• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUSI PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH SISTEM BAGI HASIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DISTRIBUSI PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH SISTEM BAGI HASIL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 DISTRIBUSI PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH

SISTEM BAGI HASIL

(Studi Kasus di Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya)

Rai Junjunan Kekasih1

Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi raijunjunankekasih@gmail.com

Eri Cahrial2

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi eri.cahrial@yahoo.co.id

Unang Atmaja3

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi uatmaja@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sistem bagi hasil pada usahatani padi sawah, dengan menggunakan Pendekatan Deskriptif Kualitatif.

Bagaimana pembagian pendapatan antara pemilik lahan dengan petani penyakap, dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan Bersih Rata - Rata Per Hektar Antara Pemilik Lahan dengan Petani Penyakap. Dan bagaimana distribusi pendapatan atau tingkat ketimpangan di antara petani penyakap di Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu KotaTasikmalaya dengan menggunakan Pendekatan Kurva Lorentz, Koefisien Gini dan Kriteria Ketimpangan Menurut Bank Dunia (World Bank). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan teknik penetapan responden secara purposive atau sengaja yaitu petani penyakap di Kelompok Tani Karsamukti sebanyak 93 orang orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sistem bagi yang diaplikasikan adalah sistem maro atau nengah dan sistem mertelu. Pembagian pendapatan antara pemilik lahan dengan petani penyakap telah ideal sesuai dengan Penjelasan Pasal 7 UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil. Distribusi atau tingkat ketimpangan di antara petani penyakap rendah dan relatif lebih merata.

Kata Kunci: Distribusi Pendapatan, Usahatani Padi Sawah, Sistem Bagi Hasil, Pemilik Lahan, Petani Petani Penyakap.

ABSTRACT

This research aims to know how is implementation of profit sharing system on rice farming, with using A Qualitative Descriptive Approach. How is sharing of income between land owner with peasants, with using An Average Net Income Per Hectare Approach Between Land Owners and Peasants. And how is income distribution or

1 Penulis

2 Ketua Komisi Pembimbing

3 Anggota Pembimbing

(2)

2 degree inequality between peasants at Karsamukti Farmers Karsamenak Village Kawalu District Tasikmalaya City with using Lorentz Curve, Coefficient of Gini and Level of Inequality According To The World Bank Approach. Method used in this research is case study with techniques of determining respondents purposively that was peasants at Karsamukti Farmers as much 93 persons. The results of this research show that, The profit sharing system for which applied is maro or nengah system and mertelu system. Sharing of income between land owner with peasant farmers has been ideal in accordance with the explanation of Article 7 of Law number 2 of 1960 about Profit Sharing Agreements. Distribution or degree of inequality among peasants is low and relatively more equitable.

Key Words : Income Distribution, Rice Farming, Profit Sharing System, Land Owners, Peasants.

PENDAHULUAN

Upaya menyejahterakan masyarakat tidak terlepas dari upaya peningkatan pendapatan serta pendistribusian pendapatan di dalam masyarakat. Menurut Hadi Soesastro, dkk (2005), pemerataan pendapatan antar penduduk / rumah tangga mengandung dua segi. Segi pertama adalah meningkatkan tingkat hidup mereka yang masih berada di bawah ‘garis kemiskinan’. Segi kedua adalah pemerataan pendapatan secara menyeluruh, dalam arti mempersempit berbeda – bedanya tingkat pendapatan antar rumah tangga.

Upaya pendistribusian pendapatan dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendistribusian secara langsung yakni seperti pemberian bantuan serta zakat terhadap masyarakat berpendapatan rendah. Sementara pendistribusian tidak langsung salah satunya yakni melalui mekanisme interaksi sosial di antara masyarakat seperti interaksi antara pemilik modal yang notabene adalah masyarakat berpendapatan tinggi dengan masyarakat berpendapatan rendah sebagai pemilik tenaga dalam bentuk kerjasama usaha, sehingga akan terjadi pendistribusian pendapatan dari pemilik modal kepada pemilik tenaga.

