• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN PRODUK LAKI-LAKI (Studi Semiotik Mengenai Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan Axe Deodorant Bodyspray versi ”Harga Minim” di Media Televisi).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DALAM IKLAN PRODUK LAKI-LAKI (Studi Semiotik Mengenai Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan Axe Deodorant Bodyspray versi ”Harga Minim” di Media Televisi)."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Deodorant Bodyspray versi “Harga Minim” di Media Televisi)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pada FISIP UPN ”Veteran” Jawa Timur

Oleh :

MARLIN C. N. NAPITUPULU

NPM. 0743010012

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

MARLIN C.N. NAPITUPULU NPM. 074 3010 012

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 01 Desember 2010

Tim Penguji,

Pembimbing Utama

Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT : 3 7006 94 0035 1

1. Ketua

Dra. Sumardjijati, M.Si NIP : 19620323 199309 2001

2. Sekretaris

Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT : 3 7006 94 0035 1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP : 195 5071 8198 302 2001

3. Anggota

(3)

iv 

 

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Representasi Citra Perempuan

Dalam Iklan Produk Laki-laki (Studi Semiotik Mengenai Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan AXE Deodorant Bodyspray versi “Harga Minim” di Media Televisi)

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak

terdapat kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu dan

kurangnya pengalaman Penulis dalam penyusunan skripsi. Meskipun

demikian, dalam penyusunan skripsi ini Penulis telah mendapatkan

bimbingan, saran dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini pula, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam

menyelesaikan proposal skripsi ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Suedarto, MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur

2. Dra. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan

(4)

 

5. Special thanks for you Mom’s. Thank you for your support, your

prayers, your advice, make me a strong woman. motivation from

you makes me able to complete my final task

6. Papa tercinta terima kasih atas doa dan dukungannya baik doa,

moral maupun materiil

7. Dua Big Bosku, Abang Leo dan adikku pendot si bungsu terima

kasih buat doanya dan motivasinya yah

8. Untuk Letnan Dua Elektronika Andy Sihotang yang selalu

memberi motivasi dan doa untuk adek disini

9. Mbak Lala Nanooonkk makasih banyak buat support dan

perhatiannya pada penulis untuk tetap semangat menyelesaikan

skripsi

10. Teman seperjuangan Dewi, Sila, Nidut, Tata, Dinar, Metha,

Deblonk dan temen – temen Uno yang selalu membuat suasana

jadi senang dengan tawa dan canda bersama. Semangat yah!

11. Buat kelompok ”representasi” Dewi, Chris, Bayu (udah masuk

daftar nih hehe) dan Mona (semoga pake representasi juga

skripsimu hehehe) semangat untuk kita semua. Mau stress, gugup,

(5)

vi 

 

saling berbagi terutama makanan. Oh ya .. buat ristin makasih ya

meja blajar ma hitternya yang membuat penulis lebih betah ngejain

skripsi di kamar. I love you sistaa ...

13. Untuk warga kost MA 1B 29A Siti, Dian, Arin ”nur”, Kiki, Widha,

mb Linda, Ai’ dan Tasya teman 1 rumah. Terima kasih untuk

semuanya.

14. Anak Nongkrong Yofenet, Ko Doni dan Mas Rico terimakasih

udah bantu semua penyelesaian skripsi penulis dari awal sampai

akhir

15. Untuk mas perpustakaan, terima kasih banyak untuk bantuannya

setiap kali penulis kesulitas dalam mencari buku

16. Buat kelompok semikom Shandy Mahendra dan Rizal boboe

makasih banyak ya untuk tugas kelompoknya. Semikom yang buat

penulis bisa menyelesaikan skripsi ini

17. Mas dimas ”nyambe”, mbak ratri, mbak dian dan senior yang tidak

dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih untuk masukan,

nasehat dan ilmunya

18. Teman-teman progdi Ilmu Komunikasi FISIP UPN angkatan 2007,

yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk

(6)

vii 

 

Demikian atas segala bantuan, baik moril maupun materiil yang

telah diberikan, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyadari bahwa ini semua masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun

Surabaya, November 2010

(7)

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN PROPOSAL ……….……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN PROPOSAL ……….... iii

KATA PENGANTAR ………..………... iv

DAFTAR ISI ………..…. viii

DAFTAR LAMPIRAN ………..………. xii

ABSTRAKSI ………..………. xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 7

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 8

1.4 Manfaat Penelitian ………. 8

. BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 9

2.1Landasan Teori ………. 9

2.1.1 Citra ……….………. 9

2.1.2 Perempuan Sebagai Model dalam Iklan ……… 10

2.1.3 Makna Sensualitas ……….. 12

2.1.4 Komunikasi Periklanan ………..………. 19

2.1.5 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa …………. 23

(8)

2.1.9 Representasi ……….………. 31

2.1.10 Konsep Makna ………...………. 34

2.1.11 Semiotika ………..……….. 36

2.1.12 Model Semiotik John Fiske …..………. 37

2.1.13 Respon Psikologi Warna ………. 41

2.2Kerangka Berfikir ……….. 43

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 46

3.1Metode Penelitian ……….. 46

3.2Kerangka Konseptual ……….. 47

3.2.1 Corpus ……….. 47

3.2.2 Definisi Operasional Konsep ……… 47

3.2.2.1 Representasi ………. 47

3.2.2.2 Citra Perempuan Dalam Iklan Axe versi “harga minim” .. 48

3.2.3 Unit Analisis ………. 49

3.3Teknik Pengumpulan Data ………. 49

3.4Teknik Analisi Data ……… 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..……… 51

4.1 Gambaran Obyek Penelitian ……..……… 51

(9)

4.2.1 Scene 1 Shot 1 ………...……… 57

4.2.2 Scene 1 Shot 2 ………...……… 59

4.2.3 Scene 1 Shot 6………...……… 61

4.2.4 Scene 1 Shot 8……… 62

4.2.5 Scene 1 Shot 14 ……… 64

4.2.6 Scene 1 Shot 17……...……….. 65

4.2.7 Scene 1 Shot 20……… 66

4.3 Level Ideologi ……….……..……… 68

4.4 Interpretasi keseluruhan………….……..……… 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..……… 72

5.1 Kesimpulan ………..……… 72

5.2 Saran ………..……… 73

DAFTAR PUSTAKA ……… 74

LAMPIRAN ……… 76

(10)

xi

(11)

Bodyspray versi ”Harga Minim” di Media Televisi)

Konsentrasi dari penelitian ini adalah mengenai citra pada perempuan yang terdapat dalam iklan televisi Axe versi “harga minim”. Citra adalah dunia menurut persepsi manusia. Tanpa citra manusia akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Posisi perempuan dalam iklan ini digunakan sebagai obyek untuk menawarkan produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi citra perempuan dalam iklan Axe versi “harga minim”.

Metode yang digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis data penelitian ini adalah analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi beberepa level yaitu pada realitas level representasi dan level ideologi. Sehingga peneliti dapat menginterpretasikan dan kemudian dilanjutkan dengan analisis semiotika John Fiske yang terdapat pada iklan Axe deodorant bodyspray versi “harga minim”dari tampilan dalam beberaba shot potongan-potongan visual iklan. Dari hasil analisis penelitian, dihasilkan bahwa dalam iklan ini membangun citra pigura dan citra peraduan yang dapat dilihat dari kostum, aktivitas, suara (voice over), teknik kamera, dan ideologi yang ada.

Berdasarkan analisis peneliti mengenai representasi iklan Axe versi “harga minim”di media televisi dengan pendekatan John Fiske maka dapat disimpulkan: Dalam visualisasi Iklan Axe versi “harga minim”di televisi secara keseluruhan mengandung citra perempuan. Hal ini dapat dilihat dalam Axe versi “harga minim” visualisasinya adalah seorang perempuan yang membangun citra pigura dengan mononjolkan ciri biologis dan citra peraduan menunjukkan perempuan sebagai model dalam iklan yang dikhususkan untuk laki-laki. Bangunan makna tersebut menunjukkan perempuan yang di eksploitasi di media televisi.

