• Tidak ada hasil yang ditemukan

GELIAT PANAS BUMI: TANTANGAN DALAM MENJAWAB KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL. Yunus Saefulhak dan Herlambang Setyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GELIAT PANAS BUMI: TANTANGAN DALAM MENJAWAB KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL. Yunus Saefulhak dan Herlambang Setyawan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4

o i Uta a Topik Utama Topik Utama o i ta a U

M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013

GELIAT PANAS BUMI:

TANTANGAN DALAM MENJAWAB KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL

Yunus Saefulhak dan Herlambang Setyawan

Direktorat Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi

yunus_pabum@yahoo.com ; setyawan_herl@yahoo.com

S A R I

Indonesia mempunyai sumber panas bumi yang sangat melimpah yang tersebar sepanjang jalur sabuk gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku yang hingga saat ini telah teridentifikasi 299 titik potensi panas bumi dengan total potensi sebesar 28.635 MW. Pengembangan energi panas bumi untuk membangkitkan energi listrik baru sebesar 1.341 MW atau sebesar 4,6% dari potensi yang ada. Sesuai dengan Road Map Pengembangan Panas Bumi 2004-2025, ditargetkan pada tahun 2025, Indonesia sudah memanfaatkan 9.500 MW panas buminya atau memberikan kontribusi energi terhadap konsumsi energi nasional sebesar 5% sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan energi panas bumi untuk mendukung diversifikasi energi, diperlukan langkah konkret yang dapat mendorong investasi dalam pengusahaan panas bumi, di antaranya yaitu pengharmonisasian peraturan perundang-undangan di bidang panas bumi, peningkatan kualitas data Wilayah Kerja, adanya suatu kebijakan harga tenaga listrik yang mencerminkan tingkat pengembalian investasi yang menarik, perlunya akselerasi dalam negeri untuk menyediakan barang-barang yang dibutuhkan dalam pengusahaan panas bumi, peningkatan sumber daya manusia di bidang panas bumi, sinkronisasi dan harmonisasi antara Pemerintah, pemerintah daerah dan instansi terkait, serta perlunya kepastian jangka waktu dan pembiayaan dalam pengurusan perizinan dan rekomendasi yang dibutuhkan dalam pengusahaan panas bumi.

Kata kunci : demand side management, energy demand, energy supply, iklim investasi, Kebijakan Energi Nasional, kepastian hukum, supply side management

1. LATAR BELAKANG

Energi adalah kehidupan. Tidak ada energi berarti tidak ada kehidupan. Energi inilah yang akan memberikan kesempatan sebuah masyarakat untuk terus berkarya dan berkembang secara ekonomi, pendidikan dan teknologi. Itulah sebuah perumpamaan akan pentingnya energi untuk kehidupan. Terus bagaimana kondisi energi Indonesia? Apakah Indonesia sedang menuju krisis energi? Mungkin

itulah kata-kata yang sering ditanyakan untuk menggambarkan kondisi energi di Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui bersama, kebutuhan Indonesia akan energi (energy demand) terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi serta bertambahnya jumlah penduduk. Namun, kebutuhan energi ini tidak diimbangi dari sisi penyediaan energinya (energy supply). Tingginya pertumbuhan permintaan energi tersebut semakin memperlebar kesenjangan antara sisi

(2)

T p k Utam Topik Utama T p k am Ut Topik Utama

permintaan dan penyediaan energi, yang berujung pada terjadinya krisis energi di beberapa wilayah. Dan ironisnya, sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil yang persediaannya semakin menipis. Hampir semua kendaraan bermotor, pembangkit tenaga listrik dan mesin-mesin industri, bahan bakarnya menggunakan bahan bakar fosil, terutama dari minyak bumi. Seringkali setiap terjadi kenaikan harga bahan bakar fosil, terutama minyak bumi akan selalu menimbulkan dampak yang besar di berbagai sektor ekonomi yang lain.

