ANALISIS NARASI FUNGSI KARAKTER MAKNA NASIONALISME DALAM FILM PERBURUAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Muhammad Edwin Suhada NIM. 11160510000292
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/2021 M
i Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Edwin Suhada NIM : 11160510000292
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ANALISIS NARASI FUNGSI KARAKTER MAKNA NASIONALISME DALAM FILM PERBURUAN adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.
Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.
Demikian pernyataan dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 22 Maret 2021
Muhammad Edwin Suhada NIM. 11160510000292
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ANALISIS NARASI FUNGSI KARAKTER MAKNA NASIONALISME DALAM FILM PERBURUAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Muhammad Edwin Suhada NIM. 11160510000292
Dosen Pembimbing,
Dr. H. M. Yakub, M.A.
NIP. 196210181993031002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H/2021 M
iii
MAKNA NASIONALISME DALAM FILM PERBURUAN”
oleh Muhammad Edwin Suhada, NIM.11160510000292, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 April 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memeroleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
Jakarta, 15 April 2021 Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap anggota
Dr. Armawati Arbi, M.Si NIP. 196502071991032002
Sekretaris merangkap anggota
Dr. Edi Amin, MA.
NIP. 197609082009011010 Anggota,
Penguji 1
Dr. Ibnu Qoyim, M.A.
NIP. 195411241984031002
Penguji 2
Dr. Roudhonah, M.Ag.
NIP. 195809101987032001 Pembimbing,
Dr. H. M. Yakub, M.A.
NIP. 196210181993031002
iv ABSTRAK Muhammad Edwin Suhada
11160510000292
Analisis Narasi Fungsi Karakter Makna Nasionalisme dalam Film Perburuan
Film Perburuan merupakan film yang diadaptasi dari novel karya Pramoedya Ananta Toer yang juga berjudul Perburuan. Film ini menampilkan latar belakang dan kondisi Indonesia di masa perjuangan kemerdekaan. Menceritakan tentang pasukan tentara PETA (Pembela Tanah Air) yang terdesak ketika berhadapan melawan tentara Jepang, Richard, sang penulis naskah menambah kisah dalam film ini dengan memberi gambaran enam bulan lebih awal dari cerita aslinya, saat karakter Hardo, seorang tentara PETA yang melakukan perlawanan terhadap tentara Jepang. Dalam film ini juga banyak terdapat dialog dan penggambaran karakter tokoh-tokoh yang mengandung makna nasionalisme, yang diharapkan mampu mengembalikan lagi rasa nasionalisme yang ada pada diri masyarakat
Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan bagaimana fungsi pelaku dinarasikan dalam film Perburuan menurut teori Vladimir Propp, bagaimana karakter oposisi berlawanan dalam film Perburuan menurut teori Vladimir Propp, bagaimana karakter tokoh dinarasikan dalam film Perburuan menurut teori Vladimir Propp, dan bagaimana perspektif Islam mengenai makna nasionalisme dalam film Perburuan?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian analisis naratif Vladimir Propp yang mendeskripsikan penggambaran 31 fungsi karakter, mengetahui karakter oposisi berlawanan, dan karakter dalam film. Teknik pengumpulan data, penulis menonton original film Perburuan serta melakukan wawancara dengan penulis film Perburuan, yaitu Richard Oh.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu fungsi pelaku sebanyak 20 fungsi pelaku makna perjuangan dari 31 fungsi pelaku.
Terdapat 8 karakter oposisi berlawanan mengikuti pola narasi modern yang menggambarkan karakter kebaikan dan kejahatan berdasarkan karakter yang dinarasikan dalam film, dan dalam tujuh fungsi karakter hanya ada 6 karakter dalam film Perburuan. Film ini juga memiliki nilai untuk menunjukkan sisi lain dari peristiwa jelang kemerdekaan yang tidak hanya berporos di lingkungan elite seperti Soekarno dan Mohammad Hatta.
Kata Kunci: Film Perburuan, Makna Nasionalisme, Narasi, Vladimir Propp..
v
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya dalam kehidupan umat manusia. Atas rahmat dan karunia-Nya jugalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Analisis Naratif Makna Nasionalisme dalam Film Perburuan”. Shalawat serta salam juga tak lupa selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Dalam penelitian ini, penulis menyadari masih jauh dari kata sempurna. Namun tidak menghilangkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian skripsi ini baik secara moril maupun materiil. Dengan demikian penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, MA, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Suparto, M.Ed., Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Dr. Siti Napsiyah, S.Ag., Wakil Dekan I Bidang Akademik. Dr. Sihabudin Noor, M.Ag., Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum. Cecep Sastrawijaya, M.A., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
3. Dr. Armawati Arbi, M.Si., Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan Dr. Edi Amin, M.A., Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
vi
4. Dr. H. M. Yakub, M.A., dosen pembimbing penelitian skripsi yang senantiasa membimbing, mengarahkan, dan memberikan dukungan penuh selama proses penelitian.
5. Seluruh jajaran dosen Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih sebesar- besarnya atas ilmu yang telah diberikan.
6. Pimpinan staf Perpustakaan Utama dan staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan pelayanan dalam meminjam literatur untuk penelitian skripsi ini.
7. Pimpinan serta jajaran staf Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya staf tata usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu dan mengarahkan penulis baik egi regulasi atau administrasi.
8. Richard Oh, narasumber penelitian skripsi yang telah memudahkan penulis untuk mendapatkan data-data penelitian skripsi.
9. Kedua orang tua, Ayahanda Yudo Sumbono dan Ibunda Almh.
Muniroh binti H. Isan, terima kasih atas do’a, dukungan, dan kasih sayang yang tiada terhingga dan tak terhitung banyaknya yang selalu diberikan kepada penulis semasa hidupnya.
10. Adik-adik, Muhammad Syafiqul Kholqi dan Muhammad Hafizh Dzamalullail, terima kasih telah menghibur dan memotivasi penulis selama penulis menyusun penelitian skripsi ini.
vii
11. Partner saya dalam segala hal, Devi Kartika yang telah menemani dan mendukung penulis baik dalam suka maupun duka, yang selalu menjadi penghibur saat penulis mulai lelah dengan segala drama kehidupan.
12. Reza Pratama, Syahril Adama, Yudi Ardian, Imam Febi, Ruly Fauzi, Sandy Ranu, Dimas Satrio, Ihsan Mubaroq, Alm. Iqbal Novaldi bin Muhamin yang selalu menemani penulis di kala susah.
13. Faiz Tamami, Risma Febby Hambekti, Angga Firmansyah, Diki Mujianto, Ihsan Amrullah, Marjan Madyansyah, Felly Agriaka, Toby Febianto, Fella Latania, Wandha Saphira, Zaqia Putri, Savira Salsanabila, Rahma Putri, Adnan Toyib, Alvian Salafin, Fernando Oktora, Syarif Hidayatullah, Haykal Ali Huseini, Dziky Kurniawan yang telah berjuang bersama dan memberikan banyak pelajaran kepada penulis.
