Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
MODEL PEMBELAJARAN MOOD CURDER DENGAN PENDEKATAN
KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI, PENALARAN MATEMATIS, DAN SOFT SKILL SISWA SMP
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan
Gelar Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
AAN STANIATIN
1102586
SEKOLAH PASCASARJANA
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2013
MODEL PEMBELAJARAN MOOD CURDER DENGAN PENDEKATAN
KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI, PENALARAN MATEMATIS, DAN SOFT SKILL SISWA SMP
Oleh
Aan Staniatin
S.Pd UNLA Bandung, 2008
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Matematika
© Aan Staniatin 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
LEMBAR PENGESAHAN
MODEL PEMBELAJARAN MOOD CURDER DENGAN PENDEKATAN
KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI, PENALARAN MATEMATIS, DAN SOFT SKILL SISWA SMP
Oleh
Aan Staniatin
1102586
DISETUJUI OLEH :
Pembimbing 1,
Dr. H. Dadang Djuandi, M.Si.
Pembimbing 2,
Dr. Stanley Dewanto, M.Pd.
Mengetahui, Ketua Program Studi
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Universitas Pendidikan Indonesia
ii
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Staniatin, A. (2013). “Model Pembelajaran Mood CURDER dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,
Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP”.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa SMP yang belum dikembangkan secara optimal. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketiga kemampuan tersebut adalah model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP BPI Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas dari empat kelas yang ada di SMP BPI Bandung, yaitu kelas VIII C dan kelas VIII D yang masing-masing disebut sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada penelitian ini dikembangkan empat buah instrumen: tes komunikasi matematis siswa, tes kemampuan penalaran matematis siswa, lembar observasi dan angket soft skill siswa. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji-t. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu Peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.
vi Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Bekalang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Definisi Operasional... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13
A. Model Pembelajaran Mood CURDER ... 13
B. Pendekatan Kontekstual ... 18
C. Model Pembelajaran Mood CURDER dengan Pendekatan Kontekstual ... 21
D. Keterkaitan Model Pembelajaran Mood CURDER dengan Pendekatan Kontekstual dan Kemampuan Komunikasi, Penalaran Matematis serta Soft Skill ………. ... 22
E. Komunikasi Matematis ... 24
F. Penalaran Matematis ... 27
G. Soft Skill ... ... 30
H. Pembelajaran Konvensional ... 31
I. Penelitian yang Relevan ... 32
vii Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
A. Metode dan Desain Penelitian ... 36
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37
C. Variabel Penelitian ... 38
D. Instrumen Penelitian... 38
E. Pengembangan Bahan Ajar ... 47
F. Prosedur Penelitian ... 48
G. Analisis Data ... ... 48
H. Pelaksanaan Penelitian ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55
A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 55
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 79
C. Keterbatasan ... ... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 88
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini jaman semakin berkembang, terutama dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Semakin pesatnya perkembangan tersebut,
semakin berkualitas pula sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk
mengimbanginya. Oleh karena itu, haruslah tiap bangsa pada saat ini memiliki
sumber daya yang berkualitas, dan untuk mewujudkannya diperlukan
pendidikan yang baik dan berkualitas pula.
Pemerintah Indonesia sudah berusaha untuk menjadikan bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang berpendidikan dan memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas. Salah satunya tercantum dalam tujuan
pendidikan nasional yang dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Sistem
Pendidikan Nasional (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006 : 3) yang
menyatakan pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan di sekolah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) (Depdiknas, 2006) yaitu menjadikan siswa memiliki seperangkat
kompetensi yang harus ditunjukkan pada hasil belajarnya (standar kompetensi).
Lebih spesifik lagi, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dirumuskan pada
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang tujuan pembelajaran matematika di
sekolah, yaitu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang matematika, menyelesaikan dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dalam tujuan pendidikan yang dibahas di atas, jelaslah bahwa tidak hanya
kemampuan akademiknya saja yang harus baik tetapi juga kemampuan
afektifnya, karakter serta harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa adalah
kemampuan komunikasi dan penalaran, serta soft skill sebagai kemampuan
afektifnya. Kemampuan tersebut sangat penting dalam proses untuk mempelajari
matematika, seperti yang diungkapkan Wahyudin (2008: 521) bahwa
kemampuan penalaran sangatlah penting untuk memahami matematika dan
menjadi bagian yang tetap dari pengalaman matematis para siswa sejak pra-TK
hingga kelas 12. NCTM (2000: 262) juga menyatakan bahwa “penalaran
merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam matematika”.
Pernyataan Wahyudin (2008: 521) dan NCTM (2000: 262) di atas
menekankan bahwa kemampuan penalaran sangat penting dalam pembelajaran
matematika. Akan tetapi tidak hanya kemampuan penalaran yang penting dalam
matematika, kemampuan komunikasi pun memiliki peranan yang penting pula
dalam pembelajaran matematika, seperti yang dinyatakan dalam NCTM (2000:
60), yaitu: komunikasi merupakan bagian yang esensial dari matematika dan
pendidikan matematika. Komunikasi adalah cara untuk berbagi ide dan
memperjelas pemahaman. Dengan adanya komunikasi akan menghasilkan ide,
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
makna dan ketetapan untuk ide matematis yang dihasilkan dan
menggeneralisasikannya.
Pentingnya aspek kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika
membuat para peneliti untuk melakukan suatu penelitian tentang hal tersebut.