Kata kunci: citra, iklan televisi, semiotik

xiii 

(12)

1

 

1.1 Latar Belakang

Pesatnya perkembangan teknologi, meningkatkan arus informasi dan

telekomunikasi serta meningkatnya pengetahuan dan tingkat kesadaran

masyarakat akan pentingnya sebuah informasi memungkinkan manusia diterpa

oleh berbagai informasi setiap saat. Perkembangan yang sangat pesat ini juga

merambah pada perkembangan media massa. Oleh karena adanya perkembangan

media massa tersebut maka banyak sekali masyarakat yang menggunakan media

massa sebagai media penyampai pesan atau informasi ke masyarakat luas.

Fungsi media massa menurut beberapa ahli antara lain seperti yang

dikatakan oleh Harold D Laswell berfungsi sebagai korelasi diantara

bagian-bagian masyarakat dalam menanggapi lingkungannya (kontrol sosial), dan sebagai

pewarisan nilai-nilai sosial dari generasi ke generasi. (Winarso, 2005: 5)

Media massa bertujuan untuk menyampaikan informasi dengan benar

secara efektif dan efisien. Pada praktiknya, apa yang disebut sebagai kebenaran ini

sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan. Akan tetapi, di atas semua itu,

yang paling utama tentunya adalah survival media itu sendiri, baik dalam

pengertian bisnis maupun politis. (Sobur, 2004: 114) Salah satu cara penyampaian

pesan yang efektif dan efisien adalah dengan menggunakan iklan.

Iklan yang lebih kreatif, simpel dan mengena bagi konsumen artinya iklan

(13)

maka menuntut iklan tersebut harus efektif. Untuk itu, perlu dikaji mengenai

efektivitas iklan. Efektivitas iklan yang berkaitan dengan pengingatan dan

persuasi dapat diketahui melalui riset tentang dampak komunikasi (Durianto,

2003:15).

Berdasarkan tujuannya, iklan dibagi menjadi dua yaitu iklan komersial dan

iklan layanan masyarakat. Iklan komersial sering disebut pula dengan dengan

iklan bisnis. Sebagaimana namanya, iklan komersial atau iklan bisnis bertujuan

mendapatkan keuntungan ekonomi., utamanya peningkatan penjualan. Produk

yang ditawarkan dalam iklan ini sangat beragam, baik barang, jasa, ide,

keanggotaan organisasi, dan lain-lain. Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang

digunakan untuk menyampaikan informasi, mempersuasi atau mendidik khalayak

dimana tujuan akhir bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, melainkan

keuntungan sosial. (Rendra, 2007: 102-104)

Media televisi dan iklan televisi terbukti merupakan media komunikasi

yang paling efektif dan efisien sebagi media untuk informasi produk dan citra

suatu perusahaan. Kelebihan-kelebihan dan kekuatan teknologis yang dimilikinya,

memungkinkan tercapainya tingkat efektivitas dan efesiensi yang diharapkan oleh

suatu perusahaan atau lembaga lainnya. Luasnya jangkauan televisi yang dapat

ditempuh dalam waktu bersamaan secara serentak, pesan dan informasi yang

disampaikan melalui televisi mampu menjangkau jutaan khalayak sasarannya.

(Sumartono, 2001 : 20)

Iklan sendiri hampir setiap hari selalu mewarnai kehidupan kita. Di

(14)

menghindar dari iklan. Iklan memang sudah menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Dalam survey yang dilakukan oleh Harian

Kompas di sepuluh kota di Indonesia, tercatat tidak kurang dari 70% responden

yang mengaku suka menirukan iklan yang ditayangkan di media, baik dalam

meniru ucapan atau narasii, jingle atau lagu, gerakan hingga meniru sosok yang

menjadi pemeran dalam iklan tersebut, (Noviani, 2002: 1)

Untuk membuat sebuah iklan audio visual, pesan yang bisa diingat

pemirsa harus mampu disampaikan hanya dengan waktu 30 detik. Padahal

pemirsa memiliki kecendungan untuk zapping, yaitu memindah channel setiap

kali ada tayangan iklan. (Sigit Santosa, 2009: 130).

Televisi menyajikan barbagai macam informasi. Informasi tidak mengalir

secara harfiah. Kenyataannya, informasi sendiri tiada bergerak yang

sesungguhnya terlihat adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian

dan penciptaan penyampaian pesan itu sendiri.

Dewasa ini pengemasan suatu iklan telah mengalami banyak perubahan.

Dengan mengesampingkan norma – norma yang ada dan lebih mengutamakan

kepentingan tertentu, pelanggaran – pelanggaran pun terjadi disertai dengan

kontroversi. Cara mendapatkan gambar atau tayangan yang menampilkan sisi

tersebut cukup mudah dan murah, bisa dimana saja, kapan saja, dan dari bebagai

media cetak maupun media elektronik,yang salah satunya televisi.

Selama ini keberadaan perempuan selalu diletakkan dibalik ayah, suami,

(15)

dirinya, apabila perempuan tampil sesuai dengan keinginannya akan dikategorikan

”bukan perempuan biasa” (Muniarti,1998:60)

Dalam peraturan dunia bisnis tidak jarang kaum perempuan hanya menjadi

obyek untuk kepentingan-kepentingan komersial, dan dalam kehidupan

sehari-hari cenderung menempatkan masalah-masalah perempuan yang dikarantinakan

sebagai isu yang spesifik dan cenderung dilepaskan dari isu-isu publik penting

lainnya. Seperti politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Isu-isu tentang

perempuan jauh lebih sering dianggap sebagai bacaan ringan yang lebih tepat

dibaca waktu senggang dan santai (Ridjal, 1999:114)

Budaya massa yang tercipta menyebabkan pembuat iklan produk seakan

sengaja menonjolkan sesuatu hal yang dapat menarik perhatian salah satunya

adalah sisi perempuan, agar dapat mendongkrak jumlah penjualan produk, dan

membuat masyarakat menjadi semakin tertarik dengan iklan tersebut. Khususya

pada produk untuk laki-laki yang menarik perhatian dengan menonjolkan sisi

perempuan sepeti sensualitas sebagai obyek dalam iklan produk tersebut.

Pada beberapa iklan yang menonjol dalam pencitraan diperoleh beberapa

kategorisasi pencitraan perempuan dalam iklan televisi sebagaimana dijelaskan

oleh Tomagola (1998:333-334) bahwa citra perempuan ini tergambarkan sebagai

citra pigura, citra pilar, citra pinggan dan citra pergaulan. Dalam banyak iklan

terjadi penekanan terhadap pentingnya perempuan untuk selalu tampil memikat

dengan mempertegas sifat kewanitaannya secara biologis, seperti memiliki waktu

menstruasi (iklan pembalut wanita), memiliki rambut hitam dan panjang

(16)

semacam ini ditekankan lagi dengan menebar isu “natural anomy” bahwa umum

perempuan, ketuaan perempuan sebagai momok yang tidak bisa dihindari dalam

kehidupan perempuan. Citra yang kedua adalah cira pilar, citra pilar dalam

pencitraan perempuan, ketika perempuan digambarkan sebagai tulang punggung

utama keluarga. Perempuan sederajat dengan laki-laki, namun karena fitrahnya

berbeda dengan laki-laki maka perempuan digambarkan memiliki tanggung jawab

yang lebih besar terhadap rumah tangga (iklan pepsodent dan iklan susu dancow).

Perempuan dalam iklan televisi juga digambarkan memiliki citra pinggan yaitu

perempuan tidak bisa melepaskan diri dari dapur karena dapur adalah dunia

perempuan dengan member kesan bahwa perempuan memiliki citra pegaulan.

Citra ini ditandai dengan pergulatan perempuan untuk masuk ke dalam kelas-kelas

tertentu yang lebih tinggi di masyarakatnya, perempuan dilambangkan sebagai

makhluk yang anggun dan menawan (iklan sabuh lux dan iklan sabun giv)

Fenomena eksplorasi dan eksploitasi sensualitas dalam iklan khususnya

pada televisi patut dicermati. Karena saat ini banyak iklan-iklan televisi yang

menampilkan adegan, gambar vulgar perempuan khususnya pada iklan produk

khusus laki-laki. Seringkali tayangan tersebut menempatkan perempuan hanya

sebagai daya tarik semata.

