• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Atrial Electromehanical Interval Using Tissue Doppler as Predictor of Atrial Fibrillation After Coronary Artery Bypass Grafting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Atrial Electromehanical Interval Using Tissue Doppler as Predictor of Atrial Fibrillation After Coronary Artery Bypass Grafting"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Kardiologi Indonesia

J Kardiol Indones. 2013;34:81-91 ISSN 0126/3773

Clinical Research

Atrial Electromehanical Interval Using Tissue Doppler as Predictor of Atrial Fibrillation After Coronary Artery Bypass Grafting

Ignatius Yansen, Amiliana Mardiani, Poppy S Roebiono

Background. Atrial fibrillation (AF) is the most common arrhythmia compli- cation in patient undergone coronary artery bypass grafting (CABG) with the incidence of 20-50% according to different studies. Although this complica- tion is temporary but can be life threathening, and increased the number of mortality and morbidity. Thus, it is very important to identified factors that can predict the occurance of AF post CABG. This study use atrial electro- mechanical interval and interval dispertion as predictor of AF post CABG.

Methods. One hundred and eight patients were included in this case control study. Samples were taken consecutively from May to September 2012 among patients with coronary artery disease undergoing CABG at the National Cardiovascular Center Harapan Kita Jakarta. The patients underwent a preoperative transthoracic echocardiography with tissue dop- pler evaluation. We measured the atrial electromechanical interval in the lateral of left atrium, septal and lateral of right atrium also inter and intra atrial interval dispertion. Patients was monitored thorugh out hospitaliza- tion for the occurance of AF.

Result. In our study, 27 out of 108 (25%) patients developed AF post CABG. There are 3 independent parameters that can predict AF post CABG. These parameters are electromechanical interval in lateral left atrium, left atrial volume index, and post operative beta blocker. There are longer electromechanical interval in lateral left atrium in patients with AF post CABG (81,12±9,84 ms vs 64,43±13,53 ms, P=0.00). Patients with AF had bigger left atrial volume index (37,31±9,50 ml/m2 vs 30,28±8,19 ml/m2, P=0.037) and more beta blocker post CABG (20 (74,1%) vs 72(88,9%), P=0.026). There are no difference intra and interatrium dispertion of electromechanical interval.

Conclusion. The interval of Electromechanical in the lateral left atrium using tissue dopper echocardiography can predict the occurrence of AF post CABG.

(J Kardiol Indones. 2013;34:81-91) Keywords: Atrial Fibrillation, post coronary artery bypass grafting, electrome- chanical interval, tissue doppler, dispertion of electromechanical interval

Department of Cardiology and Vas- cular Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia and National Cardiovascular Center Harapan Kita, Jakarta

(2)

Penelitian Klinis

Jurnal Kardiologi Indonesia

J Kardiol Indones. 2013;34:81-91 ISSN 0126/3773

Latar Belakang. Fibrilasi atrium (AF) adalah komplikasi aritmia yang paling sering ditemukan pada pasien yang men- jalani operasi bedah pintas arteri koroner (BPAK). Insidensinya dilaporkan sangat bervariasi antara 20-50%. Walaupun diketahui sebagai gangguan yang bersifat sementara namun AF pasca operasi dapat mengancam jiwa serta dikaitkan juga dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian yang bermakna. Sehingga diperlukan identiikasi terhadap faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK. Penelitian ini menilai interval elektromekanikal atrium menggunakan doppler jaringan dan dispersi interval elektromekanikal sebagai prediktor kejadian AF pasca BPAK.

Metode. Seratus delapan pasien diambil secara konsekutif untuk studi case control ini, mulai bulan Mei hingga September 2012 dari antara pasien penyakit jantung koroner yang menjalani operasi BPAK di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien-pasien ini menjalani pemeriksaan echokardiograi sebelum menjalani operasi BPAK. Dilakukan penilaian terhadap interval elektromekanikal dengan doppler jaringan pada lateral atrium kiri, septal dan lateral atrium kanan serta dispersi interval baik intra maupun interatrial. Pasien dimonitor selama perawatan terhadap kejadian AF.

Hasil. Dalam studi kami, 27 dari 108 (25%) pasien mengalami AF pasca operasi BPAK. Setelah dilakukan analisis terdapat 3 parameter yang menjadi prediktor independen terhadap kejadian AF pasca BPAK yaitu interval elektromekanikal di lateral atrium kiri, indeks volume atrium kiri dan pemberian obat penyekat reseptor beta setelah operasi BPAK. Didapatkan perbedaan interval elektromekanikal di lateral atrial kiri yang bermakna pada pasien dengan AF pasca BPAK dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami AF (81,12±9,84 ms vs 64,43±13,53 ms, P=0.00). Pasien dengan AF mempunyai indeks volume atrium kiri yang lebih besar (37,31±9,50 ml/m2 vs 30,28±8,19 ml/m2, P=0.037) dan lebih banyak diberikan obat penyekat reseptor beta (20 (74,1%) vs 72(88,9%), P=0.026). Dispersi terhadap interval elektromekanikal baik intra maupun inter atrium tidak berbeda pada kedua kelompok.