Sebagai contoh sederhana, ketika harga bahan bakar minyak mengalami kenaikan, langsung akan diikuti oleh kenaikan bahan pangan pokok, kenaikan biaya transportasi, kenaikan tarif dasar listrik dan lain-lain yang ujungnya akan semakin menambah pengeluaran negara dalam bentuk subsidi serta menambah pengeluaran masyarakat yang akan berimbas pada

Gambar 1. Perubahan paradigma pengelolaan energi (Sumber: Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, 2011)

menurunnya daya beli masyarakat. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil juga terbukti menimbulkan dampak yang besar terhadap permasalahan lingkungan dan kesehatan makhluk hidup.

Terkait dengan kondisi di atas, sudah saatnya kita harus membingkai kembali atau mengubah paradigma dalam pengelolaan energi tersebut, yang semula bersifat supply side management yang bertumpu pada pengembangan energi fosil ke demand side management (Gambar 1) dengan fokus utama pada pengembangan energi baru, terbarukan dan efisiensi energi di sisi pemanfaatannya. Supply side management merupakan manajemen yang berbasis pada supply/penyediaan. Kebutuhan energi sektoral yang belum efisien seperti rumah tangga, transportasi, industri dan komersial dipenuhi/

disediakan oleh energi fosil dengan biaya berapapun bahkan disubsidi. Sementara energi terbarukan hanya sebagai energi alternatif saja

(3)

6

o i Uta a Topik Utama Topik Utama o i ta a U

M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013 dan tidak dimanfaatkan secara maksimal, atau

dengan kata lain kita telah menyia-nyiakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Paradigma ini harus segera ditinggalkan menuju paradigma baru, yaitu demand side management. Demand side management ini merupakan paradigma untuk mengefisienkan kebutuhan energi terlebih dahulu (konservasi) seperti kebutuhan untuk rumah tangga, transportasi, industri dan komersial dimana kebutuhan ini disupply/

disediakan dengan energi terbarukan dengan harga avoided fossil energy cost, yang nantinya kedudukan energi fosil hanya sebagai faktor penyeimbang.

Karena itu sudah saatnya ketergantungan terhadap sumber energi fosil dikurangi dan dialihkan pada sumber energi lain, yaitu energi terbarukan yang tidak hanya melimpah tetapi juga ramah lingkungan, bersih dan mempunyai sifat terbarukan, yang salah satunya adalah energi energi panas bumi.

Indonesia mempunyai sumber panas bumi yang sangat melimpah yang tersebar sepanjang jalur

sabuk gunung api (ring of fire) mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku. Hingga saat ini telah teridentifikasi sebanyak 299 titik potensi panas bumi yang tersebar seluruh wilayah Indonesia dengan total potensi sebesar 28.635 MW (Tabel 1).

Secara umum pemanfaatan energi panas bumi dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pemanfaatan langsung dan pemanfaatan tidak langsung.

Pemanfaatan langsung, yaitu memanfaatkan energi dan/atau fluida panas bumi untuk keperluan nonlistrik, baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri seperti untuk industri pertanian (antara lain untuk pengeringan hasil pertanian, sterilisasi media tanaman, dan budi daya tanaman tertentu) dan pariwisata. Sedangkan pemanfaatan tidak langsung yaitu memanfaatkan energi panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik, baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri dan menjadi prioritas utama dalam pemanfaatan panas bumi.

