DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ...5
C. Tujuan Penelitian ...7
D. Manfaat Penelitian ...7
E. Klarifikasi Konsep ...8
F. Langkah-Langkah Pembelajaran Sejarah ...17
BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian dan Ruang Lingkup Metode Sinektik ...21
B. Karakteristik dan Metode Sinektik... ...24
C. Jenis-Jenis Metode Sinektik... ...27
D. Manfaat Metode Sinektik ...29
E. Keunggulan dan Kelemahan Metode Sinektik ...30
F. Tahapan-Tahapan Penerapan Metode Sinektik ...33
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan, Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...36
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ...40
C. Prosedur Penelitian ...41
D. Validitas Data dan Anlalisis Data ...46
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian dan Pembahasan... ...50
B. Deskripsi Hasil Temuan ...54
C. Penerapan Metode Sinektik dalam Pembelajaran Sejarah ...89
D. Peningkatan Kemampuan Siswa Setelah Menggunakan Metode Sinektik ...92
E. Pembahasan ...95
BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan ...98
B. Saran ...100
C. Penutup ...100
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran sejarah dewasa ini lebih berorientasi kepada penyampaian
pengetahuan (transfer of knowledge) dari guru kepada peserta didik.
Konsekwensinya, guru berperan sebagai pusat kegiatan belajar, sementara
siswa sebagai peserta pasif yang hanya menerima materi.
Dalam posisinya sebagai penyampai materi, guru kurang peka terhadap
perkembangan masyarakat sehingga materi pembelajaran seringkali lepas dari
konteks dan situasi nyata dalam lingkungan sosial siswa. Hal ini terjadi karena
pembelajaran sejarah di sekolah, baik sebagai sebuah disiplin ilmu maupun
sebagai bagian dari rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial lebih menekankan pada
pewarisan nilai (perenialisme) dan pendekatan disipliner.
Pembelajaran sejarah yang lebih menekankan kepada aspek kognitif ini
mengakibatkan kesenjangan antara peristiwa masa lalu dengan situasi masa
kini. Dengan demikian, sejarah hanya diletakan dalam konteks jamannya,
tidak mampu melintasi waktu, ruang geografis serta kondisi sosial budaya
Pendekatan konvensional ini diikuti penerapannya dalam pembelajaran
di kelas yang bersifat intruksional. Akhirnya, keberhasilan belajar siswa
diukur atau dievaluasi secara kuantitatif untuk mengetahui aspek kognitif atau
pengetahuan yang telah diserap; bukan pada aktifitas dalam proses
Pendekatan ini menyebabkan peserta didik tidak memiliki kesempatan
untuk memaknai materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari atau
masalah-masalah sosial yang dihadapi.
Padahal pembelajaran sejarah juga diharapkan dapat membangun
persepsi dan cara pandang siswa mengenai materi yang dipelajari,
mengembangkan masalah baru dan membangun konsep-konsep baru dengan
menggunakan evaluasi yang dilakukan pada saat KBM berlangsung (Nana
Supriatna, . 2007:17)
Salah satu metode pembelajaran sejarah yang dipandang dapat
mencapai tujuan di atas, adalah sebuah metode yang menggunakan model
berpikir sinektik yang dikenalkan oleh William J.J. Gordon (M.D. Dahlan
[Eds.], 1990: 87)
Berpikir sinektik adalah proses menemukan pertalian dari segala hal
yang tidak diketahui sebelumnya atau bahkan bertentangan. Ia meliputi
berbagai upaya mengkoordinasikan segala sesuatu ke dalam suatu struktur
baru agar ditemukan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Dengan kata
lain berpikir sinektik adalah proses identifikasi segala hal yang tidak diketahui
sebelumnya untuk dicari jalan keluarnya, dibuat dugaan-dugaan atau hipotesa
(www.lovinlearning.org/heroes/Synectics/What_is_Synectics.htm).
Dalam tataran praktis dan aplikatif, aktifitas sinektik bersifat metaporik
dengan menemukan analogi-analogi yang dengan sendirinya kreatifitas
Model pembelajaran seperti ini mengajak siswa untuk menjiwai dan
menghayati sejumlah pengetahuan ke dalam ranah afeksi sehingga terjadi
proses persepsi dan penghayatan yang mendorong siswa memaknai setiap
pengalaman pembelajaran sejarah.
M.D. Dahlan (Eds.1990: 90) menyebutkan bahwa aktifitas metaporik
yang merupakan ciri inheren dari teori sinektik ini akan membantu peserta
didik untuk dapat menghubungkan ide-ide dari hal-hal yang telah dikenalnya
menuju ke hal-hal yang baru atau dari suatu perspektif baru ke hal yang
dikenal. Strategi sinektik menurutnya, mempergunakan aktifitas metaporik
yang terencana, dan memberikan struktur langsung yang mana individu bebas
mengembangkan imajinasi, afeksi dan pemahaman mereka ke dalam
pengalaman sehari-hari
Sebagai gambaran aplikatif dalam KBM dapat dikemukakan fakta
historis berupa penderitaan masa penjajahan dengan analogi seekor kucing
yang dikurung, disiksa dan tidak diberi makan oleh pemiliknya. Pertama, guru
mendeskripsikan penderitaan nenek moyang di masa penjajahan. Ke-dua,
siswa disuruh untuk mengidentifikasi dan membayangkan hal apa saja yang
dialami binatang tersebut (analogi langsung). Dalam hal ini guru dapat menilai
hasil identifikasi siswa; mana yang relevan dan yang tidak relevan. Guru juga
dapat menambahkannya bila dipandang perlu.
Ke-tiga, agar siswa dapat lebih berempati, guru dapat menyuruh siswa
menjadi analog personal. Guru dapat menyuruh, misalkan: “Anggaplah kalian
Selanjutnya, murid berimajinasi dan mengidentifikasi hal apa saja yang
mungkin dialami dan diraskan.
