• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS HIDUP IBU RUMAH TANGGA SUKU BATAK YANG TERINFEKSI HIV DI HKBP AIDS MINISTRY BALIGE TAHUN 2019 TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KUALITAS HIDUP IBU RUMAH TANGGA SUKU BATAK YANG TERINFEKSI HIV DI HKBP AIDS MINISTRY BALIGE TAHUN 2019 TESIS"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS HIDUP IBU RUMAH TANGGA SUKU BATAK YANG TERINFEKSI HIV DI HKBP AIDS MINISTRY

BALIGE TAHUN 2019

TESIS

Oleh

MARIKA JULINA HUTABARAT NIM. 167032109

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)

QUALITY OF LIFE AMONG BATAKNESS HOUSEWIVES WHO INFECTED HIV IN HKBP AIDS MINISTRY

BALIGE 2019

THESIS

By

MARIKA JULINA HUTABARAT NIM. 167032109

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(3)

KUALITAS HIDUP IBU RUMAH TANGGA SUKU BATAK YANG TERINFEKSI HIV DI HKBP AIDS MINISTRY

BALIGE TAHUN 2019

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Massyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARIKA JULINA HUTABARAT NIM. 167032109

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(4)

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Ketua Anggota

(dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D.) (Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes.) NIP. 196504251997022001 NIP. 196408261990032002

Ketua Program Studi Dekan

(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D.) (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.) NIP. 19650901199103 2003 NIP. 196803201993082001

Tanggal Lulus : 24 Oktober 2019

Judul Tesis :

Kualitas Hidup Ibu Rumah Tangga Suku Batak yang Terinfeksi HIV di HKBP AIDS Ministry Balige Tahun 2019

Nama Mahasiswa : Marika Julina Hutabarat Nomor Induk Mahasiswa : 167032109

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Epidemiologi

(5)

Telah diuji dan dipertahankan Pada tanggal : 24 Oktober 2019

TIM PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D.

Anggota : 1. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.

3. Sri Rahayu Sanusi, S.K.M., M.Kes., Ph.D.

(6)

Pernyataan Keaslian Tesis

Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul “Kualitas Hidup Ibu Rumah Tangga Suku Batak yang Terinfeksi HIV di HKBP AIDS Ministry Balige Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya

sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara- cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2019

Marika Julina Hutabarat

(7)

Abstrak

HIV-AIDS merupakan salah satu penyakit menular yang mengalami peningkatan setiap tahun. UNAIDS menyebutkan lebih dari 1,7 juta perempuan di Asia hidup dengan HIV positif dan 90% tertular dari suami atau pasangan seksual. HKBP AIDS Ministry (HAM) menyebutkan ada603 kasus HIV di wilayah kerja HAM, 138 orang telah meninggal, sebanyak 45 kasusterjadi pada Ibu Rumah Tangga (IRT) dan 71,1% adalah suku Batak. Menjadi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)tidak hanya menyebabkan masalah penyakit tetapi juga stigma sosial yang sangat diskriminatif yang menyebabkanmenurunnyakualitas hidup IRT.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengeksplorasi kualitas hidup IRT suku Batak terinfeksi HIV di HKBP AIDS Ministry. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan desain studi kasus dengan jumlah informan yaitu 7 orangIRT yang mengikuti terapi ARV ≥ 1 tahun pada Januari hingga Mei 2019. Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi dokumen. Analisis data dengan memakai metode analisis isi (content analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup IRT dari aspek fisik adalah baik karena IRT menyadari pentingnya menjaga kesehatan fisik sebagai ODHA dengan meminum obat ARV tepat waktu sehingga tidak ada infeksi oportunistik yang muncul. Aspek sosial, psikologis dan lingkungan masih rendah dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa IRT dengan HIV tidak memiliki hubungan sosial dan kurangnya dukungan sosial dari keluarga dan orang-orang di sekitarnya yang menggambarkan bahwa masih banyak stigma dan diskriminasi yang dialami oleh IRT sehingga berdampak pada rendahnya kualitas hidup IRT. Disarankan agar meningkatkan komunikasi dan dukungan dari masyarakat terutama keluarga sebagai bentuk penerimaan dengan tidak adanya stigma negatif dapat meningkatkan kualitas hidup IRT yang terinfeksi HIV.

Kata kunci : Kualitas hidup, HKBP AIDS Ministry

(8)

Abstract

HIV/AIDS is one of transmitted diseases which is increasing each year. UNAIDS revealed that more than 1.7 million women in Asia had positive HIV, and 90% of them were transmitted from their husbands or sexual mates. HKBP AIDS Ministry as the committee which handles HIV mentioned 603 cases in which 138 of them died, 45 cases were housewives and 71,1% were Bataknese women. Its patients are usually faced by discriminative social stigma which caused the decrease in housewives’ life quality. The objective of the research was to find out and to explore the life quality of the Bataknese housewives infected by HIV sat the HKBP AIDS Ministry. The research used qualitative method with case study design which was aimed to explore deeply the life quality of housewives infected by HIV. There were 7 informants who participated in ARV therapy in more than one year, from January until May, 2019. The data were gathered by conducting in-depth interview, observation, and documentary study and analyzed by using content analysis. The result of the research showed that the respondents had good physical condition since they realized the importance of maintaining physical health by taking ODHA and ARV punctually to avoid opportunistic infection.

Their social and psychological relationship with other people was bad since their families and neighbors had negative stigma and discrimination toward them so that their life quality was bad. It is recommended that communication with and support from people be increased, and negative stigma be avoided in order to increase their life quality.

Keywords: Life quality, HKBP AIDS ministry

(9)

Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Kualitas Hidup Ibu Rumah Tangga Suku Batak yang Terinfeksi HIV di HKBP AIDS Ministry Balige Tahun 2019”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M) dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Selama penyusunan tesis ini penulis banyak mendapatkan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan serta saran-saran kepada penulis dalam perbaikan tesis ini.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan, pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec., Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

5. dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing I sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telahmemberikan bimbingan, saran, dukungan, kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, mendukung serta memberikan sehat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Sri Rahayu Sanusi S.K.M., M.Kes., Ph.D. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan serta saran-saran kepada penulis dalam perbaikan tesis ini.

8. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama penulis menjalani pendidikan.

9. Ketua dan seluruh staf HKBP AIDS Ministry Balige yang telah banyak memperkenalkan penulis dengan dunia HIV dan AIDS dan juga telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

10. dr. Juliwan Hutapea selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir, yang telah memberikan motivasi dalam pengerjaan tesis ini.

11. Ramly Hutabarat dan Sery Gultom yang telah mendidik, mendukung dan senantiasa mendoakan penulis sampai ke tahap ini.

12. Teristimewa kepada suami Sahat M. Manullang, S.P., DEA., Ph.D. dan ananda Alexander Manullang, beserta seluruh keluarga besar penulis, yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dan semangat kepada penulis selama pengerjaan tesis ini.

