MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN KNISLEY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
M. Yasar Rosidin
NIM. 0606099
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa
dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Knisley
Oleh M Yasar Rosidin
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© M Yasar Rosidin 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA
DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN KNISLEY
Oleh:
M Yasar Rosidin
0606099
Bandung, Oktober 2013
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing 1, Pembimbing II,
Prof. Jozua Sabandar, M.A. Ph.d. Dr. Endang Mulyana, M.Pd.
Mengetahui,
ABSTRAK
M Yasar Rosidin. (0606099). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Knisley.
Penelitian yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Knisley” merupakan penelitian eksperimen pada pokok
bahasan statistika yang dilaksanakan di kelas XI semester 1 SMA Negeri 19 Bandung. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode Penelitian Eksperimen menggunakan desain kelas kontrol pretes-postes. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 19 Bandung. Dari pemilihan sampel secara acak diperoleh kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan Model Pembelajaran Knisley lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapatkan pembelajaran matematika biasa dan mengetahui bagaimana respons siswa terhadap penerapan Model Pembelajaran Knisley dalam pembelajaran matematika yang dilaksanakan. Indikator kemampuan komunikasi yang diukur dalam penelitian ini adalah: aspek drawing, aspek mathematical expression, dan aspek
written texts.
Data diperoleh dengan menggunakan instrumen penelitian berupa instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes, yaitu tes kemampuan komunikasi matematis sedangkan instrumen non-tes, yaitu angket, dan lembar observasi. Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Knisley dilaksanakan secara berkelompok.
Berdasarkan hasil pengolahan data secara statistik dengan taraf nyata = 0,05 diperoleh
kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan Model Pembelajaran Knisley lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapat
pembelajaran Matematika biasa. Selain itu, diketahui bahwa sebagian besar siswa
menunjukkan sikap yang positif terhadap pembelajaran dengan Model Pembelajaran Knisley yang telah dilakukan karena mereka menganggap pembelajaran tersebut menyenangkan dan membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tahapan pada Model Pembelajaran Knisley.
M Yasar Rosidin. (0606099). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Knisley.
The study, entitled “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Knisley” is an experimental study on the subject of
statistics wich carried out in the 1st semester of class XI SMA Negeri 19 Bandung . This research study was conducted using the method of experiment design using pretest - posttest control class . The subjects were all students of class XI SMA Negeri 19 Bandung . From the selection of a random sample derived class XI IPA 5 as the experimental class and class XI IPA 1 as the control class .
The purpose of this study was to determine whether the increase in mathematical
communication skills of students in the classes get learning with Knisley Learning’s Model
better than the increase in mathematical communication skills of students in the classes get
regular mathematics learning and to know how the student’s respond to the application of Knisley Learning’s Model in mathematics learning that implemented . Communication skills
indicators measured in this study are : drawing aspects , aspects of mathematical expression , and aspects of written texts.
Data obtained using a research instrument wich consist of instrument test and non-test . Instrument test , which is tests the ability of mathematical communication whereas the non-test instruments , wich is questionnaires and observation sheets . Learning by Knisley
Learning’s Model carried out in groups .
Based on the results of statistical data processing with significance value = 0,05 it is
concluded that the increase in mathematical communication skills of students in the class are
getting learning with Knisley Learning’s Model better than the improvement in the students'
mathematical communication skills class that gets regular mathematics learning . moreover , it is known that most students showed a positive response towards learning with Knisley
Learning’s Model that has been done because they assume that the learning is fun and makes students more active in learning activities . Teaching and learning activities are carried out
went smoothly and according to the stages of the Knisley Learning’s Model .