Kesimpulan. Interval elektromekanikal pada lateral atrium kiri dengan menggunakan doppler jaringan dapat digunakan sebagai prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK

(J Kardiol Indones. 2012;33:81-91) Kata Kunci: Fibrilasi atrium, pasca bedah pintas arteri koroner, interval elektromekanikal, doppler jaringan, dispersi interval elektromekanikal.

Interval Elektromekanikal Atrium Menggunakan Doppler Jaringan Sebagai Prediktor Kejadian Fibrilasi Atrium Pasca Operasi Bedah Pintas Arteri Koroner

Ignatius Yansen, Amiliana Mardiani, Poppy S Roebiono

Alamat Korespondensi

dr. Ignatius Yansen. Divisi Aritmia, Departemen Kardiologi dan Kedok- teran Vaskular, FKUI dan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Jln S Parman Kav 87 Jakarta 11420. E-mail: ignatius.jansen@gmail.com

(3)

F

ibrilasi atrium (AF) adalah kelainan aritmia yang paling banyak ditemui pasca operasi bedah pintas arteri koroner (BPAK), dengan insidensi yang sangat bervariasi dari beberapa studi yang pernah dilakukan.1 Fibrilasi atrium pasca BPAK menjadi sangat penting karena AF yang terjadi pasca bedah pintas koroner (BPAK) mempunyai prognosis jangka pendek dan jangka panjang yang kurang baik. Pasien yang menjalani operasi BPAK dan operasi katup memiliki tingkat insidensi AF pasca operasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan operasi BPAK saja. Puncak insidensi dari AF terjadi pada hari ke 2 sampai hari ke 4 setelah operasi, dengan < 10%

terjadi pada hari pertama.2

Fibrilasi atrium pasca BPAK dapat pulih dengan sendirinya. Walaupun tanpa komplikasi, aritmia ini membutuhkan terapi medikamentosa dan memperpanjang lama rawat di rumah sakit serta terkait dengan tambahan biaya perawatan.3 AF pasca BPAK diketahui mempunyai potensi untuk terjadinya tromboembolisme sistemik, gangguan hemodinamik dan bahkan kejadian stroke, karena itu disarankan penggunaan amiodarone sebagai terapi profilaksis atau penggunaan pacu jantung atrium untuk menurunkan insidensi AF pasca BPAK. Pemberian terapi amioda- rone intravena pada semua pasien yang menjalani operasi BPAK tidak efisien selain itu pemberian terapi ini terkait dengan efek samping yang tidak diinginkan.4 Dengan demikian diperlukan adanya penilaian faktor risiko dan juga prediktor terhadap kejadian AF pada pasien yang menjalani BPAK.

Angka kejadian AF pasca BPAK sangat bervariasi dari penelitian ke penelitian, hal ini tergantung dari demografi pasien, teknik pengambilan rekaman EKG, dan kriteria diagnosis nampaknya juga ikut menentukan serta jenis tindakan bedah pintas koroner (off pump atau on pump). Beberapa penelitian telah menggunakan beberapa parameter baik berdasarkan EKG mapun parameter echokardiografi (seperti durasi gelombang P dan volume dari atium kiri) untuk memprediksi kejadian AF pasca BPAK. Penelitian- penelitian ini memiliki beberapa kelemahan.1

Omi5 dan kawan-kawan telah menunjukkan bahwa interval elekromekanikal atrium yang memanjang dengan menggunakan dopper jaringan dapat memprediksi adanya gangguan konduksi di atrium pada AF yang paroksismal. Mereka menemu- kan bahwa waktu antara awal gelombang P pada EKG sampai awal dari gelombang A pada dopper jaringan memanjang pada AF yang paroksismal.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian case control yang dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI / Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta pada periode Mei – September 2012. Populasi penelitian adalah semua pasien dengan penyakit jantung koroner yang menjalani operasi BPAK elektif.

Subyek dieksklusi bila dilakukan operasi lain sepetri operasi katup dan kongenital bersamaan dengan BPAK, AF pre-operatif, operasi BPAK darurat, kualitas echokardiografi dan EKG yang tidak baik serta tidak mendapatkan persetujuan dari pasien.

Cara kerja

Sampel diambil secara konsekutif dari antara pasien-pa- sien yang akan menjalani operasi BPAK elektif di Pusat Jantung Nasional Harapan kita yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi, serta setuju untuk mengikuti penelitian. Dilakukan pemeriksaan echokardiografi oleh sonografer ahli dengan menggunakan probe dari alat echokardiografi vivid 7 GE Medical System sehari sebelum operasi.

Dilakukan pengukuran interval elektromekanikal secara echokardiografi dengan menggunakan doppler jaringan pada pandangan 4 chamber di apeks jantung dengan sampel diletakkan di lateral atrium kanan, septal dan lateral atrium kiri tepat di bawah anulus atrioventrikular.

Interval elektromekanikal diukur dengan mengukur waktu antara awal gelombang P pada EKG sampai awal dari gelombang A pada dopper jaringan pada lateral atrium kanan, septal dan lateral atrium kiri. Dilakukan pengamatan terhadap kejadian AF pasca BPAK selama perawatan di rumah sakit. Dilakukan pengelompokkan antara grup dengan AF pasca BPAK dan yang tidak.

Dilakukan analisa statistik untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya AF pasca BPAK.

Menilai interval elektromekanikal dan dispersi interval inter serta intra atrial sebagai prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK.