Tingkat pendapatan dalam usahatani khususnya usahatani padi sawah, sangat dipengaruhi oleh luas lahan. Menurut Octiasari (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara luas penguasaan lahan dengan pendapatan usahatani padi sawah.

Berdasarkan kepemilikan zat dan manfaatnya, penguasaan lahan terbagi menjadi dua macam yakni penguasaan lahan sempurna dan penguasaan lahan tidak sempurna.

Sistem bagi hasil pada usahatani padi sawah merupakan penguasaan lahan berdasarkan kepemilikan tidak sempurna, karena dalam sistem bagi hasil tersebut terdapat salah satu pihak yang hanya berkuasa atas manfaat lahannya saja. Sistem bagi hasil ini telah lama dikenal dengan sistem penyakapan dan secara luas telah diterapkan di Indonesia. Di beberapa daerah, penamaan yang digunakan terhadap sistem bagi hasil ini relatif berbeda. Di Jawa Barat misalnya, dinamai dengan nengah, sementara di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamai dengan maro atau mertelu. Kendati penamaannya berbeda, namun pada intinya tetap merujuk pada sistem bagi hasil.

Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kelompok tani yang dalam praktek usahatani padinya banyak mengaplikasikan sistem bagi hasil, yakni kerjasama yang dilakukan antara pemilik lahan dengan petani penyakap dengan ketentuan hasil dibagi kedua belah

(3)

3 pihak berdasarkan kesepakatan. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan untuk mengadakan penelitian di sana yang terkait dengan distribusi pendapatan usahatani padi sawah sistem bagi hasil.

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus pada petani penyakap di Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kelompok tani tersebut merupakan kelompok tani dengan jumlah petani penyakap terbanyak yang berada di Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya.

Kerangka Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Pendapatan Bersih Setahun Usahatani Padi Sawah Sistem Bagi Hasil

Pendapatan bersih merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya.

Secara sederhana dapat diformulasikan sebagai berikut:( Boediono, 1992 ) Y = TR − TC

Keterangan : Y adalah pendapatan bersih

TR adalah total penerimaan (total revenue) TC adalah total biaya (total cost)

Y = (P.Q) – (X1+X2+....+Xn)

Keterangan : P adalah harga hasil produksi Q adalah volume hasil produksi

X1, X2,..., Xn adalah biaya – biaya produksi a. Bagian untuk pemilik lahan adalah A

A+B

b. Bagian untuk petani penyakap adalah B

A+B

Keterangan : A adalah persentase bagian pemilik lahan B adalah persentase bagian petani penyakap A+B adalah 100%

2) Pendapatan Bersih Rata – Rata per Hektar Usahatani Padi Sawah Sistem Bagi Hasil A. Pendapatan bersih rata – rata pemilik lahan

A (Rp/Ha) = ∑a

∑n

B. Pendapatan bersih rata – rata petani penyakap B (Rp/Ha) = ∑b

∑n

Keterangan : A adalah pendapatan bersih rata – rata per hektar pemilik lahan (Rp/Ha)

B adalah pendapatan bersih rata – rata per hektar petani penyakap (Rp/Ha)

(4)

4 ∑a adalah total pendapatan semusim usahatani padi sawah

sistem bagi hasil pemilik lahan (Rp)

∑b adalah total pendapatan semusim usahatani padi sawah sistem bagi hasil petani penyakap (Rp)

∑n adalah total luas lahan usahatani padi sawah sistem bagi hasil (Ha)

Selanjutnya pendapatan bersih rata – rata per hektar pemilik lahan dibandingkan dengan pendapatan bersih rata – rata per hektar petani penyakap. Secara sederhana dapat diformulasikan sebagai berikut:

A A:B

A , atau A

B:B

B

Apabila pendapatan bersih rata - rata per hektar petani penyakap sama dengan atau lebih besar dari pemilik lahan, maka pembagian pendapatan antara pemilik lahan dan petani penyakap dalam usahatani padi sawah sistem bagi hasil telah ideal sesuai dengan apa yang diharapkan. Namun, apabila sebaliknya, maka pembagian pendapatan antara pemilik lahan dan petani penyakap dalam usahatani padi sawah sistem bagi hasil belum ideal sesuai dengan apa yang diharapkan dan perlu dievaluasi kembali.

