• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PENELITIAN. Oleh DESY ARIYANTI NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROPOSAL PENELITIAN. Oleh DESY ARIYANTI NIM"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PENELITIAN

STRATEGI GURU DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI KLUMPIT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING

Oleh

DESY ARIYANTI NIM 201833112

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2021

(2)

ABSRTRAK

Ariyanti, Desy. 2021. Strategi Guru Dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas IV SD negeri Klumpit Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning.

Pembimbing (I) Yuni Ratnasari, S.Si., M.Pd. (II) F.Shoufika Hilyana, S.Si., M.Pd.

Kata kunci: Strategi guru, Contextual Teaching Learning, Minat belajar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui minat belajar siswa, mengetahui strategi guru dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning, dan mengetahui faktor-faktor yang menghambat dan mendukung guru kelas dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning.

Penelitian ini membahas tentang strategi guru dalam meningkatkan belajar siswa melalui model pembelajaran contextual teaching learning. Dalam proses pembelajaran guru tidak hanya dituntut untuk mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga harus mampu mendorong dan membangkitkan kemauan siswa untuk belajar. Dalam upaya meningkatkan minat belajar siswa, model pembelajaran contextual teaching learning (CTL) mampu menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong minat belajar siswa.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif sebagai tahapan dalam melakukan penelitian. Penelitian ini akan di laksanakan di SDN Klumpit, Kecamatan Tloowungu, Kabupaten Pati, dengan mengambil subjek guru dan siswa sebagai subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang meliputi tahap observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, dan pencatatan. Analisis data yang digunakan merupakan analisis data kualitatif deskriptif.

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Pendidikan merupakan upaya yang terencana dan berlangsung secara terus menerus sepanjang hayat untuk membentuk siswa menjadi manusia yang berkarakter.Pendidikan menjadi dasar utama dalam mengikuti arus perkembangan zaman, dengan pendidikan diharapkan mampu mengembangkan pola siswa menjadi lebih baik lagi.Pembelajaran di sekolah dasar hendaknya dilakukan sebuah pembelajaran yang sesuai karakteristik yang dimiliki dan kebutuhan yang dibutuhkan siswa.

Dequeliy dan Gazali (1974) dalam Slameto (2013: 30) mengemukakan bahwa

“mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat”. Sementara Nasution (2005) dalam Susanto (2013: 23) berpendapat “mengajar merupakan segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar”.

Pengertian mengajar dipandang menjadi dua aspek jika dilihat dari aspek kegunaannya, yaitu pengertian mengajar secara tradisional dan modern. Pengertian mengajar secara tradisional artinya menyampaikan pengetahuan kepada siswa di sekolah dengan makna pengajaran adalah sebagai persiapan hidup dengan bertujuan proses dan penguasaan penyampaian di mana guru selalu berperan aktif dan siswa selalu bertindak pasif serta hanya berlangsung di dalam kelas saja.

Pengertian mengajar dalam konteks dunia modern oleh Howard (2003) dalam Susanto (2013: 20) bahwa “mengajar adalah suatu aktivitas membimbing atau menolong seseorang untuk mendapatkan, mengubah, atau mengembangkan keterampilan, sikap (attitude), cita-cita (ideals), pengetahuan (knowledge), dan penghargaan (appreciation)”.

Dari berbagai pengertian mengajar yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa dalam proses belajar siswa yang harus terlibat aktif, sedangkan guru hanya bertugas membimbing, menunjukkan jalan, serta memperhatikan aspek kepribadian siswa.

(4)

Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor guru dalam pelaksanakan belajar mengajar, siswa dalam mengikuti belajar mengajar serta lingkungan pendidikan yang terdapak di dalam sekolah. Guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina, dan meningkatkan kecerdasan serta ketrampilan siswa. Sebagai pengantar dan pelaku dalam proses belajar mengajar guru mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Oleh karena itu guru harus mampu merancang kegiatan belajar mengajar yang efektif dan menarik sehingga siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan antusias.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan sikelas IV SD Negeri Klumpit, menyatakan bahwa minat belajar siswa masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa dalam masa peralihan pembelajaran jarak jauh (PJJ) ke pembelajaran tatap muka (PTM). Ketika proses pembelajaran berlangsung terdapat beberapa siswa rebut sendiri, menjahili teman, mengobrol dengan teman sebangkunya dan terdapat siswa yang melamun. Serta rendahnya tingkat partisipasi/keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selama proses pembelajaran berlangsung, tidak ada siswa yang mengemukakan pertanyaan untuk meminta klarifikasi atau penjelasan dari guru seputar materi yang dibahas. Hal ini merupakan bukti bahwa ternyata Minat belajar siswa sekolah dasar masih kurang. Peran guru dalam pembentukan serta meningkatan minat belajar siswa seharusnya menjadi bentuk kepedulian seorang guru dalam meningkatkan minat belajar siswa.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas IV SD Negeri Klumpit tentang minat belajar siswa, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut: minat belajar anak berbeda-beda, ada yang tinggi, baik, sedang dan rendah, namun rata-rata minat belajar anak masih tergolong rendah dapat dilihat saat pembelajaran terkadang siswa malas mencatat, tidak mendengarkan penjelasan guru dan saat jam masuk kelas masih terdapat beberapa siswa yang masih makan jajan diluar, dan saat guru memberikan tugas mandiri terkadang ada siswa yang malas-malasan dalam mengerjakannya tugas tersebut.

Oleh karena itu, perlu bagi seorang pendidik untuk mencari strategi apa saja yang dapat dilakukan dalam meningkatkan minat belajar siswa. Strategi adalah suatu pola yang direncanakan untuk melakukan kegiatan yang mencakup tujuan kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan, sarana penunjang kegiatan dan siapa saja yang terlibat dalam kegiatan.

Untuk mekaksanakan proses kegiatan belajar atau proses pembelajaran yang berhasil, maka pendidik dapat melakukan berbagai strategi. Pemilihan strategi pembelajaran yang

(5)

tepat adalah salah satu cara untuk mengatasi permasalahan di atas. Pemilihan strategi pembelajaran idealnya disesuaikan dengan sifat materi, karakteristik peserta didik, lingkungan sekolah, dsb. Penggunaan strategi pembelajaran yang tepat tentunya dapat membarikan motivasi untuk belajar dan merangsang siswa untuk belajar aktif. Strategi pembelajaran CTL dianggap salah satu strategi pembelajaran yang bagus untuk meningkatkan minat belajar siswa.

Contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sagala :2011).

Sedangkan Wina Sanjaya (2011) menyatakan, bahwa ada tiga konsep yang harus kita pahami. Konsep yang pertama yaitu, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Konsep yang kedua yaitu, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.

Konsep yang ketiga yaitu, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai strategi apa saja yang dilakukan guru untuk meningkatkan minat belajar peseta didik di SD Negeri Klumpit. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti mengambil judul

“Strategi Guru dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Klumpit Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka di rumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana minat belajar siswa kelas IV di SD Negeri Klumpit?

2. Bagaimana strategi guru dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning?

3. Bagaimana faktor-faktor yang menghambat dan mendukung guru kelas dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning?

(6)

1.3 Tujuan Penelitian

Merujuk dari perumusan masalah di atas dapat diketahui bahwa penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui minat belajar siswa kelas IV di SD Negeri Klumpit.

2. Mengetahui strategi guru dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning.

3. Mengetahui faktor-faktor yang menghambat dan mendukung guru kelas dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit melalui model pembelajaran contextual teaching and learning.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam setiap usaha tentu ada beberapa kegunaan yang diinginkan. Begitupun dalam sebuah penelitian diharapkan dapat memberikan kegunaan kepada berbagai pihak. Di antara kegunaan dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi referensi yang telah ada sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan khususnya yang berkaitan dengan strategi guru dalam meningkatkan minat belajar siswa.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber dan bahan tentang pentingnya minat belajar siswa kelas IV SD Negeri Klumpit.

b. Bagi guru, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas IV di SD Negeri Klumpit sehingga tujuan pendidikan tercapai secara optimal.

c. Bagi peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan yang sangat besar dalam mengembangkan keilmuan yang didapat di bangku kuliah.

1.5 Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran penelitian ini, maka diajukan definisi operasional sebagai berikut :

a. Strategi guru adalah suatu cara atau metode yang dimiliki oleh guru dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.

(7)

b. Minat adalah rasa ketertarikan, perhatian, keinginan lebih yang dimiliki seseorang terhadap suatu hal tanpa ada dorongan dari siapapun itu.

c. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah proses pembelajaran yang holistic dan bertujuan untuk membantu siswa memahami makna materi ajar kemudian mengaitkanya dengan konteks kehidupan sehari-hari, sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang dinamis dan fleksibel.

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian pustaka

Dalam kajian teori ini, penelitit menguraikan topik penelitian secara sistematis mengenai (1) strategi guru, (2) model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL, (3) minat belajar

2.1.1 Strategi Guru 2.1.1.1Pengertian strategi

Secara bahasa, strategi bisa diartikan sebagai siasat, kiat, trik, atau cara (Faturoohman dan Sutikno: 2010). Sedangkan secara umum, strategi dapat diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seorang atau organisasi untuk sampai pada tujuan (Faturoohman dan Sutikno: 2010). Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) sebagaimana dikutip oleh Hamdani (2015: 18), strategi adalah rencana mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran yang diinginkan.

Sedangkan menurut Djamarah (2014: 238), strategi juga mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Istilah strategi pada awalnya digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Sekarang, istilah strategi banyak digunakan dalam berbagai bidang kegiatan yang bertujuan memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Seorang guru yang mengharapkan hasil baik dalam proses pembelajaran akan menerapkan suatu strategi agar hasil belajar siswanya mendapat prestasi yang terbaik (Majid, 2013).

Selanjutnya menurut Mintzberg dalam Yamin (2013), mendefinisikan strategi sebagai 5P yakni: strategi sebagai perspective, strategi sebagai posisi, strategi sebagai perencanaan, strategi sebagai pola kegiatan, dan strategi sebagai penipuan. Adapun cakupan strategi yaitu:

a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi dasil (output) seperti apa yang harus dicapai dan menjadi sasaran (target) usaha itu, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memperlukannya.

(9)

b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic ways) manakah yang dipandang paling ampuh (effective) guna mencapai sasaran tersebut.

c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah – langkah (steps) mana yang akan ditempuh sejak titik awal sampai titik akhir di mana tercaainya sasaran tersebut.

d. Mempertimbangkan dan menetapkan tolak ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) yang bagaimana dipergunakan dalam mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha tersebut.

Sedangkan menurut Barbara dalam Yamin (2003: 66), mendefinisikan strategi pembelajaran yaitu spesifikasi untuk menyeleksi dan mengatur kejadian dan kegiatan-kegiatan dalam satuan pelajaran. Strategi pembelajaran berinteraksi dengan situasi belajar. Situasi belajar sering digambarkan dengan model pengembangan pembelajaran, karena strategi dan model pengembangan pembelajaran merupakan gabungan metode dan media. Metode dan media pembelajaran merupakan bagian penting dalam pembelajaran, ia dipakai untuk menyampaikan pesan kepada siswa, disamping itu metode dan media memudahkan siswa memahami dan mengerti materi yang disampaikan kepadanya.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi yaitu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dan apabila dihubungkan dengan proses pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan siswa dalam mewujudkan kegiatan belejar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

2.1.1.2 Pengertian Guru

Guru adalah seseorang figure yang mulia dan dimuliakan banyak orang, kehadiran guru ditengah-tengah kehidupan manusia sangat penting, tanpa ada guru atau seseorang yang dapat ditiru, diteladani oleh manusia untuk belajar dan berkembang, manusia tidak akan memiliki budaya, norma, agama. Sulit

(10)

dibayangkan jika di tengah kehidupan manusia tidak adanya seorang guru, bekal tidak ada peradaban yang dapat dicatat, kita akan hidup dalam tradisi-tradisi kuno, hukum rimba akan berlaku, yang kuat menindas yang lemah, demikianlah seterusnya (Yamin, 2013: 47).

Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor yang terpenting. Ditangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain dan sebaliknya guru mampu memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi bervariasi. (Ngalimun, 2017: 17).

