• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lainnya. Istilah NAPZA sebenarnya dirasa lebih tepat karena. adiksi (ketagihan) (Rizali & Putra, 2000: 46).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. lainnya. Istilah NAPZA sebenarnya dirasa lebih tepat karena. adiksi (ketagihan) (Rizali & Putra, 2000: 46)."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Narkoba

1. Definisi Narkoba

Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, alkohol, dan obat- obatan berbahaya. Selain narkoba istilah lain dikenal dengan NAPZA yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Istilah NAPZA sebenarnya dirasa lebih tepat karena didalamnya mengandung diksi psikotropika yaitu obat yang digunakan untuk mengatasi keadaan gangguan kesehatan jiwa, namun obat ini termasuk obat yang sering disalahgunakan dan dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) (Rizali & Putra, 2000: 46).

Narkoba atau Napza adalah obat, bahan, dan zat bukan makanan, yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan atau disuntikkan berpengaruh pada kerja otak (susunan saraf pusat) dan sering menyebabkan ketergantungan.Akibatnya, kerja otak berubah (meningkat atau menurun); demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernafasan, dan lain-lain) (Martono &

Joewana. 2008: 5).

Narkoba dapat menyebabkan ketagihan, gangguan pada bagian saraf atau mampu tidak sadarkan diri.Pengertian Narkotika secara umum adalah obat-obatan yang mampu membius. Dengan kata lain, narkotika adalah obat-obatan yang mampu menggangu sistem kerja saraf tubuh untuk tidak merasakan sakit atau rangsangan. Narkotika pada awalnya

(2)

ada tiga yang terbuat dari bahan organik, yaitu Candu (Papaper Somniferum), kokain (Erythroxyion coca) dan ganja (Cannabis sativa).

Sekarang narkoba jenis narkotika adalah Opium atau Opioid atau Opiat atau Candu, Codein, Methadone (MTD), LSD, PC, mescalin, barbiturat, demerol, petidin, dan lainnya (Partodiharjo, 2000: 11).

Karena ketidaktahuan akan narkoba, pada awalnya seseorang akan memakai akan memakai narkoba karena mengharapkan kenikmatan seperti:

a) Nikmat bebas dari rasa kesal, kecewa, stress, takut, frustasi b) Nikmat bebas dari rasa sakit, pusing

c) Nikmat rasa tenang, tentram dan damai (Subagyo, 2015).

Selain ketidaktahuan, alasan lain seseorang menggunakan narkoba adalah rasa kecewa, frustasi, atau kesal. Seseorang yang merasa kecewa, frustasi akan melampiaskan atau mengendalikan suatu emosinya dengan beralih ke narkoba atau mengkonsumsi narkoba.

Penggunaan narkoba pada kelompok ini bertujuan untuk sesaat meluapkan kekecewaan, kekesalan dan frustasi. Menurut merka yang mengkonsumsi, narkoba dapat digunakan untuk meluapkan kegagalan hanya sesaat, tetapi tidak untuk mengatasi masalah yang sesungguhnya (Subagyo, 2015).

2. Jenis-Jenis Narkoba

Secara umum narkoba dibagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu:

(3)

a) Narkotika

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat, juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual, kebiasaan ketiga sifat inilah yang menyebabkan pemakai narkotika sulit untuk melepaskan ketergantungannya. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :

1) Narkotika Golongan I, adalah narkotika yang paling berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi. Karenanya tidak diperbolehkan penggunaannya untuk terapi pengobatan, kecuali penelitian dan pengembangan pengetahuan. Narkotika yang termasuk golongan ini adalah ganja, heroin, opium, tanaman papaver somniferum L, tanaman koka, kokain dan lain sebagainya.

