• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aluminium Hidroksida

2.1.1 Sifat Fisika Aluminium Hidroksida Rumus Molekul: Al(OH)3

Berat Molekul: 78,00

Aluminium hidroksida merupakan padatan berbentuk serbuk kristal, granul berwarna putih, tidak berbau; Titik lebur 300ºC (572ºF); Berat jenis = 2,423 dan dapat mengandung aluminium karbonat dan aluminium bikarbonat basa dalam jumlah bervariasi (Ditjen POM, 1995).

2.1.2 Sifat Kimia Aluminium Hidroksida

Aluminium hidroksida praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam asam mineral encer dan larutan alkali hidroksida (Ditjen POM, 1995).

Aluminium hidroksida merupakan senyawa amfoter, yaitu mampu melangsungkan reaksi netralisasi baik dengan asam maupun basa. Reaksi netralisasi aluminium hidroksida dengan asam:

Al (OH)3(s) + 3 H+ Al3+ + 3 H2O

Reaksi netralisasi aluminium hidroksida dengan basa:

Al (OH)3(s) + OH- [Al (OH)4]- (Svehla, 1979).

OH Al OH OH

(2)

2.2 Antasida

Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak mengurangi volume HCl yang dikeluarkan lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Beberapa antasida, misalnya aluminium hidroksida diduga menghambat pepsin secara langsung. Kapasitas menetralkan asam dari berbagai antasida pada dosis terapi bervariasi, tetapi umumnya pH lambung tidak sampai diatas 4 (Estuningtyas dan Arif, 2007).

2.2.1 Penggolongan Antasida

Antasida dibagi dalam 2 golongan yaitu antasida sistemik dan antasida nonsistemik. Antasida sistemik, misalnya natrium bikarbonat, diabsorpsi dalam usus halus sehingga menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal dapat terjadi alkalosis metabolik (Estuningtyas dan Arif, 2007).

Antasida nonsistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik. Contoh antasida nonsistemik adalah sediaan magnesium, aluminium, dan kalsium (Estuningtyas dan Arif, 2007).

2.2.2 Sediaan Antasida

Antasida tersedia dalam sediaan sirup maupun tablet, antasida juga tersedia sebagai obat generik maupun obat paten (Anonim, 2013).

Kandungan dari sediaan antasida yaitu: kandungan aluminium dan / atau magnesium, kandungan natrium bikarbonat, dan kandungan kalsium karbonat.

Simeticone (bentuk aktif dimetikon), diberikan sendiri atau ditambahkan pada antasida sebagai anti buih untuk meringankan kembung (flatulen) (Sukandar, dkk., 2008).

(3)

2.3 Penetapan Kadar Aluminium Hidroksida

Penetapan kadar baku aluminium hidroksida menurut Farmakope Indonesia Edisi ke IV dilakukan dengan metode kompleksometri secara titrasi tidak langsung.

2.3.1. Teori Kompleksometri

Reaksi yang membentuk kompleks dapat dianggap sebagai reaksi asam- basa Lewis dengan ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang elektron kepada kation yang merupakan suatu asam (Day dan Underwood, 1981). Ligan dari kata Latin ligare, yang berarti “mengikat”. Atom pada ligan yang memberikan pasangan elektron pada ion logam dinamakan atom donor sedangkan ion logamnya disebut akseptor. Ligan dalam kompleks dapat berupa anion atau molekul netral yang mengandung sebuah atom atau lebih dengan paling sedikit mempunyai sepasang elektron yang dapat diberikan pada ion logam (Brady, 1986).

Ligan dapat diklasifikasikan atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan monodentat, yaitu ligan itu terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan satu pasangan elektron menyendiri kepada logam. Ligan multidentat mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asam etilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul, dapat merupakan heksadentat (Basset, dkk., 1991).

Schwarzenbach menyatakan bahwa ion asetat mampu membentuk kompleks-kompleks asetat yang rendah kestabilannya dengan hampir semua

(4)

kation polivalen, dan sifat ini dapat diperkuat dengan efek sepit, maka kompleks-kompleks yang jauh lebih kuat akan terbentuk oleh kebanyakan kation ion logam. Ia menemukan bahwa asam-asam aminopolikarboksilat merupakan zat-zat pengkompleks yang baik sekali: yang paling penting dari ini adalah asam etilenadiaminatetraasetat (Basset, dkk., 1991).

Berbagai nama trivial (nama khusus) digunakan untuk asam etilenadiaminatetraasetat dan garam natriumnya meliputi: Trilon B, Komplekson III, Sekuestrena, Versena, dan Khelaton 3 (Basset, dkk., 1991).

