• Tidak ada hasil yang ditemukan

FOLKLOR CIREBON DALAM LUKISAN KELUARGA SENIMAN: Komparasi Visual Karya Haryadi Suadi dan Radi Arwinda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FOLKLOR CIREBON DALAM LUKISAN KELUARGA SENIMAN: Komparasi Visual Karya Haryadi Suadi dan Radi Arwinda."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ketika manusia memulai peradabannya di dunia ini, mereka sudah mengenal apa yang disebut seni rupa, meskipun masih dalam taraf yang sangat sederhana. Pada saat itu mereka mengartikan bahwa karya yang mereka buat merupakan suatu bentuk persembahan kepada roh nenek moyang atau lebih bersifat magis. Sesuatu atau karya yang mereka buat mempunyai makna dan tujuan tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa sejak jaman dahulu manusia sudah berpikir mengenai konsep kekaryaan. Hal ini terus berlanjut dan mengalami perkembangan setelah manusia mengenal teknologi, dan lebih mengerti makna karya seni rupa secara lebih luas. Seiring dengan perkembangan zaman dan pola pikir manusia tersebut, muncullah periode-periode kesenirupaan yang dimulai sejak masa klasik hingga kontemporer.

Pada masa seni rupa modern Barat banyak bermunculan gaya/aliran seni rupa. Hal ini dikarenakan gaya/aliran yang satu muncul sebagai akibat menentang atau meneruskan gaya/aliran sebelumnya. Pertentangan atau reaksi tersebut didasari argumentasi atau konsepsi senimannya yang sangat kuat. Pada dasarnya perjalanan atau perkembangan seni rupa modern tidak selalu terlepas dari perjuangan terhadap nilai kebebasan dan kreativitas. Seni rupa modern mempercayai tentang misteri, kemajuan artistik, keterampilan tinggi, orisinalitas, kebaruan, dan seni sebagai ekspresi bernilai adiluhung (high art).

(3)

Di Indonesia, kemunculan praktek seni rupa modern dimulai dengan munculnya seni lukis yang pertama kali diperkenalkan oleh Barat melalui proses kolonialisasi. Prosesnya dimulai pada abad ke-19, ketika Raden Saleh Sjarif Bustaman menjadi pribumi pertama yang mendapat ajaran melukis dari guru-guru Belanda. Di sinilah muncul proses meniru (mimesis) lukisan-lukisan gaya klasik sampai Romantisisme Eropa. Kemudian terjadi perlawanan dalam perkembangannya, dengan munculnya pelukis-pelukis pada masa Indonesia Jelita (Mooi Indie) yang memiliki konsep berbeda dengan masa seni rupa modern, yaitu melukis keindahan dan keelokan alam Indonesia.

Setelah itu, pada tahun 1930-an muncul Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) sebagai lembaga yang menaungi para seniman yang mendukung gerakan nasionalisme. Lembaga ini dipelopori oleh S. Sudjojono sebagai juru bicaranya yang berupaya mencari dan menggali nilai-nilai yang mencerminkan kepribadian Indonesia yang sebenarnya. Terlihat dari salah satu visi PERSAGI yaitu mencari ke “Indonesiaan” dan menjunjung tinggi individu sebagai pusat kreasi dengan mulai membubuhkan tanda tangan yang dibuat. Keadaan ini diserap dan diperkaya oleh keadaan yang hadir pada masa-masa selanjutnya, sehingga beberapa ciri karya Abstraksionisme, Impresionisme, Ekspresionisme yang mewakili paham modernisme hadir dan diadaptasi oleh beberapa pelukis di Indonesia.

(4)

penanda dari awal mula kelahiran seni rupa kontemporer di Indonesia. GSRBI juga dimaknai sebagai penanda dari gelombang perkembangan seni rupa yang memasuki perubahan besar manifestasi secara fisik dan konsep.