14. Teman-teman FIDIKOM dan KPI angkatan 2016 khususnya KPI E, yang telah berjuang bersama dan memberikan banyak pelajaran kepada penulis, terima kasih atas segala bantuan dan dorongannya semasa kuliah, semoga sukses selalu.
15. Dedi Fahrudin, M.Ikom, dan keluarga besar DNK TV, khususnya untuk angkatan 7, yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran tentang media pertelevisian.
16. Teman –teman KKN 192 ASA yang telah menemani penulis selama sebulan dalam menjalani pengalaman baru yang sangat berarti untuk kehidupan.
17. Seluruh pihak yang telah membantu penulis baik dari masa perkuliahan hingga pengerjaan penelitian skripsi ini selesai,
viii
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan kalian semua. Aamiin.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki peneliti. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan penelitian ini, sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat memberi manfaat dan dapat dikembangkan lebih lanjut lagi.
Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 22 Maret 2021
Muhammad Edwin Suhada NIM. 11160510000292
ix DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6
1. Batasan Masalah ... 6
2. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1. Tujuan Penelitian ... 7
2. Manfaat Penelitian ... 8
D. Metodologi Penelitian ... 8
1. Paradigma Penelitian ... 8
2. Pendekatan Penelitian ... 9
3. Metode Penelitian ... 10
4. Subjek dan Objek Penelitian ... 10
5. Teknik Pengumpulan Data ... 10
x
6. Teknik Analisis Data ... 12
E. Tinjauan Pustaka ... 12
F. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 18
A. Analisis Naratif ... 18
1. Narasi menurut Tvzetan Todorov ... 19
2. Narasi Menurut Vladimir Propp ... 20
3. Narasi menurut Levi Strauss ... 20
4. Narasi menurut Joseph Campbell ... 21
B. Teori Naratif Vladimir Propp ... 21
C. Nasionalisme ... 27
D. Film ... 30
E. Kerangka Konsep ... 34
BAB III GAMBARAN UMUM ... 35
A. Latar Belakang Pembuatan Film Perburuan ... 35
B. Sinopsis Film Perburuan ... 37
C. Profil Falcon Pictures ... 38
D. Profil Sutradara dan Penulis Naskah Film Perburuan ... 40
E. Tim Produksi Film Perburuan ... 43
F. Tokoh Pemeran Film Perburuan ... 45
BAB IV DATA DAN HASIL TEMUAN ... 50
A. Analisis Fungsi Narasi Vladimir Propp ... 50
xi
B. Karakter dan Oposisi Berlawanan dalam Film Perburuan
... 65
C. Karakter Tokoh dalam Film Perburuan ... 65
BAB V ANALISIS DATA ... 66
A. Berbagai Narasi Fungsi ... 66
B. Berbagai Karakter Oposisi ... 78
C. Berbagai Karakter Tokoh ... 81
D. Perspektif Islam tentang Makna Nasionalisme dalam Film Perburuan ... 84
E. Tabel Temuan ... 86
BAB VI PENUTUP ... 88
A. Kesimpulan ... 88
B. Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 90
LAMPIRAN ... 98
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Tinjauan Pustaka ... 14
Tabel 2. 1 Fungsi Propp ... 26
Tabel 5. 1 Situasi Awal ... 66
Tabel 5. 2 Pelarangan ... 67
Tabel 5. 3 Ketidakhadiran ... 67
Tabel 5. 4 Keberangkatan ... 68
Tabel 5. 5 Kekerasan ... 69
Tabel 5. 6 Perjuangan ... 69
Tabel 5. 7 Tipu Daya ... 70
Tabel 5. 8 Keterlibatan ... 71
Tabel 5. 9 Perubahan Rupa ... 71
Tabel 5. 10 Pengenalan ... 72
Tabel 5. 11 Pengiriman ... 72
Tabel 5. 12 Pertolongan ... 73
Tabel 5. 13 Pemaparan ... 74
Tabel 5. 14 Tindakan Balasan ... 75
Tabel 5. 15 Resep Magis ... 75
Tabel 5. 16 Kemenangan ... 76
Tabel 5. 17 Pengejaran ... 76
Tabel 5. 18 Pemindahan Ruang ... 77
Tabel 5. 19 Hukuman ... 77
Tabel 5. 20 Kejahatan ... 78
Tabel 5. 21 Temuan Penelitian ... 86
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Kerangka Konsep ... 34
Gambar 3. 1 Poster Film Perburuan ... 37
Gambar 3. 2 Logo Falcon Pictures... 38
Gambar 3. 3 Richard Oh ... 40
Gambar 3. 4 Foto Adipati Dolken ... 45
Gambar 3. 5 Foto Ayushita Nugraha ... 46
Gambar 3. 6 Foto Ernest Samudera ... 47
Gambar 3. 7 Foto Khiva Iskak ... 48
Gambar 4. 1 Menit 00.05.59 – 00.08.21 ... 51
Gambar 4. 2 Menit 00.12.15 – 00.13.38 ... 52
Gambar 4. 3 Menit 00.13.41 – 00.13.47 ... 53
Gambar 4. 4 Menit 0.13.56 – 00.14.28 ... 53
Gambar 4. 5 Menit 00.15.01 – 00.16.10 ... 54
Gambar 4. 6 Menit 00.15.01 – 00.16.10 ... 54
Gambar 4. 7 Menit 00.20.30 – 00.21.45 ... 55
Gambar 4. 8 Menit 00.22.15 – 00.22.27 ... 55
Gambar 4. 9 Menit 00.31.13 – 00.32.00 ... 56
Gambar 4. 10 Menit 00.35.05 – 00.42.29 ... 56
Gambar 4. 11 Menit 00.42.30 – 00.42.53 ... 57
Gambar 4. 12 Menit 01.01.00 – 01.03.11 ... 58
Gambar 4. 13 Menit 01.07.02 – 01.09.45 ... 59
Gambar 4. 14 Menit 01.12.48 – 01.15.04 ... 60
Gambar 4. 15 Menit 01.15.05 – 01.16.40 ... 61
Gambar 4. 16 Menit 01.24.18 – 01.25.04 ... 62
Gambar 4. 17 Menit 01.25.05 – 01.26.18 ... 63
xiv
Gambar 4. 18 Menit 01.26.19 – 01. 27.21 ... 63 Gambar 4. 19 Menit 01.29.05 – 01.29.30 ... 64 Gambar 4. 20 Menit 01.31.45 – 01.33.14 ... 64
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Globalisasi selain membawa banyak kemudahan dalam berbagai bidang, membawa pula resiko yang tak kalah berat, seperti ketika tidak sejalan dengan nilai-nilai agama dan kebangsaan, sehingga mampu merusak tatanan kehidupan beragama serta mencabut akar kecintaan terhadap bangsa.1 Nasionalisme atau cinta tanah air merupakan suatu bagian penting bagi kehidupan bangsa dan negara. Penyebab berkurangnya sikap nasionalisme karena adanya zaman globalisasi dan modernisasi ini, dapat dibuktikan dengan banyaknya generasi muda yang lebih tertarik dengan kebudayaan negara lain dibanding kebudayaan Indonesia.2
Nasionalisme atau cinta tanah air juga memiliki hubungan langsung dengan agama dan iman. Agama telah menganjurkan manusia mencintai negara tempatnya tumbuh dan didik. Ada yang menyebut bahwa nasionalisme itu tidak ada landasan atau dalilnya di dalam Islam. Secara sederhana bisa kita samakan antara nasionalisme dengan cinta tanah air.