Akan tetapi dalam kegiatan belajar dan mengajar matematika di kelas,
terkadang siswa itu malu untuk berpendapat, mengeluarkan ide-idenya ataupun
berargumen. Rasa takut salah menjadi dominan dalam diri siswa sehingga tidak
berani untuk berkomunikasi, sedangkan pada saat ini, pembelajaran harus
lebih berpusat kepada siswa atau student-centered dengan guru hanya menjadi
moderator atau pembimbing.
Penelitian yang dilakukan Qohar (2010: 5) menyebutkan bahwa dalam suatu
diskusi yang dilakukan peneliti dengan beberapa guru SMP terungkap bahwa
siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik secara lisan maupun
tertulis. Siswa mengalami kesulitan untuk berargumen, meskipun ide dan gagasan
matematisnya sudah ada di pikiran mereka. Selain itu, Wardhani dan Rumiati
(2011: 55) mengemukakan bahwa siswa Indonesia lemah dalam mengerjakan
soal-soal yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, berargumentasi dan
berkomunikasi.
Seperti halnya masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian yang
diungkapkan di atas, masalah yang kerap terjadi dalam pembelajaran
matematika itu adalah ada pada siswa itu sendiri. Siswa terkadang beranggapan
bahwa matematika adalah pelajaran yang menakutkan dan sulit untuk
dipelajari. Kadang mereka lebih memilih untuk bolos pelajaran matematika.
Seperti yang dikemukakan Triyono (2011) dalam penelitiannya yang melakukan
wawancara kepada siswa, terungkap bahwa matematika adalah pelajaran yang
sulit dan membosankan. Karena anggapan tersebut, pembelajaran matematika di
kelas pun menjadi tidak efektif dan efisien.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang diungkapkan di atas, disimpulkan
bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa sangatlah kurang. Hal ini
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembelajaran, untuk menjadikan pembelajaran di kelas menjadi efektif dan efisien
agar tujuan pembelajaran tercapai dan tentunya kemampuan komunikasi
matematis siswa pun dapat meningkat. Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk
melakukan penelitian mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa
secara tertulis.
Selain kemampuan komunikasi matematis, kemampuan matematis lainnya
yang penting dan harus dimiliki siswa adalah kemampuan penalaran
matematis. Kemampuan penalaran matematis yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan dari pola-pola yang
diberikan, memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat
hubungan dan menyelesaikan masalah dengan mengikuti argumen yang logis
serta menganalogikan antar topik matematika dalam pokok bahasan yang berbeda.
Dalam pembelajaran matematika di kelas, masalah yang sering
ditemukan adalah terkadang siswa itu masih bingung jika menghadapi
suatu masalah matematika, bahkan mereka belum bisa memperkirakan
langkah-langkah apa yang harus dilakukan agar penyelesaian masalah
tersebut ditemukan. Guru harus lebih dominan untuk membimbing siswa
agar siswa dapat menemukan penyelesaiannya. Padahal dalam pembelajaran
pada saat ini siswalah yang harus lebih dominan dalam arti lebih aktif dan
kreatif. Sebagai gambaran, penemuan Sumarmo (Nufus, 2012: 3) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa keadaan skor kemampuan siswa dalam
penalaran matematis masih rendah.
Wardhani dan Rumiati (2011: 52-53) dalam laporannya pun mengemukakan
bahwa siswa Indonesia lemah dalam hal: (1) mengerjakan soal-soal yang
menuntut kemampuan penalaran bilangan, misalnya dalam mengenali pola
bilangan; (2) menyelesaikan soal-soal yang memerlukan penalaran aljabar; (3)
menyelesaikan soal-soal yang memerlukan penalaran geometri; (4) menyelesaikan
soal-soal yang memerlukan penalaran dan berargumen dalam konten
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Oleh karena itu, dilihat dari gambaran di atas, guru harus lebih kreatif dan
berinovasi dalam pembelajaran. Bagaimana upaya yang harus dilakukan guru agar
kemampuan penalaran matematis ini dapat terus meningkat. Tentu jawabannya
adalah pada guru dan siswa itu sendiri. Guru harus lebih kreatif dan berinovasi
dalam pembelajaran agar pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, karena jika
suasana hati baik maka belajar pun akan dilakukan dengan senang hati sehingga
pembelajaran akan berjalan dengan lancar dan sukses. Sedangkan yang harus
dilakukan siswa adalah menumbuhkan minat dan keinginan yang keras untuk
belajar sungguh-sungguh. Karena jika ada kemauan keras dalam dirinya pasti
siswa akan berupaya untuk dapat memahami suatu konsep matematika yang
dipelajari.
Baig dan Anjun (2006) mengemukakan bahwa suasana kelas yang
bersahabat sangat mendukung peningkatan kemampuan penalaran siswa,
karena siswa akan berpendapat, mengajukan pertanyaan dan menggambarkan
pemikirannya tanpa ragu-ragu. Selain itu juga lingkungan atau suasana yang
nyaman tersebut akan menciptakan hubungan yang baik antara guru dan
siswa, dan di antara siswa sendiri. Dengan demikian mereka akan belajar
satu sama lain. Lingkungan yang kondusif pun akan menjadikan
pembelajaran berjalan dengan baik. Jadi pentinglah untuk menciptakan suasana
yang nyaman dan bersahabat dalam kelas.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan penalaran matematis siswa masih sangat kurang. Hal ini
mengakibatkan kegiatan belajar mengajar matematika yang melibatkan penalaran
harus menjadi perhatian khusus dari guru. Guru harus berupaya agar kemampuan
penalaran matematis siswa meningkat.
