• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga melinjo (Gnetum guemon L.) secara kualitatif dan kuntitatif dengan metode DPPH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga melinjo (Gnetum guemon L.) secara kualitatif dan kuntitatif dengan metode DPPH"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

KUANTITATIF DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Indah Kertawati

NIM : 098114039

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

KUANTITATIF DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Indah Kertawati

NIM : 098114039

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

“ T a k e d ou bt s a n d m ock er y a s a l ev er a ge t o st r en gt h en ou r w i l l a n d f i gh t w i t h ou r best a bi l i t y . Pr ov e t o p eop l e t h a t a l l

d r ea m s ca n com e t r u e”

“Ja d i k an k er a gu a n d a n ejek an sebaga i ca m bu k u n t u k m em per k u a t t ek a d d a n p er j u an gk a n d en ga n segen ap k em am p u a n y a n g a d a , bu k t i k an sem u a m i m pi d ap a t m en j ad i k en y a t a a n ” . T i da k a d a m i m pi y a n g m u st a hi l , sel am a j a l an u n t u k m en ca p ai n y a m asu k ak a l (A n d r i e W on gso)

" I a m i s t he onl y one cr eat or f or my own s t or y. . . And My God i s my best Edi t or ”

(Sa t z ch y W a n g)

Ka r y a il mia h ini Sa Ya per semba hk a n k epa da : Papa, M ama, Adik, dan keluarga besar saya (Keluarga besar Tjia dan Hoo),

sebagai ungkapan rasa hormat dan bakt i saya.

(6)

v

Yang bertandatangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata

Dharma :

Nama : Indah Kertawati

NIM : 098114039

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOLIK BUNGA

MELINJO (Gnetum gnemon L.) SECARA KUALITATIF DAN

KUANTITATIF DENGAN METODE DPPH”

berserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian, saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin maupun memberikan

royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 9 Juli 2013

Yang menyatakan,

(7)

vi

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Bunga Melinjo (Gnetum gnemon L.) Secara Kualitatif dan Kuantitatif dengan Metode DPPH” dengan baik. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat yang diwajibkan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Ilmu

Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis menyadari telah mendapat

banyak bantuan, bimbingan, dukungan, dan semangat dari berbagai pihak, baik

secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang

telah diberikan kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan banyak bantuan dan bimbingan kepada penulis mulai dari

saat penyusunan usulan tugas akhir, saat dilakukan penelitian, hingga

penyelesaian tugas akhir ini.

3. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyusunan

(8)

vii

memberikan banyak masukan, kritik dan saran dalam penulisan tugas

akhir ini.

5. Segenap laboran Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Laboratorium

Botani Farmasi, Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Kebun

Tanaman Obat, dan Laboratorium Kimia Analisis Instrummental, atas

segala bantuan selama penulis melakukan penelitian di labotatorium.

6. Segenap Dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

7. Martina Sipayung, sebagai sahabat dan rekan satu tim yang berjuang

bersama dalam pengerjaan tugas akhir ini.

8. Sartika Laraswati, sebagai adik, motivator, dan orang terpenting bagi

penulis yang selalu mendorong dan memberi semangat sehingga tugas

akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Kakak Wang Mei Hua, sebagai kakak, sahabat, dan motivator terbaik

yang penulis miliki. Terima kasih atas segala dukungan, semangat dan

perhatian yang telah diberikan.

10. Ahn Chil Hyun, sebagai inspirator dan kekuatan terbesar bagi penulis

yang telah memberikan banyak inspirasi, motivasi dan semangat bagi

penulis.

11. Tante Hoo I Ing dan Hoo Kim Lan yang telah banyak memberikan

dukungan materil dan moril selama penulis menempuh pendidikan di

(9)

viii

terbaik yang penulis miliki. Terima kasih atas segala dukungan, semangat

dan kebersamaan yang selama ini kita lewati dalam menghadapi suka

duka dikehidupan universitas ini.

13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang tidak

dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini masih

terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati

penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan, tidak lupa

Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Akhir kata penulis berharaap tugas akhir ini dapat bermanfaat untuk

berbagai pihak yang membutuhkan dan menjadi sumbangan bagi ilmu

pengetahuan.

Yogyakarta, Juli 2013

Penulis

(10)

ix

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini,

maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan

(11)

x

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

(12)

xi

1. Keterangan botani ... 7

2. Deskripsi tanaman ... 7

3. Kandungan kimia melinjo ... 8

4. Kegunaan melinjo ... 8

B. Senyawa Fenolik ... 9

C. Antioksidan ... 11

1. Radikal bebas ... 11

2. Definisi antioksidan ... 12

3. Mekanisme antioksidan ... 13

4. Manfaat antioksidan ... 15

5. Metode pengujian aktivitas antioksidan ... 15

a. Kromatografi lapis tipis ... 16

b. Spektrofotometri visibel ... 20

D. Metode 1,1-Dyphenyl-2-Pycrylhydrazyl (DPPH) ... 23

E. Ekstraksi ... 25

F. Skrining fitokimia ... 29

1. Alkaloid ... 29

2. Flavonoid ... 29

3. Saponin ... 30

4. Tanin ... 30

5. Triterpenoid dan steroid ... 31

(13)

xii

2. Presisi ... 32

3. Linearitas ... 33

4. Spesifisitas ... 33

H. Landasan Teori ... 34

I. Hipotesis ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 36

B. Variabel ... 36

C. Definisi Oprasional ... 36

D. Bahan dan Alat Penelitian ... 37

1. Bahan penelitian ... 37

2. Alat penelitian ... 37

E. Tata Cara Penelitian ... 38

1. Determinasi tanaman ... 38

2. Pengumpulan bahan ... 38

3. Pembuatan serbuk simplisia ... 38

4. Pembuatan ekstrak etanolik bunga melinjo ... 39

5. Pembuatan larutan DPPH, pembanding, dan uji ... 39

6. Skrining fitokimia ... 40

7. Uji kualitatif DPPH dengan Kromatografi Lapis Tipis ... 43

8. Uji kuantitatif DPPH dengan spektrofotometri visibel ... 45

(14)

xiii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 48

B. Hasil Pengumpulan Sampel ... 48

C. Hasil Preparasi Sampel ... 51

1. Pembuatan serbuk simplisia bunga melinjo ... 51

2. Pembuatan ekstrak etanolik bunga melinjo ... 53

D. Hasil Skrining Fitokimia ... 56

1. Pengujian alkaloid ... 57

2. Pengujian saponin ... 59

3. Pengujian flavonoid ... 61

4. Pengujian triterpenoid dan steroid ... 63

5. Pengujian tanin ... 63

E. Hasil Uji Kualitatif Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Bunga Melinjo ... 68

1. Hasil identifikasi golongan flavonoid ... 70

2. Hasil identifikasi golongan tanin ... 72

F. Hasil Uji Kuantitatif ... 76

1. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan ... 76

2. Penentuan Operating Time (OT) ... 77

3. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum (λmaks) ... 79

4. Hasil validasi metode analisis pengujian aktivitas antioksidan ... 80

(15)

xiv

c. Linearitas ... 86

d. Spesifisitas ... 87

G. Hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ... 88

BAB V SARAN DAN KESIMPULAN ... 95

A. Saran ... 95

B. Kesimpulan ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN ... 102

(16)