Jika nasionalisme itu adalah cinta tanah air, maka
1 Tim Bahtsul Masail Himasal, Fikih Kebangsaan Merajut Kebersamaan di Tengah Kebhinnekaan, (Kediri: Lirboyo Press, 2018), III, hal.
14.
2 Mitha Yuni Astuti, Skripsi: “Konstruksi Karakter Nasionalisme pada Film Soegija (Analisis Isi untuk Pembelajaran Pedidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)”, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014), hal. 2.
2
sesungguhnya dalilnya di dalam Al-Qur’an begitu banyak.3 Di antaranya adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Qashash ayat 85:
ُمَلْعَأ يِ ب َر ْلُق ۚ ٍداَعَم ٰىَلِإ َكُّدا َرَل َنآ ْرُقْلا َكْيَلَع َض َرَف يِذَّلا َّنِإ ٍنيِبُم ٍل َلََض يِف َوُه ْنَم َو ٰىَدُهْلاِب َءاَج ْنَم
Artinya: “Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah:
“Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata.””
Mencermati fenomena yang banyak terjadi seperti itu, perlu kiranya ada suatu upaya untuk menggali kembali rasa nasionalisme. Salah satu upaya untuk menggali kembali rasa nasionalisme tersebut dapat dilakukan dengan memahami gagasan, konsep, dan pandangan yang disampaikan oleh para pemikir di masa lalu.4 Nasionalisme juga dapat tercermin dalam sebuah seni. Dunia seni mencatat bahwa film adalah media yang efektif dalam upaya pembelajaran masyarakat.
Film merupakan potret dari masyarakat di mana film itu dibuat.
Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan memproyeksikannya ke dalam layar.5
3 Mufaizin, “Nasionalisme dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits”, Jurnal AL-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman Vol. 5 No. 1, 2019, hal. 46.
4 Wiyatmi dan Anwar Effendi, “Gagasan Nasionalisme dan Wawasan Kebangsaan dalam Novel Indonesia Modern”, Jurnal FBS Universitas Negeri YogyakartaVol. 7, No. 2, 2002, hal. 2.
5 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosydakarya, 2003), hal.127.
Dalam perspektif komunikasi massa, film dimaknai sebagai pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi filmis, yang memahami hakikat, fungsi dan efeknya.
Karakteristik film sebagai media massa juga mampu membentuk semacam konsensus publik secara visual (visual public consensus), karena film selalu bertautan dengan nilai- nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera publik. Dengan kata lain, film merangkum pluralitas nilai yang ada dalam masyarakat.6
Menonton sebuah film, tentu tidak akan lepas dari unsur sinematik dan narasi. Aspek cerita dan tema sebuah film terdapat di dalam narasi. Cerita dikemas ke dalam bentuk sebuah skenario, sehingga dapat melihat unsur-unsur seperti tokoh, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya. Seluruh unsur- unsur tersebut membentuk sebuah jalinan peristiwa terkait oleh sebuah aturan yakni hokum kasualitas.7 Film-film yang diproduksi dalam negeri ini, memiliki macam-macam tema.
Sebuah genre khas dalam Indonesia, yang barang kali sulit ditemukan dalam sinema negara lain adalah film yang bertemakan tentang sejarah. Film sejarah atau kadang kala disebut pula sebagai film perjuangan ini, yang pasti bertemakan tentang perjuangan melawan pemerintahan penduduk Belanda. Dalam hal ini, yang paling banyak di angkat ke permukaan, seperti Si Pitung, Jaka Sambung,
6 Budi Irawanto, Film, Ideologi, dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999), hal. 11.
7 Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), hal. 2.
4
November 1828, dll. Di samping itu, kita juga bisa menemukan film-film perang pada masa pemerintah penduduk Jepang, seperti film Kamp. Tawanan Wanita, Budak Nafsu, Dan Lebak Membara.8
Sekarang ini, film yang digemari pasar adalah film bertemakan horror yang menceritakan berbagai kejadian menyeramkan, serta menampilkan hantu-hantu khas Indonesia yang beragam. Selain itu, film romantis pun juga turut digemari pasaran. Film bertemakan horor dan romantis ini sebenarnya lebih bersifat hiburan semata, karena dirasa tidak memberikan dampak positif yang nyata bagi penonton.
Di antara persaingan industri perfilman, yang menonton didominasi oleh film bertema horor ataupun romantisme ini, salah satu sutradara Indonesia bernama Richard Oh mencoba menyajikan film yang bertemakan sejarah berjudul “Perburuan”. Novel karya Pramoedya Ananta Toer yang juga berjudul “Peburuan” tersebut ditangani rumah produksi Falcon. Film ini menampilkan latar belakang dan kondisi Indonesia di masa perjuangan kemerdekaan.9
Film Perburuan menceritakan tentang pasukan tentara PETA (Pembela Tanah Air) yang terdesak ketika berhadapan melawan tentara Jepang. Richard menambah kisah dalam film ini dengan memberi gambaran enam bulan lebih
8 Budi Irawanto, Film, Ideologi, dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, hal. 97.
9 Ilhamdi, “Sinopsis Film Perburuan, Pelarian Adipati di Tengah Pengkhianatan” (https://id.bookmyshow.com/blog-hiburan/sinopsis-film- Perburuan-pelarian-adipati-di-tengah-pengkhianatan/, diakses pada 30 Agustus 2020 pukul 10.47).
awal dari cerita aslinya, saat karakter Hardo, seorang tentara PETA yang melakukan perlawanan terhadap tentara Jepang.
