Deodorant Bodyspray versi “Harga Minim” di Media Televisi)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pada FISIP UPN ”Veteran” Jawa Timur
Oleh :
MARLIN C. N. NAPITUPULU
NPM. 0743010012
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
MARLIN C.N. NAPITUPULU NPM. 074 3010 012
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 01 Desember 2010
Tim Penguji,
Pembimbing Utama
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT : 3 7006 94 0035 1
1. Ketua
Dra. Sumardjijati, M.Si NIP : 19620323 199309 2001
2. Sekretaris
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT : 3 7006 94 0035 1
Mengetahui, DEKAN
Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP : 195 5071 8198 302 2001
3. Anggota
iv
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Representasi Citra Perempuan
Dalam Iklan Produk Laki-laki (Studi Semiotik Mengenai Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan AXE Deodorant Bodyspray versi “Harga Minim” di Media Televisi)
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak
terdapat kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu dan
kurangnya pengalaman Penulis dalam penyusunan skripsi. Meskipun
demikian, dalam penyusunan skripsi ini Penulis telah mendapatkan
bimbingan, saran dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini pula, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan proposal skripsi ini, diantaranya:
1. Prof. Dr. Ir. Teguh Suedarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
2. Dra. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan
v
5. Special thanks for you Mom’s. Thank you for your support, your
prayers, your advice, make me a strong woman. motivation from
you makes me able to complete my final task
6. Papa tercinta terima kasih atas doa dan dukungannya baik doa,
moral maupun materiil
7. Dua Big Bosku, Abang Leo dan adikku pendot si bungsu terima
kasih buat doanya dan motivasinya yah
8. Untuk Letnan Dua Elektronika Andy Sihotang yang selalu
memberi motivasi dan doa untuk adek disini
9. Mbak Lala Nanooonkk makasih banyak buat support dan
perhatiannya pada penulis untuk tetap semangat menyelesaikan
skripsi
10. Teman seperjuangan Dewi, Sila, Nidut, Tata, Dinar, Metha,
Deblonk dan temen – temen Uno yang selalu membuat suasana
jadi senang dengan tawa dan canda bersama. Semangat yah!
11. Buat kelompok ”representasi” Dewi, Chris, Bayu (udah masuk
daftar nih hehe) dan Mona (semoga pake representasi juga
skripsimu hehehe) semangat untuk kita semua. Mau stress, gugup,
vi
saling berbagi terutama makanan. Oh ya .. buat ristin makasih ya
meja blajar ma hitternya yang membuat penulis lebih betah ngejain
skripsi di kamar. I love you sistaa ...
13. Untuk warga kost MA 1B 29A Siti, Dian, Arin ”nur”, Kiki, Widha,
mb Linda, Ai’ dan Tasya teman 1 rumah. Terima kasih untuk
semuanya.
14. Anak Nongkrong Yofenet, Ko Doni dan Mas Rico terimakasih
udah bantu semua penyelesaian skripsi penulis dari awal sampai
akhir
15. Untuk mas perpustakaan, terima kasih banyak untuk bantuannya
setiap kali penulis kesulitas dalam mencari buku
16. Buat kelompok semikom Shandy Mahendra dan Rizal boboe
makasih banyak ya untuk tugas kelompoknya. Semikom yang buat
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini
17. Mas dimas ”nyambe”, mbak ratri, mbak dian dan senior yang tidak
dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih untuk masukan,
nasehat dan ilmunya
18. Teman-teman progdi Ilmu Komunikasi FISIP UPN angkatan 2007,
yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk
vii
Demikian atas segala bantuan, baik moril maupun materiil yang
telah diberikan, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyadari bahwa ini semua masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
Surabaya, November 2010
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN PROPOSAL ……….……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN PROPOSAL ……….... iii
KATA PENGANTAR ………..………... iv
DAFTAR ISI ………..…. viii
DAFTAR LAMPIRAN ………..………. xii
ABSTRAKSI ………..………. xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1
1.2 Perumusan Masalah ……… 7
1.3 Tujuan Penelitian ……….. 8
1.4 Manfaat Penelitian ………. 8
. BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 9
2.1Landasan Teori ………. 9
2.1.1 Citra ……….………. 9
2.1.2 Perempuan Sebagai Model dalam Iklan ……… 10
2.1.3 Makna Sensualitas ……….. 12
2.1.4 Komunikasi Periklanan ………..………. 19
2.1.5 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa …………. 23
2.1.9 Representasi ……….………. 31
2.1.10 Konsep Makna ………...………. 34
2.1.11 Semiotika ………..……….. 36
2.1.12 Model Semiotik John Fiske …..………. 37
2.1.13 Respon Psikologi Warna ………. 41
2.2Kerangka Berfikir ……….. 43
BAB III METODE PENELITIAN ……….. 46
3.1Metode Penelitian ……….. 46
3.2Kerangka Konseptual ……….. 47
3.2.1 Corpus ……….. 47
3.2.2 Definisi Operasional Konsep ……… 47
3.2.2.1 Representasi ………. 47
3.2.2.2 Citra Perempuan Dalam Iklan Axe versi “harga minim” .. 48
3.2.3 Unit Analisis ………. 49
3.3Teknik Pengumpulan Data ………. 49
3.4Teknik Analisi Data ……… 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..……… 51
4.1 Gambaran Obyek Penelitian ……..……… 51
4.2.1 Scene 1 Shot 1 ………...……… 57
4.2.2 Scene 1 Shot 2 ………...……… 59
4.2.3 Scene 1 Shot 6………...……… 61
4.2.4 Scene 1 Shot 8……… 62
4.2.5 Scene 1 Shot 14 ……… 64
4.2.6 Scene 1 Shot 17……...……….. 65
4.2.7 Scene 1 Shot 20……… 66
4.3 Level Ideologi ……….……..……… 68
4.4 Interpretasi keseluruhan………….……..……… 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..……… 72
5.1 Kesimpulan ………..……… 72
5.2 Saran ………..……… 73
DAFTAR PUSTAKA ……… 74
LAMPIRAN ……… 76
xi
Bodyspray versi ”Harga Minim” di Media Televisi)
Konsentrasi dari penelitian ini adalah mengenai citra pada perempuan yang terdapat dalam iklan televisi Axe versi “harga minim”. Citra adalah dunia menurut persepsi manusia. Tanpa citra manusia akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Posisi perempuan dalam iklan ini digunakan sebagai obyek untuk menawarkan produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi citra perempuan dalam iklan Axe versi “harga minim”.
Metode yang digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis data penelitian ini adalah analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi beberepa level yaitu pada realitas level representasi dan level ideologi. Sehingga peneliti dapat menginterpretasikan dan kemudian dilanjutkan dengan analisis semiotika John Fiske yang terdapat pada iklan Axe deodorant bodyspray versi “harga minim”dari tampilan dalam beberaba shot potongan-potongan visual iklan. Dari hasil analisis penelitian, dihasilkan bahwa dalam iklan ini membangun citra pigura dan citra peraduan yang dapat dilihat dari kostum, aktivitas, suara (voice over), teknik kamera, dan ideologi yang ada.
Berdasarkan analisis peneliti mengenai representasi iklan Axe versi “harga minim”di media televisi dengan pendekatan John Fiske maka dapat disimpulkan: Dalam visualisasi Iklan Axe versi “harga minim”di televisi secara keseluruhan mengandung citra perempuan. Hal ini dapat dilihat dalam Axe versi “harga minim” visualisasinya adalah seorang perempuan yang membangun citra pigura dengan mononjolkan ciri biologis dan citra peraduan menunjukkan perempuan sebagai model dalam iklan yang dikhususkan untuk laki-laki. Bangunan makna tersebut menunjukkan perempuan yang di eksploitasi di media televisi.