xv

Halaman

Tabel I. Kandungan gizi biji dan daun melinjo dalam 100 g

bahan (Haryoto, 1998) ... 8

Tabel II. Parameter-parameter aplikasi penotolan sampel yang

direkomendasikan (Adamovies, 1997) ... 18

Tabel III. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH ... 25

Tabel IV. Kriteria nilai akurasi yang masih dapat diterima

(APVMA 2004) ... 32

Tabel V. Kriteria nilai presisi yang masih dapat diterima

(APVMA 2004) ... 33

Tabel VI. Hasil skrining fitokimia simplisia bunga melinjo ... 56

Tabel VII. Hasil deteksi bercak dengan menggunakan sistim KLT

menggunakan beberapa eluen ... 73

Tabel VIII. Hasil scanning panjang gelombang maksimum DPPH ... 80

Tabel IX. Hasil pengukuran absorbansi seri baku rutin yang sudah

direaksikan dengan radikal DPPH ... 81

Tabel X. Hasil pengukuran absorbansi seri ekstrak etanolik bunga

melinjo yang sudah direaksikan dengan radikal DPPH ... 82

Tabel XI. Hasil % Recovery, SD, dan % CV uji aktivitas

antioksidan rutin ... 84

Tabel XII. Hasil % Recovery, SD, dan % CV uji aktivitas

(17)

xvi

dengan metode DPPH ... 91

Tabel XIV. Hasil aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga

melinjo dengan metode DPPH ... 91

Tabel XV. Hasil perhitungan IC50 rutin dan ekstrak etanolik

bunga melinjo ... 92

Tabel XVI. Tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji dengan

(18)

xvii

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia rutin ... 11

Gambar 2. Perubahan warna larutan pada reaksi radikal DPPH dengan antioksidan (Witt, Lalk, Hager, dan Voigt, 2010) ... 24

Gambar 3. Reaksi uji mayer ... 57

Gambar 4. Hasil uji alkaloid ... 59

Gambar 5. Reaksi hidrolisis saponin dalam air ... 60

Gambar 6. Hasil uji saponin ... 60

Gambar 7. Hasil uji flavonoid ... 62

Gambar 8. Hasil uji triterpenoid dan steroid ... 63

Gambar 9. Hasil uji tanin dengan menggunakan larutan besi (III) amonium sulfat ... 64

Gambar 10. Hasil uji tanin dengan menggunakan FeCl3 1% ... 65

Gambar 11. Hasil uji tanin dengan menggunakan larutan gelatin 1% ... 66

Gambar 12. Hasil uji penggolongan senyawa tanin ... 68

Gambar 13. Kromatogram KLT uji kualitatif antioksidan ... 70

Gambar 14. Kromatogran KLT identifikasi senyawa flavonoid ... 71

Gambar 15. Kromatogram KLT identifikasi senyawa tanin ... 75

Gambar 16. Hasil uji pendahuluan aktivitas antioksidan ... 77

Gambar 17. Grafik hasil penentuan OT rutin ... 78

Gambar 18. Grafik hasil penentuan OT ekstrak etanolik bunga melinjo ... 78

(19)

xviii

dengan aktivitas antioksidannya ... 83

Gambar 21. Reaksi terbentuknya warna kuning oleh

senyawa antioksidan ... 90

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi tanaman melinjo ... 102

Lampiran 2. Gambar bunga melinjo dari daerah Ambal Kabupaten Kebumen ... 103

Lampiran 3. Perhitungan rendemen ... 103

Lampiran 4. Data penimbangan uji kualitatif aktivitas antioksidan ... 104

Lampiran 5. Data penimbangan pereaksi semprot ... 105

Lampiran 6. Data penimbangan bahan untuk uji antioksidan ... 106

Lampiran 7. Data perhitungan konsentrasi larutan DPPH, larutan uji, dan larutan pembanding ... 107

Lampiran 8. Scanning pengkoreksi ... 119

Lampiran 9. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan ... 110

Lampiran 10. Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal DPPH ... 112

Lampiran 11. Perhitungan nilai IC50 ekstrak etanolik bunga melinjo dan rutin ... 113

(21)

xx INTISARI

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menetralkan efek buruk dari radikal bebas. Senyawa fenolik dan flavonoid merupakan sumber antioksidan alami yang biasanya terdapat pada tumbuhan. Melinjo merupakan salah satu tumbuhan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai makanan sehari-hari. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam bunga melinjo dan melakukan pengujian aktivitas antioksidan untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanolik bunga melinjo dalam melawan radikal bebas sebagai antioksidan alami.

Uji pendahuluan dilakukan dengan cara skrining fitokimia, dilakukan untuk mengetahui senyawa aktif yang terdapat dalam sampel bunga melinjo. Pengujian aktivitas antioksidan bunga melinjo (Gnetum gnemon L.) dilakukan secara kualitatif (secara KLT) maupun kuantitatif (menggunakan spektrofotometri visibel) menggunakan radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Prinsip metode ini adalah penurunan intensitas warna atau absorbansi larutan DPPH yang sebanding dengan kenaikan konsentrasi senyawa antioksidan. Hasilnya dinyatakan dengan nilai

Inhibition Concentration 50 (IC50) yang menunjukkan konsentrasi suatu senyawa antioksidan yang menghasilkan penangkapan 50% radikal DPPH. Hasil uji pendahuluan (skrining fitokimia) dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sampel bunga melinjo mengandung senyawa saponin, alkaloid, tanin, dan flavonoid yang dapat berpotensi sebagai antioksidan alami. Hasil uji kualitatif dengan menggunakan DPPH menunjukkan bahwa sampel ekstrak etanolik bunga melinjo memiliki aktivitas antioksidan yang ditunjukkan dengan adanya warna kuning pada pelat KLT setelah direaksikan dengan DPPH. Hasil uji kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanolik bunga melinjo memiliki aktivitas antioksidan yang lemah dengan IC50 sebesar 257,25 ± 0,35 µg/mL.

(22)

xxi ABSTRACT

Antioxidants are compounds that can neutralize the effects of free radicals in human body. Phenolic and flavonoid are antioxidants that are found in plants. Melinjo is a one of plants that the flosses are consumed by people as a daily food. Therefore, it was necessary to investigate the active compounds of Melinjo floss and done some antioxidant activities test to find out the cability of ethanolic extract of melinjo floss as a natural antioxidant to against free radical activity.

The first test that was conducted in the research was the phytochemical screening, the purpose of this test was to find out the active compounds that contained in the melinjo floss extract. Antioxidant activity test of melinjo floss was performed in qualitative (using TLC system) and quantitative (using visible spectrophotometry) assays using 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH) radical. The principle of the method is the reduction of color intensity or absorbance of DPPH solution which is proportional to the increasing of the concentration of antioxidant. The result was referred by Inhibition concentration 50 (IC50) level which indicated the concentration of an antioxidant activity that produces 50% arrest of DPPH radical. The result of Phytochemical screening test showed that ethanolic extract of melinjo floss contain of tannin, saponin, alkaloid, and flavonoid. The compounds is potential as an antioxidant. Qualitative assay using DPPH method showed that ethanolic extract of melinjo floss has an antioxidant activity which is indicated by yellow color on TLC plates after sprayed with DPPH solution. The result of quantitative assay showed that ethanolic extract of melinjo floss was had a weak antioxidant activity with IC50 is 257,25 ± 0,35 µg/mL.

