commit to user BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sirsak (Annona muricata L.)
Gambar 2.1 Sirsak (Annona muricata L.) (Warisno dan Dahana, 2013)
Gambar 2.2 Daun Sirsak (Plantamor, 2008)
commit to user a. Nama lain
Indonesia : Sirsak, nangka sabrang, nangka walanda, durio ulondro
Inggris : Soursop
Melayu : Durian Belanda, Durian Benggaka Vietnam : Mang Cau Xiem
Thailand : Thurian Thet, Thurian Khaek
Pilipina : Guyabano, Atti, Illabanos (Plantamor,2008) b. Klasifikasi Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Annonaceae
Genus : Annona L.
Spesies : Annona muricata L.
(United States Department of Agriculture, 2014) c. Deskripsi
Sirsak (Annona muricata L.) adalah tanaman yang berasal dari daerah tropis di Benua Amerika, yaitu Amerika Selatan,
commit to user
Karibia, dan Amerika Tengah. Setelah dibawa oleh orang Spanyol ke Filipina, Sirsak terbukti dapat tumbuh di sebagian besar daerah tropis seperti Indonesia (Zuhud, 2011). Faktor yang memengaruhi pertumbuhan tanaman Sirsak di Indonesia di antaranya adalah kondisi tanah dan iklim. Walaupun dapat tumbuh pada semua jenis tanah, namun paling baik adalah tanah yang mengandung pasir dan kapur. Sedangkan iklim meliputi curah hujan, suhu udara, dan angin. Walaupun tanaman Sirsak tahan terhadap kekeringan, tetapi untuk pertumbuhan bunga sampai buah matang diperlukan kelembaban yang cukup (Sunarjono, 2005).
Secara umum pohon Sirsak memiliki tinggi sekitar 3-10 meter, bercabang rendah, dan ranting batangnya sedikit rapuh.
Bahkan batang utamanya berukuran kecil dan pendek. Kulit buahnya berduri lunak. Jika masih muda berwarna hijau dan jaraknya rapat. Buah Sirsak yang sudah tua berubah agak kehitaman dan duri lunaknya merenggang. Daging buahnya berwarna putih gading dan berbiji banyak. Sedangkan bunga Sirsak berwarna kuning dan berbentuk kerucut tidak beraturan (Zuhud, 2011).
Daun Sirsak memiliki panjang 6-18cm, lebar 3-7cm, seperti lanset atau bulat telur sungsang, ujung meruncing pendek, agak tebal, bertekstur kasar, permukaan atas daun
commit to user
berwarna hijau tua mengilap, sedangkan permukaan bawah berwarna hijau muda kusam (Redaksi AgroMedia, 2008). Daun Sirsak juga memiliki bau tajam menyengat dengan tangkai daun pendek sekitar 3-10 mm (Zuhud, 2011 ; Mardiana, 2012).
d. Manfaat dan kegunaan
Sirsak (Annona muricata L.) merupakan salah jenis tanaman dari familia Annonaceae yang mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai tanaman buah yang syarat dengan gizi dan merupakan bahan obat tradisional yang multikhasiat (Jannah, 2010). Secara tradisional Daun Sirsak mempunyai khasiat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti arthritis, asma, bronchitis, diabetes, batuk, demam, hipertensi dan menurunkan asam urat darah (Herliana et al., 2011).
Di Indonesia sendiri masyarakat telah banyak menggunakan Daun Sirsak sebagai obat. Misalnya di Aceh, masyarakat di sana memanfaatkan Daun Sirsak sebagai obat batuk. Kemudian di Kalimantan, penduduk lokal menggunakannya untuk obat demam. Etnis Kutai memilih Daun Sirsak untuk mengobati diare. Sedangkan masyarakat Dayak percaya bahwa mengonsumsi buah Sirsak akan menghilangkan mual (Ismawan, 2012).
Tumbuhan Sirsak ini dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, mulai dari penyakit yang
commit to user
ringan seperti gatal-gatal pada kulit sampai penyakit berat seperti tumor dan kanker (Warisno dan Dahana, 2013).
e. Kandungan
Telah dilakukan pemeriksaan fitokimia pada daun dan kulit batang Sirsak dan menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid, saponin, tanin, steroid, triterpenoid dan asetogenin (Mangan, 2009). Sedangkan hasil penapisan fitokimia ekstrak Daun Sirsak menggunakan pelarut etanol 70% menunjukkan adanya senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, minyak atsiri dan kumarin (Nurrahmani, 2012).