Definisi operasional

1. Data echo pre operasi didefinisikan sebagai pe- ngam bilan data echo sehari sebelum pasien men- ja di operasi BPAK.

2. Dimensi ventrikel kiri dinilai dengan mengukur dimensi sistolik akhir dan dimensi diastolik akhir

(4)

Jurnal Kardiologi Indonesia

untuk data kontinu dan proporsi untuk data katego-data kontinu dan proporsi untuk data katego-ata kontinu dan proporsi untuk data katego- rik. Perbandingan dilakukan antara variabel kontinu dengan menggunakan t test atau Mann-Whitney bila sebaran data tidak normal dan antara variabel katego- rikal dengan menggunakan chi-square. Regresi logistik untuk menilai prediktor. Batas kemaknaan p<0.05.

Analisa statistik menggunakan SPSS versi 15.0.

Hasil Penelitian

Selama Mei 2012 sampai dengan September 2012, terdapat 245 pasien yang menjalani BPAK secara elektif di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta.

Dari sejumlah 245 pasien tersebut hanya terdapat 108 pasien yang diikutsertakan dalam penelitian ini yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.

Dari keseluruhan subyek yang dianalisis sebanyak 108 pasien sebagian besar (97 pasien/ 89,8%) berjenis kelamin laki-laki. Terdapat 27 pasien (25%) yang mengalami kejadian AF pasca BPAK dan 81 pasien (75%) tidak mengalami kejadian AF pasca BPAK.

Pasien yang mengalami AF pasca BPAK mempunyai kecenderungan umur yang lebih tua dengan rerata usia 62,4 tahun dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami AF dengan rerata usia 57,2 tahun.

Selain dari usia pasien tidak ada perbedaan gambaran demografi pasien antara yang mangalami AF dan pasien yang tidak mengalami AF baik dari jenis kelamin, faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner seperti diabetes, hipertensi, merokok dan dislipidemia pada pandangan parasternal long axis.

3. Dimensi atrium kiri dinilai dengan melakukan pengukuran diameter atrium kiri dengan echo- cardiografi saat pandangan parasternal long aksis dan 4 chamber.

4. Indeks volume atrium kiri adalah rata-rata volume atrium kiri yang diukur dengan pandangan 4 chamber dan 2 chamber terhadap luas permukaan tubuh.

5. Hipertrofi ventrikel kiri adalah penebalan otot ventrkel kiri.

6. Disinkroni intraatrial kanan perbedaan interval elektromekanikal antara lateral atrium kanan dan septal.

7. Disinkroni intraatrial kiri perbedaan interval elek- tromekanikal antara lateral atrium kiri dan septal.

8. Disinkroni interatrial perbedaan interval elektromekanikal antara lateral atrium kiri dan atrium kanan.

9. Durasi gelombang P dinilai dengan mengukur durasi gelombang P pada lead II di EKG per- mukaan.

10. Fibrilasi atrium pasca BPAK didefinisikan sebagai kejadian AF selama perawatan rumah sakit pasca BPAK dengan durasi minimal 30 detik.

11. Fraksi ejeksi dinilai dengan formula Teich- holz’s

12. Interval elektromekanikal dinilai pada pandang- an 4 chamber di apeks dengan mengukur jarak antara awal gelombang P sampai awal gelombang A’ pada doppler jaringan di lateral atrium kiri, atrium kanan dan septal tepat di bawah anulus atrioventrikular.

Endpoint penelitian

Endpoint primer dari penelitian ini adalah timbulnya AF awitan baru dalam rumah sakit yang berlangsung dengan durasi 30 detik baik itu simptomatik atau secara hemodinamik tidak stabil maupun asimtomatik dan terdokumentasi. Monitoring dilakukan secara kontinyu selama di ICU dan intermediate ward. Rekaman EKG 12 sadapan dilakukan setiap pagi setiap hari atau diambil bila ada keluhan seperti berdebar atau terdapat perubahan EKG pada EKG monitoring kontinyu.

Analisis Statistik

Uji Saphiro Wilk untuk melihat normalitas distribusi data. Mean ± SD atau median (minimal-maksimal)

Gambar 1. Pemilihan pasien yang dimasukkan dalam analisa penelitian.

245 pasien yang menjalani operasi bedah pintas arteri koroner

108 pasien yang memenuhi kriteria Tidak memenuhi kriteria

- Pasien cito (5)

- Pasien meninggal pasca operasi (3) Data tidak lengkap

- Pasien tidak sempat diperiksa (60) - Kualitas echokardiografi yang buruk (48) - Kualitas EKG yang buruk (21)

(5)

BPAK. Dari data ini juga meunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna waktu klem silang aorta, waktu CPB (Cardio Pulmonary Bypass) dan juga jumlah graft antara pasien yang mengalami AF yang tidak mengalami AF pasca BPAK.