Guru orang pertama mencerdaskan manusia, orang yang memberi bekal pengetahuan, pengalaman, dan menanamkan nilai-nilai, budaya, dan agama terhadap anak didik, dalam proses pendidikan guru memegang peran penting setelah orangtua dan keluarga di rumah. Dilembaga pendidikan guru menjadi orang pertama, bertugas membimbing, mengajar, dan melatih anak didik mencapai kedewasaan.setelah proses pendidikan sekolah selesai, diharapkan anak didik mampu hidup dan mengembangkan dirinya di tengah masyarakat dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang sudah melekat di dalam dirinya.

Guru adalah pendidik professional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua. Mereka ini tatkala menyerahkan anaknya kesekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru. (Zakiah Daradjat, 2016: 39).

Dengan demikian tuntutan untuk meningkatkan kinerja guru dalam belajar hendaknya selalu diperhitungkan dan diperhatikan. Guru sebagai personel yang menduduki posisi strategi dalam rangka perkembangannya konsep-konsep baru dalam dunia pengajaran tersebut. Guru adalah salah satu faktor yang menentukan berbagai keberhasilan siswa dalam suatu proses pembelajaran dikelas, untuk itu profesionalitas guru dalam suatu pembelajaran sangatlah perlu dan dirasakan penting.

(11)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tugas guru berpusat pada mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang, memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai, membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri.

Proses pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan dan menumbuhkan seluruh aspek pribadi dalam mempersiapkan suatu kehidupan yang mulia dan berhasil dalam suatu masyarakat dengan sebentuk pemenuhan profesionalisme dari seorang guru.

2.1.1.3 Strategi Guru

Strategi guru dapat diartikan sebagai suatu usaha atau cara yang dilakukan oleh guru untuk memperoleh keberhasilan dan tujuan yang telah ditentukan. Guru dalam melaksanakan tugasnya, dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan ( Tutik dan Daryanto).

Menurut Djamarah (2014: 5-6), ada empat strategi dasar yang bisa dilakukan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar yang meliputi:

a. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.

b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.

c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif.

d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem internasional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Seorang guru sebelum menentukan strategi pembelajaran terlebih dahulu harus benar-benar memahami tujuan dari suatu pembelajaran (Murdiyono,

(12)

2012:31). Menurut Hariandi (2019:11) strategi digunakan sebagai cara-cara tertentu untuk mencapai tujuan termasuk juga metode pengajaran. Metode sebagai jalan untuk mengimplementasikan daftar rencana pembelajaran yang akan ditransfer kepada siswa. Dan untuk menentukan strategi pembelajaran seorang pendidik (guru) harus menyesuaikannya terlebih dahulu dengan kondisi dan kebutuhan siswa.

Berdasarkan penjelasan beberapa para ahli tersebut dapat disimpulkan, strategi guru adalah upaya yang dilakukan seorang guru dalam melakukan suatu hal pembelajaran agar dapat menimbulkan ketertarikan, minat dan perhatian siswa demi tercapainya tujuan. Seorang guru bertanggung jawab dalam membimbing, mendidik, mengarahkan, mengajar dan melatih siswanya agar menjadi lebih baik daripada sebelumnya.

2.1.1.4 Prinsip Memilih Strategi Pembelajaran

Dalam memilih atau menentukan strategi pembelajaran terdapat prinsip yang patut diperhatikan seorang guru (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008:45) diantaranya sebagai berikut:

a. Tujuan pembelajaran

Adalah kemampuan yang di harapkan dapat tercapai setelah siswa menyelesaikan suatu aktivitas pembelajaran. Guru dapat menentukan atau memilih suatu strategi yang bakal digunakannya melalui tujuan pembelajaran.

b. Aktivitas dan pengetahuan awal siswa

Aktivitas siswa tidak hanya dalam hal fisik saja tetapi juga melibatkan aktivitas atau aksi yang bersifat psikis ataupun moral. Guru bisa memahami pengetahuan awal siswanya melalui pretes tertulis ataupun tanya jawab pada waktu awal suatu kegiatan pembelajaran. Kemudian guru bisa melakukan penyusunan strategi dengan memaksimalkan metode yang tepat untuk siswa c. Integritas bidang study/pokok bahasan

Mengajar dapat menumbuhkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik karena dalam membangkitkan dan mengembangkan aspek tersebut terdapat strategi yang dilakukan oleh pendidik.

(13)

Kemudian menurut Mager dalam Santinah (2016), menyampaikan beberapa krietria yang dapat digunakan dalam memilih strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

a. Berorientasi pada tujuan pembelajaran

b. Pilih tekhnik pembelajaran yang sesuai dengan keterampilan yang diharapkan dan dimiliki saat bekerja nanti (dihubungkan dengan dunia kerja)

c. Gunakan media pembelajaran yang sebanyak mungkin memberikan rangsangan pada indra siswa.

Sedangkan Syaiful Bahri Djamarah memberikan beberapa criteria dalam pemilihan srategi pembelajaran, yaitu:

a. Kesesuaian strategi pembelajaran dengan tujuan di ranah afektif, kognitif, maupun psikomotorik;

b. Kesesuaian strategi pembelajaran dengan jenis pengetahuan; misalnya verbal, visual, konsep,prinsip, procedural, dan sikap;

c. Kesesuaian strategi pembelajaran dengan sasaran (siswa). Karakteristik siswa yang perlu diperhatikan, yaitu : 1) Kemampuan awal anak seperti kemampuan intelektual, kemampuan berfikir, dan kemampuan gerak; 2) Latar belakang dan status social kebudayaan; 3) Perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, perhatian, minat, motivasi dan sebagainya.

d. Kemampuan strategi pembelajaran untuk mengoptimalkan belajar siswa;

e. Karena strategi pembelajaran tertentu mengandung beberapa kelebihan dan kekurangan, maka pemilihan dan penggunaannya harus disesuaikan dengan pokok bahasan dalam mata pelajaran tertentu;

f. Biaya. Penggunaan strategi pembelajaran harus memperhitungkan aspek pembiayaan. Sia-sia bila penggunaan strategi menimbulkan pemborosan;

g. Waktu. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk melaksanakan strategi pembelajaran yang dipilih, berapa lama waktu yang tersedia untuk menyajikan bahan pelajaran, dan sebagainya.