Gambaran itu berupa pergerakan sekilas Supriyadi sebagai pemimpin pemberontakan PETA di Blitar pada bulan Februari tahun 1945. Latar pergerakan Supriyadi itulah yang dipasang Richard sebagai benang merah atas perlawanan Hardo kepada tentara Jepang. Gerakan Supriyadi menginspirasi Hardo untuk melakukan perlawanan. Baru setelah peristiwa Supriyadi terjadi, secara teatrikal film ini berjalan hingga ke inti cerita yang terjadi enam bulan setelah perlawanan. Kala itu, Hardo kembali ke kampung halamannya di Blora usai pelarian, sesuai dengan kisah Perburuan yang asli. Kehadiran Hardo di kampung halamannya tercium oleh tentara Jepang dan dia kembali diburu. Dalam sebuah Perburuan selama sehari dan semalam menjelang proklamasi kemerdekaan, sebuah drama perjuangan terungkap. Hardo bukan hanya menghadapi beban untuk tetap bertahan hidup, melainkan harus menerima fakta pengkhianatan demi pengkhianatan yang dilakukan oleh orang yang dekat dengannya.10
Peneliti tertarik untuk meneliti film Perburuan karena film ini sepertinya mencoba untuk memberikan hal lain yang mungkin tidak akan didapatkan secara langsung anak-anak muda zaman sekarang. Film ini menawarkan nilai-nilai semangat juang dan nasionalisme yang bisa digunakan sebagai
10 Agniya Khoiri, “Review Film: Perburuan”
(https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20190816180342-220-
422076/review-film-Perburuan, diakses pada 30 Agustus 2020 pukul 13.04).
6
pegangan hidup, mengingatkan kembali nilai-nilai perjuangan para pendiri bangsa. Film ini juga memiliki nilai untuk menunjukkan sisi lain dari peristiwa jelang kemerdekaan yang tidak hanya berporos di lingkungan elite seperti Soekarno dan Mohammad Hatta.
Dalam film ini juga banyak terdapat dialog dan penggambaran karakter tokoh-tokoh yang mengandung makna nasionalisme dalam film Perburuan. Melalui film tersebut, diharapkan mampu mengembalikan lagi rasa nasionalisme yang ada pada diri masyarakat. Berangkat dari latar belakang tersebut, kiranya perlu dilakukan penelitian lebih mendalam pada aspek cerita dalam film Perburuan, guna memahami pesan nasionalisme yang sebenarnya hendak disampaikan melalui skenario yang ditulis, dengan pendekatan kacamata Vladimir Propp. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis memilih judul skripsi Analisis Narasi Fungsi Karakter Makna Nasionalisme dalam Film Perburuan.
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini memfokuskan penulisan berdasarkan pada analisis narasi dalam film Perburuan. Penelitian ini akan dibatasi hanya dengan mengkaji pada pesan yang terdapat pada isi teks narasi adegan dan dialog pada klasifikasi menurut Vladimir Propp yang mengkaji tentang fungsi karakter makna nasionalisme dalam film Perburuan.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini adalah:
a. Bagaimana fungsi pelaku dinarasikan dalam film Perburuan menurut teori Vladimir Propp?
b. Bagaimana karakter oposisi berlawanan dalam film Perburuan menurut teori Vladimir Propp?
c. Bagaimana karakter tokoh dinarasikan dalam film Perburuan menurut teori Vladimir Propp?
d. Bagaimana perspektif Islam mengenai makna nasionalisme dalam film Perburuan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mendeskripsikan fungsi pelaku dinarasikan dalam film Perburuan menurut teori Vladimir Propp.
b. Untuk mendeskripsikan karakter oposisi berlawanan dalam film Perburuan menurut teori Vladimir Propp.
c. Untuk mendeskripsikan karakter tokoh dinarasikan dalam film Perburuan menurut teori Vladimir Propp.
d. Untuk mendeskripsikan perspektif Islam mengenai makna nasionalisme dalam film Perburuan.
8
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bidang studi ilmu komunikasi yang berkaitan dengan pembelajaran mengenai analisis narasi dengan model Vladimir Propp dalam sebuah film.
b. Manfaat Praktis
1. Diharapkan dapat dijadikan acuan bagi pembaca dalam memahami teks naratif yang ada dalam sebuah film dan pemahaman tentang nasionalisme yang dinarasikan pada film Perburuan.
2. Diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan sosial bermasyarakat mengenai apa yang sudah dilihat dan bagaimana kita dapat memajukan negara kita sendiri untuk dapat lebih bersaing dengan negara lain. Serta lebih mengingat jasa para pahlawan dahulu yang mana sudah berjuang mempertahankan keutuhan negeri, dan sebagai generasi penerus diharapkan mampu meneruskan cita-citanya untuk Indonesia lebih maju dan sejahtera.
D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme ini memandang realitas sosial bukanlah realitas yang natural,
tetapi realitas sosial yang terbentuk dari hasil konstruksi.11 Sehingga paradigma ini berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh pemikiran.12 2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena memungkinkan peneliti untuk menginerpretasikan dan menjelaskan suatu fenomena secara holistik (utuh) dengan menggunakan kata-kata tanpa harus bergantung pada sebuah angka. Hal ini sesuai dengan pendapat Bodgan dan Taylor yang mengemukakan pendekatan kualitatif merupakan sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Jadi tidak boleh mengisolasi individu atau oranganisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.13
11 Eriyanto, Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 43.
12 Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: Rosdakarya, 2012), hal. 140.
13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1990), hal. 4.
10
3. Metode Penelitian
Metodologi riset kualitatif ini menggunakan metode analisis narasi yaitu studi tentang struktur pesan atau telah mengenai aneka fungsi bahasa (pragmatic).
Analisis ini merupakan suatu metode analisis narasi pesan dalam suatu film yang sistematis dan menjadi petunjuk untuk mengamati dan menganalisis pesan-pesan tertentu yang disampaikan oleh komunikator. Selain itu, analisis narasi lebih menekankan kepada pertanyaan “bagaimana”
(how) dari suatu pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis narasi, dapat membantu peneliti untuk mengetahui tentang isi film dan bagaimana pesan tersebut disampaikan lewat film Perburuan.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah film Perburuan, sedangkan objek penelitiannya adalah narasi dan dialog yang disertakan dengan potongan gambar dari adegan visual dalam film tersebut yang memiliki keterkaitan dengan makna nasionalisme yang terkandung dalam film Perburuan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. menurut Sugiyono, bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, angket dan
dokumentasi.14 Namun dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan melalui tiga metode, yaitu:
a. Wawancara
Esterberg, mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tersebut.15 Dalam melakukan wawancara, peneliti menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk diajukan, dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan, oleh karena itu jenis jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti termasuk kedalam jenis wawancara terstruktur. Peneliti akan mewawancarai secara langsung dengan pihak-pihak terkait seperti sutradara, dan atau produser.
b. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang.16 Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel jika didukung oleh dokumen-dokumen yang bersangkutan.
14 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 209.
15 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, hal.
211.
16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, hal.
213.
12
6. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, kemudian diklarifikasikan sesuai pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Peneliti menggunakan analisis narasi.
Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Titik perhatian dari analisis narasi adalah menggambarkan tokoh, alur, dan sifat secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.
Analisis narasi yang digunakan sebagai metode dalam penelitian ini adalah model Vladimir Propp. Alasan penulis menggunakan analisis narasi karena penelitian ini tidak hanya menganalisis teks semata, tetapi juga menganalisis karakter pelaku dalam film Perburuan.