Tabel 1. Potensi panas bumi Indonesia

Sumber :

- Badan Geologi (2012)

- Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (* s.d. April 2013)

Lokasi Sumber Daya (MW) Cadangan (MW) Kapasitas

Terpasang (MW) * Spekulatif Hipotesis Terduga Mungkin Terbukti

Sumatera 3.089 2.427 6.867 15 380 122

Jawa 1.710 1.826 3.708 658 1.815 1.134

Bali – Nusa

Tenggara 360 417 1013 - 15 -

Kalimantan 145 - - - - -

Sulawesi 1323 119 1374 150 78 80

Maluku 545 97 429 - - -

Papua 75 - - - - -

Total 285 Lokasi

7.247 4886 13.391 823 2.288

1.341

12.133 16.502

Total : 28.635

(4)

T p k Utam Topik Utama T p k am Ut Topik Utama

Tabel 2. Proyek PLTP yang telah berproduksi

Sumber :

Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (s.d. April 2013) Pemanfaatan energi panas bumi untuk listrik ini

saat ini masih kecil dibandingkan dengan potensi sumber daya dan cadangan yang ada, di mana sampai dengan saat ini (April 2013) pengembangan energi panas bumi baru mencapai 1.341 MW atau sebesar 4,6% dari potensi yang ada (Tabel 2).

Sebagaimana diketahui energi ini merupakan energi terbarukan yang dapat dipergunakan untuk memenuhi energi listrik domestik jangka panjang, selama kondisi lingkungannya terjaga keseimbangannya. Hal inilah sebenarnya yang menjadikan peluang sekaligus tantangan dalam peningkatan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia.

Terkait dengan potensi panas bumi yang besar ini, Penerima Nobel Perdamaian Tahun 2007, Al Gore, yang juga mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, memuji Indonesia setinggi langit. Dalam pidatonya pada saat pembukaan 'The Climate Project Asia Pacific Summit' di Jakarta beberapa waktu yang lalu, Al Gore menyatakan bahwa Indonesia bisa menjadi negara super power untuk energi listrik dari panas bumi dan hal itu bisa menjadi kelebihan untuk ekonomi Indonesia.

Namun yang menjadi pertanyaan besar adalah, sejauhmana negara ini dapat mengusahakan dan memanfaatkan anugerah yang telah diberikan ini? Harus kita sadari bersama, bahwa

No. WKP Panas Bumi /

Lokasi Pengembang Nama

PLTP

Kapasitas Terpasang

(MW) 1 Sibayak – Sinabung,

SUMUT

PT. Pertamina Geothermal

Energy (PGE) Sibayak 12

2 Cibeureum – Parabakti, JABAR

KOB - Chevron Geothermal

Salak, Ltd (CGS) Salak 377

3 Pangalengan, JABAR

KOB - Star Energy Geothermal Wayang Windu, Ltd

(SEGWWL)

Wayang

Windu 227

4 Kamojang – Darajat, JABAR

PT. Pertamina Geothermal

Energy (PGE) Kamojang 200

5 Kamojang – Darajat, JABAR

KOB - Chevron Geothermal

Indonesia, Ltd (CGI) Darajat 270 6 Dataran Tinggi Dieng,

JATENG PT. Geo Dipa Energi (GDE) Dieng 60

7 Lahendong – Tompaso, SULUT

PT. Pertamina Geothermal

Energy (PGE) Lahendong 80

8 Ulubelu, LAMPUNG PT. Pertamina Geothermal

Energy (PGE) Ulubelu 110

9 Ulumbu, NTT PT PLN (Persero) Ulumbu 5

Total Kapasitas Terpasang 1.341

(5)
(6)

T p k Utam Topik Utama T p k am Ut Topik Utama

No. 22/1981 menjadi Keputusan Presiden No.

45/1991, dan di sisi perpajakan, Pemerintah mengganti Keputusan Presiden No. 23/1981 menjadi Keputusan Presiden No. 49/1991.

Dengan diterbitkannya Keputusan Presiden No.

45/1991 dan No. 49/1991, pengusahaan panas bumi menjadi lebih menarik karena energi berupa uap atau listrik yang dihasilkan selain dijual kepada PLN juga dapat dijual kepada instansi lain, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Nasional yang berstatus badan hukum dan koperasi. Sedangkan disisi perpajakan, terjadi penurunan pajak yang harus disetorkan oleh perusahaan yang semula dari 46% menjadi 34%

dari penerimaan bersih usaha pelaksanaan sumber daya panas bumi (Net Operating Income/NOI).