Dari uraian diatas, dapat diatrik benang merah dalam menentukan strategi pembelajaran harus memperhatikan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,

(14)

kondisi dan situasi, dan dilandasi prinsip efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan pembelajaran dan tingkat keterlibatan siswa

2.1.1.5 Pentingnya Strategi Guru

Johnson (2008:45) mengemukakan bahwa: “Jika guru ahli mengelola dengan bakat kreatif dan kemampuan mengajar murid-murid di semua level, maka bisa jadi anda tidak mempunyai kesulitan dalam menjalankan seluruh kurikulum yang diisyaratkan bagi mata pelajaran atau kelas”. Marno dan Idris (2008:31) menyatakan bahwa efektifitas seorang pendidik (guru) dinilai dari sosok yang mampu menyelesaikan tugasnya dan kewajibannya secara profesional.

Guru bukan sekedar berperan sebagai pengajar akan tetapi seorang guru juga memiliki peran dalam membimbing, memimpin dan menjadi fasilitator dalam belajar. Pemikiran kreatif dan inovatif mestinya dimiliki oleh pendidik (guru) dimana hal ini sangatlah penting karena dengan begitu akan lebih mudah dalam menyusun strategi mengajar yang menarik dan menyenangkan bagi siswa, adanya strategi mengajar yang dilakukan pendidik dengan begitu dapat meningkatkan antusiasme, semangat, aktif dalam belajar, serta memiliki rasa ketertarikan siswa untuk selalu belajar.

2.1.2 Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan–tujuan pengajaran, tahap–tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas (Arends dalam Trianto,2010:51) dalam Setianingsih dkk (2016:118).

Husdarta (2013:5) menyatakan model pembelajaran merupakan sebuah rencana yang dimanfaatkan untuk merancang.Isi yang ada dalam model pembelajaran adalah berupa strategi pengajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional.

(15)

Definisi model pembelajaran menurut Mulyani Sumantri dkk(1999:42) dalam Setianingsih dkk (2016:118) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru, dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, prosedur dan pendekatan. Dalam model pembelajaran mencakup strategi pembelajaran yang digunakan, metode yang digunakan, dan pendekatan pengajaran yang digunakan yang lebih luas dan meyeluruh

2.1.2.2 Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut Sanjaya (2005:109) dalam Sukarto (2009:3), Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan meraka.

Menurut Nurhadi dalam Sugianto (2008:146) “Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning-CTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri.

Pengetahuan dan ketermpilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketermpilan baru ketika ia belajar”.

Sedangkan menurut Jhonson dalam Sugianto (2008:148) “(contextual teaching and learning-CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan

(16)

menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan pribadi, social dan budaya mereka.”.

Menurut Sudrajad (2008:3), “Model pembelajaran (contextual teaching and learning-CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya”.

Elaine B. Johnson (2007:14) dalam Sukarto (2009:3) memberikan penjelasan bahwa Contextual Teaching Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.

Dari beberapa definisi yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) adalah model pembelajaran yang menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa yang bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari suatu permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain dan dari konteks satu ke konteks yang lain.

2.1.2.3 Dasar Teori Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Para pendidik yang menyetujui pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu hidup, tidak diam dan bahwa alam semesta ditopang oleh tiga prinsip kesalingbergantungan, diferensiasi dan organisai diri, seharusnya menerapkan pandangan dan cara berpikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.

(17)

Menurut Jhonson dalam Sugianto (2008:153) tiga pilar dalam sistem Contextual Teaching Learning (CTL), yaitu:

a. Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip kesalingbergantungan. Kesalingbergantungan mewujudkan diri, isalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas ketika subjek yang yang berbeda dihubungkan, dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.

b. Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip diferensiasi.

Diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan- perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.

c. Contextual Teaching Learning (CTL) mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan inat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan berperan serta dalam kegiatankegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka bernyanyi.

Landasan filosofi Contextual Teaching Learning (CTL) adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. ”Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh Jhon Dewey pada awal abad ke 20, yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa” ( Sugianto,2008:160).

(18)

Jean Piaget dalam Anonim (2010:2) berpendapat bahwa ”...sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut dengan proses akomodasi...”. Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.

Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.

Dengan Contextual Teaching Learning (CTL) proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil. Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, mereka dalam status apa dan bagaimana cara mencapainya. Mereka akan menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya. Dengan demikian mereka mempelajari sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Untuk menciptakan kondisi tersebut strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui strategi Contextual Teaching Learning (CTL) siswa diharapkan meningkatkan minat belajar.

(19)

2.1.2.4 Karakteristik Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Menurut Johnson dalam Nurhadi (2002 : 13), ada 8 komponen yang menjadi karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut :

a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningfull connection).

Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapatbekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapatbelajar sambil berbuat (learning by doing).

b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masayarakat.

c. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan kegiatan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata.

d. Bekerja sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, guru membantu siswa memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan salingberkomunikasi.

e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti.

f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan- harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.

g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standard). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa

(20)

untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”.

h. Menggunakan penilain autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata.

2.1.2.5 Komponen Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Menurut Akhmad Sudrajat (2008:4) pembelajaran berbasis Contextual Teaching Learning (CTL) melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu:

a. Konstruktivisme (constructivism) adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasar pengalaman.

Pengetahuan terbentuk bukan hanya dari obyek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subyek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu berasal dari luar akan tetapi dikontruksi dari dalam diri seseorang. Karena itu pengetahuan terbentuk oleh objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterprestasikan objek tersebut.

b. Inkuiri (inquiry), artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukuan melalui beberapa langkah, yaitu : 1) merumuskan masalah 2) mengajukan hipotesis 3) mengumpulkan data 4) menguji hipotesis 5) membuat kesimpulan. Penerapan asas inkuiri pada Contextual Teaching Learning (CTL) dimulai dengan adanya masalah yang jelas yang ingin dipecahkan, dengan cara mendorong siswa untuk menemukan masalah sampai merumuskan kesimpulan. Asas menemukan dan berfikir sistematis akan dapat menumbuhan sikap ilmiah, rasional, sebagai dasar pembentukan kreatifitas.

c. Bertanya (questioning) adalah bagian inti belajar dan menemukan pengetahuan. Dengan adanya keingintahuanlah pengetahuan selalu dapat berkembang. Dalam pembelajaran model Contextual Teaching Learning

(21)

(CTL) guru tidak menyampaikan informasi begitu saja tetapi memancing siswa dengan bertanya agar siswa dapat menemukan jawabannya sendiri.

