• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI METODE SINEKTIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH:Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VII SMPLB Negeri Padjajaran Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI METODE SINEKTIK DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH:Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VII SMPLB Negeri Padjajaran Bandung."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ...5

C. Tujuan Penelitian ...7

D. Manfaat Penelitian ...7

E. Klarifikasi Konsep ...8

F. Langkah-Langkah Pembelajaran Sejarah ...17

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian dan Ruang Lingkup Metode Sinektik ...21

B. Karakteristik dan Metode Sinektik... ...24

C. Jenis-Jenis Metode Sinektik... ...27

D. Manfaat Metode Sinektik ...29

E. Keunggulan dan Kelemahan Metode Sinektik ...30

F. Tahapan-Tahapan Penerapan Metode Sinektik ...33

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan, Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...36

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ...40

C. Prosedur Penelitian ...41

D. Validitas Data dan Anlalisis Data ...46

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian dan Pembahasan... ...50

B. Deskripsi Hasil Temuan ...54

C. Penerapan Metode Sinektik dalam Pembelajaran Sejarah ...89

D. Peningkatan Kemampuan Siswa Setelah Menggunakan Metode Sinektik ...92

E. Pembahasan ...95

BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan ...98

B. Saran ...100

C. Penutup ...100

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran sejarah dewasa ini lebih berorientasi kepada penyampaian

pengetahuan (transfer of knowledge) dari guru kepada peserta didik.

Konsekwensinya, guru berperan sebagai pusat kegiatan belajar, sementara

siswa sebagai peserta pasif yang hanya menerima materi.

Dalam posisinya sebagai penyampai materi, guru kurang peka terhadap

perkembangan masyarakat sehingga materi pembelajaran seringkali lepas dari

konteks dan situasi nyata dalam lingkungan sosial siswa. Hal ini terjadi karena

pembelajaran sejarah di sekolah, baik sebagai sebuah disiplin ilmu maupun

sebagai bagian dari rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial lebih menekankan pada

pewarisan nilai (perenialisme) dan pendekatan disipliner.

Pembelajaran sejarah yang lebih menekankan kepada aspek kognitif ini

mengakibatkan kesenjangan antara peristiwa masa lalu dengan situasi masa

kini. Dengan demikian, sejarah hanya diletakan dalam konteks jamannya,

tidak mampu melintasi waktu, ruang geografis serta kondisi sosial budaya

Pendekatan konvensional ini diikuti penerapannya dalam pembelajaran

di kelas yang bersifat intruksional. Akhirnya, keberhasilan belajar siswa

diukur atau dievaluasi secara kuantitatif untuk mengetahui aspek kognitif atau

pengetahuan yang telah diserap; bukan pada aktifitas dalam proses

(3)

Pendekatan ini menyebabkan peserta didik tidak memiliki kesempatan

untuk memaknai materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari atau

masalah-masalah sosial yang dihadapi.

Padahal pembelajaran sejarah juga diharapkan dapat membangun

persepsi dan cara pandang siswa mengenai materi yang dipelajari,

mengembangkan masalah baru dan membangun konsep-konsep baru dengan

menggunakan evaluasi yang dilakukan pada saat KBM berlangsung (Nana

Supriatna, . 2007:17)

Salah satu metode pembelajaran sejarah yang dipandang dapat

mencapai tujuan di atas, adalah sebuah metode yang menggunakan model

berpikir sinektik yang dikenalkan oleh William J.J. Gordon (M.D. Dahlan

[Eds.], 1990: 87)

Berpikir sinektik adalah proses menemukan pertalian dari segala hal

yang tidak diketahui sebelumnya atau bahkan bertentangan. Ia meliputi

berbagai upaya mengkoordinasikan segala sesuatu ke dalam suatu struktur

baru agar ditemukan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Dengan kata

lain berpikir sinektik adalah proses identifikasi segala hal yang tidak diketahui

sebelumnya untuk dicari jalan keluarnya, dibuat dugaan-dugaan atau hipotesa

(www.lovinlearning.org/heroes/Synectics/What_is_Synectics.htm).

Dalam tataran praktis dan aplikatif, aktifitas sinektik bersifat metaporik

dengan menemukan analogi-analogi yang dengan sendirinya kreatifitas

(4)

Model pembelajaran seperti ini mengajak siswa untuk menjiwai dan

menghayati sejumlah pengetahuan ke dalam ranah afeksi sehingga terjadi

proses persepsi dan penghayatan yang mendorong siswa memaknai setiap

pengalaman pembelajaran sejarah.

M.D. Dahlan (Eds.1990: 90) menyebutkan bahwa aktifitas metaporik

yang merupakan ciri inheren dari teori sinektik ini akan membantu peserta

didik untuk dapat menghubungkan ide-ide dari hal-hal yang telah dikenalnya

menuju ke hal-hal yang baru atau dari suatu perspektif baru ke hal yang

dikenal. Strategi sinektik menurutnya, mempergunakan aktifitas metaporik

yang terencana, dan memberikan struktur langsung yang mana individu bebas

mengembangkan imajinasi, afeksi dan pemahaman mereka ke dalam

pengalaman sehari-hari

Sebagai gambaran aplikatif dalam KBM dapat dikemukakan fakta

historis berupa penderitaan masa penjajahan dengan analogi seekor kucing

yang dikurung, disiksa dan tidak diberi makan oleh pemiliknya. Pertama, guru

mendeskripsikan penderitaan nenek moyang di masa penjajahan. Ke-dua,

siswa disuruh untuk mengidentifikasi dan membayangkan hal apa saja yang

dialami binatang tersebut (analogi langsung). Dalam hal ini guru dapat menilai

hasil identifikasi siswa; mana yang relevan dan yang tidak relevan. Guru juga

dapat menambahkannya bila dipandang perlu.

Ke-tiga, agar siswa dapat lebih berempati, guru dapat menyuruh siswa

menjadi analog personal. Guru dapat menyuruh, misalkan: “Anggaplah kalian

(5)

Selanjutnya, murid berimajinasi dan mengidentifikasi hal apa saja yang

mungkin dialami dan diraskan.

Ke-empat, guru juga dapat menyuruh siswa untuk mengidentifikasi

objek yang menjadi kebalikan dari masa penjajahan, misal masa kemerdekaan

(analogi pertentangan). Hal ini dimaksudkan agar lebih menekankan dan

melibatkan aspek emosional siswa.