Selain kemampuan komunikasi dan penalaran matematis yang dibahas
sebelumnya, ada kemampuan non-akademik yang penting dan harus dimiliki
siswa agar sukses dalam belajar. Salah satu kemampuan non-akademik tersebut
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
adalah kemampuan bagaimana berinteraksi atau berhubungan, dan berkomunikasi
dengan orang lain.
Rokhimawan (2012) mengemukakan beberapa atribut soft skill antara lain:
komitmen, inisiatif, jujur, tanggung jawab, kemampuan untuk belajar, handal,
percaya diri, kemampuan berkomunikasi, antusias, berani mengambil keputusan,
itegritas, gigih untuk meraih prestasi, berlaku adil, berkreasi, kemampuan
beradaptasi, kerjasama dalam tim, berpikir kritis, menghargai pendapat orang lain,
kemampuan berorganisasi dan kemampuan memimpin serta toleran, sopan dan
beretika.
Sifat dan karakter setiap manusia tentunya sangat berbeda satu sama
lain, sekalipun dengan saudara kembar sendiri. Begitu pun siswa dalam suatu
kelas, pasti memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Ada siswa yang
memiliki kepercayaan diri yang tinggi, ada pula yang terkesan minder dan
pemalu, bahkan terkadang ditemukan siswa yang tidak bisa berkomunikasi
dengan benar.
Setiap orang pasti memiliki soft skill, hanya saja takarannya yang berbeda.
Ada yang benar-benar baik soft skillnya, dan ada pula yang perlu pengasahan
yang keras agar dapat berkembang dan meningkat soft skillnya. Selain
dibutuhkan dalam dunia kerja, soft skill juga sangat diperlukan dan menjadi
hal penting dalam dunia pendidikan yang harus dimiliki siswa. Tujuannya adalah
untuk menyeimbangkan kemampuan yang dia miliki, dalam arti dengan
kemampuan akademik yang dia miliki, dia dapat menggunakan kemampuan
akademik tersebut dengan berdasarkan pada kemampuan atau kecerdasan
emosionalnya.
UNESCO menekankan bahwa tujuan belajar harus dilandaskan pada empat
pilar yaitu learning how to know, learning how to do, learning how to be, dan
learning how to live together (Hary, 2008). Kedua pilar yang pertama adalah hard
skill atau kemampuan akademik, sedangkan kedua pilar berikutnya adalah soft
skill. Jika dinyatakan dalam presentase, kontribusi hard skill terhadap kesuksesan
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berkontribusi dalam kesuksesan seseorang sebesar 20%, kecerdasan emosional
40%, sedangkan sisanya sebanyak 40% dipengaruhi hal-hal lainnya (Suherman,
2008).
Oleh karena itu, kemampuan non-akademik pun yaitu soft skill sangat
penting untuk dimiliki siswa, agar masalah-masalah di luar kemampuan akademik
dapat teratasi. Masalah yang sering terjadi dalam dunia pendidikan ini adalah
masalah pada siswa itu sendiri. Terutama menimpa pada siswa yang akan
menghadapi ujian nasional misalkan. Siswa yang tidak memiliki atau kurang
kemampuan soft skillnya atau kecerdasan emosionalnya, jika menghadapi
suatu masalah, dia tidak bisa mengendalikan dirinya. Salah satu kasusnya, seperti
yang diberitakan dalam Kompas (Prihayanto, 2010) seorang siswi SMKN di
Muaro Jambi bunuh diri karena harus mengulang ujian matematika, padahal
siswi tersebut peraih nilai ujian nasional tertinggi dalam pelajaran bahasa
Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sangat lemahnya kemampuan soft
skillnya.
Selain itu, dengan adanya soft skill yang baik pada diri siswa, tentunya siswa
tersebut selain bisa mengendalikan emosionalnya juga bisa berinteraksi dengan
baik dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik, belajar
dengan sungguh-sungguh, jujur dalam bersikap dan pada akhirnya selain
pembelajaran yang sukses juga kehidupan sehari-harinya pun akan berlangsung
dengan baik pula.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dipaparkan di atas, secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi, penalaran
matematis dan soft skill siswa SMP belum memuaskan. Hal ini menunjukkan
bahwa tujuan pembelajaran matematika dengan pendidikan berbasis karakter
yang saat ini diberlakukan, belum tercapai. Oleh karena itu, muncullah pertanyaan
bagaimana upaya yang harus dilakukan agar dapat memperbaiki kondisi tersebut
agar tercapai semua tujuan pembelajaran, terutama peningkatan kemampuan
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang
dijelaskan di atas adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat
selama pembelajaran berlangsung. Wardhani dan Rumiati (2011: 58) mengemukakan bahwa “berbagai metode dan pendekatan pembelajaran perlu digunakan agar siswa memiliki kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi”. Maka perlulah guru berinovasi dengan menggunakan suatu pendekatan dan
model pembelajaran agar pembelajaran menjadi efektif dan efisien serta
berlangsung dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan.
Dalam lingkungan yang nyaman juga dengan suasana yang
menyenangkan akan terjalin komunikasi yang baik dalam pembelajaran,
baik komunikasi guru dengan siswa, maupun komunikasi antar siswa. Selain
itu siswa akan lebih bersemangat dan bersenang hati dalam belajar, sehingga
kemampuan-kemampuan yang dijelaskan sebelumnya yaitu kemampuan
komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa dapat meningkat.
Penelitian lainnya dilakukan Warsa (2012) yang menunjukkan bahwa
peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa dengan
pembelajaran kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw dengan pendekatan kontekstual
berbasis karakter masih berada pada kategori sedang. Begitu pula dengan Hakim
(2012) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa peningkatan kemampuan
komunikasi dan penalaran matematis siswa dengan pembelajaran berbasis
masalah masih berada pada kategori sedang pula. Karenanya peneliti bermaksud
melakukan penelitian yang sama tentang peningkatan kemampuan komunikasi
dan penalaran matematis dengan pendekatan dan model pembelajaran lainnya.