Pemeriksaan echokardiografi dilakukan sehari sebelum operasi pada saat pasien masuk ke rumah sakit untuk melakukan persiapan operasi. Tabel 3 menunjukkan data echokardiografi dari pasien-pasien ini. Dari data ini menunjukkan bahwa pasien-pasien yang mengalami AF pasca BPAK mempunyai indeks volume atrium kiri yang lebih besar (37,31±9,50 ml) dibanding pasien yang tidak mengalami AF (30,28±8,19 ml) demikian juga dimensi atrium kiri serta obat-obatan yang diterima pasien sebelum

dan setelah operasi. Terdapat kecenderungan bahwa pasien yang mengalami AF menerima obat penyekat reseptor beta yang lebih sedikit dibanding dengan yang tidak mengalami AF walaupun secara statistik tidak bermakna secara statistik. Tabel demografi pasien dapat dilihat dalam tabel 1.

Data-data intra operatif ditunjukkan pada tabel 2. Pada tabel ini diperlihatkan bahwa sebagian besar pasien (88,8%) manjalani operasi secara on pump dan hanya sebagian kecil (11,2%) yang menjalani operasi secara off pump walaupun tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara pasien yang mengalami AF dan yang tidak mengalami AF pasca

Tabel 1.Tabel demografi pasien

Gambaran Klinis AF(n=27) Tanpa AF (n=81) Nilai P

Usia (tahun) 62,41±5,77 57,28±6,59 0,001*

Jenis Kelamin

Laki-laki 25(92,6) 72(88,9) 0,727#

Perempuan 2(7,4) 9(11,1)

Faktor risiko

Diabetes mellitus 12(44,4) 36(44,4) 1,000”

Hipertensi 21(77,8) 60(74,1) 0,700”

Merokok 9(33,3) 38(46,9) 0,218”

Dislipidemia 20(74,1) 60 (74,1) 1,000”

Medikamentosa Sebelum operasi

Penyekat reseptor beta 19 (70,4) 62(76,5) 0,521”

Statin 23(85,2) 65(80,2) 0,567”

Penyekat reseptor angiotensin 16(59,3) 45(55,6) 0,737”

Diuretik 4(14,8) 6(7,4) 0,264#

Digoksin 1(3,7) 0(0) 0,250#

Setelah Operasi

Penyekat reseptor beta 20(74,1) 72(88,9) 0,113#

Statin 26(96,3) 79(97,5) 1,000#

Keterangan: “Uji Chi Square, #Uji Fisher,*Uji T tidak berpasangan

Tabel 2.Tabel data operasi

Tindakan Operasi AF(n=27) Tanpa AF (n=81) Nilai P

Jenis operasi

On-pump 5(18,5) 74(91,4) 0,157’

Off-pump 5(18,5) 7(8,6)

Waktu klem silang aorta (menit) 65,5(35-193) 63,5(35-197) 0,865**

Waktu CPB (menit) 103,5(49-228) 103,5(49-255) 0,972**

Jumlah graf 3,5(3-5) 4(2-5) 0,728**

Keterangan: “Uji Chi Square, **uji Mann Whitney

(6)

Jurnal Kardiologi Indonesia

yang lebih besar pada pandangan parasternal long axis (37 mm vs 35 mm). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada fraksi ejeksi, dimensi diastolik dan sistolik akhir serta dimensi atrium kiri pada pandangan 4 chamber. Tabel 5.3 juga menunjukkan tidak ada perbedaan fungsi diastolik ventrikel kiri baik nilai E/A, E/e’ maupun waktu deselerasi antara pasien yang mengalami AF dan yang tidak mengalami AF pasca BPAK.

Terdapat perbedaan panjang interval elektro- mekanikal yang bermakna diantara kedua grup baik interval elektromekanikal pada sisi lateral atrium kanan (38,69±14,42 ms vs 32,50±11,89 ms), septal (52,03±11,41 ms vs 44,25±12,75 ms) maupun pada sisi lateral atrium kiri (81,12±9,84 ms vs 64,43±13,53 ms).

Di antara kedua grup juga terdapat perbedaan dispersi interval elektromekanikal yang bermakna intra atrial kiri (29,09±12,53 ms vs 20,18±10,75 ms) dan inter atrial (42,42±15,14 ms vs 32,35±11,50 ms) sedangkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna

dispersi interval elektromekanikal intra atrial kanan.

Dari pemeriksaan EKG didapatkan perbedaan yang bermakana durasi gelombang P pada kedua grup (95,28±15,10 ms vs 81,19±15,33 ms).

Dari keseluruhan univariat di atas, variable yang bermakna dengan p<0.25 dilakukan analisa multivariat dan didapatkan bahwa prediktor independen terhadap kejadian AF pasca BPAK ada 3 yaitu interval elektromekanikal di lateral atrium kiri, indeks volume atrium kiri dan obat penyekat reseptor beta yang diberikan pasca operasi (tabel 4.). Interval elektromekanikal yang panjang meningkatkan risiko terhadap AF pasca BPAK dengan OR 1.145 untuk setiap milisekon (IK 95% 1.074- 1.219, p=0.00), LAVI meningkatkan risiko terhadap AF pasca BPAK dengan OR 1.069 untuk setiap ml/m2 (IK 95% 1.004-1.139, p= 0.037) sedangkan obat penyekat reseptor beta yang diberikan setelah operasi memberikan proteksi terhadap kejadian AF pasca BPAK dengan OR 0.184 (IK 95% 0.042-0.813, p=0.026)

Gambar 2. Gambaran doppler jaringan pada lateral atrium kiri, septal dan lateral atrium kanan.21

Gambar 3. Cara mengukur interval elektromekanikal. 21

(7)

