• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

5

2.2 Pengertian Matematika dan Belajar Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, “Mathematikos” yaitu secara ilmu pasti, atau “ Mathesis “ yang berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan deduktif, dimana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraan, tetapi atas kesimpulan yang ditarik dari kaidah–kaidah tertentu melalui deduksi (Ensiklopedia Indonesia).

Matematika adalah suatu pelajaran yang tersusun secara berurutan, berjenjang dari yang paling mudah sampai ke tingkat yang paling rumit. Russefendi menyatakan bahwa: “Program matematika supaya diberikan secara bertahap agar anak secara bertahap dapat mengkonsolidasi konsep-konsep melalui kegiatan praktis maupun teoritis.” (ET Russefendi, 1998:25).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar matematika di Sekolah Dasar adalah mempelajari setiap konsep secara bertahap untuk mendapatkan pengertian, hubungan-hubungan, simbol-simbol kemudian mengaplikasikan konsep-konsep ke situasi yang baru.

Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Menurut Kimbley dan Garmez, sifat perubahan perilaku dalam belajar relatif permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat diidentifikasikan dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen dapat diulang–ulang dengan hasil yang sama. Kita tentunya dapat membedakan perilaku hasil yang diperoleh orang yang belajar dengan orang yang secara kebetulan.

(2)

kemudian mereka akan menunjukkan Respon (jawaban/tanggapan) dari stimulus yang mereka peroleh.

Proses belajar juga harus disesuaikan dengan tingkat kematangan individu. Artinya belajar akan memperoleh hasil yang maksimal ketika disesuaikan dengan tingkatan kematangan individu. Selain itu perubahan perilaku individu juga dipengaruhi oleh akibat adanya interaksi dengan lingkungan. Interaksi ini biasanya dilakukan dengan sengaja. Dari kesengajaan inilah maka akan menimbulkan beberapa faktor dari dalam diri individu untuk memperoleh suatu pembelajaran, yaitu kesiapan, motivasi, dan tujuan yang ingin dicapai.

Keberhasilan dalam belajar matematika tidak lepas dari persiapan peserta didik dan persiapan para pengajar atau tenaga pendidik. Bagi peserta didik yang sudah siap untuk belajar matematika tentunya akan merasa senang dan penuh erhatian dalam mengikuti pelajaran. Oleh sebab itu pendidik harus berusaha menjaga, memelihara, dan mengembangkan minat atau kesiapan peserta didik dengan kata lain teori belajar mengajar harus betul-betul dipahami oleh tenaga pendidik. Dalam pembelajaran umumnya terdapat prinsip-prinsip pembelajaran, antara lain :

(1.) Proses interaksi: siswa berinteraksi dengan guru, teman sebaya, maupun dengan media atau lingkungan sekitar.

(2.) Proses komunikasi: siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan teman sebaya melalui bercerita atau melaprkan hasil kerja kelompok.

(3.) Proses refleksi: siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang telah mereka pelajari dan apa yang telah mereka lakukan.

(4.) Proses eksplorasi: siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan atau wawancara.

Proses belajar pada anak bukan sesuatu yang sepenuhnya tergantung pada guru, melainkn harus keluar dari anak itu sendiri. Selain itu Ruseffendi dalam bukunya mengungkapkan beberapa teori dalam belajar mengajar menurut beberapa ahli:

(1.) Teori Latihan Mental

(3)

(2.) Teori Thorndike

Belajar itu harus dengan pengaitan, maksudnya pengaitan antara pelajaran yang akan dipelajari dengan pelajaran yang telah diketahui atau dipelajari sebelumnya.

(3.) Teori Dewey

Dewey mengutamakan pada pengertian dan belajar bermakna, maksudnya anak yang belum “siap” jangan di paksa belajar.

(4.) Aliran Psikologi “Gesalt” (William Brownel)

Aliran Psikologi gesalt saling mendukung dengan aliran pengaitan dari Thorndike dan aliran progresif dari Dewey yaitu pengajaran ditekankan pada pengertian, belajar bermakna dan pengaitan.

Kegiatan belajar keterampilan berfokus pada pengalaman belajar melalui gerak yang dilakukan siswa. Pembelajaran seperti ini merupakan perpaduan antara gerak, stimulasi(rangsangan), dan juga respons (tanggapan) yang terkoordinasi dalam satu situasi proses belajar mengajar. Melalui tiga unsur tersebut kegiatan siswa akan terarah. Kegiatan belajar ini akan berhasil jika siswa diberi stimulus dan siswa merespon dengan gerakan. Seperti pembahasan kali ini guru akan menjelaskan materi pembelajaran menggunakan alat peraga, guru memberikan penjelasan dan rangsangan kepada siswa kemudian siswa dapat menanggapi dengan ikiut serta dalam proses pembelajaran dan dapat menggunakan alat peraga yang digunaan oleh guru sebagai alat bantu belajar.