(11)

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat terutama dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2019

Marika Julina Hutabarat

(12)

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Dagtar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

Daftar Istilah xiv

Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Tinjauan Pustaka 8

Human Immunodeficiency Virus (HIV) 8

Definisi HIV 8

Epidemiologi 8

Status epidemi global 8

Status epidemi di Indonesia 10

Fase-fase dan gejala HIV 13

Cara penularan HIV 14

Cara pencegahan HIV 15

Penanggulangan HIV 17

Ibu Rumah Tangga (IRT) 18

Pengertian IRT 18

Peranan IRT dalam keluarga 18

Kualitas hidup 20

Pengertian kualitas hidup 20

Kualitas hidup pasien HIV 21

Aspek-aspek kualitas hidup 23

Kerangka Pikir Penelitian 25

Metode Penelitian 27

Jenis Penelitian 27

Lokasi dan Waktu Penelitian 27

(13)

Informan Penelitian 27

Definisi Konsep 28

Metode Pengumpulan Data 29

Instrumen Pengumpulan Data 31

Uji keabsahan data 31

Metode Analisis Data 31

Hasil dan Pembahasan 33

Gambaran Umum HKBP AIDS Ministry 33

Letak dan Kedudukan Lembaga 33

Informan Penelitian 41

Latar belakang kehidupan informan Faktor risiko kejadian HIV pada informan

44 47

Sistem Sosial Masyarakat Batak Toba 50

Stigma Negatif dan Diskriminasi 53

Kualitas Hidup IRT Aspek Fisik 55

Kualitas Hidup IRTAspek Sosial 58

Kualitas Hidup IRTAspek Psikologis 61

Kualitas Hidup IRTAspek Lingkungan 63

Strategi Peningkatan Kualitas Hidup IRT 66

Implikasi Penelitian 81

Keterbatasan Penelitian 82

Kesimpulan dan Saran 83

Kesimpulan 83

Saran 84

Daftar Pustaka 86

Lampiran 92

(14)

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Karakteristik Informan Penelitian 44

2 Matriks Hasil Penelitian Kualitas Hidup Ibu Rumah Tangga Suku Batak yang Terinfeksi HIV di HKBP ADIS Ministry Balige Tahun 2019

71

(15)

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia 12

2 Kerangka pikir penelitian 26

3 Kegiatan sosialisasi HIV dan AIDS oleh HAM 35

4 Kegiatan KIE oleh HAM kerjasama dengan radio 92.4 Del

FM 35

5 Kegiatan skrining HIV AIDS bagi petugas kesehatan 36 6 Kegiatan sosialisasi HIV dan AIDS serta napza bagi ormas 36 7 Kegiatan sosialisasi dan pemeriksaan HIV di Rutan Tarutung 37 8 Kegiatan kunjungan kasih ke salah satu binaan HAM 37 9 Kegiatan buka Stand HAM di Festival Kaldera Toba 38 10 Sosialisasi HIV AIDS bagi siswa SMP di Simalungun 38

11 Perayaan Hari Anak Nasional di Samosir 39

12 Talk Show di Radio 90.1 Bonapit FM 39

13 Perempuan batak pembawa tandok 51

14 Pendampingan terhadap ODHA 66

15 Talk Show di radio tentang HIV AIDS 67

16 Kegiatan ibadah ODHA 68

17 Skema tema, sub tema dan kategori penelitian kualitas hidup ibu rumah tangga suku batak yang terinfeksi HIV di HKBP

AIDS Ministry Balige Tahun 2019 69

18 Skema hasil penelitian kualitas hidup ibu rumah tangga suku batak yang terinfeksi HIV di HKBP AIDS Ministry Balige

Tahun 2019 70

(16)

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Lembar Penjelasan 92

2 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 93

3 Pedoman Wawancara 94

4 Transkrip Wawancara Penelitian 96

(17)

Daftar Istilah AIDS Aqciured Immunodeficiency Symndrome HAM HKBP AIDS Ministry

HIV Human Immunodeficiency Virus HKBP Huria Kristen Batak Protestan IDU Injection Drug User

IRT Ibu Rumah Tangga

LSL Lelaki Seks dengan Lelaki ODHA Orang Dengan HIV AIDS Penasun Pengguna Napza Suntik SIHA Sistem Informasi HIV AIDS

StHP Surveilans terpadu HIV dan Perilaku VCT Voluntary Counseling Testing WPS Wanita Pekerja Seksual

(18)

Riwayat Hidup

Penulis bernama Marika Julina Hutabarat, berumur 36 tahun dilahirkan di Pararung pada tanggal 26 Juli 1983 beragama Kristen Protestan. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Ramly Hutabarat dan Sery br. Gultom. Penulis berstatus sudah menikah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di SD N No. 030287 Sidikalang lulus pada Tahun 1995, SLTP N 3 Sidikalang dan lulus pada Tahun 1998, SMU N 1 Sidikalang dan lulus pada Tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara lulus pada Tahun 2007. Pada Tahun 2016, penulis melanjutkan pendidikan di Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulis mulai bekerja pada Tahun 2009 di Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir sampai sekarang.

Medan, Oktober 2019

Marika Julina Hutabarat

(19)

Pendahuluan

Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang merusak

sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara menyerang sel darah putih. Kasus HIV merupakan fenomena gunung es (iceberg phenomena) di mana jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil dari pada jumlah penderita yang sebenarnya. Hal ini berarti bahwa jumlah pengidap infeksi HIV yang sebenarnya masih sangat tinggi dan menimbulkan banyak masalah kesehatan. Penyebaran HIV setiap tahunnya mengalami perkembangan yang sangat pesat, dimana jumlah perempuan penderita HIV di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi (Sarwono, 2007).

Berdasarkan laporan UNAIDS WHO (United Nation Acquired Immunodeficiency Syndrome World Health Organization) tahun 2016

menyebutkan 36,7 juta orang hidup dengan HIV di mana 17,8 juta adalah perempuan, 16,7 juta laki-laki dan 2,1 juta adalah anak-anak (di bawah 15 tahun).

Dari data tersebut tertinggi terdapat di Afrika dengan jumlah 25,6 juta kemudian Asia Tenggara 3,5 juta jiwa dan lebih dari 1,7 juta perempuan di Asia hidup dengan HIV, dan sekitar 90 persen perempuan tertular HIV dari suami/pasangan seksual, yaitu pada saat melakukan hubungan seksual dalam jangka panjang (UNAIDS WHO, 2016).

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia Tenggara yang hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan jumlah kasus HIV. Total

(20)

jumlah kasus HIV sampai dengan Maret 2017 adalah 242.699 dan AIDS sampai Maret 2017 adalah 87.453, di mana tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun sebanyak 31,4 persen, 30-39 tahun sebanyak 30,6 persen, 40- 49 tahun sebanyak 12,8 persen, 50-59 tahun sebanyak empat koma enam persen , dan 15-19 tahun sebanyak dua koma tujuh persen (Kemenkes RI, 2017).

Cara penularan yang terbanyak adalah melalui hubungan heteroseksual yaitu 68 persen, pengguna napza suntik (penasun) sebanyak 11 persen, penularan melalui homoseksual sebanyak empat persen, perinatal tiga persen. Infeksi oportunistik yang menyertai yaitu TBC 11.836 orang dan diare sebanyak 7.277 orang. Jumlah HIV tertinggi menurut pekerjaan/status adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) 12.302 kasus, tenaga non profesional/ karyawan 11.744 kasus, wiraswasta 11.176 kasus, petani/peternak/nelayan 4.062 kasus, buruh kasar 3.840 kasus, penjaja seks 2.963 kasus, PNS 2.219 kasus, anak sekolah/ mahasiswa 2.034 kasus (Kemenkes RI, 2017)

Tingginya kasus HIV dan AIDS pada ibu rumah tangga ini, karena secara biologis perempuan mempunyai risiko lebih besar terkena HIV dan AIDS dari laki-laki (suami) yang melakukan hubungan seks dengan multipartner di luar tanpa pengamanan kondom (Dachlia, 2010). Kondisi ini cukup mengkhawatirkan bagi upaya pemberantasan HIV/AIDS dimana ibu rumah tangga yang selama ini dianggap kelompok yang tidak berisiko sekarang kasus HIV/AIDS melebihi kasus pada kelomok pekerja seks komersial. Upaya pemberantasan HIV/AIDS saat ini masih berfokus pada kelompok risiko seperti pekerja seks komersial, homoseksual, dan pemakai narkona suntik. Fakta mengatakan bahwa banyak

(21)

anggapan perempuanlah sebagai penyebab dan penyebar utama HIV, sehingga anggapan masyarakat terhadap perempuan yang terkena HIV sangat buruk (Van Hollen, 2010).