Tabel 5. Tabel Area under the curve dari ketiga variable

Area Under the Curve

Test Result variable (s) Area under the curve Asymptotic Sig. (b) Asymptotic 95% Confidence Interval

3 VAR (BB, LAVI, LA) .891 .000 .831 .951

2 VAR (LAVI, LA) .878 .000 .814 .942

1 VAR (LA) .858 .000 .786 .929

Median Minimum Maximum p

Int_kiri_A 71.20 21.80 100.25 referensi

Int_kiri_B 69.50 22.00 96.40 0,459

Int_kiri C 71.15 23.60 92.30 0,571

Int_septal_A 48.34 11.20 70.20 Referensi

Int_septal_B 47.70 12.10 72.10 0,130

Int_septal C 45.65 9.00 74.60 0,066

int_kanan_A 37.50 5.00 63.60 Referensi

Int_kanan_B 35.30 5.00 60.60 0,118

Int_kanan C 35.65 5.00 57.00 0,12

Keterangan: perbandingan A dan B: test-retest reliability, Perbandingan A dan C: inter rater reliability

Tabel 6. Perbandingan hasil penilaian test-retest reliability dan inter rater reliability untuk pengukuran interval elektromekanikal

Parameter echocardiografi AF(n=27) Tanpa AF (n=81) Nilai P

Fraksi ejeksi (%)

Dimensi ventrikel kiri (mm) EDD

ESD

Indeks volume atrial kiri Dimensi atrium kiri (mm)

Parasternal long axis 4 chamber

Fungsi diastolik ventrikel kiri E/A <1

>1 >2 E/e’

DT

Interval elekromekanikal (ms) Sisi lateral atrium kanan Septal

Sisi lateral atrium kiri

Perbedaan Interval elekromekanikal (ms) Intra atrial kanan

Intra atrial kiri Intra atrial

Durasi gelombang p (ms)

67,5(25-82) 49,91±8,83 32,5(17-60) 37,31±9,50 37(30-49) 48,5(36-72)

23(85,2) 3(11,1)

1(3,7) 11,85(6,62-32,64)

230,64±68,75 38,69±14,42 52,03±11,41 81,12±68,75 17,4(0,10-28,10)

29,09±12,53 42,42±15,14 95,28±15,10

67(25-83 48,78±5,63

30(19-50 30,28±8,19

35(25-56) 48(37-63) 59(72,8) 19(23,5) 3(3,7) 10,66(6,08-27,01)

227,47±47,31 32,50±11,89 44,25±12,75 64,43±13,53 13,65(0,10-51,9)

20,18±10,75 32,35±11,50 81,19±15,33

0,402**

0,216*

0,313**

0,001*

0,018**

0,326**

0,383

0,129**

0,725*

0,008*

0,000*

0,000*

0,252**

0,002*

0,000*

0,000*

Keterangan: *Uji T tidak berpasangan, **uji Mann Whitney

Tabel 3. Data echokardiografi

B Sig. Adjusted OR (Exp(B))

95.0% C.I.for Adjusted OR

Lower Upper

BB_post_OP.M LAVI

Lat_LA Constant

-1.694 .067 .135 -11.862

.026 .037 .000 .000

.184 1.069 1.145 .000

.042 1.004 1.074

.813 1.139 1.219 Tabel 4.Tabel analisis multivariat faktor-faktor prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK.

(8)

Jurnal Kardiologi Indonesia

Berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan rumus pesrsamaan prediksi AF berdasarkan hasil regresi logistik

Kemungkinan AF (%)

Dengan kemungkinan AF bila didapatkan nilai lebih dari 50%. Gambar 4 dan tabel 5 menggambarkan area under curve dari ketiga parameter terhadap kejadian AF pasca BPAK. Dari keterangan ini dapat dilihat kalau parameter interval elektromekanikal di lateral LA merupakan prediktor terkuat terhadap kejadian AF pasca BPAK dibandingkan dengan kedua parameter lainnya dengan AUC 85,8%.

Dengan analisis variabilitas, derajat kesesuaian inter dan antar pengamat dari parameter interval elektromekanikal baik yang di lateral LA, septal maupun lateral RA terlihat cukup baik dan tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna diantara ketiga rerata baik inter maupun intra pengamat. (tabel 6)

Dari seluruh pasien yang mengalami AF pasca BPAK, irama sinus dapat dikembalikan dengan pemberian anti aritmia amiodarone sesuai dengan

prosedur yang berlaku di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

Diskusi

Fibrilasi atrium adalah komplikasi aritmia yang paling sering terjadi setelah operasi BPAK.6 Meskipun kemajuan di bidang CPB, kardioplegik dan tehnik bedah, insidensnya secara paradoks meningkat pada beberapa tahun terakhir seiring dengan meningkatnya usia pasien yang dibedah dan kemajuan pada teknologi monitoring EKG yang kontinyu. Kejadian AF pasca BPAK secara bermakna meningkatkan angka kematian dan juga angka kesakitan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Keluhan yang biasa yang dialami pasien adalah sesak nafas, rasa tidak nyaman di dada, instabilitas hemodinamik dan kejadian tromboembolik.2, 6-9 Pada penelitian ini didapatkan angka insidens kejadian AF pasca BPAK sebanyak 25%. Hal ini tidak jauh berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Hadis10 dan kawan-kawan yang menunjukkan angka kejadian AF pasca BPAK di PJNHK adalah sebesar 26,1%.