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN
ABSTRAK ……… i
UCAPAN TERIMA KASIH……… ii
DAFTAR ISI ……… iv
BAB I P E N D A H U L U A N ………. 1
A. Latar Belakang ………. 1
B. Rumusan Masalah………...………... 5
C. Tujuan Penelitian.……… 6
D. Definisi Operasional ……….….. 6
BAB II KAJIAN TEORI ………... 8
A. Konstruktivisme ………. ……… 8
B. Model Pembelajaran Knisley ……….…….. 8
C. Kemampuan Komunikasi Matematis ……… 17
D. Hipotesis penelitian……….………. 22
BAB III METODE PENELITIAN ……… 23
A. Metode dan Desain Penelitian ………... 23
B. Populasi dan Sampel ……… 24
C. Instrumen Penelitian ………. 24
E. Teknik Analisis Data ……….. 34
BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 38
A. Analisis Data ………... ... 38
B. Pembahasan Hasil Penelitian……….. 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ………... 52
A. Kesimpulan ……… 52
B. Saran.... ………. ...52
DAFTAR PUSTAKA ………. 54
LAMPIRAN ……… 57
A. RPP dan Bahan Ajar ……….. 57
B. Instrumen Penelitian .………. 92
C. Data Hasil Penelitian ……….……… 104
D. Surat-surat Keterangan, dan Daftar Riwayat Hidup…………... 106
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melaksanakan
pembangunan diberbagai bidang dalam rangka mencerdaskan bangsa dan
tercapainya kehidupan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam pembangunan
tersebut, manusia sebagai salah satu sumber daya pembangunan merupakan sektor
yang perlu mendapat perhatian. Perhatian tersebut menyangkut upaya untuk
meningkatkan kecakapan, kepandaian dan keterampilan, sehingga dapat berperan
aktif dalam pembangunan. Oleh karena itu, bidang pendidikan adalah garapan
yang penting dalam mencapai tujuan itu.
Pemerintah menetapkan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional (UU SISDIKNAS) pasal 3 yang berbunyi
bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin keilmuan
dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di
karena itu, untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BNSP, 2006:
388) dijelaskan bahwa, tujuan diberikannya mata pelajaran matematika di sekolah
adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan ketertarikan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari.
Berdasarkan KTSP, salah satu kemampuan yang harus dimiliki peserta
didik adalah kemampuan komunikasi matematis. Kemampuan komunikasi sebagai
salah satu tujuan pembelajaran matematika berguna bagi siswa pada saat
mendalami matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana
diungkapkan Sullivan (Suzana, 2009: 5) salah satu peran dan tugas guru dalam
berkomunikasi kepada siswa untuk menjelaskan idenya dan mendengarkan ide
temannya.
Selain itu kemampuan komunikasi matematis sangat diperlukan agar
proses belajar mengajar di dalam kelas lebih bermakna. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Cole dan Chan (Astuti, 2004: 3), yang menyatakan bahwa “salah satu keberhasilan program belajar mengajar diantaranya adalah bergantung pada bentuk
komunikasi yang digunakan oleh guru pada saat ia berinteraksi dengan siswa”.
Melihat pentingnya komunikasi matematis maka diharapkan ketika guru
mengajarkan matematika maka bersamaan dengan itu diharapkan mereka
mengajarkan siswanya untuk mampu berkomunikasi, terutama
mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematis.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Kusumah (2008: 9) yang menyatakan
bahwa “mengembangkan pembelajaran yang difokuskan pada eksplorasi ide matematika, tidak cukup dengan hanya menjelaskan jawaban yang benar.
Cara-cara komunikasi matematika dan pendekatan terhadap penalaran matematika juga
harus diperluas dan dibuat bervariasi. Lebih lanjut Kusumah menyatakan “guru
harus menyambut berbagai upaya-upaya yang bertujuan meningkatkan komunikasi
tentang matematika, termasuk membuat gambar, diagram, simbol, dan analogi”.
Namun praktik di lapangan menunjukkan bahwa kebanyakan guru lebih
aktif daripada siswa. Sehingga pembelajaran matematika dirasakan masih kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
komunikasinya. Contoh masih rendahnya kemampuan komunikasi matematis
siswa dapat dilihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Suzana (2009) dan
Sunata (2009) yang menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa
kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah, hal ini terbukti dari hasil
penelitian eksperimen yang dilakukannya bahwa tidak terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang signifikan, dengan kata lain
pengaruh perlakuan yang diberikan tidak memiliki perbedaan yang cukup
signifikan dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Selain itu
Sunata (2009: 104) menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Berdasarkan pengalaman peneliti ketika melakukan kegiatan program
latihan profesi (PLP) di SMA Pasundan 2 Bandung pada semester genap tahun
2009/2010, terlihat bahwa siswa jarang melakukan kegiatan diskusi kelompok,
karena guru lebih sering menggunakan metode ekspositori dalam pembelajaran,
Akibatnya siswa seringkali ragu atau malu untuk mengemukakan pendapat atau
solusinya kepada siswa lain atau kepada guru di depan kelas. Selain itu, kebiasaan
siswa belajar dikelas dengan metode ekspositori, belum memungkinkan untuk
menumbuhkan atau mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa
secara optimal.