Ke-empat, guru juga dapat menyuruh siswa untuk mengidentifikasi
objek yang menjadi kebalikan dari masa penjajahan, misal masa kemerdekaan
(analogi pertentangan). Hal ini dimaksudkan agar lebih menekankan dan
melibatkan aspek emosional siswa.
Dalam contoh di atas peserta didik dituntut untuk memberikan batasan
karakteristiknya dan disempurnakannya dalam sebuah konsep. Dalam contoh
ini, mereka diharapkan menemukan konsep penjajahan dan
menginternalisirnya ke dalam ranah afeksinya melalui analogi yang relatif
mudah diketahui, seperti contoh seekor kucing yang disiksa tersebut. Agar
lebih membangkitkan emosional peserta didik, seperti dalam contoh di atas,
guru menyuruh para siswanya “menjadi” analog yang berperan langsung
(analogi personal).
Contoh di atas dapat menstimulus peserta didik untuk menemukan sisi
persamaan dan perbedaannya. Mereka dituntut untuk bersifat analitis dan
melakukan konvergensi yang mendorong energi kreatif untuk membangkitkan
aspek afeksi, merasa lebih bebas, lebih berperan serta saling memahami satu
dengan yang lainnya.
Selanjutnya dari pengalaman sinektis di atas, siswa akan memiliki
integritas, berjiwa sosial tinggi, bertanggung-jawab, kreatif, mandiri dan
Namun penerapan metode ini dalam proses KBM di Indonesia masih
terhitung langka. Hal ini bukan hanya karena kurangnya sosialisasi tetapi juga
menyangkut berbagai faktor, seperti beban guru untuk mengejar target
kurikulum dan guru yang selalu menjadi pusat kegiatan belajar. Guru merasa
dirinya hanya merupakan penyampai bahan pelajaran dan bukan sebagai
fasilitator yang membuat siswa belajar.
Pandangan ini juga diperburuk dengan beredarnya buku-buku sumber
sejarah yang berusaha menjadi buku pegangan yang paling lengkap dengan
memuat sebanyak mungkin fakta-fakta sejarah. Guru seringkali memilih buku
sumber pegangan siswa yang relevan dengan dokumen kurikulum yang
dikeluarkan pemerintah. Mereka menganggap bahwa semua uraian materi
tersebut harus disampaikan kepada siswanya hingga selesai melalui KBM di
kelas.
Dengan demikian, kurangnya sosialisasi metode sinektik ini juga
disebabkan oleh lingkungan dan tuntutan kurikulum serta sistem yang selama
ini dianut oleh dunia pendidikan.
Berangkat dari karakteristik teori sinektik di atas, penulis
menawarkannya sebagai salah satu metode pembelajaran sejarah dengan
harapan dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Lebih jauhnya, siswa dapat
dipandang sebagai individu yang mandiri, memiliki potensi belajar,
pengembang ilmu dan kemampuan memecahkan suatu permasalahan (problem
Manfaat lain dari metode sinektik adalah dapat membentuk kreatifitas
individu dan kelompok. Pengalaman sinektik dapat menumbuhkan jiwa sosial
para siswa. Mereka belajar bersama dengan melihat bagaimana
rekan-rekannya bereaksi kepada suatu ide atau masalah. Hal ini akan menyebabkan
setaiap individu berpartsipasi dalam suasana belajar yang menyenangkan.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Untuk membatasi pemasalahan penelitian maka difokuskan penelitian
ini pada rumusan masalah sebagai berikut:
“Bagaimanakah implementasi metode sinektik dalam pembelajaran sejarah di
SMPLBN-A Pajajaran Bandung?”
Untuk merinci masalah maka dirumuskan pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana guru sejarah membuat perencanaan pembelajaran metode
sinektik di SMPLBN-A Pajajaran Bandung?
2. Bagaimana guru sejarah melaksanakan tahapan pembelajaran metode
sinektik di SMPLBN-A Pajajaran Bandung?
3. Bagaimana hasil pelaksanaan pembelajaran metode sinektik di
SMPLBN-A Pajajaran Bandung?
4. Apa saja kendala yang dihadapai dan cara mengatasinya dalam
pelaksanaan pembelajaran metode sinektik di SMPLBN-A Pajajaran
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini secara umum untuk mendapatkan
gambaran implementasi metode sinektik dalam pembelajaran sejarah di
SMPLBN-A Pajajaran Bandung.
Sedangkan secara khusus adalah:
1. Untuk mendapatkan gambaran spesifik mengenai perencanaan
pembelajaran metode sinektik di SMPLBN-A Pajajaran Bandung.
2. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pembelajaran metode sinektik
di SMPLBN-A Pajajaran Bandung.
3. Untuk mengetahui hasil pelaksanaan pembelajaran metode sinektik di
SMPLBN-A Pajajaran Bandung
4. Untuk mendapatkan gambaran mengenai upaya mengatasi kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran metode sinektik di
SMPLBN-A Pajajaran Bandung.
D. Manfaat Penelitian
1. Dari sisi kajian ilmiah, sebagai suatu masukan mengenai pelaksanaan
pembelajaran sejarah di SMPLBN-A Pajajaran Bandung, melalui metode
sinektik yang selanjutnya dapat dirumuskan mengenai aspek-aspek
penting dalam pedoman pembelajaran sejarah di SMPLBN-A Pajajaran
Bandung.
2. Bagi guru, sebagai gambaran dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
3. Bagi Peneliti, dapat memberikan satu jawaban mengenai permasalahan
penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran sejarah di SMPLBN-A
Pajajaran Bandung.
E. Klarifikasi Konsep 1. Metode Sinektik
Sinektik secara bahasa berasal dari kata synectikos (Yunani) yang
berarti bringing forth together (menjadi bersama-sama) atau bringing
different things into unified connection (menggiring berbagai hal yang
beragam ke dalam kesatuan yang berhubungan).
Sinektik adalah sebuah teknik penyelesaian masalah yang sering
dipakai dalam kelompok. Teknik ini diperkenalkan pertama kali oleh
William Gordon pada tahun 1961 untuk keperluan pengembangan
aktivitas kelompok dalam organisasai industri lewat buku karangannya,
Synectics.