2) Narkotika Golongan II , adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Meskipun demikian penggunaan narkotika golongan II untuk terapi atau pengobatan sebagai pilihan terakhir jika tidak ada pilihan lain. Contoh dari narkotika golongan II ini adalah metamfetamin, benzetidin, betametadol, petidin dan turunannya, morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya, morfina N-oksida, dan lain-lain

(4)

3) Narkotika Golongan III, adalah jenis narkotika yang memiliki daya adiktif atau potensi ketergantungan ringan dan dapat dipergunakan secara luas untuk terapi atau pengobatan dan penelitian. Adapun jenis narkoba yang termasuk dalam golongan III adalah asetildihidrokodeina, etilmorfina, nikokodina, dan lain-lain

b) Psikotropika

Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika mencantumkan bahwa psikotropika dibagi menjadi 4 golongan, yaitu :

1) Psikotropika Golongan I, psikotropika golongan ini hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan

2) Psikotropika Golongan II, psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, contohnya : amfetamin, metilfenidat, atau ritalin.

3) Psikotropika Golongan III, psikotropika Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan ketergantungan,

(5)

contohnya: lumibal, pentobarbital, buprenorsina, dan sebagainya

4) Psikotropika Golongan IV, psikotropika Golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, contohnya : BK, mogadon, dumolid, dan lain sebagainya

c) dan Bahan Adiktif lainnya

Bahan Adiktif merupakan zat-zat yang tidak termasuk dalam narkotika dan psikotropika, tetapi memiliki daya adiktif atau dapat menimbulkan ketergantungan. Biasanya ketergantungan seseorang terhadap zat atau bahan adiktif ini merupakan pintu gerbang kemungkinan adiksi mereka terhadap narkotika dan psikotropika.

Adapun zat suatu benda yang termasuk dalam kategori bahan adiktif adalah :

1) Rokok, pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain lebih berbahaya.

2) Kelompok Alkohol, pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan

(6)

NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain lebih berbahaya.

3) Thineer, dan zat-zat lain yang jika dihirup dapat memabukkan, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, bensin dan lain sebagainya (www.bnn.go.id).

B. Korban Penyalahgunaan Narkoba

Korban penyalahgunaan narkotika, menurut penjelasan Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009, adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika. Dengan demikian seorang korban penyalahgunaan narkotika harus terbukti tidak mempunyai unsur kesengajaan mempergunakan narkotika secara melawan hukum dikarenakan adanya keadaan (seperti dipaksa atau diancam) yang membuat ia mau tidak mau menggunakan narkotika atau karena ketidaktahuan yang bersangkutan kalau yang digunakannya adalah narkotika (seperti ditipu, dibujuk, atau diperdaya) (Nugroho, 2014, p. 22).

Terjadinya kecemasan ditengah masyarakat akibat penyalahgunaan narkoba berdampak terhadap meningkatnya angka kriminal, seperti perampokan, pemerkosaan, pembunuhan sadis, tawuran dan lain-lain membuat bangsa ini seolah-olah tak bertuan. Ironisnya wabah yang akan menjerumuskan manusia ini telah memasuki lingkungan lembaga

(7)

pendidikan. Sasaran utama menjadi prioritas adalah siswa-siswi, mahasiswa yang berprestasi disekolah maupun kampus.

Ketika kemudian siswa/mahasiswa telah terperangkap oleh bujukan manusia itu maka satu persatu temannya di kelas akan terbawa arus. Inilah asal mula mereka memasuki alam bencana yang membawa mereka ke malapetaka. Fenomena ini terjadi dikarenakan dasar agama yang sangat lemah dan pengawasan orang tua yang tidak ada (Tanjung, 2006: 4-5)

1. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba a) Faktor Individu

1) Pernah minum obat-obatan 2) Perokok

3) Remaja pemberontak

4) Toleransi terhadap penyimpangan 5) Tidak peduli soal agama

6) Adanya jarak antara anak dan orang tua

7) Alienasi (keterasingan) dari nilai-nilai masyarakat 8) Orang tua tidak punya kendali terhadap anak

9) Mempunyai teman-teman sebaya pengguna narkoba b) Faktor Keluarga

1) Kurangnya kontrol keluarga. Orang tua terlalu sibuk sehingga jarang mempunyai waktu mengontrol anggota keluarga. Anak yang kurang perhatian dari orang tuanya cenderung mencari perhatian diluar, biasanya mereka juga mencari kesibukan bersama teman-temanya.