Kata kunci: citra, iklan televisi, semiotik
xiii
1
1.1 Latar Belakang
Pesatnya perkembangan teknologi, meningkatkan arus informasi dan
telekomunikasi serta meningkatnya pengetahuan dan tingkat kesadaran
masyarakat akan pentingnya sebuah informasi memungkinkan manusia diterpa
oleh berbagai informasi setiap saat. Perkembangan yang sangat pesat ini juga
merambah pada perkembangan media massa. Oleh karena adanya perkembangan
media massa tersebut maka banyak sekali masyarakat yang menggunakan media
massa sebagai media penyampai pesan atau informasi ke masyarakat luas.
Fungsi media massa menurut beberapa ahli antara lain seperti yang
dikatakan oleh Harold D Laswell berfungsi sebagai korelasi diantara
bagian-bagian masyarakat dalam menanggapi lingkungannya (kontrol sosial), dan sebagai
pewarisan nilai-nilai sosial dari generasi ke generasi. (Winarso, 2005: 5)
Media massa bertujuan untuk menyampaikan informasi dengan benar
secara efektif dan efisien. Pada praktiknya, apa yang disebut sebagai kebenaran ini
sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan. Akan tetapi, di atas semua itu,
yang paling utama tentunya adalah survival media itu sendiri, baik dalam
pengertian bisnis maupun politis. (Sobur, 2004: 114) Salah satu cara penyampaian
pesan yang efektif dan efisien adalah dengan menggunakan iklan.
Iklan yang lebih kreatif, simpel dan mengena bagi konsumen artinya iklan
maka menuntut iklan tersebut harus efektif. Untuk itu, perlu dikaji mengenai
efektivitas iklan. Efektivitas iklan yang berkaitan dengan pengingatan dan
persuasi dapat diketahui melalui riset tentang dampak komunikasi (Durianto,
2003:15).
Berdasarkan tujuannya, iklan dibagi menjadi dua yaitu iklan komersial dan
iklan layanan masyarakat. Iklan komersial sering disebut pula dengan dengan
iklan bisnis. Sebagaimana namanya, iklan komersial atau iklan bisnis bertujuan
mendapatkan keuntungan ekonomi., utamanya peningkatan penjualan. Produk
yang ditawarkan dalam iklan ini sangat beragam, baik barang, jasa, ide,
keanggotaan organisasi, dan lain-lain. Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang
digunakan untuk menyampaikan informasi, mempersuasi atau mendidik khalayak
dimana tujuan akhir bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, melainkan
keuntungan sosial. (Rendra, 2007: 102-104)
Media televisi dan iklan televisi terbukti merupakan media komunikasi
yang paling efektif dan efisien sebagi media untuk informasi produk dan citra
suatu perusahaan. Kelebihan-kelebihan dan kekuatan teknologis yang dimilikinya,
memungkinkan tercapainya tingkat efektivitas dan efesiensi yang diharapkan oleh
suatu perusahaan atau lembaga lainnya. Luasnya jangkauan televisi yang dapat
ditempuh dalam waktu bersamaan secara serentak, pesan dan informasi yang
disampaikan melalui televisi mampu menjangkau jutaan khalayak sasarannya.
(Sumartono, 2001 : 20)
Iklan sendiri hampir setiap hari selalu mewarnai kehidupan kita. Di
menghindar dari iklan. Iklan memang sudah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Dalam survey yang dilakukan oleh Harian
Kompas di sepuluh kota di Indonesia, tercatat tidak kurang dari 70% responden
yang mengaku suka menirukan iklan yang ditayangkan di media, baik dalam
meniru ucapan atau narasii, jingle atau lagu, gerakan hingga meniru sosok yang
menjadi pemeran dalam iklan tersebut, (Noviani, 2002: 1)
Untuk membuat sebuah iklan audio visual, pesan yang bisa diingat
pemirsa harus mampu disampaikan hanya dengan waktu 30 detik. Padahal
pemirsa memiliki kecendungan untuk zapping, yaitu memindah channel setiap
kali ada tayangan iklan. (Sigit Santosa, 2009: 130).
Televisi menyajikan barbagai macam informasi. Informasi tidak mengalir
secara harfiah. Kenyataannya, informasi sendiri tiada bergerak yang
sesungguhnya terlihat adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian
dan penciptaan penyampaian pesan itu sendiri.
Dewasa ini pengemasan suatu iklan telah mengalami banyak perubahan.
Dengan mengesampingkan norma – norma yang ada dan lebih mengutamakan
kepentingan tertentu, pelanggaran – pelanggaran pun terjadi disertai dengan
kontroversi. Cara mendapatkan gambar atau tayangan yang menampilkan sisi
tersebut cukup mudah dan murah, bisa dimana saja, kapan saja, dan dari bebagai
media cetak maupun media elektronik,yang salah satunya televisi.
Selama ini keberadaan perempuan selalu diletakkan dibalik ayah, suami,
dirinya, apabila perempuan tampil sesuai dengan keinginannya akan dikategorikan
”bukan perempuan biasa” (Muniarti,1998:60)
Dalam peraturan dunia bisnis tidak jarang kaum perempuan hanya menjadi
obyek untuk kepentingan-kepentingan komersial, dan dalam kehidupan
sehari-hari cenderung menempatkan masalah-masalah perempuan yang dikarantinakan
sebagai isu yang spesifik dan cenderung dilepaskan dari isu-isu publik penting
lainnya. Seperti politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Isu-isu tentang
perempuan jauh lebih sering dianggap sebagai bacaan ringan yang lebih tepat
dibaca waktu senggang dan santai (Ridjal, 1999:114)
Budaya massa yang tercipta menyebabkan pembuat iklan produk seakan
sengaja menonjolkan sesuatu hal yang dapat menarik perhatian salah satunya
adalah sisi perempuan, agar dapat mendongkrak jumlah penjualan produk, dan
membuat masyarakat menjadi semakin tertarik dengan iklan tersebut. Khususya
pada produk untuk laki-laki yang menarik perhatian dengan menonjolkan sisi
perempuan sepeti sensualitas sebagai obyek dalam iklan produk tersebut.
Pada beberapa iklan yang menonjol dalam pencitraan diperoleh beberapa
kategorisasi pencitraan perempuan dalam iklan televisi sebagaimana dijelaskan
oleh Tomagola (1998:333-334) bahwa citra perempuan ini tergambarkan sebagai
citra pigura, citra pilar, citra pinggan dan citra pergaulan. Dalam banyak iklan
terjadi penekanan terhadap pentingnya perempuan untuk selalu tampil memikat
dengan mempertegas sifat kewanitaannya secara biologis, seperti memiliki waktu
menstruasi (iklan pembalut wanita), memiliki rambut hitam dan panjang
semacam ini ditekankan lagi dengan menebar isu “natural anomy” bahwa umum
perempuan, ketuaan perempuan sebagai momok yang tidak bisa dihindari dalam
kehidupan perempuan. Citra yang kedua adalah cira pilar, citra pilar dalam
pencitraan perempuan, ketika perempuan digambarkan sebagai tulang punggung
utama keluarga. Perempuan sederajat dengan laki-laki, namun karena fitrahnya
berbeda dengan laki-laki maka perempuan digambarkan memiliki tanggung jawab
yang lebih besar terhadap rumah tangga (iklan pepsodent dan iklan susu dancow).
Perempuan dalam iklan televisi juga digambarkan memiliki citra pinggan yaitu
perempuan tidak bisa melepaskan diri dari dapur karena dapur adalah dunia
perempuan dengan member kesan bahwa perempuan memiliki citra pegaulan.
Citra ini ditandai dengan pergulatan perempuan untuk masuk ke dalam kelas-kelas
tertentu yang lebih tinggi di masyarakatnya, perempuan dilambangkan sebagai
makhluk yang anggun dan menawan (iklan sabuh lux dan iklan sabun giv)
Fenomena eksplorasi dan eksploitasi sensualitas dalam iklan khususnya
pada televisi patut dicermati. Karena saat ini banyak iklan-iklan televisi yang
menampilkan adegan, gambar vulgar perempuan khususnya pada iklan produk
khusus laki-laki. Seringkali tayangan tersebut menempatkan perempuan hanya
sebagai daya tarik semata.