E. Tinjauan Pustaka
No. Penulis Judul
Penelitian Persamaan Perbedaan
1.
Nur Khaleda Ayuning-
tiyas
Analisis Narasi Fungsi Karakter
Makna Eksploitasi Anak dalam
Film Lebanon Capernaum
1. Metode Metode yang
digunakan adalah metode analisis naratif.
2. Teori Teori yang digunakan adalah teori Analisis Naratif Model Vladimir
Propp.
1. Subjek Subjek dalam
penelitian ini adalah film
Lebanon Capernaum.
2. Objek Objek penelitiannya adalah narasi dan adegan yang
memiliki fungsi karakter makna eksploitasi anak
dalam film
Lebanon Capernaum.
2. Sa’diah
Dakwah Dzatiyah (Aqidah) Seorang Muslim di
Perancis dalam Menunaikan
Ibadah Haji (Analisis Naratif Film
Le Grand Voyage)
1. Metode Metode yang
digunakan adalah metode analisis naratif.
2. Teori Teori yang digunakan adalah teori Analisis Naratif Model Vladimir
Propp.
1. Subjek Subjek dalam
penelitian ini adalah film Le Grand Voyage).
2. Objek Objek penelitiannya adalah fungsi karakter makna dakwah dzatiyah
(Aqidah) tokoh Ayah dalam film
Le Grand Voyage).
3. Nur Hanifah
Komunikasi Politik Perempuan:
Analisis Naratif Vladimir Propp, pada Novel Gadis
Jakarta Karya Najib
Kaelani (1931-1995)
1. Metode Metode yang
digunakan adalah metode analisis naratif.
2. Teori Teori yang digunakan adalah teori Analisis Naratif Model Vladimir
Propp.
1. Subjek Subjek dalam
penelitian ini adalah Novel Gadis Jakarta Karya Najib Kaelani (1931-
1995) 2. Objek
objek penelitiannya
adalah komunikasi
politiik perempuan pada
Novel Gadis Jakarta Karya Najib Kaelani (1931-1995).
4.
Azis Maulana, dan Catur Nugroho
Nasionalism e Dalam
Narasi Cerita Film
(Analisis Narasi
1. Metode Metode yang
digunakan adalah metode analisis naratif.
Propp.
1. Teori Teori yang
digunakan adalah teori Analisis Naratif Model Vladimir.
14
Tzvetan Todorov Pada Film Habibie &
Ainun)
2. Subjek Subjek dalam
penelitian ini adalah film
Habibie &
Ainun).
3. Objek Objek penelitiannya
adalah komunikasi
politiik perempuan pada
film Habibie &
Ainun).
5.
Methya Khairunnisa
Manikam, Haris Supratno,
dan Kamidjan
Cerita Rakyat Tanjung Menangis Masyarakat
Samawa:
Kajian Struktur
Naratif Vladimir
Propp
1. Metode Metode yang
digunakan adalah metode analisis naratif.
2. Teori Teori yang digunakan adalah teori Analisis Naratif Model Vladimir
Propp.
1. Subjek Subjek dalam
penelitian ini adalah Cerita Rakyat Tanjung
Menangis Masyarakat
Samawa.
Tabel 1. 1 Tinjauan Pustaka F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibuat untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini.
Sistematika penulisan dibagi menjadi enam bab yang terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terbagi menjadi beberapa sub-bab, yaitu latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisikan landasan teori untuk menganalisis penelitian, dengan beberapa sub-bab yang menjelaskan definisi narasi dan analisis naratif, teori naratif model Vladimir Propp, nasionalisme, dan film.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini menguraikan secara umum film Perburuan guna memberikan informasi tentang subjek penelitian yang terbagi menjadi beberapa sub-bab yang akan menjelaskan latar belakang pembuatan film Perburuan, sinopsis film, profil rumah produksi, sutradara dan penulis naskah film, tim produksi, serta tokoh pemeran film.
BAB IV DATA DAN HASIL TEMUAN
Bab ini memaparkan data yang telah diperoleh melalui beberapa teknik pengumpulan data, dan terbagi menjadi beberapa sub-bab yang akan memaparkan data temuan naratif fungsi karakter makna nasionalisme di dalam film Perburuan.
BAB V ANALISIS DATA
16
Bab ini menganalisis temuan yang telah dikumpulkan pada bab sebelumnya, bab ini terbagi menjadi beberapa sub-bab yang akan memaparkan hasil analisis dari data temuan naratif fungsi karakter makna nasionalisme di dalam film Perburuan.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memaparkan kesimpulan penelitian dan sekaligus menjadi penutup penelitian yang berisikan saran-saran yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
18 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Analisis Naratif
Sejak dulu hingga saat ini, narasi sering kali dihubungkan dengan dongeng, cerita rakyat, atau cerita fiktif lainnya seperti novel, prosa, puisi, dan drama. Oleh karena itu, analisis naratif selama ini banyak dipakai untuk mengkaji cerita-cerita fiksi.1
Narasi merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu narre yang berarti “membuat tahu”. Dengan kata lain, narasi berkaitan dengan upaya untuk memberitahukan sesuatu atau peristiwa. Namun meskipun begitu, tidak semua informasi atau pemberitahuan terhadap suatu peristiwa dapat disebut sebagai narasi, sepertimisalnya papan penujuk jalan dan iklan lowongan pekerjaan. Mereka mengandung informasi tetapi tidak dapat disebut sebagai narasi atau cerita.2Unsur paling utama dalam sebuah narasi adalah perbuatan dan tindakan.2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), narasi adalah pengisahan suatu cerita atau kejadian, cerita atau deskripsi suatu kejadian atau peristiwa. Lalu naratif memiliki arti “bersifat menguraikan”.3 Adapun pengertian lainnya dari narasi yaitu suatu bentuk wacana yang berusaha untuk
1 Eriyanto, Analisis Naratif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 5.
2 Gory Kerafs, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. 136.
3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cet. Ke-7 Edisi IV, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), hal. 952.
mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga pembaca akan seolah-olah melihat atau mengalami sendiri peristiwa tersebut.4
Dari penjelasan mengenai pengertian narasi di atas, dapat disimpulkan bahwa narasi adalah alur yang terdiri dari rangkaian peristiwa dan waktu. Di mana urutan peristiwa tersebut dapat dipindah-pindahkan atau dengan kata lain tidak selalu berurutan asalkan peritiwa tersebut masih logis dan sistematik sesuai dengan kepentingan pembuat cerita agar cerita yang dihasilkan dapat disajikan secara menarik untuk penonton ataupun pembacanya. Bagaimanapun narasi dibuat untuk khalayak sehingga agar dapat menarik perhatiannya, narasi yang disajikan haruslah disesuaikan dengan pengalaman khalayak.