Seni rupa kontemporer diindikasikan sebagai perlawanan atas semua keyakinan seni rupa modern. Perihal orisinilitas dan kebaruan suatu karya bukan lagi persoalan penting, karena semua bisa dilakukan tergantung konteks dan hasrat yang ingin dikomunikasikan seniman. Perihal adiluhung tidak lagi menjadi keyakinan karena pada dasarnya seni sudah menjadi bagian dari persoalan sehari-hari. Hal itu sejalan dengan pernyataan Setiawan Sabana, dalam Arief Johari (2011) bahwa:

Seni rupa kontemporer diindikasikan sebagai seni yang mencoba mengangkat kembali tradisi. Tema-tema sosial dan politik menjadi hal yang lumrah dalam tema berkarya seni. Berbaurnya karya seni adiluhung/high art

dan low art. Jika pada masa seni rupa modern kesenian itu abadi, maka masa kontemporer kesenian dianggap kesementaraan. Budaya lokal mulai bahkan menjadi perhatian (http://artjoo.wordpress.com/. 19 Desember 2011).

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa fenomena seni rupa kontemporer Indonesia merupakan suatu refleksi, pencerminan evaluasi kembali, sikap evaluatif dan pencarian akan potensi-potensi kultural yang baru di negeri ini dan merupakan bentuk kesadaran baru dalam era global. Pada masa seni rupa kontemporer, muncul beberapa seniman yang mulai memadukan tema tradisi dalam karyanya. Seperti dipaparkan oleh Iwan Syamariansyah (2008) seorang pengamat seni bahwa:

(5)

mengeksplorasi citra “Jawa” pada patung-patungnya, dan Haryadi Suadi mengeksplorasi citra mistik “Cirebon” pada karya cetak saring (http://isandri.blogspot.com/indonesia.html. 19 Desember 2011).

Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa pada abad ke-20 beberapa seniman kontemporer memunculkan identitas personal melalui tema-tema tradisi dalam karyanya. Mereka tidak saja melukis di atas kanvas, melainkan juga mengolah material tembaga, baja, besi, kain, kayu, atau karya tiga dimensional. Latar belakang disiplin mereka juga tidak selalu linier, misalnya disiplin seni lukis hanya terus melukis. Tetapi lebih dari itu, mereka menjelajahi berbagai kemungkinan seperti melukis, mematung, atau menggubah karya-karya objek tiga dimensional.

Memasuki abad ke-21, setelah masa seni rupa kontemporer berlangsung hingga tahun 1990-an. Muncul kelompok seniman-seniman muda yang mulai menawarkan berbagai wacana dalam berkarya. Hal ini dipaparkan Dharsono (2009) dalam sebuah artikelnya, bahwa:

Memasuki abad ke-21 kita dihadapkan berbagai persoalan sosial, politik, ekonomi, dan berbagai segi kehidupan yang berkaitan dengan moralitas. Muncullah beberapa kelompok perupa muda yang menawarkan berbagai wacana dalam berbagai bentuk performance art, installation art, dan

collaborative art sebagai pijakan berkarya. Mereka mencoba mengangkat berbagai wacana politik, sosial, ekonomi, moralitas dalam fenomena yang ia racik dalam multi-media dan multi-idea (jurnal.isi-ska.ac.id.27 Oktober 2011).

(6)

atau cabang-cabang seni yang terkotak-kotak oleh seni modern, tapi mereka berangkat dari keragaman tafsir dari realitas yang mereka rasakan bersama.

Di tengah maraknya persoalan sosial, politik, ekonomi, saat itu, karya-karya seniman muda penuh nuansa kehidupan sosial yang mengarah pada universalisasi gagasan, karena mereka ingin melepaskan dirinya dari kungkungan individu yang terhimpit oleh ruang dan waktu. Kehadiran karya-karya mereka merupakan suatu fenomena yang perlu dicermati.

Dalam segi konsep berkarya, banyak seniman muda yang mengangkat tema-tema kritik terhadap persoalan sosial, politik, ekonomi sebagai bentuk seni kontemporer. Hal ini sejalan dengan pendapat Rifky Efendy (2007), dalam sebuah pengantar kuratorial pameran “On Appropriation” bahwa:

Dalam seni rupa kontemporer di wilayah Asia, dalam dekade terakhir begitu menguat terutama tercermin dalam penjelajahan visual para perupa muda, terutama di tahun 1990-an hingga kini. Di Indonesia khususnya, perayaan memasuki budaya visual banyak disambut oleh kalangan muda. Mereka begitu khidmat menyelusup ke dalam dunia imaji virtual maupun dalam keseharian. Mulai dari imaji yang ikonik maupun yang biasa. Dari yang kanonik maupun yang tersembunyi. Imaji yang luhung seperti dalam sejarah seni rupa maupun populer, serta rendahan atau kitsch (http://www. galerisemarang.com/. 27 Oktober 2011).