Menurut Suranto (2010) Daun Sirsak juga mengandung senyawa fitosterol, kalsium oksalat, monotetrahidrofuran asetogenin. Beberapa senyawa aktif dalam Daun Sirsak yang masuk kelompok asetogenin di antaranya adalah muricatocins A, muricatocins B, annonacin A, trans-isoannonacin, annonacin-10-one, dan muricatocin (Nugroho, 2012).
Sedangkan golongan alkaloid yang terkandung dalam Daun Sirsak berupa reticuline, coreximine, coclarine, dan anomurine (Laboeuf et al., 1982). Daun Sirsak mengandung senyawa minyak esensial β-caryopyllene, δ-cadinene, epi-α-cadinol dan α-cadinol (Kossouoh et al., 2007).
commit to user 2. Ginjal
a. Fisiologi
Ginjal merupakan organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh dengan cara mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam-basa dengan cara filtrasi darah, reabsorpsi selektif air, elektrolit, dan nonelektrolit, serta mengekresi kelebihannya sebagai urin (Price dan Wilson, 2006). Ginjal juga mengeliminasi produk sisa metabolisme dan zat-zat lain yang berbahaya terhadap tubuh, sambil mempertahankan konstituen darah yang masih berguna (Davey, 2006).
Produk sisa metabolisme yang dieliminasi ginjal meliputi urea, (dari metabolisme asam amino), asam urat (dari asam nukleat), kreatinin (dari kreatin otot), produk akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit berbagai hormon.
Ginjal juga membuang sebagian besar toksin dan zat asing lainnya yang diproduksi oleh tubuh seperti pestisida, obat- obatan, zat penambah pada makanan, dan bahan-bahan eksogen non nutrisi lainnya yang masuk ke dalam tubuh (Guyton dan Hall, 2007 ; Sherwood, 2011). Selain itu, ginjal atau ren juga berperan dalam fungsi hormonal, glukoneogenesis, mensekresikan eritropoietin dan renin, serta dalam fungsi metabolisme dengan mengubah vitamin D menjadi bentuk
commit to user
aktifnya (Sherwood, 2011). Walaupun mempunyai banyak fungsi, fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstraseluler dalam batas-batas normal (Price dan Wilson, 2006).
Untuk mempertahankan homeostasis, ekskresi air dan elektrolit harus sesuai dengan asupannya. Jika asupan melebihi ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan meningkat. Tapi jika asupan kurang dari ekskresi, jumlah zat dalam tubuh akan berkurang (Guyton dan Hall, 2007).
b. Anatomi
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang yang terletak pada dinding posterior abdomen di samping kanan dan kiri columna vertebralis, dan sebagian besar tertutup oleh arcus costalis. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram dan kira-kira seukuran kepalan tangan. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis kanan yang besar. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke kandung kemih. Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis yang
commit to user
berasal dari aorta setinggi vertebra lumbalis II (Snell, 2006 ; Guyton dan Hall, 2007).
Gambar 2.3 Struktur Anatomi Ginjal (Mescher, 2011)
c. Histologi
Struktur histologis ginjal terdiri dari bagian korteks dan medula. Bagian korteks ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata. Pars konvulata disusun oleh korpuskuli ginjal dan tubulus yang membentuk labirin kortikal. Segmen lurus tubulus proksimal dan segmen lurus tubulus distal dari nefron dan duktus kolektivus membentuk bagian pars radiata. Pada bagian medula ginjal terdiri dari 10-18 struktur berbentuk piramida, yaitu piramida ginjal. Setiap ginjal terdiri atas 1-1,4 juta unit fungsional yang disebut nefron (Mescher, 2011). Setiap nefron terdiri dari korpuskulum ginjal, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus kontortus distal (Eroschenko, 2010).
commit to user 1) Nefron
Nefron merupakan unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri atas korpuskulum ginjal, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal (Ganong, 2002).
2) Korpuskulum ginjal
Pada bagian awal setiap nefron terdapat sebuah korpuskel ginjal berdiameter sekitar 200 µm dan mengandung seberkas kapiler, glomerulus, yang dikelilingi oleh simpai epitel berdinding ganda yang disebut Kapsula Bowman (Mescher, 2011).