Upaya untuk memprediksi kejadian AF menjadi begitu penting untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian serta biaya dan lama rawat di rumah sakit.

Anti aritmia seperti amiodarone yang diberikan secara intravena dan dilanjutkan dengan oral merupakan terapi yang efektif untuk mencegah timbulnya kejadian AF pasca BPAK tetapi pemberian amiodarone mempunyai efek samping yang sangat serius sehingga perlu diberikan secara selektif terutama pada pasien yang mempunyai faktor risiko tinggi timbulnya kejadian AF pasca BPAK.4 Dengan demikian, indentifikasi terhadap faktor risiko seorang pasien menjadi penting.

Beberapa parameter telah diteliti untuk mempre- diksi kejadian AF pasca BPAK. Parameter-parameter itu baik secara EKG maupun echokardiografi. Secara EKG peneliti menilai bahwa durasi gelombang P dan adanya dispersi gelombang P baik dari EKG 12 sadapan atau Kemungkinan AF (%)= 1

e

(-11,86-1.9 (BB)+0,13 (lat LA)+0,67 (LAVI)

Gambar 4. Kurva ROC untuk ketiga variabel (Interval elektromekanikal di lateral LA, penyekat reseptor beta dan LAVI)

Specificity

Sensitivity

ROC Curve

(9)

menggunakan SAECG dapat memprediksi kejadian AF pasca BPAK.11-16 Interval elektromekanikal yang diperiksa dengan menggunakan doppler jaringan pada echokardiografi dapat dijadikan prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK.29 Pemeriksaan ehokardiografi adalah modalitas yang rutin dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi BPAK.

Keunggulan dari doppler jaringan dibandingkan pemeriksaan echokardiografi yang lainnya adalah tidak dipengaruhi oleh denyut jantung, preload, afterload.5,26,17 Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang mudah, murah dan dapat ditambahkan pada pemeriksaan echokardiografi rutin yang dilakukan oleh pasien yang akan menjalani operasi BPAK.

Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan interval elektromekanikal dengan doppler jaringan pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi BPAK. Interval elektromkanikal diperiksa pada sisi lateral atrium kiri, septal dan sisi lateral atrium kanan tepat dibawah annulus atrioventrikular. Panjang interval dan adanya dispersi terhadap panjang interval elektromekanikal diharapkan dapat menjadi prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK. Pasien diikuti sela ma perawatan di rumah sakit untuk mendeteksi timbulnya kejadian AF. Pemerikaan interval elektromekanikal menggambarkan adanya gangguan kondusi di atrium.

Hal ini merupakan dasar timbulnya AF.

Dalam Penelitian ini secara univariat menunjuk kan bahwa parameter yang bermakna antara pasien yang mengalami AF dan tidak adalah usia, indeks volume atrium kiri, dimensi atrium kiri pada pandangan parasternal long axis, panjang interval elektromekanikal pada lateral atrium kiri, septal dan lateral atrium kanan serta dispersi intra atrial kiri, dispersi interatrial, dan panjang gelombang P pada ECG. Faktor risiko yang paling konsisten terhadap kejadian AF pasca BPAK dari berbagai penelitian adalah faktor usia.

Setelah dilakukan analisis multivariate terdapat 3 parameter yang secara bermakna berbeda antara pasien yang mengalami AF dengan pasien yang tidak mengalami AF pasca BPAK. Ketiga parameter tersebut adalah interval elektromekanikal pada sisi lateral atrium kiri, indeks volume atrium kiri dan terapi penyekat reseptor beta pasca operasi. Interval elektromekanikal di lateral atrium kiri merupakan prediktor yang paling kuat terhadap kejadian AF pasca BPAK dengan area under curve mencapai 85,8% . Pasien yang memiliki interval elektromekanikal yang panjang merupakan prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK. Interval elektromekanikal yang memanjang menggambarkan

adanya gangguan konduksi di atrium dari nodus SA ke sisi terjauh dari atrium yaitu pada sisi lateral atrium kiri. Adanya perlambatan konduksi di atrium merupakan mekanisme terhadap kejadian AF.18 Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Roshanali.29 Dengan demikian pasien-pasien yang mempunyai interval elektromekanikal yang meman- jang menunjukkan bahwa sudah terdapat substrat sebelum operasi yang mendasari timbulnya AF.19 Hal ini yang mengambarkan mengapa terdapat kerentanan interindividu untuk terjadinya AF. Substrat ini menggambarkan adanya gangguan konduksi sebelum pasien menjalani operasi sehingga memudahkan untuk terjadinya gelombang re-enrty di atrium dan meningkatkan kejadian AF pasca BPAK. Hal ini terkait dengan adanya remodeling pada atrium yang ditandai dengan berkurangnya serat-serat miokardial dan meningkatnya fibrosis.20 Fibrosis ini menyebabkan heterogenitas struktur dan properti elektrofisiologi miokardium atrium sehingga akan merubah masa refrakter atrium dan kecepatan konduksi yang akan menyebabkan peningkatan gelombang re-entry. Teori fibrosis ini didukung oleh penemuan dari Goette21 dan kawan-kawan yang menganalisis specimen apendiks atrium kanan yang diambil sewaktu operasi bedah jantung. Ternyata mereka menemukan bahwa terdapat hubungan antara fibrosis antrium dengan terjadinya AF pasca bedah jantung.