(23)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Tanpa disadari, dalam kehidupan sehari-hari tubuh manusia tidak dapat

terbebas dari pengaruh radikal bebas. Secara alami, radikal bebas sudah terbentuk di

dalam tubuh melalui berbagai mekanisme kompleks. Radikal bebas yang terbentuk

ini merupakan hasil sampingan dari proses oksidasi, atau pembakaran sel pada saat

bernafas, olahraga yang berlebihan, peradangan, atau ketika tubuh berhadapan

dengan lingkungan di luar tubuh seperti polusi lingkungan, radiasi matahari, asap

kendaraan bermotor, asap rokok, dan berbagai bentuk polusi lainnya (Syah, 2005).

Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang sangat reaktif dan

tidak stabil. Ketidakstabilan ini dapat terjadi karena dalam molekul radikal bebas

terdapat satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya.

Untuk menjadi stabil, elektron-elektron yang tidak berpasangan ini akan berinteraksi

dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron, reaksi ini

kemudian akan memicu timbulnya berbagai reaksi berantai yang akan mengakibatkan

timbulnya kerusakan jaringan (Elfita, Bahti, dan Dachriyanus, 2006). Radikal bebas

yang terdapat di dalam tubuh diketahui mampu memicu timbulnya berbagai penyakit

degeneratif, seperti kardiovaskuler dan penuaan dini (Palmer dan Kitchin, 2010).

Secara normal, radikal bebas yang ada di dalam tubuh akan dinetralisir oleh

(24)

masalah jika kadar radikal bebas terlalu tinggi dan kemampuan antioksidan alami

tubuh tidak memadai untuk menetralisir radikal bebas tersebut. Keadaan ini akan

memicu timbulnya ketidakseimbangan antara kadar radikal bebas dan kadar

antioksidan di dalam tubuh (Harjanto, 2004). Salah satu solusi yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan jumlah antioksidan di dalam tubuh adalah dengan memberikan

asupan antioksidan yang berasal dari luar tubuh (eksogen) (Pangkalan, 2008).

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menetralkan efek buruk

dari radikal bebas yang berada di dalam tubuh. Kegunaan utama dari antioksidan

adalah untuk menghentikan atau memutus reaksi berantai dari radikal bebas dengan

cara menyediakan dirinya untuk bereaksi dengan radikal bebas itu sendiri, dengan

demikian dapat dikatakan bahwa antioksidan dapat menyelamatkan sel-sel tubuh dari

kerusakan akibat serangan radikal bebas (Putra dan Verawati, 2011). Berdasarkan

sumbernya terdapat 2 macam antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan

sintetik (Dalimarta dan Sudibyo, 1999). Saat ini antioksidan alami yang berasal dari

buah dan sayuran lebih diminati dibandingkan dengan antioksidan sintetik karena

dinilai lebih aman dan memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan

dengan antioksidan sintetik. Antioksidan sintetik seperti BHT (Butylated Hidroxy

Toluene) dan BHA (Butylated Hidroxy Anisole) telah diragukan keamanannya karena

memiliki efek samping yang dapat menyebabkan kerusakan hati (Rohdiana, 2001;

Sunarni, 2005). Hal inilah yang memicu timbulnya penelitian-penelitian dan

(25)

Salah satu sumber antioksidan alami dapat berasal dari tanaman melinjo. Di

dalam biji dan daun tanaman melinjo terdapat kandungan flavonoid, tanin, dan

saponin yang telah diketahui bahwa golongan senyawa tersebut memiliki aktivitas

antioksidan. Dalam kehidupan sehari-hari tanaman melinjo biasanya dikonsumsi

masyarakat sebagai sayuran atau diolah menjadi berbagai produk makanan lain.

Selain dikonsumsi sebagai sayur, tanaman melinjo juga diketahui memiliki beberapa

manfaat dalam bidang pengobatan, diantaranya digunakan sebagai peluruh air

kencing (diuretik), pengobatan untuk penyakit mata, anemia, dan busung lapar

(Hariana, 2008). Karena tanaman melinjo merupakan tamanan yang banyak

dikonsumsi oleh masyarakat sebagai makanan sehari-hari, sehingga diharapkan

konsumsi tanaman melinjo dapat menjadi sumber antioksidan alami bagi masyarakat.

Pengujian antioksidan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

prinsip penangkapan radikal bebas dengan metode DPPH

(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Bedasarkan metode ini,

pengujian secara kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya senyawa antioksidan

dalam suatu senyawa dilakukan dengan menggunakan prinsip Kromatografi Lapis

Tipis (KLT). Teknik kromatografi lapis tipis ini banyak digunakan untuk

mengidentifikasi senyawa-senyawa kimia karena murah, sederhana, serta dapat

menganalisis beberapa komponen secara serempak (Hernani 1999). Uji kuantitatif

yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan antioksidan

suatu senyawa yang dinyatakan oleh nilai IC50. IC50 merupakan parameter konsentrasi

(26)

karena sederhana, cepat, sensitif, reprodusibel, dan paling sering digunakan pada

pengujian antioksidan ekstrak tanaman (Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradkar, and

Lakshman, 2005; Savatovic, Cetkovic, Canadanovic-Brunet, and Djilas, 2012).

B. Perumusan Masalah

1. Golongan senyawa apa saja yang terdapat di dalam ekstrak etanolik bunga melinjo

yang teridentifikasi melalui uji skrining fitokimia?

2. Apakah ekstrak etanolik bunga melinjo mengandung senyawa antioksidan yang

teramati melalui uji KLT?

2. Berapakah nilai IC50 ekstrak etanolik bunga melinjo terhitung melalui metode

DPPH?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai aktivitas antioksidan yang

telah dilakukan dengan menggunakan bahan melinjo antara lain:

Penelitian mengenai aktivitas antioksidan dan antimikroba ekstrak melinjo terhadap

mikroba pembusuk.

Di dalam penelitian tersebut, bagian tanaman melinjo yang digunakan

adalah akar, batang, daun, biji, dan pulp biji yang diekstrak menggunakan pelarut

etanol. Analisis yang dilakukan meliputi uji total fenol dengan metode

Folin-Ciocalteu, aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dan uji aktivitas

(27)

Uji aktivitas antioksidan yang dilakukan pada penelitian ini berbeda dengan

penelitian sebelumnya. Perbedaan terletak pada sampel yang digunakan, yaitu ekstrak

etanolik bunga melinjo. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif

yang tidak dilakukan pada penelitian sebelumnya. Sejauh pengamatan penulis, uji

aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga melinjo secara kualitatif dan kuantitatif

dengan metode DPPH belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan bukti ilmiah

mengenai aktivitas antioksidan bunga melinjo dengan menggunakan radikal bebas

DPPH.

2. Manfaat metodologis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai tatacara

pengujian aktivitas antioksidan bunga melinjo secara kualitatif dan kuantitatif dengan

metode DPPH.

3. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas

antioksidan bunga melinjo, dalam penangkapan radikal bebas sehingga dapat

(28)

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan aktivitas antioksidan

ekstrak etanolik bunga melinjo.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui golongan senyawa yang terdapat di dalam ekstrak etanolik bunga

melinjo.

b. Mengetahui golongan senyawa dalam ekstrak etanolik bunga melinjo yang

berperan sebagai antioksidan.

c. Mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga melinjo dengan

(29)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Melinjo

1. Keterangan botani

Melinjo (Gnetum gnemon L.) termasuk dalam famili Gnetaceae (Elevitch,

dan Craig, 2006). Memiliki sinonim : G. gnemon var. sylvistris L., G. acutatum Miq.,

G. gnemon var. ovalifolium (Poir.) Blume, G. vinosum Elmer (Elevitch, dan Craig,

2006).

