BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tugas Pokok Penyuluh Pertanian
Tugas pokok penyuluhan pertanian adalah melakukan kegiatan penyuluhan pertanian untuk mengembangkan kemampuan petani dalam menguasai, memanfaatkan dan menerapkan teknologi baru sehingga mampu bertani lebih baik, berusaha lebih menguntungkan serta membina kehidupan keluarga yang lebih sejahtera.
Tugas pokok penyuluhan pertanian di BPP Pematang Sijonam adalah sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan kunjungan secara berkesinambungan kepada kelompok tani sesuai sistem kerja LAKU (latihan dan kunjungan).
2. Menyelenggarakan penyuluhan pertanian dengan materi yang terpadu, mendinamisasikan kelompok tani dengan pendekatan kelompok.
3. Menyusun bersama program penyuluhan di Balai Penyuluhan dan melaksanakan kegiatan penyuluhan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat.
4. Memanfaatkan metode penyuluhan dan memantapkan sistem kerja LAKU (antara lain: demonstrasi-demonstrasi Sipedes, kursus-kursus tani desa).
5. Bersama-sama dengan kontak tani dan tokoh-tokoh masyarakat menyelenggarakan gerakan massal di wilayah kerja (antara lain:
pemberantasan hama, gotong royong, dan sebagainya).
6. Menyusun rencana kerja di tingkat WKPP (Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian).
7. Membantu menyusun RDK (Rencana Definitif Kelompok)/RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).
8. Membantu menyusun administrasi kelompok.
9. Melaksanakan tugas lain yang dibebankan oleh kepala Bapeluh (Badan Pelaksanaan Penyuluh) (Departemen Pertanian, 2008).
LAKU singkatan dari latihan dan kunjungan. Latihan/pelatihan adalah suatu kegiatan ilmu pengetahuan dan keterampilan baik berupa teori maupun praktek dari fasilitator ke penyuluh pertanian. Sedangkan kunjungan adalah kegitan penyuluh pertanian ke kelompok tani di wilayah kerjanya yang dilakukan secara teratur, terarah dan berkelanjutan. Pelatihan dalam sistem LAKU merupakan proses belajar-mengajar bagi penyuluh pertanian secara rutin setiap dua minggu sekali bertempat di Balai Penyuluhan Kecamatan. Pelatihan ini difasilitasi oleh penyuluh pertanian yang menguasai materi, maupun tenaga ahli dari lembaga/instansi lain. Materi pelatihan dalam sistem LAKU mencakup program-program pembangunan yang sedang dan akan dikembangkan di daerah setempat, serta materi-materi bersifat membantu memecahkan permasalahan petani (Suhardiyono, 1992).
Penyuluhan pertanian merupakan pendidikan non formal bagi petani
beserta keluarganya agar mereka mau dan mampu untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka. Sebagai pendidik non formal, penyuluh pertanian
mempunyai potensi yang besar untuk memperluas jangkauan pendidikan bagi
masyarakat pedesaan karena terbatasnya pendidikan formal yang ada dan pada
waktu yang sama dapat meningkatkan produktivitas serta kualitas usahatani dalam meningkatkan standar hidup meraka (Suhardiyono, 1992).
Para penyuluh juga berperan sebagai agen perubahan perilaku petani, yaitu mendorong petani merubah perilakunya menjadi petani dengan kemampuan yang lebih baik dan mampu mengambil keputusan sendiri, yang selanjutnya akan memperoleh kehidupan yang lebih baik dan dapat membantu petani mengenal masalah-masalah yang mereka hadapi dan mencari jalan ke luar yang mereka perlukan. Melalui peran penyuluhan, petani diharapkan menyadari akan kebutuhannya, melakukan peningkatan kemampuan diri, dan dapat berperan di masyarakat dengan lebih baik (Kartasapoetra, 1994).
Penyuluhan pertanian merupakan sarana kebijaksanaan yang dapat digunakan pemerintah untuk mendorong pembangunan pertanian. Di lain pihak, petani mempunyai kebebasan untuk menerima atau menolak sasaran yang diberikan agen penyuluhan pertanian. Dengan demikian penyuluhan hanya dapat mencapai sasarannya jika perubahan yang diinginkan sesuai dengan kepentingan petani. Tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian adalah meningkatkan produksi pangan dalam jumlah yang sama dengan permintaan akan bahan pangan yang semakin meningkat dengan harga bersaing di pasar dunia (Ilham, 2010).
Seorang penyuluh pertanian dikatakan profesional jika ia memenuhi 4 (empat) persyaratan, yaitu:
1. Kemampuan komunikasi, dalam hal ini seorang penyuluh tidak hanya harus
memiliki kemampuan memilih inovasi, memilih dan menggunakan saluran
komunikasi yang efektif, memilih dan menerapkan metode penyuluhan yang
efektif dan efesien, tetapi yang lebih penting adalah kemampuan dan keterampilan penyuluh untuk berempati dan bersimpati dengan sasarannya.
