TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI (ANALISIS MAKNA GERAK, RIAS, DAN BUSANA)
SKRIPSI
Di Ajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Departemen Pendidikan Seni Tari
Oleh:
Puspita Permata Sari 1102441
DEPARTEMEN PENDIDIKAN SENI TARI FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN
Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri
Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi
(Analisis Makna Gerak, Rias, dan Busana)
Oleh
Puspita Permata Sari
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Fakultas Pendidikan Seni dan Desain
© Puspita Permata Sari 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi (Analisis Makna Gerak, Rias, dan Busana)”. Narasumber utama dalam penelitian ini yaitu Toto Sugiarto, S.Pd selaku koreografer tari Dogdog Lojor. Tari Dogdog Lojor ini termasuk dalam rumpun tari kreasi baru yang berlandaskan tari rakyat dengan etnis Sunda. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data makna gerak, rias, busana, kemudian mendeskripsikannya melalui kajian mendalam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yang dikaji melalui pendekatan
hermeneutik yang ditunjang dengan teori makna, teori bentuk, dan beberapa teori pendukung lainnya. Analisis pada gerak menggunakan konsep etnokoreologi yang terbagi menjadi gesture, pure movement, dan locomotion, selain itu juga analisis menggunakan teknik triangulasi data dari hasil observasi, wawancara, dan studi pustaka. Adapun data dikumpulkan melalui data reduksi, data display, dan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tari Dogdog Lojor secara konteks menggambarkan kegiatan para pemuda yang sedang bergembira menyambut panen padi. Berdasarkan pendekatan hermeneutik dan beberapa teori pendukung lainnya, maka bisa disimpulkan bahwa tari Dogdog Lojor karya Toto Sugiarto merupakan bentuk aplikatif lain dari alat musik Dogdog Lojor, merupakan setumpuk teks yang dapat dibaca konteksnya sehingga dapat dipahami dan dapat peneliti multitafsir makna gerak, rias, dan busananya.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seni pertunjukan merupakan ekspresi dan kreasi seniman serta masyarakat
pemiliknya yang senantiasa hidup dan berkembang seiring dinamika atau
perubahan zaman. Mengingat begitu banyaknya seni pertunjukan di Indonesia,
taripun memiliki tempat khusus dalam segala perkembangan seni pertunjukan.
Seni tari merupakan ekspresi gambaran dari jiwa seseorang yang dituangkan
melalui gerak-gerak yang indah, ritmis, selaras dengan irama musik pengiringnya.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat mengenai tari dari Soedarsono
(dalam Purwatiningsih, 2004, hlm. 24) bahwa: ‘Tari adalah eskpresi jiwa manusia
yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Untuk menghasilkan
gerak yang indah membutuhkan proses pengolahan atau penggarapan terlebih
dahulu, pengolahan bersifat stilatif dan distorsif’’. Gerak stilatif merupakan gerak
yang telah mengalami proses pengolahan dan mengarah pada bentuk-bentuk yang
indah, sedangkan gerak distorsif merupakan perombakan dari aslinya.
Sejak munculnya seni tari, selain sebagai ungkapan ekspresi jiwa seseorang,
dahulu seni tari digunakan sebagai media untuk menyampaikan suatu pesan
spiritual dari hamba kepada Tuhannya, pesan moral, pesan dalam politik, atau
bahkan sebagai bentuk penghormatan dari rakyat pada pemimpinnya. Seperti yang
dikemukakan oleh Parani (dalam Intan, 2013, hlm. 7) bahwa ada tiga arti
pentingnya seni tari dalam kehidupan manusia: ‘Tari sebagai fungsi spiritual, komunikasi, dan sosial’.
Dengan begitu sudah jelas bahwa seni tari dapat berperan untuk menunjukkan
eksistensi masyarakat pemiliknya, sebagai pewaris budaya tersebut. Kini
masyarakat yang hidup di era globalisasi akan dituntut untuk lebih dinamis dalam
memegang budayanya dalam arti sudah banyak perombakan budaya seperti
pergeseran fungsi yang sudah menjadi fenomena tidak asing lagi, pada akhirnya
2
Seni tari tidak semata-mata terbentuk begitu saja, namun dengan melewati
berbagai komponen pendukung tari yang terdiri atas beberapa unsur yakni ruang,
waktu, dan tenaga. Unsur ruang merupakan ruang pentas atau ruang tempat penari
melakukan gerak, ruang yang diciptakan penari adalah ruang yang dibatasi oleh
imajinasi penari yang dapat dijangkau oleh tangan dan kakinya dalam posisi tidak
pindah tempat, sedangkan ruang pentas yakni arena (panggung) yang digunakan
oleh penari. Unsur waktu memiliki dua faktor yang sangat penting yaitu ritme dan
tempo, dimana ritme dalam gerak tari menunjukkan ukuran waktu dari setiap
perubahan detail gerak, ritme lebih mengarah pada ukuran cepat atau lambat
setiap gerakan yang dapat dicapai. Unsur tenaga merupakan suatu usaha
memberikan untuk menentukan watak pada gerak, dalam hal ini terbagi atas
tenaga yang lemah, sedang, dan kuat.
Gerak tari saat ini telah berkembang semakin dinamis, terutama gerak tari
yang tidak berdasarkan pada pola baku (pakem). Hal ini menunjukkan, bahwa
perkembangan gerak amat dipengaruhi oleh kreasi dan inovasi sang kreator.
Dengan demikian, tari merupakan bentuk atau perwujudan ekspresi sang kreator
tari yang dipersepsikan dari berbagai motif dan makna gerak, sehingga seharusnya
dalam proses penciptaan sebuah karya tari akan lebih indah bila memiliki makna
dalam setiap rangkaian geraknya dan akan menunjukkan bahwa tarian tersebut
memiliki tujuan penciptaan.
Dengan makna yang beragam dalam penciptaan sebuah karya seni tari,
tentunya seni tari tidak hanya menjadi seni pertunjukan yang monoton.
Berdasarkan pola garapnya, seni tari terbagi menjadi dua jenis yakni seni tari
tradisi dan seni tari kreasi. Dalam seni tari tradisipun tidak hanya terpatok dengan
jenis yang itu-itu saja, tapi terbagi kembali menjadi tiga bagian di antaranya tari
klasik dan tari rakyat.
Merangkum dari apa yang dijelaskan oleh Purwatiningsih (2004, hlm. 46-47)
bahwa:
yang menjadi dasarnya, menjadi media yang membuka kebebasan untuk seniman tari saat ini di dalam mencari kemungkinan baru di bidang tari serta sifatnya terikat pada faktor yang sudah ada, dan sering juga dipakai sebagai eksperimen atau dapat pula disebut kontemporer.
Dari penjelasan di atas, peneliti dapat memahami bahwa tari kreasi lahir
berawal dari sebuah ide atau gagasan yang dapat bersifat bebas, melalui proses
pemikiran terbuka dalam mengolah suatu bahan atau materi menjadi suatu produk
yang beda dengan produk lainnya, produknya berupa garapan tari itu sendiri.
Tentunya penciptaan tari tidak akan lepas pada tari tradisi yang ada pada budaya
di sekitarnya, bahkan ada juga kreator tari yang mengambil inspirasi dari
daerah-daerah lain dan mencampurkan gerak tari yang lepas dari ikatan-ikatan tradisi.
Banyaknya tari kreasi baru pada saat ini, peneliti tertarik dengan salah satu
tari yang diciptakan oleh Toto Sugiarto, S.Pd. Karya tari ini merupakan tari yang
diajarkan di Sanggar Mutiara Pawestri dan Sanggar Anggitasari. Akan tetapi,
penelitian akan dilakukan di Sanggar Mutiara Pawestri karena satu dan lain hal.
Sanggar Mutiara merupakan sanggar seni di lingkungan Yayasan Mutiara serta
sebagai kegiatan ekstrakurikuler di bidang seni tari, musik, karawitan, dan teater.