Hal tersebut diperkuat oleh Wahyudin (Heryanto, 2008: 2) yang
menyatakan bahwa “pilihan favorit guru dalam mengajar matematika adalah metode ceramah dan ekspositori, guru asik menerangkan materi baru didepan
kelas dan murid mencatat kemudian anak disuruh mengerjakan latihan dan diberi
pekerjaan rumah”. Fenomena ini memberikan gambaran pada kita bahwa siswa
jarang sekali bahkan tidak pernah mengeluarkan ide atau pendapatnya dalam
belajar matematika. Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan tersebut, sudah
seharusnya guru mengupayakan suatu model pembelajaran yang dirasakan dapat
Sejalan dengan hal tersebut diatas, maka perlu dicari alternatif
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan terjadinya atau munculnya
aktivitas komunikasi adalah model pembelajaran Knisley, yang mengacu pada
model pembelajaran experiential, dimana proses pembelajaran diarahkan untuk
mengaktifkan pembelajar dalam membangun pengetahuan, keterampilan, dan juga
sikap melalui pengalamannya secara langsung.
NCTM (2000: 20) mengemukakan bahwa, ”Students must learn
mathematics with understanding, actively building new knowledge from
experience and prior knowledge”. Hal ini menunjukkan bahwa belajar melalui
pengalaman sangatlah penting untuk membentuk pengetahuan siswa.
Model pembelajaran Knisley memiliki keunggulan diantaranya
meningkatkan semangat pembelajar karena pembelajar aktif, membantu
terciptanya suasana belajar yang kondusif karena pembelajar bersandar pada
penemuan individu, memunculkan kegembiraan dalam proses belajar mengajar
karena pembelajaran dinamis dan terbuka dari berbagai arah, sehingga
memungkinkan peningkatan komunikasi matematis siswa.
Dari hasil penelitian sebelumnya, telah diketahui bahwa pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran Knisley ini dapat meningkatkan
pemahaman matematis dan kemampuan penalaran deduktif siswa. Oleh karena itu,
melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Knisley.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas
yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Knisley lebih baik daripada peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapatkan pembelajaran
matematika biasa?
2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pebelajaran Knisley?
Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini, maka dilakukan pembatasan masalah pada konsep yang diteliti,
yaitu pokok bahasan Statistika.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa pada kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Knisley lebih baik daripada peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapatkan pembelajaran
matematika biasa.
2. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sikap siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran
D. Definisi Operasional
1. Komunikasi Matematis
Kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah kemampuan komunikasi secara tertulis yang diukur melalui
beberapa indikator yaitu: (1) kemampuan menyatakan ide matematis dengan
menulis, atau menggambarkannya dalam bentuk visual (aspek drawing), (2)
kemampuan memahami, menginterpretasi, dan menilai ide matematis yang
disajikan dalam tulisan (aspek writing), dan (3) kemampuan menggunakan
kosa kata, notasi dan struktur matematis untuk menyajikan ide,
menggambarkan hubungan, dan pembuatan model (aspek mathematical
expression).
2. Model pembelajaran Knisley
Model pembelajaran Knisley adalah model pembelajaran melalui
pengalaman dalam konteks matematika. Pembelajarannya berpusat pada
siswa, dan menjadikan pengalaman sebagai suatu proses mengkonstruksi
pengetahuan dalam pembelajaran. Model pembelajaran Knisley terdiri dari
empat tahap yaitu: Allegorization, Integration, Analysis, dan Synthesis.