2. Sikap penyuluh, yang meliputi menghayati dan bangga dengan profesinya, meyakini bahwa inovasi yang disampaikan bermanfaat bagi sasarannya dan mencintai masyarakat sasarannya.
3. Kemampuan pengetahuan penyuluh, tentang isi, fungsi, manfaat dan nilai-nilai yang terkandung dapat disampaikan baik secara ilmiah maupun praktis.
4. Karakteristik sosial budaya penyuluh, seorang penyuluh perlu memiliki latar belakang sosial budaya yang sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat sasarannya (Ekstensia, 2000).
Profesionalisme peran penyuluh dalam kaitannya dengan kualifikasi yang dimiliki dan tugas pokok yang dilaksanakan untuk mencapai keberhasilan penyuluh. Paling tidak ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan keberhasilan seorang penyuluh:
1. Kemauan dan kemampuan penyuluh untuk menjalin pengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui para tokoh masyarakat, pemuka adat, lembaga swadaya masyarakat) dengan masyarakat sasarannya.
2. Kemauan dan kemampuan penyuluh untuk menjadi perantara sumber-sumber inovasi dengan pemerintah (lembaga penyuluh), swasta (petani, produsen dll) dan masyarakat sasarannya.
3. Kemauan dan kemampuan penyuluh menyesuaikan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dengan kebutuhan-kebutuhan yang dapat dirasakan oleh pemerintah
(lembaga penyuluh) dan masyarakat sasarannya (Ekstensia, 2000).
Menurut Van Den Ban dan Hawkins (1999), agen penyuluhan dapat membantu petani memahami besarnya pengaruh struktur sosial ekonomi dan teknologi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, dan menemukan cara mengubah struktur atau situasi yang menghalanginya untuk mencapai tujuan tersebut. Mereka dapat membantu petani meramalkan peluang keberhasilan dengan segala konsekuensinya, dengan memberikan wawasan luas yang dapat dipengaruhi oleh berbagai aspek sosial dan aspek ekonomi.
Menurut Rasyid (2001), belum optimalnya peranan penyuluhan pertanian dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat partisipasi petani terhadap penyuluh pertanian sebagai akibat rendahnya mutu pelayanan penyuluhan pertanian. Selain itu lemah dan tidak sistematisnya sistem pendanaan sehingga menjadi salah satu penyebab rendahnya kinerja penyuluh pertanian dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penyuluh pertanian ke depan adalah penyuluh pertanian yang dapat menciptakan dirinya sebagai mitra dan fasilitator petani dengan melakukan peranan yang sesuai anatara lain sebagai: penyedia jasa pendidikan (education),
motivator, konsultan (pembimbing), dan pendamping petani.Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan penyuluh, baik secara internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi; tingkat pendidikan, motivasi, kepribadian dan harga diri serta keadaan sosial budaya penyuluh.
Adapun faktor eksternal meliputi: manajemen organisasi penyuluhan, intensif atau fasilitas yang diperoleh penyuluh dalam menjalankan tugasnya, serta tingkat partisipasi sasaran yang berada di bawah koordinasinya. Faktor-faktor tersebut
harus diperhatikan oleh pihak pimpinan organisasi sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan untuk mengupayakan peningkatan kompetensi penyuluh (Departemen Pertanian, 2009).
2.2. Teori Penyuluhan
Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan membawa dua tujuan utama yang diharapkannya. Tujuan jangka pendek adalah menciptakan perubahan perilaku termasuk di dalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan, serta untuk tujuan jangka panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan jalan meningkatkan taraf hidup mereka (Sastraatmadja, 1993).
Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian, penyuluh mempunyai beberapa faktor sosial dan faktor ekonomi yang mempengaruhinya. Beberapa faktor sosial dan faktor ekonomi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor sosial a. Umur
Umur pada umumnya sangat berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari.
Tenaga kerja dalam usia sangat produktif (22-65 tahun) memiliki potensi kerja yang masih produktif (Anonimous, 1991).
Umur seseorang akan menentukan prestasi kerja atau kinerja orang
tersebut. Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin tua tenaga kerja,
akan semakin turun prestasinya. Namun dalam hal tanggungjawab semakin tua
umur tenaga kerja, tidak akan berpengaruh karena justru akan semakin
berpengalaman (Suratyah, 2008).
Umur adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan penyuluh, umur dapat dijadikan tolak ukur dalam melihat aktifitas seseorang dalam bekerja bilamana dalam kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006).
b. Tingkat pendidikan
Pendidikan sangat berpengaruh dengan perilaku seorang PPL. Tetapi apabila ini terlalu ditekankan, maka hal ini akan dapat menyebabkan kesulitan dikemudian harinya. Karena seorang penyuluh yang memiliki pendidikan yang tinggi belum tentu memiliki kemampuan menyuluh yang baik.