Toto Sugiarto merupakan penggerak yang berperan penting di Sanggar
Mutiara Pawestri tersebut. Berdasarkan keterangan yang terdapat dalam laman
blog Sanggar Mutiara Pawestri, bahwa beliau telah menciptakan berbagai tarian di
antaranya, Tari Nyiru, Tari Rakean, Tari Pundak Arum, Tari Kreasi Dogdog
Lojor, Tari Budak Buruan, Tari Pakujajar, Tari Jaya Antenya, Tari Kadita, Tari
Mayangsagara, Tari Cepet, dan Tari Kumbang Bagus Setra.
Dengan tidak mengesampingkan tari karya Toto Sugiarto satu dengan yang
lainnya, peneliti memfokuskan pada salah satu tari saja yakni Tari Dogdog Lojor.
Peneliti mengutip salah satu pendapat yang dikemukakan oleh Murgiyanto (dalam
Intan, 2013, hlm. 5) bahwa: ‘Sebuah gaya tari tidaklah sama bentuknya setiap
zaman. Ia berubah ketika diajarkan oleh generasi tua ke generasi muda karena
bentuk tari yang diwariskan itu diinterpretasikan. Sebuah tradisi juga berubah
ketika berada didalam genggaman orang-orang yang menerimannya.’
Merujuk pada kutipan di atas, permasalahan yang dapat diangkat dalam tari
4
berada dalam genggaman orang-orang yang menerimanya, benar adanya bahwa
koreografer tari kreasi Dogdog Lojor merupakan pembuat karya tari yang kreatif
karena ide dan gagasan yang dipakai sangatlah menarik, walaupun Dogdog Lojor
kebanyakan umum hanya digunakan dalam rangkaian acara ritual, tetapi Toto
Sugiarto dengan apik serta kreatif dan inovatif dapat memberikan warna juga
kesan yang lebih dinamis.
Alasan peneliti memilih tari tersebut tidak hanya dilihat dari satu aspek saja,
akan tetapi dari berbagai sudut pandang yang meliputi penciptaan ide atau
gagasan tari Dogdog Lojor yang mengadaptasi gerak-gerak tari rakyat baik itu
yang berlatar etnis ke-Sundaan dan beberapa gerak berlatar etnis lain. Keunikan
lain terdapat pada properti tari yang digunakan, yakni Dogdog Lojor yang pada
umumnya digunakan sebagai salah satu alat musik pengiring untuk seni Dogdog
Lojor di Kasepuhan Banten Selatan. Geraknya lebih banyak menggunakan
gerakan menepuk Dogdog.
Karya tari Dogdog Lojor sebagai sebuah karya tari kreasi baru banyak
memunculkan berbagai motif gerak, baik gerak tersebut memiliki makna ataupun
tidak tentunya hanya koreografer yang mengetahuinya. Demikian pula, untuk
aspek rias dan busananya, hal tersebut memberikan ruang untuk dikaji lebih lanjut
ataupun diteliti lebih mendalam agar diketahui makna gerak, makna rias, dan
makna busana tari Dogdog Lojor tersebut. Adapun beberapa gerak khas yang unik
dalam tarian ini di antaranya ada Lulumpatan, Aclog-aclogan, Nakol dogdog,
Kekepohan, dan Kukudaan.
Rias dan busana dalam tari Dogdog Lojor sangat menarik pula untuk ditelaah
berkaitan dengan bentuk dan maknanya. Para penari di rias serta mengenakan
busana yang dibuat dan disesuaikan dengan mengikuti perkembangan zaman saat
ini, yang menuntut sebuah kemasan lebih berwarna. Rias yang dibuat seperti
badut memberikan kesan lucu dan unik sehingga dapat memanjakan mata
penontonnya, didukung dengan ekspresi-ekspresi lucu dan kocak yang dilakukan
oleh penarinya membuat suasana lebih ceria.
Busana yang dipilih berwarna hijau stabilo yang menimbulkan kesan lebih
memiliki antena berwarna merah yang akan bergerak ke atas dan ke bawah jika
penari sedang bergerak, sehingga menambah keistimewaan dari tari Dogdog
Lojor. Berdasarkan berbagai paparan tersebut di atas, peneliti berfikir bahwa
dilihat dari komponen gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor memiliki makna
yang terkandung di dalamnya.
Peneliti mencoba mendeskripsikan makna ragam gerak serta mengkaji dan
memahami makna geraknya secara terperinci. Walaupun ada beberapa gerak yang
telah disebutkan, susunan gerak khasnya belum terlalu terperinci, inilah yang akan
peneliti jadikan inti dari penelitiannya. Dengan multidisiplin ilmu yang dapat
mendukung dalam proses kajian, peneliti berharap dapat mengkaji masalah makna
di dalam tarian tersebut secara terperinci dan jelas.
Rias dan busana yang belum diketahui maknanya oleh peneliti, juga menjadi
alasan penguat untuk meneliti tari kreasi Dogdog Lojor karya Toto Sugiarto, S.Pd
dengan didukung teori pendukung yang akan digunakan dalam mengkaji makna
rias busana dengan beberapa teori dari para ahli yang relevan dalam bidangnya.
Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa makna tidak akan lepas dengan
simbol, karena bila ada simbol pasti memiliki makna. Peneliti menguatkan
pernyataan tersebut dengan sebuah kutipan dari Royce (dalam Widaryanto, 1986,
hlm. 171) bahwa:
Seluruh ciri-ciri kompleks yang dipakai orang untuk menandai identitas mereka terdiri dari sesuatu yang telah saya sebut sebagai gaya. Gaya, sebagaimana saya batasi, tersusun dari simbol, bentuk, dan orientasi nilai yang mendasarinya. Bentuk dan simbol terang-terangan memasukkan pakaian, bahasa, musik, tari, tipe rumah, dan agama.
Oleh karenanya, penting bagi peneliti untuk dapat peka dalam melihat
simbol-simbol yang terdapat dalam tari tersebut, karena hal tersebut adalah
rangkaian dalam sebuah proses pemaknaan sebuah karya tari. Jika tari sungguh
menyimpan makna, hal ini tidak berlaku sama sebagaimana bahasa semata,
ataupun makna di dalam tari dengan mudah dapat diterjemahkan ke dalam
kata-kata, melainkan tari sebagai penanda identitas pada masyarakat pemiliknya.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, peneliti merasa tertarik
6
Karya Toto Sugiarto. Oleh karena itu, peneliti merasa penting untuk
mendokumentasikan tari tersebut dan mengkajinya secara lebih mendalam ke
dalam bentuk skripsi sebagai informasi kepada masyarakat luas pada umumnya
dan masyarakat Sukabumi khususnya. Berangkat dari hal tersebut, maka peneliti
mengangkat sebuah penelitian dengan judul “Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi (Analisis Makna Gerak, Rias, dan Busana)”.
B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas mengenai tari
Dogdog Lojor karya Toto Sugiarto, maka dalam hal ini peneliti mengambil
beberapa rumusan masalah yang dibuat dalam bentuk pertanyaan penelitian,
sebagai berikut:
1. Bagaimana Makna Gerak Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara
Pawestri?
2. Bagaimana Makna Rias dan Busana Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar
Mutiara Pawestri?
C. TUJUAN PENELITIAN
Merujuk dari rumusan masalah di atas, peneliti berharap mampu untuk
menganalisis permasalahan yang telah disebutkan. Adapun beberapa tujuan
penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu:
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai fenomena dalam tari
Dogdog Lojor karya Toto Sugiarto, S.Pd. di Sanggar Mutiara Pawestri.
2. Tujuan Khusus
Untuk mendeskripsikan makna yang terkandung dalam gerak, rias, dan
D. MANFAAT PENELITIAN
Selain tujuan penelitian, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak yang terkait, di antaranya:
1. Bagi Peneliti
a. Dapat menambah wawasan, pengalaman, dan kreativitas dalam hal
mengkaji sebuah masalah penelitian.
b. Dapat memperkaya pemahaman peneliti tentang seni tari yang ada di
daerah sendiri.
c. Dapat meningkatkan kualitas penelitian yang bersifat deskriptif.
d. Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Tari Kreasi
Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri.
2. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni tari
Dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan pengetahuan baru serta
memberikan informasi pada mahasiswa tentang keberadaan Tari Kreasi
Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri.
3. Jurusan Pendidikan Seni Tari
Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai Tari
Kreasi Dogdog Lojor.
4. Bagi Penata Tari Kreasi Dogdog Lojor
Sebagai salah satu dokumen menyangkut karya tari kreasi baru yang di
ciptakannya dan juga menambah semangat baru untuk terus membuat karya
bermakna.
5. Bagi Sanggar Mutiara Pawestri
a. Dapat meningkatkan motivasi dalam berkarya lebih baik lagi.
b. Dapat meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran seni tari di Sanggar
Mutiara Pawestri.
c. Meningkatkan eksistensi Sanggar Mutiara Pawestri.
6. Bagi Siswa Sanggar Mutiara Pawestri
a. Dapat meningkatkan kreativitas anak, baik dalam praktek maupun dalam
8
b. Dapat meningkatkan kepribadian anak serta perkembangan karakter
anak.
7. Bagi Penikmat Seni
Sebagai wawasan baru dan semangat baru untuk eksis menggeluti seni
tradisional, dan berusaha melestarikan serta mempertahakan seni daerah
setempat.
8. Bagi Dinas Pendidikan dan Pariwisata
Dengan adanya penelitian ini, menambah pembendaharaan penelitian
mengenai tari yang ada di Kabupaten Sukabumi. Memperhatikan Tari Kreasi
Dogdog Lojor dan tarian lainnya, serta melestarikannya.
9. Bagi Pembaca
Dari hasil penelitian ini diharapkan bagi para pembaca, mendapatkan
informasi yang menyeluruh tentang Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar
Mutiara Pawestri.
E. Stuktur Organisasi Skripsi
Sistematika penulisan berperan sebagai petunjuk agar penulisan lebih terarah.
Oleh karena itu penulisan dibagi menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:
1. Halaman Judul
2. Halaman Pengesahan
3. Halaman Pernyataan
4. Kata Pengantar
5. Abstrak
6. Daftar Isi
7. Daftar Tabel
8. Daftar Bagan
9. Daftar Gambar
10. BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah Penelitian
1. Tujuan Umum Penelitian
2. Tujuan Khusus Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat dari Segi Teori (relevansi dengan pembahasan)
2. Manfaat dari Segi Kebijakan (instansi)
3. Manfaat dari Segi Praktik (peneliti)
4. Manfaat dari Segi Isu Serta Aksi Sosial (Dogdog Lojor)
E. Struktur Organisasi Skripsi
11. BAB II Kajian Pustaka
12. BAB III Metode Penelitian
A. Desain Penelitian
B. Partisipan dan Tempat Penelitian
C. Pengumpulan Data Instrumen Penelitian
D. Prosedur Penelitian
E. Analisis Data
F. Isu Etik
13. BAB IV Temuan dan Pembahasan
A. Temuan
B. Pembahasan
14. BAB V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi
A. Simpulan
B. Implikasi dan Rekomendasi
1. Bagi para Pembuat Kebijakan
2. Bagi para Pengguna Hasil Penelitian
3. Bagi para Peneliti Berikutnya
4. Bagi Pemecahan Masalah di Lapangan atau Follow-up dari Hasil
Penelitian
15. Glosarium
16. Daftar Pustaka
17. Lampiran-lampiran
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Keberhasilan suatu penelitian tidak terlepas dari metode yang digunakan.
Karena itu, perlu adanya ketelitian dalam memilih metode untuk hasil dan tujuan
penelitian. Seperti yang dikatakan oleh Surakhmad (dalam Abeldiba, 2014, hlm. 26) bahwa: “Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan”. Dengan begitu, benar adanya bahwa maksud dari metode penelitian merupakan alat bantu peneliti dalam pelaksanaan penelitian dengan cara yang
ilmiah.
Penggunaan metode harus dilihat dari sejauh mana efektivitas, efisien, dan
relevan. Suatu metode dikatakan efektif apabila selama pelaksanaan metode
penelitian terlihat adanya perubahan positif menuju pada apa yang diharapkan.
Suatu metode dikatakan efisien apabila penggunaan waktu, fasilitas, biaya, dan
tenaga ditekan sehemat mungkin namun mencapai hasil yang maksimal. Relevan
tidaknya suatu metode dapat dilihat dari kegunaan atau manfaat metode tersebut.
Jika antara waktu pengolahan data, hasil pengolahan data dengan tujuan yang
hendak dicapai tidak terjadi penyimpangan, maka metode tersebut dikatakan
relevan atau sesuai digunakan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini cara yang digunakan yakni melalui pendekatan kualitatif
dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Gay (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 9) yang menyatakan bahwa: „Penelitian murni atau dasar, bertujuan untuk mengembangkan teori dan tidak memperhatikan kegunaan yang langsung bersifat
praktis. Jadi, penelitian murni atau dasar berkenaan dengan penemuan dan
pengembangan ilmu‟.
Dapat diartikan, bahwa penelitian murni dapat memunculkan sebuah
pendapat baru yang dapat dijadikan sebagai teori baru nantinya. Selain itu,
penelitian murni digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data
yang mengandung makna. Makna yang merupakan data sebenarnya yang pasti
mengutip pengertian metode penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh
Sugiyono (2013, hlm. 15) bahwa:
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi atau transferability.
Objek yang diteliti oleh peneliti berasal dari akar seni yang tumbuh di sekitar
lingkungan tempat peneliti tinggal. Objek yang diteliti merupakan cerminan
kreativitas seniman pembuatnya, adapun hubungan diantara peneliti dengan
koreogafer tari Dogdog Lojor tidak memiliki keterikatan sebelumnya. Dapat
dikatakan bahwa narasumber dan lingkungan penelitian merupakan sesuatu yang
asing bagi peneliti, sehingga peneliti harus mampu membangun keakraban dan
beradaptasi satu sama lain. Sudah sepatutnya dalam penelitian ini peneliti
memposisikan diri pada ketetapan analisis yang sesuai dengan target yang ingin
dicapai peneliti dalam upaya mengupas objek penelitian, menggunakan analisis
deskriptif. Sebagaimana yang dijelaskan pada pernyataan berikut. Seiddel (dalam
Moleong, 2014, hlm. 248) bahwa:
Analisis deskriptif merupakan kegiatan mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya. Berfikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.
Dengan begitu, kedudukan peneliti sebagai perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsiran data dan pada akhirnya peneliti menjadi
pelapor hasil penelitiannya. Selanjutnya peneliti mengkombinasi multidisiplin
ilmu lainnya, dengan harapan memunculkan yang dibutuhkan untuk penelitian,
sehingga teknik pengumpulan data akan dapat menghasilkan data yang bersifat
41
B. Partisipan dan Tempat Penelitian
Sebelum peneliti membahas mengenai apa, siapa, dan bagaimana peneliti
akan menentukan data penelitian yang tepat dalam permasalahan ini. Alangkah
baiknya peneliti menjabarkan sekilas mengenai istilah sampel dan populasi di
dalam penelitian yang bersifat induktif atau kualitatif agar dapat dipahami
bersama-sama.
Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif memang tidak menggunakan
istilah populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada
pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke
populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki
kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Sampel dalam
penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber atau
partisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian kualitatif yang digunakan yaitu
teknik purposive sampling.
Purposive sampling adalah pemilihan sampel secara purposif atau teoritis, bukannya sampel acak atau refresentatif disebabkan peneliti ingin meningkatkan cakupan dan jarak data yang dicari demi membiaskan realitas yang berbagai-bagai, sehingga segala temuan akan terlandaskan secara lebih mantap karena prosesnya melibatkan kondisi dan nilai lokal yang semuanya saling mempengaruhi. (Guba dan Licoln, dalam Alwasilah, 2000, hlm. 60).
Dalam memilih narasumber sebagai sumber pendukung penelitian, sebaiknya
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi
(pewarisan budaya), sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga
dihayati.
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada
kegiatan yang tengah diteliti.
3. Mereka yang mempunyai waktu memadai untuk dimintai informasi.
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya”
5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti.