Lapisan internal (lapisan viseral) simpai menyelubungi kapiler glomerulus, sedangkan lapisan parietal eksternal membentuk permukaan luar Kapsula Bowman. Di antara kedua lapis Kapsula Bowman terdapat ruang Bowman. Lapisan parietal terdiri dari selapis epitel skuamosa yang ditunjang lamina basal dan selapis tipis serat retikular di luar. Lapisan viseral jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam Kapsula Bowman dengan bermodifikasi menjadi sel podosit dan melekat erat pada kapiler glomerulus (Mescher, 2011; Price dan Wilson, 2006).
commit to user 3) Glomerulus
Struktur glomerulus dibentuk oleh anastomosis kapiler yang berasal dari cabang arteriol aferen. Komponen jaringan ikat pada arteriol aferen tidak masuk ke dalam Kapsula Bowman dan digantikan sel tipe khusus, yaitu sel- sel mesangial. Sel mesangial memproduksi sitokin, prostaglandin yang berperan dalam kekebalan glomerulus (Mescher, 2011). Sel-sel mesangial dibagi dalam dua kelompok, yaitu sel-sel mesangial ekstraglomerular pada kutub vaskuler dan sel-sel mesangial intraglomerular yang terletak di dalam korpuskulum ginjal (Gartnes dan Hiatt, 2007). Sel mesangial memiliki reseptor angiotensin II yang dapat memengaruhi kecepatan filtrasi glomerulus. Pada daerah kutub vaskuler tiap glomerulus terdapat bangunan penting yang disebut aparatus jukstaglomerularis, makula densa, dan sel-sel mesangial ekstraglomerular (Guyton &
Hall, 2007). Sel jukstaglomerular bersifat epiteloid dan berdekatan dengan glomerulus sel-sel otot polos dalam tunika media arteriol aferen. Sel-sel ini juga berhubungan erat dengan makula densa, suatu bagian khusus tubulus kontortus distal yang terdapat di antara arteriol aferen dan eferen. Sel jukstaglomerular menghasilkan renin yang
commit to user
berpengaruh dalam pengaturan tekanan darah (Leeson et al., 1996).
Glomerulus berperan dalam memfiltrasi plasma darah.
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam Kapsula Bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin (Guyton dan Hall, 2007).
4) Tubulus kontortus proksimal
Di kutub tubular korpuskel ginjal, epitel skuamosa pada lapisan parietal Kapsula Bowman akan berhubungan langsung dengan epitel kuboid tubulus kontortus proksimal (Mescher, 2011). Batas selnya tidak jelas, sitoplasma eosinofilik, bergranula dan berinti besar, bulat, berbentuk sferis dan terletak di sentral. Pada sisi luminal dari membran terdapat sejumlah besar brush border yang memperluas area permukaan kira-kira 20 kali lipat (Guyton dan Hall, 2007). Sedangkan pada bagian basal sel terdapat basal striation berupa garis-garis basal (Gartner dan Hiatt, 2007).
5) Ansa Henle
Ansa Henle adalah struktur berbentuk U terdiri atas segmen desenden tebal tubulus kontortus proksimal,
commit to user
segmen asenden dan desenden tipis, dan segmen asenden tebal tubulus kontortus distal (Eroschenko, 2010). Semua dilapisi epitel kuboid di dekat korteks, tetapi berupa epitel skuamosa di dalam medula. Pada segmen asenden tebal tubulus distal sel-sel tubulusnya tersusun lebih rapat dan lebih tinggi daripada sekitarnya, dinamakan makula densa.
Dari bagian ini akan melanjutkan diri menjadi tubulus kontortus distal (Mescher, 2011).
6) Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal lebih pendek dan tidak begitu berkelok dibandingkan tubulus kontortus proksimal (Eroschenko, 2010). Sel-selnya kuboid kecil dan tidak mempunyai brush border, intinya di tengah atau apeks, sedikit mikrovili yang pendek dan vakuola apikal. Sel-sel tubulus kontortus distal memiliki banyak invaginasi membran basal dan mitokondria terkait yang serupa dengan mitokondria tubulus proksimal, yang menunjukkan fungsi transpor-ionnya. Laju absorpsi Na+ dan sekresi K+ oleh pompa ion diatur oleh aldosteron dari kelenjar adrenal dan penting untuk keseimbangan garam dan cairan tubuh (Mescher, 2011).
commit to user 7) Tubulus kolektivus
Tubulus kolektivus tidak termasuk dalam bagian nefron karena secara embriologis keduanya berbeda.