2) Kurva Lorentz

Kurva Lorentz menggambarkan hubungan antara frekuensi kumulatif responden pada sumbu horizontal dengan frekuensi kumulatif pendapatan pada sumbu vertikal.

Gambar 1. Kurva Lorentz

Garis lurus OC adalah kemerataan sempurna dengan Koefisien Gini sama dengan nol. Pada garis tersebut terlihat persentase kumulatif responden berbanding lurus dengan persentase kumulatif pendapatan. Oleh karena itu, pada garis lurus OC setiap responden memiliki pendapatan yang sama.

Garis OBC adalah ketimpangan sempurna dengan Koefisien Gini sama dengan satu. Pada garis tersebut terlihat bahwa satu persen responden menguasai seratus persen total pendapatan.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Kemerataan Sempurna Distribusi Pendapatan

X

Y

A

O

C

B

PersentaseKumulatif

Persentase Kumulatif Responden

(5)

5 Garis lengkung OC adalah distribusi pendapatan dengan tingkat pendapatan yang berbeda – beda. Koefisien Gini bekisar antara nol sampai dengan satu (0 < G <1 ).

Kurva Lorentz berguna untuk melihat besarnya daerah ketimpangan, distribusi pendapatan serta memudahkan dalam perhitungan Koefisien Gini dan kriteria ketimpangan Bank Dunia (World Bank).

3) Koefisien Gini

Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan suatu negara. Koefisien Gini bekisar antara nol sampai dengan satu (0<G<1) (Eeng Rahman, 2007). Koefisien Gini nol merupakan kemerataan sempurna, sementara Koefisien Gini satu merupakan ketidakmerataan sempurna. Namun pada kenyataannya, Koefisien Gini hanya mendekati nol atau mendekati satu atau Koefisien Gini hanya bekisar diantara nol dan satu (0 < G < 1).

Berdasarkan Kurva Lorentz di atas, maka rumus Koefisien Gini adalah perbandingan antara luas daerah yang dibatasi garis lurus OC dan garis lengkung OC dengan luas daerah yang dibatasi oleh garis lurus OC dan OBC.

Jika luas daerah yang dibatasi garis lurus OC dan garis lengkung OC adalah X serta luas daerah yang dibatasi garis lurus OC dan OBC adalah Y, maka Koefisien Gini adalah

G = 𝑋

𝑋+𝑌 G = 𝑋

0.5 = 2𝑋 2X = 1 − 2Y G = 1 – 2Y G = 1 – 2∫ f(x) dx

G = 1 − ∑𝑃𝑖(Yi + Yi − 1)

Keterangan : Pi adalah persentase responden ke i

Yi adalah persentase kumulatif pendapatan ke i

Yi-1adalah persentase kumulatif pendapatan sebelum ke i Tabel3. Kriteria Ketimpangan Berdasarkan Koefisien Gini

Koefisien Gini Kriteria Ketimpangan

0.00 – 0.40 Ketimpangan rendah

0.40 – 0.50 Ketimpangan sedang

0.50 – 1.00 Ketimpangan tinggi

4) Kriteria Ketimpangan Bank Dunia (World Bank)

Menurut Bank Dunia, kriteria ketidakmerataan didasarkan pada persentase pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan responden. Ketiga lapisan responden tersebut yaitu :

1) 40% responden berpendapatan terendah.

2) 40% responden berpendapatan menengah.

3) 20% responden berpendapatan tertinggi.

(6)

6 Perhitungan presentase distribusi pendapatan menurut Bank Dunia, yang menjadi patokan adalah 40% responden terendah atau termiskin. Kriteria persentase distribusi pendapatan tersebut yaitu :

Tabel 4. Kriteria Ketimpangan Berdasarkan Bank Dunia

Persentase Pendapatan Kriteria Ketimpangan

P < 12% Ketimpangan tinggi

12% < P < 17% Ketimpangan sedang

17% < P Ketimpangan rendah

HASIL DAN PEMBAHASAN 1) Sistem Bagi Hasil

Sistem bagi hasil yang diaplikasikan oleh petani penyakap di Kelompok Tani Karsamukti adalah sistem maro atau nengah dan sistem mertelu. Sistem maro atau nengah membagi pendapatan bagi kedua belah pihak yang bekerjasama berdasarkan hasil produksi netto dengan proporsi yang sama besar yakni satu berbanding satu.