Ini dibuktikan pada produk laki-laki yang ada di media saat ini, khususnya

media elektonik. Produk laki-laki yang cenderung menggunakan wanita sebagai

obyek dalam mempromosikan produk. Salah satunya iklan Axe deodorant

bodyspray versi “Axe Harga Minim” di televisi. Axe deodorant bodyspray adalah

(17)

wangi setiap saat. Dalam iklan tersebut seorang perempuan menjadi obyek dengan

menggunakan long dress berwarna hitam. Long dress hitam yang dikenakan

menunjukkan lekuk tubuh yang proporsional dengan ekspresi wajah yang

menggoda, seksi dan akting yang mengasosiasi unsur-unsur sensualitas di sertai

voice over “karna cowok suka yang mini, sekarang Axe harganya minim”

Hal inilah yang ditonjolkan pengiklan dengan tujuan untuk membuat

produk tersebut dapat diminati, sehingga produk tersebut laku terjual. Iklan Axe

deodorant bodyspray tersebut merupakan bentuk penggambaran untuk menarik

perhatian laki - laki supaya membeli produk tersebut. Dimana dalam iklan

tersebut wanita menjadi objek daya tarik laki - laki, dikarenakan wanita tersebut

menggunakan pakaian yang ketat untuk menonjolkan lekuk tubuhnya, sehingga

daya tarik sex ( sex appeal ) dalam iklan tersebut dapat dilihat pada shot saat

wanita tersebut memotong busana bagian bawahnya menjadi lebih pendek,

sehingga bagian paha wanita tersebut sangat kelihatan dan pakaian yang ketat

menonjolkan lekuk tubuh bagian belakang, selain itu wanita tersebut

menunjukkan ekspresi wajah yang menggoda sehingga terlihat seksi dan akting

yang mengasosiasi pada unsur - unsur sensualitas.

Sehubungan dengan eksploitasi terhadap perempuan tersebut, iklan Axe

versi “Harga Minim” mendapat pengaduan dari pemirsa yang telah diterima baik

secara online maupun lewat telepon. Salah satu arsip pengaduan pemirsa yang

telah diterima oleh situs pengaduan KPI, yaitu : lukisanmoses, Jawa Tengah

(18)

meremehkan wanita, anak-anak perempuan pun bisa menyimpang karenanya.

Saya usul jam tayangnya diatur untuk melindungi anak-anak”

(http://www.kpi.go.id/index.php?etats=pengaduan&nid=8026)

Dengan pemilihan model semiotika John Fiske, tanda-tanda dalam tatanan

gambar bergerak (iklan) tersebut telah dikombinasikan menjadi kode-kode, untuk

memungkinkan suatu pesan disampaikan dari komunikator ke komunikan

(penonton). Adapun tanda-tanda tersebut oleh John Fiske dikategorikan menjadi

tiga level kode, yakni level realitas yang mencakup kode-kode sosial (penampilan,

kostum, lingkungan, perilaku, cara berbicara, gerakan, ekspresi), level

representasi yang meliputi kode-kode teknik (kamera, pencahayaan, perevisian,

musik, suara), dan level ideology yang terdiri dari kode-kode representatif

(naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, latar, pemeran). (Fiske, 1987: 4)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

sebuah penelitian dengan mangambil judul “Representasi Citra Perempuan

Dalam Iklan Produk Laki-laki” (Studi Semiotik Mengenai Representasi Citra Perempuan dalam Iklan Axe Deodorant Bodyspray versi ”Harga Minim” di Media Televisi)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana representasi citra perempuan dalam iklan Axe Deodorant

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui representasi citra perempuan

dalam iklan Axe Deodorant Bodyspray versi “Harga Minim” di media televisi.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoritis, yaitu untuk menambah literatur penelitian kualitatif ilmu

komunikasi khususnya mengenai analisis metode semiotik.

2. Kegunaan praktis, dari hasil yang diharapkan dapat memberi pertimbangan

dan masukan pada bidang periklanan, sehingga dapat menjadi kerangka acuan

bagi produsen agar semakin kreatif dan bagi konsumen agar dapat lebih aktif

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Citra

Citra merupakan peta tentang dunia. Tanpa citra manusia akan selalu

berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan

tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi

manusia (Rakhmat, 2002:223). Citra terbentuk berdasarkan informasi yang

diterima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Untuk khalayak,

informasi dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra.

Menurut Mc Luhan dalah Rakhmat (2002:224), media massa adalah

perpanjangan alat indra kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi

tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media

massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik :

televise menjadi jendela kecil untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh

dari jangkauan alat indra, surat kabar menjadi teropong kecil untuk melihat

gejala-gejala yang terjadi waktu ini di seluruh penjuru bumi, dan buku kadang kala bisa

menjadi kapsul waktu yang membawa kita ke masa lalu, masa kini, dan masa

yang akan datang, serta film menyajikan imajiner yang melintasi ruang dan waktu.

9

(21)

2.1.2 Perempuan Sebagai Model dalam Iklan

Percepatan arus informasi dan tumbuhnya berbagai industri media di era

globalisasi, terlibat semakin mengukuhkan peran media baik di media cetak atau

elektronik, khususnya media pop. Keanekaragaman rubrik dan program tayangan

yang bermuculan seperti hendak memanjakan konsumen dari berbagai kalangan

kebutuhan. Ditambah dengan munculnya iklan-iklan yang menjajakan mimpi dan

angan-angan yang hampir mayoritas tampilan iklan menggunakan perempuan

sebagai objek sekaligus subjeknya.

Hampir seluruh tampilan iklan, baik media cetak atau televisi

menggunakan perempuan dalam tampilannya, baik perempuan sebagai model

utama atau sebagai figuran. Bagi para pengiklan tubuh perempuan tidak akan

pernah surut memberi peluang yang menguntugkan, mulai dari urusan kuku

hingga urusan kepala. Padahal pemaknaan tentang diri yang berbasis tubuh untuk

menentukan sebuah identitas sangat peka dengan rekayasa pembentukan citra.

(Baria, 2005:11)

Dunia imajinatif yang ditawarkan iklan nampaknya juga membangun citra

perempuan sekaligus memanfaatkan perempuan sebagai segmentasinya. Tidak

semua iklan diciptakan untuk maksud pencitraan, namun karya iklan dianggap

sempurna jika sampai pada pencitraan produk. Umumnya pencitraan dalam iklan

disesuaikan dengan kedekatan jenis objek iklan yang diiklankan, walaupun tidak

jarang pencitraan dilakukan secara ganda, artinya iklan menggunakan beberapa

(22)

Pencitraan perempuan tidak sekedar dilihat sebagai objek, namun juga

dilihat sebagai pergulatan perempuan dalam menempatkan dirinya dalam realitas

sosial. Setidaknya ada lima citra dengan itu perempuan dijadikan obyek iklan,

yaitu sebagai citra pigura, pilar, peraduan, pinggan, dan pergaulan. Dalam citra

pigura, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang harus menonjolkan cirri

biologis tertentu, seperti buah dada, pinggul, dan seterusnya, maupun cirri

kewanitaan yang dibentuk budaya, seperti rambut panjang, betis ramping, mulus

dan sebagainya. Contohnya dalam iklan alat kecantikan atau pakaian. Sedangkan

pada citra pilar, perempuan digambarkan sebagai pengurus utama keluarga.

Pengertian budaya yang dikandungnya adalah bahwa lelaki dan perempuan itu

sederajat, tetapi kodratnya berbeda. Karena itulah wilayah kegiatan dan tanggung

jawabnya berbeda pula. Contoh penggambaran perempuan bercitra pilar ini bisa

kita temukan pada iklan aqua:”Melindungi Anda Sekaligus”

Citra peraduan menganggap perempuan adalah obyek pemuasan laki-laki,

khususnya pemuasan seksual. Sehingga seluruh kecantikan perempuan, baik

kecantikan alamiah maupun buatan (melalui kosmetik), disediakan untuk

dikonsumsi laki-laki melalui kegiatan konsumtif, misalnya rabaaan lembut atas

rambut yang telah di cuci dengan sampo tertentu dan lain sebagainya.