Nama daerah, diantaranya : Sunda: ki tangkil, mlinjo, sake, tangkil. Jawa:

bagu, eso malinjo, trangkil, witgrintul. Aceh : mulieng. Belitung : manenjo, maninjo.

Makasar : bagu, poko sumba (Hariana, 2008).

Common name : Filipina :bago. Salomon Islands :dae, daefasia, daemalefo.

Inggris :gnetum, joint fir, Spanish joint fir, two leaf. Malaysia :maninjau. Singapura

: melindjo. Fiji : sikau, sukau, sukau buli, sukau motu. Kamboja : voe, khalet

(Elevitch, dan Craig, 2006).

2. Deskripsi tanaman

Pohon melinjo dapat tumbuh hingga 10-15 m. Daun tanaman melinjo

berwarna hijau gelap, mengkilap, halus, tajam pada kedua ujungnya. Berbentuk bulat

panjang, lanset dan bulat telur, memiliki panjang 10-20 cm dan lebar 4-7 cm.

Memiliki bunga jantan dan bunga betina. Buah berwarna kuning atau kuning

(30)

cm. Kulit batang berwarna abu-abu dan memiliki akar tunggang yang kuat (Elevitch,

dan Craig, 2006).

3. Kandungan kimia melinjo

Di dalam daun melinjo terdapat kandungan saponin, dan flavonoid,

sedangkan bijinya mengandung tanin, flavonoid, dan saponin (Hariana, 2008).

Kandungan gizi dari buah melinjo tua antara lain terdiri dari karbohidrat (63,23%),

lemak (2,66%), protein (17,39%), dan sejumlah vitamin (Basrah, Dadang, Djakaria,

1993).

Haryanto (1998), telah menyampaikan kandungan kimia yang terdapat

dalam biji melinjo dan daun melinjo dalam tabel I.

Tabel I : Kandungan Gizi Biji dan Daun Melinjo dalam 100 g Bahan Menurut Haryoto (1998)

Magnesium (mg) 163,00 219,00

Fosfor (mg) 75,00 82,00

Hampir seluruh tanaman melinjo dapat dimanfaatkan. Daun muda, bunga,

(31)

masyarakat. Semua bahan makanan yang berasal dari tanaman melinjo memiliki

kandungan gizi yang cukup tinggi, selain karbohidrat juga mengandung lemak,

protein, mineral, dan vitamin-vitamin (Sunanta, 1994). Bagian daun muda, buah yang

masih muda, dan bunga dimanfaatkan sebagai bahan sayuran oleh masyarakat. Daun

melinjo yang masih muda sangat baik untuk kesahtan mata karena memiliki

kandungan vitamin A yang sangat tinggi, yakni 10.000 S.I tiap 100 g bahan. Jumlah

tersebut sedikit dibawah kandungan vitamin A pada wortel (12000 S.I) (Haryoto,

1998).

Selain itu, melinjo juga memiliki manfaat dalam bidang pengobatan

tradisional. Kulit buah, buah, biji dan daun melinjo diketahui berkhasiat untuk

meluruhkan air seni, menyembuhkan penyakit pada mata, anemia, dan busung lapar

(Winarto, 2004). Tanaman melinjo juga dipercaya dapat digunakan untuk

meningkatkan daya tahan tubuh dan sebagai antimikroba alami (Anonim, 2010).

B. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik merupakan suatu substansi organik yang terdiri dari

senyawa aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen hidroksil (OH).

Senyawa induknya adalah fenol, tetapi kebanyakan senyawa fenolik merupakan

polifenol. Sumber senyawa fenolik sangat mudah dijumpai pada berbagai tanaman

tetapi sangat jarang dijumpai pada hewan. Diantara berbagai golongan senyawa

(32)

golongan senyawa flavonoid (Mann, Davidson, Hobbs, Banthorpe, dan Harbone,

1994).

Senyawa fenolik merupakan sumber antioksidan alami yang aman

digunakan sehingga dapat berpotensi sebagai antioksidan alami bagi tubuh manusia.

Aktivitas antioksidan dari senyawa fenolik didapatkan dengan cara mereduksi radikal

untuk mencegah terjadinya reaksi samping yang merugikan. Mekanisme kerjanya

yaitu melalui kemampuan gugus fenol menangkap radikal bebas dengan berperan

sebagai donor hidrogen melalui proses transfer elektron, sehingga senyawa fenolik

berubah menjadi radikal fenoksil. Radikal fenoksil ini terstabilkan oleh adanya efek

resonansi (Bruneton, 1999; Marxen, Vanselow, Lippemeier, Hintze, Ruser, dan

Hansen, 2007). Senyawa fenolik dalam tumbuhan dapat berupa fenol sederhana,

antrakuinon, asam fenolat, kumarin, flavonoid, lignin, dan tanin (Harbone, 1987).

Flavonoid merupakan golongan terbanyak dari senyawa fenolik. Hal ini

karena flavonoid mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu

gula, flavonoid bersifat polar. Pada umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar

seperti etanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, air dan lain-lain

(Markham, 1988).

Salah satu senyawa fenolik yang sering diteliti adalah rutin, oleh karena itu

rutin sering digunakan sebagai pembanding dalam pengujian aktivitas antioksidan

bahan alam karena telah banyak diteliti mengenai aktivitas antioksidannya (Armala,

2009; Sunardi, 2007). Rutin (3’,4’,5,7-tetrahidroksiflavon-3β-D-rutinosida) atau

(33)

Gugus O-dihidroksi pada cincin B, diasosiasikan dengan aktivitas antioksidan rutin

(Lopez, Martinez, Del-Valle, Ferrit, dan Luque, 2003).

Gambar 1. Struktur kimia rutin (Dos Santos, Mazo, Cavalheiro, 2008)

C. Antioksidan

1. Radikal bebas

Radikal bebas merupakan suatu senyawa atau atom yang memiliki elektron

yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya sehingga bersifat sangat reaktif

terhadap sel atau komponen sel disekitarnya (Evan, 2000). Adanya elektron yang

tidak berpasangan ini, menyebabkan ketidakstabilan pada molekul radikal bebas.

Untuk menjadi stabil, radikal bebas yang bersifat sangat reaktif akan menyerang dan

mengikat elektron dari molekul di sekitarnya. Target utama dari radikal bebas adalah

protein, asam lemak tak jenuh, lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat.

Dari molekul-molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal

bebas adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa radikal bebas yang terdapat di dalam

(34)

dinding sel manjadi rapuh, merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistim

genetika, dan berlanjut pada pembentukan sel kanker (Winarsi, 2007).

Berdasarkan jenisnya, terdapat beberapa tipe radikal bebas di dalam tubuh.

Radikal bebas terpenting yang terdapat di dalam tubuh adalah radikal derivat dari

oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species /ROS).

Selain itu juga terdapat radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) yang berasal

dari oksidasi radikal molekul organik, radikal yang mengandung hidogen dari hasil

penyerangan atom H, radikal yang mengandung sulfur yang diproduksi pada oksidasi

glutation menghasilkan radikal thiyl, dan ditemukan juga radikal yang mengandung

nitrogen (Arief, 2006).