Tubulus kolektivus dilapisi oleh epitel kuboid dan berdiameter 40 µm. Sel-selnya berkonvergensi berbentuk kolumnar dan diameter duktus mencapai 200 µm di dekat puncak piramida medula ginjal. Tubulus kolektivus menyalurkan urin dari nefron ke pelvis renalis dengan sedikit absorbsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH) (Mescher, 2010 ; Steven dan Lowe, 2005).
Gambar 2.4 Pengamatan Mikroskopis Ginjal Normal. Pada gambar Tampak G: Glomerulus, U: Urinary Space (Celah Kapsular), TP: Renal Corpuscle’s Tubular Pole (Kutub Tubular Korpuskulum Ginjal), P: Proximal Convoluted Tubule (Tubulus Distal). Perbesaran 400x. Pengecatan Hematoksilin Eosin (Mescher, 2011)
commit to user
d. Patofisiologi stress oksidatif menyebabkan kerusakan ginjal Saat mengalami stres fisiologis atau rangsang patologis, normalnya sel dapat beradaptasi. Respon adaptasi utama adalah atrofi, hipertrofi, dan metaplasia. Namun pada stres oksidatif berat atau menetap, akan terjadi cedera ireversibel dan sel yang terkena mati. Dua proses kematian sel yang akan terjadi adalah : 1. Nekrosis, terjadi apabila sel mengalami cedera berat dalam
waktu yang lama dimana sel tidak mampu beradaptasi atau memperbaiki diri. Nekrosis ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan kerusakan organela.
2. Apoptosis, terjadi sebagai akibat program “bunuh diri” yang dikontrol secara internal, setelah sel mati yang disingkirkan dengan gangguan minimal dari jaringan sekitarnya.
Keadaan ini terjadi secara fisiologis, saat sel yang tidak dikehendaki dieliminasi (Cotran et al., 2007).
Penyebab peningkatan stres sendiri bermacam-macam, mulai dari deprivasi oksigen, bahan kimia, agen infeksius, reaksi imunologi, defek genetik, ketidak seimbangan nutrisi, agen fisik, dan penuaan. Saat radikal bebas menyebabkan kerusakan sel, reaksi yang terjadi adalah :
3. Peroksidasi lipid membran. Ikatan ganda pada lemak tak jenuh (polyunsaturated lipid) membran mudah terkena serangan radikal bebas berasal dari oksigen. Interaksi
commit to user
radikal lemak menghasilkan peroksida, yang tidak stabil dan reaktif, dan terjadi reaksi rantai autokatalitik.
4. Fragmentasi DNA. Reaksi radikal bebas dengan timin pada DNA mitokondria dan nuklear menimbulkan rusaknya untai tunggal. Kerusakan DNA tersebut telah memberikan implikasi pada pembunuhan sel dan perubahan sel menjadi ganas.
5. Ikatan silang protein. Radikal bebas mencetuskan ikatan silang protein yang diperantarai sulfhidril, menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi atau hilangnya aktivitas enzimatik. Reaksi radikal bebas juga bisa secara langsung menyebabkan fragmentasi polipeptida.
Gambar 2.5 Pembentukan Radikal Bebas
commit to user
Selain merupakan akibat jejas kimiawi dan radiasi, pembentukan radikal bebas juga merupakan bagian normal respirasi dan aktivitas seluler rutin lainnya, termasuk pertahanan mikroba. Untungnya radikal bebas memang tidak stabil, dan umumnya rusak secara spontan. Di sisi lain, untuk menonaktifkan radikal bebas, sel akan membentuk beberapa sistem enzimatik (superoksida dismutase, katalase, glutathione peroxidase) dan nonenzimatik (glutathione, vitamin C, vitamin E, negative inflammatory proteins) (Locatelli, 2003).
Oleh karena itu antioksidan dan detoxicant berperan penting dalam melindungi ginjal. Terutama karena fungsi transport ginjal memiliki metabolisme oksidatif sangat aktif yang mengakibatkan produksi spesies oksigen reaktif (ROS).