Dalam contoh di atas peserta didik dituntut untuk memberikan batasan

karakteristiknya dan disempurnakannya dalam sebuah konsep. Dalam contoh

ini, mereka diharapkan menemukan konsep penjajahan dan

menginternalisirnya ke dalam ranah afeksinya melalui analogi yang relatif

mudah diketahui, seperti contoh seekor kucing yang disiksa tersebut. Agar

lebih membangkitkan emosional peserta didik, seperti dalam contoh di atas,

guru menyuruh para siswanya “menjadi” analog yang berperan langsung

(analogi personal).

Contoh di atas dapat menstimulus peserta didik untuk menemukan sisi

persamaan dan perbedaannya. Mereka dituntut untuk bersifat analitis dan

melakukan konvergensi yang mendorong energi kreatif untuk membangkitkan

aspek afeksi, merasa lebih bebas, lebih berperan serta saling memahami satu

dengan yang lainnya.

Selanjutnya dari pengalaman sinektis di atas, siswa akan memiliki

integritas, berjiwa sosial tinggi, bertanggung-jawab, kreatif, mandiri dan

(6)

Namun penerapan metode ini dalam proses KBM di Indonesia masih

terhitung langka. Hal ini bukan hanya karena kurangnya sosialisasi tetapi juga

menyangkut berbagai faktor, seperti beban guru untuk mengejar target

kurikulum dan guru yang selalu menjadi pusat kegiatan belajar. Guru merasa

dirinya hanya merupakan penyampai bahan pelajaran dan bukan sebagai

fasilitator yang membuat siswa belajar.

Pandangan ini juga diperburuk dengan beredarnya buku-buku sumber

sejarah yang berusaha menjadi buku pegangan yang paling lengkap dengan

memuat sebanyak mungkin fakta-fakta sejarah. Guru seringkali memilih buku

sumber pegangan siswa yang relevan dengan dokumen kurikulum yang

dikeluarkan pemerintah. Mereka menganggap bahwa semua uraian materi

tersebut harus disampaikan kepada siswanya hingga selesai melalui KBM di

kelas.

Dengan demikian, kurangnya sosialisasi metode sinektik ini juga

disebabkan oleh lingkungan dan tuntutan kurikulum serta sistem yang selama

ini dianut oleh dunia pendidikan.

Berangkat dari karakteristik teori sinektik di atas, penulis

menawarkannya sebagai salah satu metode pembelajaran sejarah dengan

harapan dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Lebih jauhnya, siswa dapat

dipandang sebagai individu yang mandiri, memiliki potensi belajar,

pengembang ilmu dan kemampuan memecahkan suatu permasalahan (problem

(7)

Manfaat lain dari metode sinektik adalah dapat membentuk kreatifitas

individu dan kelompok. Pengalaman sinektik dapat menumbuhkan jiwa sosial

para siswa. Mereka belajar bersama dengan melihat bagaimana

rekan-rekannya bereaksi kepada suatu ide atau masalah. Hal ini akan menyebabkan

setaiap individu berpartsipasi dalam suasana belajar yang menyenangkan.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Untuk membatasi pemasalahan penelitian maka difokuskan penelitian

ini pada rumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah implementasi metode sinektik dalam pembelajaran sejarah di

SMPLBN-A Pajajaran Bandung?”

Untuk merinci masalah maka dirumuskan pertanyaan-pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana guru sejarah membuat perencanaan pembelajaran metode

sinektik di SMPLBN-A Pajajaran Bandung?

2. Bagaimana guru sejarah melaksanakan tahapan pembelajaran metode

sinektik di SMPLBN-A Pajajaran Bandung?

3. Bagaimana hasil pelaksanaan pembelajaran metode sinektik di

SMPLBN-A Pajajaran Bandung?

4. Apa saja kendala yang dihadapai dan cara mengatasinya dalam

pelaksanaan pembelajaran metode sinektik di SMPLBN-A Pajajaran

(8)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini secara umum untuk mendapatkan

gambaran implementasi metode sinektik dalam pembelajaran sejarah di

SMPLBN-A Pajajaran Bandung.

Sedangkan secara khusus adalah:

1. Untuk mendapatkan gambaran spesifik mengenai perencanaan

pembelajaran metode sinektik di SMPLBN-A Pajajaran Bandung.

2. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pembelajaran metode sinektik

di SMPLBN-A Pajajaran Bandung.

3. Untuk mengetahui hasil pelaksanaan pembelajaran metode sinektik di

SMPLBN-A Pajajaran Bandung

4. Untuk mendapatkan gambaran mengenai upaya mengatasi kendala yang

dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran metode sinektik di

SMPLBN-A Pajajaran Bandung.

D. Manfaat Penelitian

1. Dari sisi kajian ilmiah, sebagai suatu masukan mengenai pelaksanaan

pembelajaran sejarah di SMPLBN-A Pajajaran Bandung, melalui metode

sinektik yang selanjutnya dapat dirumuskan mengenai aspek-aspek

penting dalam pedoman pembelajaran sejarah di SMPLBN-A Pajajaran

Bandung.

2. Bagi guru, sebagai gambaran dalam meningkatkan kualitas pembelajaran

(9)

3. Bagi Peneliti, dapat memberikan satu jawaban mengenai permasalahan

penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran sejarah di SMPLBN-A

Pajajaran Bandung.

E. Klarifikasi Konsep 1. Metode Sinektik

Sinektik secara bahasa berasal dari kata synectikos (Yunani) yang

berarti bringing forth together (menjadi bersama-sama) atau bringing

different things into unified connection (menggiring berbagai hal yang

beragam ke dalam kesatuan yang berhubungan).

Sinektik adalah sebuah teknik penyelesaian masalah yang sering

dipakai dalam kelompok. Teknik ini diperkenalkan pertama kali oleh

William Gordon pada tahun 1961 untuk keperluan pengembangan

aktivitas kelompok dalam organisasai industri lewat buku karangannya,

Synectics.

(www.amazon.com/Synectics-Developmnet-Creative-William-Gordon).