Untuk citra pinggan, digambarkan bahwa betapapun tingginya perempuan

dalam memperoleh gelar pendidikan dan sebesar apapun penghasilannya,

kewajibannya adalah di dapur. Tapi berkat teknologi kegiatan di dapur itu tidak

lagi berat dan membosankan. Sebab telah ada kompor gas, mesin cuci, bahkan

(23)

tertentu untuk para istri. Setelah meyakinkan bahwa kegiatan dapur tidak harus

menyiksa, tapi justru bisa menyenangkan, lebih jauh diingatkan bahwa para suami

lebih suka masakan istri. Contohnya adalah iklan produk masakan bumbu dari

Indofood.

Terakhir pada citra pergaulan, perempuan digambarkan sebagai makhluk

yang selalu khawatir tidak tampil memikat dan menawan, tidak presentable atau

acceptable. Untuk dapat diterima perlu physically presentable. Bentuk dan lekuk

tubuh, aksentuasi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan kosmetik dan

aksesoris yang selaras sehingga seorang perempuan bisa anggun menawan,

mengundang pesona, dan unggah-ungguh fisik perlu dijaga sedemikian rupa agar

menarik dan tidak membawa implikasi renda diri di arena pergaulan luas.

2.1.3 Makna Sensualitas

Sensual adalah sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan yang

bersifat naluri. Dan sensualisme yaitu, ajaran yang menganggap bahwa segala

pengetahuan manusia itu didasarkan pada suatu hal yang dapat ditangkap oleh

panca indera. Sedangkan sensualitas merupakan segala sesuatu yang mengenai

badani bukan rohani. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi

Keempat, 2008)

Kata “sensualitas” berasal dari kata “sense” yang umumnya dalam kaitan

dengan karya seni itu diterjemahkan menjadi “rasa” (dalam arti yang luas,

(24)

“seksualitas” itu berasal dari kata “sex”, maka jelaslah antara “sex” dengan

“sense” itu berbeda. Pengertian sensualitas itu memang luas, termasuk adegan

ranjang, atau foto telanjang dan semacamnya, tetapi tetap itu bukan pornografi

dan itu bukan satu-satunya yang bisa digolongkan ke dalam seksualitas.

Sensualitas tidak selamanya ada kaitannya dengan seks.

(http://www.mail-archive.com/ppiindia@yahoogroups.com/msgs1047.html)

Sensualitas ini adalah kaitan langsung dengan yang iderawi

(sense=indera). Jadi, secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa sensualitas ini

menekankan kepada “rasa”, sehingga bisalah dikatakan lawan dari kata

sensualitas adalah “intelek”. Nah, di dalam karya seni apapun, kedua unsur ini

(sensualitas dan intelektualitas) itu selalu ada saling imbang mengimbangi. Unsur

utama dalam sensualitas adalah perasaan atau sentimentalitas. Unsur sensualitas

lebih dikaitkan dengan perempuan, mengapa? Karena ideologi dominan yang ada

dalam masyarakat. Ideologi patriarki yang memosisikan perempuan sebagai

objek, memberikan kontribusi pada pengkomodasian tubuh perempuan sebagai

objek, memberikan kontribusi pada pengkomodasian tubuh perempuan oleh pihak

media sebagai sarana untuk mengeruk keuntungan. Sebagai contoh, cover majalah

dewasa kerap kali menampilkan tubuh perempuan dalam balutan pakaian yang

mengesankan citra sensual (Baria, 2005:4)

Kriteria pornografisnya suatu tayangan yang telah disajikan oleh televisi

swasta seringkali ada eksposur gambar, cerita, tontonan tertentu yang dapat secara

(25)

Rangsangan seksual tersebut dengan kata lain adalah sensualitas. Hal tersebut juga

terjadi pada iklan audio visual atau lebih spesifiknya iklan di televisi.

Menurut Lesmana 1975, untuk dapat mengetahui bahwa suatu cerita atau gambar tersebut bertujuan untuk mengeksploitir birahi khalayak, hal ini dapat diketahui dari pemakaian kata-kata (untuk cerita), atau cara penggambaran adegan persetubuhan (untuk tontonan atau cerita) atau pose-pose yang diperlihatkan oleh peraga (untuk difoto/gambar).

Dalam konteks Film yang dalam hal ini berkaitan dengan dunia periklanan

berkonsep audio visual, bahwa sensualitas adalah sesuatu yang berkaitan langsung

dengan yang inderawi ( sense = indera ). Maka penekanannya pada gambar

(semua content yang menjadi visualisasi) dan warna - warninya, untuk mencapai

nilai estetika yang maksimal. Hal tersebut bertujuan untuk menempatkan kadar

tinggi kenikmatan inderawi.

(http://www.google.co.id/gwt/n?site=search&mrestrict=mobile&q=definisi+sensu

alitas.multiply.com)

Tiap bagian tubuh perempuan mengandung daya tarik seksual tersendiri

dan memberikan sensasi sensual yang berbeda-beda. Kriteria sensualitas

perempuan diantaranya adalah :

a. Postur Tubuh

Postur tubuh yang baik adalah yang padat berisi, dalam arti tidak terlalu kurus

dan tidak terlalu gemuk itu dapat dikatakan memiliki postur tubuh

proporsional.

b. Rambut

Rambut panjang dan lurus akan memberi kesan cantik dan anggun tetapi akan

(26)

akan lebih memberikan kesan seksi bagi para laki-laki. Rambut keriting kecil

dan panjang akan memberikan kesan yang lebih seksi.n sedangkan rambut

bergelombang akan memberikan kesan sensual yang kuat.

c. Mata

Mata seorang perempuan yang terlihat besar dan bulat sengan disertai alis

yang tebal akan memancarkan kecantikan seornag wanita secara utuh karena

akan memberi kesan anggun, teduh, dan tenang. Mata yang sedikit sipit

dengan kantung mata yang sedikit tebal serta sorot mata yang nakal adalah

tatapan yang sangat menggoda bagi para pria

d. Bibir

Bibir yang tipis identik dengan kecantikan seorang wanita, tipis sekaligus

identik dengan kelembutan sedangkan yang agak panjang lebih bermakna

pada keanggunan. Sementara bibir yang sensual memiliki kriteria yang

berbeda, yakni agak tebal, merah delima, dengan ukuran bagian bawah sedikit

tebal.

e. Dada

Dada adalah daya tarik seksual utama bagi wanita, bentuk dada yang menonjol

dapat sangat menarik perhatian lawan jenis.

f. Perut

Perut yang langsing akan menambah daya tarik wanita, tapi dalam hal ini

bukan perut yang terlihat kurus, tetapi terlihat ramping mengikuti lekuk tubuh.

(27)

Bagian ini menjadi daya tarik utama kedua bagi perempuan. Bokong yang

bagus adalah besarnya cukup padat tapi tidak terlalu besar.

h. Paha

Bagian ini juga akan merangsang bagi para pria yang melihat, paha yang besar

yang dimiliki oleh perempuan akan terlihat lebih seksi.

i. Betis

Bagi sebagian laki-laki, perempuan yang seksi dapat dilihat dari betisnya.

Betis perempuan yang seksi adalah yang memiliki betis panjang, dan mulus.

(http://sensualitaswanitadimata pria<<salimin’s site.htm)

Kriteria sensualitas dimata pria mempunyai beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Dan pada tiap bagian tubuh perempuan pasti mengandung

daya tarik seksual tersendiri atau bisa memberikan sensasi sensual yang

berbeda-beda :

1. Tubuh atletis

Pria menyukai wanita yang betubuh atletis karena dalam pandangan mereka oasti

wanita tersebut mampu menjadi ibu yang baik. Dan tentu akan mampu menjalani

hari-harinya sebagai ibu dan mengerjakan berbagai tugas rumah tangga. Wanita

bertubuh atletis juga diyakini mampu melindungi dirinya dari bahaya.

2. Payudara Padat Berisi

Bagi para pria, payudara wanita paling indah ada pada rentang usia awal 20

tahunan. Favorit mereka adalah payudara padat berisi persis yanga da di majalah

(28)

3. Kaki Jenjang

Ketika seorang wanita beranjak remaja, kaki mereka akan bertambah jenjang.