Ini dibuktikan pada produk laki-laki yang ada di media saat ini, khususnya
media elektonik. Produk laki-laki yang cenderung menggunakan wanita sebagai
obyek dalam mempromosikan produk. Salah satunya iklan Axe deodorant
bodyspray versi “Axe Harga Minim” di televisi. Axe deodorant bodyspray adalah
wangi setiap saat. Dalam iklan tersebut seorang perempuan menjadi obyek dengan
menggunakan long dress berwarna hitam. Long dress hitam yang dikenakan
menunjukkan lekuk tubuh yang proporsional dengan ekspresi wajah yang
menggoda, seksi dan akting yang mengasosiasi unsur-unsur sensualitas di sertai
voice over “karna cowok suka yang mini, sekarang Axe harganya minim”
Hal inilah yang ditonjolkan pengiklan dengan tujuan untuk membuat
produk tersebut dapat diminati, sehingga produk tersebut laku terjual. Iklan Axe
deodorant bodyspray tersebut merupakan bentuk penggambaran untuk menarik
perhatian laki - laki supaya membeli produk tersebut. Dimana dalam iklan
tersebut wanita menjadi objek daya tarik laki - laki, dikarenakan wanita tersebut
menggunakan pakaian yang ketat untuk menonjolkan lekuk tubuhnya, sehingga
daya tarik sex ( sex appeal ) dalam iklan tersebut dapat dilihat pada shot saat
wanita tersebut memotong busana bagian bawahnya menjadi lebih pendek,
sehingga bagian paha wanita tersebut sangat kelihatan dan pakaian yang ketat
menonjolkan lekuk tubuh bagian belakang, selain itu wanita tersebut
menunjukkan ekspresi wajah yang menggoda sehingga terlihat seksi dan akting
yang mengasosiasi pada unsur - unsur sensualitas.
Sehubungan dengan eksploitasi terhadap perempuan tersebut, iklan Axe
versi “Harga Minim” mendapat pengaduan dari pemirsa yang telah diterima baik
secara online maupun lewat telepon. Salah satu arsip pengaduan pemirsa yang
telah diterima oleh situs pengaduan KPI, yaitu : lukisanmoses, Jawa Tengah
meremehkan wanita, anak-anak perempuan pun bisa menyimpang karenanya.
Saya usul jam tayangnya diatur untuk melindungi anak-anak”
(http://www.kpi.go.id/index.php?etats=pengaduan&nid=8026)
Dengan pemilihan model semiotika John Fiske, tanda-tanda dalam tatanan
gambar bergerak (iklan) tersebut telah dikombinasikan menjadi kode-kode, untuk
memungkinkan suatu pesan disampaikan dari komunikator ke komunikan
(penonton). Adapun tanda-tanda tersebut oleh John Fiske dikategorikan menjadi
tiga level kode, yakni level realitas yang mencakup kode-kode sosial (penampilan,
kostum, lingkungan, perilaku, cara berbicara, gerakan, ekspresi), level
representasi yang meliputi kode-kode teknik (kamera, pencahayaan, perevisian,
musik, suara), dan level ideology yang terdiri dari kode-kode representatif
(naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, latar, pemeran). (Fiske, 1987: 4)
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
sebuah penelitian dengan mangambil judul “Representasi Citra Perempuan
Dalam Iklan Produk Laki-laki” (Studi Semiotik Mengenai Representasi Citra Perempuan dalam Iklan Axe Deodorant Bodyspray versi ”Harga Minim” di Media Televisi)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana representasi citra perempuan dalam iklan Axe Deodorant
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui representasi citra perempuan
dalam iklan Axe Deodorant Bodyspray versi “Harga Minim” di media televisi.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis, yaitu untuk menambah literatur penelitian kualitatif ilmu
komunikasi khususnya mengenai analisis metode semiotik.
2. Kegunaan praktis, dari hasil yang diharapkan dapat memberi pertimbangan
dan masukan pada bidang periklanan, sehingga dapat menjadi kerangka acuan
bagi produsen agar semakin kreatif dan bagi konsumen agar dapat lebih aktif
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Citra
Citra merupakan peta tentang dunia. Tanpa citra manusia akan selalu
berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan
tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi
manusia (Rakhmat, 2002:223). Citra terbentuk berdasarkan informasi yang
diterima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Untuk khalayak,
informasi dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra.
Menurut Mc Luhan dalah Rakhmat (2002:224), media massa adalah
perpanjangan alat indra kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi
tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media
massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik :
televise menjadi jendela kecil untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh
dari jangkauan alat indra, surat kabar menjadi teropong kecil untuk melihat
gejala-gejala yang terjadi waktu ini di seluruh penjuru bumi, dan buku kadang kala bisa
menjadi kapsul waktu yang membawa kita ke masa lalu, masa kini, dan masa
yang akan datang, serta film menyajikan imajiner yang melintasi ruang dan waktu.
9
2.1.2 Perempuan Sebagai Model dalam Iklan
Percepatan arus informasi dan tumbuhnya berbagai industri media di era
globalisasi, terlibat semakin mengukuhkan peran media baik di media cetak atau
elektronik, khususnya media pop. Keanekaragaman rubrik dan program tayangan
yang bermuculan seperti hendak memanjakan konsumen dari berbagai kalangan
kebutuhan. Ditambah dengan munculnya iklan-iklan yang menjajakan mimpi dan
angan-angan yang hampir mayoritas tampilan iklan menggunakan perempuan
sebagai objek sekaligus subjeknya.
Hampir seluruh tampilan iklan, baik media cetak atau televisi
menggunakan perempuan dalam tampilannya, baik perempuan sebagai model
utama atau sebagai figuran. Bagi para pengiklan tubuh perempuan tidak akan
pernah surut memberi peluang yang menguntugkan, mulai dari urusan kuku
hingga urusan kepala. Padahal pemaknaan tentang diri yang berbasis tubuh untuk
menentukan sebuah identitas sangat peka dengan rekayasa pembentukan citra.
(Baria, 2005:11)
Dunia imajinatif yang ditawarkan iklan nampaknya juga membangun citra
perempuan sekaligus memanfaatkan perempuan sebagai segmentasinya. Tidak
semua iklan diciptakan untuk maksud pencitraan, namun karya iklan dianggap
sempurna jika sampai pada pencitraan produk. Umumnya pencitraan dalam iklan
disesuaikan dengan kedekatan jenis objek iklan yang diiklankan, walaupun tidak
jarang pencitraan dilakukan secara ganda, artinya iklan menggunakan beberapa
Pencitraan perempuan tidak sekedar dilihat sebagai objek, namun juga
dilihat sebagai pergulatan perempuan dalam menempatkan dirinya dalam realitas
sosial. Setidaknya ada lima citra dengan itu perempuan dijadikan obyek iklan,
yaitu sebagai citra pigura, pilar, peraduan, pinggan, dan pergaulan. Dalam citra
pigura, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang harus menonjolkan cirri
biologis tertentu, seperti buah dada, pinggul, dan seterusnya, maupun cirri
kewanitaan yang dibentuk budaya, seperti rambut panjang, betis ramping, mulus
dan sebagainya. Contohnya dalam iklan alat kecantikan atau pakaian. Sedangkan
pada citra pilar, perempuan digambarkan sebagai pengurus utama keluarga.
Pengertian budaya yang dikandungnya adalah bahwa lelaki dan perempuan itu
sederajat, tetapi kodratnya berbeda. Karena itulah wilayah kegiatan dan tanggung
jawabnya berbeda pula. Contoh penggambaran perempuan bercitra pilar ini bisa
kita temukan pada iklan aqua:”Melindungi Anda Sekaligus”
Citra peraduan menganggap perempuan adalah obyek pemuasan laki-laki,
khususnya pemuasan seksual. Sehingga seluruh kecantikan perempuan, baik
kecantikan alamiah maupun buatan (melalui kosmetik), disediakan untuk
dikonsumsi laki-laki melalui kegiatan konsumtif, misalnya rabaaan lembut atas
rambut yang telah di cuci dengan sampo tertentu dan lain sebagainya.