Maksudnya agar peneliti lebih tertantang, sehingga mampu berinteraksi
dengan lancar.
Berdasarkan kelima kriteria tersebut di atas, Langkah awal yang harus
diambil adalah merumuskan masalah, menentukan jenis data yang akan
digunakan, mencari sumber data dan mengkritisi sumber data yang diperoleh.
Pengolahan data primer dan sekunder sebagai berikut:
1. Data primer adalah koreografer tari Dogdog Lojor untuk menjadi narasumber
peneliti. Saat di lapangan, peneliti akan mengumpulkan data-data dari Toto
Sugiarto, selain itu juga akan dikumpulkan data berupa informasi pengalaman
menari tari Dogdog Lojor dari murid di Sanggar Mutiara Pawestri, khususnya
yang sering ataupun pernah menarikan tari tersebut, dan dokumentasi
kegiatan penelitian (video tari, foto-foto) dan observasi. Peran peneliti di sini
sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data karena peneliti secara
langsung terjun ke lapangan sehingga dapat secara langsung melihat keadaan
di lapangan dan tentunya dapat menghasilkan data yang akurat. Alasan
dipilihnya sumber di atas karena pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui makna dari gerak, rias, dan busana yang terdapat pada tari
Dogdog Lojor.
2. Data sekunder diperoleh dari data studi kepustakaan dan studi dokumen.
Seperti buku-buku penunjang dalam proses analisis data, dokumen-dokumen
yang terkait dengan tari Dogdog Lojor, sehingga data-data sekunder tersebut
dapat melengkapi kekurangan pada data di tahap observasi.
Sehubungan dengan tari yang akan diteliti merupakan tari yang hidup di
dalam lingkup Sanggar Mutiara Pawestri, sudah barang tentu tempat penelitiannya
di Sanggar Mutiara Pawestri itu sendiri. Sanggar tersebut terletak di Komplek
Pendidikan Terpadu Mutiara, Jalan Bhayangkara Km.1 Kampung Kiara Lawang,
43
C. Pengumpulan Data Instrumen Penelitian 1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah pencatatan segala peristiwa dan seluruh elemen
yang akan menunjang penelitian. Seperti yang dikemukakan oleh Moleong
(2014, hlm. 157) bahwa: “teknik pengumpulan data merupakan salah satu
bagian penelitian yang sangat penting, di dalamnya mencakup enam bagian
yaitu sumber dan jenis data, manusia sebagai instrumen, berperan serta,
pengamatan, wawancara, catatan lapangan, penggunaan dokumen dan cara lainnya”.
Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan empat cara
sebagai upaya memperoleh data yang akurat, yaitu:
a. Observasi
Observasi dapat dikatakan juga sebagai sebuah pengamatan yang
bertujuan untuk mengamati dan mendengar dalam rangka memahami,
mencari jawaban, dan mencari bukti terhadap fenomena sosial
(perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, dan sebagainya).
Penggunaan teknik ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa
terdapat sejumlah data yang hanya diangkat melalui pengamatan
langsung ke lokasi penelitian. Dengan menggunakan teknik ini, peneliti
berupaya menggali data yang berhubungan dengan makna yang
terkandung dalam tari Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri.
Observasi dilakukan sebagai cara peneliti agar dapat mengalami
dan mendokumentasikan pertunjukan tari Dogdog Lojor, sehingga
fakta-fakta yang dijumpai di lapangan dapat peneliti analisis. Selain itu,
dilakukan secara menyeluruh terhadap gerak, rias dan busana tari
Dogdog Lojor dengan cara mengunjungi lokasi penelitian yang
bersangkutan dengan maksud mendapatkan informasi mengenai
kedalaman makna yang terkandung di dalam tari Dogdog Lojor di
Sanggar Mutiara Pawestri Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Hasandi (dalam Gayatri,
mencatat, merekam, dan memotret fenomena tersebut guna penemuan dan analisis‟.
Adapun pelaksanaan kegiatan observasi dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Jum‟at, 23 Januari 2015
Merupakan observasi pertama yang dilaksakanan oleh peneliti.
Dalam observasi ini peneliti melakukan tahapan pengenalan
lingkungan sanggar, kemudian mulai melihat kegiatan sanggar, dan
mengamati secara detail struktur sanggar dimulai dari pengajar
sanggar, pola ajar yang diterapkan, materi ajar dan juga masuk
pada inti observasi yaitu mengamati latihan tari Dogdog Lojor.
Penelitian ini berlangsung saat kegiatan sanggar dimulai pukul
14.00 dan diakhiri dengan pengambilan video tari Dogdog Lojor
dan foto setiap gerak tari untuk tahapan analisis pertama.
2. Sabtu, 24 Januari 2015
Observasi kedua di SMP Negeri 1 Parungkuda. Observasi kedua ini
hanya kepada Toto Sugiarto selaku penata tari Dogdog Lojor
dengan tujuan melihat cara beliau mengajar siswanya
3. Rabu, 29 April 2015
Peneliti melakukan Observasi kembali di Sanggar Mutiara. Pada
observasi kali ini, peneliti berhasil menemui pemilik sanggar yaitu
Hesti Raras Pawestri, M.Pd, kemudian kembali melakukan
pengamatan pada proses latihan di sanggar. Pengambilan video
keduapun dilakukan, tetapi kali ini penari mengenakan kostum dan
rias wajah lengkap.
b. Wawancara
Wawancara merupakan proses pengumpulan data atau informasi
melalui tatap muka antara pihak peneliti dengan pihak narasumber yang
dianggap mampu memberikan data yang dibutuhkan. Wawancara
45
1. Toto Sugiarto, S.Pd.
Selaku pengajar dan penata tari Sanggar Mutiara Pawestri. Bapak
Toto dijadikan sebagai narasumber utama oleh peneliti.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beliau nantinya akan
diperoleh data mengenai makna gerak, rias, dan busana tari
Dogdog Lojor.
2. Pengurus sanggar
Sesi wawancara dengan pengurus Sanggar Mutiara Pawestri akan
menambah informasi bagi peneliti agar memudahkan dalam proses
pengolahan data, adapun yang akan ditanyakan peneliti meliputi
pengelolaan sanggar tersebut, lalu akan ditanyakan pula jadwal
latihan rutin sanggar, siapa saja pelatih sanggar, anggota sanggar,
dan eksistensi sanggar tersebut dalam keikut sertaan dalam lomba
ataupun sebagai pengisi acara.
3. Penari Dogdog Lojor
Sudah seharusnya pelaku (penari) tari Dogdog Lojor dijadikan
sebagai narasumber karena penari akan mendapat pengalaman
dalam menarikan tarian tersebut. Hal yang akan ditanyakan
tentunya bagaimana proses latihan untuk tari tersebut, kendala yang
dialami penari saat latihan dan menarikannya, sudah berapa lama
menjadi penari Dogdog Lojor, gerak yang cukup sulit, nama
gerak-geraknya, dan makna gerak dari kacamata penari.
Format wawancara dilakukan dengan wawancara terbuka.
Wawancara secara terbuka dilakukan secara langsung antara peneliti
dengan narasumber. Melalui bentuk wawancara terbuka menjadi dialog
terhadap materi pertanyaan. Pengumpulan data primer selain diperoleh
melalui wawancara juga didukung oleh data melalui pengamatan secara
Adapun proses pelaksanaan kegiatan wawancara dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Jum‟at, 17 Oktober 2014
Wawancara dengan Toto Sugiarto, S.Pd. Wawancara ini berbicara
seputar tari Dogdog Lojor karya beliau. Meliputi, konsep garap,
awal tercipta, tujuan penciptaan, ide, dan konsep pertunjukan.
Wawancara pertama ini bertujuan sebagai informasi awal bagi
peneliti dalam penyusunan proposal.
2. Jum‟at, 23 Januari 2015
Wawancara dengan Handika, selaku pengajar tari di sanggar
tersebut. Wawancara ini meliputi awal mula berdirinya sanggar,
selain itu, dilakukan wawancara dengan peserta sanggar spesialisasi
tari.
