. Vitamin E 8. Zat besi 9. Seng 10. Kalsium Jenis Vegetarian

1. Vegan

2. Vegetarian ovo 3. Vegetarian lacto 4. Vegetarian lacto

ovo

(47)

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Deskriptif adalah jenis penelitian yang akan dilakukan, yaitu dengan melihat gambaran kecukupan gizi pada remaja putri vegetarian di Indonesian Vegetarian Society. Hasil pengukiran pada penelitian deskriptif akan disajikan apa adanya tanpa melakukan analisis mengapa suatu fenomena dapat terjadi. Oleh karena itu, tidak diperlukan rumusan hipotesis (uji statistika) pada penelitian deskriptif (Sastroasmoro & Ismael, 2017).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian akan dilakasanakan di Indonesian Vegetarian Society. Adapun pemilihan lokasi ini atas pertimbangan (1) Indonesian Vegetarian Society merupakan komunitas vegetarian yang besar di Kota Medan (2) Penelitian mengenai vegetarian belum pernah dilaksanakan di Indonesian Vegetarian Society tersebut.

Waktu. Penelitian diawali dengan penyusunan proposal penelitian pada bulan Februari 2020.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri anggota Indonesian Vegetarian Society di Kota Medan, yaitu sebanyak 52 remaja putri vegetarian.

Sampel. Tidak ada sampel pada penelitian ini karena penelitian dilakukan pada seluruh populasi remaja putri anggota Indonesian Vegetarian Society di Kota

(48)

30

Variabel dan Definisi Operasional

Vegetarian vegan. Vegetarian vegan adalah remaja putri vegetarian yang hanya mengonsumsi sayuran, buahan, kacang-kacangan dan berbagai bahan pangan nabati lainnya.

Vegetarian ovo. Vegetarian ovo adalah remaja putri vegetarian yang bukan hanya mengonsumsi sayuran, buahan, kacang-kacangan dan berbagai bahan nabati lainnya, namun juga dapat mengonsumsi telur.

Vegetarian lacto. Vegetarian lacto adalah remaja putri vegetarian yang bukan hanya mengonsumsi sayuran, buahan, kacang-kacangan dan berbagai bahan nabati lainnya, namun juga dapat mengonsumsi telur.

Vegetarian lacto ovo. Vegetarian lacto ovo adalah remaja putri vegetarian yang bukan hanya mengonsumsi sayuran, buahan, kacang-kacangan dan berbagai bahan nabati lainnya, namun juga dapat mengonsumsi susu dan telur.

Angka kecukupan gizi. Angka kecukupan gizi adalah banyaknya jumlah masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi setiap orang dari makanan dan minuman untuk mencegah defisiensi zat gizi.

Asupan energi. Asupan energi adalah jumlah energi yang diperoleh dari rata-rata asupan energi sehari pada makanan dan minuman.

Asupan protein. Asupan protein adalah jumlah protein yang diperoleh dari rata-rata asupan protein sehari pada makanan dan minuman.

Asupan vitamin. Asupan vitamin (vitamin A, B kompleks, C, D dan E) adalah jumlah vitamin (vitamin A, B kompleks, C, D dan E) yang diperoleh dari rata-rata asupan vitamin sehari pada makanan dan minuman.

(49)

Asupan mineral. Asupan mineral (zat besi, seng dan kalsium) adalah jumlah mineral (zat besi, seng dan kalsium) yang diperoleh dari rata-rata asupan mineral sehari pada makanan dan minuman.

Kecukupan zat gizi. Kecukupan gizi adalah asupan gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi secara optimal seperti yang dapat dilihat dalam AKG yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 28 tahun 2019.

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner dengan metode food recall 24 jam yang dilakukan selama satu hari. Data berupa umur, berat badan, tinggi badan, jenis vegetarian dan konsumsi makanan. Data berat dan tinggi badan yang seharusnya diukur sendiri oleh peneliti tidak dapat terlaksana dikarenakan pandemi covid-19, sehingga data berat dan tinggi badan diperoleh melalui kuestioner yang dijawab langsung oleh resonden.

Data sekunder. Diperoleh dari data tersedia berupa jumlah remaja putri yang diberikan oleh Indonesian Vegetarian Society (IVS) di Kota Medan.

Metode Pengukuran

Metode pengukuran dilakukan terhadap variabel yang diteliti yaitu asupan zat gizi. Tujuannya adalah untuk melihat tingkat kecukupan pada zat gizi tersebut.

Tingkat kecukupan gizi dinilai dari hasil food recall 24 jam, lalu dihitung dengan rumus sebagai berikut :

( )

(50)

32

Dimana TK merupakan tingkat kecukupan zat gizi (energi dan protein), K merupakan konsumsi zat gizi (energi dan protein) yang diperoleh dari hasil food recall dan KC merupakan AKG yang dianjurkan. Namun, setiap orang memiliki AKG yang berbeda-beda, sehingga perlu dikakukan pencarian AKG per individunya terlebih dahulu dengan rumus sebagai berikut :

Dimana AKG individu merupakan angka kecukupan gizi per individu, BB nyata merupakan berat badan sampel sedangkan BB standar dan AKG standar dapat dilihat di tabel AKG pada Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 28 tahun 2019. Setelah angka tingkat kecukupan zat gizi tersebut diperoleh dalam bentuk persen, selanjutnya dapat dikategorikan menjadi beberapa tingkatan. Untuk energi dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut : (1) Sangat kurang apabila < 70%

dari total AKG (2) Kurang 70 - 100% dari total AKG (3) Normal 100 - 130% dari total AKG (4) Lebih apabila 130% dari total AKG, sedangkan untuk protein dapat dikategorikan sebagai berikut : (1) Sangat kurang apabila < 80% dari total AKG (2) Kurang 80 - 100% dari total AKG (3) Normal 100 - 120% dari total AKG (4) Lebih apabila 120% dari total AKG (Kemenkes RI, 2014). Kemudian untuk tingkat kecukupan vitamin dan mineral, dapat dikategorikan menjadi : (1) Lebih apabila 110% dari AKG (2) Baik apabila 80 - 110% dari AKG (3) Kurang apabila <80% dari AKG (WNPG, 2004).