Selain itu, Keputusan Presiden No. 45/1991 juga memberikan kemungkinan bahwa apabila diperlukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dapat memberikan izin pengusahaan sumber daya panas bumi skala kecil kepada instansi lain, Badan Usaha milik negara lain, Badan Usaha Nasional lain yang berstatus hukum maupun koperasi untuk keperluan ketenagalistrikan serta usaha lainnya.

Wilayah Kerja yang ada pada era ini dikenal dengan istilah WKP Existing (Tabel 3), di mana saat ini ada 19 (sembilan belas ) WKP Existing yang terdiri dari:

- 14 (lima belas) WKP Existing yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy baik own operation maupun melalui Kontrak Operasi Bersama (KOB) (Tabel 3);

- 1 (satu) WKP Existing yang dikelola oleh PT Geodipa Energy, yaitu WKP Dataran Tinggi Dieng; dan

- 4 (empat) WKP Existing skala kecil yang diusahakan oleh BUMN (PT PLN) dan swasta, yaitu WKP Tulehu, Cibuni, Ciater dan Ulumbu.

Sebelumnya pada tahun 2002, Pertamina telah menyerahkan 18 (delapan belas) Wilayah Kerjanya melalui Berita Acara Serah Terima Fungsi Pemerintah, Dokumen Eksplorasi dan atau Eksploitasi Pengusahaan Sumber Daya

Panas Bumi serta Wilayah Kerja Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga Listrik pada tanggal 27 Mei 2002.

Wilayah Kerja yang telah dikembalikan ini kemudian ditetapkan kembali oleh Pemerintah, yang selanjutnya dilelang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari kedelapanbelas Wilayah Kerja ini hampir semuanya telah dilelang dan telah ada pemegang IUP-nya.

2.2. Era UU No. 27/2003

Sebelum diterbitkannya UU No. 27/2003, pada tahun 1998 diterbitkannya Kebijakan Umum Bauran Energi (KUBE) yang mengatur diversifikasi energi dan intensifikasi pencarian sumber energi, di mana terbitnya KUBE ini merupakan cikal bakal lahirnya Kebijakan Energi Nasional Tahun 2003. Pada sisi pengaturan Kebijakan Industri Hulu dilakukan dengan meningkatkan inventarisasi dan evaluasi potensi melalui eksplorasi secara intensif untuk mengubah status potensi sumber daya spekulatif dan hipotetik menjadi cadangan terduga, mungkin dan terbukti.

Sebagai kelanjutan dari KUBE ini, pada tahun 2003, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah berhasil menerbitkan UU No. 27/

2003 tentang Panas Bumi, dan merupakan sebuah prestasi yang membanggakan bahwa UU No. 27/2003 merupakan UU yang tercepat yang pernah diterbitkan oleh Pemerintah.

Dengan terbitnya UU ini, maka segala aturan pengusahaan panas bumi harus mengacu kepada UU ini dan peraturan perundang- undangan turunannya. Dalam UU ini juga mengakomodir mengenai kontrak-kontrak pengusahaan panas bumi yang telah ada (existing), dimana keberadaan kontrak-kontrak tersebut tetap dihormati sampai dengan berakhirnya kontrak.

Sabagai turunan dari UU No. 27/2003, Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 59/2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah

(7)
(8)

T p k Utam Topik Utama T p k am Ut Topik Utama

Keputusan Presiden No. 22/1981, No.

45/1991, No. 49/1991

Struktur pengusahaan didasarkan pada JOC dan ESC

Bagian Pemerintah sebesar 34% dari Net Operating Income (NOI), termasuk semua pajak-pajak, retribusi kecuali pajak

perseorangan

Manajemen Proyek oleh Pertamina (JOC) dan PLN (ESC)

Bentuk proyek:

o Total Project

o Partial Project

 Contoh: PLTP Darajat

UU No. 27/2003, PP No. 59/2007 jo. No.