(8)

2) Kurangnya penerapan disiplin dan tanggung jawab. Tidak semua penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh remaja dimulai dari keluarga yang broken home, semua anak mempunyai potensi yang sama untuk terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Penerapan disiplin dan tanggung jawab kepada anak akan mengurangi resiko anak terjebak ke dalam penyalahgunaan narkoba. Anak yang mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya, orang tua dan masyarakat akan mempertimbangkan beberapa hal sebelum mencoba- coba menggunakan narkoba.

c) Faktor Lingkungan

Lingkungan sosial yang lebih luas yaitu masyarakat juga berpengaruh, misalnya :

1) Masyarakat yang individualis, Lingkungan yang individualistik dalam kehidupan kota besar cenderung kurang peduli dengan orang lain, sehingga setiap orang hanya memikirkan permasalahan dirinya tanpa peduli dengan orang sekitarnya.

2) Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang kumuh, kepadatan penduduk yang tinggi, mobilitas penduduk yang tinggi, rasa kebersamaan lingkungan yang rendah, dapat meningkatkan kecenderungan menjadi pengguna narkoba (Alatas & Madiyono, 2001 : 51-52).

d) Faktor Pendidikan

(9)

Faktor pendidikan akan bahaya penyalahgunaan narkoba di sekolah-sekolah juga merupakan salah satu bentuk kampanye anti penyalahgunaan narkoba. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh siswa-siswi akan bahaya narkoba juga dapat memberikan andil terhadap meluasnya penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar.

2. Dampak Penyalahgunaan Narkoba

Dampak dari obat-obatan sangat beragam dan bergantung pada beberapa faktor, yaitu usia, jenis zat yang digunakan, cara menggunakan, dan lama penggunaan. Dampak obat-obatan beragam karena zat yang terkandung di dalam setiap obat atau narkoba juga berbeda, dan masinng-masinng zat tersebut memiliki efek dan dampaknya masing-masing terhadap bagian atau organ tubuh serta susunan syaraf kita. Adiksi terhadap narkoba berdampak tidak hanya pada aspek fisik dan mental seseorang, tetapi juga pada keadaan emosional dan spiritual yang bersangkutan (Subagyo, 2015). Adapun beberapa dampak yang di peroleh dari penyalahgunaan obat, sebagai berikut :

a) Dampak terhadap Fisik

Pemakaian narkoba dapat mengalami kerusakan organ tubuh dan menjadi sakit sebagai akibat langsung adanya narkoba dalam darah, misalnya kerusakan paru-paru, ginjal, hati, otak, jantung, usus, dan sebagainya. Kerusakan jaringan pada organ tubuh akan merusak fungsi organ tubuh tersebut sehingga berbagai penyakit

(10)

timbul. Pemakai narkoba juga dapat terkena penyakit infeksi, seperti hepatitis, HIV/AIDS, sifilis, dan sebagainya. Kuman atau virus masuk ke tubuh pemakai karena cara pemakaian narkoba.

b) Dampak terhadap Mental dan Moral

Pemakaian narkoba menyebabkan kerusakan pada sel-sel otak, syaraf, pembuluh darah, darah, tulang, dan seluruh jaringan pada tubuh manusia. Kerusakan jaringan itu kemudian menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel-sel organ tubuh dan kerusakan organ menyebabkan terjadinya gangguan fungsi organ yang dapat mendatangkan stress sehingga pelaku dapat mengalami kematian akibat serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan lain- lain. Semua penyakit tersebut dapat mendatangkan suatu perubahan sikap, sifat, dan perilaku.