Metode Analisis Data

Penggolahan data dilakukan secara manual dan komputerisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(51)

Editing (pengeditan). Memeriksa kelengkapan dan kebenaran data yang

didapat dari kuestioner agar data yang telah dimasukkan kemudian dapat diolah secara tepat dan benar.

Coding (pengkodean). Setelah pengeditan pada data yang diperoleh,

maka peneliti melakukan pengkodean pada setiap jawaban responden.

Entry (pemasukkan). Kegiatan memasukkan data ke dalam program

komputer untuk pengambilan hasil dan kesimpulan.

Cleaning data. Pemeriksaan terhadap setiap data yang telah dimasukkan

ke dalam computer agar terhindar dari kesalahan saat memasukkan data.

Analisa data. Seluruh data baik itu asupan gizi, kecukupan gizi dan karakteristik akan dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

(52)

Hasil Penelitian

Deskripsi Lokasi Penelitian

IVS (Indonesian Vegetarian Society) merupakan komunitas vegetarian terbesar di Indonesia yang bersifat nirlaba. IVS berdiri pada tanggal 8 Agustus 1998 di Jakarta dan merupakan anggota dari WVO (World Vegan Organization).

IVS fokus dalam mengedukasikan masyarakat mengenai pola hidup sehat, etis dan ramah lingkungan dengan berbasis nabati. IVS didirikan dengan tujuan menyebarluaskan informasi seputar kehidupan vegetarian di Indonesia, mengembangkan cinta kasih universal dan menyelamatkan kehidupan dunia melalui vegetarianisme demi terciptanya kehidupan yang lebih baik, yang penuh kasih antar sesama manusia dan semua makhluk.

IVS (Indonesian Vegetarian Society) Kota Medan terletak di Jalan Jambu No.98, Komplek Cemara Asri, Kecamatan Medan Percut, Sumatera Utara. Visi IVS (Indonesian Vegetarian Society) adalah meningkatkan kualitas kehidupan manusia beserta lingkungan hidupnya sejalan dengan waktu. Adapun misi nya yaitu:

1. Menjadikan IVS sebagai organisasi yang selalu memancarkan cinta kasih dan rasa persaudaraan yang tulus serta lintas agama, budaya dan suku bangsa dalam mewujudkan visi, misi dan tujuannya.

2. Memberi pengertian yang benar, pendidikan dan pembinaan kepada setiap manusia untuk menerapkan pola hidup yang sehat dan menjadi vegetarian.

3. Menjadikan IVS sebagai organisasi panutan dunia dan senantiasa mengayomi masyarakat vegetarian di Indonesia.

(53)

Deskripsi Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 52 orang. Secara umum dapat digambarkan karakteristik responden menurut umur, indeks massa tubuh dan jenis vegetarian. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4

Ditribusi Responden Menurut Umur, Indeks Massa Tubuh dan Jenis Vegetarian

Karakteristik Responden n %

Umur

17-18 tahun 4 7,7

19-22 tahun 38 73,1

23-24 tahun 10 19,2

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Normal 38 73,1

Kekurangan BB ringan 11 21,2

Kelebihan BB berat 3 5,8

Jenis Vegetarian

Vegan 20 38,5

Vegetarian Ovo 5 9,6

Vegetarian Lacto 2 3,8

Vegetarian Lacto Ovo 25 48,1

Pengelompokan responden berdasarkan umur lebih banyak remaja yang berusia 19-22 tahun yaitu sebanyak 28 orang (73,1%), remaja putri yang berusia 23-24 tahun sebanyak 10 orang (19,2%) dan remaja putri yang berusia 17-18 tahun sebanyak 4 orang (7,7%). Distribusi indeks massa tubuh responden yang paling banyak adalah normal sebanyak 38 orang (73,1%), kekurangan BB ringan sebanyak 11 orang (21,2%) dan kelebihan BB berat sebanyak 3 orang (5,8%).

Berdasarkan distribusi jenis vegetarian responden yang paling banyak adalah vegetarian lacto ovo sebanyak 25 orang (48,1%), disusul vegan sebanyak 20

Referensi

Dokumen terkait

Proses Pembelajaran Seni Tari Melalui Pemanfaatan Properti Bakiak Sebagai Sumber Inspirasi Dalam Penciptaan Tari Kreatif Pada Siswa SDN Gadel IV

The main objectives were (I) to check the usability of TLS and UAV-based imaging for such studies under field conditions, (II) to compare the achieved data, (III) to

Texture generated from a LIDAR scan, both real and simulated, provides comparable stereo match performance to texture generated via random dot patterns or DOEs

Hasil akhir yang diharapkan, mahasiswa mampu membangun tampilan/layout halaman website yang berorientasi pada pengguna.. Memahami konsep

The reconstruction was carried out by VisualSFM (VisualSFM, 2016), which implemented four basic steps to generate dense The International Archives of the Photogrammetry, Remote

bertugas dalam melakukan pengcodingan atau pemograman sebuah website agar dinamis.. 3)

The alignment of smartphone point cloud on the laser scanning point cloud is performed in two steps; (1) a course re-scaling and alignment is performed by applying a

Adsorpsi ion Ni(II) pada material biomassa alga Nannochloropsis sp yang dimodifikasi dengan teknik pelapisan silika-magnetit (Fe 3 O 4 ) telah dilakukan.. Material