3. Sabtu, 24 Januari 2015
Wawancara dengan Toto Sugiarto, berbicara seputar nama gerak,
makna gerak, makna rias, dan makna busana yang terkandung di
dalam tarian tesebut.
4. Rabu, 29 April 2015
Wawancara bersama penari Dogdog Lojor, dengan tujuan
menginformasikan nama gerak yang telah dibuat peneliti sehingga
penari dapat memaknai tari Dogdog Lojor, peneliti ingin
mengetahui perbedaan ketika latihan biasa dengan menari
dilengkapi rias dan juga busananya.
5. Jum‟at, 8 Mei 2015
Wawancara bersama Toto Sugiarto, dengan tujuan diskusi untuk
membahas ulang nama gerak, makna gerak, makna rias, dan makna
busana yang telah dikaji peneliti.
6. Senin, 11 Mei 2015
Wawancara bersama Toto Sugiarto dengan tujuan diskusi untuk
membahas kembali hasil pembahasan sebelumnya yang sudah
47
7. Wawancara via telpon, karena jarak antara peneliti dengan
narasumber yang jauh.
c. Studi Dokumen
Merupakan pengumpulan data yang sangat membantu memberikan
data di dalam menganalisis, mencari data berupa benda tertulis, seperti
buku, majalah, peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.
Pedoman studi dokumentasi berupa pengambilan data sesuai
dengan identifikasi penelitian, data tersebut dapat berbentuk video,
foto-foto, buku, dan artikel. Adapun hasil yang telah didapat oleh
peneliti menemukan beberapa dokumentasi yang dapat mendukung dan
membantu dalam proses penulisan.
d. Studi Pustaka
Menurut Nyoman Kutha Ratna (dalam Gayatri, 2014, hlm. 27)
menyatakan bahwa sebagai berikut:
Studi pustaka adalah bahan-bahan bacaan yang secara khusus berkaitan dengan objek penelitian yang sedang dikaji. Informasi bahan bacaan itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan-peraturan. Ketetapan-ketetapan, artikel, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Menyusun studi pustaka perlu usaha untuk mengumpulkan sumber sebanyak-banyaknya. Sumber tersebut harus relevan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian.
Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti
dapat ditemukan dengan melakukan studi pustaka. Selain itu peneliti
dapat memperoleh informasi tentang penelitian-penelitian sejenis atau
yang ada kaitannya dengan penelitian, dan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya.
Dengan melakukan studi pustaka, peneliti dapat memanfaatkan
semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan
penelitiannya. Setelah masalah penelitian ditemukan, peneliti
harus dilakukan oleh peneliti, baik sebelum maupun selama penelitian
berlangsung.
Studi pustaka yaitu tahap pencarian data dari sumber-sumber
tertulis berupa skripsi, buku-buku dan artikel yang berkaitan erat
dengan objek penelitian yang digunakan sebagai bahan data studi yang
melandasi penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mencari sumber
data tertulis dari skripsi-skripsi yang membahas mengenai makna dari
gerak, busana, dan rias sebuah tari. Dibeberapa perpustakaan seperti
perpustakaan kampus UPI, perpustakaan kampus UNPAD, dan
perpustakaan kampus ISBI Bandung peneliti mencari data dari berbagai
buku-buku atau artikel mengenai budaya daerah.
Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan beberapa sumber pustaka
penting dalam penelitian ini di antaranya sebagai berikut:
1. “Metode Penelitian Pendidikan – Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D”
(2013) penulis Prof. Dr. Sugiyono. Buku ini menjelaskan tentang
metode yang dapat digunakan dalam penelitian baik itu bersifat
murni, terapan ataupun besifat penelitian dan pengembangan. Buku
ini sangat penting sebagai bahan rujukan dan penting sebagai
penjelasan mengenai metode dalam penelitian kualitatif, agar dapat
membantu peneliti dalam menganalisis data menjadi sebuah
informasi.
2. “Metodologi Penelitian Kualitatif”
(Cetakan 2014) penulis Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A. Buku ini
menjelaskan mengenai metodologi pada penelitian kualitatif,
sehingga buku ini membantu peneliti dalam menambah literatur
mengenai kualitatif dan lebih mengenal deskriptif analisis.
3. “Komposisi Tari Elemen-elemen Dasar”
(1975) penulis La Meri terjemahan Soedarsono. Buku ini
menjelaskan tentang elemen dasar tari, meliputi desain lantai,
49
proses, koreografi kelompok. Buku ini sangat penting sebagai
bahan rujukan dan penting sebagai penjelasan mengenai konsep
penciptaan tari melalui ide atau gagasan, sehingga didapatkan
sebuah pemahaman dasar bagi peneliti.
4. “The Power Of Simbols”
(2002) penulis F. W. Dillistone. Buku ini menjelaskan tentang
simbol secara umum melalui pemahaman simbol di dalam
kehidupan manusia sehari-hari, sehingga sangat penting sebagai
bahan rujukan, karena buku ini akan menunjang penelitian dalam
memecahkan masalah makna di dalam tari tersebut.
5. “Simbolisme Dalam Budaya Jawa”
(2003) penulis Budiono Herusatoto. Buku ini berisikan tentang
kebudayaan dan simbolisme, riwayat, filosofi hidup orang jawa
serta makna dari tindakan-tindakan simbolis orang jawa. Buku ini
membantu peneliti dalam proses peningkatan pemahaman
memaknai suatu simbol yang tersirat dan tersurat.
6. “Seni Pertunjukan dan Seni Rupa”
(2008) penulis Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc. Buku ini
menjelaskan mengenai seni pertunjukan pada masa jawa kuno
dalam perspektif arkeologis, motif ragam hias batik dan makna
filosofinya, singa dalam kesenian hindu di jawa tengah, industri
seni di era global, instrumen gamelan jawa, dan emas dalam
kehidupan masyarakat jawa kuno dari segi kedudukan dan
fungsinya. Selain menambah referensi mengenai filosofi dari
sebuah simbol, juga menambah kajian simbol dari ragam hias.
7. “Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari”
(1986) diterbitkan oleh Direktorat Kesenian, Proyek
Pengembangan Kesenian Jakarta, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Buku ini menjelaskan tentang pengetahuan elementer
tari, komposisi tari, koreografi tari, dramatari, notasi laban tari, dan
membantu dalam pembahasan data penelitian sehingga ditemukan
jawaban dari permasalahan yang diteliti.
8. “Antropologi Tari”
(2007) penulis Anya Peterson Royce. Buku ini berisikan tentang
antropologi tari, problematika dan perspektif, dan ketetapan arah di
masa mendatang. Buku ini sangat penting karena akan memberi
pandangan baru mengenai seni dari sudut pandang sejarahnya,
selain itu di dalam buku ini juga memuat mengenai simbol dan
gaya.
9. “Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana
Transformasi Budaya”
(2001) penulis Agus Sachari dan Yan Yan Sunarya. Terdapat
penjelasan mengenai perkembangan desain modern di Indonesia,
transformasi budaya dan perubahan sistem nilai, faktor penyebab
perubahan sistem nilai di Indonesia, dan pengamatan analisis
pergeseran nilai estetik. Sama dengan beberapa judul buku yang
telah disebutkan sebelumnya, yang membahas mengenai
pemaknaan sebuah simbol maka peneliti membutuhkan buku ini
untuk mengetahui mengenai nilai kebudayaan khas Indonesia.
10. “Tinjauan SeniSebuah Pengantar untuk Apresiasi Seni”
(1990) penulis Soedarsono Sp. Buku ini berisikan tentang
pengertian seni dan seni rupa, seni dalam berbagai istilah, seni dan
keindahan, seni dan ekspresi, seni dalam arsitektur, apresiasi seni,
gaya dan aliran seni, dan juga pendidikan seni. Buku ini menunjang
dalam menemukan titik terang nilai artistik kesenirupaan dalam
busana tari.