Pemakai narkoba berubah menjadi tertutup karena malu akan dirinya, takut mati, atau takut perbuatannya diketahui. Karena menyadari buruknya perbuatan yang di lakukan, pemakai narkoba berubah menjadi pemalu, rendah diri, dan sering merasa sebagai pecundang, tidak berguna, dan menganggap dirinya sebagai sampah masyarakat.

Sebagai akibat dari adanya sifat jahat narkoba yang khas, pemakai narkoba berubah menjadi orang yang egois, eksklusif, paranoid (selalu curiga dan bermusuhan), jahat (psikosis), bahkan tidak peduli terhadap orang lain (asosial).

c) Dampak terhadap Keluarga, dan Masyarakat

(11)

Pemakai narkoba tidak hanya mengalami gangguan kesehatan fisik, dan banyaknya penyakit akibat kerusakan fungsi organ.Selain itu, kerusakan yang tidak kalah bahayanya adalah gangguan psikologis serta kerusakan mental dan moral.

Jika dari sudut pandang masalah psikologi, yaitu gangguan keharmonisan rumah tangga karena munculnya rasa malu pada diri ayah, ibu, dan saudarasaudaranya kepada tetangga dan masyarakat.

Masalah ekonomi atau keuangan yaitu banyak uang terbuang untuk berobat dalam jangka waktu lama. Banyak uang dan barang yang hilang karena dicuri atau dijual oleh pemakai untuk membeli narkoba.

Kemudian masalah kekerasan dan kriminalitas, yaitu munculnya kekerasan dalam keluarga: perkelahian, pemaksaan, penganiayaan, bahkan pembunuhan sesama anggota keluarga.

Kejahatan seperti itu dapat menyebar ke tetangga, lalu ke masyarakat luas. Dimulai dari masalah narkoba hingga akhirnya dapat memicu masalah-masalah lain yang lebih luas dan berbahaya, seperti kriminalitas, prostitusi,korupsi, kolusi, nepotisme, dan lain lain.

d) Dampak Emosional

Emosi seorang pecandu narkoba sangat labil dan bisa berubah kapan saja. Satu saat tampakn baik-baik saja, tetapi di bawah pengaruh narkoba ia bisa berubah menjadi orang seperti

(12)

kesetanan, mengamuk, melempar barang-barang, dan bahkan memukuli siapapun yang ada di dekatnya.

Adiksi terhadap narkoba membuat seseorang kehilangan kendali terhadap emosinya. Seorang pecandu seringkali bertindak secara impuls, mengikuti dorongan emosi apapun yang muncul dalam dirinya.Perubahan yang muncul ini bukan perubahan ringan, karena pecandu adalah orang-orang yang memiliki perasaan dan emosi yang sangat mendalam.Para pecandu seringkali diselimuti oleh perasaan bersalah, perasaan tidak berguna, dan depresi mendalam yang seringkali membuatnya berpikir untuk melakukan tindakan bunuh diri (Amir, 44: 2013).

e) Dampak Spiritual

Secara spiritual, narkoba adalah pusat hidupnya dan bisa dikatakan menggantikan posisi Tuhan. Tidak menganggap Tuhan itu ada, jadi lebih memilih untuk berbuat yang dilarang oleh tuhan daripada harus mengikuti ajaran Tuhan, karena narkotika dapat memberikan efek yang sangat cepat di bandingkan dengan beribadah kepada tuhan. Adiksi terhadap narkoba membuat pengguna narkoba menjadi jauh lebih penting daripada keselamatan dirinya sendiri.

Mereka yang menjadi pecandu narkoba tidak lagi memikirkan soal makan, tertular penyakit bila sharing needle, tertangkap polisi, dan lain-lain. Adiksi adalah penyakit yang mempengaruhi semua aspek hidup seorang manusia, dan karenanya harus disadari bahwa

(13)

pemulihan bagi seorang pecandu tidak hanya bersifat fisik saja, tetapi juga agama, psikologi dan sosial (Amir, 44: 2013).