Jika dibiarkan, ROS dapat merusak semua komponen seluler utama dan menyebabkan keadaan stres oksidatif. Enzim antioksidan yang bertanggung jawab untuk perlindungan utama dari ROS adalah superoksida dismutase, katalase, dan glutathione peroxidase (Maser, 2002).
Enzim Detoxicant seperti Glutathione S-Transferase (GST) memetabolisme elektrofil beracun dan dianggap enzim antioksidan sekunder. Studi pada tikus yang diberi perlakuan diet pro-oksidan dan kekurangan antioksidan telah menunjukkan pentingnya pertahanan antioksidan yang memadai baik pada
commit to user
ginjal normal maupun ginjal yang cedera. Cedera oksidan sekarang diakui sebagai memainkan peran kunci dalam jalur patofisiologis dari berbagai progresif klinis dan eksperimental penyakit ginjal (Maser, 2002).
Stres oksidatif dan peradangan sangat saling terkait, keduanya berhubungan dengan disfungsi endotel. Endotelium adalah sumber target dari radikal bebas yang berpartisipasi dalam respon inflamasi. Dari bukti yang berkembang, dari penelitian eksperimental dan klinis bahwa stres oksidatif dapat terlibat dalam patogenesis aterosklerosis dan komplikasi lain gagal ginjal, yaitu dialisis terkait amiloidosis, malnutrisi dan anemia. Mengingat bahwa radikal bebas memiliki paruh yang sangat singkat (detik), penilaian klinis dari stres oksidatif didasarkan pada pengukuran senyawa yang berbeda teroksidasi stabil (seperti lipid produk peroksidasi, glikasi maju dan produk oksidasi lipid dan protein asam nukleat) (Locatelli, 2003).
3. Parasetamol
Parasetamol adalah obat analgesik yang aman, efektif, dan murah. Obat ini pertama kali digunakan dalam kedokteran oleh Von Mering pada 1893, namun baru sejak 1949 obat ini populer setelah diketahui merupakan metabolit aktif utama dari asetanilid dan fenasetin. Sifat farmakologis yang ditoleransi dengan baik, sedikit efek samping, dan dapat diperoleh tanpa resep membuat
commit to user
obat ini dikenal sebagai analgesik yang umum di rumah tangga (Goodman dan Gilman, 2008; Ibrahim et al., 2013).
a. Farmakodinamik
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik. Efek antipiretik ini ditimbulkan oleh gugus aminobenzen (Yodhian LF, 2009). Efek analgesik Parasetamol dan fenasetin serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang dengan penghambatan biosintesis prostaglandin yang lemah. Karena efek anti- inflamasinya sangat lemah maka Parasetamol tidak digunakan sebagai obat antireumatik (Wilmana dan Gan, 2009 ; Katzung BG, 2002).
b. Farmakokinetik
Pemberian Parasetamol secara oral dengan penyerapan yang cepat dan hampir sempurna di saluran pencernaan.
Penyerapan dihubungkan dengan tingkat pengosongan lambung, dan konsentrasi dalam plasma mencapai puncak dalam 30 sampai 60 menit (Katzung, 2002). Waktu paruh dalam plasma 1 sampai 3 jam setelah dosis terapeutik dengan 25% Parasetamol terikat protein plasma dan sebagian dimetabolisme enzim mikrosom hati (Wilmana dan Gunawan, 2009).
Hati merupakan tempat metabolisme utama Parasetamol.
Di dalam hati, 60% dikonjugasikan dengan asam glukuronat,
commit to user
35% asam sulfat, dan 3% sistein; yang akhirnya menghasilkan konjugat yang larut dalam air serta diekskresi bersama urin.
Jalur konjugasi pertama (terutama glukuronidasi dan sulfasi) tidak dapat digunakan lagi ketika asupan Parasetamol jauh melebihi dosis terapi dan sebagian kecil akan beralih ke jalur sitokrom P450 (CYP2E1) (Defendi dan Tucker, 2009; Goodman dan Gilman, 2008).