70/2010

Struktur pengusahaan berupa izin:

- Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi (IUP)

- Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik

Bagian Pemerintah berupa penerimaan negara berupa pajak dan PNBP

Manajemen Proyek oleh Pemegang IUP

Berupa Total (Integrated) Project

Contoh: PLTP Muaralaboh

WKP Existing WKP Baru

Tabel 4. Era pengusahaan panas bumi di Indonesia – Peraturan Menteri ESDM No. 11/2008

tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi;

– Peraturan Menteri ESDM No. 02/2009 tentang Pedoman Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi;

– Peraturan Menteri ESDM No. 11/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri ESDM No. 18/2012;

– Peraturan Menteri ESDM No. 01/2012 tentang Perubahan atas Permen Peraturan Menteri ESDM No. 15/2010 tentang Daftar Proyek-Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara Dan Gas Serta Transmisi Terkait; dan – Peraturan Menteri ESDM No. 22/2012

tentang Penugasan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT Perusahaan Ustrik Negara (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.

Pengusahaan panas bumi era setelah terbitnya UU No. 27/2003 ini, mekanismenya melalui proses pelelangan sebagaimana yang termuat dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 27/2003 dan Pasal 20 ayat (3) PP No. 59/2007, dengan mekanisme pelelangan yang terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu tahap I, meliputi evaluasi persyaratan adminis- tratif, teknis (kualifikasi teknis dan program kerja), serta keuangan dan tahap II, meliputi evaluasi penawaran harga tenaga listrik yang paling rendah.

Terkait dengan pelaksanaan lelang WKP Panas Bumi sebagaimana yang telah diamanatkan tersebut, sampai dengan April 2013 telah ditetapkan 39 (tiga puluh sembilan) WKP Panas Bumi oleh Menteri ESDM yang untuk selanjutnya dilakukan proses lelang oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya, di mana sampai dengan saat ini (April 2013) telah diterbitkan 19 (sembilan belas) IUP baru untuk mengusahakan panas bumi di Indonesia.

Sebagai perbandingan singkat antara kedua era ini, dapat diuraikan sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.

(9)
(10)

T p k Utam Topik Utama T p k am Ut Topik Utama

Indonesia sudah memanfaatkan 9.500 MW panas buminya atau memberikan kontribusi energi terhadap konsumsi energi nasional sebesar 5% sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Berbagai upaya dalam rangka mempercepat pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia telah dilakukan oleh Pemerintah. Dengan terbitnya UU No. 27/2003, Peraturan Pemerintah No. 59/2007 serta Peraturan Menteri ESDM sebagai implementasi Peraturan Pemerintah tersebut semakin memberikan kejelasan pijakan dan kepastian hukum dalam pengusahaan panas bumi di Indonesia. Selain itu, Pemerintah juga telah memberikan kemudahan fiskal dan pajak dalam pengembangan panas bumi yang ketentuan lebih lanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM juga terus berupaya untuk menyediakan informasi mengenai keberadaan potensi panas bumi di Indonesia yang merupakan hasil dari inventarisasi, survei, maupun eksplorasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, ataupun Badan Usaha. Hal ini dimaksudkan agar wilayah-wilayah yang mempunyai potensi panas bumi cukup bagus dan telah ditetapkan menjadi WKP Panas bumi dapat segera dilakukan pelelangan oleh daerah yang selanjutnya dikembangkan untuk memenuhi energi di daerah tersebut sehingga membawa multiplier effect yang signifikan.

Untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 Pasal 2 ayat (1), Pemerintah mulai melakukan langkah-langkah strategis dalam pengem- bangan infrastruktur kelistrikan nasional, di antaranya menggulirkan kebijakan Program Percepatan Listrik 10.000 MW Tahap I, yang akan ditindaklanjuti dengan menggulirkan Pro- gram Percepatan Listrik 10.000 MW Tahap II.