3. Aspek-Aspek Penyalahgunaan Narkoba

Pemulihan penyalahgunaan narkoba umumnya mencakup tiga aspek terapi, habilitasi, rehabilitasi yang mencakup proses berkesinambungan.

Selain itu, pendekatannya pun harus secara holistik dengan memperhatikan aspek organobilogik, psikoedukatif, dan sosiokultural dari yang bersangkutan atau penyalahgunaan narkoba. Tahap utama proses perawatan dan pemulihan penderita ketergantungan narkoba, yaitu :

a) Tahap Detoksifikasi

Terapi lepas narkoba (withdrawal syndrome), dan terapi fisik yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan racun dari tubuh.

b) Tahap Habilitasi

Ditujukan untuk stabilitasi suasana mental dan emosional penderita, sehingga gangguan jiwa yang menyebabkan perbuatan penyalahgunaan narkoba dapat diatasi.

c) Tahap rehabilitasi atau pemulihan keberfungsian fisik, mental dan sosial penderita, seperti bersekolah, belajar, bekerja, serta bergaul secara normal.

C. Rehabilitasi

1. Definisi Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program

(14)

kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Seperti yang tertulis pada pasal 54 UU Narkotika No.35 tahun 2009 yang berisikan bahwa pecandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Sedangkan rehabilitasi menurut KUHAP adalah terdapat dalam bab I mengenai Ketentuan Umum, tertera dalam pasal 1 butir 23 yang berbunyi : “Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut acara yang diatur undang-undang ini” (Hanafi, 1990 : 44).

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah suatu proses pengobatan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan, dan masa menjalani rehabilitasi diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika juga merupakan suatu bentuk perlindungan sosial yang mengintegrasikan pecandu narkotika kedalam tertib sosial agar dia tidak lagi melakukan penyalahgunaan narkotika.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika terdapat setidaknya dua jenis

(15)

rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial : Pasal 1 ayat 16 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 menyatakan bahwa:

Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.

Pasal 1 ayat 17 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 menyatakan bahwa: Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental, maupun sosial, agar mantan pecandu narkotika dapatkembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkoba tanpa upaya pemulihan (rehabilitasi) tidak bermanfaat. Setelah sembuh, masih banyak masalah lain yang akan timbul. Semua dampak negatif tersebut sangat sulit diatasi. Karenanya, banyak pemakai narkotika ketika sudah sadar malah mengalami putus asa, kemudian bunuh diri. Cara bunuh diri pemakai narkoba yang terbanyak adalah dengan menyuntik dirinya sendiri dengan narkoba dosis berlebihan sehingga mengalami overdosis (Partodiharjo, 2000: 105-106).

2. Tujuan Rehabilitasi

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 dijelaskan bahwa rehabilitasi diarahkan untuk mengfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman. Tujuan utama rehabilitasi adalah membantu mencapai kemandirian optimal secara

(16)

fisik, mental, sosial, vokasional dan ekonomi sesuai dengan kemampuannya (Martono & Joewana, 2008 : 93). Sedangkan tujuan khususnya adalah :

a) Menumbuhkan rasa tanggung jawab mantan pecandu narkoba terhadap diri dan keluarga.

b) Terhindarnya korban dari institusi dan penetrasi pengedar.

c) Terbebas dari dorongan narkoba

d) Terhindarnya korban-korban baru akibat penularan penyakit seperti hepatitis, HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.

e) Terwujudnya penanganan hukum yang selaras dengan pelayanan rehabilitasi medis/sosial.

f) Korban penyalahgunaan narkotika dapat hidup secara wajar di tengah-tengah masyarakat (keluarga, tempat kerja, sekolah dan masyarakat lingkungannya).

g) Terwujudnya proses pengembangan penanganan korban narkotika dan aspek ilmiah, serta keilmuan yang dinamis, sesuai dengan perkembangan zaman sebagai pusat jaringan informasi terpadu dan mewujudkan teknis penanganan penyalahgunaan narkotika dan obatobatan terlarang bagi daerah sekitarnya maupun nasional 3. Fungsi Rehabilitasi

`Pada umumnya, rehabilitasi yang diberikan pada peserta didik berkelainan berfungsi untuk pencegahan, penyembuhan atau pemulihan dan pemeliharaan.