Salah satu pendekatan dan model pembelajaran tersebut adalah pendekatan
kontekstual (Contextual Teaching and Learning CTL) dan model pembelajaran
Mood CURDER. Pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan dalam
pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata.
Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan mengembangkan
ketujuh komponen utama sebagai langkah penerapan dalam pembelajaran
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menentukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya (constructivism);
2. Melaksanakan sebisa mungkin kegiatan penemuan dalam proses
pembelajarannya (inquiry);
3. Mengembangkan sikap ingin tahu siswa melalui pertanyaan (questioning);
4. Menciptakan suasana “masyarakat belajar” dengan melakukan kegiatan
belajar dalam kelompok (learning community);
5. Menghadirkan “model” sebagai alat bantu dan contoh dalam pembelajaran
(modeling);
6. Melakukan refleksi di akhir pertemuan (reflection);
7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan mempertimbangkan setiap
aspek kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung
(authentic assessment).
Model pembelajaran Mood CURDER di sini digabungkan dengan pendekatan
kontekstual. Model pembelajaran Mood CURDER merupakan singkatan dari:
- Mood yaitu suasana hati, seperti yang dijelaskan sebelumnya suasana yang
nyaman sangat mendukung untuk kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis siswa karena suasana yang nyaman tentunya akan membuat
suasana hati pun menjadi nyaman pula sehingga proses pembelajaran pun
akan berjalan lancar dan sukses;
- Conceptual Understanding yaitu pemahaman konsep, jadi diharapkan siswa
dapat memahami konsep materi yang dipelajari;
- Recall yaitu pengulangan, dengan pengulangan pemberian informasi materi
yang dipelajari diharapkan agar siswa lebih memahami materi yang dipelajari
tersebut;
- Detect yaitu pendeteksian, untuk mendeteksi atau memeriksa apabila ada
kekurangan dari materi pada tahap recall;
- Elaborate yaitu pengelaborasian, menambah suatu situasi pada suatu masalah
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
- Review yaitu pelajari kembali, memeriksa dan mendiskusikan masalah
mengenai materi yang dipelajari. Model pembelajaran Mood CURDER
dengan pendekatan kontekstual yang digunakan dalam pembelajaran
matematika ini, dalam pelaksanaannya di setiap tahapan model pembelajaran
tersebut selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, peneliti
merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai upaya untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi, penalaran matematis dan soft skill
siswa SMP dengan model pembelajaran Mood CURDER yang digabungkan
dengan pendekatan kontekstual, sehingga peneliti mengambil judul untuk diteliti yaitu, “Model Pembelajaran Mood CURDER dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Penalaran Matematis, dan Soft
Skill Siswa SMP.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan
kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran
matematika dengan konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang
mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan
kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran
matematika dengan konvensional?
3. Apakah kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan model pembelajaran
Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa
yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional?
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan dari penelitian
ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan
pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan
pembelajaran matematika dengan konvensional.
2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa yang mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan
pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapatkan
pembelajaran matematika dengan konvensional.
3. Untuk mengetahui apakah kemampuan soft skill siswa yang mendapatkan
model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual lebih
baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan
konvensional.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai kalangan
berikut ini:
1. Bagi siswa, diharapkan dari model pembelajaran Mood CURDER dengan
pendekatan kontekstual dapat membantu siswa untuk lebih memahami
pembelajaran matematika dan meningkatkan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematisnya. Selain itu, model pembelajaran Mood CURDER
dengan pendekatan kontekstual diharapkan dapat meningkatkan soft skill
siswa, agar mereka mampu untuk bersaing di era globalisasi ini terutama
untuk menghadapi masa yang akan datang.
2. Bagi guru, diharapkan model pembelajaran Mood CURDER dengan
pendekatan kontekstual ini dapat membantu guru dalam menyampaikan materi
matematika pada siswa dengan efektif dan efisien. Selain itu, diharapkan juga
guru dapat menciptakan pembelajaran matematika yang menyenangkan
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ini agar siswa lebih nyaman dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai dan kemampuan siswa pun meningkat.
E. Definisi Operasional
1. Kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini adalah kemampuan
siswa dalam menyatakan suatu situasi dengan gambar, menyatakan suatu
situasi ke dalam bentuk bahasa dan simbol matematik serta menjelaskan ide
atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dalam bentuk tulisan.
2. Kemampuan penalaran matematis dalam penelitian ini adalah kemampuan
siswa dalam menarik kesimpulan dari pola-pola yang diberikan, memberikan
penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat hubungan dan
menyelesaikan masalah dengan mengikuti argumen yang logis serta
menganalogikan antar topik matematika dalam pokok bahasan yang berbeda.
3. Kemampuan soft skill dalam penelitian ini adalah kemampuan emosional
siswa di luar kemampuan akademiknya. Kemampuan emosional tersebut
meliputi inisiatif, tanggung jawab, kemampuan untuk belajar, handal, percaya
diri, kemampuan berkomunikasi, antusias, gigih untuk meraih prestasi,
berkreasi, kerjasama dalam tim, menghargai pendapat orang lain, toleran,
sopan dan beretika serta berani.