2.3 Model pembelajaran Number Heads Together

(4)

2.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Model pembelajaran Number Head Together

(1.) Kelebihan:

a) Setiap siswa menjadi siap semua.

b) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

c) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. (2.) Kekurangan:

a) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. b) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

2.3.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Number Heads Together

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran NHT dimulai dengan pembagian kelompok. Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil. Pembagian kelompok harus heterogen sehingga siswa tidak merasa dibeda-bedakan. Setelah pembagian kelompok dan penomoran selesai, guru memberikan pertanyaan pada tiap-tiap kelompok. Masing-masing kelompok berdiskusi untuk menjawab pertanyaan dari guru. Menurut Agus Suprijono (2011: 92), hal ini disebut dengan heads together yang berarti tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan guru.

Kemudian setelah berdiskusi, guru memanggil siswa dengan nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan jawabannya. Hal itu terus dilakukan bergantian hingga semua siswa mendapat kesempatan untuk mempresentasikan jawabannya. Menurut Agus Suprijono (2011: 92), pengembangan pada diskusi dilakukan oleh guru agar siswa dapat memahami materi secara keseluruhan.

Secara sistematis langkah-langkah pada model pembelajaran NHT adalah sebagai berikut:

(1.) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

(2.) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor.

(5)

(4.) Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut nomor dari masing-masing anggota kelompok untuk menjawab.

(5.) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.

(6.) Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai dari skor yang diperoleh.

Untuk mengetahui kegitan lebih rinci lagi maka disusun dalam tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1

Kegiatan pembelajaran melalui model NHT berbantuan mistar mobil mainan

No. Kegiatan Tindakan Nilai karakter

1. Awal Pendahuluan

a) Salam dan doa b) Absensi siswa c) Pengkondisian kelas

(mempersiapan kelangkapan belajar)

d) Apersepsi

e) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran tentang penjumlahan bilangan bulat

Disiplin

2. Inti (1.) Eksplorasi

Guru bertanya pada siswa “ada berapa jenis bilangan yang ada dalam pembelajaran matematika yang kalian ketahui?”

(2.) Elaborasi

i. Guru menyampaikan materi pembelajaran tentang penjumlahan bilangan bulat melalui media pembelajaran mistar mobil mainan

Rasa ingin tahu Peduli sosial Tanggung jawab Peduli

(6)

untuk memperjelas pembelajaran. ii. Guru menunjuk beberapa siswa

maju ke depan kelas untuk menghitung penjumlahan bilangan bulat menggunakan media pembelajaran mistar mobil mainan.

iii. Guru membagi siswa dalam

kelompok kecil, satu kelompok terdiri atas 4 – 5 orang siswa dan guru membagikan nomor untuk setiap siswa untuk penerapan model pembelajaran Number Head Together.

iv. Masing-masing kelompok diberikan lembar kerja siswa dan media pembelajaran mistar mobil mainan, kemudian siswa berdiskusi mengerjakan setiap soal yang diberikan oleh guru menggunakan media pembelajaran mistar mobil

mainan.

v. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan maka akan dibahas bersama-sama. Guru menunjuk nomor siswa untuk menjelaskan kepada teman-temannya hasil diskusi dari kelompok mereka. (penerapan NHT)

(3.) Konfirmasi

(7)

masing-masing dan merapikan tempat duduk seperti semula.

ii. Guru memberikan reward bagi kelompok yang paling rajin dalam berdiskusi.

iii. Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai hal-hal yang belum dipahami oleh siswa. 3. Kegiatan

akhir

i. Guru bersama-sama dengan siswa menarik kesimpulan.

ii. Guru memberika evaluasi kepada siswa.

iii. Guru bersama dengan siswa membahas hasil evaluasi

iv. Guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa.

v. Tutup pembelajaran

Disiplin

Tanggung jawab

2.4 Alat Peraga

2.4.1 Pengertian Alat Peraga

(8)

mengemukakan bahwa alat peraga atau AVA adalah alat untuk memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera.

