• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONTRASTIF BAHASA: URGENSI MEMAHAMI BUDAYA DALAM KAJIAN BAHASA ARAB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS KONTRASTIF BAHASA: URGENSI MEMAHAMI BUDAYA DALAM KAJIAN BAHASA ARAB"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DOI: 10.18592/jt.v%vi%i.7493

ANALISIS KONTRASTIF BAHASA: URGENSI MEMAHAMI BUDAYA DALAM KAJIAN BAHASA ARAB

Mursyidatul Awaliyah

mursheeda17@gmail.com STAI Al-Falah Banjarbaru

Abstract: There is one expression that states that language indicates one's identity, there is also language indicating nation. Language and culture have a coordinative relationship characterized by the quality of the reciprocal relationship between the two, and a subordinate that reflects one quality of the relationship that is only one-sided, meaning that it is the culture that influences the language, and not the other way around. Because of the close relationship between language and culture, there are some experts who equate the relationship between the two inseparable things like two sides of a coin.

When learning a foreign language, we also indirectly learn the culture of the language we are learning. Because language reflects the culture of a person. Similarly, when studying Arabic, we also learn the cultural form of native Arabic speakers. Contrastive analysis is very useful in the interests of the development of the language itself, as well as useful for understanding the cultures of other countries through linguistic differences.

Contrastive analysis also contributes to the translation to be more accurate in expressing intent in the source language text.

Keywords: Arabic; Contrastive Analysis; Culture; Indonesian Language.

Abstrak: Ada satu ungkapan yang menyatakan bahwa bahasa menunjukkan identitas seseorang, ada juga bahasa menunjukkan bangsa. Bahasa dan kebudayaan memiliki hubungan koordinatif yang dicirikan dengan kualitas hubungan timbal balik antara keduanya, dan subordinatif yang mencerminkan satu kualitas hubungan yang hanya sepihak, artinya budayalah yang mempengaruhi bahasa, dan bukan sebaliknya. Karena eratnya hubungan bahasa dan kebudayaan, ada sebagian pakar yang menyamakan hubungan keduanya dua hal yang tidak dapat dipisahkan seperti dua sisi mata uang. Ketika mempelajari bahasa asing maka secara tidak langsung kita juga mempelajari budaya dari bahasa yang kita pelajari. Karena bahasa mencerminkan budaya sesorang. Demikian pula ketika mempelajari bahasa Arab kita juga belajar bgaimana budaya dari penutur asli bahasa Arab. Analisis kontrastif sangat berguna untuk kepentingan pengembangan bahasa itu sendiri, serta berguna untuk memahami budaya negara lain melalui perbedaan linguistik. Analisis kontrastif juga berkontribusi pada terjemahan agar lebih akurat dalam mengekspresikan maksud dalam teks bahasa sumber.

Kata Kunci: Analisis Kontrastif; Budaya; Bahasa Arab; Bahasa Indonesia.

Pendahuluan

Bahasa dan budaya adalah dua bentuk hasil pemikiran manusia. Banyak ahli yang mengemukakan teorinya mengenai kaitan antara bahasa dan budaya. Seperti yang

(2)

diutarakan oleh Humboldt, dia yakin setiap bahasa di dunia pasti merupakan perwujudan budaya dari masyarakat penuturnya1.

Budaya dan bahasa memiliki keterkaitan yang amat erat. Keeratan hubungan antara bahasa dengan kebudayaan telah lama dirasakan para linguis dan antropolog sehingga pembicaraan mengenai relasi kedua bidang itu bukanlah topik baru dalam dunia ilmiah.2

Bahasa merupakan produk budaya. Bahasa adalah wadah dan refleksi kebudayaan masyarakat pemiliknya. Kebudayaan itu hanya dimiliki manusia dan tumbuh bersama berkembangnya masyarakat. Berbagai pendapat para ahli mengenai hubungan antara bahasa dan kebudayaan membuat tema ini menarik untuk dikaji lebih lanjut. Sehingga pada akhirnya dapat melahirkan teori-teori baru mengenai hubungan keduanya.3

Belajar bahasa asing berbeda dari belajar bahasa ibu, demikian juga perbedaan dalam hal pembelajaran dari segi metode, kurikulum serta implementasi praktisnya. Studi tentang akuisisi bahasa kedua, salah satu masalah paling penting dalam Linguistik Terapan4.

Sebagian besar peneliti yang telah mempelajari bahasa tunggal dan bilingual setuju bahwa belajar bahasa dengan bilingual adalah usaha yang lebih sulit dan menantang5. Setiap bahasa memiliki keunikan tersendiri dari segi fonem, morfem, dan sintaksis.

Di Indonesia, bahasa Arab adalah salah satu bahasa asing yang banyak dipelajari dari jenjang sekolah dasar hingga ke jenjang universitas, baik pendidikan formal maupun nonformal. Karena belajar bahasa Arab sebagai dasar memahami Al-Qur’an dan juga sebagai bahasa global.6 Selain sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah, mereka yang ingin belajar Islam lebih dalam juga sangat berminat dan tertarik untuk belajar bahasa Arab.