Berbeda dengan proyek 10.000 MW Tahap I yang didominasi batubara, dalam proyek 10.000 MW Tahap II tersebut akan lebih diarahkan pada

renewable energy, khususnya hidro dan geotermal.

Dalam Program Percepatan Listrik 10.000 MW Tahap II ini, energi panas bumi diharapkan dapat memberikan kontribusi pembangkitan energi listrik sebesar 4.925 MW yang sebagian besar dipasok dari PLTP hasil pelelangan WKP Panas Bumi.

4. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN PANAS BUMI

Dalam rangka mempercepat pengembangan panas bumi ini, perlu diambil langkah konkret yang dapat mendorong investasi dalam pengusahaan panas bumi ini, di antaranya:

a. Peningkatan kualitas data (migitasi resiko hulu oleh Pemerintah) dan adanya validasi data oleh konsultan independen yang diakui oleh dunia pengusahaan panas bumi.

Sebagaimana diketahui bahwa resiko hulu dalam pengembangan panas bumi di Indo- nesia saat ini ditanggung oleh pengembang/

investor, dimana resiko hulu merupakan resiko yang paling besar dalam pengusahaan panas bumi. Kelayakan suatu proyek PLTP akan sangat tergantung dari hasil kegiatan eksplorasi ini. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah dapat mengambil peran penting dalam mengurangi resiko hulu (migitasi resiko) ini, yaitu salah satunya dengan melakukan pemboran sumur eksplorasi untuk WKP Panas Bumi yang akan dilelang sehingga akan diketahui cadangan terbuktinya. Pemboran sumur eksplorasi yang dilakukan oleh Pemerintah ini sebagai bentuk insentif untuk memberikan tingkat keyakinan data WKP Panas Bumi yang lebih tinggi bagi calon pengembang.

b. Membuat suatu kebijakan harga tenaga listrik yang mendekati harga keekonomian dengan tingkat pengembalian investasi yang menarik, di mana harga listrik ini bisa menjembatani kedua kepentingan antara pengembang (investor) sebagai penjual dan PT PLN (Persero) sebagai pembeli. Dasar

(11)

14

o i Uta a Topik Utama Topik Utama o i ta a U

M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013 pertimbangan yang dapat ditempuh dalam

penetapan harga tenaga listrik ini adalah penetapan harga yang didasarkan teknologi pembangkitan dan kapasitas pengem- bangan.

c. Harmonisasi peraturan perundang- undangan dengan melibatkan Instansi terkait.

Istilah 'pertambangan' dalam kegiatan usaha panas bumi sering menjadi pembicaraan yang alot manakala pengusahaan panas bumi tersebut akan dilakukan di kawasan hutan konservasi.

Karena menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, kawasan hutan konservasi dilarang untuk dilakukan kegiatan selain di bidang kehutanan. Inilah yang menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. Selain itu, adanya perubahan status kawasan hutan yang meningkat menjadi kawasan hutan konservasi menimbulkan dampak yang besar terhadap kelangsungan kegiatan pengusahaan panas bumi terutama untuk WKP Existing yang pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpastian dalam berusaha di bidang panas bumi di Indone- sia.

Atas dasar hal tersebut, pengusahaan panas bumi seharusnya diberikan perlakukan khusus, mengingat pembangkitan tenaga listrik dari energi panas bumi ini tidak dapat dilakukan apabila letaknya jauh dari sumber energi. Selain itu, pengusahaan panas bumi ini ditujukan untuk membangkitkan tenaga listrik bukan untuk melakukan penambangan uap sehingga semua sarana dan operasinya harus dianggap sebagai bagian dari jaringan pembangkitan energi, bukan merupakan bagian kegiatan pertambangan.