Dengan demikian pengembangan keterampilan guru dalam bertanya sangat diperlukan. Hal ini penting karena pertanyaan guru menjadikan pembelajaran lebih produktif, yaitu berguna untuk : 1) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan pelajaran; 2) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; 3) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu; 4) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang didinginkan; 5) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

d. Masyarakat Belajar (learning community) didasarkan pada pendapat Vygotsky dalam Sugianto (2008:168), bahwa ”pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain”. Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain untuk saling membutuhkan. Dalam model Contextual Teaching Learning (CTL) hasil belajar dapat diperoloeh dari hasil Sharing dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru. Dengan demikian asas masyarakat belajar dapat diterapkan dalam kelompok, dan sumber-sumber lain dari luar yang dianggap tahu tentang sesuatau yang menjadi fokus pembelajaran.

e. Pemodelan (modeling) adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Sebagai contoh, membaca berita, Membaca lafal bahasa, mengoperasikan instrument memerlukan cotoh agar siswa dapat mengerjakan dengan benar. Dengan demikian modeling merupakan asas penting dalam pembelajaran melalui Contextual Teaching Learning (CTL), karena melalui Contextual Teaching Learning (CTL) siswa dapat terhindar dari verbalisme atau pengetahuan yang bersifat teoritis- abstrak.

f. Refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan dan mengevaluasi kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman yang dicapai baik yang bernilai positif atau bernilai negative. Melalui refleksi siswa

(22)

akan dapat memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuknya serta menambah khazanah pengetahuannya.

g. Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak. Penilaian ini berguna untuk mengetahui apakah pengalaman belajar mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan siswa baik intelektual, mental maupun psikomotorik. Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses belajar daripada sekedar hasil belajar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena assessment menekankan pada proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode (semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar tetapi dilakukan bersama-sama secara terintegrasi atau tidak terpisah dari kegiatan pembelajaran.

2.1.2.6 Perbedaan Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan Pembelajaran Konvesional

Berikut ini perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional yang dikemukakan oleh Udin Syaefudin Sa’ud (2008:167) :

Tabel 2.1 Perbedaan Model pembelajaran CTL dengan Model Pembelajaran Konvesional

No. Konteks Pembelajaran

Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Konvesional 1. Hakikat

Belajar

Konten pembelajaran selalu dikaitkan dengan kehidupan nyata yang diperoleh sehari-hari pada lingkungannya.

Isi pelajaran terdiri dari konsep dan teori yang

abstrak tanpa

pertimbangan manfaat bagi siswa.

2. Model Siswa belajar melalui Siswa melakukan

(23)

No. Konteks Pembelajaran

Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Konvesional Pembelajaran kegiatan kelompok seperti

kerja kelompok,

berdiskusi, praktikum kelompok, saling bertukar pikiran, memberi dan menerima informasi.

kegiatan pembelajaran bersifat individual dan komunikasi satu arah, kegiatan dominan mencatat, menghafal, menerima instruksi guru.

3. Kegiatan Pembelajarn

Siswa ditempatkan sebagai subjek pembelajaran dan berusaha menggali dan menemukan sendiri materi pelajaran.

Siswa ditempatkan sebai objek pembelajaran yang lebih berperan sebagai penerima informasi yang pasif dan kaku.

4. Kebermaknaan Belajar

Mengutamakan

kemampuan yang

didasarkan pada

pengalaman yang diperoleh siswa dari kehidupan nyata.

Kemampuan yang

didapat siswa

berdasarkan

latihanlatihan dan driil yang terus menerus.

5. Tindakan dan Perilaku Siswa

Membutuhkan kesadaran diri pada anak didik karena menyadari perilaku itu merugikan dan tidak memberikan manfaat bagi dirinya dan masyarakat.

Tindakan dari perilaku individu didasarkan oleh faktor luar dirinya, tidak melakukan sesuatu karena takut sangsi, kalaupun melakukan sekedar memperoleh nilai/ganjaran.

6. Tujuan Hasil Belajar

Pengetahuan yang dimiliki bersifat tentatif karena tujuan akhir belajar kepuasan diri.

Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pembelajaran bersifat final dan absolut karena

(24)

No. Konteks Pembelajaran

Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Konvesional bertujuan untuk nilai.

Akhmad Sudrajad (2008:5) mengemukakan empat belas perbedaan antara model pembelajaran CTL dengan model pembelajaran konvensional, yaitu:

Tabel 2.2 Perbedaan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan Model Pembelajaran Konvensional

No. Model Pembelajaran CTL Model Pembelajaran Konvesional 1. Menyandarkan pada pemahaman

makna

Menyandarkan pada hafalan

2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa

Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru

3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran

Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru 4. Pembelajaran dikaitkan dengan

kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan

5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa

Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan

6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang

Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu 7. Siswa menggunakan waktu

belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)

Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual)

8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.

Perilaku dibangun atas kebiasaan

9. Keterampilan dikembangkan atas Keterampilan dikembangkan atas

(25)

No. Model Pembelajaran CTL Model Pembelajaran Konvesional

dasar pemahaman dasar latihan

10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif

Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor

11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan

Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman

12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik

Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik

13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting

Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas

14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik

Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk

tes/ujian/ulangan

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan model pembelajaran konvensional adalah peran siswa dalam pembelajaran pada pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) adalah sebagai pencari informasi sedangkan pada pembelajaran konvensional siswa sebagai penerima informasi.