Kemudian Rifky kembali berpendapat bahwa:

(7)

Di antara seniman muda yang telah disebutkan di atas, Radi Arwinda merupakan salah satu seniman yang tumbuh dengan budaya pop Jepang, sekaligus hidup di tengah lingkungan sosial yang sangat lekat dengan budaya tradisional Cirebon. Karya-karya Radi lekat dengan unsur-unsur tradisional Cirebon, hal itu merupakan hasil bimbingan dari ayahnya Haryadi Suadi, sejak ia masih kecil.

Haryadi merupakan ayah kandung Radi, ia telah banyak memberikan pengaruh moril terhadap proses berkarya Radi. Meskipun keduanya berasal dari generasi yang berbeda, Haryadi muncul dari latar belakang seni rupa modern sementara Radi muncul dari latar belakang seni rupa kontemporer, namun keduanya memiliki ketertarikan yang sama, yaitu mengusung tema tradisional Cirebon dalam setiap karyanya. Hal ini membuktikan bahwa kedua seniman tersebut memiliki rasa cinta yang tinggi terhadap budaya tradisional Cirebon.

(8)

Dalam penelitian ini penulis meneliti dua seniman yang konsep berkaryanya lebih mengangkat tema tradisional Indonesia, khusunya Cirebon. Mengingat paradigma seni tradisional Indonesia saat ini dipandang sebagai hal yang sudah beku dan tidak perlu diungkit lagi. Kecenderungan karya yang mengangkat tema tradisional Indonesia seperti itu dapat disimak pada karya-karya Haryadi dan Radi, keduanya merupakan seniman dengan latar belakang budaya Cirebon. Dalam konsep berkaryanya, Haryadi merepresentasikan persoalan politik, sosial, budaya, yang dilatarbelakangi oleh pengalamannya hidup di zaman Orde Baru. Sementara Radi merepresentasikan persoalan identitas bangsa dan perenungan terhadap era globalisasi saat ini.

Imajinasi Haryadi dan Radi dalam karya lukisnnya mengusung tema folklor seperti kepercayaan terhadap makhluk pesugihan, makhluk supranatural, cerita pewayangan Jawa, ramalan Jayabaya, mitos kepercayaan masyarakat Cina dan Jepang. Karya-karya Haryadi dan Radi dibuat dengan selera estetik dan ketertarikan pada dua kutub yang saling bertentangan. Haryadi memadukan unsur-unsur seni tradisional Cirebon dengan unsur-unsur-unsur-unsur seni tradisional Cina, sementara Radi memadukan unsur-unsur seni tradisional Cirebon dengan seni populer Jepang. Dengan kata lain keduanya ingin merepresentasikan pengalaman mereka yang tumbuh dengan identitas budaya tradisional Cirebon, menghadapi pengaruh globalisasi dan transisi kebudayaan luar yang masuk ke lingkungan budaya lokal.

(9)

dalam menggunakan unsur-unsur budaya tradisional Indonesia. Haryadi dan Radi merupakan seniman yang sama-sama memperoleh pendidikan di FSRD ITB Bandung Jurusan Seni Murni. Haryadi merupakan alumnus pada program Seni Murni (Studio Grafis) FSRD ITB, dan saat ini berprofesi sebagai dosen Studio Grafis di FSRD ITB. Sementara Radi merupakan alumnus pada program Pascasarjana Seni Murni (Studio Lukis) FSRD ITB. Sampai saat ini, keduanya masih berprofesi sebagai seniman dan masih produktif berkarya dan berpameran seni rupa.

Selain itu penulis juga melihat prestasi dan eksistensi keduanya dalam berkarya dan berpameran, baik itu pameran tunggal ataupun pameran bersama di dalam dan di luar negeri. Keduanya sama-sama pernah mendapatkan penghargaan. Haryadi mendapat beberapa penghargaan, di antaranya Best painting (glass painting) Painting Exhibition of the Jakarta Painting Biennale TIM Jakarta, pada tahun 1982, Best woodcut “23rd Sozo Bijutu” Exhibition Tenoji Museum Osaka Japan, pada tahun 1970, dan Best woodcut ITB Annual Exhibition Bandung pada tahun 1967. Sementara Radi pernah mendapatkan dua kali penghargaan yaitu, masuk dalam nominasi lima besar pelukis terbaik di

‘Jawa Barat Painting Competition’, pada tahun 2004 dan 2007.