Berdasarkan laporan Ditjen P2P Kemenkes RI tahun 2017 jumlah kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan, tahun 2008 sebanyak 396 kasus, 2009 sebanyak 264 kasus, 2010 sebanyak 674 kasus, 2011 sebanyak 622 kasus dan tahun 2012 sebanyak 1.103 kasus dan sangat meningkat pada tahun 2017 yaitu sebanyak 12.302 kasus.

Perhatian serius terhadap HIV pada ibu rumah tangga perlu ditingkatkan, terkait fakta bahwa lebih dari 90 persen kasus HIV pada anak ditularkan melalui ibu. Pemutusan generasi HIV dapat dilakukan melalui pendekatan pemberantasan kasus HIV pada ibu rumah tangga. Oleh karena itu, ibu rumah tangga seharusnya digolongkan kelompok berisiko tinggi sehingga harus dilindungi (Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan laporan provinsi, jumlah (kumulatif) kasus infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2016 yang terbanyak yaitu DKI Jakarta (41.891 kasus). Jumlah kasus HIV dan AIDS tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta, diikuti Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat (Kemenkes RI, 2016).

Data statistik kasus HIV/AIDS di Provinsi Sumatera Utara berada di urutan ke-7 dari 10 provinsi dengan data kasus HIV/AIDS terbesar di Indonesia di mana hingga Januari 2017 ada sebanyak 8272 kasus dengan 3.411 penderita HIV dan 4.861 penderita AIDS(Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2017).

(22)

HKBP AIDS Ministry Balige yang berada di Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu komite yang menangani masalah HIV dan AIDS serta menyediakan layanan khusus bagi penderita HIV dan AIDS. Para pasien yang menderita HIV dan AIDS yang dilayani HKBP AIDS Ministry Balige berasal dari berbagai wilayah di sekitar Kabupaten Toba Samosir seperti Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Sibolga, Parapat dan Kabupaten Toba Samosir sendiri. Terdapat 603 kasus HIV AIDS dari tahun 2003 sampai dengan Januari 2018 dengan perincian, HIV 150 kasus dan AIDS 453 kasus, 423 laki-laki dan 180 perempuan (HKBP AIDS Ministry Balige, 2018).

Berdasarkan kelompok umur, HKBP AIDS Ministry Balige menyebutkan bahwa penderita HIV dan AIDS paling banyak berada pada kelompok umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 277 orang, 18-30 tahun sebanyak 214 orang, > 40 tahun sebanyak 93 orang dan 0-5 tahun 19 orang. Berdasarkan risiko penularannya, penderita HIVdan AIDS paling banyak akibat hubungan heteroseksual sebanyak 468 orang, Injection Drug User (IDU) atau penasun (pengguna napza suntik) sebanyak 111 orang, penularan dari ibu ke anak sebanyak 19 orang, tranfusi darah 1 orang, tato 1 orang, terpajan jarum suntik 1 orang, tidak diketahui sebanyak 2 orang.

Dari 603 kasus HIV dan AIDS di HKBP AIDS Ministry Balige, sebanyak 138 orang telah meninggal dan 465 orang yang hidup. Sebanyak 107 orang (17,7 persen) adalah Ibu Rumah Tangga dengan perincian 27 telah meninggal dunia, 19 orang lost contact, 16 orang rujuk keluar dan yang masih dilayani oleh HKBP

(23)

AIDS Ministry Balige ada sebanyak 45 orang, dan dari 45 orang ibu rumah tangga sebanyak 32 (71,1%) orang adalah suku Batak.

Penelitian yang dilakukan Rachmawati (2013), mengenai kualitas hidup pasien HIV dan AIDS yang mengikuti terapi Anti Retro Viral (ARV) menyatakan bahwa menjadi ODHA merupakan masalah yang sangat berat dalam hidup, permasalahan yang sangat kompleks harus dihadapi setiap hari, bukan hanya berurusan dengan kondisi penyakit, tetapi juga stigma sosial yang diskriminatif.

Hal ini yang menyebabkan menurunnya semangat hidup ODHA yang kemudian membawa efek dominan menurunnya kualitas hidup ODHA.

Penyakit HIV dan AIDS telah menimbulkan masalah yang cukup luas pada individu yang terinfeksi meliputi masalah fisik, sosial, dan emosional (Bare

& Smeltzer, 2005). Masalah fisik terjadi akibat penurunan daya tahan tubuh progresif yang mengakibatkan ODHA rentan terhadap berbagai penyakit terutama penyakit infeksi dan keganasan seperti TB paru, herpes simpleks/zoster, diare kronik, pneumonia, sarcoma kaposi, limpoma, hepatitis dan infeksi/kelamin (Ignativicius & Bayne, 1998).

Selain masalah fisik, pasien HIV dan AIDS juga menghadapi masalah sosial yang memprihatinkan sebagai dampak dari adanya stigma terhadap penyakit ini. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit ini identik dengan akibat dari perilaku-perilaku tidak bermoral seperti seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan seks sesama jenis (homoseksual) sehingga pasien dianggap pantas untuk mendapatkan hukuman akibat perbuatannya tersebut. Selain itu stigma juga muncul karena pemahaman masyarakat yang kurang terhadap penyakit HIV dan AIDS. HIV dan AIDS dianggap sebagai penyakit mematikan yang mudah sekali

(24)

menular, hal yang menyebabkan pasien sering sekali dikucilkan dan mendapatkan prilaku diskriminatif dari masyarakat (Purnama & Haryati, 2006). Demikian juga penelitian Ginting (2009) menyebutkan kualitas hidup penderita HIV/AIDS sewaktu-waktu dapat memburuk karena, penyakit HIV berubah menjadi penyakit kronis, adanya dampak mengkonsumsi obat Anti Retro Viral (ARV) seumur hidup, kegagalan terapi, infeksi oportunistik, depresi, dijauhi masyarakat, semua hal tersebut di atas memengaruhi kualitas hidup penderita HIV dan AIDS.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan terhadap 7 IRT yang datang ke HKBP AIDS Ministry (HAM) Balige, lima orang IRT mengatakan tidak mengetahui suami mempunyai perilaku berisiko HIV, ketika suami sudah merasakan sakit dan melakukan test darah dan hasilnya positif HIV, pihak HAM melakukan skrining terhadap keluarga yang tinggal dengan suami yaitu istri dan anak-anak, kemudian diketahui bahwa kelima IRT juga positif HIV, seorang IRT mengaku sering bergonta-ganti pasangan seksual, sementara seorang IRT mengatakan pernah menerima transfusi darah. Ketika mengetahui hasil test darah positif HIV, ketujuh IRT mengaku sangat sedih, frustasi, dari segi fisik juga semakin lama semakin kurus, selera makan hilang, kualitas tidur terganggu, menutup diri dan tidak terima dengan kondisinya, mereka juga mendapatkan stigma negatif dari lingkungan sekitar yang mengakibatkan IRT menghindari kegiatan sosial seperti pesta adat. Stigmanisasi ini menyebabkan masyarakat melakukan tindak diskriminasi terhadap penderita HIV bahkan keluarga dekat juga tak jarang melakukan diskriminasi terhadap mereka. Vonis bahwa dalam keluarga ada yang mengidap HIV menyebabkan munculnya perasaan saling menyalahkan dan perasaan malu. Kondisi ini menjadi stressor bagi penderita

(25)

HIV, yang menyebabkan mereka kehilangan semangat dan kualitas hidup mereka sangat rendah.