Dimata pria, kaki yang panjang menandakan kedewasaan wanita. Banyak wanita

berkaki panjang menyadari kelebihan tersebut.

4. Pinggang yang ramping

Bentuk tubuh jam pasir sejak dulu menjadi idola wanita. Sejak lima abad silam,

wanita berusaha keras mewujudkan bentuk tersebut lewat bentukan korset, diet

ketat, sampai operasi plastik. Semakin segaris pinggul dengan pinggang membuat

pria semakin tertarik.

5. Pantat

Pantat yang bulat penuh dipastikan membuat mata pria tak bisa berpaling. Pantat

wanita memiliki banyak fungsi, seperti menyimpan lemak untuk menyusui dan

tempat menumpuk energi untuk saat-saat tertentu. Inilah mengapa banyak orang

menganggap semakin besar pantat emakin menarik wanita tersebut.

6. Perut Ramping

Perut ramping akan membuat pria jatuh cinta karena jelas perut ramping

menandakan wanita tersebut tidak hamil. Dan perut ramping menandakan wanita

tersebut pandai merawat diri dan peduli akan kesehatannya,

7. Leher Panjang

Leher jenjang wanita membuat pria terpesona. Leher jenjang dianggap sebagai

tanda kewanitaan yang menggoda, membuat pria senang mencium dan

(29)

8. Wajah Ramah

Diam-diam pria mengidolakan wanita yang berwajah sedikit kekanak-kanakan

dan penuh senyum. Wajah mungil, dagu kecil, rahang yang elegan, tulang pipi

tinggi, bibir penuh dan mata besar merupakan ciri-ciri wajah favorit pria.

9. Mulut yang Sensual

Pria menyukai wanita berbibir penuh dan sensual. Untuk wanita yang tidak

memiliki bentuk bibir demikian jangan khawatir. Dengan bantuan lipstik merah

menyala, para pria juga bisa tergoda.

10. Daun Telinga

Telinga wanita juga memiliki peran penting dalam menggaet pria. Bagian telinga

tempat wanita memasang anting-anting adalah bagian favorit pria. Panjangnya

bagian tersebut menurut beberapa pria membuat wanita makin seksi.

Anting-anting model panjang dan menarik minat perhatian jadi pilihan wanita untuk

membantu membuat bagian tersebut terlihat lebih menarik.

11. Mata Besar

Pria umumnya mengagumi mata besar. Pria bukannya menyukai mata besar

wanita tanpa alasan yang jelas. Menurut mereka mata semacam itu membuat para

pria merasa terlindungi.

12. Hidung mungil

Secara umum, pria menyukai wanita yang imut seperti anak-anak. Wajah tersebut

membuat pria merasa ingin melindungi. Begitu juga dengan hidung, pria sangat

(30)

13. Rambut Panjang

Untuk pria bule, rambut pirang dianggap menarik karena wanita terkesan feminim

dan subur. Namun apapun warnanya, pria menyukai rambu yang bersih dan

berkilat. Rambut tersebut menandakan wanita tersebut bersih dan rajin merawat

diri. Menurut sebuah survey, 75% pria lebih tertarik pada wanita yang berambut

panjang.

(http://www.idamanistri.comartikel113bagiantubuh.htm)

2.1.4 Komunikasi Periklanan

Periklanan merupakan penggunaan media bayaran oleh seorang penjual

untuk mengkomunikasikan informasi persuasive, tentang suatu produk, jasa

ataupun organisasi dan merupakan alat promosi yang kuat. Iklan mempunyai

berbagai macam bentuk (nasional, regional, lokal, konsumen, industri, eceran,

merek, lembaga dan sebagainya) yang dirancang untuk mencapai berbagai macam

tujuan (penjualan seketika, pengenalan merek, preferensi dan sebagainya)

(Suyanto, 2007: 143)

Wells, Burnet, dan Moriarty (1998) mendefinisikan iklan sebagai berikut:

“Advertising is paid non personal communication from an identified sponsor using mass media to persuade or influence an audience”

“Iklan bukanlah komunikasi pribadi yang dibiayai dari sponsor terkenal

yang menggunakan media massa untuk membujuk atau mempengaruhi suatu

(31)

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa definisi periklanan tersebut

mengandung enam elemen (Sutisna, 2001:275), antara lain:

1. Iklan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, walaupun tidak semua

bentuk periklanan dibayar, seperti iklan layanan masyarakat, biasanya

menggunakan ruang khusus yang gratis, kalaupun harus membayar maka

dengan jumlah yang sedikit.

2. Dalam iklan, terjadi proses identifikasi sponsor, pesan yang disampaikan

tidak hanya mengenai kehebatan produk yang ditawarkan saja, tetapi juga

sekaligus menampilkan pesan mengenai perusahaan yang memproduksi

produk yang ditawarkan tersebut.

3. Dalam periklanan terdapat upaya membujuk dan mempengaruhi

konsumen.

4. Periklanan memerlukan elemen media massa sebagai elemen media

penyampaian pesan.

5. Bersifat non personal (bukan pribadi) karena periklanan dikategorikan

sebagai komunikasi massa.

6. Adanya audiens.

Berdasarkan tujuannya, iklan diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yakni:

1. Iklan Informatif (Informative Advertising)

(32)

a. bertujuan untuk membentuk atau menciptakan

kesadaran/pengenalan dan pengetahuan tentang produk atau

fitur-fitur baru dari produk yang sudah ada.

b. Menginformasikan perubahan harga dan kemasan produk.

c. Menjelaskan cara kerja produk.

d. Mengurangi ketakutan konsumen.

e. Mengoreksi produk.

2. Iklan Persuasif (Persuasive Advertising)

Iklan ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:

a. Bertujuan untuk menciptakan kesukaan, preferensi dan keyakinan

sehingga konsumen mau membeli dan menggunakan barang dan jasa.

b. Mempersuasif khalayak untuk memilih merk tertentu.

c. Menganjurkan untuk membeli.

d. Mengubah persepsi konsumen.

e. Membujuk untuk membeli sekarang.

3. Iklan Reminder (Reminder Advertising)

Iklan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

(33)

b. Mengingatkan bahwa suatu produk memiliki kemungkinan akan

sangat dibutuhkan dalam waktu dekat.

c. Mengingatkan pembeli dimana membeli produk tersebut.

d. Menjaga kesadaran akan produk (consumer’s state of mind).

e. Menjalin hubungan baik dengan konsumen.

(http://enikkirei.multiply.com/journal/item/12/Jenis_Iklan_dan_Contohnya)

Secara umum, iklan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam

fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya,

fungsi iklan diantaranya :

1. Informing, iklan menampilkan peran informasi bernilai lainnya, baik untuk

merek yang diiklankan maupun konsumennya dengan mengajarkan

manfaat-manfaat baru dari merek-merek yang telah ada.

2. Persuading, iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk)

pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan.

3. Reminding, iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan

para konsumen. Saat kebutuhan yang berhubungan dengan produk yang

diiklankan muncul, dampak periklanan di masa lalu memungkinkan merek

pengiklan untuk hadir di benak konsumen.

4. Adding Value, iklan memberi nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi

konsumen. Karena iklan yang efektif menyebabkan merek dipandang lebih

elegan, lebih bergaya, lebih bergengsi, dan lebih unggul dari merek lainnya.

(34)

Iklan berkaitan dengan pemberian informasi akan produk kepada

khalayak. Oleh karenanya, iklan harus dibuat sedemikian rupa agar dapat menarik

perhatian, minat khalayak serta memiliki karakteristik tertentu dan persuasive.