EDTA mendapat aplikasi umum yang paling luas dalam analisis karena aksi mengkompleksnya yang sangat kuat dan tersedia secara komersial (Basset, dkk., 1991). Dalam perdagangan yang sering digunakan bentuk garamnya yaitu dinatrium edetat dengan struktur kimia dibawah ini.

Struktur ruang anionnya yang mempunyai enam atom penyumbang memungkinkan untuk memenuhi bilangan koordinasi enam yang sering dijumpai diantara ion-ion logam. Kompleks-kompleks yang dihasilkan mempunyai struktur serupa, tetapi berbeda satu sama lain dalam hal muatan yang dibawa. Satu struktur kompleks dengan suatu ion divalen dapat dilihat

(5)

CO 2 ̶ O CH2

CO CH2

O N

CH2

M

CH2 O N

CO CH2

O CH2

CO

(Basset, dkk., 1991).

Untuk menyerdehanakan pembahasan berikut, EDTA diberi rumus H4Y;

maka garam dinatriumnya adalah Na2H2Y, dan memberi ion pembentuk kompleks H4Y2- dalam larutan air; ia bereaksi dengan semua logam dalam rasio 1:1. Reaksi dengan kation dapat ditulis sebagai:

M2+ + H2Y2-↔ MY2- + 2H+ (1) M3+ + H2Y2-↔ MY- + 2H+ (2)

M4+ + H2Y2-↔ MY + 2H+ (3)

Rumus Umum: Mn+ + H2Y2-↔ (MY)(n-4)+ + 2H+ (4) (Basset, dkk., 1991).

Dalam semua kasus satu mol H2Y2- yang membentuk kompleks akan bereaksi dengan satu mol ion logam, dan selalu terbentuk dua mol ion hidrogen. Nampak dari persamaan (4) bahwa disosiasi kompleks akan ditentukan oleh pH larutan; menurunkan pH akan mengurangi kestabilan kompleks logam-EDTA. Semakin stabil kompleks, semakin rendah pH pada mana suatu titrasi EDTA dari ion logam bersangkutan dapat dilaksanakan (Basset, dkk., 1991).

(6)

Tabel di bawah ini menunjukkan nilai pH minimum untuk eksistensi kompleks EDTA dari beberapa logam pilihan.

pH Minimum Adanya Kompleks

Logam Pilihan

1 – 3 4 – 6 8 – 10

Zr4+; Hf4+; Th4+; Bi3+; Fe3+

Pb2+; Cu2+; Zn2+; Co2+; Ni2+; Mn2+; Fe2+; Al3+; Cd2+; Sn2+

Ca2+; Sr2+; Ba2+; Mg2+

Jadi terlihat bahwa pada umumnya kompleks EDTA dengan ion logam divalen stabil dalam larutan basa atau sedikit asam, sementara kompleks dengan ion logam tri dan tetravalen terjadi dalam larutan-larutan dengan keasaman yang jauh lebih tinggi (Basset, dkk., 1991).

2.3.2 Metode Kompleksometri 1. Titrasi Langsung

Larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan, dibuferkan sampai pH yang dikehendaki dan titrasi langsung dengan larutan baku EDTA.

Untuk mencegah pengendapan hidroksida logam (garam basa) dengan menambahkan sedikit zat pengkompleks pembantu seperti tartrat atau sitrat atau trietanolamina. Pada titik ekuivalen, besarnya konsentrasi ion logam yang sedang ditetapkan turun mendadak. Ini umumnya ditetapkan dari perubahan warna dari indikator logam yang berespons (Basset, dkk., 1991).

2. Titrasi Balik (Tidak Langsung)

Karena berbagai alasan, banyak logam tak dapat dititrasi langsung;

mungkin mengendap dari dalam larutan dalam jangkau pH yang perlu untuk dititrasi, atau mungkin membentuk kompleks-kompleks yang inert, atau

(7)

indikator logam yang sesuai tidak tersedia. Dalam hal ini ditambahkan larutan baku EDTA berlebih, kemudian larutan di buffer pada pH yang diinginkan, dan kelebihan pereaksi dititrasi kembali dengan larutan baku ion logam; yaitu larutan ZnCl2 / ZnSO4 atau MgCl2 / MgSO4. Titik akhir titrasi dideteksi dengan bantuan indikator logam yang memberi respon terhadap ion logam yang terdapat dalam titrasi kembali (Basset, dkk., 1991).