Untuk citra pinggan, digambarkan bahwa betapapun tingginya perempuan
dalam memperoleh gelar pendidikan dan sebesar apapun penghasilannya,
kewajibannya adalah di dapur. Tapi berkat teknologi kegiatan di dapur itu tidak
lagi berat dan membosankan. Sebab telah ada kompor gas, mesin cuci, bahkan
tertentu untuk para istri. Setelah meyakinkan bahwa kegiatan dapur tidak harus
menyiksa, tapi justru bisa menyenangkan, lebih jauh diingatkan bahwa para suami
lebih suka masakan istri. Contohnya adalah iklan produk masakan bumbu dari
Indofood.
Terakhir pada citra pergaulan, perempuan digambarkan sebagai makhluk
yang selalu khawatir tidak tampil memikat dan menawan, tidak presentable atau
acceptable. Untuk dapat diterima perlu physically presentable. Bentuk dan lekuk
tubuh, aksentuasi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan kosmetik dan
aksesoris yang selaras sehingga seorang perempuan bisa anggun menawan,
mengundang pesona, dan unggah-ungguh fisik perlu dijaga sedemikian rupa agar
menarik dan tidak membawa implikasi renda diri di arena pergaulan luas.
2.1.3 Makna Sensualitas
Sensual adalah sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan yang
bersifat naluri. Dan sensualisme yaitu, ajaran yang menganggap bahwa segala
pengetahuan manusia itu didasarkan pada suatu hal yang dapat ditangkap oleh
panca indera. Sedangkan sensualitas merupakan segala sesuatu yang mengenai
badani bukan rohani. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat, 2008)
Kata “sensualitas” berasal dari kata “sense” yang umumnya dalam kaitan
dengan karya seni itu diterjemahkan menjadi “rasa” (dalam arti yang luas,
“seksualitas” itu berasal dari kata “sex”, maka jelaslah antara “sex” dengan
“sense” itu berbeda. Pengertian sensualitas itu memang luas, termasuk adegan
ranjang, atau foto telanjang dan semacamnya, tetapi tetap itu bukan pornografi
dan itu bukan satu-satunya yang bisa digolongkan ke dalam seksualitas.
Sensualitas tidak selamanya ada kaitannya dengan seks.
(http://www.mail-archive.com/ppiindia@yahoogroups.com/msgs1047.html)
Sensualitas ini adalah kaitan langsung dengan yang iderawi
(sense=indera). Jadi, secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa sensualitas ini
menekankan kepada “rasa”, sehingga bisalah dikatakan lawan dari kata
sensualitas adalah “intelek”. Nah, di dalam karya seni apapun, kedua unsur ini
(sensualitas dan intelektualitas) itu selalu ada saling imbang mengimbangi. Unsur
utama dalam sensualitas adalah perasaan atau sentimentalitas. Unsur sensualitas
lebih dikaitkan dengan perempuan, mengapa? Karena ideologi dominan yang ada
dalam masyarakat. Ideologi patriarki yang memosisikan perempuan sebagai
objek, memberikan kontribusi pada pengkomodasian tubuh perempuan sebagai
objek, memberikan kontribusi pada pengkomodasian tubuh perempuan oleh pihak
media sebagai sarana untuk mengeruk keuntungan. Sebagai contoh, cover majalah
dewasa kerap kali menampilkan tubuh perempuan dalam balutan pakaian yang
mengesankan citra sensual (Baria, 2005:4)
Kriteria pornografisnya suatu tayangan yang telah disajikan oleh televisi
swasta seringkali ada eksposur gambar, cerita, tontonan tertentu yang dapat secara
Rangsangan seksual tersebut dengan kata lain adalah sensualitas. Hal tersebut juga
terjadi pada iklan audio visual atau lebih spesifiknya iklan di televisi.
Menurut Lesmana 1975, untuk dapat mengetahui bahwa suatu cerita atau gambar tersebut bertujuan untuk mengeksploitir birahi khalayak, hal ini dapat diketahui dari pemakaian kata-kata (untuk cerita), atau cara penggambaran adegan persetubuhan (untuk tontonan atau cerita) atau pose-pose yang diperlihatkan oleh peraga (untuk difoto/gambar).
Dalam konteks Film yang dalam hal ini berkaitan dengan dunia periklanan
berkonsep audio visual, bahwa sensualitas adalah sesuatu yang berkaitan langsung
dengan yang inderawi ( sense = indera ). Maka penekanannya pada gambar
(semua content yang menjadi visualisasi) dan warna - warninya, untuk mencapai
nilai estetika yang maksimal. Hal tersebut bertujuan untuk menempatkan kadar
tinggi kenikmatan inderawi.
(http://www.google.co.id/gwt/n?site=search&mrestrict=mobile&q=definisi+sensu
alitas.multiply.com)
Tiap bagian tubuh perempuan mengandung daya tarik seksual tersendiri
dan memberikan sensasi sensual yang berbeda-beda. Kriteria sensualitas
perempuan diantaranya adalah :
a. Postur Tubuh
Postur tubuh yang baik adalah yang padat berisi, dalam arti tidak terlalu kurus
dan tidak terlalu gemuk itu dapat dikatakan memiliki postur tubuh
proporsional.
b. Rambut
Rambut panjang dan lurus akan memberi kesan cantik dan anggun tetapi akan
akan lebih memberikan kesan seksi bagi para laki-laki. Rambut keriting kecil
dan panjang akan memberikan kesan yang lebih seksi.n sedangkan rambut
bergelombang akan memberikan kesan sensual yang kuat.
c. Mata
Mata seorang perempuan yang terlihat besar dan bulat sengan disertai alis
yang tebal akan memancarkan kecantikan seornag wanita secara utuh karena
akan memberi kesan anggun, teduh, dan tenang. Mata yang sedikit sipit
dengan kantung mata yang sedikit tebal serta sorot mata yang nakal adalah
tatapan yang sangat menggoda bagi para pria
d. Bibir
Bibir yang tipis identik dengan kecantikan seorang wanita, tipis sekaligus
identik dengan kelembutan sedangkan yang agak panjang lebih bermakna
pada keanggunan. Sementara bibir yang sensual memiliki kriteria yang
berbeda, yakni agak tebal, merah delima, dengan ukuran bagian bawah sedikit
tebal.
e. Dada
Dada adalah daya tarik seksual utama bagi wanita, bentuk dada yang menonjol
dapat sangat menarik perhatian lawan jenis.
f. Perut
Perut yang langsing akan menambah daya tarik wanita, tapi dalam hal ini
bukan perut yang terlihat kurus, tetapi terlihat ramping mengikuti lekuk tubuh.
Bagian ini menjadi daya tarik utama kedua bagi perempuan. Bokong yang
bagus adalah besarnya cukup padat tapi tidak terlalu besar.
h. Paha
Bagian ini juga akan merangsang bagi para pria yang melihat, paha yang besar
yang dimiliki oleh perempuan akan terlihat lebih seksi.
i. Betis
Bagi sebagian laki-laki, perempuan yang seksi dapat dilihat dari betisnya.
Betis perempuan yang seksi adalah yang memiliki betis panjang, dan mulus.
(http://sensualitaswanitadimata pria<<salimin’s site.htm)
Kriteria sensualitas dimata pria mempunyai beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Dan pada tiap bagian tubuh perempuan pasti mengandung
daya tarik seksual tersendiri atau bisa memberikan sensasi sensual yang
berbeda-beda :
1. Tubuh atletis
Pria menyukai wanita yang betubuh atletis karena dalam pandangan mereka oasti
wanita tersebut mampu menjadi ibu yang baik. Dan tentu akan mampu menjalani
hari-harinya sebagai ibu dan mengerjakan berbagai tugas rumah tangga. Wanita
bertubuh atletis juga diyakini mampu melindungi dirinya dari bahaya.