2.1.2.7 Langkah-langkah Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Menurut Hasibuan (2014), Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) mempunyai langkah-langkah pembelajaran antara lain :

a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,menemukan sendiri ,dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.

b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.

c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

(26)

d. Menciptakan masyarakat belajar.

e. Menghadirkan model sebagia contoh belajar.

f. Melakukan refleksi diakhir pertemuan.

g. Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Kemudian menurut E. Mulyasa (2013: 114), sedikitnya ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:

a. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.

b. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus).

c. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: menyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, dan merevisi dan mengembangkan konsep.

d. Pembelajaran ditekankan pada upaya nmempraktikkan secara langsung apa- apa yang dipelajari.

e. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.

2.1.2.8 Kelebihan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Menurut Anisah (2009:1) ada 2 kelebihan model pembelajaran kontekstual, yaitu :

a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.

b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan

(27)

pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

Sedangkan menurut Sugiyono (2014), berikut beberapa kelebihan dari pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah:

a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan nyata. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa.

b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

c. Kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

d. Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.

e. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru.

f. Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran CTL adalah siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan pengetahuan siswa berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya.

(28)

2.1.2.9 Kegiatan dan Strategi Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Kegiatan dan strategi pembelajaran kontekstual dapat ditunjukkan berupa kombinasi dari kegiatan-kegiatan, berikut kegiatan dan strategi model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut Hakiim dalam Hasibuan (2014):

a. Pembelajaran otentik (authentic instruction), yaitu pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam konteks yang bermakna, sehingga menguatkan ikatan pemikiran dan keterampilan memecahkan masalah- masalah penting dalam kehidupannya.

b. Pembelajaran berbasis inquiry (inquiry based learning), yaitu memaknakan strategi pembelajaran dengan metode-metode sains, sehingga diperoleh pembelajaran yang bermakna.

c. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masala-masalah yang ada di dunia nyata atau di sekelilingnya sebagai konteks bagi siswa untuk belajar kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan untuk memperoleh konsep utama dari suatu mata pelajaran.

d. Pembelajaran layanan (serve learning), yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan layanan masyarakat dengan struktur sekolah untuk medrefleksikan layanan, menekankan hubungan antara layanan yang dialami den pembelajaran akademik di sekolah.

e. Pembelajaran berbasis kerja (work based learning), yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan konteks tempat kerja dan membahas penerapan konsep mata pelajaran di lapangan. Prinsip kegiatan pembelajaran di atas pada dasarnya adalah peneklanan pada penerapan konsep mata pelajaran di lapangan, dan menggunakan masalah-masalah lapangan untuk dibahas di sekolah.

(29)

2.1.3 Minat Belajar

2.1.3.1 Pengertian Minat belajar

Dalam kehidupan ini tentunya akan selalu berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain, benda, situasi dan aktivitas. Aktivitas yang terdapat disekitar kita, dalam berhubungan tersebut mereka mungkin bersikap menerima, membiarkan, atau menolaknya. Apabila seseorang menaruh minat itu, berarti kita menyambutnya atau bersikap positif dan berhubungan dengan obyek atau lingkungan tersebut dengan demikian maka akan cenderung untuk memberi perhatian dan melakukan tindakan lebih lanjut. Jadi secara sederhana minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang lain, aktivitas atau solusi yang menjadi obyek dari minat tersebut dengan disertai perasaan senang. Dalam bahasan tersebut suatu pengertian di dalam minat ada pemusatan perhatian subjek, ada usaha untuk mendekati, mengetahui, memiliki, menguasai, berhubungan dengan subjek yang dilakukan dengan perasaan senang, ada daya penarik atau obyek (Saleh dan Muhibbin, 2004:

263).

Slameto (2003: 180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan suatu diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minatnya.

Sedangkan pendapat lain menurut Crow and crow dalam Djali (2013: 121) mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.

Sedangkan pengertian belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri didalam interaksi dengan lingkungan (Anurrahman, 2009: 35).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa minat belajar adalah dorongan, ketertarikan atau rasa suka pada suatu hal untuk melaksanakan aktivitas seseorang untuk mempreloreh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan tanpa

(30)

adanya unsur paksaan. Sehingga siswa tersebut mau melakukannya atau ingin melakukannya, akan tetapi bila siswa tidak suka maka ia akan berusaha untuk mengelakkannya.

2.1.3.2 Indikator Minat Belajar

Menurut Hidayat dalam Pratiwi (2015), Indikator Minat dibagi menjadi beberapa indikator yang menentukan minat seseorang terhadap sesuatu, antara lain antara lain :

a. Keinginan

Seseorang yang memiliki keinginan terhadap suatu kegiatan tentunya ia akan melakukan atas keinginan dirinya sendiri. Keinginan merupakan indikator minat yang datang dari dorongan diri, apabila yang dituju sesuatu yang nyata. Sehingga dari dorongan tersebut timbul keinginan dan minat untuk mengerjakan suatu pekerjaan.

b. Perasaan senang

Seseorang yang memiliki perasaan senang atau suka dalam hal tertentu ia cenderung mengetahui hubungan antara perasaan dengan minat.

c. Perhatian

Adanya perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa seseorang terhadap pengamatan, pengertian, dan sebagainya dengan mengesampingkan yang lain.

d. Perasaan tertarik

Minat bisa berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong kita cenderung atau rasa tertarik pada orang, benda, atau kegiatan ataupun bisa berupa pengalaman yang efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.

Orang yang memiliki minat yang tinggi terhadap sesuatu akan terdapat kecenderungan yang kuat tertarik pada guru dan mata pelajaran yang diajarkan. Sehingga perasaan tertarik merupakan indikator yang menunjukkan minat seseorang.

e. Giat belajar

(31)

Aktivitas di luar sekolah merupakan indikator yang dapat menunjukkan keberadaan minat pada diri siswa.

f. Mengerjakan tugas

Mengerjakan tugas yang diberikan guru merupakan salah satu indikator yang menunjukkan minat siswa.

g. Menaati

Orang yang berminat terhadap pelajaran dalam dirinya akan terdapat kecenderungan-kecenderungan yang kuat untuk mematuhi dan menaati peraturan-peraturan yang ditetapkan karena mengetahui konsekuensinya.

Sehingga menaati peraturan merupakan indikator yang menentukan minat seseorang.