Dalam tataran praktis dan aplikatif, aktifitas sinektik bersifat

metaporik dengan menemukan analogi-analogi yang dengan sendirinya

kreatifias menjadi suatu yang disadari. Metapora-metapora membentuk

hubungan persamaan serta membedakan obyek atau ide yang satu dengan

yang lainnya (M.D. Dahlan [Eds.], 1990: 89).

Dalam PBM, sinektik membantu kreativitas dengan rekayasa

(10)

satu topik yang dibahas melalui pengungkapan secara teori dan praktek

baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Siswa Tunanetra adalah siswa yang mengalami hambatan dalam

penglihatan dengan visus 1/6 pada jenjang SMPLB (Irham Hosni, 1990:

23)

2. Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Belajar

Banyak ahli mengemukakan berbagai pendapatnya yang

berlainan tentang pengertian belajar sesuai dengan pandangan dan

pemahaman yang dimilikinya. Berdasarkan sudut pandang yang

berlainan itulah muncul berbagai batasan pengertian belajar yang

cukup beragam. Winkel ( 1984 ) dalam Aam ( 2005 : 8 0

mengemukakan bahwa : “ Belajar adalah suatu aktivitas mental (

psikis ) individu yang berlangsung dalam interaktif aktif dengan

lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap.”

Sedangkan moh. Surya ( 1979 ) dalam Aam ( 2005 : 8 )

berpendapat bahwa : “ Belajar merupakan proses usaha yang

dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang baru

secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya.”

Lebih lanjut Gagne dalam ( Dimyati dan Mudjiono, 2002 : 10 )

(11)

dengan hasil belajar berupa kapabilitas dan setelah belajar seseorang

akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap serta nilai yang

dipengaruhi oleh stimulasi lingkungan dan proses kognitif yang

dilakukan oleh pembelajar.

Dari berbagai pandangan yang telah dikemukakan oleh

beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan tentang pengertian belajar.

Belajar adalah suatu peroses yang menyebabkan perubahan perilaku

pada diri siswa atau individu yang tercermin dari hasil belajarnya, yang

meliputi aspek pengetahuan ( kognitif ), keterampilan ( psikomotorik ),

serta nilai dan sikap ( afektif ) yang dipengaruhi oleh stimulasi

lingkungan dan pengalaman-pengalaman belajar yang dialami oleh

individu tersebut.

b. Pembelajaran

Istilah belajar amat erat kaitannya dengan pembelajaran.

Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya mengorganisasi

lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik

Oemar Hamalik ( 1999 : 57 ) memandang pembelajaran

sebagai suatu kombinasi yang tersusun dari unsur-unsur manusiawi,

material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Selanjutnya, Hamalik (1999: 57) menyebutkan ciri-ciri dari

(12)

c ) adanya kesalingtergantungan antara unsur-unsur pembelajaran yang

serasi dalam suatu keseluruhan .

Sedangkan Sudjana ( 1993 : 5-6 ) mengemukakan bahwa

pembelajaran diartikan sebagai upaya yang sistematis dan disengaja

untuk menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar-mengajar,

dalam kegiatan ini terjadi interaksi antara dua pihak yaitu antara

peserta didik ( warga belajar ) yaitu melakukan kegiatan belajar

dengan pendidik ( sumber belajar ) yang melakukan kegiatan mengajar

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pembelajaran

mengadung hal-hal pokok yaitu a) adanya rencana yang sistematis dan

disengaja mengenai penciptaan kondisi-kondisi yang memunkinkan

siswa untuk belajar, (b) adanya tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai dan telah ditetapkan sebelumnya, (c) adanya saling

ketergantungan antara unsur-unsur dalam pembelajaran yang

ditunjukan dengan adanya interaksi antara unsur-unsur tersebut.

Prinsipnya pembelajaran merupakan perbuatan untuk merubah

tingkah laku seseorang .

c. Aktvitas Belajar Siswa

Aktivitas belajar adalah melakukan kegiatan belajar sehingga

aktipitas belajar merupakan prinsip penting pada produk belajar

seseorang yang disebut dengan hasil belajar. Aktivitas belajara siswa

(13)

(psikis). Uzer Usman (1995) mengkategorikan bahwa aktivitas belajar

siswa dapat digolongkan kedalam beberapa hal yaitu:

1. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca grapik, menulis

data percobaan, melakukan eksperimen dan demontrasi percobaan.

2. Aktivitas lisan (oral activities) seperti menceritakan prinsip kerja

roaller coaster, bertanya jawab serta berdiskusi mengenai konsep

usaha dan energi.

3. Aktivitas mendengarkan (listening acvities) seperti mendengarkan

orang lain berbicara.

4. Aktivitas gerak (motor activities) seperti mengukur panjang dan

membuat alat percobaan.

5. Aktivitas menulis (writing activities) seperti merangkum konsep

usaha dan energi, membuat laporan percobaan dan menulis buku

pelajaran.

Jadi dengan mengklasifikasikan aktivitas seperti diuraikan di

atas, menunjukan bahwa aktivitas belajar itu cukup kompleks,

bervariasi dan menuntut adanya kerjasama serta peran aktif pembelajar

sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

d. Strategi Pembelajaran

Salah satu faktor pendukung dalam pencapaian hasil belajar

agar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang di harapkan ialah dengan

(14)

Reber (1988) dalam (Syah , 1995 : 214) dikemukakan bahwa

strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan yang terdiri atas

seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan

pembelajaran.

Selanjutnya Michael J.Lawson dalam (Syah,1995 :214)

mengemukakan bahwa strategi pembelajaran merupakan prosedur

mental yang berbentuk tatanan langkah yang menggunakan upaya

ranah cipta untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka dapat

diartikan bahwa strategi pembelajaran merupakan sejumlah langkah

yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pembelajaran

tertentu. Zamroni dalam (Setiawan , 2004 :1-2) mengemukakan bahwa

paradigma pembelajaran yang diharapkan untuk dikembangkan saat ini

merupakan pembelajaran yang memiliki ciri- ciri sebagai berikut :

1. Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning)

daripada pengajaran (teaching).

2. Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel.

3. Pendidikan berperan untuk membelajarkan siswa dengan guru

berperan sebagai fasilitator.

4. Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan da

senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.