Metabolisme melalui sitokrom P450 membuat Parasetamol mengalami N-hidroksilasi membentuk senyawa N- acetyl-para-benzoquinoneimine (NAPQI), yang sangat elektrofilik dan reaktif. Pada keadaan normal, senyawa antara ini dieliminasi melalui konjugasi dengan glutation intraseluler yang berikatan dengan gugus sulfhidril dan kemudian dimetabolisme lebih lanjut menjadi suatu asam merkapturat yang selanjutnya diekskresi ke dalam urin. Selama glutation intraseluler (GSH) tersedia, sebetulnya tidak terjadi kerusakan hati atau ginjal. Akan tetapi jika Parasetamol dikonsumsi dalam dosis sangat besar (10-15 g atau lebih tinggi), jalur konjugasi menjadi jenuh dan mengakibatkan akumulasi NAPQI (Mozayani, 2013). Akibatnya glutation akan habis terpakai untuk menetralkan NAPQI yang terbentuk dalam jumlah berlebihan (Burke, 2006). Hal ini mengakibatkan kerentanan sel-sel hati terhadap cedera oleh oksidan dan juga
commit to user
memungkinkan NAPQI berikatan secara kovalen pada makromolekul seperti protein, yang dapat menyebabkan kematian sel atau nekrosis (Ferner et al.,2011). Reaksi antara NAPQI dengan protein seluler juga akan memacu terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS).
Selain itu reaksi pembentukan NAPQI akibat detoksifikasi oleh sitokrom P450 memacu terbentuknya radikal bebas superoksida (O2-
) yang dinetralisir oleh Superoksida Dismutase (SOD) dan Cu2+ menjadi Hidrogen Peroksida (H2O2), suatu reagen ROS yang tidak begitu berbahaya. Kemudian melalui reaksi Fenton dan Haber Weiss terbentuklah OH- (Radikal Hidroksil) (Winarsi,2007; Sukandar, 2006).
Reaksi Fenton : Fe2+ + H2O2 Fe2+ + OH + OH-
Cu2+
Reaksi Haber Weiss : O2-
+H2O2 O2 + OH + OH- Radikal hidroksil bersifat sangat reaktif dan toksik karena dapat merusak senyawa penting seperti asam lemak tak jenuh, DNA, dan protein. Radikal hidroksil ini akan berikatan dengan asam lemak tak jenuh membentuk peroksidasi lipid (Sukandar, 2006; Tjokroprawiro,1993).
Peroksidasi lipid merupakan bagian dari proses atau reaksi berantai (chain reactions) terbentuknya radikal bebas baru, yang
commit to user
apabila berlebihan dapat menyebabkan stres oksidatif (Rubin et al., 2005 ; Winarsi, 2007).
Rangkaian metabolisme minor Parasetamol ini dapat menyebabkan efek merugikan. Kekurangan GSH secara tidak langsung dapat menimbulkan terjadinya stres oksidatif akibat penurunan proteksi antioksidan endogen (antioksidan enzimatik), yang juga dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid (Maser et al., 2002).
4. Mikroskopis Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol Dosis Toksik
Pemberian Parasetamol dosis toksik dapat mengakibatkan kerusakan ginjal yang berupa nekrosis tubulus ginjal (Goodman dan Gilman, 2008). Overdosis Parasetamol juga dapat menginduksi stres oksidatif dan inflamasi pada sel-sel podosit serta mesangial glomerulus (Inagi, 2009).
Patofisiologi toksisitas ginjal pada pemberian Parasetamol dosis toksik telah dikaitkan dengan sitokrom P-450 sebagai isoenzim oxidase pada ginjal. Glutathione (GSH) dianggap sebagai elemen penting dalam detoksifikasi Parasetamol dan metabolitnya.
Ketika terjadi overdosis penggunaan Parasetamol, kadar glutathione (GSH) sangat berkurang yang berakibat kerentanan sel- sel terhadap cedera oleh oksidan dan juga memungkinkan NAPQI berikatan secara kovalen dengan protein seluler. Konjugasi inilah
commit to user
yang telah terlibat dalam pembentukan senyawa nefrotoksik (Mazer dan Perrone, 2008 ; Goodman dan Gilman, 2008).
Perubahan morfologik nukleus pada nekrosis menurut Cotran (2007) terdapat 3 pola, yang semuanya disebabkan oleh pemecahan nonspesifik DNA, di antaranya :
a. Piknosis, ditandai dengan melisutnya nukleus dan peningkatan basofil kemudian DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat.
b. Karioreksis, fragmen inti sel yang piknotik, yang selanjutnya dalam 1-2 hari inti dalam sel yang mati benar-benar menghilang.
c. Kariolisis, ditandai dengan nukleus mati dan hilang yang disebabkan oleh aktivitas Diribose Nucleid Acid (DNA).