2. Payudara Padat Berisi
Bagi para pria, payudara wanita paling indah ada pada rentang usia awal 20
tahunan. Favorit mereka adalah payudara padat berisi persis yanga da di majalah
3. Kaki Jenjang
Ketika seorang wanita beranjak remaja, kaki mereka akan bertambah jenjang.
Dimata pria, kaki yang panjang menandakan kedewasaan wanita. Banyak wanita
berkaki panjang menyadari kelebihan tersebut.
4. Pinggang yang ramping
Bentuk tubuh jam pasir sejak dulu menjadi idola wanita. Sejak lima abad silam,
wanita berusaha keras mewujudkan bentuk tersebut lewat bentukan korset, diet
ketat, sampai operasi plastik. Semakin segaris pinggul dengan pinggang membuat
pria semakin tertarik.
5. Pantat
Pantat yang bulat penuh dipastikan membuat mata pria tak bisa berpaling. Pantat
wanita memiliki banyak fungsi, seperti menyimpan lemak untuk menyusui dan
tempat menumpuk energi untuk saat-saat tertentu. Inilah mengapa banyak orang
menganggap semakin besar pantat emakin menarik wanita tersebut.
6. Perut Ramping
Perut ramping akan membuat pria jatuh cinta karena jelas perut ramping
menandakan wanita tersebut tidak hamil. Dan perut ramping menandakan wanita
tersebut pandai merawat diri dan peduli akan kesehatannya,
7. Leher Panjang
Leher jenjang wanita membuat pria terpesona. Leher jenjang dianggap sebagai
tanda kewanitaan yang menggoda, membuat pria senang mencium dan
8. Wajah Ramah
Diam-diam pria mengidolakan wanita yang berwajah sedikit kekanak-kanakan
dan penuh senyum. Wajah mungil, dagu kecil, rahang yang elegan, tulang pipi
tinggi, bibir penuh dan mata besar merupakan ciri-ciri wajah favorit pria.
9. Mulut yang Sensual
Pria menyukai wanita berbibir penuh dan sensual. Untuk wanita yang tidak
memiliki bentuk bibir demikian jangan khawatir. Dengan bantuan lipstik merah
menyala, para pria juga bisa tergoda.
10. Daun Telinga
Telinga wanita juga memiliki peran penting dalam menggaet pria. Bagian telinga
tempat wanita memasang anting-anting adalah bagian favorit pria. Panjangnya
bagian tersebut menurut beberapa pria membuat wanita makin seksi.
Anting-anting model panjang dan menarik minat perhatian jadi pilihan wanita untuk
membantu membuat bagian tersebut terlihat lebih menarik.
11. Mata Besar
Pria umumnya mengagumi mata besar. Pria bukannya menyukai mata besar
wanita tanpa alasan yang jelas. Menurut mereka mata semacam itu membuat para
pria merasa terlindungi.
12. Hidung mungil
Secara umum, pria menyukai wanita yang imut seperti anak-anak. Wajah tersebut
membuat pria merasa ingin melindungi. Begitu juga dengan hidung, pria sangat
13. Rambut Panjang
Untuk pria bule, rambut pirang dianggap menarik karena wanita terkesan feminim
dan subur. Namun apapun warnanya, pria menyukai rambu yang bersih dan
berkilat. Rambut tersebut menandakan wanita tersebut bersih dan rajin merawat
diri. Menurut sebuah survey, 75% pria lebih tertarik pada wanita yang berambut
panjang.
(http://www.idamanistri.comartikel113bagiantubuh.htm)
2.1.4 Komunikasi Periklanan
Periklanan merupakan penggunaan media bayaran oleh seorang penjual
untuk mengkomunikasikan informasi persuasive, tentang suatu produk, jasa
ataupun organisasi dan merupakan alat promosi yang kuat. Iklan mempunyai
berbagai macam bentuk (nasional, regional, lokal, konsumen, industri, eceran,
merek, lembaga dan sebagainya) yang dirancang untuk mencapai berbagai macam
tujuan (penjualan seketika, pengenalan merek, preferensi dan sebagainya)
(Suyanto, 2007: 143)
Wells, Burnet, dan Moriarty (1998) mendefinisikan iklan sebagai berikut:
“Advertising is paid non personal communication from an identified sponsor using mass media to persuade or influence an audience”
“Iklan bukanlah komunikasi pribadi yang dibiayai dari sponsor terkenal
yang menggunakan media massa untuk membujuk atau mempengaruhi suatu
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa definisi periklanan tersebut
mengandung enam elemen (Sutisna, 2001:275), antara lain:
1. Iklan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, walaupun tidak semua
bentuk periklanan dibayar, seperti iklan layanan masyarakat, biasanya
menggunakan ruang khusus yang gratis, kalaupun harus membayar maka
dengan jumlah yang sedikit.
2. Dalam iklan, terjadi proses identifikasi sponsor, pesan yang disampaikan
tidak hanya mengenai kehebatan produk yang ditawarkan saja, tetapi juga
sekaligus menampilkan pesan mengenai perusahaan yang memproduksi
produk yang ditawarkan tersebut.
3. Dalam periklanan terdapat upaya membujuk dan mempengaruhi
konsumen.
4. Periklanan memerlukan elemen media massa sebagai elemen media
penyampaian pesan.
5. Bersifat non personal (bukan pribadi) karena periklanan dikategorikan
sebagai komunikasi massa.
6. Adanya audiens.
Berdasarkan tujuannya, iklan diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yakni:
1. Iklan Informatif (Informative Advertising)
a. bertujuan untuk membentuk atau menciptakan
kesadaran/pengenalan dan pengetahuan tentang produk atau
fitur-fitur baru dari produk yang sudah ada.
b. Menginformasikan perubahan harga dan kemasan produk.
c. Menjelaskan cara kerja produk.
d. Mengurangi ketakutan konsumen.
e. Mengoreksi produk.
2. Iklan Persuasif (Persuasive Advertising)
Iklan ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a. Bertujuan untuk menciptakan kesukaan, preferensi dan keyakinan
sehingga konsumen mau membeli dan menggunakan barang dan jasa.
b. Mempersuasif khalayak untuk memilih merk tertentu.
c. Menganjurkan untuk membeli.
d. Mengubah persepsi konsumen.
e. Membujuk untuk membeli sekarang.
3. Iklan Reminder (Reminder Advertising)
Iklan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
b. Mengingatkan bahwa suatu produk memiliki kemungkinan akan
sangat dibutuhkan dalam waktu dekat.
c. Mengingatkan pembeli dimana membeli produk tersebut.
d. Menjaga kesadaran akan produk (consumer’s state of mind).
e. Menjalin hubungan baik dengan konsumen.
(http://enikkirei.multiply.com/journal/item/12/Jenis_Iklan_dan_Contohnya)
Secara umum, iklan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam
fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya,
fungsi iklan diantaranya :
1. Informing, iklan menampilkan peran informasi bernilai lainnya, baik untuk
merek yang diiklankan maupun konsumennya dengan mengajarkan
manfaat-manfaat baru dari merek-merek yang telah ada.
2. Persuading, iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk)
pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan.
3. Reminding, iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan
para konsumen. Saat kebutuhan yang berhubungan dengan produk yang
diiklankan muncul, dampak periklanan di masa lalu memungkinkan merek
pengiklan untuk hadir di benak konsumen.
4. Adding Value, iklan memberi nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi
konsumen. Karena iklan yang efektif menyebabkan merek dipandang lebih
elegan, lebih bergaya, lebih bergengsi, dan lebih unggul dari merek lainnya.