Hal tersebut terjadi karena bahasa-bahasa yang berbeda dan jelas dapat didefinisikan kembali dan diperlakukan alamiah, terlepas dari kenyataan (aktual) bahwa bahasa-bahasa itu sengaja dibangun, distandarisasi dan diregulasi dari waktu ke waktu oleh negara atau bangsa baru.7 Meskipun sebagian besar kosakata bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab, namun

1 Abdul Chaer, Sosiolinguistik Sebuah Perkenalan Awal (Jakarta: Rineka Cipta, 1995).

2 Felta Lafamane, “Antropolinguistik (Hubungan Budaya Dan Bahasa),” preprint (Open Science Framework, July 28, 2020).

3 Syukran, “Teori Budaya Dan Pembelajaran Bahasa Arab Bagi Masyarakat Aceh,” An-Nabighoh 20, no. 2 (2018).

4 Jacques M Laroche, “A View Of Transfer and Interference in Contrastive Analysis or: Can a Target Language Be Too Close to a Learner’s Native Language?,” System 9, no. 1 (1981).

5 Francois Grosjean, “Studying Bilinguals: Methodoloical and Conceptual Issues,” Bilingualism: Language and Cognition 1, no. 2 (1998).

6 Toto Edidarmo, “Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab Berdasarkan ‘Hierarchy Of Needs’

Maslow,” Afaq Arabiyah 8, no. 1 (2013).

7 Stephen May, “The Disciplinary Constraints of SLA and TESOL: Additive Bilingualism and Second Language Acquisition, Teaching and Learning,” Linguistics and Education 22, no. 3 (2011).

(3)

salah satu sifat bahasa adalah berkembang, maka baik kosakata maupun ungkapan akan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga kosakata dan ungkapan akan mengalami penyesuaian baik pelafalan maupun formulasi huruf dari bahasa asalnya yang menumgkinkan akan terjadi perluasan makna dan penyempitan makna dan lain-lain.8

Madkhali berpendapat bahwa yang bukan penutur asli diperkenalkan pada suatu bahasa melalui instruksi formal terlepas dari konteks atau petuntuk pragmatis, tidak ada pada keduanya yang dapat membedakan jika terlihat dengan struktur yang hampir sama.9 Dan para pembelajar bahasa Arab di Indonesia umumnya bukanlah penutur asli bahasa Arab.

Bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an dan bahasa ibadah bagi jutaan umat Islam dan salah satu bahasa yang digunakan di forum internasional. Oleh karena itu, orang-orang Indonesia mempelajari bahasa Arab, akan tetapi mempelajari bahasa Arab memiliki banyak perbedaan dengan bahasa Indonesia, di mana sering terjadi kesulitan bagi pelajar bahasa Arab di Indonesia karena struktur bunyi, kata, maupun ungkapan bahasa Indonesia yang berbeda dari struktur pada bahasa Arab, dan mungkin akan mempermudah pembelajaran bahasa Arab dan bahasa Indonesia jika keduanya dipadankan satu sama lain, begitupun perbedaan-perbedaan dalam setiap stuktur bahasa Arab maupun bahasa Indonesia.

Pembahasan

A. Bahasa dan Budaya

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentitikasikan diri.10 Bahasa tidak hanya sekedar sistem bunyi, morfologis, dan sintaktis yang dirancang untuk menyatakan suatu pikiran, tetapi juga membawa identitas budaya dan status sosial. Bahasa mencerminkan kondisi sosial dan hubungan antarmanusia.

Istilah budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), yang artinya hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya adalah pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.

8 Ahmad Muradi, “Tujuan Pembelajaran Bahasa Asing (Arab) Di Indonesia,” Al-Maqayis 1, no. 1 (2013).

9 Amnah A Madkhali, “A Contrastive Analysis of English and Arabic Phrasal Verbs: Difficulties and Alternatives,” International Journal of Science and Research 8, no. 1 (2019).

10 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2014).

(4)

Dalam bahasa inggris budaya disebut dengan culture yang berasal dari bahasa latin, yaitu colere yang berarti mengolah tanah atau bertani.11

Bahasa menyediakan lahan basah tempat segala kreativitas bisa tergali dan muncul mengecambah hingga tumbuh subur mengabarkan segala yang pantas terkabar dan tersampaikan. Oleh karena itu, ada satu ungkapan yang menyatakan bahwa bahasa menunjukkan identitas seseorang, ada juga bahasa menunjukkan bangsa. Begitu pentingnya peranan bahasa dalam kehidupan bermasyarakat, maka banyak penelitian mengenai bahasa ini dilakukan, baik dari segi sistem bahasa maupun keterkaitan bahasa dengan bidang- bidang ilmu yang lain, seperti budaya, psikologi, maupun filsafat.12

Kebanyakan ahli mengatakan bahwa kebudayaan menjadi mainsystem, sedangkan bahasa hanya merupakan subsystem, tidak ada atau belum ada yang mengatakan sebaliknya.13 Bahasa dan kebudayaan memiliki hubungan koodinatif dan subordinatif.

Hubungan koordinatif dicirikan dengan kualitas hubungan timbal balik antara keduanya, sedang hubungan subordinatif mencerminkan satu kualitas hubungan yang hanya sepihak, artinya budayalah yang mempengaruhi bahasa, dan bukan sebaliknya. Karena eratnya hubungan bahasa dan kebudayaan, ada sebagian pakar yang menyamakan hubungan keduanya sebagaimana bayi kembar siam yaitu dua hal yang tidak dapat dipisahkan, atau seperti dua sisi mata uang.14

Ketika mempelajari bahasa asing maka secara tidak langsung kita juga mempelajari budaya dari bahasa yang kita pelajari. Karena Bahasa mencerminkan budaya sesorang.