Perumusan Masalah

HKBP AIDS Ministry Balige merupakan pihak swasta yang menangani masalah HIV dan AIDS dengan jumlah kejadian HIV yang masih tinggi khususnya pada kalangan ibu rumah tangga. IRT yang telah terinfeksi HIV berdampak pada rendahnya kualitas hidup IRT dari aspek fisik, sosial, psikologis, dan lingkungan sehingga penelitian ini mencoba untuk mengetahui dan mengeksplorasi bagaimanakah kualitas hidup IRT suku Batak terinfeksi HIV di HKBP AIDS Ministry Balige.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan mengeksplorasi kualitas hidup IRT suku Batak terinfeksi HIV di HKBP AIDS Ministry Balige.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi HKBP AIDS Ministry Balige dan Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir untuk melakukan kegiatan yang bertujuan untuk menghilangkan stigma negatif terhadap penderita HIV dan kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup penderita HIV di wilayah kerja HKBP AIDS Ministry Balige

2. Memperkaya wawasan tentang Ilmu Kesehatan Masyarakat terutama tentang HIV pada ibu rumah tangga

3. Sebagai bahan masukan dan referensi bagi peneliti lainnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan HIV pada ibu rumah tangga.

(26)

Tinjauan Pustaka

Human Immunnodeficiency Virus (HIV)

Definisi HIV. Menurut Green (2007), HIV merupakan singkatan dari Human Immunnodeficiency Virus. Disebut human (manusia) karena virus ini

hanya dapat menginfeksi manusia, immunodeficiency karena efek virus ini adalah melemahkan kemampuan system kekebalan tubuh untuk menentang berbagai penyakit yang menyerang tubuh, termasuk golongan virus karena salah satu karakteristiknya adalah tidak mampu memproduksi diri sendiri, melainkan memanfaatkan sel-sel tubuh. Sel darah putih manusia sebagai sel yang berfungsi untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh virus, bakteri, jamur, parasit dan beberapa jenis kanker diserang oleh HIV yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit (Nursalam, 2011).

Menurut Kemenkes RI (2014), HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan

tubuh manusia yang kemudian berdampak pada penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga menimbulkan satu penyakit yang disebut AIDS. HIV menyerang sel-sel darah putih yang bernama CD4 dimana sel-sel darah putih itu merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan penyakit.

Epidemiologi

Status epidemi global. Sejarah tentang AIDS dimulai ketika tahun 1979 di Amerika Serikat ditemukan seorang homoseksual muda dengan Pneumocytis

(27)

Carinii dan dua orang homoseksual muda dengan Sarcoma Kaposi. Pada tahun

1981 ditemukan seorang homoseksual muda dengan kerusakan sistem kekebalan tubuh. Pada tahun 1980 WHO mengadakan pertemuan yang pertama tentang AIDS (UNAIDS, 2008)

Prevalensi AIDS pada tahun 1993 sebesar 900.000. Sedangkan pada akhir tahun 2000 sebanyak 2 juta orang. Pada tahun 2001 insidensi infeksi HIV baru pada anak sebanyak 800.000 dengan 580.000 kematian akibat HIV dan AIDS.

Dari 800.000 anak, 65.000 kasus terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Sampai akhir tahun 2002 terdapat 42 juta orang hidup dengan HIV dan AIDS, dari jumlah ini 28,5 juta (68 persen) hidup di Afrika sub-Sahara dan 6 juta (14 persen) berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Pada tahun 2002 terdapat 5 juta orang baru terinfeksi HIV dan 3,1 juta orang meninggal karena HIV dan AIDS. Setiap hari terdapat 7400 orang baru terkena HIV atau 5 orang per menit. Selama tahun 2007 terjadi 2,7 juta infeksi baru HIV dan 2 juta kematian akibat AIDS (UNAIDS, 2008).

Epidemi HIV yang pertama di Amerika Utara dan Inggris terjadi pada kelompok laki-laki homoseksual, selanjutnya dan pada saat ini epidemi terjadi juga pada pengguna obat suntik dan pada populasi heteroseksual. Di Afrika ditemukan bahwa HIV disebarkan terutama melalui hubungan seksual heteroseksual, seks tanpa kondom adalah modus utama penularan HIV di Karibia.

Di San Fransisco dan New York, AIDS saat ini merupakan penyebab utama kematian premature pada laki-laki usia muda. Sampai dengan tahun 2010 jumlah penderita HIV di seluruh dunia sebanyak 34 juta orang (UNAIDS, 2016).

(28)

Dari laporan World Bank (2011) disebutkan di seluruh dunia diperkirakan bahwa seks antar laki-laki termasuk kelompok penyumbang kejadian infeksi HIV, situasinya bervariasi antar negara, tahun 2008 di Equador (15,9 persen), Peru (13,80 persen), Uruguay (18,90 persen), Argentina (12,10 persen), Panama (10,60 persen), Elsavador (7,90 persen), Nicaragua (9,30 persen), Mexico (25,60 persen), Jamaica (31,80 persen), di Brazil tahun 2003 sampai 2008 sebesar 8,2 persen, pada tahun 2002 sampai 2009 di Peru (13,30 persen), Ukraina (10,60 persen), Kenya (15,20 persen), Thailand (23,00 persen), Rusia (3,4 persen), India (16,5 persen), pada tahun 2005 di Thailand tepatnya di Bangkok (28,3 persen).

Penelitian yang lain di Indonesia (4 persen), Bangladest (7,5 persen), Srilanka (7,5 persen), Nepal (7,5 persen). Studi laki-laki homoseksual Afrika menunjukkan bahwa seks anal tanpa kondom adalah biasa, prevalensi HIV diantara laki-laki dibeberapa daerah di Afrika Barat yang berhubungan seks dengan laki-laki sebesar 25,3 persen, di Kenya 43 persen, di Afrika Selatan dimana seks antara laki-laki adalah legal, prevalensi HIV antara 20 persen dan 40 persen (UNAIDS, 2016).

Sebanyak 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV di Asia, dimana 440 ribu diantaranya adalah infeksi baru dan telah menyebabkan kematian 300 ribu orang di tahun 2007. Cara penularan di Asia sangat bervariasi, namun yang mendorong epidemi adalah tiga perilaku yang berisiko tinggi : seks komersial yang tidak terlindungi, berbagi alat suntik di kalangan pengguna napza dan seks antar lelaki yang tidak terlindungi.

Status epidemi di Indonesia. Di Indonesia, AIDS pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan April 1987, terjadi pada orang berkebangsaan Belanda. Pada

(29)

tahun 1999 di Indonesia terdapat 635 kasus HIV dan 183 kasus baru AIDS. Mulai tahun 2000-2005 terjadi peningkatan kasus HIV dan AIDS secara signifikan di Indonesia. Kasus AIDS tahun 2000 tercatat 255 orang, meningkat menjadi 316 orang pada tahun 2003. Kasus HIV meningkat cepat tahun 2005 (859 kasus), tahun 2006 (7.195 kasus), tahun 2007 (6.048 kasus), tahun 2008 (10.362 kasus), tahun 2009 (9.793 kasus), tahun 2010 (21.591 kasus), tahun 2011 (21.031 kasus).

Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan tahun 2011 sebanyak 76.879 kasus. Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta (19.899 kasus), diikuti Jawa Timur (9.950 kasus), Papua (7.085 kasus), Jawa Barat (5.741 kasus) dan Sumatera Utara (5.027 kasus) (Kemenkes RI, 2012).

Sejak tahun 2000, prevalensi HIV di Indonesia meningkat menjadi di atas 5 persen pada populasi kunci, seperti pengguna napza suntik, pekerja seks, waria, lelaki seks dengan lelaki (LSL), sehingga dikatakan Indonesia telah memasuki tahapan epidemi terkonsentrasi. Hasil Surveilans Terpadu HIV dan Perilaku (STHP) tahun 2007, prevalensi rata-rata HIV pada berbagai populasi kunci tersebut adalah sebagai berikut: Wanita Pekerja Seksual (WPS) langsung 10,4 persen; WPS tidak langsung 4,6 persen; waria 24,4 persen; pelanggan WPS 0,8 persen (hasil survei dari 6 kota pada populasi pelanggan WPS yang terdiri dari supir truk, anak buah kapal, pekerja pelabuhan dan tukang ojek) dengan kisaran antara 0,2 persen-1,8 persen; lelaki seks dengan lelaki (LSL) 5,2 persen;

pengguna napza suntik 52,4 persen. Di Provinsi Papua dan Papua Barat terdapat pergerakan ke arah generalized epidemik yang dipicu oleh seks tidak aman dengan prevalensi HIV sebesar 2,4 persen pada penduduk usia 1549 tahun (Kemenkes RI, 2007).

(30)

Sistem pelaporan kasus AIDS sudah ada di Indonesia sejak lama dan merupakan sistem pasif. Baru-baru ini, dengan dibuatnya Sistem Informasi HIV AIDS (SIHA), laporan mengenai AIDS telah dikumpulkan secara lebih rutin di fasilitas-fasilitas kesehatan yang memiliki SIHA.

Gambar 1. Jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia, 2005-2017 Sumber : Kemenkes RI, 2017

Kelihatannya terdapat kecenderungan menurun dalam jumlah orang yang dilaporkan menderita AIDS di provinsi-provinsi dan layanan-layanan kesehatan yang memiliki SIHA sejak tahun 2013. Namun, angka ini kemudian menjadi stabil dalam 3 tahun terakhir dengan sekitar tujuh ribu kasus dilaporkan per tahun.

Analisis surveilans kasus HIV dengan jelas memperlihatkan bahwa rasio laki-laki terhadap perempuan yang terinfeksi HIV di Indonesia memperlihatkan perbedaan dan tingkat yang bermakna. Meskipun di hampir semua daerah di Indonesia yang merupakan tempat tinggal sebagian besar populasi negara ini menunjukkan bahwa lebih banyak laki-laki yang terinfeksi dibandingkan perempuan dengan rasio P/L 0,7, Papua memperlihatkan rasio yang terbalik dengan perempuan lebih banyak terinfeksi dibandingkan dengan laki-laki (P/L rasio 1:3) (Kemenkes RI, 2017)

(31)

Fase-fase dan gejala HIV. Menurut Madyan (2009) tahapan perkembangan infeksi HIV pada diri seseorang bisa diklasifikasikan menjadi empat yaitu diantaranya :

Stadium infeksi primer (HIV). Infeksi di mulai dengan masuknya HIV

dan diikuti terjadinya perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Pada stadium infeksi HIV primer biasanya belum ditemukan gejala apapun, tetapi pada 30-60 persen setelah 6 minggu terinfeksi, penderita dapat mengalami gejala-gejala ringan seperti: influenza, demam, lelah, sakit pada otot dan persendian, sakit pada saat menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening.

Stadium tanpa gejala (asimptomatic). Dalam stadium asimptomatic ini di

dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukan gejala-gejala.

Keadaan ini berlangsung selama 5-10 tahun. Dalam stadium ini merupakan lanjutan dari infeksi primer yang selama bertahun-tahun tidak terlihat gejala apapun, bahkan yang bersangkutan tidak mengetahui dan tidak merasa dirinya telah tertular HIV karena tetap merasa sehat. Pada stadium ini, hanya tes darah yang dapat memastikan bahwa yang bersangkutan telah tertular HIV. Ini yang disebut sebagai Silence period.

Stadium dengan gejala ringan/berat. Setelah melewati masa beberapa

tahun tanpa gejala, akan mulai timbul gejala ringan pada kulit, kuku, dan mulut.

Beberapa infeksi jamur, sariawan berulang-ulang dan peradangan sudut mulut atau bercak-bercak kemerahan akan muncul di kulit. Gejala pada mulut berakibat pada penurunan nafsu makan dan diare ringan. Berat badan pasien akan turun sekitar 10 persen dari berat badan sebelumnya. Sering juga ada infeksi saluran

(32)

nafas bagian atas yang berulang, tetapi penderita masih bisa beraktifitas seperti biasa.

Stadium AIDS. Pada tahap ini disertai adanya bermacam-macam penyakit,

antara lain penyakit konstitusional, saraf dan infeksi sekunder. Adapun gejala utama pada stadium AIDS adalah demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan, diare kronis lebih dari satu bulan dan berat badan penderita menurun lebih dari 10 persen dalam tiga bulan. Sedangkan gejala minor pada stadium ini adalah adanya pneumonia yang berat, toxoplasmosis otak, kriptosporidiosis, virus sito megalo (CMV), infeksi virus Herpes Zaster.

Cara penularan HIV. Cara penularan HIV dan AIDS menurut Nursalam

& Kurniawati (2007) dapat ditularkan melalui 6 cara :

1. Melalui hubungan seksual dengan pengidap HIV dan AIDS

Hubungan seksual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual.

2. Ibu pada bayinya

Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero), selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan, semakin lama proses persalinan semakin besar risiko tertular HIV. Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10 persen.

(33)

3. Transfusi darah, produk darah dan organ donor sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar keseluruh tubuh, risiko penularan melalui jalur transfusi darah tidak dapat dihilangkan sepenuhnya oleh karena teknologi saat ini belum mampu mendeteksi RNA HIV dalam kurun waktu 1-2 minggu setelah terinfeksi karena rendahnya jumlah virus dalam darah, selain itu HIV juga dapat menular melalui transplantasi organ.

4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum, tenakulum dan alat-alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.

5. Alat-alat untuk menoreh kulit

Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau silet yang tidak disterilkan dulu dapat menularkan HIV.

6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian

Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh para pengguna narkoba (Injection Drug User-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang dipakai secara bersama- sama, berpelukan, ciuman pipi, berjabat tangan dan hidup serumah dengan penderita HIV.

Cara pencegahan HIV. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pencegahan HIV yaitu meliputi :

(34)

1. Menurut Nursalam (2007) pada wanita dilakukan secara primer yaitu dengan cara mengubah perilaku seksual dengan menerapkan prisip ABC yang meliputi :

a) Abstinence (tidak melakukan hubungan seksual) b) Befaithful (setia kepada pasangan)

c) Condom (penggunakan kondom jika terpaksa melakukan hubungan dengan pasangan).

d) Drug (narkoba suntik) wanita juga disarankan untuk tidak menggunakan narkoba terutama narkoba suntikan dengan pemakaian jarum yang bergantian.