(17)

a) Fungsi pencegahan, melalui pogram dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi peserta didik dapat menghindari hal-hal yang dapat menambah kecacatan yang lebih berat/lebih parah. Misalnya melalui terapi, penyebaran kecacatan dapat dicegah dan dibatasi.

b) Fungsi penyembuhan/pemulihan, melalui kegiatan rehabilitasi peserta didik dapat sembuh dari sakit, organ tubuh yang semula tidak kuat menjadi kuat, yang tadinya tidak berfungsi menjadi berfungsi, dan sebagainya. Dengan demikian fungsi penyembuhan dapat berarti pemulihan atau pengembalian atau penyegaran kembali.

c) Fungsi pemeliharaan/penjagaan, bagi peserta didik yang pernah memperoleh layanan rehabilitasi tertentu diharapkan kondisi medis, sosial, dan keterampilan organ gerak/keterampilan vokasional tertentu yang sudah dimiliki dapat tetap terpelihara atau tetap terjadi melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi yang dilakukan. Ditinjau dari bidang pelayanan, rehabilitasi memiliki fungsi medis,

sosial dan keterampilan :

a) Fungsi medis, kegiatan yang dilakukan oleh petugas rehabilitasi medik memiliki fungsi untuk mencegah penyakit, menyembuhkan dan meningkatkan serta memelihara status kesehatan individu/

peserta didik.

b) Fungsi sosial, peserta didik yang cacat pada umumnya memiliki masalah sosial, baik yang bersifat primer (mislanya : rendah diri, isolasi diri, dan sebagainya). Melalui upaya rehabilitasi dapat

(18)

berfungsi memupuk kemampuan anak dalambersosialisasi dengan lingkungannya.

c) Fungsi keterampilan, melalui kegiatan rehabilitasi peserta didik akan memiliki dasar-dasar keterampilan kerja yang akan menjadi fondasi dalam memilih dan menekuni keterampilan profesional tertentu di masa depan.

4. Tahapan Dalam Pelaksanaan Rehabilitasi

Agar ketergantungan terhadap narkotika tersebut dapat disembuhkan, maka perlu dilakukan terapi dan rehabilitasi. Tujuan terapi dan rehabilitasi merupakan suatu rangkaian proses pelayanan yang diberikan kepada pecandu untuk melepaskannya dari ketergantungan pada narkotika, sampai ia dapat menikmati kehidupan bebas tanpa narkotika. Adapun tahap-tahap dalam rehabilitasi :

a) Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)

Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakaw) yang ia derita. Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringannya gejala putus zat. Dalam hal ini dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna mendeteksi gejala kecanduan narkotika tersebut.

b) Tahap rehabilitasi nonmedis

Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di Indonesia sudah dibangun tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh di

(19)

bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di daerah Lido (Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya program Therapeutic Communities (TC), 12 steps (dua belas langkah), pendekatan keagamaan, dan lain-lain

c) Tahap bina lanjut (after care)

Tahap ini pecandu narkotika diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada dibawah pengawasan.

5. Rehabilitasi Narkoba

Rehabilitasi narkoba adalah sebuah tindakan represif yang dilakukan bagi pecandu narkoba. Tindakan rehabilitasi ditujukan kepada korban dari penyalahgunaan narkoba untuk memulihkan atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan. Selain untuk memulihkan, rehabilitasi juga sebagai pengobatan atau perawatan bagi para pecandu narkotika, agar para pecandu dapat sembuh dari kecanduannya terhadap narkotika.