Demikian pula Ketika mempelajari Bahasa Arab kita juga belajar bgaimana budaya dari penutur asli Bahasa Arab.

B. Analisis Kontrastif

Studi tentang analisis kontrastif muncul setelah perang dunia II ketika ada kebutuhan untuk belajar bahasa asing dengan tujuan untuk komunikasi ilmiahdan pengenalan budaya antara bangsa-bangsa dan berbagi pengalaman. Muncul gerakan ilmiah yang berasal dari Universitas Machan di Amerika Serikat yaitu Charles Fries dan Robert Lado karena perlunya melakuakan studi silang antara bahasa-bahasa pelajar dan bahasa Inggris. Fenomena ini mulai aktif ketika para ahli bahasa terapan memperhatikan Pusat

11 Herimanto and Winarno, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2016).

12 Husin Husin and Hatmiati Hatmiati, “Budaya dalam Penerjemahan Bahasa,” Al Mi’yar: Jurnal Ilmiah Pembelajaran Bahasa Arab Dan Kebahasaaraban 1, no. 2 (October 14, 2018): 39.

13 Ahmad Mujib, “Hubungan Bahasa Dan Kebudayaan (Perspektif Sosiolinguistik),” Adabiyyat 8, no. 1 (2009).

14 Chaer, Linguistik Umum.

(5)

Linguistik terapan di Amerika pada tahun 1960an. Fenomena linguistik ini bisa dibilang klasik dan kontemporer secara bersamaan. Dikatakan klasik di mana para ahli Nahwu pertama muncul dalam tulisan-tulisan ilmuwan Arab dan muslim seperti Sibawaihi, Ibnu Jinni dan lain-lain. Dikatakan kontemporer karena fenomena linguistik ini mulai berkembang pada tahun 1960an oleh para ahli bahasa terapan.15

Secara etimologis, analisis kontrastif berasal dari kata analisis dan kontrastif. Analisis berarti penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, misal sebab-musababnya. Adapun kontrastif merupakan ajektiva yang bermakna memperlihatkan perbedaan yang nyata apabila diperbandingkan.16

Yaqut berpendapat bahawa analisis kontrastif adalah cabang linguistik yang mengkaji sistem bahasa dengan memperbandingkan dua bahasa yang berbeda atau lebih untuk menemukan persamaan dan perbedaan antara keduanya secara umum atau dari sisi kebahasaan tertentu, serta bukan dari satu rumpun contohnya kontras antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia atau antara bahasa Perancis dan bahasa Indonesia, yang dikontraskan dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan juga semantik, berikut juga termasuk linguistik deskriptif.17

Paul Markham menjelaskan bahwa analisis kontrastif adalah kajian terhadap dua bahasa yang berbeda atau lebih untuk mengenali persamaan dan perbedaan antara keduanya secara umum atau dari sisi kebahasaan tertentu, serta bukan dari satu rumpun contohnya kontras antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia atau antara bahasa Perancis dan bahasa Indonesia, yang dikontraskan dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan juga semantik, berikut juga termasuk linguistik deskriptif. Jika dua bahasa dijelaskan dalam satu pendekatan yang akurat, yang dimaksud adalah kedua bahasa itu dijelaskan dengan pendekatan kontrastif yang dapat menunjukkan perbedaan antara kedua bahasa, sehingga dapat menggambarkan kesulitan dalam pembelajaran bahasa. Analisis kontrastif dipandang sebagai sarana untuk memprediksi dan dengan demikian itu dapat menghindari kesulitan yang terkait dengan belajar bahasa kedua.18

15 Fanufana, “Al Akhta al Lughawi Fit Ta’bir al Tahriri Lada Tullab al Mustawa al Tsalits al Tsanawy Fil Madaris al Tsanawiyah al Arabiyyah Fi Yisraliyun” (Khartoum, Khartoum International Institute Of Arabic Language, 2004).

16 Maria Mintowati, “Analisis Kontrastif,” in Analisis Kesalahan Berbahasa (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011).

17 Mohammed Solaiman Yaqut, Fi Ilm al Lughah al Taqabuly Dirasah Taqbiqiyah (Alexandria: Dar el Ma’rifah, 1983).

18 Paul Markham, “Contrastive Analysis and The Future of Second Language Education,” System 13, no. 1 (1985).

(6)

Analisis kontrastif menurut Susan Grass merupakan cabang linguistik terapan, yaitu tata bahasa kontras dengan aplikasi pedagogis. Perbedaan antara studi kontras teoretis dan studi kontras terapan menyoroti perbedaan penting antara studi kontras Amerika dan Eropa. Di Amerika Serikat yang menonjol adalah linguistik terapan, sedangkan di Eropa aspek teoritis studi terapan sama pentingnya.19