Pengusahaan panas bumi bukanlah bisnis pertambangan tetapi bisnis energi, karena tujuan pengembangan panas bumi adalah untuk memproduksi tenaga listrik atau memanfaatkan energinya.

d. Perlu akselerasi dalam negeri untuk menyediakan barang-barang yang dibutuhkan dalam pengembangan panas bumi.

Pengusahaan panas bumi di Indonesia saat ini memang belum begitu dikenal luas layaknya pengusahaan minyak dan bumi, batubara dan mineral sehingga belum banyak industri penunjang baik barang dan jasa dalam pengusahaan panas bumi. Saat ini, penggunaan barang dan jasa pengembangan panas bumi masih sangat tergantung dari pihak luar negeri atau dengan kata lain sebagian besar masih didatangkan dari luar negeri. Dan untuk mendatangkan barang-barang tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama. Sebagai pemilik sumber daya panas bumi dengan potensi sekitar 28 GW, di mana Pemerintah memiliki komitmen untuk memanfaatkan panas bumi ini sebesar-besarnya sebagai pengganti energi fosil dan akan menjadi energi masa depan, maka sudah seharusnyalah industri penunjang tersebut dibangun dan dikembangkan di Indonesia.

Selama ini kandungan lokal industri panas bumi masih sangat rendah sehingga secara tidak langsung akan turut menaikkan biaya investasi yang pada akhirnya akan berimbas kepada harga listrik dari panas bumi.

Apabila Pemerintah berencana dan berkomitmen untuk mengembangkan panas bumi sebesar 4.925 MW untuk jangka waktu 5 - 7 tahun ke depan, maka industri penunjang baik industri barang dan jada perlu didorong untuk dibangun dan dikembangkan di Indonesia.

e. Perlu adanya capacity building yang dilakukan secara berkala dan sistematis.

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) di bidang panas bumi dapat ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan. Untuk memenuhi target pengembangan panas bumi di atas, industri panas bumi membutuhkan SDM dan tenaga ahli di bidang panas bumi yang cukup banyak. Upaya penyediaan SDM

(12)

T p k Utam Topik Utama T p k am Ut Topik Utama

cukup menggembirakan dengan adanya beberapa perguruan tunggi seperti ITB, UI dan UGM telah membuka studi kepanasbumian. Demikian pula dengan Badiklat ESDM sebagai badan di lingkungan Kementerian ESDM yang bertugas untuk melaksanakan pelatihan dan pendidikan di bidang energi dan sumber daya mineral, yang salah satunya mencakup energi panas bumi juga telah menyediakan kurikulum dalam pendidikan dan pelatihan di bidang kepanasbumian. Selain itu sebagai salah satu upaya peningkatan kapasitas sumber daya di bidang panas bumi, Pemerintah juga telah memberikan beasiswa kepada para lulusan S1 untuk mengikuti pendidikan S2 di bidang panas bumi baik di luar maupun di dalam negeri.

f. Sinkronisasi dan harmonisasi antara Pemerintah, pemerintah daerah dan instansi terkait.

Salah satu upaya dalam mendukung pro- gram percepatan pengembangan panas bumi adalah tersedianya perangkat peraturan perundang-undangan di bidang panas bumi yang kuat, komprehensif dan dapat memberikan akses yang seluas- luasnya dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. Saat ini telah diterbitkan UU No.

27/2003, PP No. 59/2007 dan beberapa peraturan menteri sebagai implementasi dari peraturan perundang-undangan di atasnya tersebut. Terkait dengan perangkat regulasi ini, Pemerintah diharapkan dalam menyusun kebijakan dan peraturan perundang-undangan di bidang panas bumi lebih efektif, komprehensif dalam rangka memberikan kejelasan pijakan dan kepastian hukum dalam pengusahaan panas bumi di Indonesia. Selain itu, diharapkan Pemerintah akan terus melakukan berbagai penyempurnaan dalam hal mendorong perkembangan energi masa depan ini dari sisi aturan mainnya (rule of game).

g. Kepastian jangka waktu dan pembiayaan dalam pengurusan perizinan dan rekomen-

dasi yang dibutuhkan dalam pengusahaan panas bumi.