Sehingga khalayak akan akan tertarik untuk memperhatikan setiap pesan yang

ditayangkan iklan di televisi dan pada tahap selanjutnya khalayak secara sukarela

terdorong untuk melakukan sesuatu tindakan sesuai yang diinginkan pengiklan

(Jefkins, 1997: 18)

2.1.5 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Komunikasi sering diartikan sebagai perpindahan (transfer) informasi

(pesan) dari pengirim (komunikator) kepada pemirsa (komunikan) melalui saluran

(media) tertentu dengan tujuan mencapai saling pengertian (mutual

understanding) (winarso, 2005:18)

Ada dua macam proses komunikasi, yaitu: secara tatap muka (primer) dan

secara media (sekunder). Komunikasi sekunder ini dilakukan dengan

menggunakan media massa. Tujuan komunikasi sekunder ini antara lain adalah

untuk mencapai komunikan yang lebih luas, memungkinkan imitasi oleh banyak

orang dan mengatasi batas ruang dan waktu (Winarso, 2005:18)

Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan para

ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakannya. Namun,

(35)

lain. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa

(media cetak dan elektronik). (Nurudin, 2007:3)

Ada satu definisi komunikasi massa yang dikemukakan Michael W.

Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) akan semakin memperjelas apa itu

komunikasi massa. Menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai

komunikasi massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern

untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara tepat kepada khalayak yang

luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain

surat kabar, majalah, televisi, film, atau gabungan diantara media tersebut.

2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan

pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak

saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience dalam

komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan jenis komunikasi yang

lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain.

3. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan

diterima oleh banyak orang. Karena itu, diartikan milik publik.

4. Sebagai sumber, komunikasi massa biasanya organisasi formal seperti

jaringan, ikatan, atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak

berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga ini pun biasanya berorientasi

(36)

5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi). Artinya,

pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu

dalam lembaga tersebut disiarkan lewat media massa. Ini berbeda dengan

komunikasi massa antarpribadi, kelompok, atau public dimana yang mengontrol

bukan sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi massa itu ikut

berperan dalam membatasi, memperluas pesan yang disiarkan. Contohnya adalah

seorang reporter, editor film, penjaga rubrik, dan lembaga sensor lain dalam

media itu bisa berfungsi sebagai gatekeeper.

6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam

jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya, dalam

komunikasi antarpersonal. Dalam komunikasi ini umpan balik langsung

dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar yang tidak bisa

langsung dilakukan alias tertunda (delayed). (Nurudin, 2007:8)

Sesuai medianya, iklan televisi (Television commercial) adalah iklan yang

ditayangkan melalui media televisi. Melalui media ini, pesan dapat disampaikan

dalam bentuk audio, visual dan gerak. Bentu pesan audio, visual dan gerak

tersebut pada dasarnya merupakan sejumlah tanda. Dalam kajian semiologi, iklan

adalah seperangkat tanda yang berfungsi menyampaikan pesan.

Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan

manusia. Banyak orang menghabiskan waktunya lebih lama di depan televisi

dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol dengan keluarga atau

(37)

sasaran media yang disukai oleh para pengiklan karena media televisi mempunyai

unsur audio dan visual.

Media televisi mampu menyediakan informasi dan kebutuhan manusia

secara keseluruhan, seperti berita cuaca, informasi finansial atau catalog berbagai

macam produksi barang. (Widyatama, 2008:14-15).

2.1.6 Eksploitasi Perempuan Dalam Iklan

Menurut definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan,

perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi,

hamil, melahirkan anak dan menyusui. Perempuan adalah satu dari dua jenis

kelamin manusia. Satunya lagi adalah pria atau laki-laki. Berbeda dengan wanita,

istilah ”perempuan” dapat merujuk pada orang yang telah dewasa ataupun

anak-anak.

Perempuan sengaja digunakan untuk mengartikan “women” untuk

mengangkat makna yang ditawarkan dalam bahasa melayu, perempuan berasal

dari kata “empu” atau induk dimana kata tersebut untuk memberikan peringatan

pada yang member hidup (Muniarti, 2004:236)

Hampir seluruh tampilan iklan, baik media cetak atau teleivisi

menggunakan perempuan dalam tampilannya, baik perempuan sebagai model

utama atau sebagai figuran. Bagi para pengiklan, tubuh perempuan tidak akan

(38)

Iklan adalah media promosi produk tertentu, dengan tujuan produk yang

ditawarkan terjual laris. Untuk itu iklan dibuat semenarik mungkin, sehingga

terkadang dapat dinilai terlalu berlebihan, serta mengabaikan sisi psikologis,

sosiologis, ekologis, dan estetika penonton atau sasaran produk yang diiklankan.

Eksploitasi perempuan dalam iklan teridentifikasi melalui wacana seksual

yang diekspos secara vulgar dalam iklan, tubuh perempuan dipertontonkan secara

erotisme dan eksotis. Sayangnya, perempuan dalam iklan dijadikan alat

memasarkan produk, tubuhnya dieksploitasi untuk mengumbar definisi cantik

versi standardisasi pasar dengan cara memamerkan rambut yang lurus dalam iklan

shampo dan obat pelurus rambut, kulit wajah yang mulus dalam iklan obat

kecantikan, perut langsing dalam iklan pelangsing perut, betis indah dan tubuh

yang ramping dalam iklan obat diet.

Ekspresi eksploitasi stereotip daya tarik seksualitas dan organ-organ

sensitif tubuh perempuan dalam iklan media massa tersebut, cenderung

mengimplisitkan kualitas pemaknaan yang ‘kitsch’, dan rendah, dan akhirnya

lebih jauh menghadirkan konsepsi, bahwa perempuan itu sendiri tak lebih

sebagaimana sebuah (bukan sebagai insani), sehingga harkat dan martabatnya

menjadi terniscayakan kehadirannya. (Kasiyan, 2008:244)

Perempuan dan tubuhnya adalah esensi suatu keindahan dari nilai-nilai

kehidupan, ini bukanlah takdir dari realitas keindahan itu sendiri, tetapi suatu hal

yang hadir dalam segala manifestasi ataupun ekspresi dari esensi tersebut.

(39)

tersendiri. Namun realita historis perkembangan masyarakat telah menempatkan

perempuan dan tubuhnya sebagai antitesis dari ke-esensiannya, ataupun sebagai

bagian dari praksis eksploitasi yang terkadang dicitrakan secara ekstrem untuk

memarginalisasi perempuan dan tubuhnya kepada beragam bentuk yang

dikonotasikan secara liar.

Seperti seorang perempuan yang hadir dengan pakaian “minim” yang

menunjukkan keindahan pada bagian perut, dada, atau pinggulnya, mungkin

secara vulgar; tetapi eksploitasi itu sendiri akan terjadi dengan merasionalisasikan

proses tindakan kepada perempuan dan tubuhnya tersebut dengan bermacam

manifestasi praksis eksploitatif. Ataupun eksploitasi dalam bentuk modal, yang

mengondisikan perempuan dan tubuhnya sebagai bagian dari “alat” untuk

kepentingan modal, dan mengeksploitasinya kepada ragam ekspresi menurut

kepentingan modal, bukan berdasarkan kebebasan dan kesadaran untuk

berekspresi.

(http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?f=1&t=33960&start=0)

Penggunaan figur perempuan tersebut, kecenderungannya sebatas sebagai

objek tanda (sign object), dan bukan sebaliknya sebagai subjek tanda, dan

karenanya maknanya menjadi cenderung negatif. Eksploitasi perempuan sebagai

objek tanda dalam iklan yang arus utamanya cenderung bermakna negatif

tersebut, misalnya tampak dalam sistem tanda iklan yang begitu mengedepankan

serangkaian bentuk-bentuk eksploitasi organ-organ tubuh sensitive dan daya tarik

(40)

2.1.7 Keberadaan Iklan di Masyarakat

Fenomena periklanan sebagai bagian bentuk ekspresi bahasa simbolik

dalam kebudayaan manusia, yakni sejak zaman Yunani dan Romawi kuno. Pada

zaman diawal keberadaannya, wujud iklan hadir dalam bentuk berupa pesan

berantai yang dilaksanakan melalui komunikasi verbal. Pesan berantai itu

disampaikan untuk membantu kelancaran jual beli dalam masyarakat yang masih

sangat sederhana, yakni sebuah tipologi masyarakat yang pada waktu itu

mayoritasnya masih belum mengenal huruf, dan perdagangan juga masih

menggunakan sistem tukar menukar barang secara langsung (barter).