Analisis kontrastif termasuk mikrolinguistik. Mikrolinguistik adalah bidang linguistik yang mengkaji bahasa untuk kepentingan pengembangan ilmu bahasa itu sendiri tanpa mengaitkannya dengan ilmu-ilmu lain. Bidang mikrolinguistik ini meliputi linguistik deskriptif yang terdiri dari fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi;

teori-teori linguistik yang terdiri dari teori tradisional, teori struktural dan turunannya, serta teori transformasional dan turunannya; linguistik historis komparatif, dan linguistik kontrastif.20

Analisis ini didasarkan pada keseimbangan dan perbandingan kedua bahasa yang bukan satu rumpun, serta dianalisis dari segi persamaan dan perbedaannya dari aspek unsur kedua bahasa, bahasa pertama adalah bahasa ibu sedangkan bahasa kedua adalah bahasa target yang dipelajari para pelajar dengan tujuan memprediksi kesulitan pembelajaran bahasa asing. Analisis kontrastif tidak membandingkan bahasa dengan bahasa tapi struktur perstruktur, seperti kontras antara fonologi bahasa A dan fonem bahasa B, begitupun bagian morfologi, sintaksis, dan juga semantiknya.21 Studi ini juga berusaha untuk secara khusus memahami pemberitahuan dan kecemasan dalam pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing. Dengan ekspresi linguistik yang kaya dari bahasa Arab, naskah dan struktur yang sebagian besar berbeda dari bahasa asli pembelajarnya, dan penyebaran geografis penuturnya dengan berbagai variasi bahasa dalam situasi yang sulit, penelitian tentang pembelajaran bahasa Arab berpotensi dapat menawarkan wawasan unik bagi para siswa.22

Analisis Kontrastif telah dianggap sebagai dasar potensial dalam pengajaran bahasa kedua. Menurut hipotesis analisis kontrastif, kesulitan atau kesalahan dalam akuisisi atau penggunaan bahasa kedua orang dapat diprediksi atau dengan menjelaskan posteriori secara

19 Susan Grass, “Theoretical No.s in Contrastive Linguistics,” Studies in Second Language Acquisition 5, no. 1 (1982).

20 Tajudin Nur, “Analisis Kontrastif Dalam Studi Bahasa,” Arabi : Journal of Arabic Studies 1, no. 2 (December 31, 2016).

21 Abduh Al-Rajihi, Ilmu al Lughah al Tathbiqy Wa Ta’lim al Arabiyah (Beirut: Dar el Ma’rifah, 2000).

22 Lama Nassif, “The Relationship of Language Anxiety with Noticing and Oral Production of L2 Forms: A Study of Beginning Learners of Arabic,” System 80 (2019).

(7)

kontras atau kesamaan antara bahasa pertama dan kedua.23 Semua permasalahan dalam penyampaian bahasa asing, begitupun dalam pembelajarannya, yaitu pada segi perbedaan yang terdapat pada gramatika bahasa atau bahasa itu sendiri, yang sering penyampaiannya tanpa mengesampingkan padanannya.

Tujuan analisis kontrastif dapat dinyatakan sebagai berikut: untuk membuat pengajaran bahasa asing lebih efektif, serta untuk mengetahui perbedaan antara bahasa pertama dan bahasa target berdasarkan pada asumsi bahwa: pembelajaran bahasa asing didasarkan pada bahasa ibu, kesamaan memfasilitasi pembelajaran (transfer positif), perbedaan menyebabkan masalah (transfer negatif / Interferensi), maka melalui analisis kontrastif, masalah dapat diprediksi dan dipertimbangkan dalam kurikulum.24

Tidak semua kosakata atau ungkapan dalam bahasa Arab ada padanannya dalam bahasa Indonesia, maupun sebaliknya. Oleh karena itu sering terjadi interferensi ketika menggunakan bahasa Arab yang terpengaruh dari bahasa ibu yaitu Indonesia itu sendiri.

Karena terkadang kita menggunakan bahasa tanpa mengetahui perbedaan-perbadaan unsur kosakata maupun ungkapan serta budaya pada setiap bahasa. Misalnya dalam penggunaan ungkapan “selamat pagi”, dalam Bahasa Indonesia ungkapan tersebut dapat dibalas dengan mengulang ungkapan yang sama, sedangkan dalam Bahasa Arab ungkapan pertama berbeda dengan ungkapan kedua, kata “selamat pagi” dalam Bahasa Arab bermakna “ﺮﯿﺨاﻟ حﺒﺎﺻ” yang secara harfiah jika diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah pagi dalam kebaikan dan balasan untuk ungkapan tersebut adalah “رﻮﻟﻨ احﺒﺎﺻ”

Disebutkan di atas bahwa bahasa dan budaya memiliki hubungan yang sangat erat bahkan dianggap seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisah. Ketika sesorang mempelajari suatu bahasa secara tidak langsung juga mempelajari budaya lokal dari bahasa yang dipelajari. Sehingga erat kaitannya antara bahasa dan budaya, bahkan keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Adakalanya budaya lokal mempengaruhi saat mempelajari bahasa asing, karena kuatnya budaya yang dipegang.

Pembelajaran Bahasa Arab di Indonesia baru dipelajari pada saat memasuki sekolah Madrasah Ibtidaiyyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan perguruan tinggi atau pondok pesantren dan kursus. Para pembelajar Bahasa Arab yang mempelajari Bahasa Arab cenderung mentransfer unsur Bahasa Daerah ketika menggunakan Bahasa Arab.