Sistem mertelu membagi pendapatan bagi kedua belah pihak yang bekerjasama berdasarkan hasil produksi bruto dengan proporsi yang berbeda yakni dua berbanding satu. Dua pertiga bagian untuk pihak yang menanggung biaya produksi, dan satu pertiga bagian untuk pihak yang tidak menanggung biaya produksi.

Apabila dilihat dari kelengkapan administrasi, pelaksanaan sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti tidak dilengkapi dengan surat perjanjian sistem bagi hasil sebagaimana yang dianjurkan oleh UU No. 2 tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil.

Hal ini dilatarbelakangi oleh sistem interaksi sosial diantara para pemilik lahan dan para petani penyakap yang didasarkan pada ikatan kekeluargaan dan asas saling mempercayai.

Sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti telah berlangsung sejak lama, bahkan sebelum adanya kelompok tani dan tidak ada batasan waktu kapan berakhirnya.

Apabila salah satu dari kedua belah pihak yang bekerjasama ada yang meninggal atau ada perpindahan kepemilikan tanah, maka keputusan sistem bagi hasil dikembalikan lagi kepada kesepakatan kedua belah pihak yang bekerjasama. Apakah bagi hasil itu diteruskan oleh ahli waris atau bagi hasil itu diberhentikan dan memulai perjanjian baru dengan pihak lain.

Berdasarkan 93 orang petani penyakap yang telah diteliti, sebanyak 78 orang atau sebesar 83,87 persen dari total petani penyakap mengaplikasikan sistem maro atau nengah. Sementara sisanya, sebanyak 15 oang atau sebesar 16,13 persen mengaplikasikan sistem mertelu.

Total luas lahan usahatani padi sawah yang diusahakan dengan sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti adalah seluas 32,06 hektar atau sebesar 68,21 persen dari total luas lahan usahatani padi sawah yang diusahakan oleh anggota Kelompok Tani Karsamukti, dengan rata – rata luas lahan 0,34 ha/orang.

Secara umum tidak terdapat permasalahan dalam sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti. Namun, ada sedikit permasalahan yang pada umumnya terjadi di

(7)

7 dalam sektor pertanian di wilayah yang dekat dengan Kelompok Tani, yakni terdapat lahan terlantar yang tidak ditanami yang dimiliki oleh beberapa pihak. Permasalahan ini memiliki potensi dengan melalui kebijakan pemerintah, supaya lahan yang sengaja diterlantarkan tersebut dapat diarahkan pengusahaannya melalui sistem bagi hasil, sehingga hal tersebut diharapkan mampu membantu upaya peningkatan pendapatan dan pendistribusian pendapatan. Karena hal ini sesuai dengan Pasal 14 UU No. 2 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa “jika pemilik tidak bersedia mengadakan perjanjian bagi hasil menurut ketentuan – ketentuan dalam undang – undang ini, sedang tanahnya tidak diusahakan secara lain, maka Camat atas usul Kepala Desa berwenang untuk, atas nama pemilik, mengadakan perjanjian bagi hasil atas tanah yang bersangkutan”.

2) Pendapatan Bersih Setahun Usahatani Padi Sawah Sistem Bagi Hasil

Total luas lahan sawah yang diusahakan dengan sistem bagi hasil adalah 32,06 hektar, dengan total penerimaan dalam usahatani padi sawah sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti adalah sebesar Rp 721.905.900 per musim tanam dengan rata – rata sebesar Rp 22.517.339,4 per hektar. Sementara total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 243.983.200 per musim tanam dengan rata –rata – rata sebesar Rp 7.610.205,86 per hektar. Oleh karena itu diperoleh total pendapatan sebesar Rp 477.922.700 per musim tanam dengan rata – rata sebesar Rp 14.907.133,5 per hektar.