Radikal bebas yang ada di dalam tubuh manusia dapat berasal dari 2 sumber

yaitu endogen dan eksogen. Radikal bebas dari sumber endogen merupakan radikal

bebas yang berasal dari dalam tubuh manusia itu sendiri misalnya melalui proses

autoksidasi (produk dari proses metabolisme aerobik), oksidasi enzimatik, dan

respiratory brust (terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana

sel fagositik menggunakan oksigen dalam jumlah besar selama fagositosis).

Sedangkan radikal bebas yang berasal dari sumber eksogen merupakan radikal bebas

yang berasal dari luar tubuh manusia itu sendiri, misalnya dapat berasal dari

obat-obatan, radiasi, dan asap rokok (Arief, 2006).

2. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang berperan dalam menghambat oksidasi

(35)

dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit, hal ini disebabkan karena senyawa

antioksidan mampu mencegah pengaruh buruk yang disebabkan oleh radikal bebas

(Percival, 1998). Antioksidan dapat menghambat oksigen reaktif atau nitrogen reaktif

dan juga radikal bebas (Anshory, 2006). Antioksidan juga merupakan senyawa

pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul

yang kecil tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara

mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan dapat menghambat reaksi oksidasi

dengan mengikat radikal bebas, sehingga kerusakan sel dapat dihambat (Winarsi,

2007). Secara umum, antioksidan dapat didefinisikan sebagai senyawa yang melawan

oksidasi atau menghambat reaksi yang dipicu oleh oksigen atau peroksida (Huang,

Ou, Prior, 2005). Berdasarkan sumbernya terdapat 2 macam antioksidan yaitu

antioksidan alami dan antioksidan sintetik (Dalimarta dan Sudibyo, 1999). Saat ini,

antioksidan alami yang berasal dari buah dan sayuran lebih diminati dibandingkan

dengan antioksidan sintetik yang berasal dari hasil sintesis reaksi kimia. Hal ini

karena antioksidan alami dinilai lebih aman dan memiliki efek samping yang lebih

rendah jika dibandingkan dengan antioksidan sintetik (Rohdiana, 2001; Sunarni,

2005). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang telah digunakan secara luas oleh

masyarakat antara lain Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT),

propel galat, tert-Butil Hidroksi Quinon (tBHQ) (Fouad, 2005).

3. Mekanisme antioksidan

Secara garis besar, mekanisme kerja antioksiadan dalam menangkal radikal

(36)

non-enzimatik. Antioksidan enzimatik secara alami dihasilkan oleh tubuh, sedangkan

antioksidan non-enzimatik diperoleh dari luar tubuh. Antioksidan enzimatik terdiri

dari superoxide dismutase (SOD), katalase, glutathione peroxidase, dan antioksidan

jenis lain seperti retinoid dan albumin (Fouad, 2005).

Secara non-enzimatik, senyawa antioksidan bekerja dengan empat cara yaitu

sebagai berikut :

a. Penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan vitamin E

b. Pengkelat logam transisi misalnya EDTA

c. Inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan ibuprofen.

d. Kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium sebagai kofaktor glutation

peroksidase (Huang et al.,2005).

Aktivitas senyawa polifenol (flavonoid) sebagai antioksidan meliputi tiga

mekanisme sebagai berikut :

a. Aktivitas penangkapan radikal bebas seperti Reactive Oxygen Species (ROS)

ataupun radikal yang dihasilkan dari peroksidasi lipid dengan proses transfer

elektron melalui atom hidrogen.

b. Mencegah spesies senyawa reaktif produksi katalisis transisi metal seperti reaksi

melalui khelasi metal.

c. Interaksi dengan antioksidan lainnya, seperti lokalisasi dan penggabungan

dengan antioksidan lainnya (Niki dan Noguchi, 2000).

(37)

4. Manfaat antioksidan

Kegunaan utama dari antioksidan adalah untuk menghentikan atau

memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas dengan cara menyediakan dirinya

untuk bereaksi dengan radikal bebas (Putra dkk, 2011).

Selain itu, antioksidan bermanfaat dalam mencegah kerusakan oksidatif

yang disebabkan oleh radikal bebas dan ROS sehingga mencegah timbulnya berbagai

penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, kanker, katarak, penurunan fungsi syaraf,

serta penuaan dini (Mbata, 2010).

5. Metode pengujian aktivitas antioksidan

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengujian aktivitas

antioksidan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Uji kualitatif bertujuan untuk

mengetahui apakah suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan. Uji kualitatif ini

dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas.

Metode pengujian dengan kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk

memisahkan campuran antioksidan yang kompleks sekalipun.

Uji aktivitas antioksidan juga dapat dilakukan secara kuantitatif, yaitu

dengan menggunakan spektrofotometri. Beberapa metode yang digunakan untuk uji

aktivitas antioksidan secara kuantitatif antara lain : metode conjugated diene, metode

penangkapan radikal hidroksil, metode Ferric Reducing Ability of Plasma (FRAP),

metode Trapping Antioxidant Parameter (TRAP), dan metode DPPH (Shivaprasad,

(38)

a. Kromatografi Lapis Tipis. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu

bentuk kromatografi planar. Fase diam pada kromatografi lapis tipis berupa lapisan

yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng

kaca, pelat alumunium atau pelat pastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut

pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada

pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada

pengembangan secara menurun (descending).

1) Fase diam KLT

Fase diam yang digunakan pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil

dengan diameter partikel antara 10-30 µ m. Semakin kecil ukuran rata-rata fase diam,

maka semakin baik kinerja KLT yang dihasilkan, baik dalam hal resolusi dan

efisiensinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk

selulosa, sementara mekanisme sorbsi yang utama pada KLT adalah partisi dan

adsorbsi. Lempeng KLT disiapkan dengan melapiskan penjerap ke permukaan

lapisan kaca, gelas, atau alumunium dengan ketebalan 250 µ m (Gandjar, dan

Rohman, 2007).

2) Fase gerak KLT

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan

mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sifat dan komposisi

kimia fase gerak ditentukan oleh jenis zat yang dipisahkan dan jenis fase diam yang

(39)

kompeks dari beberapa pelarut (Touchstone dan Dobbin, 1983). Berikut adalah

beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

a) Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif.

b) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf

terletak antara 0,2 - 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

c) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,

polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut dan juga

nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar kedalam pelarut

non polar akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

d) Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran

pelarut sebagai fase geraknya. Penambahan sedikit asam etanoat atau

ammonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat

basa dan asam (Gandjar, dan Rohman, 2007).

3) Aplikasi (penotolan) sampel

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis akan optimal hanya jika sampel

ditotolkan dengan ukuran bercak yang sekecil dan sesempit mungkin. Jika sampel

yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resoluai. Penotolan sampel

yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda.

Berdasarkan pada tujuan analisis, berbagai macam jumlah sampel telah disarankan

(40)

Tabel II. Parameter-parameter aplikasi penotolan sampel yang direkomendasikan Menurut Adamovies, (1997)

Tujuan Diameter bercak (mm) Konsentrasi

sampel (%) Banyaknya sampel (µ g)

Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling

sedikit 0,5 µ l. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µ l. maka

penotolan harus dillakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar

totolan (Gandjar, dan Rohman, 2007).

4) Pengembangan

Pengembangan dilakukan ketika sampel telah ditotolkan pada pelat KLT.