23 Jan Ulijn, “An Integrated Model for First and Second Language Comprehension and Some Experimental Evidence about The Contrastive Analysis Hypothesis,” System 5, no. 3 (1977).

24 Katharina Ruspita, “Contrastive Analysis, Error Analysis, Interlanguage and the Implication to Language Teaching,” Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora 11, no. 1 (2011).

(8)

Sehingga terjadilah kesalahan karena menyimpang dari aturan kaidah bahasa yang semestinya.

Sebenarnya pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sudah berlangsung sejak lama bahkan sudah berabad-abad lamanya, akan tetapi aspek tata bunyi sebagai dasar untuk mencapai kemahiran menyimak dan berbicara kurang mendapat perhatian. Hal ini disebabkan karena pertama, tujuan pembelajaran bahasa Arab hanya diarahkan agar pelajar mampu memahami bahasa tulisan yang terdapat dalam buku-buku berbahasa Arab. Kedua, pengertian hakekat bahasa lebih banyak didasarkan atas dasar metode gramatika- terjamahan. Dengan sendirinya gambaran dan pengertian bahasa atas metode ini tidak lengkap dan utuh, karena mengandung tekanan bahwa bahasa itu pada dasarnya adalah ujaran. Memang perlu diketahui bahwa diberbagai pesantren, masjid, bahkan di rumah- rumah dalam rangka mengajarkan Al-Qur’an telah diajarkan tata bunyi bahasa yang disebut makharijul huruf dalam ilmu tajwid.

Lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia seperti pondok-pondok pesantren menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa wajib sehari-hari yang dipakai oleh para santri. Di mana para santri diwajibkan berbicara dalam bahasa Arab, dan jika mereka berbicara dengan bahasa lokal atau daerah maka mereka akan mendapat hukuman. Kebanyakan dari mereka membuat Bahasa Arab versi mereka sendiri agar terhindar dari hukuman saat berbicara Bahasa Arab. Sehingga muncul interferensi dalam berbahasa. Penyebab terjadinya interferensi adalah sebagai berikut: pertama; kedwibahasaan para peserta tutur, kedua; tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima, ketiga; tidak cukupnya kosakata bahasa penerima dalam menghadapi kemajuan dan pembaharuan, keempat; menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan, dan kelima; kebutuhan akan sinonim.

Interferensi menjadi salah satu masalah yang dihadapi pembelajar bahasa Arab, karena berdampak negatif terhadap praktik keterampilan berbahasa Arab. Interferensi dapat terjadi karena kontak dua bahasa. Interaksi Arab dan Indonesia memungkinkan kontak bahasa yang dapat menyebabkan pengguna bahasa asing mengalami gangguan fonologis dan gramatikal. Munculnya interferensi disebabkan oleh rendahnya pengetahuan para pembelajar tentang bahasa Arab, khususnya sintaksis, sehingga struktur bahasa pertama mendominasi bahasa Arab tanpa disadari.

Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia belum mampu menunjukkan keberhasilan yang dapat dibanggakan sampai saat ini, bahkan materi bahasa Arab cenderung menjadi

(9)

momok dan tidak disukai oleh banyak siswa. Kenyataan seperti ini membawa kesan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang sulit dipelajari dibandingkan dengan bahasa asing yang lain meskipun pada dasarnya bahasa Arab tidak sesulit yang dibayangkan khususnya bagi orang Indonesia yang beragama Islam, sebab pada hakekatnya mereka setiap hari telah menggunakan bahasa ini dalam praktek-praktek ibadahnya seperti ketika salat dan berdoa.

Kebanyakan siswa menilai bahwa bahasa Arab itu susah, oleh karena itu perlu adanya proses pendampingan untuk mengubah pola pikir siswa agar mereka termotivasi untuk belajar bahasa Arab.25 Problematika yang dihadapi pembelajar Bahasa asing dalam proses pembelajaran yang diakibatkan oleh karakteristik bahasa Arab itu sendiri sebagai bahasa Asing.26 Di antara kesulitan-kesulitan yang dihadapi para pembelajar bahasa Arab di Indonesia adalah mereka tidak mengetahui sebagian gramatika bahasa Arab dengan bahasa Indonesia. Tata bahasa Arab atau qawaʻid, baik terkait pembentukan kata (sharfiyyah) maupun susunan kalimat (nahwiyyah), sering kali dianggap kendala besar bagi pelajar bahasa Arab.27

Beberapa kendala di lapangan di antaranya adalah bahwa para siswa Indonesia sendiri kurang menguasai gramatika bahasa Indonesia, sehingga sulit menemukan perbandingannya dalam bahasa Arab. Demikian itu, meskipun secara teoritis dikuasai, akan tetapi pada kenyataannya selalu ditemui kesulitan, seperti contoh nyata dari para siswa yang masih sering keliru membedakan antara tarkib idhafi dan tarkib washfi dan agak sulit menemukan perbandingannya dalam gramatika Bahasa Indonesia. Karena tidak semua tarkib idhafi adalah kata majemuk, dan tidak semua dan tarkib washfi adalah frase ajektifa dalam Bahasa Indonesia.