(www.amazon.com/Synectics-Developmnet-Creative-William-Gordon).
Dalam tataran praktis dan aplikatif, aktifitas sinektik bersifat
metaporik dengan menemukan analogi-analogi yang dengan sendirinya
kreatifias menjadi suatu yang disadari. Metapora-metapora membentuk
hubungan persamaan serta membedakan obyek atau ide yang satu dengan
yang lainnya (M.D. Dahlan [Eds.], 1990: 89).
Dalam PBM, sinektik membantu kreativitas dengan rekayasa
satu topik yang dibahas melalui pengungkapan secara teori dan praktek
baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Siswa Tunanetra adalah siswa yang mengalami hambatan dalam
penglihatan dengan visus 1/6 pada jenjang SMPLB (Irham Hosni, 1990:
23)
2. Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Belajar
Banyak ahli mengemukakan berbagai pendapatnya yang
berlainan tentang pengertian belajar sesuai dengan pandangan dan
pemahaman yang dimilikinya. Berdasarkan sudut pandang yang
berlainan itulah muncul berbagai batasan pengertian belajar yang
cukup beragam. Winkel ( 1984 ) dalam Aam ( 2005 : 8 0
mengemukakan bahwa : “ Belajar adalah suatu aktivitas mental (
psikis ) individu yang berlangsung dalam interaktif aktif dengan
lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap.”
Sedangkan moh. Surya ( 1979 ) dalam Aam ( 2005 : 8 )
berpendapat bahwa : “ Belajar merupakan proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.”
Lebih lanjut Gagne dalam ( Dimyati dan Mudjiono, 2002 : 10 )
dengan hasil belajar berupa kapabilitas dan setelah belajar seseorang
akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap serta nilai yang
dipengaruhi oleh stimulasi lingkungan dan proses kognitif yang
dilakukan oleh pembelajar.
Dari berbagai pandangan yang telah dikemukakan oleh
beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan tentang pengertian belajar.
Belajar adalah suatu peroses yang menyebabkan perubahan perilaku
pada diri siswa atau individu yang tercermin dari hasil belajarnya, yang
meliputi aspek pengetahuan ( kognitif ), keterampilan ( psikomotorik ),
serta nilai dan sikap ( afektif ) yang dipengaruhi oleh stimulasi
lingkungan dan pengalaman-pengalaman belajar yang dialami oleh
individu tersebut.
b. Pembelajaran
Istilah belajar amat erat kaitannya dengan pembelajaran.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya mengorganisasi
lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik
Oemar Hamalik ( 1999 : 57 ) memandang pembelajaran
sebagai suatu kombinasi yang tersusun dari unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Selanjutnya, Hamalik (1999: 57) menyebutkan ciri-ciri dari
c ) adanya kesalingtergantungan antara unsur-unsur pembelajaran yang
serasi dalam suatu keseluruhan .
Sedangkan Sudjana ( 1993 : 5-6 ) mengemukakan bahwa
pembelajaran diartikan sebagai upaya yang sistematis dan disengaja
untuk menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar-mengajar,
dalam kegiatan ini terjadi interaksi antara dua pihak yaitu antara
peserta didik ( warga belajar ) yaitu melakukan kegiatan belajar
dengan pendidik ( sumber belajar ) yang melakukan kegiatan mengajar
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pembelajaran
mengadung hal-hal pokok yaitu a) adanya rencana yang sistematis dan
disengaja mengenai penciptaan kondisi-kondisi yang memunkinkan
siswa untuk belajar, (b) adanya tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai dan telah ditetapkan sebelumnya, (c) adanya saling
ketergantungan antara unsur-unsur dalam pembelajaran yang
ditunjukan dengan adanya interaksi antara unsur-unsur tersebut.
Prinsipnya pembelajaran merupakan perbuatan untuk merubah
tingkah laku seseorang .
c. Aktvitas Belajar Siswa
Aktivitas belajar adalah melakukan kegiatan belajar sehingga
aktipitas belajar merupakan prinsip penting pada produk belajar
seseorang yang disebut dengan hasil belajar. Aktivitas belajara siswa
(psikis). Uzer Usman (1995) mengkategorikan bahwa aktivitas belajar
siswa dapat digolongkan kedalam beberapa hal yaitu:
1. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca grapik, menulis
data percobaan, melakukan eksperimen dan demontrasi percobaan.
2. Aktivitas lisan (oral activities) seperti menceritakan prinsip kerja
roaller coaster, bertanya jawab serta berdiskusi mengenai konsep
usaha dan energi.
3. Aktivitas mendengarkan (listening acvities) seperti mendengarkan
orang lain berbicara.
4. Aktivitas gerak (motor activities) seperti mengukur panjang dan
membuat alat percobaan.
5. Aktivitas menulis (writing activities) seperti merangkum konsep
usaha dan energi, membuat laporan percobaan dan menulis buku
pelajaran.
Jadi dengan mengklasifikasikan aktivitas seperti diuraikan di
atas, menunjukan bahwa aktivitas belajar itu cukup kompleks,
bervariasi dan menuntut adanya kerjasama serta peran aktif pembelajar
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
d. Strategi Pembelajaran
Salah satu faktor pendukung dalam pencapaian hasil belajar
agar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang di harapkan ialah dengan
Reber (1988) dalam (Syah , 1995 : 214) dikemukakan bahwa
strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan yang terdiri atas
seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan
pembelajaran.
Selanjutnya Michael J.Lawson dalam (Syah,1995 :214)
mengemukakan bahwa strategi pembelajaran merupakan prosedur
mental yang berbentuk tatanan langkah yang menggunakan upaya
ranah cipta untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka dapat
diartikan bahwa strategi pembelajaran merupakan sejumlah langkah
yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu. Zamroni dalam (Setiawan , 2004 :1-2) mengemukakan bahwa
paradigma pembelajaran yang diharapkan untuk dikembangkan saat ini
merupakan pembelajaran yang memiliki ciri- ciri sebagai berikut :
1. Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning)
daripada pengajaran (teaching).
2. Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel.
3. Pendidikan berperan untuk membelajarkan siswa dengan guru
berperan sebagai fasilitator.
4. Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan da
senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.
Mencermati perkembangan pembelajaran saat ini dan untuk
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM)
dalam kegiatan pembelajaran. Strategi pembelajaran PAKEM
merupakan strategi pembelajaran terpadu yang mengguanakan
strategi, metoda, pendekatan dan teknik pengajaran terpadu yang
dirancang sedemikian rupa baik prosedur maupun tujuan
pembelajarannya sehingga dapat terlaksana dan tercapai dengan baik
(Setiawan, 2004 : 4)
e. Hasil Belajar
Dalam kegiatan belajar, berhasil tidaknya proses yang telah
dilakukan seseorang dapat dilihat dari hasil yang telah dicapai dalam
belajar, yaitu berupa hasil belajar.
Abin Samsudin (1987:133) dalam Gunawan (2000:11)
mengemukakan seseorang dapat dinyatakan berhasil dalam
pembelajaran, kalau ia telah mengalami perubahan setelah terjadi
proses pembelajaran tersebut pada prilaku dan perubahan seperti apa
yang diharapkan guru.
Senada dengan Abin di atas, Nana Sujana (1999:3)
mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan kemajuan-kemajuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Untuk mengetahui sejauh mana kemajuan yang diperoleh siswa
ini dapat diketahui dari evaluasi belajar. Evaluasi hasil belajar ini
hasil belajar ini haruslah mencakup ranah-ranah yang terkandung
dalam tujuan pembelajaran.
Sedangkan ranah-ranah yang menjadi tujuan pendidikan, secara
umum dikategorikan ke dalam kognitif afektif dan psikomotor (Davies
dalam Dimiati dan Mudjiono: 201-202
f. Asal Kata Sejarah
Perkataan sejarah mula-mula berasal dari bahasa Arab
“syajaratun” (baca: syajarah) artinya pohon kayu. Pohon
menggambarkan pertumbuhan terus menerus dari bumi ke udara dengan
mempunyai cabang, dahan dan daun, kembang atau bunga serta
buahnya.
Memang di dalam kata sejarah itu tersimpan makna pertumbuhan
atau kejadian (Yamin, 1985: 4) begitulah sejarah yang berarti pohon,
juga berarti keturunan, asal-usul atau silsilah. Orang yang sudah lama
berhubungan dengan ilmu sejarah, termasuk mereka yang
mempelajarinya dengan agak mendalam, arti kata syajarah tidak sama
dengan sejarah akan tetapi kedua perkataan itu berhubungan satu dengan
yang lain (Ismaun: 1992: 3).
3. Pengertian Siswa Tunanetra
Tunanetra berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata,
yaitu “tuna” yang berarti kurang, dan “netra” yang berati mata atau
penglihatan. Jadi istilah “tunanetra” diartikan sebagai “kurang penglihatan”,
kurang berfungsi sebagaimana mestinya sehingga mengakibatkan timbulnya
kesulitan atau hambatan dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.
Kondisi seperti ini disebabkan oleh adanya gangguan secara nyata pada
organ mata dan atau syarafnya.
Oleh karena itu, istilah lain untuk tunanetra adalah “gangguan
penglihatan” yang sering digunakan dalam literatur berbahasa asing dengan
istilah “visual impairment”. Jadi istilah “siswa tunanetra” di Indonesia”
sama dengan istilah yang digunakan dalam berbagai literatur asing, yaitu
“children with visual impairment” sehingga diartikan siswa yang
mengalami gangguan penglihatan.
Sementara itu, Nesker Simmons, dkk. (Asep A. Sopyan, 2006: 26)
mengklasifikasikan gangguan penglihatan ke dalam: (a) Totally blind, yaitu
tidak dapat membedakan terang dari gelap; (b) Light perception dapat
membedakan terang dari gelap; (c) Form or motion perception dapat melihat
bentuk atau gerakan pada jarak beberapa kaki; (d) Guiding vision memiliki
cukup penglihatan untuk membantu siswa dalam berpindah tempat
(bergerak).
Dari kedua definisi di atas dapat dijelaskan bahwa tunanetra atau
gangguan penglihatan diklasifikasikan berdasarkan dua aspek, yaitu aspek
medis yang didasarkan pada pengukuran, dan aspek fungsional yaitu
Jadi definisi siswa tunanetra dari aspek pendidikan adalah siswa yang
mengalami gangguan penglihatan sedemikian rupa yang mengakibatkan
mereka mengalami kesulitan atau hambatan dalam proses pendidikannya,
sehingga memerlukan tulisan Braille bagi yang buta dan tulisan yang dicetak
tebal atau diperbesar atau menggunakan alat bantu khusus bagi yang masih
memiliki sisa penglihatan. Perlu ditambahkan pula bahwa siswa tunanetra
juga merupakan bagian dari istilah siswa kebutuhan khusus yang sekarang
sedang trend digunakan oleh para ahli pendidikan luar biasa.
G. Langkah-Langkah Pembelajaran Sejarah
Dalam kegiatan proses belajar-mengajar metode pembelajaran
sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan keberhasilan dari kegiatan
belajar-mengajar salah satinya ditentukan oleh kreativitas guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran dengan metode yang tepat dan cocok
bagi peserta didik. Sehingga tujuan yang hendak dicapai lebih mudah
diterima dan menjadi tolak ukur keberhasilan dari sebuah pembelajaran.
Metode sinetik merupakan bagian dari sekian banyak metode dalam
dunia pendidikan yang diharpkan menjadi alternatif bagi guru dalam
menyampaikan materi ajarnya kepada peserta didik. Diharapkan dengan
metode ini tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal.