11. “Praktis Belajar Seni Tari”
Penulis Elly Laelasari. Buku ini berisi ilmu dasar komponen
pendukung seni tari, dan merupakan buku yang penting karena
sebagai penunjang tulisan peneliti mengenai analisis tari Dogdog
51
12. “Menggambar Busana”
(2011) penulis Dra. Uswatun Hasanah, M.Si., Dra. Melly
Prabawati, Muchamad Moerharyono, S.Pd. Buku ini berisi
dasar-dasar membuat pakaian dan juga terdapat penjelasan mengenai
komponen-komponen busana, sehingga buku ini penting karena
peneliti membahas mengenai makna busana.
13. “Pedoman Lengkap Menggambar Orang”
(1992) penulis H.K. Ishar. Buku ini berisi tentang garis, bentuk,
serta ekspresi air muka, sehingga buku ini membantu peneliti
ketika melakukan analisis terhadap bentuk dan juga ekspresi yang
menjadi khas di dalam tarian tersebut.
14. “Semiotika Visual dan Semantika Produk”
(2009) penulis Susann Vihma dan Seppo Vakeva. Buku ini
berisikan teori mengenai semiotika dan semantika, yaitu ilmu
mengenai bahasa karena peneliti akan membahas mengenai teori
hermeneutik atau ilmu penafsiran.
15. “Seni dan Pendidikan Seni”
(2012) penulis Juju Masunah, M.Hum., Ph.D. dan Prof. Dr. Tati
Narawati, M. Hum. Buku ini berisikan tentang seni pertunjukan
dari berbagai dimensi, tradisi yang selalu berubah, dan sistem
transmisi tradisional dan modern. Buku ini membantu peneliti
dalam mengkaji perubahan fungsi tari.
16. “Sunda Pola Rasionalitas Budaya”
(2015) penulis Jakob Sumardjo. Buku ini berisikan tentang falsafah
atau filosofi orang Sunda tentang ketentuan-ketentuan yang disebut
Tritangtu.
17. “Filsafat Seni”
(2000) penulis Jakob Sumardjo. Buku ini berisikan tentang
kedudukan seni sebagai ekspresi, seni sebagai benda, seni sebagai
nilai, seni sebagai pengalaman, publik seni, konteks seni, ringkasan
membantu peneliti untuk membuka pola pikir mengenai seni dilihat
dari beberapa aspek.
18. “Estetika Paradoks”
(2014) penulis Jakob Sumardjo. Buku ini berisi tentang filsafat
paradoks seni Indonesia, yang kaya dengan filosofi-filosofi yang
telah dijadikan pegangan pendahulunya, kemudian buku ini
mengungkapkan estetika pada pola dua, pola tiga, pola empat, dan
pola lima,sebagai identitas pada tradisi.
19. “Hermeneutika”
(1969) penulis Richard E. Palmer. Buku ini berisikan tentang teori
hermeneutik yang belum lama ini dikenal oleh peneliti. Pada buku
ini, peneliti menemukan pemahaman mengenai hermeneutik
sebagai ilmu tafsir yang telah lama diketahui keberadaannya oleh
para ahli, sehingga buku ini menguatkan peneliti untuk
menggunakan hermeneutik sebagai pisau bedah untuk memahami
objek penelitian.
20. “Agama dalam Transformasi Budaya Nusantara”
(2010) penulis Dr. Yuliawan Kasmahidayat, M.Si. Buku ini
merupakan bukti tertulis mengenai penelitian murni pada seni
Dodod di desa Mekar Wangi, Pandeglang, Banten Selatan. Buku
ini menguak mengenai adanya transformasi agama pada seni
Dodod sebagai bentuk seni milik masyarakat pembentuknya.
21. “Metodologi Penelitian-Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya”
(2010) penulis Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, Su. Buku ini
berisikan tentang hakikat sebuah penelitian, berbagai sarana
pendukung analisis, kebudayaan dan kajian, metode penelitian,
kerangka penelitian.
22. “Teori Budaya”
(2012) penulis David Kaplan dan Robert A. Manners. Buku ini
53
menyusun teori, orientasi teori, teori budaya, analisis formal,
epilog: beberapa tema lama dan arah baru.
2. Instrumen Penelitian
Sudah barang tentu, dalam penelitian ini peneliti memerlukan instrumen
penelitian untuk mendukung dan memperkuat informasi penelitian dalam
bentuk pedoman observasi, pedoman wawancara, teknik dokumentasi, objek
utama (koreografer dan penari Dogdog Lojor), instansi (sanggar), sumber
pustaka yang berkaitan dengan isi penelitian sehingga mampu menunjang
dalam proses penelitian, dan metode. Menurut Arikunto (2006, hlm.149)
yang menyatakan bahwa: „Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu
yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan
data, agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya‟.
Dengan kata lain instrumen merupakan alat yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan di dalam penelitian. Penelitian sendiri berisikan
inti yang meliputi pemeriksaan, penyelidikan, kegiatan pengumpulan,
pengolahan, analisis, dan di akhiri penyajian data, maka dari itu instrumen di
dalam penelitian diartikan sebagai semua alat yang digunakan dalam
membantu untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan
data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan untuk memecahkan
masalah penelitian.
Pengaruh instrumen sangat penting di dalam kegiatan penelitian. Hal ini
karena perolehan suatu informasi dikatakan data relevan atau tidak,
tergantung pada alat ukur tersebut. Oleh sebab itu, instrumen sebagai alat
ukur penelitian harus memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai karena
dirancang untuk satu tujuan penelitian dan tidak akan dapat digunakan pada
penelitian lain. Pengertian validitas sendiri yaitu tidak ada perbedaan antara
data yang dilaporkan peneliti dengan data sesungguhnya pada objek,
sedangkan reliabilitas yaitu konsisten dan stabilnya data temuan.
Kekhasan setiap objek penelitian membuat seorang peneliti harus
untuk setiap penelitian tidak selalu sama dengan penelitian yang lain, karena
setiap penelitian mempunyai tujuan dan mekanisme kerja yang berbeda-beda.
Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan sebuah
keharusan karena observasi maupun wawancara dilakukan secara langsung
oleh peneliti dan setelah data didapatkan maka peneliti juga harus
menggunakan studi pustaka sebagai data tertulis dan bahan pembanding,
sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen utama penelitian adalah peneliti
itu sendiri. Dikuatkan oleh pernyataan Nasution (dalam Sugiyono, 2013, hlm.
306) bahwa: „Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada
menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah
bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti‟.
Oleh sebab itu, kemampuan pengamatan peneliti untuk memahami fokus
penelitian secara mendalam sangat dibutuhkan agar data yang diperoleh
optimal dan kredibel. Adapun kehadiran peneliti di lokasi penelitian bertujuan
untuk meningkatkan intensitas peneliti dalam berinteraksi dengan sumber
data sebagai upaya mendapatkan informasi yang lebih valid dan absah terkait
dengan masalah penelitian yaitu makna gerak, rias, dan busana tari Dogdog
Lojor. Sehingga tumbuh kepercayaan bahwa hasil penelitian tidak akan
digunakan terhadap hal-hal yang menyimpang dan dapat merugikan
narasumber atau bahkan berimbas pada lembaga yang dipimpinnya.
No. Jenis Instrumen Sumber Data Data
55
Pawestri
- Humas Kampung Adat
Ciptagelar
tari
3. Pedoman Studi
Dokumentasi
- Dokumentasi gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor
- Foto dan
video gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor
Tabel 3.1 Instrumen Penelitian
D. Analisis Data
Selain itu, penelitian ini menggunakan teknik penggabungan atau sering
disebut sebagai triangulasi. Teknik yang sistematik untuk dijadikan bahan laporan
dimana data yang diperoleh lebih konsisten, tuntas, dan pasti. Dalam
penelitiannya peneliti mengolah data yang berasal dari hasil wawancara,
observasi, dan studi pustaka atau dokumentasi untuk dijadikan data pasti yang
sudah menjadi bagian dalam penulisannya berbentuk skripsi. dari beberapa teknik
pengumpulan data. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Alwasilah (2000, hlm.