(Suhardiyono, 1992).
Penempatan seorang penyuluh sangat di tentukan oleh pendidikan yang dimilikinya, pendidikan juga sangat berpengaruh pada perilaku seorang PPL.
Tetapi jika didalam memilih penyuluh ini terlalu ditekankan pada kualitas akademis, maka hal ini akan dapat menyebabkan kesulitan dikemudian hari karena seorang penyuluh yang memiliki pendidikan yang tinggi belum tentu memiliki kemampuan menyuluh yang baik (Suhardiyono, 1992).
c. Lama menjadi penyuluh
Orang-orang yang lama/berpengalaman pada suatu pekerjaan akan memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tingkat senioritasnya lebih rendah (Suhardiyono, 1992).
Penyuluh yang sudah lama menjadi penyuluh akan lebih mudah
menerapkan inovasi dari pada penyuluh pemula atau penyuluh baru. Penyuluh
yang sudah lama menjadi penyuluh lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan demikian juga dengan penerapan teknologi (Soekartawi, 1999).
Jika penyuluh mempunyai pengalaman yang relatif berhasil dalam melakukan penyuluhan, biasanya mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang lebih baik dibandingkan dengan penyuluh yang kurang berpengalaman (Lubis, 2000).
2. Faktor ekonomi
a. Jumlah tanggungan keluarga
Semakin besar jumlah tanggungan keluarga maka akan semakin besar pula tuntutan kebutuhan keuangan rumah tangga. Kegagalan penyuluh dalam penyuluhan pertanian akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga (Soekartawi, 1988).
Jumlah tanggungan keluarga sering menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima inovasi. Konsekuensi penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap sistem keluarga, dimulai dari anak-anak, istri dan anggota keluarga lainnya. Semakin besar jumlah anggota keluarga akan semakin besar pula tuntutan kebutuhan keuangan rumah tangga. Kegagalan penyuluh dalam penyuluhan pertanian akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga (Soekartawi, 1988).
Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya.
Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong penyuluh untuk
melakukan banyak aktifitas terutama dalam mencari dan menambah pendapatan
keluarganya (Hasyim, 2006).
b. Total pendapatan
Meningkatnya pendapatan maka pengeluaran untuk keperluan rumah tangga pun akan ikut meningkat. Menurunnya pendapatan akan menurunkan pula pengeluaran untuk konsumsi dan modal (Tohir, 1991).
Semakin besarnya pendapatan yang diterima penyuluh maka semakin baik pula kinerja kerja penyuluh dalam melaksanakan tugasnya (Soekartawi, 1988).
c. Jarak tempat tinggal penyuluh dengan WKPP tempat bertugas
Tempat tinggal penyuluh yang terlalu jauh dengan WKPP tempat
penyuluh bertugas bisa menjadi penyebab penyuluh tidak mengetahui masalah-
masalah yang dihadapi petani, karena petani tidak bisa menceritakan masalahnya
kepada penyuluh. Selain itu, penyuluh juga akan mengeluarkan biaya yang lebih
besar jika jarak tempat tinggal penyuluh dengan WKPP tempat penyuluh bertugas
terlalu jauh, dan dapat menyebabkan keterlambatan hadir penyuluh.
2.3. Penelitian Terdahulu
Untuk mengetahui penelitian yang dilakukan terlepas dari plagiat (originalnya) maka dilakukan pemetaan (mapping) terhadap penelitian yang sudah dilakukan. Penelitian terdahulu yang diperoleh dari berbagai sumber disajikan pada satu Tabel yang menggambarkan nomor, nama peneliti, judul penelitian, perumusan masalah, variabel pengamatan, metode analisis dan kesimpulan.
Hasil riset terdahulu yang relevan dengan riset, dilakukan menjadi bahan
pertimbangan untuk membuat rancangan penelitian, baik pada aspek metode,
rancangan model analisis yang dapat memperkaya metode yang ada maupun
model analisis yang ada. Berdasarkan pemetaan penelitian terdahulu akan
memberikan gambaran keunikan riset yang dilakukan dan menyebabkan keaslian
riset yang dilakukan. Gambaran pemetaan penelitian terdahulu yang sudah
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Perumusan Masalah Variabel Pengamatan Metode Analisis Kesimpulan 1 Lisa Khalida,
2009.
Pengaruh Karakteristik
Sosial Ekonomi Penyuluh Dengan Pelaksanaan Tugas Pokok Penyuluh Pertanian (Studi Kasus di
BPP Medan Krio Kecamatan
Sunggal
Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara)
1.