Selain dari itu, manfaat metode ini juga diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman dan kreativitas peserta didik dalam menghadapi
metode ini menuntut peran pendukung di antaranya lingkunagn belajar yang
kondusif dan fasilitas yang memadai guru.
Secara lebih kongkrit, langkah-langkah yang akan dilakukan pada saat
penerapan metode sinetik dalam pembelajaran sejarah adalah:
1. Pertemuan ke-1
a. Guru menyajikan informasi tentang topik yang akan dibahas
b. Guru menjelaskan materi yang telah diinformasikan pada pertemuan
sebelumnya.
c. Guru meminta siswa untuk menganalogikannya.
d. Para siswa memberikan hasil analoginya secara langsung di dalam
kelas secara sendiri-sendiri.
2. Pertemuan ke-2
Setelah mendapatkan gambaran situasi dan kondisi kelas dari
pertemuan pertama, maka guru melakukan pengelolaan kelas sebagai
berikut:
a. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3
sampai 4 orang.
b. Setiap kelompok kecil diberikan permasalahan yang sama oleh guru.
c. Setiap siswa berdiskusi dengan anggota kelompoknya yang telah
ditetapkan sebelumnya atas permasalahan yang diberitahukan
3. Pertemuan ke-3
Langkah-langkah pembelajaran dalam pertemuan ini sebagai
berikut:
a. Guru meminta siswa memberikan tanggapan terhadap representasi dari
kelompok lain.
b. Guru memberikan arahan kepada setiap kelompok dalam mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru
c. Guru memberikan penguatan terhadap materi yang disampaikan
kepada siswa yang berbentuk tugas yang didiskusikan melalui
kelompok kecil.
d. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang didiskusikan
sekaligus memberikan penguatan atas tanggapan dari siswa.
4. Pertemuan ke-4
Begitupun pada pertemuan ini tidak jauh berbeda dengan
pertemuan-pertemuan sebelumnya, tapi lebih dititikberatkan kepada
hal-hal berikut:
a. Pada pertemuan ini setiap kelompok membandingkan permasalahan
yang diberikan sebelumnya dengan permasalahan sekarang
b. Setiap kelompok mendiskusikan dengan anggota kelompoknya atas
permasalahan yang diberikan oleh guru.
c. Selama berlangsungnya diskusi kelompok guru berperan sebagai
d. Hasil diskusi kelompok kecil dipresentasikan oleh setiap anggota
kelompoknya.
5. Pertemuan ke- 5
Pada pertemuan ini guru memberi penekanan terhadap daya pikir
kreatif siswa melalui:
a. Pada setiap pertemua guru memberikan permasalahan yang
berbeda-beda.
b. Pada pertemuan ini guru memberikan permasalahan berbeda-beda pada
setiap kelompok.
c. Guru meminta siswa untuk menganalisis permasalahan yang diberikan
guru.
d. Setiap siswa diharuskan mengkritisi setiap presentasi oleh kelompok
lainnya.
e. Guru meminta siswa memberikan solusi dari setiap permasalahan yang
diberikan.
f. Guru bersama siswa menyimpulkan permasalahan yang didiskusikan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan, Metode, dan Teknik Pengumpulan Data
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Menurut Syaodih (2006: 60), penelitian kualitatif ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,
sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun
kelompok.
Mengingat bentuk dari penelitian besifat reflektif dalam rangka
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran
sejarah, maka metode yang tepat untuk melakukan penelitian ini adalah
metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research
(CAR).
Metode ini didasarkan pada pemikian bahwa guru mengenal keadaan
kelasnya sehingga dapat melakukan penelitian secara langsung untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan
permasalahan yang ada.
PTK merupakan aktifitas pencermatan terhadap suatu proses
pembelajaran dengan melakukan tindakan yang disengaja atau terencana
sesuai dengan permasalahan yang ada. Hal ini disebabkan karena penelitian
tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian
disiplin inkuiri atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang
terjadi sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.
(Hopskin dalam Wiraatmaja, 2006: 11)
Pemilihan metode ini juga berguna untuk memperoleh infomasi yang
lebih mendalam dengan melakukan tindakan yang sesuai dengan
permasalahan yang ada. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas ini sendiri
ditujukan untuk perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran secara
berkesinambungan yang pada dasarnya untuk meningkatkan profesionalitas
kependidikan.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian
ini diuraikan dalam rincian berikut.
1. Observasi
Observasi dalam sebuah penelitian dapat dilakukan secara
partisipatif dan nonpartisipatif. Menurut Sukmadinata (2006: 20)
observasi partisipatif (Participaty Obsevation) pengamat ikut seta dalam
kegiatan yang sedang belangsung, pengamat ikut serta sebagai rapat atau
peserta pelatihan, sedangkan observasi nonpatisipatif (nonparticipaty
observation) pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan
mengamati kegiatan atau tidak ikut dalam kegiatan.
Observasi dalam penelitian ini dilakukan sebagai salah satu alat
yang digunakan dalam proses pengumpulan data. Observasi dibuat oleh
pembelajaran di kelas, suasana kelas, pengelolaan kelas, hubungan
interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa dan lain-lain.
Observasi memuat secara deskriptif berbagai kegiatan, suasana
kelas, iklim sekolah, kepemimpinan, berbagai bentuk interaksi sosial.
Kemudian catatan lapangan melalui observasi dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengamati aktivitas guru
dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas.
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara melakukan tanggung-jawab antara penanya (interviwer)
dengan responden (interviwee). Untuk memperoleh data, peneliti
melakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran sejarah dan
siswa-siswi di kelas VII SMPLBN-A Pajajaran Bandung.
Wawancara terhadap siswa dilakukan untuk memperoleh
tanggapan mereka terhadap proses belajar mengajar dalam pelajaran
sejarah. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh
data yang seluas-luasnya baik secara formal maupun nonformal. Dalam
pelaksanaannya, wawancara banyak dilakukan pada saat proses belajar
mengajar berlangsung.
Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berupa petanyaan
kontemporer yang berhubungan dengan materi atau topik sejarah. Dari
memahami pembelajaran sejarah atau tidak, memberikan positif atau tidak
dan merasa termotivasi atau tidak.
3. Catatan Lapangan
Catatan lapangan dilakukan untuk mencatat hal-hal penting
berkaitan dengan proses maupun hasil yang dicapai dalam proses
pembelajaran. Dari hasil catatan lapangan peneliti (guru) dapat
mendiskusikan dengan observasi sebagai bahan refleksi untuk mengecek
kebenaran data.
Catatan lapangan merupakan salah satu cara pencatatan peneliti
atau observasi, refleksi dan reaksi dari masalah kelas.
4. Kamera Foto
Kamera foto dalam penelitian ini digunakan untuk merekam
kejadian pada pelaksanaan tindakan. Hasilnya berupa gambar atau foto
yang dapat dilampirkan dalam penelitian ini. Ada dua cara kategori foto
yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif. Menurut Moleong
(1) Foto yang dihasilkan orang dan (2) Foto yang dihasilkan oleh peneliti
sendiri (Bogdan dan Biklen. 1982:102).
Foto yang dihasilkan sendiri oleh peneliti sangat bermanfaat untuk
melengkapi sumber data. Pengambilan foto oleh peneliti dilakukan dengan
meminta bantuan orang lain.
5. Studi Literatur
yang terdapat hubungannya dengan masalah yang diteliti. Hal itu
bertujuan untuk memperoleh data tertulis yang sekiranya dapat
mendukung kebenaran data yang diperoleh melalui penelitian dan
menunjukkan pada kenyataan yang berlaku pada penelitian.
6. Tes
Tes hasil belajar yang diberikan kepada siswa berupa tes tertulis,
bentuk tes uraian atau jawaban singkat. Soal tes berkaitan dengan materi
yang diajarkan.
Pemberian tes diberikan pada awal (pretes) dan pada akhir
pembelajaran. Pretes diberikan secara lisan dengan maksud untuk
mengetahui tingkat pengetahuan atau pemahaman siswa terhadap konsep
yang berkaitan dengan materi yang diajarkan sebelum adanya tindakan,
Sedangkan postes diberikan setiap akhir pembelajaran dengan
tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan
tindakan.
Adapun penilaian yang diberikan kepada siswa, apabila seorang
siswa menjawab semua soal dengan benar, maka akan diberi skor 10 dari
jumlah soal yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SLBN-A Pajajaran Bandung
Jalan Pajajaran Nomor 50 Bandung. SLB ini merupakan pusat
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VII yang berjumlah 11
siswa yang terdiri dari 3 orang perempuan dan 8 laki-laki.
Sementara itu pemilihan kelas VII sebagai subjek penelitian
disebabkan beberapa hal:
a. Peneliti sebagai mahasiswa PLP di sekolah bersangkutan.
b. Terdapat hambatan visual pada siswa tunanetra untuk mengetahui
bukti-bukti peninggalan sejarah.
c. Belum adanya guru di SLBN-A Pajajaran Bandung yang
menggunakan metode sinektik dalam pembelajaran sejarah.
d. Berdasarkan pengamaatan awal, kelas VII memiliki potensi yang
cukup baik dalam pembelajaran sejarah tetapi potensi itu kurang digali.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pengajar di kelas tersebut adalah
dengan menerapkan metode sinektik.
C. Prosedur Penelitian
Agar penelitian yang dilakukan berjalan efektf dan efisien sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan, maka peneliti mengacu pada prosedur penelitian
yang terbagi ke dalam dua tahapan penelitian.
1. Pesiapan penelitian
Persiapan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
a. Mengajukan poposal pra penelitian pada tanggal 9 April 2008 kepada
b. Seminar penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 16 April 2008.
c. Mengajukan Surat Permohonan Penelitian kepada Rektor UPI melalui
jurusan, tanggal 05 Agustus 2008 yang ditandatangani oleh Ketua
Juusan Pendidikan Sejarah
d. Mengajukan Surat Pemohonan Izin Penelitian kepada fakultas disertai
dengan proposal penelitian pada tanggal 26 Juli 2008.
e. Mengajukan Surat Izin Penelitian kepada Badan Kesatuan Bangsa,
Perlindungan dan Pemberdayaan Masyaakat Kota Bandung untuk
mendapatkan Surat Izin Pengantar kepada Dinas Pendidikan Nasional
pada tanggal 10 Oktober 2008.
f. Melakukan penelitian di SLBN-A Pajajaran Bandung.
2. Pelaksanaan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Reseach (CAR) dengan
menggunakan model spiral yang dikembangkan oleh Hopkins. Pada setiap
siklus terdiri dari empat tahapan tindakan yang meliputi perencanaa
(plan), kemudian pelaksanaan (act) dan pengawasan (observe), yang
dilanjutkan refleksi (reflect).
DESAIN ALUR SIKLUS PENGEMBANGAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Dalam melakukan PTK diperlukan beberapa kali tindakan yang
sedikitnya terdiri dari 3 kali. Hal ini dilakukan karena peneliti bersama
guru kelas berupaya untuk memperoleh hasil yang optimal dengan cara Identifikasi Masalah
SIKLUS III
Pelaksanaan
Tindakan 3
Revisi RENCANA
Penyusunan Rencana Tindakan
SIKLUS I
Pelaksanaan
Tindakan 1
Revisi RENCANA
SIKLUS II
Pelaksanaan
Tindakan 2
Revisi
Dengan demikian, sedikitnya terdapat 2 keuntungan. Pertama, pada
akhir pelaksanaan PTK diperoleh suatu pola atau model desain PTK yang
efektif dan menjamin diperolehnya hasil yang lebih baik. Kedua, para
guru kelas memperoleh pengalaman pengetahuan dan keterampilan untuk
terus melaksanakan dan bahkan memungkinkan dapat mengembangkan
bidang lain.