Iklan berkaitan dengan pemberian informasi akan produk kepada
khalayak. Oleh karenanya, iklan harus dibuat sedemikian rupa agar dapat menarik
perhatian, minat khalayak serta memiliki karakteristik tertentu dan persuasive.
Sehingga khalayak akan akan tertarik untuk memperhatikan setiap pesan yang
ditayangkan iklan di televisi dan pada tahap selanjutnya khalayak secara sukarela
terdorong untuk melakukan sesuatu tindakan sesuai yang diinginkan pengiklan
(Jefkins, 1997: 18)
2.1.5 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa
Komunikasi sering diartikan sebagai perpindahan (transfer) informasi
(pesan) dari pengirim (komunikator) kepada pemirsa (komunikan) melalui saluran
(media) tertentu dengan tujuan mencapai saling pengertian (mutual
understanding) (winarso, 2005:18)
Ada dua macam proses komunikasi, yaitu: secara tatap muka (primer) dan
secara media (sekunder). Komunikasi sekunder ini dilakukan dengan
menggunakan media massa. Tujuan komunikasi sekunder ini antara lain adalah
untuk mencapai komunikan yang lebih luas, memungkinkan imitasi oleh banyak
orang dan mengatasi batas ruang dan waktu (Winarso, 2005:18)
Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan para
ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakannya. Namun,
lain. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
(media cetak dan elektronik). (Nurudin, 2007:3)
Ada satu definisi komunikasi massa yang dikemukakan Michael W.
Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) akan semakin memperjelas apa itu
komunikasi massa. Menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai
komunikasi massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern
untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara tepat kepada khalayak yang
luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain
surat kabar, majalah, televisi, film, atau gabungan diantara media tersebut.
2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan
pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak
saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience dalam
komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan jenis komunikasi yang
lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain.
3. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan
diterima oleh banyak orang. Karena itu, diartikan milik publik.
4. Sebagai sumber, komunikasi massa biasanya organisasi formal seperti
jaringan, ikatan, atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak
berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga ini pun biasanya berorientasi
5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi). Artinya,
pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu
dalam lembaga tersebut disiarkan lewat media massa. Ini berbeda dengan
komunikasi massa antarpribadi, kelompok, atau public dimana yang mengontrol
bukan sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi massa itu ikut
berperan dalam membatasi, memperluas pesan yang disiarkan. Contohnya adalah
seorang reporter, editor film, penjaga rubrik, dan lembaga sensor lain dalam
media itu bisa berfungsi sebagai gatekeeper.
6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam
jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya, dalam
komunikasi antarpersonal. Dalam komunikasi ini umpan balik langsung
dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar yang tidak bisa
langsung dilakukan alias tertunda (delayed). (Nurudin, 2007:8)
Sesuai medianya, iklan televisi (Television commercial) adalah iklan yang
ditayangkan melalui media televisi. Melalui media ini, pesan dapat disampaikan
dalam bentuk audio, visual dan gerak. Bentu pesan audio, visual dan gerak
tersebut pada dasarnya merupakan sejumlah tanda. Dalam kajian semiologi, iklan
adalah seperangkat tanda yang berfungsi menyampaikan pesan.
Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Banyak orang menghabiskan waktunya lebih lama di depan televisi
dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol dengan keluarga atau
sasaran media yang disukai oleh para pengiklan karena media televisi mempunyai
unsur audio dan visual.
Media televisi mampu menyediakan informasi dan kebutuhan manusia
secara keseluruhan, seperti berita cuaca, informasi finansial atau catalog berbagai
macam produksi barang. (Widyatama, 2008:14-15).
2.1.6 Eksploitasi Perempuan Dalam Iklan
Menurut definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan,
perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi,
hamil, melahirkan anak dan menyusui. Perempuan adalah satu dari dua jenis
kelamin manusia. Satunya lagi adalah pria atau laki-laki. Berbeda dengan wanita,
istilah ”perempuan” dapat merujuk pada orang yang telah dewasa ataupun
anak-anak.
Perempuan sengaja digunakan untuk mengartikan “women” untuk
mengangkat makna yang ditawarkan dalam bahasa melayu, perempuan berasal
dari kata “empu” atau induk dimana kata tersebut untuk memberikan peringatan
pada yang member hidup (Muniarti, 2004:236)
Hampir seluruh tampilan iklan, baik media cetak atau teleivisi
menggunakan perempuan dalam tampilannya, baik perempuan sebagai model
utama atau sebagai figuran. Bagi para pengiklan, tubuh perempuan tidak akan
Iklan adalah media promosi produk tertentu, dengan tujuan produk yang
ditawarkan terjual laris. Untuk itu iklan dibuat semenarik mungkin, sehingga
terkadang dapat dinilai terlalu berlebihan, serta mengabaikan sisi psikologis,
sosiologis, ekologis, dan estetika penonton atau sasaran produk yang diiklankan.
Eksploitasi perempuan dalam iklan teridentifikasi melalui wacana seksual
yang diekspos secara vulgar dalam iklan, tubuh perempuan dipertontonkan secara
erotisme dan eksotis. Sayangnya, perempuan dalam iklan dijadikan alat
memasarkan produk, tubuhnya dieksploitasi untuk mengumbar definisi cantik
versi standardisasi pasar dengan cara memamerkan rambut yang lurus dalam iklan
shampo dan obat pelurus rambut, kulit wajah yang mulus dalam iklan obat
kecantikan, perut langsing dalam iklan pelangsing perut, betis indah dan tubuh
yang ramping dalam iklan obat diet.
Ekspresi eksploitasi stereotip daya tarik seksualitas dan organ-organ
sensitif tubuh perempuan dalam iklan media massa tersebut, cenderung
mengimplisitkan kualitas pemaknaan yang ‘kitsch’, dan rendah, dan akhirnya
lebih jauh menghadirkan konsepsi, bahwa perempuan itu sendiri tak lebih
sebagaimana sebuah (bukan sebagai insani), sehingga harkat dan martabatnya
menjadi terniscayakan kehadirannya. (Kasiyan, 2008:244)
Perempuan dan tubuhnya adalah esensi suatu keindahan dari nilai-nilai
kehidupan, ini bukanlah takdir dari realitas keindahan itu sendiri, tetapi suatu hal
yang hadir dalam segala manifestasi ataupun ekspresi dari esensi tersebut.
tersendiri. Namun realita historis perkembangan masyarakat telah menempatkan
perempuan dan tubuhnya sebagai antitesis dari ke-esensiannya, ataupun sebagai
bagian dari praksis eksploitasi yang terkadang dicitrakan secara ekstrem untuk
memarginalisasi perempuan dan tubuhnya kepada beragam bentuk yang
dikonotasikan secara liar.
Seperti seorang perempuan yang hadir dengan pakaian “minim” yang
menunjukkan keindahan pada bagian perut, dada, atau pinggulnya, mungkin
secara vulgar; tetapi eksploitasi itu sendiri akan terjadi dengan merasionalisasikan
proses tindakan kepada perempuan dan tubuhnya tersebut dengan bermacam
manifestasi praksis eksploitatif. Ataupun eksploitasi dalam bentuk modal, yang
mengondisikan perempuan dan tubuhnya sebagai bagian dari “alat” untuk
kepentingan modal, dan mengeksploitasinya kepada ragam ekspresi menurut
kepentingan modal, bukan berdasarkan kebebasan dan kesadaran untuk
berekspresi.