Selain adanya padanan-padanan konstruksi murakkab dan frasa bahasa Indonesia yang telah disebutkan di atas, mengetahui perbedaan-perbedaan konstruksi dalam kedua bahasa tersebut sangatlah penting. Dalam bahasan ini melibatkan tumpang tindih gramatika struktur kata dalam suatu kalimat, seperti isim dan isim dan sebagainya. Pengaturan ini menyebabkan kesalahan ketika mempelajari bahasa asing, termasuk perangkat negasi dan konjungsi, serta idhafah dan na’at man’ut.

Menurut Moh. Pribadi dalam tulisannya menunjukkan bahwa kesalahan kebahasaan justru tampak meningkat di sejumlah karya bahasa para siswa itu, sehingga fenomena

25 Faturahman Fuad, “Analisis Kesulitan Belajar Bahasa Arab (Studi Di MTs. N. 1 Bandar Lampung),” Al- Lisan 5, no. 2 (2019).

26 Nandang Sarip Hidayat, “Problematika Pembelajarab Bahasa Arab,” An-Nida 37, no. 1 (2012).

27 Aziz Fahrurrazi, “Pembelajarab Bahasa Arab: Problematika Dan Solusinya,” Arabiyat 1 (2014).

(10)

kesalahan berbahasa mereka tersebut membuat para guru bahasa secara bertahap berani memprediksi dan membangun asumsi dengan menganggap bahwa kesalahan yang terjadi pada karya bahasa mereka memang bersifat metodologis dan structural.28

Pada kenyataannya banyak orang Indonesia sendiri yang tidak begitu memahami gramatika atau tata Bahasa Indonesia, sehingga ketika dihadapkan dengan pembelajaran Bahasa Asing dan mencari padanan dalam struktur gramatika agak sedikit kesulitan. Ini menjadi salah satu masalah saat mempelajari Bahasa Asing termasuk Bahasa Arab.

Guru dapat mencari sumber dan penyebab kesalahan seperti pada saat mengoreksi pekerjaan siswa. Kesalahan-kesalahan yang ditemukan itu kemudian dikumpulkan dan diklasifikasikan, ditentukan sifat dan jenis kesalahannya, selanjutnya ditetapkan daerah kesalahannya.29

Pelajar bisa saja secara tidak sengaja keliru mengambarkan bentuk murakkab yang dibuat dari frasa Indonesia dengan frasa nomina subordinatif dengan menjadikannya murakkab idhafi, padahal seharusnya itu adalah murakkab washfi. Karena sebagian pelajar bahasa Arab masih sulit membedakan antara struktur murakkab idhafi dan murakkab washfi.

Begitupun dalam pembentukan frasa koordinatif, dalam bahasa Indonesia frasa koordinatif boleh meniadakan konjungsi “dan” pada dua kata dalam frasa tersebut. Sedangkan dalam bahasa Arab, murakkab athfi harus menyisipkan huruf athaf pada dua kata tersebut.

Selain itu kesalahan umum yang sering dilakukan oleh pelajar adalah pada penerjemahan kedua bahasa tersebut, entah dari menerjemahkan frasa bahasa Arab ke bahasa Indonesia atau sebaliknya. Karena perbedaan unsur budaya antara kedua bahasa menjadi penyebab terjadinya kesalahan dalam penerjemahan. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Arifatun dalam tulisannya bahwa penerjemahan tidak dapat dilakukan tanpa penguasaan yang memadai terhadap bahasa asing,30 terkhusus bahasa Arab. Bahkan menurut peneliti Melayu, permasalahan yang sering ditemui oleh pelajar bahasa Arab atau penerjemah Arab-Melayu ialah penguasaan terhadap penggunaan syibhul jumlah31. Hal demikian juga berlaku pada penerjemahan Arab-Indonesia.

28 Moh Pribadi, “Kasus Analisis Kontrastif Bahasa Indonesia Dan Bahasa Arab Serta Implikasinya Dalam Pengajaran Bahasa (Analisis Deskriptif Metodologis),” Adabiyyat 12, no. 1 (2013).

29 Nandang Sarip Hidayat, “Analisis Kesalahan Dan Konstrastif Dalam Pembelajaran Bahasa Arab,”

Kutubkhanah 17 (2014).

30 Novia Arifatun, “Kesalahan Penerjemahan Teks Bahasa Indonesia Ke Bahasa Arab Melalui Google Translate (Studi Analisis Sintaksis),” Arabic Learning and Teaching 2, no. 1 (2012).

31 Ismail Muhamad and Azman Che Mat, “Memaknakan Terjemahan Frasa Sendi Bahasa Arab Ke Bahasa Melayu Berdasarkan Ilmu Sintaksis-Semantik,” Islamiyyat 32, no. 6 (2010).

(11)

Begitupun dalam mencari padanan dalam penerjemahan, budaya berperan penting dalam hal ini, contohnya saat memberi semangat atau kata-kata penyemangat dalam Bahasa Arab disebut dengan “tasyji”, orang Arab kan menyemangati denga doa, sedangkan orang Indonesia akan menyemangati dengan memberikan kata-kata motivasi seperti “semangat”;

“kamu pasti bisa”; “jangan menyerah”, dan sebagainya, maka orang Arab akan mendoakan orang yang diberi semangat contohnya “ﻖﻓﯿﻮﻟﺘﺑﺎ”; “ﷲﻚﺎﻧﻋأ” yang bermakna doa.