Pengembangan sampel dilakukan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan

dengan uap fase gerak. Bagian bawah lempeng KLT yang telah ditotoli sampel

dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak harus di

bawah batas totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat

mungkin volume fase gerak sesedikit mungkin, namun masih bisa mengelusi

lempeng sampai ketinggian yang ditentukan. Untuk penjenuhan fase gerak, biasanya

bejana kromatografi dilapisi dengan kertas saring sebagai indikator. Jika kertas

saring telah basah sepenuhnya maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh

sepenuhnya. Ada beberapa teknik pengembangan yang terdapat dalam kromatografi

(41)

(descending), secara melingkar, maupun secara mendatar (Gandjar, dan Rohman,

2007).

5) Deteksi bercak

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak

berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara fisika, kimia, maupun biologi.

Deteksi secara kimia dilakukan dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi

melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Pereaksi semprot yang

biasanya digunakan dalam kromatografi lapis tipis ini dapat dibedakan menjadi

beberapa kelompok, yaitu :

(a) Senyawa-senyawa yang dapat membentuk warna ketika tereduksi

(kalium peranganat, ferri-sianida, ferri-dipiridil, dan asam

fosfomolibdat),

(b) senyawa yang dapat berikatan dengan senyawa fenol, seperti pereaksi

diazo, magnesium sulfat, aldehid aromatik-anisaldehid, vanillin, dan

pereaksi Gibbs yang akan membentuk indofenol (akan membentuk

garam berwarna dalam kondisi basa),

(c) radikal bebas stabil yang menerima radikal hidrogen dari antioksidan

(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), dan

(d)Senyawa-senyawa yang membentuk senyawa adisi yang berwarna.

(42)

Secara fisika dapat dilakukan dengan cara pencacahan radioaktif dan

fluorosensi sinar UV. Secara kimia dapat dilakukan dengan beberapa cara

diantaranya:

(a) Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan

bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus

fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna.

(b) Mengamati lempeng di bawah sinar UV pada panjang gelombang emisi

254 dan 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau

bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfuorosensi

seragam.

(Gandjar, dan Rohman, 2007).

Derajat retensi dinyatakan dengan niai Rf, nilai Rf ini digunakan untuk

menyatakan posisi zat setelah pengembangan. Gugus–gugus yang besar dari

senyawa–senyawa yang susunannya mirip sering kali memiliki harga Rf yang

berdekatan satu dengan yang lainnya. Harga Rf dapat didefinisikan sebagai berikut :

Harga Rf = ( )

( )

(Sastrohamidjojo, 2007)

b. Spektrofotometri visibel. Spektrofotometri visibel merupakan suatu teknik

analisis fisika-kimia yang mengamati tentang interaksi antara atom atau molekul

(43)

Suharman, 1995). Menurut Molyneux (2003), absorbansi DPPH terjadi dengan baik

pada cahaya tanpak (visibel), oleh sebab itu digunakan spektrofotometri visibel untuk

pengukuran absorbansinya.

Spektrofotometer UV-Vis ini hanya dapat digunakan untuk mendeteksi

senyawa yang memiliki gugus kromofor. Kromofor adalah gugus fungsional yang

mengabsorbsi radiasi ultraviolet dan cahaya tampak jika gugus ini diikat oleh

senyawa-senyawa bukan pengabsorbsi (auksokrom). Hampir semua kromofor

mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi (diena, dienon, benzen, dan lain-lain).

Sedangkan auksokrom adalah gugus-gugus fungsional seperti –OH, -NH2, -NO2, -X,

yaitu gugus yang memiiki elektron tidak berpasangan dan tidak mengabsorbsi UV

jauh (Dirjen POM, 1995).

Suatu kromofor pada senyawa dapat muncul atau memberikan serapan pada

sepektrum serapan UV-Vis jika senyawa tersebut mmiliki panjang geombang

maksimum yang lebih besar dari 190 nm dan daya serap molarnya lebih besar dari

1000 agar konsentrasi yang digunakan tidak terlalu besar. Spektrofotometer yang

sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan cahaya tampak terdiri

dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik

dengan jangkauan 200-800 nm dan suatu alat yang sesuai untuk menentukan serapan.

Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk analisa kualitatif dan terutama untuk

analisa kuantitatif (Dirjen POM, 1995).

Interaksi antara senyawa-senyawa yang mempunyai gugus kromofor dengan

(44)

transisi elektromagnetik dan spektra absorbansi elektromagnetik. Jumlah radisi

elektromagnetik yang diserap akan sebanding dengan jumlah molekul penyerapnya,

sehingga absorbansi dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Fessenden dan

Fessenden, 1995).

Ketetapan analisa oleh spektrofotometer UV-Vis ini dipengaruhi juga oleh

spektrum serapan yang terbentuk. Spektrum serapan adalah suatu penampilan dalam

bentuk grafik dari serapan atau fungsi dari serapan terhadap panjang gelombang atau

fungsi dari panjang gelombang (Dirjen POM, 1995). Pembentukan spektrum serapan

dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

1) Jenis pelarut

Pelarut yang digunakan tidak boleh mengabsorbsi cahaya pada daerah panjang

gelombang dimana dilakukan pengukuran sampel. Pelarut yang umum digunakan

adalah air, etanol, metanol, dan n-heksan karena pelarut ini transparan pada daerah

UV.

2) pH larutan

Cara pembuatan pelarut yang tidak sama dari waktu ke waktu dapat

mempengaruhi pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis. Pada senyawa yang

sangat sensitif terhadap pH, perubahan kecil pada pH dapat mempengaruhi

panjang gelombang maksimum atau daya serapnya.

3) Kadar larutan

Jika konsentrasi tinggi akan terjadi polimerasi yang menyebabkan panjang

(45)

4) Tebal larutan

Jika digunakan kuvet dengan tebal yang berbeda maka akan memberikan spektrum

serapan yang berbeda.

5) Lebar celah

Makin lebar celah (slit width), maka semakin lebar pula serapan (band width)

dimana cahaya semakin polikromatis sehingga resolusi dan puncak-puncak kurva

tidak sempurna.

D. Metode 1,1-Dyphenyl-2-Pycrylhydrazyl (DPPH)

Metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH) merupakan metode yang paling

sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan tanaman obat (Shivaprasad et

al., 2005). Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat, sensitif, dan

reprodusibel untuk pengujian aktivitas antioksidan (Savatovic et al, 2012). Tujuan

dari metode ini adalah untuk mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen

memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50) (Molyneux, 2004)

Radikal DPPH merupakan suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada λ max 517 nm dan berwarna ungu

gelap (Molyneuk,2003). Prinsip dari metode DPPH adalah reduksi larutan metanolik

radikal bebas berwarna (DPPH) dengan cara penangkapan radikal bebas (Shivaprasad

et al., 2005). Adanya elektron yang tidak berpasangan dari DPPH memberikan

serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan

(46)

secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan senyawa

antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning

(Dehpour, Ebrahimzadeh, Fazel, and Mohammad, 2009).

Penurunan intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya

ikatan rangkap terkonjugasi pada DPPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya

penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya

kesempatan bagi elektron tersebut untuk beresonansi. Perubahan absorbansi yang

terjadi akibat reaksi ini telah digunakan secara luas untuk menguji kemampuan

beberapa molekul sebagai penangkap radikal bebas (Dinis, 1994).