Apabila satu musim tanam padi sawah adalah kurang dari sama dengan empat bulan ( ≤ 4 bulan ), maka pendapatan bersih setahun adalah sama dengan pendapatan dari tiga kali musim tanam. Oleh karena itu, pendapatan bersih setahun usahatani padi sawah sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti adalah sebesar Rp 1.433.768.100 yang terdistribusi sebesar Rp 716.967.195 untuk pemilik lahan dengan rata – rata sebesar Rp 7.709.324,68 per orang per tahun, serta sebesar Rp 716.800.905 untuk petani penyakap dengan rata – rata Rp 7.707.536,61 per orang per tahun.

3) Pendapatan Bersih Rata – Rata Per Hektar Usahatani Padi Sawah Sistem Bagi Hasil

Total pendapatan setahun usahatani padi sawah sistem bagi hasil sebesar Rp 477.922.700 per musim tanam terdistribusi terhadap pemilik lahan sebesar Rp 238.989.065 per musim tanam dan terhadap petani penyakap sebesar Rp 238.933.635 per musim tanam.

Pendapatan bersih rata – rata per hektar untuk pemilik lahan adalah sebesar Rp 7.454.431,22 per hektar per musim tanam dan pendapatan bersih rata – rata per hektar untuk petani penyakap adalah sebesar Rp 7.452.702,28 per hektar per musim tanam.

Dengan demikian, perbandingan pendapatan antara pemilik lahan dengan petani penyakap dalam usahatani padi sawah sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan kawalu Kota Tasikmalaya adalah sebesar 1:0,9998 atau 1,0002 : 1.

Proporsi pembagian tersebut telah cukup menunjukkan bahwa pembagian pendapatan antara pemilik lahan dengan petani penyakap dalam usahatani padi sawah sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya telah ideal sesuai dengan Penjelasan Pasal 7 UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil yang menyatakan bahwa pembagian pendapatan antara pemilik lahan dengan petani penyakap sekurang – kurangnya harus satu berbanding satu (1 : 1). Meskipun secara nyata bagian pemilik lahan lebih besar

(8)

8 dari petani penyakap. Akan tetapi perbedaannya itu sangat kecil, sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap angka perimbangan antara pemilik lahan dengan petani penyakap.

Proporsi pembagian yang seimbang tersebut dikarenakan sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti, baik sistem maro maupun sistem mertelu memberikan pembagian pendapatan yang seimbang antara pemilik lahan dengan petani penyakap.

Terlepas dari besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh petani penyakap, namun hal ini telah menunjukkan bahwa sistem bagi hasil telah mendistribusikan pendapatan secara tidak langsung dari pemilik lahan kepada petani penyakap yang tidak memiliki lahan. Hal ini merupakan salah satu solusi atas ketimpangan dalam kepemilikkan aset berupa lahan pertanian yang mana ketimpangan aset ini merupakan salah satu penyebab timpangnya pendapatan baik di sektor pertanian maupun yang lainnya.

4) Distribusi Pendapatan Petani Penyakap Dalam Usahatani Padi Sawah Sistem Bagi Hasil

Berdasarkan hasil analisis Kurva Lorentz, Koefisien Gini serta Kriteria Bank Dunia (World Bank), dirtribusi pendapatan atau tingkat ketimpangan pendapatan diantara petani penyakap di Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Kurva Persetase Kumulatif Pendapatan Bersih Setahun Petani Penyakap di Kelompok Tani Karsamukti

Berdasarkan kurva persentase kumulatif pendapatan setahun tersebut, dapat dilihat bahwa garis lengkung OC lebih mendekati garis lurus OC serta lebih menjauhi garis OBC. Itu artinya, distribusi atau tingkat ketimpangan pendapatan petani penyakap adalah rendah dan relatif lebih merata.