Kepastian jangka waktu dan pembiayaan ini sangat diperlukan oleh pengembang dalam merealisasikan program kerja yang telah direncanakan. Apabila penerbitan perizinan dan rekomendasi baik yang diterbitkan oleh Pemerintah maupun pemerintah daerah sejalan dengan timeline yang telah disusun oleh pengembang, maka pengembang dapat melaksanakan kegiatannya sesuai dengan program kerjanya sehingga target Commercial Operation Date (COD) dapat tercapai. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh Pemerintah maupun pemerintah daerah dalam menangani masalah perizinan dan rekomendasi ini dengan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang berarti proses penerbitan perizinan dan rekomendasi mulai dari proses pengajuan sampai dengan diterbitkannya dokumen dilakukan di satu tempat.

5. KESIMPULAN

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan energi panas bumi dalam rangka mendukung diversifikasi energi. Adanya kepastian hukum yang jelas dan iklim investasi yang kondusif, maka semakin memastikan investor dalam menghitung biaya dan resiko yang ditanggung jika menanamkam investasinya dalam pengusahaan panas bumi. Berbagai kajian mengenai pengembangan panas bumi di Indo- nesia telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak baik di dalam negeri maupun di dunia internasional. Apa yang telah tertuang di atas kertas, perlu diikuti dengan komitmen serta rencana strategis yang win-win solution bagi semua pihak. Hal ini tidaklah mustahil untuk dilakukan namun juga bukan hal yang mudah.

Adanya program percepatan listrik 10.000 MW Tahap II yang sekitar 4.925 MW akan dipasok dari energi panas bumi menjadi tantangan dan

(13)

16

o i Uta a Topik Utama Topik Utama o i ta a U

M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013 peluang yang perlu direalisasikan untuk

mendukung program Pemerintah dalam menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011, Al Gore : Indonesia Bisa Jadi Super Power, http://sains.kompas.com/

r e a d / 2 0 11 / 0 1 / 0 9 / 1 4 0 4 3 6 2 8 / A l . G o r e . Indonesia. Bisa.Jadi.Super.Power

Direktorat Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, 2012, Data Pengusahaan Panas Bumi di Indonesia.

Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi jo.

Nomor 70 Tahun 2010.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi.

Sukhyar, R., dan Danar, A., 2010, Energi Panas Bumi di Indonesia: Kebijakan Pengembangan dan Keputusan Investasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Undang - Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.

Referensi

Dokumen terkait

Seperti larutan stok kinin HCl, pembuatan ekstrak pun dibuat seri pengenceran dengan kosentrasi yang berbeda- beda agar rasa pahit yang diperoleh berbeda-beda pula

Judul Skripsi : Pengaruh aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri haid (Dismenore Primer) pada Wanita Usia 17-23 Tahun.. Menyatakan dengan sebenarnya bahwa

6 Perlindungan hukum terhadap pelapor tindak pidana ( whistleblower ) dan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) dalam perkara korupsi merupakan

Allhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan rahmat dan hidyahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Setelah pemuda tersebut menemukan desa baru itu, sang pemuda kembali ke desa asalnya yaitu Desa Sukanalu Teran dan mengajak beberapa saudaranya yang bermarga Sitepu untuk

Dengan demikian yang dimaksud dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Mata Pelajaran Fiqih di MTs Ma‟arif NU 11 Purbasari, Kecamatan Karangjambu Kabupaten

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penyimpanan parasit Ichtyophthirius multifiliis tanpa inang pada suhu rendah dalam waktu yang singkat (14 hari) dapat menurunkan kemampuan