3. Pembelajaran Matematika Biasa.
Pembelajaran matematika biasa adalah pembelajaran matematika yang
dominan dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Knisley terhadap
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam penelitian ini
diberikan suatu perlakuan terhadap salah satu kelas kemudian diberikan tes dan
hasil tes tersebut dibandingkan dengan hasil tes kelas yang tidak mendapatkan
perlakuan (treatment). Menurut Ruseffendi (2005: 50) penelitian seperti ini disebut
penelitian eksperimen pretes-postes dengan kelas kontrol.
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain eksperimen
dengan satu variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan menggunakan
model pembelajaran Knisley dan satu variabel terikat yaitu kemampuan
komunikasi matematis siswa. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran
Knisley (selanjutnya disebut kelas MPK) dan kelompok kontrol yang diberi
perlakuan pembelajaran matematika biasa (selanjutnya disebut kelas PMB).
Berdasarkan uraian diatas, maka desain penelitiannya adalah :
A O X1 O
A O X2 O
A : Pemilihan Sampel secara acak berdasarkan kelompok (kelas)
O : Pretest atau Postest
X2 : Perlakuan terhadap kelompok control
(Menggunakan pembelajaran matematika biasa)
B. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 19 Bandung, dengan populasi pada
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI sekolah tersebut, sampel dipilih dua
kelas dari keseluruhan kelas secara acak, satu kelas sebagai kelas PMB yaitu kelas
XI IPA 1, dan satu kelas lagi sebagai kelas MPK yaitu kelas XI IPA 5.
C. Instrumen Penelitian
Untuk pengumpulan dan pengolahan data mengenai variabel-variabel yang
diteliti, maka pada kegiatan penelitian ini digunakan instrumen sebagai berikut :
1. Tes
Test menurut Good mough (Yanti, 2010:20) adalah suatu tugas atau
serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau sekelompok individu
dengan maksud untuk membandingkan kecakapan mereka sartu dengan yang lain.
Tes berdasarkan fungsinya digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat
perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka
menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. sedangkan dalam
penelitian ini , tes berfungsi untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis
siswa. Tes kemampuan komunikasi matematis ini dlakukan pada awal (pretest)
dan akhiir penelitian (postest). Tes awal (pretest) dilakukan unntuk mengetahui
kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberi perlakuan. Kedua tes ini
Bentuk tes kemampuan komunikasi matematis siswa yang digunakan
dalam penelitian ini berupa tes uraian. Dengan menggunakan tes bentuk uraian ,
dapat dilihat apakah siswa sudah menguasai materi dengan baik atau belum.
Seperti yang dikemukakan oleh Ruseffendi (2005: 118) bahwa keunggulan dari tes
uraian adalah dapat menimbulkan sifat kreatif pada diri siswa, dan hanya siswa
yang telah menguasai materi yang dapat memberikan jawaban yang baik dan
benar sehingga dari hasil tes ini dapat dilihat apakah indikator-indikator
kemampuan komunikasi matematis sudah dikuasai oleh siswa, pemberian skor
berdasarkan kriteria skor tes kemampuan komunikasi matematis yang diadaptasi
dari Ansari (Yanti, 2010:21) di sajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2
Kriteria Skor Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor Menulis (written
test)
Menggambar
(Drawing)
Ekspresi matematis
(Mathematical
expression)
0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada menunjukan ketidak pahaman konsep,
sehingga informasi yang diceritakan tidak berarti apa-apa.
5 Hanya sedikit dari
penjelasan yang
diberikan yang
benar
Gambar, desain/tabel
yang dibuat sedikit
benar
Hanya sedikit dari
model matematis yang
benar
10 Penjelasan secara
matematis masuk
akal, namun hanya
sebagian yang
lengkap dan benar
Membuat gambar,
diagram/tabel namun
kurang lengkap dan
benar
Membuat model
matematis dengan
benar, namun ada
sedikit kesalahan/
salah mendapatkan
solusi
15 Penjelasan secara
matematis masuk
Membuat gambar,
diagram/tabel dengan
Membuat model
meskipun tidak
tersusun secara
logis dan terdapat
sedikit kesalahan.
solusi secara lengkap
dan benar.