Kemudian, menurut Ariyanto (2008) menyebutkan bahwa minat belajar siswa dibagi menjadi beberapa indikatot yakni:

a. Pengalaman belajar

Pengalaman yang dimiliki leh siswa dalam mata pelajaran tersebut baik seperti prestasi belajar.

b. Mempunyai sikap emosional yang tinggi

Seorang anak yang berminat dalam belajar mempunyai sikap emosional yang tinggi misalnya siswa tersebut aktif mengikuti pelajaran, selalu mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik.

c. Pokok pembicaraan

Apa yang dibicarakan (didiskusikan) anak dengan orang dewasa atau teman sebaya, dapat memberi petunjuk mengenai minat mereka dan seberapa keatnya minat tersebut. Jadi, artinya dalam berdiskusi anak tersebut akan antusias semangat berprestasi.

d. Buku bacaan (buku yang dibaca)

Biasanya siswa atau anak jika diberi kebebasan untuk memilih buku bacaan tertentu siswa itu akan memilih buku bacaan yang menarik dan sesuai dengan bakat dan minatnya.

e. Pertanyaan

(32)

Bila pada saat proses belajar berlangsung siswa selalu aktif dala,bertanya dan pertanyaan tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan itu bertanda bahwa siswa tersebut memiliki minat besar terhadap pelajaran tersebut

Dengan demikian, berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan indicator-indikator minat belajar siswa dapat diketahui oleh guru, apakah siswa tersebut yang diajarinya itu memiliki minat untuk mempelajari suatu pelajaran dalam arti belajar atau tidak berminat untuk belajar. Hal tersebut terlihat dari keinginan, perasaa senang, perhatian, tertarik, giat belajar, mengerjakan tugas, dan menaati peraturan oleh siswa dalam proses pembelajaran.

2.1.3.3 Macam-macam Minat Belajar

Minat dapat digolongkan menjadi beberapa macam, menurut Shaleh dan Wahab (2009: 265-268) menyatakan minat sangat tergantung pada sudut pandang dengan cara pengolongan misalnya berdasarkan timbulnya minat, berdasarkan arahnya, dan berdasarkan cara mengungkapkan minat itu sendiri.

a. Berdasarkan timbulnya minat, minat dapat dibedakan menjadi minat primitive dan minat dan kultitural. Adapun minat primitive adalah minat yang timbul berdasarkan kebutuhan biologis atau jaringanjaringan tubuh, misalnya kebutuhan makanan, perasaan enak atau nyaman, kebebasan beraktivitas dan lain lain.

b. Berdasarkan arahnya minat dapat dibedakan menjadi intrinsik dan ekstrinsik.

Minat instrinsik adalah minat yang langsung berhubungan dengan aktivitas itu sendiri. Misalnya seorang belajar karena memang pada ilmu pengetahuan atau karena memang senang membaca. Minat ekstrinsik adalah minat yang berhubungan dengan tujuan akhir dari kegiatan tersebut, apabila tujuan sudah tercapai ada kemungkinan tujuan itu hilang.

c. Bedasarkan cara mengungkapkan minat dapat dibedakan menjadi Exspressed Interest, Manifest Interest, Tested Interest, Inoventoried Interset. Exspressed Interest minat yang diungkapkan dengan cara meminta kepada subjek untuk menyatakan atau menuliskan kegiatankegiatan baik berupa tugas maupun bukan tugas yang disenangi dan paling tidak disenangi, Manifest Interest

(33)

adalah minat yang diungkapkan dengan cara mengobservasi atau melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas-aktivitas yang dilakukan subjek atau dengan mengatahui hobinya. Tested Interest adalah minat yang diungkapkan cara menyimpulkan dari hasil jawaban tes objektif yang diberikan, nilai-nilai yang tinggi pada suatu objek atau masalah biasanya menunjukan minat yang tinggi pula terhadap hal tersebut. Inoventoried Intersetmi adalah minat yang diungkapkan dengan menggunakan alat-alat yang sudah distandarsikan.

Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa minat dapat digolongkan menjadi beberapa macam berdasarkan arah timbulnya, minat dapat dibedakan menjadi minat primitif dan minat kultural, dan berdasarkan arahnya, minat dapat dibedakan menjadi minat isntrinsik dan ekstinsik dan, bedasarkan cara mengungkapkan minat dapat dibedakan menjadi Exspressed Interest, Manifest Interest, Tested Interest, Inoventoried Interset.

2.1.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Blajar

Muhibin (2012: 20), menjelaskan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa disekolah untuk memperoleh hasil beajar, 70% dipengaruhi kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam proses belajar mengajar, perubahan tingkah laku sering terjadi sepenuhnya. Hal ini dimungkinkan adanya factor yang mempengaruhi minat belajar adalah internal dan eksternal yang terdpat dalam diri siswa tersebut. Faktor internal yang ada pada diri siswa sangat berpengaruh, dibandngkan yang dikemukakan oleh Clark dalam Nana (2015: 20), bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Aapun fakto tersebut adalah:

A. Faktor Internal

Faktor internal, menyangkut seluruh aspek yang menyangkut fisik , jasmani maupun yang menyangkut mental fisiknya, meliputi:

1) Faktor kesehatan sangat berengaruh terhadap kondisi belajar. Siswa yang kurang sehat, keadaan fisiknya sangat lemah, pusing dan gangguan kesehatan lainnya, tidak dapat berokomunikasi dalam belajar.

(34)

2) Faktor cacat tubuh juga mempengaruhi minat belajar siswa seperti gangguan penglihatan, pendengaran dan sebagainya (Ahmadi dan Supriyono, 2013: 130). Selain itu, factor cacat tubuh juga menyangkut aspek psikis seperti:

a. Intelegensi

Intelegensi beras pengruhnya terhadap pengajuan belajar. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih kesuksesan.

b. Perhatian

Perhatian merupakan factor yang berpengaruh terhadap minat belaar siswa. Apabila seseorang memiliki perhatian yang penuh terhadap apa yang dipelajai, maka hal tersebut dapat mendukung belajar yang dicapai.

c. Motivasi

Motivasi juga dapat mempengaruhi prestasi yang dicapai oleh siswa, baik motivasi intrinsic maupun ekstrinsik. Maksudnya motivasi pada diri siswa sangat penting untuk mengembangkan prestasi belajar siswa, sehingga apa yang diharapkan oleh siswa dapat diperoleh hasil yang maksimal.

d. Bakat

Faktor bakat dapat juga mempengaruhi proses minat belajar yang dicapai oleh seorang siswa.