Adapun langkah-langkah dalam PTK adalah sebagai berikut:
1. Orientasi
Banyak yang harus dipertimbangkan sebelum, sewaktu dan
selama memasuki lapangan. Peneliti memperhatikan dan mengamati
kegiatan siswa selama proses pembelajaran. Dari hasil pengamatan
tersebut dapat dilihat apa yang jadi pemasalahan yang timbul.
2. Perencanaan (Plan)
Perencanaan adalah tahapan selanjutnya setelah dilakukan
orientasi di dalam kelas. Peneliti merencanakan tindakan yang akan
diambil setelah mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan hasil
orientasi.
Perencanaan tindakan ini disusun dengan cermat dari tindakan
pertama evaluasi hingga refleksi dan seterusnya. Rencana tindakan
disusun secara efektif, partisipatif dan kolaboratf dengan cara
melakukan kesepakata bersama mengenai fokus observasi yang
meliputi aspek yang diamati, metode observasi, alat observasi dan cara
Pada tahap ini peneliti membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran beserta evaluasi proses pembelajaran dan menyususn
pedoman obsevasi sebagai alat untuk memperoleh data kegiatan
pembelajaran di dalam kelas. Proses pembuatan rencana pelaksanaan
pembelajaran dan pedoman observasi dilakuakan melalui konsultasi
dengan dosen pembimbing. Sedangkan tahap perencanaan dilakukan
melalui kerjasama antara peneliti dengan guru mitra.
3. Pelaksanaan (Act)
Pelaksanaan tindakan dimulai setelah rencana pelaksanaan
pembelajaran selesai disusun atau tahap ini merupakan tahap
diterapkannya perencanaan yang telah disusun.
Menurut Suhardjno (2008: 76), tahap pelaksanaan merupakan
penerapan strategi dan skenario pembelajaran. Peneliti mentaati apa
yang sudah dirumuskan dalam rancangan tetapi dalam pelaksanaannya
harus wajar tidak dibuat-buat.
4. Pengamatan (Observing)
Proses pengamatan dilakukan bersamaan dengan tahap
pelaksanaan atau dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan.
Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan dan mencatat semua
hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan
berlangsung. Poses pengamatan yang dilakukan peneliti yaitu mengisi
5. Refleksi
Refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang
perubahan yang terjadi baik baik pada siswa, suasana kelas maupun
guru. Pada tahap ini peneliti menjawab pertanyaan mengapa,
bagaimana dan sejauh mana intervensi menghasilkan perubahan
secara signifikan.
Refleksi dilakukan setelah melakukan analisis bersama
kolaborator mengenai kekurangan dan kelebihan belajar mengajar.
Dengan refleksi juga dilakukan perbaikan dan pengembangan untuk
melaksanakan tindakan berikutnya.
Menurut Hopkins dalam Arikunto (2008: 80) refleksi dalam
PTK mencakup analisis, sintesis dan penilaian terhadap hasil
pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat masalah dari
proses refleksi maka dilakukan poses pengkajian ulang, tindakan
ulang dan pengamatan ulang sehingga permasalahan dapat teratasi.
D. Validitas Data dan Analisis Data 1. Validitas Data
Validitas data merupakan langkah yang diambil peneliti untuk
menunjukkan ketepatan pengumpulan data atau data yang dikumpulkan
benar-benar sesuai dengan penelitian. Menurut Hopkins dalam
Wiriatmadja (2006: 168 171) bentuk validitas data dalam penelitian
a. Member check yaitu meninjau kembali kebenaran dan kesahihan data
penilaian dengan mengkonfirmasikannya kepada sumber data yaitu
guru dan siswa.
b. Triangulasi data yaitu memeriksa kebenaran data dengan
menggunakan sumber lain, misalnya membandingkan kebenaran data
dengan data yang diperoleh dari sumber lain (guru, guru lain dan
siswa) atau membandingkan data yang dikumpulkan melalui
wawancara dengan data yang diperoleh dengan observasi sampai
seterusnya sehingga dipeoleh derajat kepercayaa yang maksimal.
c. Audit trail yaitu mengecek keabsahan temuan penelitian beserta
prosedur dan metode pengumpulan datanya dengan
mengkonfimasikan buku-buku temuan yang telah diperikas dan di cek
kesahihannya kepad sumber data pertama guru dan siswa.
d. Berdasarkan acuan normatif praktis dan aturan teoitik yang telah
expert opinion yaitu dengan cara mengkonsultasikan hasil temuan
kepada para ahli. Dalam penelitian ini peneliti mengkonsultasikan
dengan pembimbing.
e. Interpretasi yaitu dilakukan untuk menafsirkan terhadap keseluruhan
temuan penelitian disepakati mengenai proses pembelajaran.
2. Analisis Data
Proses analisis data dilakuakn setelah pengumpulan data
analisis adalah yang secara bergantian dan berlangsung sejak awal. Jadi,
peneliti melakukan analisis data sejak pertama kali tahap awal penelitian.
Menurut Geofrrey E. Mills dalam Syaodih (2006: 156) beberapa
teknik analisis data adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi tema-tema. Dari data yang dikumpulkan secara
induktif dapat diidentifikasi tema-tema tertentu. Dari tema-tema kecil
dapat disimpulkan tema yang lebih besar.
b. Membuat kode pada hasil survei, interview dan angket. Untuk setiap
team atau kelompok data dapat dibuat kkode, umpamanya kode untuk
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
c. Mengajukan pertanyaan kunci seperti siapa, apa, dimana, kapan,
mengapa, dan bagaimana? Pertanyaan kunci dapat membantu
mensistematisasikan data, sehingga membentuk satu kesatuan yang
bermakna.
d. membuat review keorganisasian dari unit yang diteliti (sekolah).