Gambar 2. Perubahan warna larutan pada reaksi radikal DPPH dengan Antioksidan (Witt, Lalk, Hager, dan Voigt, 2010)

Menurut Arianto cit Armala (2009), tingat kekuatan antioksidan senyawa uji

dengan menggunakan metode DPPH dapat digolongkan berdasarkan nilai IC50

(47)

Tabel III. Tingkat Kekuatan Antioksidan dengan Metode DPPH

Intensitas nilai IC50

Sangat Kuat < 50 µg/Ml Kuat 50 -100 µ g/mL Sedang 101 – 150 µg/mL Lemah > 150 µ g/mL

Pengujian antioksidan secara kualitatif dengan metode DPPH dilakukan

secara kromatografi lapis tipis. Zat yang telah terelusi disemprot dengan reagen

DPPH 0,4 mM dalam metanol untuk mendeteksi ada tidaknya senyawa antioksidan

(Masoko and Eloff, 2007).

Berdasarkan beberapa sumber acuan, panjang gelombang yang dapat

digunakan sebagai working wavelength adalah 515-520 nm. Waktu Operating Time

(OT) yang optimal adalah 30 menit, namun pada beberapa substrat yang berbeda

dapat digunakan waktu yang lebih singkat (5 atau 10 menit) (Molyneux, 2004).

E. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan substansi dari campurannya

dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi yang digunakan dalam

suatu penelitian fitokimia sangat bergantung pada tekstur, kandungan air simplisia,

dan jenis senyawa yang akan diisolasi (Kristanti, Aminah, Tanjung, dan Kurniadi,

2008). Ekstraksi atau penyarian juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan massa

aktif yang semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi

(48)

permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari, maka proses

ekstraksinya akan semakin baik (Harbone, 1987).

Ekstrak merupakan suatu sediaan kental yang diperoleh dengan cara

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Dirjen

Pom, 1995). Untuk mendapatkan senyawa aktif dalam suatu tumbuhan, diperlukan

metode ekstraksi yang cepat dan teliti. Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada

sumber bahan alam dan senyawa yang akan diisolasi (Harbone, 1987).

Ekstraksi dapat dikelompokan menjadi 2 golongan, yaitu ekstraksi panas dan

ekstraksi dingin. Yang termasuk dalam golongan ekstraksi dingin adalah sebagai

berikut :

1. Maserasi

Prinsip : tercapainya keseimbangan konsentrasi. Maserasi merupakan cara

penyarian yang sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia

dalam cairan penyari. Saat proses maserasi terjadi, cairan penyari akan menembus

dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan

larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan

lingkungan di luar sel, akibatnya larutan yang pekat akan terdesak keluar. Peristiwa

tersebut terjadi secara terus-menerus sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di dalam dan di luar sel. Maserasi umumnya digunakan untuk simplisia

yang tidak keras dan tidak kompak (Depkes RI, 1986). Maserasi kinetik merupakan

(49)

sedangkan remasersi dapat didefinisikan sebagai proses pengulangan maserasi

dengan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan pada maserat yang

pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah terbasahi. Cairan penyari akan

mengalir dari atas ke bawah melalui serbuk kemudian cairan penyari akan melarutkan

zat aktif di dalam sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Serbuk simplisia

yang akan diperkolasi dibasahi terlebih dahulu dengan cairan penyari kemudian

dimasukkan ke dalam perkolator sambil setiap kali ditekan. Serbuk kemudian ditutup

dengan kertas saring dan kemudian cairan penyari dialirkan hingga di atas lapisan

serbuk masih terdapat cairan penyari. Seteah 24 jam, kran dibuka dan diatur hingga

kecepatan tetesannya 1 ml per menit. Akhir perkolasi ditentukan dengan pemeriksaan

zat secara kualitatif pada perkolat terakhir (Depkes RI, 1986). Proses perkolasi terdiri

atas tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahapan perkolasi

sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), secara terus-menurus hingga

terbentuk ekstrak atau perkolat (Depkes RI, 2000).

Metode ekstraksi panas diantaranya:

1. Refluks

Merupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada suhu titik didih zat

selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya

(50)

sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi yang sempurna (Depkes RI,

2000).

2. Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik (maserasi dengan pengadukan kontinu)

yang dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu ruangan, yang umumnya

dilakukan pada temperatur 40 – 50°C (Depkes RI, 2000).

3. Infundasi

Metode ekstraksi menggunakan pelarut air pada penangas air mendidih

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih), pada suhu 96 - 98°C selama 15

– 20 menit (Depkes RI, 2000).

4. Dekoksi

Merupakan teknik ekstraksi yang memiliki prinsip yang sama dengan

infundasi dalam waktu 30 menit (Depkes RI, 2000).

5. Sokletasi

Merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru yang dilakukan dengan

alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan

dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

Dalam pemilihan cairan penyari, seseorang harus mempertimbangkan banyak

faktor, cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Murah dan mudah diperoleh,

b. stabil secara fisika dan kimia,

(51)

d. tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,

e. selektif,

f. tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat, dan

diperbolehkan oleh peraturan yang berlaku (Depkes RI, 1986)

F. Skrining fitokimia

Skrining fitokimia merupakan proses pemeriksaan awal yang digunakan

untuk mendeteksi kandungan kimia suatu bahan alam. Pengujian skrining fitokimia

dilakukan dengan metode pereaksi warna dan dilakukan untuk mendeteksi golongan

alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, dan triterpenoid (Mustikasari dan Ariyani,

2010; Susmiati, 2010).

1. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia tanaman yang terbentuk dari hasil

metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran.

Hampir semua alkaloid di alam memiliki keefektifan biologi tertentu, ada yang sangat

beracun, ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Misalnya morfin, kuinin,

stiknin, yang merupakan alkaloid dengan efek fisiologis dan psikotik. Alkaloid tidak

memiliki tatanama yang sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan dengan

nama trivia yang berakhiran –in (Lenny, 2006).

2. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang larut air, dapat diekstraksi dengan

(52)

karena itu warnanya berubah dengan penambahan basa atau amonia. Flavonoid

mengandung sistim aromatik yang terkonjugasi sehingga akan menunjukkan pita

serapan yang kuat pada sinar UV dan sinar tampak (Harbone, 1987). Flavonoid

merupakan senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6. Kegunaan flavonoid bagi tumbuhan

adalah untuk menarik serangga yang membantu proses penyerbukan dan untuk

menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji. Bagi manusia, flavonoid

dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulan pada jantung dan pembuluh darah kapiler

(Sirait, 2007).

Terdapat sekitar sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin,

flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavonon, dan isoflavon.

Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan

air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi (Harbone, 1987).

3. Saponin

Saponin merupakan glikosida triterpen dan sterol yang telah terdeteksi dalam

lebih dari 90 suku tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi

(glikon) dan senyawa bukan gula (aglikon). Adanya saponin dalam tumbuhan

ditunjukkan dengan pembentukan busa yang menetap sewaktu mengekstraksi

tumbuhan atau memekatkan tumbuhan (Harbone, 1987).

4. Tanin

Tanin merupakan senyawa kimia yang terdapat secara luas pada tumbuhan

berpembuluh. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yaitu tanin terhidrolisis dan

(53)

dari kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan

kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis terdiri atas dua kelas, yang

paling sederhana ialah, depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa

glukosa dikelilingi oleh lima atau lebih gugus ester galoil. Pada jenis yang kedua, inti

molekul berupa senyawa dimer asam galat yaitu asam heksahidroksidifenat, yang

berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis, elagitanin ini menghasilkan asam elagat

(Harbone, 1987).

5. Terpenoid dan steroid

Terpenoid merupakan suatu senyawa yang tersusun atas isopren

CH2=C(CH3)-CH=CH2. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa seperti

monoterpen dan seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang sukar menguap,

dan triterpen dan sterol yang tidak menguap.