2. Menurut Depkes RI (2003) empat strategi untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi dan anak yaitu dengan cara :

a) Mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV dan AIDS, apabila sudah terinfeksi di cegah supaya tidak hamil namun apabila ibu sudah hamil maka sebaiknya diberikan dukungan dan perawatan bagi ODHA (Orang dengan HIV AIDS) dan keluarganya

b) Penggunaan anti retrovial selama kehamilan, persalinan dan selama menyusui

c) Persalinan sebaiknya dipilih dengan metode sectio caesaria karena terbukti mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80 persen

d) Wanita dengan HIV dan AIDS yang hamil harus diberikan penyuluhan tentang kehamilanya, baik berupa penghentian atau kelanjutan

(35)

kehamilanya karena adanya risiko transmisi vertikal dari ibu ke bayi sebesar 25-45 persen (Nursalam & Kurniawati, 2007)

3. Pencegahan HIV dan AIDS oleh petugas kesehatan menurut Nursalam &

Kurniawati (2007) melalui Universal precaution yaitu pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi yaitu diantaranya :

a) Pengelolaan alat kesehatan habis pakai b) Cuci tangan guna mencegah infeksi silang

c) Pemakaian alat pelindung diri misal: sarung tangan, masker, d) Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan e) Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan

f) Densifeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang g) Pengelolaan linen.

Penanggulangan HIV. Menurut Nursalam & Kurniawati (2007) penyebaran infeksi sudah bisa terjadi sebelum penderita menampakan gejala klinis, oleh karena itu diperlukan sistem diagnostik yang baik bagi penderita : 1. Tes HIV (tes darah) merupakan salah satu cara yang dapat di pakai

untuk mendiagnosis HIV, yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau belum. ELISA adalah salah satu tes skrining untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV, tes ELISA sangat sensitif tapi tidak selalu spesifik karena penyakit lain dapat menunjukan hasil yang positif antara lain adalah penyakit autoimun, infeksi virus atau

(36)

keganasan hematologi. Tes lain yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil tes ELISA adalah dengan menggunakan tes Western Bolt (WB), Indirect immunofluoresence assay (IFA) Radio-immuno-precipitation assay (RIPA)

2. Bersedia mengikuti layanan VCT (Voluntary Counseling Testing) yaitu suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi serta dukungan kepada ODHA (Orang dengan HIVAIDS), keluarga dan lingkungannya.

Ibu Rumah Tangga (IRT)

Pengertian IRT. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu rumah tangga dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, atau dengan pengetian lain ibu rumah tangga merupakan seorang istri (ibu) yang hanya mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga (tidak bekerja di kantor). Jadi, ibu rumah tangga merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan seorang wanita yang telah menikah serta menjalankan pekerjaan rumah keluarga merawat anak-anaknya, memasak, membersihkan rumah dan tidak bekerja di luar rumah. Seorang ibu rumah tangga sebagai wanita menikah yang bertanggung jawab atas rumah tangganya.

Peranan IRT dalam keluarga. Peran juga dapat diartikan sebagai perilaku yang berkenaan dengan siapa yang memegang posisi tertentu. Posisi mengidentitikasi status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial (Biddle, 1997). Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap kedudukan dalam suatu sistem. Sistem membutuhkan sentuhan atau

(37)

tindakan seseorang yang dapat mengelola, menjaga, merubah, dan memperbaiki suatu sistem. Suatu sistem membutuhkan peran dari seseorang. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil (Ali, 2002). Menjadi seorang ibu dalam rumah tangga adalah “profesi” yang tidak bisa dianggap remeh. Menjadi ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Dari sederet peran yang bisa dimainkan seorang ibu rumah tangga. Menurut Baqhir (2003), tujuh (7) di antara peran penting IRT dalam keluarga adalah:

Ibu sebagai manajer. Sebagai seorang manajer, seorang ibu rumah tangga

mampu mengintegrasikan berbagai macam karakter, berbagai macam keadaan/kondisi anggota keluarganya ke dalam satu tujuan rumah tangga. IRT berperan menjadi sosok pengatur kelangsungan roda rumah tangganya sehari-hari.

Ibu sebagai guru. Sebagai seorang guru, seorang ibu mampu mendidik

putra putrinya, mengajarkan sesuatu yang baru, melatih, membimbing mengarahkan serta memberikan penilaian baik berupa reward maupun punishment yang mendidik. Ibu merupakan sekolah yang paling utama dalam

pembentukan kepribadian anak, serta sarana untuk memenuhi mereka dengan berbagai sifat mulia.

Ibu sebagai koki. Sebagai seorang koki tentunya seorang ibu harus pandai

memutar otak untuk berkreasi menghasilkan menu-menu yang dapat diterima semua anggota keluarga, baik menu sarapan, makan siang, maupun makan malam.

Ibu rumahtangga juga berperan menjaga kesehatan keluarga.

Ibu sebagai perawat. Sebagai seorang perawat, seorang ibu bagaimana dengan sabar dan teliti merawat putra-putrinya, dari mulai mengganti popok

(38)

ketika bayi, memandikan, menyuapi makan, sampai segala sesuatu yang dibutuhkan oleh putra-putrinya sekecil apapun beliau perhatikan, dan tidak bosan bosannya mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya yang begitu tulus.

Ibu sebagai akuntan. Sebagai seorang akuntan, seorang ibu mampu

mengelola pendapatan dan belanja keluarga dengan sebaik-baiknya, bagaimana mengatur pengeluaran belanja bulanan dari mulai membayar listrik, telepon, PAM, kebutuhan anak sekolah, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang tak terduga. Bahkan bagaimana seorang ibu rumah tangga mampu membantu perekonomian keluarganya dengan tidak melupakan kodratnya sebagai ibu.

Ibu sebagai penata ruang. Sebagai seorang penata ruang maupun rumah,

seorang ibu harus mampu menciptakan/menata berbagai turnitur yang ada di rumahnya untuk menciptakan suasana baru, tidak membosankan anggota keluarganya. Sehingga rumah nyaman untuk di tempat keluarga.

Ibu sebagai dokter. Sebagai seorang dokter, seorang ibu harus mampu

mengupayakan kesembuhan dan menjaga putra-putrinya dari berbagai hal yang mengancam kesehatan. Berbagai cara dilakukan untuk menjaga anggota keluarganya tetap dalam keadaan sehat.

Kualitas Hidup

Pengertian kualitas hidup. Kualitas hidup adalah suatu persepsi individu tentang harkat dan martabatnya di dalam konteks budaya dan sistem nilai, yang berhubungan dengan tujuan hidup dan target individu (WHO, 2005). Persepsi tersebut terdiri dari dua aspek yaitu: aspek fisik yang dirasakan penderita HIV seperti sehat, rasa sakit atau penyakit dan aspek psikologis seperti: stres, cemas,

(39)

kenyamanan, kesenangan. Konsep sudut pandang bisa ditinjau dari karakter fisik, psikologis dan sosial, dan berhubungan dengan kepuasan terhadap keadaan lingkungan sekitarnya (Hicks, 2005). Kualitas hidup pasien didefinisikan Depkes adalah persepsi pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya (Depkes RI, 2003). Aspek dari kualitas hidup digambarkan terdiri dari: a). Gejala fisik, b). Kemampuan fungsional (aktivitas), c). Kesejahteraan keluarga, d). Spiritual, e). Fungsi sosial, f). Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan), g). Orientasi masa depan, h). Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri, i).

Fungsi dalam bekerja.