Dapat dikatakan bahwa alat peraga merupakan alat bantu pembelajaran yang bertujuan agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan memudahkan siswa untuk dapat menangkap tujuan pembelajaran. Selain itu dengan adanya alat peraga siswa dapat turut berperan aktif dalam jalannya proses pembelajaran karena penggunaan alat peraga menuntut siswa untuk bergerak, berfikir, dan dapat mengoperasikan alat peraga dengan benar.

Alat peraga di dalam kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa, selain itu alat peraga juga merupakan pelengkap untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena adanya unsur permainan dan unsur keterlibatan bersaing siswa dalam proses belajar mengajar. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran Matematika merupakan suatu alternatif untuk meningkatkan daya serap siswa. Hal ini disebabkan alat peraga dapat menuntun siswa berfikir secara induktif ke berfikir secara deduktif.

Menurut Peaget (dalam E.T Ruseffendi, 1993) tahap pembelajaran anak terbagi dalam empat tahap yaitu:

Tabel 2.2

Tabel Tahap Pembelajaran Menurut Peaget

Tahap Umur Ciri Pokok Perkembangan Sensorimotor 0-2 tahun Berdasarkan tindakan langkah

demi langkah

Praoperasi 2-7 tahun Penggunaan simbol/bahasa, Tanda, konsep intuitif

Operasi Konkret 8-11 tahun Pakai aturan jelas/logis, reversibel dan kekekalan

Operasi Formal 11 tahun ke atas

Hipotesis, Abstrak, Deduktig dan Induktif, Logis

(9)

memahami operasi (logis) dalam konsep matematika tanpa dibantu oleh benda konkrit.

2.4.2 Fungsi Alat Peraga

Menurut Nana Suyana (1998:99-100) ada 6 fungsi pokok alat peraga dalam proses belajar mengajar, antara alin:

1) Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat pembantu untuk mencapai situasi belajar mengajar yang efektif.

2) Penggunaan alat peraga merupaka bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa alat peraga merupakan unsur yang harus dikembangkan guru.

3) Alat peraga dalam pengajaran penggunaanya dengan tujuan dan isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan alat peraga harus melihat tujuan akan pelajaran.

4) Penggunaan alat peraga dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar, supaya lebih menarik perhatian siswa.

5) Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru.

6) Penggunaan alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar. Dengan kata lain menggunakan alat peraga, hasil belajar yang dicapai akan tahan lama diingat oleh siswa, sehingga pelajaran mempunyai nilai tinggi.

2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Alat Peraga

Adapun kelebihan penggunaan alat peraga dalam pengajaran yaitu:

(1.) Menumbuhkan minat belajar siswa karena pelajaran menjadi lebih menarik

(10)

(3.) Metode mengajar akan lebih bervariasi sehingga siswa tidak akan mudah bosan

(4.) Membuat lebih aktif melakukan kegiatan belajar seperti :mengamati, melakukan dan mendemonstrasikan dan sebagainya.

Pemakaian alat peraga dapat merangsang imajinasi anak dan memberikan kesan yang mendalam dalam proses belajar mengajar, panca indra siswa dirangsang, digunakan dan libatkan, sehingga tak hanya mengetahui, melainkan dapat memakai dan melakukan apa yang dipelajari. Panca indera yang paling umum dipakai dalam mengajar adalah “ pendengar” melalui pendengaran, siswa mengikuti peristiwa-peristiwa dan ikut merasakan apa yang disampaikan. Seolah-olah telinga mendapatkan mata. Anak melihat sesuatu dari apa yang diceritakan. Selain itu ada juga pepatah yang mengatakan “saya mendengar maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya berbuat maka saya mengerti” dengan demikian perlu kita ketahui bahwa jika siswa hanya mendengarkan saja maka ia akan lupa, jika hanya melihat ia akan tahu tapi belum tentu ia dapat benar-benar mengerti, tapi jika siswa melakukan atau turut aktif dalam melakukan proses pembelajaran maka siswa akan mengerti dan akan melekat dalam pikirannya.

Kekurangan alat peraga yaitu:

(1.) Mengajar dengan memakai alat peraga lebih banyak menuntut guru. (2.) Banyak waktu yang diperlukan untuk persiapan

(3.) Perlu kesediaan berkorban secara materiil

(11)

Alat peraga yang digunakan hendaknya memiliki karakteristik tertentu. Ruseffendi menyatakan bahwa alat peraga yang di gunakan harus memiliki sifat sebagai berikut:

(1.) Tahan lama (terbuat dari bahan yang cukup kuat ). (2.) Bentuk dan warnanya menarik.

(3.) Sederhana dan mudah di kelola (tidak rumit ).

(4.) Ukurannya sesuai (seimbang )dengan ukuran fisik anak.