Stringer menyarankan keoganisasian sebagai berikut: visi dan misi,
tujuan umum dan khusus, struktur oganisasi, pelaksanaan dan
masalah-masalah, isu-isu dan kepedulian dari para pelaku.
e. Membuat peta konsep. Memetakan secara visual faktor-faktor yang
terkait atau yang melatarbelakangi dan diakibatkan oleh suatu hal
seperti faktor-faktor yang melatarbelakangi dan diakibatkan oleh
f. Analisis faktor yang mendahului dan mengikuti . menganalisis
faktor-faktor yang mendahului mungkin juga menjadi penyebab dan yang
mengikuti atau diakibatkan oleh suatu hal, kegiatan atau masalah.
g. Membuat bentuk penyajian dari temuan. Temuan hasil penelitian
dapat disajikan dalam bentuk seperti tabel, grafik, peta dan bagian.
h. Mengemukakan hal-hal yang belum ditemukan. Bertolak dari data
yang telah ditemukan dapat diidentifikasi hal-hal yang belum
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pada awalnya, guru sejarah di SMPLBN-A Pajajaran Bandung tidak
membuat perecanaan pembelajaran. Ia akan membuat perencanaan ketika
ada pengawas dari Dinas Pendidikan atau perencanaan dibuat ketika
akhir semester dan akhir tahun. Hal ini mungkin karena, ia kurang
memahami pentingnya atau karena lingkungan dan pihak sekolah yang
kurang memahami pentingnya perencanaan pembelajaran. Setelah
mendapat penjelasan dari peneliti, sedikit banyak memahaminya dan
membuat RPP walaupun mungkin hanya sebatas untuk kepentingan
penelitian.
2. Setelah bertukar pikiran dan setelah dilakukan pendekatan-pendekatan
persuasif, guru mengawali pembelajaran sejarah tepat waktu dan selalu
melakukan apersepsi sebelum melanjutkan kepada materi berikutnya
sehingga tampak lebih komunikatif dengan siswa. Pada beberapa sesi
pembelajaran, terkadang ia memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya dan menanggapi pertanyaan. Dalam proses pembelajaran melalui
metode sinektik, siswa dibuat menjadi tiga kelompok kecil. Tampak
kreatifitas siswa dan suasana kelas mulai hidup. Terkadang siswa berani
mendiskusikan beberapa masalah dengan guru. Mereka pun berani tampil
untuk mempresentasikan hasil diskusi secara bergantian dalam setiap
kelompok selesai yang mana peran guru di sini sebagai moderator. Setelah
itu, guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah disampaikan,
memberikan tugas pada siswa, melakukan tes di setiap pertemuanya dan
yang sangat menggembirakan suasana kelas jauh lebih hidup dibandingkan
dengan sebelum diterapkannya metode sinektik.
3. Dari indikasi suasana kelas tersebut, berkorelasi dengan nilai test di akhir
pertemuannya terus meningkat, baik kemampuan kognitif maupun afektif
serta semakin eratnya interaksi sosial sesama siswa.
4. Sebenarnya kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran sejarah di
SMPLBN-A Pajajaran Bandung masih bersifat klasik. Di bawah ini
disebutkan beberapanya:
a. Kurangna sumber belajar siswa
b. Minimnya media yang tersedia
c. Guru yang memegang mata pelajaranya bukan dari jurusan yang
bersangkutan
d. Kondisi kelas yang kurang mendukung
e. Kurangnya motivasi dari guru
f. Banyak siswa yang bersifat ekstropet sehingga sulit untuk diberikan
jalan ke luarnya
Dengan metode sinektik yang dikembangkan beberapa kali dalam
proses pembelajaran sejarah, beberapa kendala di atas dapat di atasi. Karena
kegiatan pembelajaran lebih berorientasi kepada pengembangan kreatifitas
B. Saran
Setiap metode memiliki kekurangan di samping keunggulan. Begitu
juga dengan metode sinektik yang diterapkan pada siswa kelas VII SMPLB
Pajajaran Bandung. Metode ini memerlukan waktu cukup lama dalam
merubah tatanan yang telah ada sebelumnya. Metode ini mungkin bisa dipakai
alternatif dari sekian banyak metode lainnya dalam pembelajaran sejarah.
Tentu masih banyak kekurangan yang ada dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, diperlukan tindak lanjut dari berbagai pihak agar penelitian
ini mencapai hasil yang lebih baik. Dalam hal ini diperlukan keterlibatan
pihak sekolah, guru, pemerintah dan masyarakat demi meningkatkan:
1. Propesionalisme guru
2. Penyedian sumber belajar yang memadai
3. Suasana sekolah yang kondusif
4. Inovasi dan penelitian pembelajaran di sekolah
5. Lingkungan sekolah yang mendukung kegiatan pembelajaran
siswa
B. Penutup
Demikian penulisan skripsi ini, semoga bermanfaat bagi pembaca dan
berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan, terutama menjadi inspirasi
bagi peneliti selanjutnya.
Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini menjadi salah satu
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. (1990). Pengembangan Penelitian Kualitatif. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh ( YA3 Malang).
Arikunto, Suharsimi. (1997). Prosedur Penelitin: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
B. Uno, Hamzah. (2008). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar
yang Kreatif dan efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Dahlan, M.D. (1990). Model-Model Mengajar. Bandung: Dipenogoro.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Gaffar, Mohamad Fakri. (2002). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Gunawan, Iwan. (2005). Penerapan Strategi Pakem dengan Model Pembelajaran
Langsung untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Skripsi). Bandung:
UPI.
Hosni, Irham 1996, Orientas & Mobilitas. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi
Joyce, Bruce dan Marsha Weil. (1986). Models of Teaching. New Jersey: Englewoods Cliffs.
Kurniawan, Iwan. (2005). Pemantapan Model Sinektik dalam Pembelajaran
Membaca Pemahaman (Tesis). Bandung: UPI.
Mulyati, Lilis. (2002). Penerapan Metode Pembelajaran Sinektik dalam
Mengapresiasi Drama untuk Mengembangkan Kreatifitas Berfikir dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Tesis). Bandung: UPI.
Sagala, Syaiful. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Prakteknya. Jogjakarta: Bumi Aksara.
Subana dan Sudrajat. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Penelitin Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D). Bandung: Alfabeta.