Penelitian Miller & Gilbert (2006) tentang kualitas hidup bagi wanita penderita HIV di Amerika yang sudah menggunakan ARV selama 8 tahun menunjukkan bahwa kualitas hidup menurun jika pelayanan kesehatan yang mereka terima buruk, kurangnya perhatian. Gejala yang sering dijumpai akibat menurunnya kualitas hidup adalah depresi mental. Penelitian di Kota Washington yang meneliti 125 penderita HIV dan AIDS, menemukan kualitas hidup berhubungan dengan variabel-variabel tentang kedekatan keluarga, perhatian keperawatan. Penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup tidak berhubungan dengan kemajuan penyakit (CD4 sel) (Michael, dkk, 2016).

Kualitas hidup pasien HIV dan AIDS. Kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan

(40)

kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.

Loren, et al (2010) melakukan penelitian mengenai gejala penyakit dengan kualitas hidup penderita HIV dan menyimpulkan bahwa gejala fisik seperti mual, selera makan yang menurun, batuk lama, sesak nafas, penurunan berat badan, nyeri di perut, diare, nyeri di mata memperburuk kualitas hidup. Dalam hal ini diketahui bahwa penderita HIV dengan gejala yang dialami memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dibanding dengan penderita HIV tanpa gejala.

Dalam penelitian Nojomi, Anbary, dan Ranjbar (2008) diketahui juga bahwa dari beberapa karakteristik demografi yang diteliti secara signifikan berhubungan dengan kualitas hidup yaitu jenis kelamin, perempuan dengan HIV/AIDS memiliki kualitas hidup lebih buruk dibandingkan dengan pria, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan bekerja mempunyai kualitas hidup yang lebih baik, lama menderita penyakit, semakin lama menderita sakit kualitas hidupnya semakin buruk, serta nilai korelasinya paling tinggi adalah derajat klinis penyakit.

HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga individu rentan terhadap serangan infeksi opportunistik. Anti Retroviral Virus (ARV) bisa diberikan pada klien untuk menghentikan aktivitas virus, memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi opportunistik, memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan klien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup klien HIV/AIDS. Gambaran klinik yang berat, yang mencerminkan kriteria AIDS,

(41)

baru timbul sesudah jumlah CD-4 kurang dari 200/mm³ dalam darah (Yayasan Spiritia, 2006).

Kondisi umum pada ODHA adalah kelelahan baik secara fisik ataupun psikologis. Stres yang tinggi dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang atau lama dapat memperburuk kondisi kesehatan dan menyebabkan penyakit.

Tetapi dengan adanya dukungan sosial yang diterima oleh individu yang sedang mengalami atau menghadapi stres maka hal ini akan dapat mempertahankan daya tahan tubuh dan meningkatkan kesehatan individu. Kondisi ini dijelaskan oleh Sarafino (2006) bahwa berinteraksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu mengenai kejadian tersebut, dan ini akan mengurangi potensi munculnya stress baru atau stress yang berkepanjangan.

Aspek-aspek kualitas hidup. Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada aspek-aspek kualitas hidup yang terdapat pada World Health Organization Quality of Life Bref version (WHOQoL-BREF). Menurut

WHOQoL-BREF (Power, 2003) terdapat empat aspek mengenai kualitas hidup yang meliputi:

a. Aspek Kesehatan Fisik, yaitu kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan memberikan pengalaman-pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke tahap selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat-obatan, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja. Hal ini terkait dengan private self consciousness yaitu mengarahkan tingkah laku ke perilaku

(42)

covert, dimana individu lain tidak dapat melihat apa yang dirasakan dan

dipikirkan individu secara subjektif.

b. Aspek Sosial, yaitu hubungan antara dua individu atau lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya. Mengingat manusia adalah mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya. Hubungan sosial mencakup relasi personal, dukungan sosial; aktivitas seksual. Hubungan sosial terkait akan public self consciousness yaitu bagaimana individu dapat berkomunikasi dengan orang lain.

c. Aspek Psikologis, yaitu terkait dengan keadaan mental individu. Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana individu dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu tersebut sehat secara mental. Kesejahteraan psikologis mencakup keadaan tubuh dan penampilan, perasaan positif, perasaan negatif, self esteem, keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi,

penampilan dan gambaran jasmani. Apabila dihubungkan dengan private self consciousness adalah individu merasakan sesuatu apa yang ada dalam dirinya tanpa ada orang lain mengetahuinya, misalnya memikirkan apa yang kurang dalam dirinya saat berpenampilan.

(43)

d. Aspek Lingkungan, yaitu tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah saran dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan. Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber keuangan, kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan sosial termasuk aksesibilitas dan kualitas; lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun ketrampilan; partisipasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang; lingkungan fisik termasuk polusi, kebisingan, lalu lintas, iklim; serta transportasi. Berfokus pada public self consciousness dimana individu memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Kerangka Pikir Penelitian

Sekaran (1992) dalam Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa, kerangka berpikir merupakan model kenseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teroritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel perantara, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam

(44)

bentuk paradigma penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berpikir (Sugiyono, 2010)

Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka pikir penelitian Kejadian HIV

pada IRT

1. Aspek fisik 2. Aspek Sosial 3. Aspek Psikologis 4. Aspek Lingkungan

Kualitas Hidup IRT

Sebelum Terapi ARV Sesudah Terapi ARV

(45)

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus, yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi suatu kasus secara mendalam dan komprehensif tentang hal-hal yang berkaitan dengan kualitas hidup ibu rumah tangga suku Batak terinfeksi HIVdi HKBP AIDS Ministry Balige. Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu.

Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Creswell, 2010). Studi kasus pada intinya adalah meneliti kehidupan satu atau beberapa komunitas, organisasi atau perorangan yang dijadikan unit analisis, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Studi kasus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang diteliti. Dalam studi kasus data dapat diperoleh dari berbagai sumber namun terbatas dalam kasus yang akan diteliti.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan HKBP AIDS Ministry Balige Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir dan waktu penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2018 sampai dengan Oktober 2019.

Informan Penelitian

Pada penelitian kualitatif pemilihan sampel disebut informan. Pemilihan tidak didasarkan berapa banyak jumlah informannya melainkan seberapa besar

(46)

informasi yang didapatkan dari informan tersebut. Oleh karena itu, informan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu sampel ditarik dengan maksud dan tujuan penelitian. Penelitian sampel ini dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini dilakukan karena beberapa pertimbangan, alasan keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh (Arikunto, 2006).

Adapun informan dalam penelitian ini adalah IRT yang telah menjalani terapi ARV ≥ 1 tahun sebanyak 7 orang, konselor pada HKBP AIDS Ministry 1 orang, Pemegang Program Dinas Kesehatan 1 orang, Tokoh Masyarakat 1 orang dan Tokoh Adat 1 orang.

Definisi Konsep

1. Kejadian HIV pada IRT adalah setiap ibu rumah tangga bersuku batak yang telah melakukan tes HIV dengan hasil tes HIV positif di HKBP AIDS Ministry Balige

2. Kualitas Hidup adalah respon emosi dari IRT terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain. Dikatakan baik apabila IRT memberi respon yang positif dari aspek fisik, aspek sosial, aspek psikologis, aspek lingkungan. Dikatakan rendah apabila respon dari IRT adalah negatif dari aspek fisik, aspek sosial, aspek psikologis, dan aspek lingkungan.

(47)

3. Aspek Fisik, yaitu kesehatan fisik dapat memengaruhi kemampuan IRT untuk melakukan aktivitas. Kesehatan fisik mencakup aktivitas sehari-hari, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.

4. Aspek Sosial, yaitu hubungan antara IRT dengan orang lain yang saling memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya mencakup relasi personal, dukungan sosial; aktivitas seksual dan penerimaan sosial.