B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal siswa terdiri atas 3 macam, yakni lingkungan social sekolah, lingkungan masyarakat, dan ingkungan keluarga (Usman 2010: 29).

1) Lingkungan social sekolah

Lingkungan social sekolah seperti para guru, para stad administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjang sikap dan perilaku yang simpatik dan memperhatikan suri tauladannya yang baik dapat menjadi daya dorong positif bagi kegiatan lingkungan belajar siswa.

(35)

2) Lingkuangan masyarakat

Pengaruh ini terjadi karena keberadaan siswa dalam mansyarakat yang terdiri dari orang-orang mempunyai kebiasaan yang baik dan buruk terhadap belajar anak.

3) Lingkungan keluarga

Sifat-sifat orang tua, praktis pengelolaan keluarga, keterangan keluarga semuanya dapat memberikan dampak baik dan buruk terhadap minat belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa

2.1.3.5 Cara Meningkatkan Minat Belajar Siswa

Ada banyak upaya meningkat minat belajar pada siswa seperti yang dijelaskan oleh Slameto yaitu:

a. Menggunakan minat-minat yang ada, mengkaitkan pembelajaran dengan sesuatu yang diminati siswa.

b. Membentuk minat belajar yang baru yaitu dengan cara memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu,menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan datang.

c. Menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita yang sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa.

d. Memakai insentif dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran, maksudnya alat yang dipakai untuk membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mau melakukannya atau yang tidak dilakukannya dengan baik.

Menurut wina sanjaya cara yang dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa diantaranya:

a. Hubungkan materi yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa.

minat siswa akan tumbuh apabila ia menangkap materi pelajaran itu akan berguna bagi kehidupan ia kedepannya.

b. Sesuaikan materi pembelajaran dengan pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pembelajaran yang terlalu sulit atau materi yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati siswa dan tidak akan

(36)

berjalan dengan baik sehingga dapat mengakibatkan kegagalan dalam pencapaiaan hasil yang optimal.

c. Menggunakan berbagai model dan strategi pembelajaran yang bervariasi.

Dengan demikian seorang guru kelasbisa dinilai berupaya meningkatkan minat belajar siswa apabila mereka mengembangkan minat belajar siswa. Guru tidak hanya dituntut untuk mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga harus mampu mendorong dan membangkitkan kemauan siswa untuk belajar. Minat belajar siswa yang sudah ada, menciptakan minat baru dengan melakukan apersefsi ketika proses pembelajaran, menghubungan bahan ajar dengan fenomena yang sensasional, menggunakan alat atau bahan untuk menumbuhkan minat dari dalam diri siswa dalam hal ini bisa berupa media pembelajaran.

(37)

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Berikut ini beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.

a. Hasil Penelitian Novi Audria (2020) dengan judul “Strategi Guru dalam Membangkitkan Minat Belajar Siswa pada Sistem Pembelajaran Dalam Jaringan Masa Pandemi COVID-19 di Sekolah Dasar”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian fenomenologi. Data penelitian diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan oleh guru dalam membangkitkan minat belajar siswa pada sistem pembelajaran dalam jaringan masa pandemi COVID- 19 di sekolah dasar sebagai berikut: (1) menyajikan materi yang dirancang, (2) memberikan rangsangan, (3) mengembangkan kebiasaan teratur, (4) meningkatkan kondisi fisik siswa, (5) menyediakan fasilitas pendukung dalam pembelajaran. Hal-hal yang diperhatikan guru dalam menentukan suatu strategi pembelajaran yang akan digunakan berdasar pada pijakan (pedoman) yaitu tujuan pembelajaran, karakteristik siswa dan kendala media atau sumber belajar. Dengan strategi-strategi yang telah digunakan oleh guru dapat membangkitkan minat siswa terlihat pada perasaan senang (suka) siswa, ketertarikan siswa, perhatian siswa dan keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran dalam jaringan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Novi Audria yaitu terletak pada model pembelajaran yang digunakan. Novi Audria menggunakan sistem pembelajaran dalam jaringan, sedangkan penelitian ini menggunakan model pembelajaran contextual teaching and learning. Dimana persamaannya yaitu sama- sama meneliti tentang strategi guru dalam meningkatkan minat belajar siswa.

b. Penelitian relevan lainnya dilakukan oleh Saifullah Ahmad (2019) dengan judul “Strategi Pembelajaran Guru dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan Model pembelajaran CTL dengan Model Pembelajaran  Konvesional  No
Tabel 2.2 Perbedaan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning  (CTL) dengan Model Pembelajaran Konvensional
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Gambar 1.1 Tahapan Analisis data Model Milles dan Huberman

Referensi

Dokumen terkait

Bendung gerak dapat mengatur muka air di depan pengambilan agar air yang masuk tetap sesuai dengan kebutuhan irigasi, kesulitan pada bendung gerak adalah pintu harus tetap dijaga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Besi (Fe), kandungan Timbal (Pb), dan kandungan Tembaga (Cu) pada kerang yang diperoleh setelah melakukan pengukuran

Gambar 123 Relief tersamar menyerupai burung yang digambarkan dengan jalinan motif awan, pada salah satu panil di teras pertama Candi induk

Secara teknis, Atomism adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa seluruh obyek materi di alam ini adalah terdiri dari materi yang sangat kecil yang tidak

(2011) menunjukkan bahwa secara morfologi kacang komak yang termasuk jenis Lablab purpureus (L.) Sweet memiliki variasi morfologi warna hitam, hitam keunguan, coklat

EBLUP merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk pendugaan area kecil, yang berawal dari ketidakmampuan BLUP (Best Linier Unbiased Predictor) dalam menduga

Puji syukur penulis kepada Allah SWT, atas berkah dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Perbedaan Rasio Inti dan Sitoplasma

Jobdiscribtion : Pemilik saham terbesar, sebagai dewan Pengawasan dan Evaluasi seluruh rumah makan PTM. Serta menjadi atasan para pimpinan RM PTM setiap cabang