4. Model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran Mood CURDER yang disesuaikan
dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
kontekstual, yang dalam pelaksanaan pembelajarannya mengaitkan materi
pelajaran dengan kehidupan nyata. Mood CURDER adalah singkatan dari
Mood (Suasana Hati), Conceptual Understand (Pemahaman Konsep), Recall
(Pengulangan), Detect (Pendeteksian), Elaborate (Pengelaborasian), Review
(Pelajari Kembali).
5. Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang
biasa dilakukan oleh guru di dalam kelas. Pembelajaran konvensional bersifat
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
contoh soal, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan
guru, kemudian siswa mengerjakan latihan, dan siswa diberikan kesempatan
untuk bertanya apabila tidak mengerti. Siswa pasif pada saat proses
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain kelompok
kontrol non-ekivalen. Dalam penelitian ini kelas eksperimen maupun kelas
kontrol tidak dikelompokkan secara acak, melainkan menerima subjek sampel apa
adanya, yaitu dalam bentuk kelas-kelas yang sudah terbentuk sebelumnya. Desain
penelitian dapat diilustrasikan sebagai berikut:
O X O
---
O O (Borg dan Gall, 1989: 690)
Keterangan:
O = Pretes dan postes
--- = Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dibentuk secara acak
X = Perlakuan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan
kontekstual
Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat peningkatan kemampuan
komunikasi dan penalaran matematis siswa yang mendapat model pembelajaran
Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan
pembelajaran matematika dengan konvensional. Selain itu tujuan lainnya dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan soft skill siswa yang
mendapat model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual
dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional.
Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan yang
homogen dan materi pembelajaran matematika yang sama. Materi dalam
penelitian ini adalah Kubus dan Balok. Kedua kelas dibandingkan dengan
memberikan perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pada kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran konvensional.
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah:
1. Menentukan sekolah tempat penelitian, yaitu SMP BPI Bandung.
2. Setelah sekolah ditentukan, selanjutnya dipilih dua kelas yang kemampuannya
homogen, yaitu kelas VIII C dan VIII D yang kemudian disebut kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Untuk menentukan kelas eksperimen atau kelas
kontrol dilakukan dengan cara undian.
3. Menentukan materi pelajaran, yaitu Kubus dan Balok.
4. Mengadakan pretes kepada masing-masing kelas untuk mengetahui
kemampuan awal siswa tentang materi Kubus dan Balok.
5. Melaksanakan pembelajaran materi Kubus dan Balok pada kelas eksperimen
dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual,
dan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional selama 6
pertemuan (12 jam pelajaran).
6. Memberikan postes kepada masing-masing kelas untuk mengetahui
kemampuan akhir siswa tentang materi Kubus dan Balok.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP BPI Bandung.
Peneliti akan melakukan penelitian pada dua kelas, satu kelas sebagai kelas
eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas
yang mendapatkan perlakuan pendekatan kontekstual disertai model pembelajaran
Mood CURDER. Kelas kontrol adalah kelas yang mendapatkan perlakuan
pembelajaran matematika dengan konvensional.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII. Sampel yang diambil
sebanyak dua kelas dari empat kelas yang ada di SMP BPI Bandung yang
mempunyai karakteristik dan kemampuan homogen, yaitu kelas VIII C dan kelas
VIII D yang masing-masing disebut sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Pemilihan tingkat kelas disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, dalam hal
ini kelas yang dipilih kelas VIII karena siswa kelas VIII sudah terbiasa dengan
pembelajaran di tingkat SMP dan diharapkan dapat lebih mandiri
dibandingkan siswa kelas VII. Siswa kelas VIII dianggap lebih cocok untuk
menjadi sampel dalam penelitian ini karena dalam waktu 1 tahun ke depan
siswa tersebut harus mempersiapkan diri secara akademik dan mental untuk
menghadapi ujian nasional.
2. Terdapat beberapa materi yang diperkirakan cocok diterapkan dengan model
pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual untuk
mengetahui kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill
siswa.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas
dan variabel terikat.
1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel penyebab,
dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model pembelajaran Mood
CURDER dengan pendekatan kontekstual.
2. Variabel terikat adalah variabel yang tergantung pada variabel bebas, dalam
penelitian ini variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi dan
penalaran matematis serta soft skill.
D. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini dikembangkan empat buah instrumen yang terbagi menjadi
dua jenis, yaitu instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes antara lain tes
komunikasi matematis siswa dan tes kemampuan penalaran matematis siswa.
Sedangkan, instrumen non-tes, antara lain lembar observasi, dan angket untuk
mengetahui soft skill siswa.
1. Soal Pretes dan Postes
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tes ini berupa uraian, yang soalnya terdiri dari soal-soal komunikasi
matematis. Soal ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi
matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran
Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual mengenai materi Kubus dan
Balok.
Tabel 3.1
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor Menulis Menggambar Ekspresi
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu situasi dari suatu gambar yang
Diadaptasi dari Cai, Lane dan Jakabcsin (1996)
b. Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Tes ini berupa uraian, yang soalnya terdiri dari soal-soal penalaran. Soal ini
digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran siswa setelah
mendapatkan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan
kontekstual mengenai materi Kubus dan Balok.
Pedoman penskoran tes kemampuan penalaran matematis yang akan
digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Skor Indikator
0 Tidak menjawab pertanyaan/menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/tidak ada yang benar.
1 Hanya sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan benar. 2 Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta
dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan benar. 3 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan
dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan lengkap dan benar.
Diadaptasi dari Cai, Lane dan Jakabcsin (1996)
Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tes tersebut terlebih dahulu
diujicobakan pada sekolah lain. Uji coba instrumen ini dilakukan kepada
siswa-siswa yang sudah mempelajari materi Kubus dan Balok. Uji coba instrumen
dilakukan pada siswa kelas IX SMP KP 2 Baleendah pada tanggal 6 Maret 2013.