5. Aspek Psikologis, yaitu terkait dengan keadaan mental IRT. Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya IRT mengontrol emosi dan penerimaan akan diri sendiri, keyakinan pribadi, perasaan positif, perasaan negatif, harga diri

6. Aspek Lingkungan, yaitu tempat tinggal IRT, termasuk di dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk saran dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data segera dilakukan setelah mendapat ijin dari Ketua HKBP AIDS Ministry (HAM). Selanjutnya peneliti melihat catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip HAM untuk mendapatkan data identitas calon informan yang terinfeksi HIV, dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah menentukan calon informan, peneliti melakukan komunikasi melalui telepon dengan bantuan konselor di lokasi penelitian.

Pertemuan dengan informan dilakukan setelah adanya kesepakan waktu, sebelumnya informan telah mempersiapkan instrumen yang diperlukan untuk

(48)

penelitian. Pengumpulan data terhadap tujuh informan utama dilakukan dengan wawancara mendalam dengan berpedoman pada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan. Pada pelaksanaannya beberapa pertanyaan bisa berkembang sesuai dengan keadaan yanng terjadi. Observasi dokumen dengan melakukan pengamatan terhadap data informan, perilaku, ekspresi dari informan saat wawancara. Satu orang informan yang sedang diwawancarai didampingi suami dan anaknya, dua orang informan bersama anaknya, dan empat orang informan yang lain hanya seorang diri ketika diwawancarai.

Wawancara dilakukan di HKBP AIDS Ministry , Jalan Geraja No.17 Balige, dengan terlebih dahulu menandatangani informed consent sebagai tanda persetujuan menjadi informan dalam penelitian ini. Data pertama yang dikumpulkan adalah data pribadi dan data demografi dari informan yang berguna untuk memberikan gambaran singkat tentang informan. Beberapa informan sekali-sekali menggunakan bahasa daerah (bahasa Batak). Lama wawancara untuk setiap informan sekitar 20-50 menit. Setelah wawancara selesai, peneliti menanyakan kembali untuk dapat dihubungi peneliti bila masih ada data yang diperlukan di kemudian hari.

Proses pengumpulan data peneliti lakukan juga dengan bantuan alat pengumpulan data lainnya yaitu alat perekam suara dengan menggunakan handphone untuk dapat merekam pembicaraan pada saat penelitian berlangsung,

peneliti juga membuat catatan lapangan (field note) yang berisikan deskripsi tentang tanggal, waktu dan informasi dasar pada saat wawancara seperti tatanan lingkungan, pakaian yang digunakan, dan aktivitas yang berlangsung ketika wawancara dilakukan.

(49)

Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berupa alat tulis, buku catatan, dan alat perekam.

Uji keabsahan data. Dalam penelitian kualitatif validitas data merupakan hal yang penting, oleh karena itu pada penelitian ini untuk menjaga validitas data yang diperoleh, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama, yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Sugiyono, 2009), dan triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data (observasi dokumen) yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama, serta triangulasi data/analisis yaitu melakukan analisis dengan orang lain yang ahli dalam penelitian kualitatif, pada penelitian ini dilakukan dengan Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si serta meminta umpan balik dari informan jika terdapat hal-hal yang kurang jelas. Penelitian ini menggunakan observasi dokumen untuk mengamati data informan saat wawancara mendalam, serta dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.

Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif memiliki tiga jalur, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari data yang didapat di lapangan.

(50)

Reduksi data merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil data.

Cara reduksi data : 1. Seleksi ketat data

2. Ringkasan atau uraian singkat

3. Menggolongkan dalam pola yang lebih luas

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif :

1. Kuotasi yaitu kutipan pernyataan responden dalam bentuk aslinya, disajikan sebagai bagian dalam kalimat atau terpisah dalam paragraf, cara ini paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif

2. Matriks/Tabel yaitu menampilkan hasil penelitian dalam bentuk tabel tetapi berisi kata atau kalimat

3. Diagram/ skema yaitu bentuk penyajian kualitatif terutama untuk menunjukkan suatu proses, arah keterkaitan, kekuatan hubungan ataupun jenis hubungan.

Jalur terakhir adalah pengambilan kesimpulan, dalam tahap ini, peneliti membuat rumusan yang terkait dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada, pengelompokan data yang telah terbentuk dan kemudian disimpulkan (Miles dan Huberman, 1992)

(51)

Hasil dan Pembahasan

Gambaran umum tentang lokasi penelitian diperlukan untuk memberikan gambaran pemahaman mengenai lokasi dan permasalahan yang akan diteliti.

Berikut ini gambaran mengenai HKBP AIDS Ministry Balige.

Gambaran Umum HKBP AIDS Ministry

Komite AIDS HKBP didirikan sebagai wujud tanggung jawab HKBP dalam tugas panggilannya termasuk dalam memberikan informasi yang benar tentang HIV dan AIDS sekaligus untuk melayani dan mendampingi ODHA.

Bermula dari ditemukannya satu kasus AIDS yang meninggal di Rumah Sakit HKBP Balige oleh Dr. Loli Simajuntak, Biro Pembinaan dan Departemen Pengembangan Masyarakat mengadakan Simposium Sehari untuk penanggulangan HIV dan AIDS pada 6 Pebruari 2003 di RS HKBP Balige. Atas rekomendasi Simposium tersebut, dalam waktu yang singkat, Ephorus HKBP, Pdt Dr JR Hutauruk, mendirikan Komite AIDS HKBP melalui Surat Keputusan Pimpinan HKBP pada 25 Pebruari 2003, yang dalam perjalanannya kemudian mendapat pengakuan dari berbagai instansi pemerintah dan LSM.

Bentuk upaya penanggulangan HIV dan AIDS ini mendapat dukungan dari seluruh aras pelayanan HKBP. Terbukti, dalam waktu yang singkat Komite AIDS menyelenggarakan pertemuan bersama seluruh Praeses HKBP, 29-30 April 2003 di Wisma Hermina, Parapat. Pada pertemuan yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal HKBP ini, para Praeses bertekad untuk bahu membahu dengan Komite AIDS HKBP mensosialisasikan upaya-upaya penanggulangan HIV dan AIDS di distrik masing-masing. Pada pertemuan ini juga, Komite AIDS HKBP bersama

Gambar

Gambar 1. Jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia, 2005-2017  Sumber : Kemenkes RI, 2017
Gambar 2. Kerangka pikir penelitian Kejadian HIV pada IRT  1.  Aspek fisik  2.  Aspek Sosial  3
Gambar 4. Kegiatan KIE oleh HAM kerjasama dengan Radio 92.4 Del FM
Gambar 6. Kegiatan sosialisasi HIV dan AIDS serta napza bagi ormas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa debt to equity ratio, profitability, ukuran perusahaan (size) , umur perusahaan (age) , kepemilikan pihak luar

[r]

A report using rats by Fenoy and Roman (2) also supported an important role for dilution of plasma proteins in the renal response to volume expansion with isotonic saline. They

[r]

If a signi®cant association between measured meaning and decision outcomes is found, it will provide evidence in understanding how changes to accounting standards and regulations

Bagi siswa, belajar dengan model pembelajaran Quantum Teaching and Learning dapat memberikan peningkatan kualitas proses belajar dan hasil yang lebih baik kepada

GROUND DEFORMATION EXTRACTION USING VISIBLE IMAGES AND LIDAR DATA IN MINING AREAa. Wenmin Hu a,b , Lixin

bahwa dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan tuntuan reformasi perlu adanya transparansi dan akuntabilitas, sebagaimana