Mencermati perkembangan pembelajaran saat ini dan untuk

(15)

pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM)

dalam kegiatan pembelajaran. Strategi pembelajaran PAKEM

merupakan strategi pembelajaran terpadu yang mengguanakan

strategi, metoda, pendekatan dan teknik pengajaran terpadu yang

dirancang sedemikian rupa baik prosedur maupun tujuan

pembelajarannya sehingga dapat terlaksana dan tercapai dengan baik

(Setiawan, 2004 : 4)

e. Hasil Belajar

Dalam kegiatan belajar, berhasil tidaknya proses yang telah

dilakukan seseorang dapat dilihat dari hasil yang telah dicapai dalam

belajar, yaitu berupa hasil belajar.

Abin Samsudin (1987:133) dalam Gunawan (2000:11)

mengemukakan seseorang dapat dinyatakan berhasil dalam

pembelajaran, kalau ia telah mengalami perubahan setelah terjadi

proses pembelajaran tersebut pada prilaku dan perubahan seperti apa

yang diharapkan guru.

Senada dengan Abin di atas, Nana Sujana (1999:3)

mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan kemajuan-kemajuan

yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Untuk mengetahui sejauh mana kemajuan yang diperoleh siswa

ini dapat diketahui dari evaluasi belajar. Evaluasi hasil belajar ini

(16)

hasil belajar ini haruslah mencakup ranah-ranah yang terkandung

dalam tujuan pembelajaran.

Sedangkan ranah-ranah yang menjadi tujuan pendidikan, secara

umum dikategorikan ke dalam kognitif afektif dan psikomotor (Davies

dalam Dimiati dan Mudjiono: 201-202

f. Asal Kata Sejarah

Perkataan sejarah mula-mula berasal dari bahasa Arab

“syajaratun” (baca: syajarah) artinya pohon kayu. Pohon

menggambarkan pertumbuhan terus menerus dari bumi ke udara dengan

mempunyai cabang, dahan dan daun, kembang atau bunga serta

buahnya.

Memang di dalam kata sejarah itu tersimpan makna pertumbuhan

atau kejadian (Yamin, 1985: 4) begitulah sejarah yang berarti pohon,

juga berarti keturunan, asal-usul atau silsilah. Orang yang sudah lama

berhubungan dengan ilmu sejarah, termasuk mereka yang

mempelajarinya dengan agak mendalam, arti kata syajarah tidak sama

dengan sejarah akan tetapi kedua perkataan itu berhubungan satu dengan

yang lain (Ismaun: 1992: 3).

3. Pengertian Siswa Tunanetra

Tunanetra berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata,

yaitu “tuna” yang berarti kurang, dan “netra” yang berati mata atau

penglihatan. Jadi istilah “tunanetra” diartikan sebagai “kurang penglihatan”,

(17)

kurang berfungsi sebagaimana mestinya sehingga mengakibatkan timbulnya

kesulitan atau hambatan dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.

Kondisi seperti ini disebabkan oleh adanya gangguan secara nyata pada

organ mata dan atau syarafnya.

Oleh karena itu, istilah lain untuk tunanetra adalah “gangguan

penglihatan” yang sering digunakan dalam literatur berbahasa asing dengan

istilah “visual impairment”. Jadi istilah “siswa tunanetra” di Indonesia”

sama dengan istilah yang digunakan dalam berbagai literatur asing, yaitu

“children with visual impairment” sehingga diartikan siswa yang

mengalami gangguan penglihatan.

Sementara itu, Nesker Simmons, dkk. (Asep A. Sopyan, 2006: 26)

mengklasifikasikan gangguan penglihatan ke dalam: (a) Totally blind, yaitu

tidak dapat membedakan terang dari gelap; (b) Light perception dapat

membedakan terang dari gelap; (c) Form or motion perception dapat melihat

bentuk atau gerakan pada jarak beberapa kaki; (d) Guiding vision memiliki

cukup penglihatan untuk membantu siswa dalam berpindah tempat

(bergerak).

Dari kedua definisi di atas dapat dijelaskan bahwa tunanetra atau

gangguan penglihatan diklasifikasikan berdasarkan dua aspek, yaitu aspek

medis yang didasarkan pada pengukuran, dan aspek fungsional yaitu

(18)

Jadi definisi siswa tunanetra dari aspek pendidikan adalah siswa yang

mengalami gangguan penglihatan sedemikian rupa yang mengakibatkan

mereka mengalami kesulitan atau hambatan dalam proses pendidikannya,

sehingga memerlukan tulisan Braille bagi yang buta dan tulisan yang dicetak

tebal atau diperbesar atau menggunakan alat bantu khusus bagi yang masih

memiliki sisa penglihatan. Perlu ditambahkan pula bahwa siswa tunanetra

juga merupakan bagian dari istilah siswa kebutuhan khusus yang sekarang

sedang trend digunakan oleh para ahli pendidikan luar biasa.

G. Langkah-Langkah Pembelajaran Sejarah

Dalam kegiatan proses belajar-mengajar metode pembelajaran

sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan keberhasilan dari kegiatan

belajar-mengajar salah satinya ditentukan oleh kreativitas guru dalam

mengembangkan materi pembelajaran dengan metode yang tepat dan cocok

bagi peserta didik. Sehingga tujuan yang hendak dicapai lebih mudah

diterima dan menjadi tolak ukur keberhasilan dari sebuah pembelajaran.

Metode sinetik merupakan bagian dari sekian banyak metode dalam

dunia pendidikan yang diharpkan menjadi alternatif bagi guru dalam

menyampaikan materi ajarnya kepada peserta didik. Diharapkan dengan

metode ini tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal.

Selain dari itu, manfaat metode ini juga diharapkan dapat

meningkatkan pemahaman dan kreativitas peserta didik dalam menghadapi

(19)

metode ini menuntut peran pendukung di antaranya lingkunagn belajar yang

kondusif dan fasilitas yang memadai guru.

Secara lebih kongkrit, langkah-langkah yang akan dilakukan pada saat

penerapan metode sinetik dalam pembelajaran sejarah adalah:

1. Pertemuan ke-1

a. Guru menyajikan informasi tentang topik yang akan dibahas

b. Guru menjelaskan materi yang telah diinformasikan pada pertemuan

sebelumnya.

c. Guru meminta siswa untuk menganalogikannya.

d. Para siswa memberikan hasil analoginya secara langsung di dalam

kelas secara sendiri-sendiri.