Menurut Branston and Stafford, narasi terdiri atas empat macam yaitu narasi menurut Tvezetan Todorov, Vladmir Proop, Levi-Strauss dan Joseph Cambell.
1. Narasi menurut Tvzetan Todorov
Narasi berisi penjelasan bagaimana cerita disampaikan, bagaimana materi dari suatu cerita dipilih dan disusun untuk mencapai efek tertentu kepada khalayak.5 Narasi adalah proses dan efek dari merepresentasikan waktu dalam teks.6 Setiap narasi memiliki sebuah plot atau alur yang didasarkan pada kesinambungan peristiwa dalam
4 Gory Kerafs, Argumentasi dan Narasi, hal. 136-138.
5 Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s, hal.38.
6 Tony Thwaites, dkk, Introducing Cultural and Media Studies (Yogyakarta:Jalasutra, 2009), hal. 174
20
narasi itu dalam hubungan sebab akibat. Ada bagian yang mengawali narasi, ada bagian yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari situasi awal, dan ada bagian yang mengakhiri narasi itu. Alurlah yang menandai kapan sebuah narasi itu mulai dan kapan berakhir.7
2. Narasi Menurut Vladimir Propp
Sebagaimana analisanya terhadap dongeng lebih ditekankan kepada struktur atau anatomi cerita dan pada karakter tokoh di dalam cerita. Dengan pendekatan model Propp ini, terutama analisis karakter tokoh dalam sebuah cerita akan mempermudah menemukan “lompatan- lompatan baru” atau kejutan narasi. Propp menyimpulkan ke dalam delapan ruang tindakan atau peranan.8
3. Narasi menurut Levi Strauss
Levi-Strauss setidaknya menggunakan dua konsep penting dari pemikiran Saussure; 1) Konsep perbedaan (diferensiasi). Menurut Saussure, yang membedakan satu kata dengan kata lain adalah diferensiasi sistematis yang ada antara setiap kata dengan kata-kata yang lain. Kata “paku” misalnya dibedakan menurut suaranya dengan “baku” atau “daku”, namun secara konseptual kata tersebut dibedakan dengan “sekrup”,
“mur”, “pasak” dan sebagainya, dan 2) Konsep tentang sintagmatik dan paradigmatik. Kata-kata mempunyai relasi dengan kata lain sehingga membentuk suatu pengertian
7 Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, hal. 36.
8 Gill Branston and Roy Stafford, The Media Student’s Book, hal. 34.
melalui hubungan asosiatif (paradigmatik) dan hubungan sintagmatik.9 Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara satu tanda dengan tanda lain dalam suatu kesatuan (linier). Sementara hubungan paradigmatik adalah relasi antara tanda-tanda dalam suatu paradigm (kesamaan umum): unit-unit memiliki kesamaan karakteristik yang menentukan keanggotaannya dalam paradigma tersebut.10 4. Narasi menurut Joseph Campbell
Narasi Joseph Campbell, yang kaitannya membahas narasi dengan mitos. Campbell menyatakan mitos memiliki 4 fungsi utama: Fungsi mistis, menafsirkan kekaguman atas alam semesta. Fungsi kosmologis, menjelaskan bentuk alam semesta. Fungsi sosiologis, mendukung dan mengesahkan tata tertib sosial tertentu.
Fungsi pendagogis, bagaiamana menjalani hidup sebagai manusia dalam keadaan apapun.11
B. Teori Naratif Vladimir Propp
Vladimir Jakovlevic Propp, lahir 17 April 1895 di St.
Petersburg, Rusia. Ia adalah seorang peneliti sastra yang pada masa 1920-an banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh formalis Rusia. Meskipun banyak berkenalan dengan kaum formalis, Propp bukanlah seorang formalis.
9 Eriyanto, Analisis Naratif, hal. 162-163.
10 Heddy Shri Ahimsa-Putra, Strukturalisme Levi- Strauss: Mitos dan Karya Sastra (Yogyakarta: Galang Press, 2001), hal.
41-42.
11 Braston and Stafford, The Media Student‟s Book, hal. 33.
22
Propp berpendapat bahwa para peneliti sebelumnya banyak melakukan kesalahan dan sering membuat simpulan yang tumpang tindih. Propp menyadari bahwa suatu cerita pada dasarnya memiliki konstruksi. Konstruksi itu terdiri atas motif-motif yang terbagi dalam tiga unsur, yaitu pelaku, perbuatan, dan penderit. Ia melihat bahwa tiga unsur itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur yang tetap dan unsur yang berubah. Unsur yang tetap adalah perbuatan, sedangkan unsur yang berubah adalah pelaku dan penderita.
Penggantian unsur pelaku dan penderita tidak mempengaruhi fungsi perbuatan dalam suatu konstruksi tertentu. Jelas bahwa teori Propp diilhami oleh strukturalisme dalam ilmu bahasa (linguistik) sebagaimana dikembangkan oleh Saussure.12
Di dalam narasi terdapat karakter, yakni orang atau tokoh yang mempunyai sifat atau prilaku tertentu. Karakter- karakter tersebut masing-masing mempunyai fungsi dalam narasi sehingga narasi menjadi koheren (menyatu). Narasi tidak hanya menggambarkan isi, tetapi juga di dalamnya terdapat karakter-karakter. Dengan adanya karakter akan memudahkan bagi pembuat cerita dalam mengungkapkan gagasannya.13
Vladimir Propp, mengungkap dasar kesamaan dari struktur naratif dalam cerita rakyat Rusia. Propp mengklaim
12 Tirto Suwondo, Cerita Rakyat Damarwulan: Analisis Fungsi Pelaku dan Penyebarannya Menurut Teori Vladimir Propp, Jurnal Widyaparwa, No.48, 1997, hal.6.
13 Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, (Jakarta :Kencana Prenada Media Group, 2013), hal.65.
bahwa semua dongeng Rusia dapat dipahami dengan empat prinsip dasar; fungsi karakter merupakan elemen dongeng yang stabil; fungsi-fungsi di dalam dongeng amatlah terbatas;
sekuen-sekuen fungsi tersebut selalu identik; dan dongeng hampir selalu berpegang pada strktur.14
Propp tidak tertarik dengan motivasi psikologis dari masing- masing karakter. Ia lebih melihat karakter itu sebagai sebuah fungsi dalam narasi.15 Masing-masing karakter menempati fungsi masing- masing dalam suatu narasi, sehingga narasi menjadi utuh. Fungsi disini dipahami sebagai sebagai tindakan dari sebuah karakter, didefinisikan dari sudut pandang signifikasinya sebagai bagian dari tindakannya dalam teks. Fungsi di sini dikonseptualisasikan oleh Propp lewat dua aspek. Pertama, tindakan dari karakter tersebut dalam narasi.