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sukar, oleh karena itu instrumen diperbaiki kemudian dikonsultasikan dengan
ahlinya. Setelah disetujui ahlinya, instrumen diuji coba lagi untuk yang kedua
kalinya pada siswa yang sama saat uji coba pertama pada tanggal 9 Maret 2013.
Data yang diperoleh dari uji coba instrumen tersebut dianalisis untuk
mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran instrumen
tersebut dengan menggunakan program Anates Versi 4.0.7. Seluruh perhitungan
dengan menggunakan program tersebut dapat dilihat pada Lampiran B.
Selengkapnya proses penganalisisan data hasil uji coba instrumen meliputi hal
berikut ini:
1) Analisis Validitas Soal
Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut
mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003). Oleh
karena itu, keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi
itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut
valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu
(Suherman, 2003).
a. Validitas isi dan validitas muka
Instrumen tes komunikasi dan penalaran dikonsultasikan kepada ahlinya
untuk mengetahui validitas isi dan validitas muka, yaitu berkenaan dengan
ketepatan alat ukur pada materi yang diujikan, kesesuaian antara indikator dan
butir soal,serta kejelasan bahasa atau gambar dalam soal.
b. Validitas empirik
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini perlu dilakukan uji
validitas. Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang
dimiliki oleh sebutir soal dalam mengukur apa yang seharusnya diukur dengan
butir soal tersebut (Sudijono, 2007). Perhitungan validitas butir soal dilakukan
dengan program Anates Versi 4.0.7.
Interpretasi yang lebih rinci mengenai perhitungan tersebut dibagi ke dalam
kategori-kategori seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.3.
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Klasifikasi Koefisien Validitas (Suherman 2003)
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji validitas untuk
tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat diinterpretasikan
dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.4
Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi
1 0,860 Tinggi Sangat Signifikan
2 0,848 Tinggi Sangat Signifikan
3 0,763 Tinggi Sangat Signifikan
4 0,801 Tinggi Sangat Signifikan
5 0,773 Tinggi Sangat Signifikan
6 0,726 Tinggi Sangat Signifikan
Tabel 3.5
Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi
1 0,845 Tinggi Sangat Signifikan
2 0,732 Tinggi Sangat Signifikan
3 0,827 Tinggi Sangat Signifikan
4 0,733 Tinggi Sangat Signifikan
5 0,656 Sedang Signifikan
6 0,658 Sedang Signifikan
Tabel 3.4 dan 3.5 di atas menunjukkan bahwa enam butir soal kemampuan
komunikasi dan empat butir soal kemampuan penalaran mempunyai validitas
tinggi. Hal ini berarti semua soal tersebut mempunyai validitas yang baik dan
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sedangkan untuk dua butir terakhir soal kemampuan penalaran mempunyai
validitas sedang dan berarti kedua soal tersebut mempunyai validitas yang sedang
dan untuk kriteria signifikansi dari korelasinya kedua soal tersebut signifikan.
2) Analisis Reliabilitas Soal
Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu
alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Hasil pengukuran
itu harus tetap sama (relatif sama) jika pengukuran yang diberikan pada
koefisien reliabilitas seperti pada perhitungan validitas butir soal. Tingkat
reliabilitas dari soal uji coba didasarkan pada klasifikasi Guilford (Suherman,
2003), yaitu sebagai berikut
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji reliabilitas
untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat
diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.7
Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematis
Kemampuan Koefisien Reliabilitas Interpretasi
Komunikasi 0,92 Sangat Tinggi
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.7 menunjukkan bahwa reliabiltas tes kemampuan komunikasi
termasuk dalam kategori sangat tinggi dan untuk tes kemampuan penalaran
termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini berarti kedua instrumen ini reliabel
untuk digunakan sebagai alat ukur.
3) Analisis Indeks Kesukaran Soal
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu
sukar. Bilangan yang menunjukkan derajat kesukaran suatu butir soal
disebut indeks kesukaran (Suherman, 2003). Koefisien indeks kesukaran
untuk setiap butir soal dihitung dengan menggunakan program Anates
Versi 4.0.7. Indeks kesukaran yang paling banyak digunakan, diklasifikasikan
sebagai berikut (Suherman, 2003)
Tabel 3.8
Klasifikasi koefisien indeks kesukaran Koefisien Indeks Kesukaran Klasifikasi
IK = 1,00 Soal terlalu mudah
0,70 ≤ IK< 1,00 Soal mudah
0,30 ≤ IK< 0,70 Soal sedang
0,00 <IK< 0,30 Soal sukar
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji tingkat
kesukaran untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat
diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.9
Tingkat Kesukaran Tes kemampuan Komunikasi Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,36 Sedang
2 0,36 Sedang
3 0,53 Sedang
4 0,58 Sedang
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6 0,18 Sukar
Tabel 3.10
Tingkat Kesukaran Tes kemampuan Penalaran Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,32 Sedang
2 0,42 Sedang
3 0,38 Sedang
4 0,50 Sedang
5 0,62 Sedang
6 0,19 Sukar
Tabel 3.9 dan 3.10 menunjukkan bahwa soal kemampuan komunikasi
dan penalaran matematis butir pertama sampai dengan butir kelima
termasuk dalam kategori soal dengan tingkat kesukaran yang sedang,
sedangkan pada butir keenam untuk masing-masing tes termasuk dalam kategori
soal yang sukar.
4) Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara
siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang
pandai atau berkemampuan rendah (Suherman, 2003). Daya pembeda
masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan progam Anates Versi
4.0.7. Adapun kriteria pengklasifikasian yang banyak digunakan sebagai
ketentuan penafsiran koefisien daya pembeda setiap butir soal adalah sebagai
berikut (Suherman, 2003)
Tabel 3.11
Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Koefisien Daya Pembeda Interpretasi
Sangat baik
Baik
Cukup
Jelek
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji daya pembeda
untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat
diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.12
Daya Pembeda Tes kemampuan Komunikasi Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,44 Baik
Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,39 Cukup
termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang baik sedangkan pada butir soal
keempat dan keenam termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang cukup
baik. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan
antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai.
Tabel 3.13 terlihat bahwa pada butir soal kedua termasuk kategori soal
dengan daya pembeda yang baik sedangkan pada butir soal lainnya termasuk
kategori soal dengan daya pembeda yang cukup baik. Oleh karena itu, instrumen
tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang pandai dan siswa
yang kurang pandai.
2. Lembar Observasi
Lembar observasi berupa daftar isian yang diisi oleh observer selama
pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen. Lembar observasi ini digunakan
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual yang dilakukan
oleh guru dan siswa sehingga diketahui gambaran umum dari pembelajaran yang
terjadi. Tujuan dari diadakannya lembar observasi ini adalah untuk memberikan
refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi
lebih baik dari pembelajaran sebelumnya. Observer dalam penelitian ini adalah
guru matematika SMP BPI Bandung. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru
disajikan dalam Lampiran B.
3. Angket Soft Skill
Angket soft skill pada penelitian ini akan diberikan pada siswa untuk diisi,
dan diberikan setelah siswa melakukan pembelajaran baik di kelas eksperimen
maupun di kelas kontrol. Angket pada penelitian ini terdiri dari
peryataan-pernyataan yang kemudian akan dinilai oleh siswa pernyataan mana
yang sesuai dengan kata hati siswa untuk mengetahui soft skillnya. Angket yang
digunakan untuk mengukur soft skill adalah angket skala sikap Likert. Jawaban
dari pernyataan angket skala likert ada lima, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S),
netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Untuk menghindari
kecenderungan siswa memilih netral karena tidak berani memihak, maka poin
netral dihilangkan, sehingga angket yang digunakan empat skala yaitu setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
Angket soft skill ini terdiri dari 30 butir pernyataan, secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran B. Sebelum digunakan dalam penelitian ini, angket tersebut
diuji coba keterbacaan oleh 5 siswa kelas VIII SMP KP 2 Baleendah pada tanggal
6 maret 2013.
E. Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan ajar matematika
dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual
yang akan digunakan di kelas eksperimen. Sedangkan bahan ajar yang digunakan
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang dibuat berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu
kurikulum yang sedang berlaku di lapangan.
Bahan ajar yang digunakan pada kelas eksperimen akan dibuat sesuai dengan
model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual yang isinya
memuat materi Kubus dan Balok. Bahan ajar yang disusun diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill
siswa. Dalam menyusun bahan ajar, peneliti menyesuaikan bahan ajar dengan
LKK yang digunakan dalam pembelajaran melalui pertimbangan ahli. RPP dan
LKK dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran A.
F. Prosedur Penelitian
Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini:
Identifikasi Masalah Penyusunan Bahan Ajar
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.1
Prosedur Penelitian
G. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini merupakan data mentah yang
perlu dilakukan pengolahan data sehingga data tersebut menjadi bermakna. Data
tersebut akan lebih bermanfaat dan dapat memberikan gambaran tentang
permasalahan yang diteliti, maka data tersebut harus diolah terlebih dahulu
sehingga memberikan arah untuk menganalisis lebih lanjut. Data yang diperoleh
kemudian dilakukan pengolahan data dan analisis terhadap data-data tersebut
untuk menguji hipotesis penelitian.
Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji statistik
terhadap hasil data pretes dan peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran
matematis siswa (indeks gain) serta data angket soft skill dari kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Menguji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua kelas sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Apabila hasil pengujian Analisis Validasi, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda
Pelaksanaan Penelitian Tes Awal
Kelompok Eksperimen dengan Model Pembelajaran Mood CURDER dengan
Pendekatan Kontekstual
Kelompok Kontrol dengan Pembelajaran Konvensional
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan
uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov. Sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan data tidak berdistribusi
normal maka digunakan uji Mann-Whitney. Uji normalitas dilakukan terhadap
skor pretes dan gain dari dua kelompok siswa (kelas eksperimen dan kontrol). Uji
normalitas dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.0.
b. Menguji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah kedua
kelompok sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Apabila kedua
kelompok data (sampel) tersebut berasal dari populasi-populasi dengan varians
yang sama dinamakan populasi homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan uji
Levene’s test dengan bantuan program SPSS versi 16.0.
c. Uji Beda Dua Kelompok
Jika data kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen digunakan
statistik uji-t (Independent-samples t test). Tetapi, jika data yang dianalisis tidak
berdistribusi normal dan tidak homogen, maka digunakan uji Mann-Whitney. Uji-t
dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0.
d. Analisis Data Indeks Gain
Untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan komunikasi dan
penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka
dilakukan analisis terhadap hasil pretes dan postes. Analisis dilakukan dengan
menggunakan rumus gain ternormalisasi rata-rata (average normalized gain) oleh
Meltzer (2002) yang diformulasikan sebagai berikut.
Indeks gain tersebut diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria yang
diungkapkan oleh Hake (Meltzer, 2002) dalam Tabel 3.14.