131) bahwa:
Bagan 3.1 Teknik Triangulasi
Agar memperkuat pemaparan tersebut di atas, peneliti mengutip sebuah
pendapat mengenai konsep triangulasi oleh Norman K. Denkin (dalam
http:atauatauphisiceducation09.blogspot.comatau2013atau03atautriangulasi-dalam-penelitian-kualitatif.html), sebagai pengecekan keabsahan data, bahwa: „Triangulasi di gunakan sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda‟.
Secara singkat dalam penggunaan teknik triangulasi, peneliti mengumpulkan
data hasil observasi ke tempat penelitian yaitu Sanggar Mutiara Pawestri sehingga
peneliti akan mendapatkan data-data penting seperti foto-foto, beberapa
penghargaan sanggar yang akan mampu membuktikan bahwa sanggar ini layak
diteliti. Dalam hal ini dilakukan pula wawancara kepada narasumber yang mampu
memberikan informasi berupa dialog, data-data seperti buku yang berhubungan
dengan topik penelitian yang diangkat, kemudian peneliti diberikan informasi
siapa saja yang tepat dijadikan narasumber berikutnya. Peneliti menggali
informasi untuk mendapatkan dokumen-dokumen yang mampu memperkuat suatu
penyusunan dimana dilakukannya teknik studi pustaka. Dapat diketahui dari
beberapa keterangan di atas teknik triangulasi atau penggabungan dari tiga teknik
pengumpulan data sehingga diharapkan mampu membantu penulisan dan
memberikan fokus dalam penyusunannya.
Wawancara Observasi
57
Hal ini dicapai dengan mengunakan jalan membandingkan data hasil
pengamatan kegiatan apresiasi dengan data hasil wawancara dan membandingkan
data hasil wawancara dengan dokumen terkait.
Pengolahan data yang telah ditemukan oleh peneliti, harus mengalami proses
analisis dan kajian yang mendalam sehingga temuan akhirnya diharapkan sesuai
dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini peneliti merancang sebuah bagan analisis
untuk kajian makna pada gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor karya Toto
Sugiarto.
Bagan 3.2
Proses Penciptaan Karya Tari Toto Sugiarto
Bagan di atas, menerangkan hubungan aspek-aspek yang dapat menjadi
pengaruh penciptaan karya tari. Peneliti membuat bagan tersebut sebagai
kerangka analisis untuk memahami permasalahan yang sedang diteliti, sehingga
akan menemukan titik terang penafsiran makna tari. Telah dijelaskan pada BAB
II, mengenai nilai estetika seni yang bersifat abstrak dan harus dilihat melalui
wujudnya, oleh karenanya untuk menguak nilai dari objek seni tersebut peneliti
merangkai bagan sebagai sebuah kemungkinan-kemungkinan terciptanya tari
Dogdog Lojor karya Toto. Peneliti meyakini bahwa seorang penata tari tidak
semata-mata membuat karya tanpa adanya bekal di dalam dirinya, „bekal‟ tersebut Karya
Tari Pengalaman
Pribadi
Budaya Lokal
Pengetahuan Nilai-nilai
berbeda-beda dari setiap individunya sehingga ini menjadikannya menarik untuk
di teliti. Aspek-aspek pada bagan tersebut di atas yakni,
1. Pengalaman pribadi, merupakan aspek yang melekat pada diri
masing-masing individu. Tidak dapat dipisahkan, tidak dapat di samaratakan, dan
tidak dapat saling merasakan, namun pengalaman tersebut dapat
dibagikan. Pengalaman yang dialami dapat berupa kisah-kisah perjalanan
hidup yang hanya dialami sesekali saja. Misalnya, workshop tari, seminar
budaya, berkunjung ke luar pulau.
2. Pengetahuan, merupakan bagian pengalaman yang membentuk diri pribadi
penata tari khususnya, yang didapat melalui pendidikan formal. Toto
memiliki pendidikan formal yang cukup memadai untuk dirinya menjadi
seorang penata tari, karena lahir dari keluarga yang dekat dengan
lingkungan seni, pendidikan formal dengan penjurusan seni tari,
pengamalan ilmu menjadi pengajar seni sehingga dapat mengeksplorasi
diri.
3. Nilai-nilai, merupakan salah satu yang mempengaruhi gaya dari karya
seorang penata tari. Setelah melakukan observasi berulang-ulang, nilai
religius melekat pada tari Dogdog Lojor, tidak hanya pada busananya
tetapi pada komposisi tarinya.
4. Budaya lokal, merupakan dasar dari ciri khas karya seni yang dibuat. Tari
Dogdog Lojor, dapat dikatakan sebagai sebuah karya dengan pengaruh
budaya lokal dari Pelabuhan Ratu. Ciptagelar sebagai akar dari
terbentuknya Seni Dogdog Lojor, membuat seni tersebut menjadi cirikhas
Pelabuhan Ratu. Meskipun Toto bukan masyarakat asli Sukabumi tetapi
beliau telah 25 tahun menetap disana dan beliau sudah cukup dikenal di
Sukabumi, bukan waktu yang sebentar sehingga peneliti melihat adanya
interaksi sosial yang terbuka di dalam masyarakat Sukabumi, tidak
individual sehingga pada setiap karyanya wajar jika pengaruh budaya
lokal telah melekat.
5. Ekspresi, dikaitkan emosi atau keadaan penata tari pada „saat itu‟.
59
ceria dan ketika berada dalam sebuah situasi yang dihadapkan dalam
keadaan genting, maka karyanya cenderung serius.
Pengaruh-pengaruh yang telah disebutkan peneliti, tidak semata-mata deretan
asumsi peneliti yang dituangkan dalam tulisan ini tetapi merupakan jembatan
yang dibuat peneliti agar pemahaman peneliti sampai pada tujuan peneliti
memahami dan mendeskripsikannya, selain daripada itu peneliti juga membuat
bagan tersebut berdasarkan pada teori yang dinyatakan Vilgirn dalam BAB II.
Adanya Enkulturasi merupakan hal yang harus diperhatikan juga, karena Dogdog
Lojor selain sebagai karya tari dari Toto, juga merupakan kesenian khas dari
Ciptagelar sehingga peneliti melihat adanya upaya pewarisan dari Toto untuk
anak didiknya di instansi-instansi yang beliau ajar. Peneliti memandang bahwa
warisan budaya khas daerah Pelabuhan Ratu Dogdog Lojor ini, bukan terkait
dengan siapa Toto?, dari mana asalnya?, sedalam apa beliau mengenal Pelabuhan
Ratu?, akan tetapi terkait seberapa besar kepeduliannya dengan seni di tempatnya
berteduh dan kepekaan yang ada dalam diri penata tari, sehingga tarinya dapat
menjadi sebuah bentuk yang dapat diwariskan kembali dikemudian hari.
Bagan yang telah dibuat oleh peneliti bertujuan untuk memudahkan analisis
pada BAB IV di bagian pembahasan, karena melihat aspek-aspek tersebut akan
memudahkan peneliti untuk menafsirkan objek-objek pembawa makna. Setelah
data penelitian selesai dikumpulkan dengan lengkap dari berbagai sumber, tahap
selanjutnya yang dilakukan peneliti yaitu mengolah dan menganalisis data. Data
mentah yang telah terkumpul perlu dipecah-pecah dalam kelompok-kelompok,
diadakan kategorisasi, dilakukan manipulasi, serta di olah sedemikian rupa
sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan
bermanfaat untuk menguji pertanyaan penelitian. Mengadakan manipulasi
terhadap data mentah bukan berarti mengubah data mentah, tetapi bentuk awal
diolah menjadi bentuk yang dapat dengan mudah memperlihatkan
hubungan-hubungan antara fenomena. Analisis data dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Adapun sebagai
1. Analisis Sebelum di Lapangan
Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data
sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun
demikian fokus penelitian ini masih besifat sementara dan akan berkembang
setelah peneliti masuk dan berada di lapangan. Berdasarkan masalah yang
diambil oleh peneliti di dalam tari Dogdog Lojor dapat rumuskan bahwa
tarian tersebut memiliki makna mendalam dari gerak, rias, dan busananya,
oleh sebab itu fokus penelitian pada saat itu ingin mengetahui makna dari tari
tersebut. Akan tetapi, jika didalam penelitian ditemukan sebuah
temuan-temuan yang dirasa lebih memenuhi inti dari sebuah penelitian maka peneliti
tidak segan untuk merubah fokus penelitiannya.