2. Pertemuan ke-2

Setelah mendapatkan gambaran situasi dan kondisi kelas dari

pertemuan pertama, maka guru melakukan pengelolaan kelas sebagai

berikut:

a. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3

sampai 4 orang.

b. Setiap kelompok kecil diberikan permasalahan yang sama oleh guru.

c. Setiap siswa berdiskusi dengan anggota kelompoknya yang telah

ditetapkan sebelumnya atas permasalahan yang diberitahukan

(20)

3. Pertemuan ke-3

Langkah-langkah pembelajaran dalam pertemuan ini sebagai

berikut:

a. Guru meminta siswa memberikan tanggapan terhadap representasi dari

kelompok lain.

b. Guru memberikan arahan kepada setiap kelompok dalam mengerjakan

tugas yang diberikan oleh guru

c. Guru memberikan penguatan terhadap materi yang disampaikan

kepada siswa yang berbentuk tugas yang didiskusikan melalui

kelompok kecil.

d. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang didiskusikan

sekaligus memberikan penguatan atas tanggapan dari siswa.

4. Pertemuan ke-4

Begitupun pada pertemuan ini tidak jauh berbeda dengan

pertemuan-pertemuan sebelumnya, tapi lebih dititikberatkan kepada

hal-hal berikut:

a. Pada pertemuan ini setiap kelompok membandingkan permasalahan

yang diberikan sebelumnya dengan permasalahan sekarang

b. Setiap kelompok mendiskusikan dengan anggota kelompoknya atas

permasalahan yang diberikan oleh guru.

c. Selama berlangsungnya diskusi kelompok guru berperan sebagai

(21)

d. Hasil diskusi kelompok kecil dipresentasikan oleh setiap anggota

kelompoknya.

5. Pertemuan ke- 5

Pada pertemuan ini guru memberi penekanan terhadap daya pikir

kreatif siswa melalui:

a. Pada setiap pertemua guru memberikan permasalahan yang

berbeda-beda.

b. Pada pertemuan ini guru memberikan permasalahan berbeda-beda pada

setiap kelompok.

c. Guru meminta siswa untuk menganalisis permasalahan yang diberikan

guru.

d. Setiap siswa diharuskan mengkritisi setiap presentasi oleh kelompok

lainnya.

e. Guru meminta siswa memberikan solusi dari setiap permasalahan yang

diberikan.

f. Guru bersama siswa menyimpulkan permasalahan yang didiskusikan

(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode, dan Teknik Pengumpulan Data

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.

Menurut Syaodih (2006: 60), penelitian kualitatif ditujukan untuk

mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,

sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun

kelompok.

Mengingat bentuk dari penelitian besifat reflektif dalam rangka

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran

sejarah, maka metode yang tepat untuk melakukan penelitian ini adalah

metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research

(CAR).

Metode ini didasarkan pada pemikian bahwa guru mengenal keadaan

kelasnya sehingga dapat melakukan penelitian secara langsung untuk

memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan

permasalahan yang ada.

PTK merupakan aktifitas pencermatan terhadap suatu proses

pembelajaran dengan melakukan tindakan yang disengaja atau terencana

sesuai dengan permasalahan yang ada. Hal ini disebabkan karena penelitian

tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian

(23)

disiplin inkuiri atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang

terjadi sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.

(Hopskin dalam Wiraatmaja, 2006: 11)

Pemilihan metode ini juga berguna untuk memperoleh infomasi yang

lebih mendalam dengan melakukan tindakan yang sesuai dengan

permasalahan yang ada. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas ini sendiri

ditujukan untuk perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran secara

berkesinambungan yang pada dasarnya untuk meningkatkan profesionalitas

kependidikan.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian

ini diuraikan dalam rincian berikut.

1. Observasi

Observasi dalam sebuah penelitian dapat dilakukan secara

partisipatif dan nonpartisipatif. Menurut Sukmadinata (2006: 20)

observasi partisipatif (Participaty Obsevation) pengamat ikut seta dalam

kegiatan yang sedang belangsung, pengamat ikut serta sebagai rapat atau

peserta pelatihan, sedangkan observasi nonpatisipatif (nonparticipaty

observation) pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan

mengamati kegiatan atau tidak ikut dalam kegiatan.

Observasi dalam penelitian ini dilakukan sebagai salah satu alat

yang digunakan dalam proses pengumpulan data. Observasi dibuat oleh

(24)

pembelajaran di kelas, suasana kelas, pengelolaan kelas, hubungan

interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa dan lain-lain.

Observasi memuat secara deskriptif berbagai kegiatan, suasana

kelas, iklim sekolah, kepemimpinan, berbagai bentuk interaksi sosial.

Kemudian catatan lapangan melalui observasi dilakukan selama proses

pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengamati aktivitas guru

dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas.

2. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara melakukan tanggung-jawab antara penanya (interviwer)

dengan responden (interviwee). Untuk memperoleh data, peneliti

melakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran sejarah dan

siswa-siswi di kelas VII SMPLBN-A Pajajaran Bandung.

Wawancara terhadap siswa dilakukan untuk memperoleh

tanggapan mereka terhadap proses belajar mengajar dalam pelajaran

sejarah. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk memperoleh

data yang seluas-luasnya baik secara formal maupun nonformal. Dalam

pelaksanaannya, wawancara banyak dilakukan pada saat proses belajar

mengajar berlangsung.

Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berupa petanyaan

kontemporer yang berhubungan dengan materi atau topik sejarah. Dari

(25)

memahami pembelajaran sejarah atau tidak, memberikan positif atau tidak

dan merasa termotivasi atau tidak.

3. Catatan Lapangan

Catatan lapangan dilakukan untuk mencatat hal-hal penting

berkaitan dengan proses maupun hasil yang dicapai dalam proses

pembelajaran. Dari hasil catatan lapangan peneliti (guru) dapat

mendiskusikan dengan observasi sebagai bahan refleksi untuk mengecek

kebenaran data.

Catatan lapangan merupakan salah satu cara pencatatan peneliti

atau observasi, refleksi dan reaksi dari masalah kelas.