Interval elektromekanikal pada septal dan sisi lateral atrium kanan pada penelitian ini tidak menunjukkan kemaknaan setelah dilakukan analisis multivariat.

Parameter yang bermakna lainnya adalah index volume atrium kiri. Terdapat perbedaan indeks volume atrium kiri yang bermakna antara pasien yang mengalami AF dan pasien yang tidak mengalami AF pasca BPAK. Indeks volume atrium kiri yang semakin besar merupakan prediktor terhadap kejadian AF pasca BPAK. Indeks volume atrium kiri yang semakin besar menunjukkan adanya dilatasi atrium kiri sehingga terjadi perlambatan konduksi di atrium dan dimensi yang semakin besar dapat menampung semakin ba nyak gelombang re-entry sehingga memudahkan terjadi nya kejadian AF.22, 23 Hal ini juga sesuai dengan peneliti an yang telah dilakukan sebelumnya.

Terapi penyekat reseptor beta pasca operasi juga secara bermakna menunjukkan perbedaan diantara kedua grup dan merupakan prediktor yang terhadap kejadian AF pasca BPAK. Hal ini sesuai dengan mekanisme AF.19, 24 Pasien yang mengalami AF pasca BPAK juga didapatkan peningkatan kadar nore-

(10)

Jurnal Kardiologi Indonesia

pinefrin pasca operasi. Aktivitas simpatis juga dapat memperpendek periode refrakter secara heterogen yang mempermudah terjadinya aritmia. Proses ini juga menyebabkan produksi katekolamin yang meningkat, adanya ketidakseimbangan otonom pasca operasi.

Dengan pemberian obat penyekat reseptor beta kejadian AF pasca CABG dapat diturunkan.25, 26

Keterbatasan Penelitian

Insidensi dari AF pasca BPAK pada penelitian ini mungkin underestimate karena adanya perbedaan metode deteksi di ICU, ruang intermediate dan ruang perawatan dimana deteksi hanya dengan pemeriksaan ECG rutin perhari atau berdasarkan keluhan pasien setelah pasien berada di ruang perawatan.

Pemeriksaan menggunakan holter memungkinkan untuk monitoring yang lebih baik.

Daftar Pustaka

1. Hakala T, Hedman A. Predicting the risk of atrial fibrillation after coronary artery bypass surgery. Scand Cardiovasc J. 2003;

37(6): 309-15.

2. Aranki SF, Shaw DP, Adams DH, Rizzo RJ, Couper GS, Vander- Vliet M, et al. Predictors of atrial fibrillation after coronary artery surgery. Current trends and impact on hospital resources.

Circulation. 1996; 94(3): 390-7.

3. Creswell LL, Damiano RJ, Jr. Postoperative atrial fibrillation:

an old problem crying for new solutions. J Thorac Cardiovasc Surg. 2001; 121(4): 638-41.

4. Mahoney EM, Thompson TD, Veledar E, Williams J, Weintraub WS. Cost-effectiveness of targeting patients undergoing cardiac surgery for therapy with intravenous amiodarone to prevent atrial fibrillation. J Am Coll Cardiol. 2002; 40(4): 737-45.

5. Omi W, Nagai H, Takamura M, Okura S, Okajima M, Furusho H, et al. Doppler tissue analysis of atrial electromechanical cou- pling in paroxysmal atrial fibrillation. J Am Soc Echocardiogr.

2005; 18(1): 39-44.

6. Creswell LL, Schuessler RB, Rosenbloom M, Cox JL. Hazards of postoperative atrial arrhythmias. Ann Thorac Surg. 1993;

56(3): 539-49.

7. Villareal RP, Hariharan R, Liu BC, Kar B, Lee VV, Elayda M, et al. Postoperative atrial fibrillation and mortality after coronary artery bypass surgery. J Am Coll Cardiol. 2004; 43(5): 742-8.

8. Almassi GH, Schowalter T, Nicolosi AC, Aggarwal A, Moritz TE, Henderson WG, et al. Atrial fibrillation after cardiac sur- gery: a major morbid event? Ann Surg. 1997; 226(4): 501-11;

discussion 11-3.

9. Mathew JP, Parks R, Savino JS, Friedman AS, Koch C, Mangano DT, et al. Atrial fibrillation following coronary artery bypass graft surgery: predictors, outcomes, and resource utilization.

MultiCenter Study of Perioperative Ischemia Research Group.

JAMA. 1996; 276(4): 300-6.

10. Hadis H, Yuniadi Y, Idham I. Incidence and risk factors of atrial fibrillation after coronary bypass graft surgery. J Kardiol Indones.

2010; 31: 16-25.

11. Ariyarajah V, Mercado K, Apiyasawat S, Puri P, Spodick DH.

Correlation of left atrial size with p-wave duration in interatrial block. Chest. 2005; 128(4): 2615-8.

12. Dilaveris PE, Gialafos EJ, Sideris SK, Theopistou AM, Andriko- poulos GK, Kyriakidis M, et al. Simple electrocardiographic markers for the prediction of paroxysmal idiopathic atrial fibril- lation. Am Heart J. 1998; 135(5 Pt 1): 733-8.