Tindakan atau perbuatan apa yang dilakukan oleh karakter atau aktor. Perbedaan antara tindakan dari satu karakter dengan karakter lain. Bagaimana masing- masing tindakan itu membentuk makna tertentu yang ingin disampaikan oleh pembuat cerita. Kedua, akibat dari tindakan dalam cerita (narasi). Tindakan dari aktor atau karakter akan memengaruhi karakter-karakter lain dalam cerita.16
Fungsi adalah perbuatan dari karakter atau peran cerita, yang ditetapkan dari sudut pandang keterkaitannya
14 Alex Sobur, Komunikasi Naratif: paradigma, analisis, dan aplikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hal.228.
15 Arthur A. Berger, Media and Society: A Critical Perspectiv, (Boulder: Rowman and Littlefield Publishers, 2003), hal.43.
16 Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, hal.66.
24
dengan rangkaian aksi. Propp membagi fungsi menjadi tiga puluh satu fungsi dimana satu fungsi memiliki peran mandiri.
Salah satu contohnya adalah alpha (α) untuk situasi inisial (inisiation status) yang menjelaskan bagaimana anggota keluarga diperkenalkan atau pahlawan diperkenalkan (members of family introduced or hero introduced). Sebagai contoh yang lain adalah fungsi H untuk perjuangan (struggle) dimana pahlawan dan penjahat bertarung (hero and villain join in direct combat). Fungsi H dapat kita terapkan pada pertarungan (struggle) antara Batman (hero) dengan Bane (villain) dalam film The Dark Knight Rises (2012).
No Simbol Fungsi Deskripsi Fungsi
α Situasi awal
Anggota keluarga atau sosok pahlawan diperkenalkan.
Pahlawan sering kali digambarkan sebagai orang biasa.
1 β Ketidakhadiran Salah seorang pemeran tidak berada di tempat
2 γ Pelarangan
Larangan yang ditunjukkan kepada pemain
3 δ Kekerasan Larangan dilanggar 4 Ε Pengintaian Pengintaian yang
dilakukan oleh penjahat 5 ζ Pengiriman Penerimaan informasi
oleh penjahat 6 η Tipu daya Penjahat melakukan
tipu daya 7 θ Keterlibatan Korban tertipu
8 A Kejahatan Penjahat menyebabkan
kerugian bagi anggota keluarga
a Keterkurangan Anggota keluarga kekurangan sesuatu 9 B Mediasi Terjadi keadaan yang
malang
10 C Tindak balasan Seseorang setuju untuk melakukan aksi balasan 11 ⭡ Keberangkatan Pahlawan memutuskan
mengejar penjahat 12 D Fungsi pertama
penolong
Pahlawan mendapat ujian
13 E Reaksi dari
pahlawan
Pahlawan bereaksi terhadap bantuan dari penolong
14 F Resep magis Pahlawan belajar menggunakan magis
15 G Pemindahan
ruang
mengarah pada tempat objek berada
16 H Perjuangan
Pahlawan bertemu dengan penjahat secara langsung
17 I Kemenangan Penjahat dikalahkan
18 J Gelar Pahlawan mulai
dikenali
19 K Pembubaran Kesulitan berhasil dihilangkan
20 ⭡ Kembali Pahlawan kembali dari tugas
21 Pr Pengejaran Penjahat melakukan pembalasan
22 Rs Pertolongan
Pahlawan ditolong oleh seseorang dari
pengejaran
23 O Kedatangan
tidak dikenal
Pahlawan tidak dikenal, pulang ke rumah atau negeri tak dikenal
26
24 L Tidak bisa
mengklaim
Muncul pahlawan palsu
25 M Tugas berat Tugas berat ditawarkan kepada pahlawan 26 N Solusi Pahlawan lolos dari
ujian
27 R Pengenalan Pahlawan asli dikenali 28 Ex Pemaparan Kedok terbuka
29 T Perubahan rupa
Pahlawan tampil dengan penampilan baru
30 U Hukuman Penjahat dihukum
31 W Pernikahan Pahlawan menikah dan memperoleh tahta Tabel 2. 1 Fungsi Propp
Peran cerita dalam sebuah narasi dirumuskan Propp dalam tujuh dramatis personae yaitu sebagai pemeran cerita dalam naratif. Ketujuh peran ini adalah:
1. Villain (bertarung dengan hero)
2. Hero (mencari sesuatu dan bertarung dengan villain) 3. Donor (mendukung hero dengan agen atau kekuatan
magis)
4. Penolong (membantu hero menyelesaikan tugas yang sulit) 5. Putri (tokoh yang dicari), Bapak dari putri (memberikan
tugas yang sulit)
6. Dispatcher (mengirim hero pada misinya)
7. False hero (mengklaim sebagai hero tapi akhirnya terungkap kepalsuanya)
Berger menjelaskan bahwa Propp tidak berhenti dalam pembagian tujuh dramatis personae, ia juga membagi
hero dalam dua macam. Tipe pertama adalah hero yang mengorbankan dirinya pada aksi para penjahat atau victim hero. Tipe kedua adalah hero yang menolong orang lain yang dicelakai, atau berkorban pada penjahat, Propp menyebutnya seeker hero. Jika diperhatikan karakter utama yang diidentifikasi oleh Propp, terpilah ke dalam dua karakter utama, yakni kepahlawanan versus kejahatan. Kepahlawanan adalah orang atau karakter yang mempunyai misi tertentu.
Sebaliknya kejahatan adalah tindakan membuat dunia tidak stabil dan menghalangi misi. Pahlawan dan penjahat dalam banyak narasi digambarkan dengan karakter berlawanan. Prop menyebutnya karakter dan oposisi berlawanan dalam cerita.
Menurut Silverman, yang menjadi titik tolak dalam model Propp adalah fungsi dari karakter dalam narasi, dan bukan karakter itu sendiri. Setiap karakter memainkan peran dan fungsi tertentu dalam narasi, misalnya karakter yang satu berperan sebagai pahlawan, karakter yang lain berfungsi sebagai penjahat dan seterusnya. Karena itu model Propp ini bisa diterapkan dalam seluruh cerita, baik cerita klasik (tradisional) ataupun modern.17
C. Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari bahasa Latin, yaitu nation, yang berarti bangsa yang dipersatukan karena kelahiran.18
17 Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, hal.73.
18 Moesa dan Ali Maschan, Nasionalisme KIAI, (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2007), hal.28.
28
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Nasionalisme diartikan sebagai paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negaranya sendiri.19 Menurut Mustari, nasionalisme adalah cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan, fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsanya.20 Jadi dapat disimpulkan, nasionalisme adalah sebuah paham atau ajaran tentang cinta dan kesetiaan terhadap Negara kebangsaan.