20 Penjelasan secara
matematis masuk
akal, benar dan
tersusun secara
logis
Skor
max
20 15 15
Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik diperlukan instrumen atau alat
evaluasi yang kualitasnya baik pula. Oleh karena itu, sebelum instrumen tes ini
diujikan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, terlebih dahulu instrumen
tersebut diujicobakan kepada siswa di luar sampel yang telah mendapatkan materi
yang akan diteliti. Uji coba dilaksanakan di SMA 19 Bandung pada kelas XII IPA 5
yang diikuti oleh 41 siswa.
Setelah uji coba instrumen dilaksanakan, selanjutnya dilakukan analisis
mengenai validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda butir soal, dan indeks
kesukaran butir soal. Analisis dilakukan dengan bantuan Microsoft Exel.
a. Validitas Butir Soal
Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) jika alat tersebut
mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003: 102-103).
Oleh karena itu, untuk mengetahui instrumen tes yang digunakan dalam penelitian
Untuk mencari koefisien validitas tes uraian, digunakan rumus korelasi
produk-moment memakai angka kasar (raw score) (Suherman, 2003: 120), yaitu:
) ) ( )( ) ( ( ) )( ( 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N rxy Keterangan: xy r: Koefisien validitas antara variabel x dan y
N : Banyaknya siswa
x : Skor setiap butir soal masing- masing siswa
y : Skor total masing-masing siswa
Kriterium dari koefisien validitas menurut Guilford seperti yang dikutip
oleh Suherman (2003: 112) sebagai berikut:
Tabel 3
Interpretasi Validitas Nilai rxy
Nilai Keterangan
00 , 1 90
,
0 rxy Validitas sangat tinggi
90 , 0 70
,
0 rxy Validitas tinggi
70 , 0 40
,
0 rxy Validitas sedang
40 , 0 20
,
20 , 0 00
,
0 rxy Validitas sangat rendah
00 , 0
xy
r Tidak valid
Kemudian hasil koefisien validitas di atas akan diuji keberartiannya. Nilai rxy
dibandingkan dengan nilai rtabel Pearson untuk N = 41 dan taraf signifikansi = 0,05,
yaitu r41(0,05) = 0,308. Jika rxy ttabel, maka soal tersebut valid.
Hasil perhitungan dan uji keberartian validitasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.1
Hasil Uji Validitas Butir Soal
No. Soal rxy rtabel Kriteria Interpretasi
1 0,527114 0,308 Valid Validitas sedang
2 0,835711 0,308 Valid Validitas tinggi
3 0,816537 0,308 Valid Validitas tinggi
b. Uji Reliabilitas
Suatu alat evaluasi (tes dan non-tes) disebut reliabel jika hasil
evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subyek yang sama. Istilah
relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan
yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan. Perubahan hasil evaluasi ini
disebabkan adanya unsur pengalaman dari peserta tes dan kondisi lainnya
(Suherman, 2003: 131). Untuk mencari koefisien reliabilitas digunakan
rumus alpa (Suherman, 2003: 148), yaitu:
211
r : Koefisien reliabilitas
n : Banyaknya butir soal
∑ : Jumlah varians skor setiap item
Sx tot2 : Varians skor total
Sedangkan rumus untuk menghitung varians (Suherman, 2003: 154)
adalah:
n n
x x
s
2 2
2
Keterangan:
2
s : Varians tiap butir soal
2x
: Jumlah kuadrat skor tiap soal
2
x: Kuadrat jumlah skor tiap soal
n : Banyak siswa/responden uji coba
Guilford (Suherman, 2003: 139) menyatakan bahwa kriterium dari
koefisien reliabilitas sebagai berikut:
Interpretasi Reliabilitas r11
Nilai Keterangan
20 , 0
11
r Reliabilitas sangat
rendah 40 , 0 20 ,
0 r11 Reliabilitas rendah
70 , 0 40
,
0 r11 Reliabilitas
sedang 90 , 0 70 ,
0 r11 Reliabilitas tinggi
00 , 1 90
,
0 r11 Reliabilitas sangat
tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh koefisien reliabilitas tes adalah
0,5835 yang berarti derajat reliabilitasnya sedang.
c. Indeks Kesukaran Butir Soal
Indeks kesukaran butir soal merupakan bilangan yang menyatakan derajat
kesukaran suatu butir soal (Suherman, 2003: 169). Suatu soal dikatakan memiliki
tingkat kesukaran yang baik bila soal tersebut tidak terlalu mudah dan juga tidak
terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang testi untuk meningkatkan
usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar dapat membuat testi
menjadi putus asa dan enggan untuk memecahkannya (Suherman, 2003: 168-169).