Selanjutnya, persentase kumulatif pendapatan setahun tersebut, apabila dianalisis dengan menggunakan pendekatan Koefisien Gini, maka menghasilkan Koefisien Gini sebesar 0,17999. Koefisien Gini sebesar 0,17999 tersebut berada pada kisaran interval

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0% 6% 12.90% 19.36% 25.81% 32.26% 38.71% 45.16% 51.61% 58.07% 64.52% 70.97% 77.42% 83.87% 90.33% 96.78%

Kemerataan Sempurna Distribusi Pendapatan

X

Y

A

O

C

B

PersentaseKumulatif

Persentase Kumulatif Responden

(9)

9 0,00 – 0,40 dalam kriteria ketimpangan Koefisien Gini. Itu artinya, distribusi atau tingkat ketimpangan pendapatan petani penyakap adalah rendah dan relatif lebih merata

Begitu pula bila persentase kumulatif pendapatan setahun tersebut dianalisis dengan menggunakan pendekatan kriteria ketimpangan yang ditentukan oleh Bank Dunia (World bank), maka akan terlihat seperti tabel di bawah ini.

Tabel 9. Distribusi Pendapatan Petani Penyakap berdasarkan Kriteria Bank Dunia (World Bank)

No Golongan Jumlah

(Orang)

Pendapatan yang Diperoleh

(Rp)

Persentase Pendapatan

(%) 1 40% petani penyakap

pendapatan rendah

37 206.319.957 28,78 2 40% petani penyakap

pendapatan menengah

37 285.022.647 39,76 3 20% petani penyakap

pendapatan tinggi

19 225.459.201 31,45

Total 93 716.801.805 99,99

Sumber : Data Hasil Penelitian,2017

Berdasarkan tabel distribusi pendapatan petani penyakap tersebut, golongan 40 persen petani penyakap berpendapatan rendah menguasai pendapatan sebesar Rp 206.319.957 atau 28,78 persen dari total pendapatan. Persentase sebesar 28,7834 persen tersebut lebih besar dari 17 persen (28,78% > 17%) dalam kriteria ketimpangan yang ditentukan oleh Bank Dunia (World Bank). Itu artinya, distribusi atau tingkat ketimpangan pendapatan petani penyakap di Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya rendah dan relatif lebih merata.

Berdasarkan hasil analisis Kurva Lorentz, Koefisien Gini serta Kriteria Bank Dunia (World Bank), distribusi pendapatan atau tingkat ketimpangan pendapatan diantara petani penyakap di Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya adalah tingkat ketimpangan rendah serta distribusi pendapatan yang relatif lebih merata.

Keadaan tersebut disebabkan oleh luas penguasaan lahan yang relatif merata, kemampuan mengelola usahatani yang relatif sama diantara petani penyakap serta sistem bagi hasil yang diaplikasikan memberikan pembagian pendapatan yang relatif merata diantara petani penyakap di Kelompok Tani Karsamukti kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya.

Meskipun demikian, parameter distribusi atau tingkat ketimpangan ini hanya parameter relatif yang terbatas pada pendapatan petani penyakap dalam sistem bagi hasil saja bukan parameter distribusi atau tingkat ketimpangan pendapatan rumah tangga petani penyakap, sehingga kriteria distribusi pendapatan dan ketimpangan petani penyakap dapat saja berubah apabila diukur berdasarkan total pendapatan rumah tangganya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

(10)

10 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1) Sistem bagi hasil yang diaplikasikan oleh petani penyakap adalah sistem maro atau nengah dan sistem mertelu.

2) Pembagian pendapatan antara pemilik lahan dengan petani penyakap dalam usahatani padi sawah sistem bagi hasil telah ideal sesuai dengan Penjelasan Pasal 7 UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil.