(5.) Dapat mengajikan konsep matematika (tidak mempersulit pemahaman) (6.) Sesuai dengan konsep pembelajaran.

(7.) Dapat memperjelas konsep (tidak mempersulit pemahaman )

(8.) Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir yang abstrak bagi siswa.

(9.) Bila kita mengharap siswa belajar aktif (sendiri atau berkelompok ) alat peraga itu supaya dapat di manipulasikan , yaitu: dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dimainkan, dipasangkan, dicopot, (diambil dari susunannya ) dan lain-lain.

(10.) Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah lipat (banyak ). Beberapa tujuan penggunaan alat peraga antara lain :

1) Permainan bebas tetapi terikat oleh aturan 2) Penanaman konsep

(12)

2.4.5 Operasi penjumlahan bilangan bulat perlu menggunakan alat peraga pembelajaran.

Pembelajaran penjumlahan bilangan bulat dikelas 4 sekolah dasar perlu menggunakan alat peraga pembelajaran mistar mobil mainan, karena :

(1.) Mampu mengatasi keterbatasan perbedaan pengalaman pribadi siswa. (2.) Mampu mengatasi keterbatasan ruang kelas.

(3.) Mampu memberikan motivasi yang kuat kepada siswa. (4.) Mampu mempengaruhi daya abstrak siswa.

(5.) Meningkatkan pembelajaran yang lebih bervariasi dan menyenangkan.

2.5 Hasil Belajar

Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar tertuju pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar adalah pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.

Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar. Hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Sedangkan menurut Bloom hasil belajar mencakup kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotor. Kemampuan kognitif yang dimaksud mencakup pengetahuan, ingatan, pemahaman, penerapan, menguraikan, merencanakan, dan mengevaluasi. Kemampuan afektif mencakup sikap menerima, memberikan respon atau tanggapan, nilai, mengorganisasi, dan karakterisasi. Sedangkan kemampuan psikomotor mencakup keterampilan produktif, teknik fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

(13)

demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).

Selain itu hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Faktor internal yang dimaksud adalah faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor lingkungan sekitar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.

Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan yang mencakup kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

2.6 Penerapan Model Pembelajaran NHT Berbantuan Mistar Mobil Mainan Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika

(14)

bahwa hasil belajar matematika pada siswa kelas 4 rata-rata masih banyak yang belum mencapai KKM. Dengan demikian peneliti ingin meningkatkan hasil belajar matematika berdasarkan penerapan model pembelajaran Number Head

Together (NHT) berbantuan Mistar Mobil Mainan di kelas 4 SD pada materi

pembelajaran operasi penjumlahan bilangan bulat.

Sifat model pembelajaran Number Head Together yang menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan dapat mengetahui setiap penyelesaian masalah yang telah disampaikan oleh guru. Serta peraga mistar mobil mainan yang dapat dipergunakan untuk membantu penyelesaian masalah, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.7 Kajian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan judul penelitian yang penulis angkat ini sesungguhnya telah banyak dilakukan, misalnya penelitian yang dilakukan oleh : Suci Anggraini tentang Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat pada kelas 4 SD Negeri Mangunsari 06 dilaksanakan dengan Media Mistar Bilangan dan Mobil-mobilan. Dari hasil belajar siswa pada setiap siklus dapat disimpulkan bahwa:

Penggunaan alat permaianan Mistar Bilangan dan Mobil-mobilan sebagai alat peraga dalam pembelajaran penjumlahan bilangan bulat dapat meningkatkan keaktifan, motivasi, dan minat belajar pada diri siswa. Pada pra siklus siswa tuntas sebanyak 30%, meningkat pada siklus I menjadi 62%, pada siklus II lebih optimal peningkatannya menjadi 85%. Penggunaan mistar bilangan dan mobil-mobilan sangat efektif, karena mampu mempercepat pemahaman konsep penjumlahan bilangan bulat pada diri siswa. Dengan penggunaan peraga mistar bilangan dan mobil-mobilan dalam penjumlahan bilangan bulat diperoleh hasil tes yang baik, dengan nilai rata-rata 76,9. Dengan penggunaan peraga mistar bilangan dan mobil-mobilan dalam pembelajaran bilangan bulat lebih menyenangkan, berlaku jujur, dan disiplin.