Untuk mencari indeks kesukaran (IK) akan digunakan rumus:
SMI X
IK i
Keterangan:
IK : Indeks kesukaran
Xi : Rata-rata skor jawaban soal ke-i
Kriterium indeks kesukaran tiap butir soal sebagai berikut (Suherman, 2003:
170):
Tabel 5
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Nilai Keterangan
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
0,00 < IK 0,30 Soal sukar
0,30 < IK 0,70 Soal sedang
0,70 < IK < 1,00 Soal mudah
IK = 1,00 Soal terlalu mudah
Hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.2
Perhitungan Indeks Kesukaran Butir Soal
No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,294218 Soal sukar
2 0,44709 Soal sedang
3 0,346561 Soal sedang
d. Daya Pembeda Butir Soal
Suherman (2003:159) menjabarkan bahwa daya pembeda dari sebuah butir
soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan
antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak
dapat menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab salah).
Untuk menentukan daya pembeda (DP) instrumen menggunakan rumus:
X X
Keterangan :
DP : Daya pembeda
XIA : Rata-rata kelompok atas
XIB : Rata-rata kelompok bawah
SMI : Skor maksimum ideal
Kriterium daya pembeda tiap soal adalah (Suherman, 2003:161):
Tabel 6
Interpretasi Indeks Daya Pembeda
Nilai Keterangan
00
,
1
70
,
0
DP
Sangat baik70
,
0
40
,
0
DP
Baik40
,
0
20
,
0
DP
Cukup20
,
0
00
,
0
DP
Jelek00
,
0
DP
Sangat jelekHasil perhitungan daya pembeda butir soal disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.3
Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal
No. Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,21 cukup
2 0,54 baik
3 0,43 Baik
Angket yang diberikan terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan
negatif. Untuk pertanyaan positif apabila siswa menjawab Sangat Setuju (SS)
maka diberi skor 5, apabila menjawab Setuju (S) maka diberi skor 4, apabila siswa
menjawab Tidak Setuju (TS) maka diberi skor 2, dan apabila siswa menjawab
Sangat Tidak Setuju (STS) maka diberi skor 1. Sebaliknya untuk pertanyaan
negatif, skor 5 diberikan untuk siswa yang menjawab STS, skor 4 untuk siswa
yang menjawab TS, skor 2 untuk siswa yang menjawab S, dan skor 1 untuk siswa
yang menjawab SS. Menurut Suherman (2003: 191) mengolah angket dilakukan
dengan menghitung rata-rata skor subjek. Jika nilainya lebih besar dari 3 maka
responden bersikap positif, jika nilainya kurang dari 3 maka responden bersikap
negatif, dan jika sama dengan 3 berarti netral.
3. Lembar Observasi
Data hasil observasi diinterpretasikan dalam bentuk kalimat dan dirangkum
untuk membantu menggambarkan suasana pembelajaran.
D. Prosedur Penelitian
Tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan, yaitu:
1. Tahap Persiapan.
a. Menentukan masalah penelitian yang berhubungan dengan
pembelajaran matematika di SMA.
c. Membuat instrumen penelitian.
d. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar
penelitian.
e. Judgement RPP dan instrumen penelitian oleh dosen pembimbing
f. Melakukan ujicoba instrumen penelitian.
g. Merevisi instrumen penelitian (jika diperlukan)
h. Melakukan ujicoba instrumen penelitian hasil revisi (jika diperlukan)
2. Tahap Pelaksanaan.
a. Memberikan tes awal kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Knisley pada kelas eksperimen dan pembelajaran biasa pada kelas
kontrol.