Bagi pecandu narkoba yang memperoleh keputusan dari hakim untuk menjalanihukuman penjara atau kurungan akan mendapatkan pembinaan maupun pengobatan dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Dengan semakin meningkatnya bahaya narkotika yang meluas ke seluruh pelosok dunia, maka timbul bermacam-macam cara pembinaan untuk penyembuhan terhadap korban penyalahgunaan narkotika.

(20)

D. Dukungan Sosial Keluarga

1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan sosial sangat diperlukan oleh siapa saja dalam berhubungan dengan orang lain demi melangsungkan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat. Ada banyak definisi dukungan sosial yang diberikan oleh para ahli. Namun, pada dasarnya definisi yang diberikan oleh para ahli memiliki kesamaan dalam pengertiannya. Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasihat verbal dan non verbal, bantuan yang nyata atau tindakan yang diberikan oleh orang lain didapat karena hubungan mereka dengan lingkungan dan manfaat emosional atau efek perilaku bagi dirinya (Gottleb dalam Smet, 1994). Sarafino dalam Smet (1994) mengatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok lain.

Johnson dan Johnson (dalam Utami, 2013: 14) juga mengemukakan bahwa dukungan sosial adalah suatu usaha pemberian bantuan kepada individu dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental, meningkatkan rasa percaya diri, doa, semangat atau dorongan, nasihat serta sebuah penerimaan.

Hobfoll dalam Smet (1994) mengatakan bahwa satu atau dua hubungan yang akrab penting dalam masalah hubungan sosial, dan hanya mereka yang tidak terjalin dalam suatu keakraban berada dalam resiko. Sama yang diungkapkan oleh Hobfoll, House dalam Taylor (1995) juga mengungkapkan bahwa dukungan sosial dapat digunakan

(21)

untuk mengurangi resiko kematian dan penyakit yang serius. Dukungan sosial bisa berasal dari beberapa sumber, yaitu pasangan hidup, keluarga, teman, dokter atau kelompok (Sarafino, 2008: 351).

Perkawinan dan keluarga barang kali merupakan suatu dukungan sosial yang paling penting (Rodin dan Salovery dalam Smet, 1994). Seseorang yang sudah menikah atau memiliki teman pendamping yang dapat dipastikan akan memberikan dukungan sosial ketika seseorang dihadapkan pada situasi-situasi yang menekan. Keluarga merupakan sumber dukungan sosial karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang mengalami permasalahan. Sehingga, keluarga merupakan salah satu sumber dukungan keluarga yang paling penting.

Remaja membutuhkan dukungan dari orang lain saat dia memasuki masa krisis yaitu pada usia 15 – 17 tahun. Menurut Remplein (Widanarti, 2002: 114) masa krisis adalah suatu masa dengan gejala- gejala krisis yang menunjukkan adanya pembelokan dalam perkembangan. Krisis yang dialami oleh remaja terutama berkaitan dengan prestasi akademik atau prestasi di sekolah. Untuk dapat mengatasi masa krisis ini remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang-orang disekitarnya baik secara langsung maupun tidak langsung.

(22)

Dukungan yang paling diharapkan oleh remaja dalam menghadapi krisis di bidang akademik ini adalah dukungan dari keluarganya, terutama dari orangtua dan saudara (Hurlock dalam Widanarti, 2002:

114). Dukungan sosial keluarga adalah dukungan atau aktifitas yang memberikan penguatan positif pada jaringan sosial informal di dalam suatu strategi atau bentuk yang terintegrasi. Strategi itu adalah kombinasi dari hal yang tidak melanggar undang-undang, sukarela, ada komunitas dan bentuk dukungan yang terdapat di dalam komunitas rumah. Fokus di dalam dukungan sosial keluarga ini adalah melindungi kesehatan, kesejahteraan, hak-hak individu di dalam keluarga, serta menjamin anak agar mendapatkan proses pendidikan yang baik. Fokus dari dukungan keluarga adalah mendukung kehidupan anak baik dalam bidang sosial, psikologis, perkembangan pendidikan.