(http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?f=1&t=33960&start=0)
Penggunaan figur perempuan tersebut, kecenderungannya sebatas sebagai
objek tanda (sign object), dan bukan sebaliknya sebagai subjek tanda, dan
karenanya maknanya menjadi cenderung negatif. Eksploitasi perempuan sebagai
objek tanda dalam iklan yang arus utamanya cenderung bermakna negatif
tersebut, misalnya tampak dalam sistem tanda iklan yang begitu mengedepankan
serangkaian bentuk-bentuk eksploitasi organ-organ tubuh sensitive dan daya tarik
2.1.7 Keberadaan Iklan di Masyarakat
Fenomena periklanan sebagai bagian bentuk ekspresi bahasa simbolik
dalam kebudayaan manusia, yakni sejak zaman Yunani dan Romawi kuno. Pada
zaman diawal keberadaannya, wujud iklan hadir dalam bentuk berupa pesan
berantai yang dilaksanakan melalui komunikasi verbal. Pesan berantai itu
disampaikan untuk membantu kelancaran jual beli dalam masyarakat yang masih
sangat sederhana, yakni sebuah tipologi masyarakat yang pada waktu itu
mayoritasnya masih belum mengenal huruf, dan perdagangan juga masih
menggunakan sistem tukar menukar barang secara langsung (barter).
Kemudian setelah manusia mulai mengenal tulisan sebagai sarana
penyampaian pesann, kegiatan periklanan mengalami perkembangan selangkah
lebih maju, yakni dengan menggunakan mdia tulisan sebagai sarana penyampaia
pesan, kegiatan periklanan mengalami perkembangan selangkah lebih maju, yakni
dengan menggunakan media tulisan, perkembangan selanjutnya, yakni iklan
dengan menggunakan media gambar, yang ditorehkan atau dipahatkan pada batu,
dinding, atau terakota (keramik), yang diantara artefak peninggalannya yang
cukup terkenal, adalah berupa pengumuman rencana penyelenggaraan pesta
pertarungan gladiator, yang ditemukan pada puing-puing dinding Herculaneum.
Selain itu, pada zaman Romawi kuno, juga dikenal iklan dalam bentuk stempel
batu, yang banyak digunakan oleh para dukun untuk menjajakan obat-obatan,
maupun oleh tuan, untuk memberi cap pada punggung para budak belian
2.1.8 Komunikasi Adalah Suatu Proses Simbolik
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadarminta
disebukan, simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan,
lencana, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal, atau mengandung maksud
tertentu. Misalnya, warna putih merupakan lambang kesucian, lambang padi
lambang kemakmuran, dan kopiah merupakan salah satu tanda pengenal bagi
warga nergara Republik Indonesia. (Sobur, 2004:156)
Dalam “bahasa” komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai
lambang. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang dipergunakan untuk
menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Lambang
meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek maknanya
disepakati bersama, misalnya memasang bendera dihalaman rumah untuk
menyatakan penghormatan atau kecintaan kepada negara. Kemampuan manusia
menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan
menangani hubungan antara manusia dan objek tersebut. (Sobur. 2004:157)
Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan
objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks
tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga
dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi itu
ditandai dengan kemiripan. Misalnya patung Soekarno adalah ikon Soekarno dan
2.1.9 Representasi
Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial
pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film,
fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna
melalui bahasa. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan atau
gambar) tersebut itulah seseorang dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan
ide-ide tentang sesuatu. (Juliastuti, 2000)
Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan
pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna
sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan
kesesuaian dengan situasi yang baru. Intinya adalah: makna akan inheren dalam
suatu dunia ini, ia selalu dikonstruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia
adalah hasil dari praktek penandaan. Praktek yang membuat hal bermakna
sesuatu. (Juliastuti, 2000:1)
Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat
sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol (Piliang,
2006: 24). Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada
tanda (http://kunci.or.id/esai/nws/representasi.htm). Melalui representasi, ide-ide
ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti
sebuah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui system
ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Ada empat
komponen dasar dalam industry media yang mengemas pesan dan produk :
1. Khalayak yang memperoleh pesan dan mengkonsumsi produk.
2. Pesan atau produk itu sendiri.
3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri maupun
bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan.
4. Penampakan akhir dari produk itu tersebut.
Komponen-komponen ini yang secara bersamaan berinteraksi di
sekhalayak dunia sosial dan budaya, menempati suatu ruang yang diperjuangkan
secara terus-menerus. Perubahan garis bentuk ruang ini dapat menimbulkan
pola-pola dominasi dan representasi yang berbeda-beda. Film dan televisi mempunyai
bahasanya sendiri dengan sintaksis (susunan kalimat) dan tata bahasa yang
berbeda.
Tata bahasa ini terdiri dari bermacam unsur yang akrab, seperti
pemotongan gambar (cut), pengambilan gambar jarak dekat (close up),
pengambilan dua gambar (two shot), dan lain-lain. Akan tetapi, bahasa tersebut
juga meliputi kode-kode representasi yang lebih halus, yang tercakup dalam
kompleksitas dari penggambaran visual yang harfiah hingga symbol-symbol yang
paling abstrak dan arbitret (berubah-ubah) serta metafora. Tingkatan representasi
yang paling sederhana mencakup sekedar penggambaran informasi budaya nyata.
misalnya memperlihatkan wajahnya dari jarak dekat, memperlihatkan dari depan
bergerak menuju kamera, dan dari belakang menjauhi kamera, dan seterusnya.
Representasi gabungan akan mengedit seluruh pengambilan gambar yang berbeda
ke dalam satu rangkaian. Rangkaian-rangkaian ini merupakan sumber dasar film
(Sardar, Ziaudin, 2005: 156)
Menurut Stuart Hall (1977), representasi adalah salah satu praktek penting
yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat
luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal
dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada di situ membagi
pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara
dalam bahasanya yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.
Bahasa adalah medium yang menjadi perantara khalayak dalam
memahami sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu
melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi lewat
bahasa (symbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan, atau gambar) khalayak
mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu makna sesuatu hal
sangat tergantung dari cara khalayak mempresentasikannya. Dengan mengamati
kata-kata dan image yang khalayak gunakan dalam merepresentasikan sesuatu
atau bisa terlihat jelas nilai-nilai yang khalayak berikan pada sesuatu tersebut.
Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa bekerja,
khalayak bisa memaknai representasi. Pertama adalah pendekatan reflektif. Dalam
sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Kedua, pendekatan intensional
di mana khalayak menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai
dengan cara pandang khalayak terhadap sesuatu. Dan yang ketiga adalah
pendekatan konstruksionis, pendekatan ini khalayak percaya bahwa khalayak
mengkonstruksikan makna lewat bahasa yang khalayak pakai.
Bagi Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi
mental, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada dikepala kita masing-masing
(peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak.
Kedua, adalah bahasa, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna.
Konsep abstrak yang ada di dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa
yang “lazim”, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang
sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.
Konsep representasi pada penelitian ini merujuk pada pengertian tentang
bagaimana seseorang, sebuah kelompok atau sebuah gagasan ditujukan dalam
media massa (Eriyanto, 2001:113).
2.1.10 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan
istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of meaning, Ogden
dan Ricardsi telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.
konsep dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistic dalam
penjelesan Umberto Reeo, makna dari sebuah wahana tanda (sign-vehicle) adalah
satuan cultural yang diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta
dengna begitu secara semantik mempertunjukkan pula ketidaktergantungan pada
wahana tanda yang sebelumnya.
Makna ada dalam diri manusia. Menurut Devito, makna tidak terletak pada
kata-kata melainkan pada manusia. Manusia menggunakan kata-kata untuk
mendekati makna yang ingin dikomunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara
sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang dimaksudkan. Demikian pula
makna yang didapat dari pendengar dari pesan-pesan, akan sangat berbeda dengan
makna yang ingin digunakan untuk memproduksi pesan dibenak pendengar.
Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bias salah. Ada tiga hal
yang dijelaskan para filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan
istilah makna. Ketiga hal itu, yakni:
1. Menjelaskan makna secara alamiah.
2. Mendeskripsikan kalimat secara alamiah.
3. Menjelaskan makna dalam proses komunikasi.
2.1.11 Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda
dan makna (Sobur, 2004:15). Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya
sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau ide dengan
suatu tanda (Littejhon, 1996:64 dalam Sobur, 2004:16). Menurut Barthes,
semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
(Humanity) memaknai hal-hal (Things). Memaknai (To Sinify) dalam hal ini tidak
dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (Tom Communicate).
Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal
sama objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem
terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53, dalam Alex
Sobur, 2004:15)
Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang
berarti “tanda” (Sudjiman dan van Zoest, 1996:vii) atau seme, yang berarti
“penafsir tanda” (Cobley dan Jansz, 1999:4). Semiotika berakar dari studi klasik
dan skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika (Kurinawan, 2001:49).
“Tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya
hal lain. Contohnya, asap menandai adanya api (Sobur, 2004:17).
Sedangkan menurut John Fiske, semiotika adalah studi tentang penandaan
dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna
apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna (Fiske, 2004:282).
Terdapat tiga bidang penting dalam studi semiotik, yakni (Fiske, 2004:60) :
1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang
berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan
cara-cara itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah
konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang
menggunakannya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara
berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat
atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia
untuk mentransmisikannya.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung
pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dab
bentuknya sendiri.
2.1.12 Model Semiotik John Fiske
John Fiske adalah salah satu tokoh semiotika komunikasi dalam bukunya
Cultural and Communication Studies. Menurut John Fiske, dalam bukunya
Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif
dalam mempelajari ilmu komunikasi. Perspektif pertama melihat komunikasi
sebagai transmisi pesan. Sedangkan perspektif kedua melihat komunikasi sebagai
adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Metode studinya yang utama adalah
semiotika (ilmu tentang tanda dan makna) (Fiske, 2006 : 9).
John Fiske memperkenalkan konsep the codes of television atau kode-
kode televisi. Dalam konsep tersebut menunjukkan kode yang digunakan dan
muncul pada sebuah tayangan televisi dan bagaimana kode- kode tersebut saling
berhubungan dalam membentuk sebuah makna. Menurut Fiske, sebuah kode tidak
ada begitu saja. Namun sebuah kode dipahami secara komunal oleh komunitas
penggunanya. Lebih lanjut mengenai teori ini, kode digunakan sebagai
penghubung antara produser, teks dan penonton.
Definisi semiotik yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda
(Chandler, 2002:www.aber.ac.uk) studi ini tidak hanya mengarah pada “tanda”
dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut.
bentuk tanda-tanda disini antara lain berupa kata-kata, images, suara, gesture, dan
objek. Bila kita mempelajari tanda tidak biasa memisahkan tanda yang satu
dengan yang lain membentuk suatu sistem, dan kemudian disebut sistem tanda.
Lebih sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk
sebuah makna. Menurut John Fiske dan John Hartlye, konsentrasi semiotik adalah
hubungan yang timbul antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya. Juga
bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode. (Chandle,
2002:www.aber.ac.uk)
Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidaklah muncul begitu saja melalui
yang telah dimiliki oleh pemirsa. Dalam artian, sebuah kode akan dipersepsi
secara berbeda oleh orang yang berbeda pula.
Gambar 2.1 . Kode-kode Televisi John Fiske (Sumber: Fiske, 1987. p. 5)
Teori yang dikemukakan John Fiske dalam The Codes of Television
(Fiske, 1987) menyatakan bahwa peristiwa yang telah dinyatakan telah diencode
oleh kode- kode social adalah sebagai berikut :
1. Level Realitas
Level ini menjelaskan suatu peristiwa yang dikonstruksikan sebagai realitas
Penampilan (appearance), kostum (dress), riasan (make up), lingkungan
(environment), kelakuan (behavior), dialog (speech), gerakan (gesture),
ekspresi (expression), dan suara (sound).
2. Level Representasi
Di sini kita menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat
tulis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik, dan sebagainya. Level ini
berhubungan dengan kode- kode social antara lain: kamera (camera),
pencahayaan (lightning), perevisian (editing), music (music), dan suara
(sound). Dalam teknik kamera, ada tiga jenis shot gambar yang palin dasar
yaitu meliputi :
a. Long Shot (LS), yaitu shot gambar yang jiak objeknya adalah manusia
maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang di atas kepala.
Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu Extreme Long Shot
(ELS), mulai dari sedikit ruang dibawah kaki hingga ruang tertentu di atas
kepala. Pengambilan gambar long shot ini menggambarkan dan
memberikan informasi kepada penonton mengenai penampilan tokoh
(termasuk pada body language, ekspresi tubuh, gerak cara barjalan dan
sebagainya dari ujung rambut sampai kaki) yang kemudian mengarah pada
karakter serta situasi dan kondisi yang sedang terjdai pada adegan tersebut.
b. Medium Shot (MS), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia,
maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang di atas kepala. Dari
gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan kiri.
Pengambilan gambar medium shot menggambarkan dan memberikan
informasi kepada penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih
dekat lagi dibandingkan dengan long shot.
c. Close-Up (CU), yaitu shot gambar yang jiak objeknya adalah manusia,
maka dapat diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala.
Pengambilan gambar close up menggambarkan dan memberikan informasi
kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk
lebih diperhatikan penonton.
d. Eksterm Close-Up, menggambarkan secara detail ekspresi pemain dari
suatu peristiwa (lebih detail pada ekspresi tubuh, contohnya
mata,bibir,tangan dan sebagainya.
3. Level Ideologi
Bagaimana kode- kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke
dalam koherensi sosial, seperti kelas sosial atau kepercayaan dominan yang ada di
dalam masyarakat seperti individualism, patriarki, ras, kelas, materialisme,
kapitalisme, dan lain sebagainya. Menurut Fiske, ketika kita melakukan
representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut.
Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal.
Warna juga boleh dianggap sebagai suatu fenomena psikologi. Respon psikologi
dari masing-masing warna:
a. Merah :Power, energy, kehangatan, cinta, nafsu, agresi,
bahaya. Merah jika dikombinasikan dengan putih,
akan memiliki arti ‘bahagia’ di budaya oriental.
b. Biru :Kepercayaan, konservatif, keamanan, tehnologi,
kebersihan, dan keteraturan.
c. Hijau :Alami,sehat,keberuntungan, pembahatuan.
d. Kuning :Optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran, pengecut
(untuk budaya barat), dan penghianat.
e. Ungu/Jingga :Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi,
kekerasan, keangkuhan.
f. Orange :Energy, keseimbangan, dan kehangatan.
g. Coklat :Tanah/bumi, realibility, comfort, dan daya tahan.
h. Abu-abu :Intelek, masa depan (seperti warna millennium),
kesederhanaan, kesedihan.
i. Putih :Kesucian, kebersihan, ketepatan,
ketidakbersalahan, seteril, kematian.
j. Hitam :Power,
seksualitas,kecanggihan,kematian,misteri,ketakutan,
(http://www.mail-archive.com/aga-madjid@googlegroups.com/msg.html)
Warna dan artinya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
sesuatu yang dilekatinya. Warna juga memberi arti terhadap suatu objek, hampir
semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat
pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual lainnya yang
sering dilambangkan dengan warna-warni (Cangara, 2005: 109).
2.2 Kerangka Berfikir
Setiap individu mempunyai latar belakang yangberbeda – beda dalam
memahami suatu peristiwa objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman
(field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda – beda
pada setiap individu. Begitu juga penulis dalam memahami tanda dan lambang
dalam objek, yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan penulis.
Televisi merupakan media massa elektronik yang menyajikan berbagi
macam informasi – informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan penalaran
masyarakat dan juga dapat memberikan hiburan yang luas kepada khalayak,
bukan hanya melalui film atau acara – acara televisi lainnya, melainkan juga iklan
– iklan yang ditayangkan, dikemas semenarik dan sekreatif mungkin, sehinga
iklan – iklan tersebut tidak hanya memiliki tujuan memberikan informasi tentang
sebuah produk atau jasa, melainkan juga dapat memberikan hiburan.
Iklan produk banyak menggunakan media televisi, menayangkan dan
mempromosikan produknya agar masyarakat tahu dan beriminat. Salah satunya