c. Melaksanakan observasi pada kelas eksperimen.
d. Memberikan tes akhir pada kelas eksperimen maupun pada kelas
kontrol.
e. Membagikan angket untuk mengetahui sikap siswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Knisley.
f. Melakukan wawancara kepada sebagian siswa di kelas eksperimen dan
kepada guru matematika yang telah mengobservasi selama pembelajaran
untuk mengetahui tanggapannya terhadap pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Knisley.
a. Mengumpulkan data kuantitatif maupun kualitatif dari masing-masing
kelas.
b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh berupa data
kuantitatif (pretes dan postes) dari masing-masing kelas.
c. Mengolah dan menganalisis data kualitatif berupa angket, dan lembar
observasi
4. Tahap Pembuatan Kesimpulan.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pembuatan kesimpulan
berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat.
E. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh, maka dilakukan pengolahan terhadap data
kuantitatif dan data kualitatif tersebut berdasarkan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Pengolahan Data Kuantitatif
Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji
statistik terhadap data skor pretes, postes dan indeks gains. Indeks gains
adalah gain ternormalisasi yang dihitung dengan menggunakan rumus
menurut Hake (Nurhasanah, 2009: 40) sebagai berikut:
Analisa dilakukan untuk mengetahui perbedaan kemampuan
dengan model pembelajaran Knisley dengan yang mendapatkan pembelajaran
matematika biasa. Analisa data dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan pada
data skor pretes, postes, dan gains pada kelompok eksperimen dan kontrol.
Dalam uji normalitas ini digunakan uji Shapiro-wilk dengan taraf signifikansi
5%. Pengujian ini dilakukan sebagai tahap awal untuk melakukan uji hipotesis
yang diharapkan.
Jika data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka
analisis dilanjutkan dengan uji homogenitas varians untuk menentukan uji
parametrik yang sesuai. Namun, jika data berasal dari populasi yang tidak
berdistribusi normal, maka tidak dilakukan uji homogenitas varians akan
tetapi langsung dilakukan uji perbedaan dua rata-rata (uji non-parametrik).
b. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah dua
sampel yang diambil mempunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk
menguji homogenitas digunakan uji Levene dengan taraf signifikansi 5%.
c. Uji perbedaan Dua Rata-Rata
Uji perbedaan dua rata-rata dimaksudkan untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan rata-rata (mean) secara signifikan antara dua populasi
dengan melihat rata-rata dua sampelnya. Uji perbedaan dua rata-rata
dilakukan terhadap data skor hasil pretes, postes dan indeks gains. Jika data
berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen maka pengujiannya
tetapi tidak memiliki varians yang homogen maka pengujiannya
menggunakan uji t’. Sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal,
maka pengujiannya menggunakan statistik non-parametrik yaitu
menggunakan uji Mann-Whitney.
2. Pengolahan Data Kualitatif
1. Menganalisis Data Angket
Angket digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap matematika
dan model pembelajaran Knisley. Setelah data hasil angket diperoleh, maka
dilakukan penskoran untuk setiap jawaban siswa. Penskoran yang digunakan
untuk setiap jawaban dilakukan berdasarkan skala Likert sebagai berikut
(Suherman, 2003:190):
1) Untuk pernyataan favorable
SS Diberi Skor 5
S Diberi Skor 4
N Diberi Skor 3
TS Diberi Skor 2
STS Diberi Skor 1
2) Untuk pernyataan unfavorable
Setelah penskoran, dilakukan pengolahan dengan menghitung rata-rata
skor subjek. Jika nilainya lebih besar dari 3, maka siswa memiliki sikap
SS Diberi Skor 1
S Diberi Skor 2
N Diberi Skor 3
TS Diberi Skor 4
positif. Sebaliknya jika siswa nilainya kurang dari 3, maka siswa tersebut
memiliki sikap yang negatif.