Kemudian Sartono Kartodirdjo mengungkapkan, bahwa ada lima prinsip dalam nasionalisme, di mana yang satu dengan yang lainnya saling terkait untuk membentuk wawasan nasional. Kelima prinsip tersebut antara lain:
1. Kesatuan (unity), yaitu memiliki sifat kekeluargaan dan jiwa gotong royong dalam membangun kesejahteraan masyarakat
2. Kebebasan (liberty, freedom), yaitu keleluasan sebagai warga negara dalam memilih haknya (tanpa adanya berbagai paksaan dari pihak masyarakat atau pemerintah) 3. Persamaan (equality), memiliki keselarasan dan adil dalam
kedudukan hukum, hak dan kewajiban
19 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cet. Ke-7 Edisi IV, hal. 952.
20 M. Husin Affan, “Membangun Kembali Sikap Nasionalisme Bangsa Indonesia dalam Menangkal Budaya Asing di Era Globalisasi”, Jurnal Pesona Dasar, Vol. 3, No. 4, 2016, hal. 67.
4. Kepribadian (personality) yaitu memiliki rasa bangga terhadap kepribadian dan identitas bangsanya yang tumbuh dari dan sesuai dengan sejarah dan kebudayaannya
5. Prestasi (archivement), yaitu cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan dari bangsanya21
Lebih lanjut dikalangan umat Islam dikenal sebuah pepatah yang berbunyi:
ْناَميِلإْا َنِم ْنَط َوْلا ُّبُح
yang artinya cinta tanah air adalah bagian dari iman. Ini ditegaskan pula dalam surat Ar-Rad ayat 11, yang berisi kehendak perubahan agar dilakukan oleh masyarakat.ۡمِہِسُفۡنَاِب اَم ا ۡو ُرِ يَغُي یہتَح ٍم ۡوَقِب اَم ُرِ يَغُي َلَ َ ہللّٰا َّنِا
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Orang yang mengendalikan cinta tanah air itu termasuk dari pada iman, adalah hal yang tidak benar. Memang agama Islam tidak bertanah air tetapi kaum musliminnya yang bertanah air. Agama Islam tidak ada kebangsaan, tetapi kaum musliminnya berbangsa-bangsa menurut tempat dan daerahnya.22
21 Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Penelitian Sejarah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), hal.16.
22 Dwi Purwoko dkk., Negara Islam, Percikan Pemikiran: H. Agus Salim, KH. Mas Manshur, Mohammad Natsir, KH. Hasyim Asyari, (Depok:
Permata Artika Kreasi, 2001), hal..37.
30
D. Film
Film adalah rangkaian imaji fotografi yang diproyeksikan ke layar dalam sebuah ruangan gelap. Definisi tersebut merupakan sebuah penjelasan sederhana atas fenomena gambar bergerak yang terlihat dalam bioskop. Film, secara umum dapat dibagi menjadi dua unsur pembentuk yakni, unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling terkait satu sama lain.Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya.23
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Pertama, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Kedua, film diartikan sebagai lakon atau gambar yang hidup.24 Pada tingkat penanda, film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata.25
Adapun pengertian film menurut Undang – Undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1992 yaitu: Film ialah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan di rekam pada pita seluloif, pita video,
23 Himawan Pratista, Memahami Film, hal. 1.
24 Apriandi Tamburaka, Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 112.
25 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, Cet. Ke- 1 (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hal. 134.
piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.26
Film sering kali membawa penontonnya ke dalam dunia khayal yang telah diciptakan sedemikian rupa sehingga membuat siapa pun larut didalamnya. Itulah sebabnya film dapat mengambil perhatian dengan pesat.Kemunculan film di Indonesia terjadi pada akhir abad ke-19. Film perdana yang telah dibuat merupakan film dokumenter, karena hingga 1902 masih belum ada yang dapat membuat sebuah film cerita bisu yang dapat menampilkan seorang aktor ataupun aktris. Dapat disimpulkan bahwa film adalah kumpulan atau serangkaian dari beberapa gambar yang membuatnya tampak hidup atau bergerak dan diikat dalam sebuah cerita. Film merupakan karya seni yang menggabungkan unsur audio dan visual sehingga tidak jarang digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan informasi baik tersirat ataupun tersurat dalam sebuah cerita. Oleh karena itu, saat ini banyak orang menggunakan film bukan hanya untuk hiburan semata namun juga untuk bisnis. Film secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni dokumenter, fiksi, dan eksperimental. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
26 Misbach Yusa Biran, Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia (Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga, 2009), hal. 112-113.
32
a. Film Dokumenter
Hal yang menjadi kunci utama pada film dokumenter adalah penyajiannya yang berupa fakta. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau sebuah kejadian, melainkan merekam peristiwa yang sungguh terjadi atau otentik.27
Dapat disimpulkan bahwa film dokumenter adalah jenis film yang menampilkan cerita apa adanya, tanpa rekayasa cerita sedikitpun. Kenyataan dan apa adanya cerita yang dihasilkan membuat film dokumenter dapat menarik banyak perhatian para penontonnya. Oleh karena itu, tidak heran jenis film ini memiliki banyak peminat hingga diperlombakan dibeberapa daerah di dalam negeri maupun luar negeri
b. Film Fiksi
Berbeda dengan jenis film dokumenter, film fiksi terikat oleh plot. Film fiksi relatif lebih kompleks dibanding dua jenis film lainnya, baik masa pra- produksi, produksi, maupun pasca produksi. Biasanya, film fiksi menggunakan perlengkapan yang lebih banyak, bervariasi, serta mahal. Film fiksi berada pada dua kutub, yaitu nyata dan abstrak.28
Dapat disimpulkan bahwa film fiksi merupakan film yang sangat menarik karena jenis film ini dapat menampilkan cerita secara abstrak dan juga
27 Himawan Pratista, Memahami Film, hal. 4.
28 Himawan Pratista, Memahami Film, hal. 6.
nyata sekaligus. Penulis biasanya telah mengemas cerita dengan sangat baik dari awal hingga akhir sehingga cerita yang dihasilkan lebih terarah.
c. Film Eksperimental
Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur. Biasanya struktur tersebut sangat dipengaruhi oleh insting subjektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin mereka. Para sineas eksperimental umumnya bekerja di luar industri film utama (mainstream) dan bekerja pada studio independen atau perorangan.29
Selain ketiga kategori utama tersebut, film dapat dibedakan berdasarkan cerita, orientasi pembuatannya, dan genrenya sebagai berikut :
1) Berdasarkan cerita, film fapat dibedakan menjadi dua, yaitu film fiksi dan nonfiksi. Film fiksi merupakan film yang dibuat berdasarkan imajinasi manusia, dengan kata lain film ini tidak didasarkan pada kejadian nyata. Sedangkan film non-fiksi merupakan film yang didasari oleh suatu kejadian yang benar-benar terjadi.
2) Berdasarkan orientasi pembuatannya, film dapat digolongkan dalam film komersial dan film non- komersial. Orientasi dari film komersial dalam pembuatannya adalah bisnis dan mengejar
29 Himawan Pratista, Memahami Film, hal. 7-8.