Secara umum senyawa ini larut lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel

tumbuhan. Biasanya senyawa ini diekstraksi dengan menggunakan eter dan

kloroform. Steroid merupakan senyawa triterpen yang terdapat dalam bentuk

glikosida. Senyawa ini biasanya diidentifikasi dengan reaksi Lieberman-Bourchad

(asetat anhidrat-H2SO4) yang memberikan warna hijau kehitaman sampai biru

(Harbone, 1987).

G. Validasi Metode Analisis

Validaasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian yang

(54)

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan dalam

penggunaannya (Harmita, 2004). Parameter-parameter yang digunakan dalam

validasi metode analisis antara lain :

1. Akurasi

Akurasi merupakan ukuran yang digunakan untuk menunjukkan adanya

derajat kedekatan antara hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi

dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan

(Harmita, 2004). Untuk sampel dengan kadar yang kecil, persen perolehan kembali

yang disepakati berkisar antara 90-110%, sementara untuk sampel dengan kadar yang

lebih besar persen perolehan kembali yang disepakati berkisar antara 95-105 %,

persen perolehan kembali yang maih bisa diterima berkisar diantara 80-120 % (Mulja

dan Hanwar, 2003).

Tabel IV. Kriteria Nilai Akurasi yang Masih dapat Diterima Menurut APVMA (2004)

Kadar zat aktif (%) Nilai Recovery yang masih dapat diterima (%)

≥ 10 98-102

1-10 90-110

0,1-1 80-120

≤ 0,1 75-125

2. Presisi

Presisi atau keseksamaan merupakan ukuran yang digunakan untuk

menyatakan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran

hasil individual dari ratarata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel

-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi dinyatakan dalam koefisien

(55)

Tabel V.Kriteria Nilai Presisi yang Masih dapat Diterima Menurut APVMA (2004)

Kadar Zat Aktif (%) Nilai KV yang masih dapat diterima (%)

>10 < 2

1-10 < 5

0,1-1 < 10

< 0,1 < 20

3. Linearitas

Linearitas dari suatu prosedur analisis merupakan kemampuan dari suatu

prosedur analisis (pada rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil uji yang secara

langsung proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel (Mulja

dan Hanwar, 2003).

Persyaratan data linearitas yang dapat diterima jika memenuhi nilai koefisien

relasi (r) dari hasil analisis sebesar > 0,999 (Mulja dan Suharman, 1995).

4. Spesifisitas

Spesifisitas dalam suatu metode adalah kemampuan metode tersebut yang

hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya

komponen lain yang mungkin terdapat dalam matriks sampel. Selektivitas metode

ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran,

hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan

hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi. Penyimpangan hasil

(56)

H. Landasan Teori

Radikal bebas merupakan suatu senyawa atau atom yang memiliki elektron

yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya sehingga bersifat sangat reaktif. Untuk

menjadi stabil, radikal bebas akan menyerang dan mengikat elektron dari molekul

disekitarnya, sehingga dapat menyebabkan kerusakan oksidatif sel, yang dapat

mengakibatkan terjadinya berbagai macam penyakit seperti kanker dan penuaan dini.

Oleh karena itu, diperlukan suatu senyawa antioksidan yang dapat berperan

untuk menangkal efek buruk dari radikal bebas tersebut. Sumber antioksidan dapat

berasal dari dua macam yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Saat ini

antioksidan alami yang berasal dari buah dan sayuran lebih diminati dibandingkan

dengan antioksidan sintetik karena dinilai lebih aman dan memiliki efek samping

yang lebih rendah dibandingkan dengan antioksidan sintetik.

Bunga melinjo merupakan tamanan yang banyak dikonsumsi oleh

masyarakat sebagai makanan sehari-hari. Di dalam daun dan biji melinjo terdapat

kandungan flavonoid, tanin, dan saponin yang memiliki aktivitas antioksidan. Oleh

karena itu, perlu dilakukan pengujian apakah bunga melinjo memiliki sifat

antioksidan. Pengujian dilakukan dengan metode DPPH secara kualitatif (KLT) dan

kuantitatif (spektrofotometri). Metode DPPH dipilih karena dianggap sederhana,

cepat, sensitif, dan reprodusibel untuk pengujian aktivitas antioksidan. Aktivitas

(57)

Adanya elektron yang tidak berpasangan pada molekul DPPH memberikan

serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan

penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai

jumlah elektron yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah

warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning.

I. Hipotesis

1. Di dalam bunga melinjo terdapat senyawa metabolit sekunder yang berperan

sebagai antioksidan.

2. Aktivitas antioksidan dari bunga melinjo melalui uji DPPH dalam penangkapan

(58)

36 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental dengan rancangan

acak lengkap pola searah.

B. Variabel

a. Variabel bebas berupa konsentrasi ekstrak etanolik bunga melinjo.

b. Variabel tergantung berupa aktivitas antioksidan ekstrak etanolik bunga

melinjo.

c. Variabel pengacau terkendali berupa tempat tumbuh tanaman, waktu

pemanenan, umur tanaman, dan cara panen.

d. Variabel pengacau tidak terkendali berupa cahaya matahari, keadaan tanah,

suhu, kelembaban udara, curah hujan, dan cuaca.

C. Definisi Operasional

a. Ekstrak etanolik bunga melinjo merupakan sari hasil proses maserasi

bunga melinjo dengan pelarut etanol.

b. Persen inhibition concentration (%IC) adalah persen yang

menyatakan kemampuan ekstrak etanolik bunga melinjo untuk menangkap

Gambar

Tabel I : Kandungan Gizi Biji dan Daun Melinjo dalam 100 g Bahan
Gambar 1. Struktur kimia rutin (Dos Santos, Mazo, Cavalheiro, 2008)
Tabel II. Parameter-parameter aplikasi penotolan sampel yang direkomendasikan
Gambar  2.  Perubahan warna larutan pada reaksi radikal DPPH dengan Antioksidan (Witt, Lalk, Hager, dan Voigt, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji aktivitas antioksidan protein biji melinjo terhidrolisis dalam menghambat produksi superoksida monosit in vitro dan

Senyawa alkaloid, terpenoid, saponin, tanin dan flavonoid diketahui aktif sebagai antibakteri, oleh karena itu perlu dilakukan pencarian kandungan senyawa dalam

195 UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TERHADAP DPPH DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA AKTIF EKSTRAK KASAR MIKROALGA Chlorella sp.. HASIL KULTIVASI DALAM MEDIUM

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mikroenkapsulasi Ekstrak Kulit Melinjo mempunyai aktivitas antihiperurisemia dengan dosis 200mg/kgBB yang merupakan dosis efektif

Berdasarkan hasil penelitian, senyawa yang memiliki potensi sebagai antioksidan pada ekstrak metanol bunga dan daun patikala. yaitu alkaloid, flavonoid

Penggunaan kontrol positif pada pengujian aktivitas antioksidan ini adalah untuk mengetahui seberapa kuat potensi antioksidan yang terdapat pada ekstrak metanol buah

Bunga telang (Clitoria ternatea L.) mengandung senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan dengan mendonorkan hidrogen sehingga menstabilkan kekurangan elektron

Penelitianinimembuktikanbahwakadarkomponentotal fenolat, kadar tanin dan aktivitas antioksidan kulit melinjo merah yang telah dilakukan blanching meningkat