Dengan analisis kontrastif antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia seperti yang disajikan penulis, memungkinkan guru dapat memprediksi kesalahan yang dilakukan peserta didik, dengan menerapkan analisis kontras antara kedua bahasa, dengan ini diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pembelajaran gramatika bahasa Arab dengan pencocokan misalnya bagaimana persamaan struktur frasa bahasa Arab dan bahasa Indonesia, lalu menjelaskan bagian-bagian yang berbeda dalam setiap struktur kedua bahasa, agar memudahkan para pelajar dalam memahami struktur bunyi, kata, serta ungkapan dalam bahasa Arab.

Menurut Qamariah dalam tulisannya metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa yaitu menggunakan metode ekletik,32 yaitu metode yang menggabungkan beberapa metode pembelajaran bahasa Arab untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Arab.33 Dan dalam pembelajaran gramatika bahasa Arab para guru dapat menggunakan pendekatan induktif, karena pendekatan ini didasarkan pada penyajian contoh-contoh terlebih dahulu kemudian contoh-contoh tersebut didiskusikan dengan para pelajar, diperbandingkan, dan dirumuskan kaidahnya kemudian diberikan latihan kepada para pelajar.34

Kesimpulan

Dengan menerapkan analisis kontras antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia guru dapat memprediksi kesalahan yang mungkin dilakukan peserta didik. Dengan ini diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pembelajaran gramatika bahasa Arab dengan pencocokan misalnya bagaimana struktur bahasa Arab dan bahasa Indonesia agar memudahkan para pelajar dalam memahami struktur kalimat dalam bahasa Arab.

32 Rafi’atun Najah Qamariah, Saifuddin Ahmad Hussein, and Faisal Mubarak, “Binyah Al-Kalimât Fî Al- Lughatain Al-’Arabiyyah Wa Al-Indûnîsiyyah Wa Wazhîfatuhâ Fî Ta’lîm Al-Lughah Al-’Arabiyyah,” Arabiyat 5, no. 1 (2018).

33 Anwar Abd Rahman, “Pengajaran Bahasa Arab Metode Eklektik,” Adabiyah 11, no. 1 (2011).

34 Ahmad Sehri, “Metode Pengajaran Nahwu Dalam Pengajaran Bahasa Arab,” Hunafa 7, no. 1 (2010).

(12)

Analisis kontrastif ini sangat berguna untuk meningkatkan pembelajaran bahasa kedua dengan memahami aspek-aspek yang kontras. Selain itu, dengan analisis kontrastif juga sangat berguna untuk kepentingan pengembangan bahasa itu sendiri, serta berguna untuk memahami budaya negara lain melalui perbedaan linguistik. Analisis kontrastif juga berkontribusi pada terjemahan agar lebih akurat dalam mengekspresikan maksud dalam teks bahasa sumber.

Penulis juga mengharapkan adanya penelitian lanjutan tentang analisis ini, misalnya dengan melakukan analisis kesalahan dari yang sebelumnya hanya berupa prediksi saja sehingga dengan begitu dapat diketahuai keakuratan penelitian ini, sehingga menjadikan penelitian ini tidak hanya sebatas teori saja.

Referensi

Al-Rajihi, Abduh. Ilmu al Lughah al Tathbiqy Wa Ta’lim al Arabiyah. Beirut: Dar el Ma’rifah, 2000.

Arifatun, Novia. “Kesalahan Penerjemahan Teks Bahasa Indonesia Ke Bahasa Arab Melalui Google Translate (Studi Analisis Sintaksis).” Arabic Learning and Teaching 2, no. 1 (2012).

Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2014.

———. Sosiolinguistik Sebuah Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Edidarmo, Toto. “Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Arab Berdasarkan

‘Hierarchy Of Needs’ Maslow.” Afaq Arabiyah 8, no. 1 (2013).

Fahrurrazi, Aziz. “Pembelajarab Bahasa Arab: Problematika Dan Solusinya.” Arabiyat 1 (2014).

Fanufana. “Al Akhta al Lughawi Fit Ta’bir al Tahriri Lada Tullab al Mustawa al Tsalits al Tsanawy Fil Madaris al Tsanawiyah al Arabiyyah Fi Yisraliyun.” Khartoum International Institute Of Arabic Language, 2004.

Fuad, Faturahman. “Analisis Kesulitan Belajar Bahasa Arab (Studi Di MTs. N. 1 Bandar Lampung).” Al-Lisan 5, no. 2 (2019).

Grass, Susan. “Theoretical No.s in Contrastive Linguistics.” Studies in Second Language Acquisition 5, no. 1 (1982).

Grosjean, Francois. “Studying Bilinguals: Methodoloical and Conceptual Issues.”

Bilingualism: Language and Cognition 1, no. 2 (1998).

Herimanto, and Winarno. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2016.

(13)

Hidayat, Nandang Sarip. “Analisis Kesalahan Dan Konstrastif Dalam Pembelajaran Bahasa Arab.” Kutubkhanah 17 (2014).

———. “Problematika Pembelajarab Bahasa Arab.” An-Nida 37, no. 1 (2012).