(15)

Kemudian penelitian juga dilakukan oleh Parsiati tentang penerapan model pembelajaran NHT pada kelas 4 SD tentang membandingkan dan mengurutkan pecahan pada semeser II di SD Negeri 3 Manggarmas Kecamatan Gedong Kabupaten Grobogan Tahun pelajaran 2010/2011. Dari penelitian yang ia lakukan dikatakan bahwa perubahan masalah dengan disertai penyajian langkah- langkah pembelajaran, serta melakukan komparasi data nilai tes akhir pembelajaran Matematika dengan materi pokok Membandingkan dan Mengurutkan Pecahan, ternyata ada perbedaan yang cukup signifikan antara pembelajaran siklus I dengan pembelajaran siklus II. Oleh karena itu peneliti dapat menyimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ( Numberd Heads

Together ) maka aktivitas guru dan siswa lebih kondusif serta dapat meningkatkan

hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kompetensi Membandingkan dan Mengurutkan Pecahan siswa kelas 4 semester II SD Negeri 3 Manggarmas, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2010/2011. Pada perbaikan siklus I terjadi penigkatan signifikan dengan hasil belajar sebelum perbaikan. Dari rata-rata kelas 5,1 sebelum perbaikan menjadi 64,1 pada perbaikan siklus I . Jumlah siswa yang tuntas 12 siswa sebelum perbaikan menjadi 22 siswa pada perbaikan siklus I. setelah dipresentase 41,38 % sebelum perbaikan menjadi 75,68 % pada siklus I. Dari hasil observasi juga diketahui bahwa aktifitas guru dan siswa juga mengalami banyak sekali perubahan yang menuju pada perbaikan. Pada perbaikan siklus II dengan hasil yang diperoleh dalam bentuk nilai formatif bahwa pembelajaran mengalami peningkatan. Dari rata-rata kelas 64,1 menjadi 72,4 ini berarti pembelajaran siklus II mengalami peningkatan 8,3. Prosentase ketuntasan mencapai 93,1 %. Pembelajaran siklus II diakhiri dengan pembelajaran tuntas. Peneliti merasa telah berhasil mencapai nilai ketuntasan pembelajaran.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Berti Muryan Susanto dalam mata pelajaran IPS dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Number Heads

Together dan pemanfaatan media gambar pahlawan untuk menjelaskan materi ajar

(16)

target yakni 89% siswa mampu mencapai hasil belajar diatas KKM atau diatas nilai 60.

(17)

2.8 Kerangka berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 2.1 berikut:

Bagan 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Siswa kurang mengerti konsep bilangan positif, negatif, dan netral.

Siswa kurang bersemangat dalam pembelajaran karena proses KBM monoton dan kurang menarik.

Guru kurang melibatkan siswa dalam interaksi pembelajaran.

Hasil belajar matemakatika siswa dibawah KKM yang telah ditentukan.

Diterapkan model pembelajaran Number Heads Together berbantuan mistar mobil mainan

(1.) Kelebihan:

a) Setiap siswa menjadi siap semua.

b) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

c) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. (2.) Kekurangan:

a) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. b) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Secara sistematis langkah-langkah pada model pembelajaran NHT adalah sebagai berikut: (1.) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai

kompetensi dasar yang akan dicapai.

(2.) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor.

(3.) Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. (4.) Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut nomor dari masing-masing

anggota kelompok untuk menjawab.

(5.) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.

(6.) Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai dari skor yang diperoleh.

(18)

2.9 Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan adalah sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dikarenakan Bagi pihak perusahaan, dampak Price Earning Ratio mencerminkan indikator yang baik untuk menentukan stock return dimasa yang akan datang, dimana

[r]

Intonasi,  Artikulasi  Praktek membaca  notasi  Praktek  vocal/menyanyi lagu  Indonesia sederhana 4 Vokalise,  Intonasi,  Artikulasi  Praktek membaca  notasi 

Untuk uji sitotoksisitas, sebanyak 100 µl suspensi sel SiHa dengan kepadatan 2x10 4 /100 µ l dimasukkan ke dalam sumuran 96 well plate yang telah berisi 100 µl ekstrak etanolik

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah individu yang memiliki standar berprestasi,

Wijaya (2013) dan Zou & Huifen Fu (2011) dalam Tariq, et al (2017:91) menyatakan bahwa citra merek akan membangun suatu merek, karena itu adalah sumber dari

Jadi, secara umum informasi adalah data yang sudah diolah menjadi suatu bentuk lain yang lebih berguna yaitu pengetahuan atau keterangan yang ditujukan bagi

K de K B Eleme Pemben Informati (Tegas da kejelasan Rekreatif (dinamika gerak/ ryt tidak mon Motif Ka (keagung KONSEP T Tata ru engan pend Kawung pad Batik Tulis d T en ntuk if an