Menurut Audit Commission (dalam Canavan & Dolan, 2000), dukungan keluarga adalah segala macam aktifitas maupun fasilitas yang diterima dari komunitas grup atau individu lain, dimana di dalamnya terdapat arahan dan dukungan orang tua untuk meningkatkan pengembangan anak. Dukungan keluarga dapat meningkatkan perkembangan keamanan yaitu dengan mengurangi sumber stres pada anak di dalam kehidupan keluarga, meningkatkan sikap kompetensi, dan merupakan penghubung dengan lingkungan luar yang disesuaikan dengan tahap perkembangan anak.

Berdasarkan beberapa pengertian dukungan sosial keluarga di atas, penulis dapat mendefinisikan dukungan sosial keluarga sebagai

(23)

dorongan dan kepedulian yang diberikan kepada orang-orang di sekitar individu. Dukungan sosial ini berbentuk informasi verbal dan non verbal.

2. Jenis-Jenis Dukungan Keluarga

Ada banyak jenis dari dukungan sosial keluarga. Menurut House (dalam Smet, 1994) membedakan empat jenis dukungan sosial, yaitu:

a. Dukungan Emosional Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.

b. Dukungan Penghargaan Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju, persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain.

c. Dukungan Instrumen Mencakup bantuan secara langsung, meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong orang lain sebagai contohnya antara lain peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan termasuk di dalamnya memberikan peluang waktu.

d. Dukungan Informatif Mencakup memberi nasihat, petunjuk- petunjuk, saran-saran, atau umpan balik.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial terdiri dari empat jenis, yaitu:

a. Dukungan Emosional Mencakup ungkapan empati, perhatian, rasa kekeluargaan, dan kebersamaan terhadap individu.

b. Dukungan Penghargaan Mencakup usaha yang positif, penilaian

(24)

sosial yang terdiri atas umpan balik.

c. Dukungan Informasional Mencakup nasihat, pengarahan, saran- saran untuk mengatasi masalah pribadi maupun masalah pekerjaan.

d. Dukungan Instrumental Mencakup bantuan benda atau uang, program imbalan, peralatan atau sarana guna menunjang aktifitas.

Dukungan sosial yang diterima individu pada saat dan waktu yang tepat dapat memberikan motivasi atau semangat pada individu tersebut dalam menjalani kehidupan dengan semangat karena ada orang-orang yang memperhatikan dan mendukungnya. Jenis dukungan yang diterima dan diperlukan orang berbeda-beda, tergantung kepada masalah yang sedang dihadapi orang tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan kedalaman gerusan terhadap waktu pada pilar lenticular dengan sudut pilar untuk masing-masing pilar terlihat bahwa gerusan awal yang terjadi pada umumnya dimulai

Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian Komposisi Pohon Di Hutan Batu Busuak Kelurahan Lambuang Bukit Kecamatan Pauh Padang.. Dengan diketahuinya komposisi pohon di hutan

Tujuan dari penelitian ini bagaimana merancang transmisi roda gigi yang diaplikasikan pada PLTA pico hydro1. Terdapat beberapa hal yang diperhatikan dalam merancang

Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan positif antara kepribadian ekstraversi

Dengan kondisi yang demikian maka penelitian mengenai perilaku dan sikap kru kapal terhadap pelaksanaan kepatuhan ISM Code berdasarkan teori perilaku terencana

Kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Malang telah dijalankan dengan baik, dengan dukungan kondisi lingkungan yang kondusif,

Penelitian yang dilakukan oleh Silverthorne dan Chen (2008) pada para auditor yang bekerja di Taiwan memberikan hasil bahwa kepuasan kerja, kinerja serta tekanan kerja

Formula sediaan sabun cair dibuat dengan penambahan minyak atsiri jeruk purut dan kokamidopropil betain sebanyak 0, 1,3, 2, 2,7 dan 3,3 % yang secara berurutan disebut