3) Distribusi pendapatan atau tingkat ketimpangan pendapatan diantara Petani Penyakap dalam usahatani padi sawah sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya adalah rendah dan relatif lebih merata.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka peneliti memberikan saran dan masukan sebagai berikut :

1. Sistem bagi hasil di Kelompok Tani Karsamukti Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya masih perlu dikembangkan keberlangsungannya. Karena terdapatnya potensi baik peluang yang bersifat progresif maupun ancaman yang bersifat regresif dimungkinkan terjadi di masa yang akan datang. Salah satu potensi yang ada disekitar wilayah penelitian adalah masih terdapat lahan terlantar yang tidak ditanami apapun baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Dalam hal ini pemerintah melalui Pasal 14 UU No. 2 Tahun 1960 dapat mengarahkan supaya lahan terlantar tersebut dapat diusahakan melalui sistem bagi hasil sehingga akan terjadi peningkatan dan pendistribusian pendapatan secara tidak langsung.

2. Peran penyuluh pertanian dalam membina pengetahuan, sikap dan keterampilan petani yang terkait dengan kemampuan manajerial usahatani perlu dioptimalkan.

Terlebih lagi bagi petani penyakap yang mengaplikasikan sistem mertelu, karena sistem mertelu ini berpotensi merugikan petani penyakap dari sisi pembagian pendapatan dikarenakan resiko penanggungan biaya.

3. Sistem bagi hasil ini dapat diterapkan di berbagai usaha komoditas pertanian. Oleh karena itu, diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk mendorong penerapan sistem bagi hasil di berbagai usaha komoditas pertanian supaya terjadi pendistribusian pendapatan seperti halnya pada usahatani padi sawah.

4. Terkait dengan upaya mengetahui parameter kesejahteraan petani penyakap di lokasi penelitian, hal ini tidak cukup hanya dengan menganalisis distribusi pendapatan dari sistem bagi hasil saja, akan tetapi lebih jauh harus dianalisis dengan menggunakan indikator yang lainnya supaya kesimpulannya akan lebih komprehensif. Oleh karena itu, harus ada penelitian yang dilakukan selanjutnya baik oleh peneliti sendiri maupun oleh yang lainnya khususnya tentang distribusi atau tingkat ketimpangan pendapatan rumah tangga petani, tingkat kemiskinan absolut petani maupun parameter kesejahteraan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Boediono. 1992. Ekonomi Makro. Yogyakarta : BPFE – UGM.

(11)

11 Eeng Rahman. 2007. Membina Kompetensi Ekonomi untuk SMA/MA kelas X. Bandung :

Grafindo Media Pratama.

Hadi Soesastro, dkk. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir. Yogyakarta : Kanisius.

Octiasari. 2011. Hubungan Penguasaan Lahan Sawah dengan Pendapatan Usahatani Padi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

UU No. 2 (1960) Perjanjian Bagi Hasil.

Gambar

Gambar 1. Kurva Lorentz
Tabel 4. Kriteria Ketimpangan Berdasarkan Bank Dunia
Gambar 4. Kurva Persetase Kumulatif Pendapatan Bersih Setahun Petani Penyakap di  Kelompok Tani Karsamukti

Referensi

Dokumen terkait

Contoh: menambah penjualan emas agar perhiasan emas yang dijual beragam tidak sama dengan toko pesaing?.

Dimana dialog tersebut mengartikan adanya tindakan dari Keuskupan Agung Gereja Katolik dalam membungkam setiap orang terutama jurnalis yang akan mempublikasikan segala hal

Caranya adalah dengan menggabungkan semua data suara latih dari masing-masing chord yang berada pada cluster yang sama kemudian nilai masing-masing koefisien dari setiap frame

keindonesiaan pada anak-anak adalah Indonesia sebagai negara (meliputi batas negara, pulau, negara, kekayaan alam), dan sebagai bangsa yang meliputi citra

Di sisi lain, fakta di lapangan masih banyak remaja dan orang tua yang masih belum paham bagaimana cara menggunakan bahasa Madura dengan baik dan benar dalam

Jaringan sederhana yang terdiri dari satu jalan dengan dua bagian adalah contoh simulasi untuk mendapatkan hasil demonstrasi. Simulasi dilakukan untuk dua berbeda

S : ibu klien mengatakan anaknya tidak terlalu rewel O : kesadaran klien compos metris, GCS E4M5V5, klien dapat menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh perawat

dengan judul Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Komputer Pada Toko Listrik HTS Jaya Dengan Menggunakan Metode Rapid Application Development