4. Kamera Foto

Kamera foto dalam penelitian ini digunakan untuk merekam

kejadian pada pelaksanaan tindakan. Hasilnya berupa gambar atau foto

yang dapat dilampirkan dalam penelitian ini. Ada dua cara kategori foto

yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif. Menurut Moleong

(1) Foto yang dihasilkan orang dan (2) Foto yang dihasilkan oleh peneliti

sendiri (Bogdan dan Biklen. 1982:102).

Foto yang dihasilkan sendiri oleh peneliti sangat bermanfaat untuk

melengkapi sumber data. Pengambilan foto oleh peneliti dilakukan dengan

meminta bantuan orang lain.

5. Studi Literatur

(26)

yang terdapat hubungannya dengan masalah yang diteliti. Hal itu

bertujuan untuk memperoleh data tertulis yang sekiranya dapat

mendukung kebenaran data yang diperoleh melalui penelitian dan

menunjukkan pada kenyataan yang berlaku pada penelitian.

6. Tes

Tes hasil belajar yang diberikan kepada siswa berupa tes tertulis,

bentuk tes uraian atau jawaban singkat. Soal tes berkaitan dengan materi

yang diajarkan.

Pemberian tes diberikan pada awal (pretes) dan pada akhir

pembelajaran. Pretes diberikan secara lisan dengan maksud untuk

mengetahui tingkat pengetahuan atau pemahaman siswa terhadap konsep

yang berkaitan dengan materi yang diajarkan sebelum adanya tindakan,

Sedangkan postes diberikan setiap akhir pembelajaran dengan

tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan

tindakan.

Adapun penilaian yang diberikan kepada siswa, apabila seorang

siswa menjawab semua soal dengan benar, maka akan diberi skor 10 dari

jumlah soal yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SLBN-A Pajajaran Bandung

Jalan Pajajaran Nomor 50 Bandung. SLB ini merupakan pusat

(27)

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VII yang berjumlah 11

siswa yang terdiri dari 3 orang perempuan dan 8 laki-laki.

Sementara itu pemilihan kelas VII sebagai subjek penelitian

disebabkan beberapa hal:

a. Peneliti sebagai mahasiswa PLP di sekolah bersangkutan.

b. Terdapat hambatan visual pada siswa tunanetra untuk mengetahui

bukti-bukti peninggalan sejarah.

c. Belum adanya guru di SLBN-A Pajajaran Bandung yang

menggunakan metode sinektik dalam pembelajaran sejarah.

d. Berdasarkan pengamaatan awal, kelas VII memiliki potensi yang

cukup baik dalam pembelajaran sejarah tetapi potensi itu kurang digali.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pengajar di kelas tersebut adalah

dengan menerapkan metode sinektik.

C. Prosedur Penelitian

Agar penelitian yang dilakukan berjalan efektf dan efisien sesuai dengan

tujuan yang telah ditetapkan, maka peneliti mengacu pada prosedur penelitian

yang terbagi ke dalam dua tahapan penelitian.

1. Pesiapan penelitian

Persiapan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

a. Mengajukan poposal pra penelitian pada tanggal 9 April 2008 kepada

(28)

b. Seminar penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 16 April 2008.

c. Mengajukan Surat Permohonan Penelitian kepada Rektor UPI melalui

jurusan, tanggal 05 Agustus 2008 yang ditandatangani oleh Ketua

Juusan Pendidikan Sejarah

d. Mengajukan Surat Pemohonan Izin Penelitian kepada fakultas disertai

dengan proposal penelitian pada tanggal 26 Juli 2008.

e. Mengajukan Surat Izin Penelitian kepada Badan Kesatuan Bangsa,

Perlindungan dan Pemberdayaan Masyaakat Kota Bandung untuk

mendapatkan Surat Izin Pengantar kepada Dinas Pendidikan Nasional

pada tanggal 10 Oktober 2008.

f. Melakukan penelitian di SLBN-A Pajajaran Bandung.

2. Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Reseach (CAR) dengan

menggunakan model spiral yang dikembangkan oleh Hopkins. Pada setiap

siklus terdiri dari empat tahapan tindakan yang meliputi perencanaa

(plan), kemudian pelaksanaan (act) dan pengawasan (observe), yang

dilanjutkan refleksi (reflect).

(29)

DESAIN ALUR SIKLUS PENGEMBANGAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Dalam melakukan PTK diperlukan beberapa kali tindakan yang

sedikitnya terdiri dari 3 kali. Hal ini dilakukan karena peneliti bersama

guru kelas berupaya untuk memperoleh hasil yang optimal dengan cara Identifikasi Masalah

SIKLUS III

Pelaksanaan

Tindakan 3

Revisi RENCANA

Penyusunan Rencana Tindakan

SIKLUS I

Pelaksanaan

Tindakan 1

Revisi RENCANA

SIKLUS II

Pelaksanaan

Tindakan 2

Revisi

(30)

Dengan demikian, sedikitnya terdapat 2 keuntungan. Pertama, pada

akhir pelaksanaan PTK diperoleh suatu pola atau model desain PTK yang

efektif dan menjamin diperolehnya hasil yang lebih baik. Kedua, para

guru kelas memperoleh pengalaman pengetahuan dan keterampilan untuk

terus melaksanakan dan bahkan memungkinkan dapat mengembangkan

bidang lain.

Adapun langkah-langkah dalam PTK adalah sebagai berikut:

1. Orientasi

Banyak yang harus dipertimbangkan sebelum, sewaktu dan

selama memasuki lapangan. Peneliti memperhatikan dan mengamati

kegiatan siswa selama proses pembelajaran. Dari hasil pengamatan

tersebut dapat dilihat apa yang jadi pemasalahan yang timbul.

2. Perencanaan (Plan)

Perencanaan adalah tahapan selanjutnya setelah dilakukan

orientasi di dalam kelas. Peneliti merencanakan tindakan yang akan

diambil setelah mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan hasil

orientasi.