13. Dilaveris PES, C.I. P wave dispersion: A valuable non-invasive marker of vulnerability to atrial arrhythmias. Hospital chroni- cles. 2006; 1(3): 130-7.

14. Weber UK, Osswald S, Huber M, Buser P, Skarvan K, Stulz P, et al. Selective versus non-selective antiarrhythmic approach for prevention of atrial fibrillation after coronary surgery: is there a need for pre-operative risk stratification? A prospective placebo-controlled study using low-dose sotalol. Eur Heart J.

1998; 19(5): 794-800.

15. Chandy J, Nakai T, Lee RJ, Bellows WH, Dzankic S, Leung JM. Increases in P-wave dispersion predict postoperative atrial fibrillation after coronary artery bypass graft surgery. Anesth Analg. 2004; 98(2): 303-10, table of contents.

16. Yamada T, Fukunami M, Shimonagata T, Kumagai K, Sanada S, Ogita H, et al. Dispersion of signal-averaged P wave duration on precordial body surface in patients with paroxysmal atrial fibrillation. Eur Heart J. 1999; 20(3): 211-20.

17. Sakabe K, Fukuda N, Fukuda Y, Morishita S, Shinohara H, Tamura Y. Interatrial dyssynchrony on tissue Doppler imaging predicts pro- gression to chronic atrial fibrillation in patients with non-valvular paroxysmal atrial fibrillation. Heart. 2009; 95(12): 988-93.

18. Platonov PG. Interatrial conduction in the mechanisms of atrial fibrillation: from anatomy to cardiac signals and new treatment modalities. Europace. 2007; 9 Suppl 6: vi10-6.

19. Maesen B, Nijs J, Maessen J, Allessie M, Schotten U. Post- operative atrial fibrillation: a maze of mechanisms. Europace.

2012; 14(2): 159-74.

20. Spach MS, Dolber PC. Relating extracellular potentials and their derivatives to anisotropic propagation at a microscopic level in human cardiac muscle. Evidence for electrical uncoupling of side-to-side fiber connections with increasing age. Circ Res.

1986; 58(3): 356-71.

21. Goette A, Juenemann G, Peters B, Klein HU, Roessner A, Huth C, et al. Determinants and consequences of atrial fibrosis in

(11)

patients undergoing open heart surgery. Cardiovasc Res. 2002;

54(2): 390-6.

22. Nakai T, Lee RJ, Schiller NB, Bellows WH, Dzankic S, Reeves J, 3rd, et al. The relative importance of left atrial function versus dimension in predicting atrial fibrillation after coronary artery bypass graft surgery. Am Heart J. 2002; 143(1): 181-6.

23. Osranek M, Fatema K, Qaddoura F, Al-Saileek A, Barnes ME, Bailey KR, et al. Left atrial volume predicts the risk of atrial fibrillation after cardiac surgery: a prospective study. J Am Coll Cardiol. 2006; 48(4): 779-86.

24. Kalman JM, Munawar M, Howes LG, Louis WJ, Buxton BF,

Gutteridge G, et al. Atrial fibrillation after coronary artery bypass grafting is associated with sympathetic activation. Ann Thorac Surg. 1995; 60(6): 1709-15.

25. Burgess DC, Kilborn MJ, Keech AC. Interventions for preven- tion of post-operative atrial fibrillation and its complications after cardiac surgery: a meta-analysis. Eur Heart J. 2006; 27(23):

2846-57.

26. Crystal E, Connolly SJ, Sleik K, Ginger TJ, Yusuf S. Interven- tions on prevention of postoperative atrial fibrillation in patients undergoing heart surgery: a meta-analysis. Circulation. 2002;

106(1): 75-80.

Referensi

Dokumen terkait

I 3 Jawab: “Perpustakaan kita saat ini belum menerapkan sistem repositori yang terautomasi, sebagian data tugas akhir yang elektronik ada yang diinput ke Microsoft word,

Dimana column name adalah nama kolom yang data-datanya ingin dijadikan sebagai persyaratan, dan table_name adalah nama sumber table yang ingn ditampilkan

Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa 29 dari 50 responden untuk bangunan di sekitar area pelebaran setuju dengan adanya pelebaran yang dilakukan di jalan tersebut dan

Mengorganisir di sini adalah mengatur unsur-unsur sumber daya perusahaan konstruksi yang terdiri dari tenaga kerja, tenaga ahli, material, dana dan Iain-lain, dalam suatu gerak

Aspek yang dikaji meliputi sumber informasi, cara menelusur, subjek dan subsektor yang diminati, persepsi responden terha- dap jurnal elektronis, pemanfaatan informasi yang

Untuk meningkatkan kualitas layanan penyelenggaraan dan hasil pembelajaran pendidikan masyarakat di lembaga tersebut diperlukan sarana pendukung dalam pelaksanaannya.

The mechanism of sudden cardiac death in patients with WPW is thought to be associated with atrial fibrillation or atrial flutter due to that mechanism.. 10 An incidence of

K : (diam) P: Memandang K dan tersenyum K: Ekpresi datar K: Ekpresi datar P: memandang K P : Ingin membuka percakapan dengan klien dan berharap dengan sapaan sederhana P bisa