3. Titrasi Penggantian (Substitusi)

Titrasi substitusi dapat digunakan untuk ion logam yang tidak bereaksi (bereaksi dengan tak memuaskan) dengan indikator logam, atau untuk ion logam yang membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil dari pada kompleks EDTA dari logam-logam lainya seperti magnesium dan kalsium. Kation logam Mn+ yang akan ditetapkan dapat diolah dengan kompleks magnesium EDTA, pada mana reaksi berikut terjadi:

Mn+ + MgY2-↔ (MY)(n-4)+ + Mg2+

Jumlah ion magnesium yang dibebaskan ekuivalen dengan kation-kation yang berada disitu, dapat dititrasi dengan suatu larutan baku EDTA dan indikator logam yang sesuai (Basset, dkk., 1991).

4. Titrasi Alkalimetri

Bila suatu larutan dinatrium etilenadiaminatetraasetat (Na2H2Y), ditambahkan pada larutan yang mengandung ion-ion logam, terbentuklah kompleks-kompleks dengan disertai pembebasan dua ekuivalen ion hidrogen:

Mn+ + H2Y2-↔ (MY)(n-4)+ + 2H+

Ion hidrogen yang dibebaskan dapat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida dengan menggunakan indikator asam-basa. Pilihan lain, suatu

(8)

campuran iodat-iodida ditambahkan disamping larutan EDTA, dan iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Larutan logam yang akan ditetapkan harus dinetralkan dengan tepat sebelum dititrasi; ini hal yang sukar yang disebabkan oleh hidrolisis banyak garam, dan merupakan segi lemah dari titrasi alkalimetri (Basset, dkk., 1991).

2.3.3 Indikator Ion Logam

Keberhasilan suatu titrasi EDTA bergantung pada penetapan titik akhir secara cermat. Persyaratan bagi sebuah indikator ion logam untuk digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir meliputi:

1. Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna jelas.

2. Reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.

3. Kompleks indikator-logam harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam.

Namun kompleks indikator logam harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin pada titik-akhir, EDTA melepaskan ion-ion logam dari kompleks indikator-logam. Perubahan dalam kesetimbangan dari kompleks indikator-logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat.

4. Warna yang kontras antara indikator bebas dan kompleks indikator-logam harus sedemikian sehingga mudah diamati.

5. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam sehingga perubahan warna terjadi sedekat mungkin dengan titik ekuivalen.

(9)

6. Persyaratan diatas harus dipenuhi dalam jangkau pH pada mana titrasi dilakukan (Basset, dkk., 1991).

2.4 Validasi

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

Parameter analis yang ditentukan adalah akurasi (kecermatan) dan presisi (keseksamaan).

Menurut Harmita (2004), akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya.

% Perolehan Kembali (% Recovery) = *

A A F

C C C

x 100%

Keterangan:

CF = Konsentrasi sampel setelah penambahan baku CA = Konsentrasi sampel sebelum ditambahkan baku C*A = Konsentrasi baku yang ditambahkan

Presisi (keseksamaan) merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-

(10)

sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi diekspresikan dengan relatif standard deviasi (RSD) dari serangkaian data (Harmita, 2004).

RSD = x

SD x 100

Keterangan:

RSD = Relatif Standar Deviasi SD = Standard Deviasi

x = Kadar Rata – rata Sampel

Referensi

Dokumen terkait

apabila Pemegang Saham yang berbentuk badan hukum tidak dapat hadir dan telah memberikan kuasa untuk menghadiri Rapat, maka penerima kuasa wajib menyerahkan surat kuasa

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan (research and development). Desain penelitian ini adalah non equivalent control

Kebuntuan politik tahun 2006 yang berujung pada penggulingan Thaksin tentu juga karena adanya restu raja, yang ditandai dengan pendudukan kantor perdana menteri oleh pasukan

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan kategori cukup sebanyak 28 siswi (59.6%) dan siswi

Balai Pelayanan Kesehatan Hewan (Bapel Keswan) berikut satkernya melakukan Optimalisasi Laboratorium Keswan, Puskeswan, dan Pos Lalu Lintas Ternak (PLLT) berperan aktif

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa efek bumerang negatif terhadap kampanye Vaksin MR yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan RI sebagian besar

Alokasi tenaga pengajar yang tepat menurut Kir Haryana dan Amat jaedun (1994) adalah bahwa tenaga pengajar yang mengajar memang berwenang mengajar, sesuai dengan tuntutan

Halaman edit event error ini adalah tampilan layar ketika user belum memasukkan data pada field yang diwajibkan untuk diisi, salah memasukkan data, dan data yang dimasukkan