2. Analisis Selama di Lapangan „Model Miles dan Huberman‟
Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data (data reduction),
display data (data display), dan kesimpulan (conclusion rawing atau
verivication). (Sugiyono, 2013, hlm.337)
Bagan 3.3
Komponen dalam Analisis Data (Flow Model) Reduksi data
Display data
Kesimpulan Antisipasi
Selama Selama
Selama
Setelah
Setelah
Setelah
61
Bagan 3.4
Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model)
a) Data Reduction (reduksi data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk
itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci, sehingga segera dilakukan
analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.
Oleh karenanya, reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang
memerlukan kecerdasan, keluasan, dan kedalaman wawasan yang tinggi.
b) Data Display (penyajian data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart dan sejenisnya.
Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
apa yang telah dipahami tersebut. Selanjutnya, dalam melakukan display
data selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik,
network (jejaring kerja), dan chart.
Conclusions: drawing / verifying
Data collection
Data
reduction
Data
c) Conclusion Drawing atau verification (kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara dan akan berubah pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap
awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
E. Prosedur Penelitian
Untuk membantu mempermudah proses penelitian di lapangan, peneliti
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengajuan topik atau judul
Dalam tahap ini peneliti memilih topik atau judul yang akan dijadikan
bahan penelitian. Adapun topik atau judul yang diangkat adalah “Tari Kreasi
Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi (Analisis Makna Gerak, Rias, dan Busana)”. Selanjutnya peneliti mencari beberapa sumber yang dijadikan acuan untuk memperkuat
judul sebelum ke lapangan, lalu judulpun di konsultasikan dengan dosen
pembimbing untuk membantu penulisan peneliti mencari data sementara dari
artikel, buku, maupun penelitian terdahulu sebelum terjun langsung.
2. Pengajuan proposal
Setelah judul disetujui, dilakukan penyusunan proposal untuk
mengetahui latar belakang dan rumusan masalah yang akan diteliti. Dengan
menyusun latar belakang, konteks dan fokus permasalahan, kerangka kajian
pustaka, deskripsi data penelitian, dan verifikasi atau kesimpulan dan
implikasinya yang akan menjadi bentuk skripsi.
3. Observasi
Observasi langsung ke lapangan dilakukan bertujuan mendapatkan
63
dapat membantu peneliti dalam proses penyusunan dan memberikan apresiasi
yang berguna bagi peneliti.
4. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari data yang diperoleh
melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan studi putaka baik itu
berasal dari buku, jurnal, skripsi, dan internet, yang selanjutnya melakukan
observasi dan wawancara terhadap narasumber yang mengetahui tari Dogdog
Lojor secara terperinci.
5. Penyusunan laporan
Penyusunan laporan berbentuk skripsi, yang merupakan hasil dari
keseluruhan penelitian yang selanjutnya dipertanggungjawabkan pada ujian
sidang skripsi.
F. Isu Etik
Penelitian tentang makna gerak, makna rias, dan makna busana pada tari
Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri ini telah memenuhi kaidah-kaidah
etika keilmuan dan prosedur penelitian yang telah ditetapkan khususnya oleh
Universitas Pendidikan Indonesia yang tercantum dalam buku pedoman penulisan
karya ilmiah.
Penelitian ini juga dapat dijamin orisinalitas hasilnya dan sangat menghindari
bentuk-bentuk plagiarisme karya ilmiah. Hal ini untuk menghindari dampak
negatif dari proses keilmuan yang sedang dipelajari dan dipahami sebagai bagian
dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Penelitian tentang Dogdog Lojor juga pernah dilakukan oleh saudara
Sunandar. Peneliti sedikitnya memahami indikator-indikator tindakan plagiarisme,
sehingga penelitian ini dijaga sedemikian rupa agar terhindar dari tindakan tidak
terpuji tersebut. Dapat diumpamakan jika Sunandar dari kepala gajah meneliti
belalai dan gadingnya, maka peneliti hanya fokus meneliti pada bagian telinga dan
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Makna Tari
Kreasi Dogdog Lojor, peneliti meyakini bahwa tari Dogdog Lojor tidak dapat
bermakna bila dipisahkan dari masyarakat pendukungnya. Peneliti
menginterpretasikan bahwa tarian ini tergolong ke dalam tari kreasi baru yang
pada mulanya tidak memiliki makna, namun dimultitafsir oleh peneliti makna
gerak, makna rias, dan makna busananya, sehingga tarian tersebut dapat
dimaknai.
Dapat disimpulkan bahwa geraknya menggambarkan suasana suka-cita
panen padi. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME maka,
masyarakat melakukan serangkaian ritual untuk mengucapkan terimakasih
atas nikmat yang telah diberikan pada mereka. Tari Dogdog Lojor ini sebagai
visualisasi yang disajikan koreografer dalam bentuk gerak yang
menggambarkan proses menanam padi dan akhirnya dapat di panen. Adapun
gerak yang mewakili tari tersebut terdapat pada gerak riyeg, trisik ngerecek,
dan nakol dogdog. Pada gerak riyeg, secara bentuk gerak peneliti menafsirkan
bahwa gerak tersebut menggambarkan permohonan ijin pada bumi sebagai
tempat tinggal, tempat berpijak, dan tempat mencari nafkah, sehingga gerak
ini penting karena sebagai langkah awal ketika manusia akan melakukan
sesuatu, sejatinya segala sesuatu memiliki akhir yang sama ketika manusia
memulainya.
Peneliti melihat gerak ini dari desain lantai yang berbentuk angka 8, dapat
ditafsirkan bahwa angka 8 menggambarkan ucapan syukur pada Tuhan YME,
lika-liku yang pasti mengalami pasang-surut kehidupan, sehingga pada
hakikatnya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus mengembalikan
segala sesuatunya pada sang pencipta kehidupan. Gerak yang ketiga
152
sehingga pada gerak nakol dogdog u..a..ditafsirkan sebagai kebersamaan,
solidaritas, dan keceriaan masyarakat Sunda.
Pada rias dan busana tari Dogdog Lojor, terdapat nilai-nilai kehidupan
yang dapat dimaknai, terdapat filosofi masyarakat Sunda sebagai masyarakat
pembentuknya, dan terdapat gaya dari Toto Sugiarto selaku koreografer tari
Dogdog Lojor. Nilai religius yang terdapat dalam tarian ini mencerminkan
gaya dari kreator tari, sehingga terlihat pada busana tari tersebut ajaran untuk
menutup aurat, ajaran menghargai, dan ajaran untuk memaknai kehidupan
yang terikat dengan hakikat-hakikat penciptaan manusia.
Terdapat makna kesuburan dalam rias dan busana, yang dapat dimaknai
sebagai bentuk produktivitas atau keaktifan yang harus dimiliki
pemuda-pemudi bangsa. Harapan yang muncul agar penerus bangsa menjadi manusia
yang giat saat bekerja, memiliki pola pikir yang tidak primitif atau dapat
membatasi diri sehingga memilihi-memilah segala bentuk pengetahuan baru,
dan mampu berimajinasi dalam merefleksikan diri pada bentuk kreativitas.
Selain itu juga, rias dan busana tari secara keseluruhan ingin menggambarkan
kehidupan bernegara, beragama, dan bertetangga.
B. Implikasi dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian ini
berimplikasi terhadap:
1. Koreogafer tari Dogdog Lojor, sebagai motivasi untuk beliau agar
terus berkaya dengan mencipta karya tari yang memiliki makna.
2. Para penari Dogdog Lojor, agar dapat memaknai setiap gerak yang
dilakukan sehingga gerak menjadi lebih berarti.
3. Penelitian ini sebagai rujukan bagi masyarakat pendukungnya agar
dapat mengapresiasi budaya lokal.
4. Berimplikasi bagi para pembaca ketika terjadi dorongan dalam dirinya