Kemudian setelah manusia mulai mengenal tulisan sebagai sarana

penyampaian pesann, kegiatan periklanan mengalami perkembangan selangkah

lebih maju, yakni dengan menggunakan mdia tulisan sebagai sarana penyampaia

pesan, kegiatan periklanan mengalami perkembangan selangkah lebih maju, yakni

dengan menggunakan media tulisan, perkembangan selanjutnya, yakni iklan

dengan menggunakan media gambar, yang ditorehkan atau dipahatkan pada batu,

dinding, atau terakota (keramik), yang diantara artefak peninggalannya yang

cukup terkenal, adalah berupa pengumuman rencana penyelenggaraan pesta

pertarungan gladiator, yang ditemukan pada puing-puing dinding Herculaneum.

Selain itu, pada zaman Romawi kuno, juga dikenal iklan dalam bentuk stempel

batu, yang banyak digunakan oleh para dukun untuk menjajakan obat-obatan,

maupun oleh tuan, untuk memberi cap pada punggung para budak belian

(41)

2.1.8 Komunikasi Adalah Suatu Proses Simbolik

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadarminta

disebukan, simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan,

lencana, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal, atau mengandung maksud

tertentu. Misalnya, warna putih merupakan lambang kesucian, lambang padi

lambang kemakmuran, dan kopiah merupakan salah satu tanda pengenal bagi

warga nergara Republik Indonesia. (Sobur, 2004:156)

Dalam “bahasa” komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai

lambang. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang dipergunakan untuk

menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Lambang

meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek maknanya

disepakati bersama, misalnya memasang bendera dihalaman rumah untuk

menyatakan penghormatan atau kecintaan kepada negara. Kemampuan manusia

menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan

menangani hubungan antara manusia dan objek tersebut. (Sobur. 2004:157)

Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan

objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks

tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga

dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi itu

ditandai dengan kemiripan. Misalnya patung Soekarno adalah ikon Soekarno dan

(42)

2.1.9 Representasi

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial

pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film,

fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna

melalui bahasa. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan atau

gambar) tersebut itulah seseorang dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan

ide-ide tentang sesuatu. (Juliastuti, 2000)

Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan

pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna

sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan

kesesuaian dengan situasi yang baru. Intinya adalah: makna akan inheren dalam

suatu dunia ini, ia selalu dikonstruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia

adalah hasil dari praktek penandaan. Praktek yang membuat hal bermakna

sesuatu. (Juliastuti, 2000:1)

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat

sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol (Piliang,

2006: 24). Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada

tanda (http://kunci.or.id/esai/nws/representasi.htm). Melalui representasi, ide-ide

ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti

sebuah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui system

(43)

ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Ada empat

komponen dasar dalam industry media yang mengemas pesan dan produk :

1. Khalayak yang memperoleh pesan dan mengkonsumsi produk.

2. Pesan atau produk itu sendiri.

3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri maupun

bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan.

4. Penampakan akhir dari produk itu tersebut.

Komponen-komponen ini yang secara bersamaan berinteraksi di

sekhalayak dunia sosial dan budaya, menempati suatu ruang yang diperjuangkan

secara terus-menerus. Perubahan garis bentuk ruang ini dapat menimbulkan

pola-pola dominasi dan representasi yang berbeda-beda. Film dan televisi mempunyai

bahasanya sendiri dengan sintaksis (susunan kalimat) dan tata bahasa yang

berbeda.

Tata bahasa ini terdiri dari bermacam unsur yang akrab, seperti

pemotongan gambar (cut), pengambilan gambar jarak dekat (close up),

pengambilan dua gambar (two shot), dan lain-lain. Akan tetapi, bahasa tersebut

juga meliputi kode-kode representasi yang lebih halus, yang tercakup dalam

kompleksitas dari penggambaran visual yang harfiah hingga symbol-symbol yang

paling abstrak dan arbitret (berubah-ubah) serta metafora. Tingkatan representasi

yang paling sederhana mencakup sekedar penggambaran informasi budaya nyata.

(44)

misalnya memperlihatkan wajahnya dari jarak dekat, memperlihatkan dari depan

bergerak menuju kamera, dan dari belakang menjauhi kamera, dan seterusnya.

Representasi gabungan akan mengedit seluruh pengambilan gambar yang berbeda

ke dalam satu rangkaian. Rangkaian-rangkaian ini merupakan sumber dasar film

(Sardar, Ziaudin, 2005: 156)

Menurut Stuart Hall (1977), representasi adalah salah satu praktek penting

yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat

luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal

dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada di situ membagi

pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara

dalam bahasanya yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara khalayak dalam

memahami sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu

melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi lewat

bahasa (symbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan, atau gambar) khalayak

mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu makna sesuatu hal

sangat tergantung dari cara khalayak mempresentasikannya. Dengan mengamati

kata-kata dan image yang khalayak gunakan dalam merepresentasikan sesuatu

atau bisa terlihat jelas nilai-nilai yang khalayak berikan pada sesuatu tersebut.

Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa bekerja,

khalayak bisa memaknai representasi. Pertama adalah pendekatan reflektif. Dalam

(45)

sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Kedua, pendekatan intensional

di mana khalayak menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai

dengan cara pandang khalayak terhadap sesuatu. Dan yang ketiga adalah

pendekatan konstruksionis, pendekatan ini khalayak percaya bahwa khalayak

mengkonstruksikan makna lewat bahasa yang khalayak pakai.

Bagi Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi

mental, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada dikepala kita masing-masing

(peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak.

Kedua, adalah bahasa, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna.

Konsep abstrak yang ada di dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa

yang “lazim”, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang

sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Konsep representasi pada penelitian ini merujuk pada pengertian tentang

bagaimana seseorang, sebuah kelompok atau sebuah gagasan ditujukan dalam

media massa (Eriyanto, 2001:113).

2.1.10 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan

istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of meaning, Ogden

dan Ricardsi telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.

(46)

konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistic dalam

penjelesan Umberto Reeo, makna dari sebuah wahana tanda (sign-vehicle) adalah

satuan cultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta

dengna begitu secara semantik mempertunjukkan pula ketidaktergantungan pada

wahana tanda yang sebelumnya.

Makna ada dalam diri manusia. Menurut Devito, makna tidak terletak pada

kata-kata melainkan pada manusia. Manusia menggunakan kata-kata untuk

mendekati makna yang ingin dikomunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara

sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang dimaksudkan. Demikian pula

makna yang didapat dari pendengar dari pesan-pesan, akan sangat berbeda dengan

makna yang ingin digunakan untuk memproduksi pesan dibenak pendengar.

Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bias salah. Ada tiga hal

yang dijelaskan para filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan

istilah makna. Ketiga hal itu, yakni:

1. Menjelaskan makna secara alamiah.

2. Mendeskripsikan kalimat secara alamiah.

3. Menjelaskan makna dalam proses komunikasi.

(47)

2.1.11 Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda

dan makna (Sobur, 2004:15). Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya

sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau ide dengan

suatu tanda (Littejhon, 1996:64 dalam Sobur, 2004:16). Menurut Barthes,

semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan

(Humanity) memaknai hal-hal (Things). Memaknai (To Sinify) dalam hal ini tidak

dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (Tom Communicate).

Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal

sama objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem

terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53, dalam Alex

Sobur, 2004:15)

Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang

berarti “tanda” (Sudjiman dan van Zoest, 1996:vii) atau seme, yang berarti

“penafsir tanda” (Cobley dan Jansz, 1999:4). Semiotika berakar dari studi klasik

dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika (Kurinawan, 2001:49).

“Tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya

hal lain. Contohnya, asap menandai adanya api (Sobur, 2004:17).

Sedangkan menurut John Fiske, semiotika adalah studi tentang penandaan

dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna

(48)

apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna (Fiske, 2004:282).

Terdapat tiga bidang penting dalam studi semiotik, yakni (Fiske, 2004:60) :

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang

berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan

cara-cara itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah

konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang

menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara

berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat

atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia

untuk mentransmisikannya.

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung

pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dab

bentuknya sendiri.