Secara histologis sel-sel epitel tubulus terutama pada tubulus proksimal akan semakin menipis dan datar, brush border menghilang, lumen tubulus melebar dan terisi oleh jaringan nekrotik. Hal ini terjadi karena sel epitel tubulus ginjal peka terhadap anoksia dan mudah rusak karena keracunan saat kontak dengan zat-zat yang diekskresi oleh ginjal (Mithell dan Cotran, 2007).
commit to user
Gambar 2.6 Perubahan Inti pada Sel Mati. A.Inti Normal; B.inti Piknotik; C.Inti Kariorektik; D.Inti yang Mengalami Kariolisis (Price dan Wilson, 2006).
5. Mekanisme Perlindungan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Kerusakan Ginjal Akibat Induksi
Parasetamol
Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) diduga dapat mencegah kerusakan ginjal akibat pemberian Parasetamol dosis toksik karena memiliki aktivitas antioksidan. Dari penelitian oleh Baskar et al. (2007) disebutkan bahwa aktivitas antioksidan in vitro yang terdapat pada Daun Sirsak (Annona muricata L.) merupakan yang paling poten dibandingkan spesies Annona yang lain (Annona squamosa dan Annona reticulata).
Secara fisiologis, sebenarnya dalam tubuh manusia terdapat keseimbangan antara pembentukan radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan yang digunakan organisme untuk melindungi dirinya sendiri dari toksisitas radikal bebas. Namun saat keduanya tidak seimbang, akan menimbulkan kerusakan yang sangat penting untuk homeostatis seluler (Locatelli et al., 2003).
commit to user
Kandungan ekstrak Daun Sirsak yang bersifat antioksidan adalah flavonoid, tanin, saponin, dan alkaloid (Rodrigues, 2005 ; Kardinan, 2004). Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Dikenal dua macam saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida dengan struktur steroid (Rao dan Gurfinkel, 2000;
Harborne,1987). Dari penelitian yang dilakukan Cui et al. (2004) menyebutkan bahwa triterpenoid dan steroid mempunyai aktivitas tinggi dalam scavenging free radical. Triterpenoid dan saponin juga dapat meningkatkan glutation (GSH) dan aktivitas enzim antioksidan (Thoppil dan Bishayee, 2011).
Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dan keberadaannya pada daun tanaman dipengaruhi oleh proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat. Flavonoid merupakan sekelompok besar antioksidan dan juga antiinflamasi golongan polifenol yang terdiri atas antosianidin, biflavon, katekin, flavanon, flavon dan flavanolol (Wientarsih et al., 2012).
Tanin dan flavonoid yang terdapat dalam Daun Sirsak diketahui memiliki aktivitas scavenging radikal bebas yang tinggi (Hagerman, 1998). Flavonoid merupakan scavenger yang efektif
commit to user
untuk radikal hidroksil dan peroksil. Mekanisme antioksidan yang lain dari flavonoid terletak pada kemampuan donor hidrogen dan metal ion chelation. Setelah mendonorkan atom hidrogen, flavonoid menjadi radikal yang stabil yang tidak mudah berpartisipasi dalam reaksi radikal yang lain. Di samping itu, flavonoid dapat meningkatkan glutation dengan meningkatkan enzim glutamilsistein sintase (Lee et al., 2004).
commit to user B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.7 Skema Kerangka Pemikiran Parasetamol dosis toksik
Kejenuhan konjugasi melalui glukoronida dan sulfat
Bioaktivasi sitokrom P450
Kadar NAPQI meningkat
Deplesi glutation
Stres oksidatif
Ikatan kovalen NAPQI dengan makromolekul
Kerusakan membran organel sel
Peroksidasi lipid Fragmentasi
DNA
Kerusakan sel tubulus proksimal
ginjal
ROS
Variabel luar yang tidak terkendali
Ekstrak Daun Sirsak Sirsak
Meningkatkan glutation
Scavenging radikal bebas
Peningkatan enzim antioksidan Flavonoid
Alkaloid
Steroid Triterpenoid
Tanin
Saponin
Keterangan :
Memacu Menghambat Mengandung
commit to user C. Hipotesis
Pemberian ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) dapat mencegah kerusakan sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi Parasetamol.