Husin, Husin, and Hatmiati Hatmiati. “Budaya dalam Penerjemahan Bahasa.” Al Mi’yar:

Jurnal Ilmiah Pembelajaran Bahasa Arab Dan Kebahasaaraban 1, no. 2 (October 14, 2018).

Lafamane, Felta. “Antropolinguistik (Hubungan Budaya Dan Bahasa).” Preprint. Open Science Framework, July 28, 2020.

Laroche, Jacques M. “A View Of Transfer and Interference in Contrastive Analysis or: Can a Target Language Be Too Close to a Learner’s Native Language?” System 9, no. 1 (1981).

Madkhali, Amnah A. “A Contrastive Analysis of English and Arabic Phrasal Verbs:

Difficulties and Alternatives.” International Journal of Science and Research 8, no.

1 (2019).

Markham, Paul. “Contrastive Analysis and The Future of Second Language Education.”

System 13, no. 1 (1985).

May, Stephen. “The Disciplinary Constraints of SLA and TESOL: Additive Bilingualism and Second Language Acquisition, Teaching and Learning.” Linguistics and Education 22, no. 3 (2011).

Mintowati, Maria. “Analisis Kontrastif.” In Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta:

Universitas Terbuka, 2011.

Muhamad, Ismail, and Azman Che Mat. “Memaknakan Terjemahan Frasa Sendi Bahasa Arab Ke Bahasa Melayu Berdasarkan Ilmu Sintaksis-Semantik.” Islamiyyat 32, no. 6 (2010).

Mujib, Ahmad. “Hubungan Bahasa Dan Kebudayaan (Perspektif Sosiolinguistik).”

Adabiyyat 8, no. 1 (2009).

Muradi, Ahmad. “Tujuan Pembelajaran Bahasa Asing (Arab) Di Indonesia.” Al-Maqayis 1, no. 1 (2013).

Nassif, Lama. “The Relationship of Language Anxiety with Noticing and Oral Production of L2 Forms: A Study of Beginning Learners of Arabic.” System 80 (2019).

Nur, Tajudin. “Analisis Kontrastif Dalam Studi Bahasa.” Arabi : Journal of Arabic Studies 1, no. 2 (December 31, 2016).

(14)

Pribadi, Moh. “Kasus Analisis Kontrastif Bahasa Indonesia Dan Bahasa Arab Serta Implikasinya dalam Pengajaran Bahasa (Analisis Deskriptif Metodologis).”

Adabiyyat 12, no. 1 (2013).

Qamariah, Rafi’atun Najah, Saifuddin Ahmad Hussein, and Faisal Mubarak. “Binyah Al- Kalimât Fî Al-Lughatain Al-’Arabiyyah Wa Al-Indûnîsiyyah Wa Wazhîfatuhâ Fî Ta’lîm Al-Lughah Al-’Arabiyyah.” Arabiyat 5, no. 1 (2018).

Rahman, Anwar Abd. “Pengajaran Bahasa Arab Metode Eklektik.” Adabiyah 11, no. 1 (2011).

Ruspita, Katharina. “Contrastive Analysis, Error Analysis, Interlanguage and the Implication to Language Teaching.” Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora 11, no. 1 (2011).

Sehri, Ahmad. “Metode Pengajaran Nahwu Dalam Pengajaran Bahasa Arab.” Hunafa 7, no. 1 (2010).

Syukran. “Teori Budaya Dan Pembelajaran Bahasa Arab Bagi Masyarakat Aceh.” An- Nabighoh 20, no. 2 (2018).

Ulijn, Jan. “An Integrated Model for First and Second Language Comprehension and Some Experimental Evidence about The Contrastive Analysis Hypothesis.” System 5, no.

3 (1977).

Yaqut, Mohammed Solaiman. Fi Ilm al Lughah al Taqabuly Dirasah Taqbiqiyah.

Alexandria: Dar el Ma’rifah, 1983.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan temuan dalam penelitian dan konsep di atas, maka kepada para kepala sekolah agar: (1) menganalisis dan mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang

Pasha (juru bicara presiden) sebanyak satu kalimat; sedangkan pemberitaaan lainnya lebih banyak memuat keterangan Anas, KPK, dan pengacaranya (Firman dan Adnan Buyung Nasution).

Penulis ingin mengetahui apa saja kegiatan yang dilakukan Kelompok Tani Setia Jaya Desa Rambah Jaya Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu untuk

Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK)yang terdiri dari 4 Tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Instrumen yang digunakan adalah

tindakan yang juga dilakukan oleh UD Agung dalam mendapatkan pelanggan baru, yaitu dengan mengajukan surat penawaran kerja sama kepada perusahaan lain dan

Teknologi ini cocok digunakan pada daerah yang luas dan pada semua jenis tanah dan memiliki debit banjir yang tinggi agar secara cepat dapat ditahan.. Kekursngsn dalam

mendapatkan beras dengan kualitas rendah; lamanya penyetoran uang harga tebus raskin (HTR) dari pihak RW ke kelurahan yang menyebabkan terhambatnya pihak kelurahan

Salah ristik fisik menyerap yang kecil kecil lebih rtikel yang kan bahwa NIR juga n (Blanco asi Model ng dalam ritma PLS metode pre- mlah faktor ai prediksi