2.1.12 Model Semiotik John Fiske

John Fiske adalah salah satu tokoh semiotika komunikasi dalam bukunya

Cultural and Communication Studies. Menurut John Fiske, dalam bukunya

Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif

dalam mempelajari ilmu komunikasi. Perspektif pertama melihat komunikasi

sebagai transmisi pesan. Sedangkan perspektif kedua melihat komunikasi sebagai

(49)

adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Metode studinya yang utama adalah

semiotika (ilmu tentang tanda dan makna) (Fiske, 2006 : 9).

John Fiske memperkenalkan konsep the codes of television atau kode-

kode televisi. Dalam konsep tersebut menunjukkan kode yang digunakan dan

muncul pada sebuah tayangan televisi dan bagaimana kode- kode tersebut saling

berhubungan dalam membentuk sebuah makna. Menurut Fiske, sebuah kode tidak

ada begitu saja. Namun sebuah kode dipahami secara komunal oleh komunitas

penggunanya. Lebih lanjut mengenai teori ini, kode digunakan sebagai

penghubung antara produser, teks dan penonton.

Definisi semiotik yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda

(Chandler, 2002:www.aber.ac.uk) studi ini tidak hanya mengarah pada “tanda”

dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut.

bentuk tanda-tanda disini antara lain berupa kata-kata, images, suara, gesture, dan

objek. Bila kita mempelajari tanda tidak biasa memisahkan tanda yang satu

dengan yang lain membentuk suatu sistem, dan kemudian disebut sistem tanda.

Lebih sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk

sebuah makna. Menurut John Fiske dan John Hartlye, konsentrasi semiotik adalah

hubungan yang timbul antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya. Juga

bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode. (Chandle,

2002:www.aber.ac.uk)

Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidaklah muncul begitu saja melalui

(50)

yang telah dimiliki oleh pemirsa. Dalam artian, sebuah kode akan dipersepsi

secara berbeda oleh orang yang berbeda pula.

Gambar 2.1 . Kode-kode Televisi John Fiske (Sumber: Fiske, 1987. p. 5)

Teori yang dikemukakan John Fiske dalam The Codes of Television

(Fiske, 1987) menyatakan bahwa peristiwa yang telah dinyatakan telah diencode

oleh kode- kode social adalah sebagai berikut :

1. Level Realitas

Level ini menjelaskan suatu peristiwa yang dikonstruksikan sebagai realitas

(51)

Penampilan (appearance), kostum (dress), riasan (make up), lingkungan

(environment), kelakuan (behavior), dialog (speech), gerakan (gesture),

ekspresi (expression), dan suara (sound).

2. Level Representasi

Di sini kita menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat

tulis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik, dan sebagainya. Level ini

berhubungan dengan kode- kode social antara lain: kamera (camera),

pencahayaan (lightning), perevisian (editing), music (music), dan suara

(sound). Dalam teknik kamera, ada tiga jenis shot gambar yang palin dasar

yaitu meliputi :

a. Long Shot (LS), yaitu shot gambar yang jiak objeknya adalah manusia

maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang di atas kepala.

Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu Extreme Long Shot

(ELS), mulai dari sedikit ruang dibawah kaki hingga ruang tertentu di atas

kepala. Pengambilan gambar long shot ini menggambarkan dan

memberikan informasi kepada penonton mengenai penampilan tokoh

(termasuk pada body language, ekspresi tubuh, gerak cara barjalan dan

sebagainya dari ujung rambut sampai kaki) yang kemudian mengarah pada

karakter serta situasi dan kondisi yang sedang terjdai pada adegan tersebut.

b. Medium Shot (MS), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia,

maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang di atas kepala. Dari

(52)

gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan kiri.

Pengambilan gambar medium shot menggambarkan dan memberikan

informasi kepada penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih

dekat lagi dibandingkan dengan long shot.

c. Close-Up (CU), yaitu shot gambar yang jiak objeknya adalah manusia,

maka dapat diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala.

Pengambilan gambar close up menggambarkan dan memberikan informasi

kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk

lebih diperhatikan penonton.

d. Eksterm Close-Up, menggambarkan secara detail ekspresi pemain dari

suatu peristiwa (lebih detail pada ekspresi tubuh, contohnya

mata,bibir,tangan dan sebagainya.

3. Level Ideologi

Bagaimana kode- kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke

dalam koherensi sosial, seperti kelas sosial atau kepercayaan dominan yang ada di

dalam masyarakat seperti individualism, patriarki, ras, kelas, materialisme,

kapitalisme, dan lain sebagainya. Menurut Fiske, ketika kita melakukan

representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut.

(53)

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal.

Warna juga boleh dianggap sebagai suatu fenomena psikologi. Respon psikologi

dari masing-masing warna:

a. Merah :Power, energy, kehangatan, cinta, nafsu, agresi,

bahaya. Merah jika dikombinasikan dengan putih,

akan memiliki arti ‘bahagia’ di budaya oriental.

b. Biru :Kepercayaan, konservatif, keamanan, tehnologi,

kebersihan, dan keteraturan.

c. Hijau :Alami,sehat,keberuntungan, pembahatuan.

d. Kuning :Optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran, pengecut

(untuk budaya barat), dan penghianat.

e. Ungu/Jingga :Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi,

kekerasan, keangkuhan.

f. Orange :Energy, keseimbangan, dan kehangatan.

g. Coklat :Tanah/bumi, realibility, comfort, dan daya tahan.

h. Abu-abu :Intelek, masa depan (seperti warna millennium),

kesederhanaan, kesedihan.

i. Putih :Kesucian, kebersihan, ketepatan,

ketidakbersalahan, seteril, kematian.

j. Hitam :Power,

seksualitas,kecanggihan,kematian,misteri,ketakutan,

(54)

(http://www.mail-archive.com/aga-madjid@googlegroups.com/msg.html)

Warna dan artinya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

sesuatu yang dilekatinya. Warna juga memberi arti terhadap suatu objek, hampir

semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat

pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual lainnya yang

sering dilambangkan dengan warna-warni (Cangara, 2005: 109).

2.2 Kerangka Berfikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yangberbeda – beda dalam

memahami suatu peristiwa objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman

(field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda – beda

pada setiap individu. Begitu juga penulis dalam memahami tanda dan lambang

dalam objek, yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan penulis.

Televisi merupakan media massa elektronik yang menyajikan berbagi

macam informasi – informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan penalaran

masyarakat dan juga dapat memberikan hiburan yang luas kepada khalayak,

bukan hanya melalui film atau acara – acara televisi lainnya, melainkan juga iklan

– iklan yang ditayangkan, dikemas semenarik dan sekreatif mungkin, sehinga

iklan – iklan tersebut tidak hanya memiliki tujuan memberikan informasi tentang

sebuah produk atau jasa, melainkan juga dapat memberikan hiburan.

Iklan produk banyak menggunakan media televisi, menayangkan dan

mempromosikan produknya agar masyarakat tahu dan beriminat. Salah satunya

Gambar

Gambar 2.1 . Kode-kode Televisi John Fiske  (Sumber: Fiske, 1987. p. 5)

Referensi

Dokumen terkait

BPRS Saka Dana Mulia Ini merupakan salah satu lembaga keuangan alternatif yang bernafaskan Islam yang sesuai dengan visinya yakni menjadi BPRS yang sehat dan

Fokus penelitian ini ada pada 3 (tiga) aspek yaitu (1) Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Siswa Slow Learner di Kelas Inklusi SDN Bolo Demak, (2) Penerapan

“Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada

Analisis Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) Terhadap Likuiditas Saham Dan Return Saham (Study Kasus Pada Perusahaan Yang Terdaftar BEI Periode 2007-2011).. Diponegoro

melatih dalam penyusunan RPP yang akan digunakan pada saat mengajar,. membentuk dan meningkatkan kompetensi mengajar terbatas,

Berdasarkan analisis dan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai pengaruh sponsorship ARDANESIA terhadap citra merek BNI 46, maka pada tahap akhir

Analysis of sensitivity on the fattening beef cattle with coffee bran is required to see the extent of fattening cattle sensitivity to changes (deductions

Hal ini dikarenakan beras hitam memiliki pigmen alami yaitu antosianin dengan intensitas tinggi, tetapi hal ini tidak berpengaruh terhadap penurunan aktivitas