Perencanaan tindakan ini disusun dengan cermat dari tindakan

pertama evaluasi hingga refleksi dan seterusnya. Rencana tindakan

disusun secara efektif, partisipatif dan kolaboratf dengan cara

melakukan kesepakata bersama mengenai fokus observasi yang

meliputi aspek yang diamati, metode observasi, alat observasi dan cara

(31)

Pada tahap ini peneliti membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran beserta evaluasi proses pembelajaran dan menyususn

pedoman obsevasi sebagai alat untuk memperoleh data kegiatan

pembelajaran di dalam kelas. Proses pembuatan rencana pelaksanaan

pembelajaran dan pedoman observasi dilakuakan melalui konsultasi

dengan dosen pembimbing. Sedangkan tahap perencanaan dilakukan

melalui kerjasama antara peneliti dengan guru mitra.

3. Pelaksanaan (Act)

Pelaksanaan tindakan dimulai setelah rencana pelaksanaan

pembelajaran selesai disusun atau tahap ini merupakan tahap

diterapkannya perencanaan yang telah disusun.

Menurut Suhardjno (2008: 76), tahap pelaksanaan merupakan

penerapan strategi dan skenario pembelajaran. Peneliti mentaati apa

yang sudah dirumuskan dalam rancangan tetapi dalam pelaksanaannya

harus wajar tidak dibuat-buat.

4. Pengamatan (Observing)

Proses pengamatan dilakukan bersamaan dengan tahap

pelaksanaan atau dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan.

Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan dan mencatat semua

hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan

berlangsung. Poses pengamatan yang dilakukan peneliti yaitu mengisi

(32)

5. Refleksi

Refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang

perubahan yang terjadi baik baik pada siswa, suasana kelas maupun

guru. Pada tahap ini peneliti menjawab pertanyaan mengapa,

bagaimana dan sejauh mana intervensi menghasilkan perubahan

secara signifikan.

Refleksi dilakukan setelah melakukan analisis bersama

kolaborator mengenai kekurangan dan kelebihan belajar mengajar.

Dengan refleksi juga dilakukan perbaikan dan pengembangan untuk

melaksanakan tindakan berikutnya.

Menurut Hopkins dalam Arikunto (2008: 80) refleksi dalam

PTK mencakup analisis, sintesis dan penilaian terhadap hasil

pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat masalah dari

proses refleksi maka dilakukan poses pengkajian ulang, tindakan

ulang dan pengamatan ulang sehingga permasalahan dapat teratasi.

D. Validitas Data dan Analisis Data 1. Validitas Data

Validitas data merupakan langkah yang diambil peneliti untuk

menunjukkan ketepatan pengumpulan data atau data yang dikumpulkan

benar-benar sesuai dengan penelitian. Menurut Hopkins dalam

Wiriatmadja (2006: 168 171) bentuk validitas data dalam penelitian

(33)

a. Member check yaitu meninjau kembali kebenaran dan kesahihan data

penilaian dengan mengkonfirmasikannya kepada sumber data yaitu

guru dan siswa.

b. Triangulasi data yaitu memeriksa kebenaran data dengan

menggunakan sumber lain, misalnya membandingkan kebenaran data

dengan data yang diperoleh dari sumber lain (guru, guru lain dan

siswa) atau membandingkan data yang dikumpulkan melalui

wawancara dengan data yang diperoleh dengan observasi sampai

seterusnya sehingga dipeoleh derajat kepercayaa yang maksimal.

c. Audit trail yaitu mengecek keabsahan temuan penelitian beserta

prosedur dan metode pengumpulan datanya dengan

mengkonfimasikan buku-buku temuan yang telah diperikas dan di cek

kesahihannya kepad sumber data pertama guru dan siswa.

d. Berdasarkan acuan normatif praktis dan aturan teoitik yang telah

expert opinion yaitu dengan cara mengkonsultasikan hasil temuan

kepada para ahli. Dalam penelitian ini peneliti mengkonsultasikan

dengan pembimbing.

e. Interpretasi yaitu dilakukan untuk menafsirkan terhadap keseluruhan

temuan penelitian disepakati mengenai proses pembelajaran.

2. Analisis Data

Proses analisis data dilakuakn setelah pengumpulan data

(34)

analisis adalah yang secara bergantian dan berlangsung sejak awal. Jadi,

peneliti melakukan analisis data sejak pertama kali tahap awal penelitian.

Menurut Geofrrey E. Mills dalam Syaodih (2006: 156) beberapa

teknik analisis data adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi tema-tema. Dari data yang dikumpulkan secara

induktif dapat diidentifikasi tema-tema tertentu. Dari tema-tema kecil

dapat disimpulkan tema yang lebih besar.

b. Membuat kode pada hasil survei, interview dan angket. Untuk setiap

team atau kelompok data dapat dibuat kkode, umpamanya kode untuk

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

c. Mengajukan pertanyaan kunci seperti siapa, apa, dimana, kapan,

mengapa, dan bagaimana? Pertanyaan kunci dapat membantu

mensistematisasikan data, sehingga membentuk satu kesatuan yang

bermakna.

d. membuat review keorganisasian dari unit yang diteliti (sekolah).

Stringer menyarankan keoganisasian sebagai berikut: visi dan misi,

tujuan umum dan khusus, struktur oganisasi, pelaksanaan dan

masalah-masalah, isu-isu dan kepedulian dari para pelaku.

e. Membuat peta konsep. Memetakan secara visual faktor-faktor yang

terkait atau yang melatarbelakangi dan diakibatkan oleh suatu hal

seperti faktor-faktor yang melatarbelakangi dan diakibatkan oleh

(35)

f. Analisis faktor yang mendahului dan mengikuti . menganalisis

faktor-faktor yang mendahului mungkin juga menjadi penyebab dan yang

mengikuti atau diakibatkan oleh suatu hal, kegiatan atau masalah.

g. Membuat bentuk penyajian dari temuan. Temuan hasil penelitian

dapat disajikan dalam bentuk seperti tabel, grafik, peta dan bagian.

h. Mengemukakan hal-hal yang belum ditemukan. Bertolak dari data

yang telah ditemukan dapat diidentifikasi hal-hal yang belum

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pada awalnya, guru sejarah di SMPLBN-A Pajajaran Bandung tidak

membuat perecanaan pembelajaran. Ia akan membuat perencanaan ketika

ada pengawas dari Dinas Pendidikan atau perencanaan dibuat ketika

akhir semester dan akhir tahun. Hal ini mungkin karena, ia kurang

memahami pentingnya atau karena lingkungan dan pihak sekolah yang

kurang memahami pentingnya perencanaan pembelajaran. Setelah

mendapat penjelasan dari peneliti, sedikit banyak memahaminya dan

membuat RPP walaupun mungkin hanya sebatas untuk kepentingan

penelitian.