Tabel 3.14
Klasifikasi Gain Ternormalisasi Indeks Gain Interpretasi
Tinggi
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Rendah
Urutan cara pengolahan data pretes dan gain ternormalisasi disajikan di
bawah ini.
Gambar 3.2
Bagan Prosedur Analisis Data
e. Analisis Data Angket Soft Skill
Data hasil angket soft skill diberikan poin untuk setiap pernyataan, yaitu 1
(STS), 2 (TS), 3 (S), 4 (SS) untuk pernyataan positif, sebaliknya akan diberi skor
1 (SS), 2 (S), 3 (TS), 4 (STS) untuk pernyataan negatif. Telah dikatakan
sebelumnya bahwa angket yang digunakan untuk mengukur soft skill adalah Analisis Data Pretes dan Gain Ternormalisasi
Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov-Smirnov
Data tidak berdistribusi normal Data berdistribusi normal
Uji Non-Parametrik
Mann-Whitney
Uji Homogenitas Varians dari Dua Kelompok dengan Levene’s test
Homogen Tidak homogen
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
angket skala sikap Likert dengan data yang dihasilkan berupa data dengan skala
ordinal. Untuk menghitung persentase data digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
P = Persentase jawaban.
f = Frekuensi jawaban.
n = Banyaknya responden.
Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan kategori
persentase berdasarkan Hendro (Yulianti, 2009).
Tabel 3.15
Klasifikasi Gain Data Angket Soft Skill Presentasi Jawaban Interpretasi
Seluruhnya
Hampir seluruhnya
Sebagian besar
Setengahnya
Hampir setengahnya
Sebagian kecil
Tak seorang pun
Untuk pengujian hipotesisnya, karena data hasil angket soft skill adalah data
dengan skala ordinal maka dilakukan uji Mann-Whitney, dan untuk
pengklasifikasian tinggi dan rendahnya soft skill siswa, rentang skor dihitung
dengan menetapkan lebar interval menggunakan rumus sebagai berikut (Azwar,
2008):
Keterangan:
Skor tertinggi : jumlah pernyataan x skor tertinggi
Skor terendah : jumlah pernyataan x skor terendah
Jumlah kategori : jumlah kategori jawaban
Tinggi rendahnya hasil penilaian soft skill dikategorikan sebagai tinggi,
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4, maka skor tertinggi 4x30=120 dan skor terendah 1x30=30. Lebar interval
dihitung sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, peneliti mengkategorikan soft skill
rendah, sedang dan tinggi dengan rentang skor masing-masing: 30-59, 60-89,
90-120.
f. Analisis Data Lembar Observasi
Data hasil observasi dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan hasil
pengamatan selama pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual. Hasil akhir dari
pengolahan data ini merupakan persentase tiap aspek aktivitas berdasarkan
kecerdasan yang merupakan hasil pengamatan seluruh pertemuan. Persentase pada
suatu aktivitas dihitung dengan:
Keterangan:
P = Persentase (%) aktivitas guru atau siswa.
Q = Skor total pengamatan aktivitas seluruh pertemuan.
R = Skor maksimum setiap aspek aktivitas dari seluruh pertemuan, yaitu 24.
H. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Langkah-langkah persiapan penelitian yang dilakukan peneliti adalah:
a. Diawali dengan kegiatan dokumentasi teoritis, yaitu melakukan
kajian literatur terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran Mood CURDER dan
pendekatan kontekstual serta pembahasan mengenai
kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta
soft skill siswa. Hasil dari kajian ini berbentuk proposal
Aan Staniatin, 2013
Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Seminar Proposal di Sekolah Pascasarjana UPI, dilanjutkan dengan
perbaikan proposal penelitian.
c. Pembuatan bahan ajar dan instrumen penelitian yang terdiri dari soal
tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa, angket
soft skill, dan lembar observasi.
d. Melakukan uji coba soal tes di SMP KP 2 Baleendah Bandung.
e. Permohonan izin penelitian kepada Rektor melalui Direktur Sekolah
Pascasarjana UPI dan permohonan izin penelitian kepada
Kepala SMP BPI 1 Bandung.
f. Setelah disetujui dan diterima oleh Kepala Sekolah yang
bersangkutan, penulis langsung terjun ke lapangan melaksanakan
penelitian.
2. Pelaksanaan Penelitian
Tahap pertama setelah persiapan penelitian memadai, dilanjutkan dengan
pemilihan dua kelas sampel penelitian dari empat kelas yang ada dan terpilih
yaitu kelas VIII-C sebagai kelas eksperimen dan VIII-D sebagai kelas kontrol.
Tahap kedua yaitu pelaksanaan pretes untuk soal tes kemampuan komunikasi
dan penalaran matematis.
Pada penelitian ini, peneliti sendiri yang berperan sebagai guru yang
memberikan materi pelajaran pada kedua kelas tersebut. Selama pelaksanaan
pembelajaran, kedua kelas mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal
materi pelajaran yang diajarkan dan jumlah jam pelajaran yang diberikan.
Pelaksanaan pembelajaran dengan model Mood CURDER dan pendekatan
kontekstual dilakukan sebanyak enam kali pertemuan, dimana satu kali
pertemuan sama dengan 2 jam pelajaran, dan 1 jam pelajaran sama dengan 40
menit. Selama proses pembelajaran, siswa kelas eksperimen dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4 siswa, dan dalam kelompok kecil
tersebut dibagi lagi menjadi 2 pasangan.
Pada setiap pembelajaran yang berlangsung di kelas eksperimen dilakukan