2. Menganalisis Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan daftar isian yang diisi oleh pengamat
atau observer selama pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini
digunakan untuk mengukur apakah pembelajaran yang dilakukan sesuai
dengan tahapan-tahapan pada pembelajaran dengan menggunakan model
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada keseluruhan tahapan
penelitian yang dilakukan di kelas XI SMA 19 Bandung, dapat disimpulkan beberapa hal
yang berkaitan dengan model pembelajaran Knisley sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan dengan menggunakan model pembelajaran Knisley lebih baik
daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat
pembelajaran matematika biasa. Hal tersebut terlihat dari indeks gain yaitu kemampuan
komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya dengan dengan menggunakan
model pembelajaran Knisley lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis
siswa yang pembelajarannya konvensional.
2. Sebagian besar siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap model pembelajaran
Knisley yang telah dilakukan karena siswa menganggap pembelajaran tersebut
menyenangkan dan membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran serta
memudahkan siswa dalam memahami konsep matematika.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan hasil penelitian
mengenai penggunaan model pembelajaran Knisley dalam pembelajaran matematika,
maka saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran Knisley dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran
matematika.
kematangan pengetahuan dan penguasaan materi sebelum menjalani proses
pembelajaran dengan model pembelajaran Knisley ini. Dengan demikian sebaiknya
siswa diberi tugas untuk belajar di rumah dan mengerjakan soal-soal tentang materi
yang akan dipelajari pada pembelajaran dengan model pembelajaran Knisley
tersebut.
3. Untuk lebih meningkatkan kemampuan komunikasi matematis, peneliti
menyarankan agar soal-soal yang dibuat lebih bervariasi dan lebih menantang.
4. Penelitian terhadap model pembelajaran Knisley disarankan untuk dilanjutkan pada
kajian yang lebih luas, misalnya pada materi, subyek atau kemampuan matematis
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, A. (2004). Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended
untuk Mengembangkan Komunikasi Matematik Siswa SLTP. Skripsi
Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
BNSP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). [Online]. Tersedia:
http://bsnp-indonesia.org/id/wp-content/uploads/kompetensi/Panduan_Umum_KTSP.pdf [13 Oktober
2010].
Cahyani, I. (2008). Peran Experiential Learning dalam Meningkatkan Motivasi
Pembelajar BIPA. [Online]. Tersedia:
www.ialf.edu/kipbipa/papers/CahyaniIsah.doc [13 Oktober 2010]. Furqan. (2004). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Heryanto, N. (2008). Pembelajaran Ruang Dimensi Tiga Dengan Mnenggunakan
Model Pembelajaran Creative Problem Solving dalam Upaya
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis siswa. Skripsi Jurusan
Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Ismail, I. (2009). Pengaruh umpan balik evaluasi formatif dan kepribadian siswa
terhadap hasil belajar matematika. [Online]. Tersedia:
ilyasismailputrabugis.blogspot.com/2009_11_01archive.html?m=1 [25
Knisley, J. (2003). A Four Stage Model of Mathematical Learning. [Online].
Tersedia: http//Wilson Coe.uga.edu/DEPT/TME/Issues/ v12n1/
3knisley.HTML.
Kusumah, YS. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi
Computer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order
Mathematical Thinking. Pidato Pengukuhan Guru Besar UPI: tidak
diterbitkan.
Lang, HR. dan Nevans, D. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective
Teaching. United States of America: Pearson Education, inc.
NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. United States
of America: The National Council of Teacher of Mathematics, inc.
Nurhasanah, Y. (2009). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Investigasi
Kelompok Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA.
Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: tidak
diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
No-Eksakta Lainnya (edisi revisi). Bandung: Tarsito.
Suherman, et al. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. JICA FPMIPA UPI:
tidak diterbitkan.
Suzana, A. (2009). Pengaruh Penerapan Model Reciprocal Learning terhadap
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik. Skripsi Jurusan
Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sunata. (2009). Penerapan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger untuk
Meningkatkan Komunikasi Matematik Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan
Matematika FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
UU SISDIKNAS. (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. [Online]. Tersedia:
http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf [13 Oktober 2010]
Yanti, RHS. Penerapan Metode Accelarated Learning dalam Pembelajaran
Matematika terhadap Peningkatan Komunikasi Matematis Siswa SMP.
Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: tidak