2. Setelah bertukar pikiran dan setelah dilakukan pendekatan-pendekatan

persuasif, guru mengawali pembelajaran sejarah tepat waktu dan selalu

melakukan apersepsi sebelum melanjutkan kepada materi berikutnya

sehingga tampak lebih komunikatif dengan siswa. Pada beberapa sesi

pembelajaran, terkadang ia memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bertanya dan menanggapi pertanyaan. Dalam proses pembelajaran melalui

metode sinektik, siswa dibuat menjadi tiga kelompok kecil. Tampak

kreatifitas siswa dan suasana kelas mulai hidup. Terkadang siswa berani

mendiskusikan beberapa masalah dengan guru. Mereka pun berani tampil

untuk mempresentasikan hasil diskusi secara bergantian dalam setiap

(37)

kelompok selesai yang mana peran guru di sini sebagai moderator. Setelah

itu, guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah disampaikan,

memberikan tugas pada siswa, melakukan tes di setiap pertemuanya dan

yang sangat menggembirakan suasana kelas jauh lebih hidup dibandingkan

dengan sebelum diterapkannya metode sinektik.

3. Dari indikasi suasana kelas tersebut, berkorelasi dengan nilai test di akhir

pertemuannya terus meningkat, baik kemampuan kognitif maupun afektif

serta semakin eratnya interaksi sosial sesama siswa.

4. Sebenarnya kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran sejarah di

SMPLBN-A Pajajaran Bandung masih bersifat klasik. Di bawah ini

disebutkan beberapanya:

a. Kurangna sumber belajar siswa

b. Minimnya media yang tersedia

c. Guru yang memegang mata pelajaranya bukan dari jurusan yang

bersangkutan

d. Kondisi kelas yang kurang mendukung

e. Kurangnya motivasi dari guru

f. Banyak siswa yang bersifat ekstropet sehingga sulit untuk diberikan

jalan ke luarnya

Dengan metode sinektik yang dikembangkan beberapa kali dalam

proses pembelajaran sejarah, beberapa kendala di atas dapat di atasi. Karena

kegiatan pembelajaran lebih berorientasi kepada pengembangan kreatifitas

(38)

B. Saran

Setiap metode memiliki kekurangan di samping keunggulan. Begitu

juga dengan metode sinektik yang diterapkan pada siswa kelas VII SMPLB

Pajajaran Bandung. Metode ini memerlukan waktu cukup lama dalam

merubah tatanan yang telah ada sebelumnya. Metode ini mungkin bisa dipakai

alternatif dari sekian banyak metode lainnya dalam pembelajaran sejarah.

Tentu masih banyak kekurangan yang ada dalam penulisan skripsi ini.

Oleh karena itu, diperlukan tindak lanjut dari berbagai pihak agar penelitian

ini mencapai hasil yang lebih baik. Dalam hal ini diperlukan keterlibatan

pihak sekolah, guru, pemerintah dan masyarakat demi meningkatkan:

1. Propesionalisme guru

2. Penyedian sumber belajar yang memadai

3. Suasana sekolah yang kondusif

4. Inovasi dan penelitian pembelajaran di sekolah

5. Lingkungan sekolah yang mendukung kegiatan pembelajaran

siswa

B. Penutup

Demikian penulisan skripsi ini, semoga bermanfaat bagi pembaca dan

berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan, terutama menjadi inspirasi

bagi peneliti selanjutnya.

Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini menjadi salah satu

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. (1990). Pengembangan Penelitian Kualitatif. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh ( YA3 Malang).

Arikunto, Suharsimi. (1997). Prosedur Penelitin: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

B. Uno, Hamzah. (2008). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar

yang Kreatif dan efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Dahlan, M.D. (1990). Model-Model Mengajar. Bandung: Dipenogoro.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Gaffar, Mohamad Fakri. (2002). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Gunawan, Iwan. (2005). Penerapan Strategi Pakem dengan Model Pembelajaran

Langsung untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Skripsi). Bandung:

UPI.

Hosni, Irham 1996, Orientas & Mobilitas. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi

Joyce, Bruce dan Marsha Weil. (1986). Models of Teaching. New Jersey: Englewoods Cliffs.

Kurniawan, Iwan. (2005). Pemantapan Model Sinektik dalam Pembelajaran

Membaca Pemahaman (Tesis). Bandung: UPI.

Mulyati, Lilis. (2002). Penerapan Metode Pembelajaran Sinektik dalam

Mengapresiasi Drama untuk Mengembangkan Kreatifitas Berfikir dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Tesis). Bandung: UPI.

(40)

Sagala, Syaiful. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Prakteknya. Jogjakarta: Bumi Aksara.

Subana dan Sudrajat. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Penelitin Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait

• Dokumen Pajak SPT Tahunan (Perpanjangan): Bukti Penerimaan Surat satu tahun sebelum tahun terakhir; SPT Tahunan satu tahun sebelum tahun terakhir; Bukti Penerimaan Surat

Selama periode ini, orang tersebut di dalam tubuhnya sudah terdapat virus dan bisa menularkannya kepada orang lain. Meskipun tidak akan teruji positif

Komitmen Universitas Brawijaya terhadap berbagai bidang pengembangan sangat tinggi. Berbagai kebijakan telah dirumuskan untuk menjadi dasar bagi penyusunan program 5

Image Processing Techniques in Detecting Image Pattern through Neural Network. International journal of Advances in Image Processing

Berdasarkan pada latar belakang yang diuraikan di atas, peneliti bermaksud untuk membangun sebuah sistem yang dapat menjadi sumber informasi maupun alat monitoring tumbuh

Pada usia pernikahn lebih dari 10 tahun sangat rentan dengan perselingkuhan hal itu di sebabkan Menurunnya kepuasan perkawinan pasangan suami-isteri diusia perkawinan sekitar 10

Kami telah me-review neraca konsolidasian PT Indofarma (Persero) Tbk tanggal 30 Juni 2009 serta laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas konsolidasian yang

Bagaiman mungkin orang yang dihatinya terdapat cinta Tuhan seberat separuh biji atom, bias mendengar ucapan