Berdasarkan hal-hal di atas, penulis merasa layak untuk meneliti aspek estetis karya lukis Haryadi dan Radi yang mencakup aspek instrinsik dan ekstrinsik. Sebagaimana dikemukakan Dharsono Sony Kartika (2007: 13) bahwa:

(10)

susunanmedium inderawi (makna kulit) yang menampung proyeksi dari makna dalam.

Selain itu dalam penelitian ini akan dilakukan analisis komparasi visual mengenai aspek intrinsik dan ekstrinsik karya lukis Haryadi dan Radi. Analisis komparasi visual dilakukan untuk mengetahui perbandingan dan kecenderungan aspek visual, tema, makna, gaya lukis, unsur-unsur budaya luar yang terkandung di dalam karya lukis Haryadi dan Radi. Dengan adanya perbandingan tersebut, maka akan terlihat mana yang lebih kuat dalam menonjolkan unsur-unsur tradisional dalam karya lukisnya. Nilai-nilai budaya yang tetap terlestarikan dalam sebuah karya, merupakan ciri bahwa kelak seniman tersebut mampu melestarikan dan mewariskan budaya tradisional pada generasi berikutnya.

(11)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas penulis merumuskan masalah penelitian, sebagai berikut:

1. Bagaimana folklor Cirebon dalam karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda?

2. Bagaimana komparasi aspek instrinsik dan ekstrinsik yang terdapat di dalam karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda?

C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, dilakukan pembatasan masalah sehingga ruang lingkup yang diuji menjadi lebih spesifik. Batasan masalah dalam penelitian ini mencakup:

1. Folklor Cirebon sebagai fokus tema dalam karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda.

(12)

D. PENJELASAN ISTILAH

“Folklor Cirebon dalam Lukisan Keluarga Seniman (Komparasi Visual Karya Haryadi Suadi dan Radi Arwinda)”. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini, maka perlu adanya penjelasan istilah terhadap beberapa istilah yang digunakan, antara lain:

1. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). 2. Cirebon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.

Kota ini berada di pesisir utara Jawa atau yang dikenal dengan jalur pantura yang menghubungkan Jakarta–Cirebon–Semarang–Surabaya. Konon Cirebon merupakan tempat pertemuan dari berbagai perbedaan percampuran yang sangat menarik dari budaya masyarakat Sunda yang beragama Islam, masyarakat Cina dan Hindu.

3. Lukisan adalah karya seni yang proses pembuatannya dilakukan dengan memulaskan berbagai warna, dengan kedalaman warna "pigmen" dalam pelarut (atau medium) dan gen pengikat (lem) untuk pengencer air, gen pegikat berupa minyak linen untuk cat minyak dengan pengencer terpenthin, pada permukaan (penyangga) seperti kertas, kanvas, atau dinding.

4. Seniman adalah istilah subyektif yang merujuk kepada seseorang yang kreatif, inovatif, atau mahir dalam bidang seni.

(13)

6. Visual adalah dapat dilihat dengan indra penglihatan (mata).

7. Haryadi Suadi adalah seniman grafis Bandung yang memperoleh pendidikan Studio Grafis pada program Seni Murni, FSRD ITB, lulusan tahun 1969. Sebagai orang Cirebon, Haryadi sangat teguh memegang idealisme kedaerahan sehingga senantiasa cita rasa Cirebonan selalu hadir dalam setiap karyanya.

8. Radi Arwinda adalah seniman muda kontemporer Bandung yang memperoleh pendidikan Studio Lukis pada program Seni Murni, Pascasarjana FSRD ITB, lulusan tahun 2010. Radi merupakan seniman dengan genre seni lukis, desain grafis, dan terkadang menampilkan objek komoditas (memproduksi benda-benda pakai).

E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, penulis memaparkan beberapa tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yaitu: 1. Menjelaskan folklor Cirebon sebagai fokus tema dalam karya lukis Haryadi

Suadi dan Radi Arwinda.

2. Menjelaskan komparasi aspek instrinsik yang terdapat di dalam karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda, meliputi: aspek visual (teknik dan media; unsur-unsur rupa: garis, bentuk, bidang, warna, gelap terang; prinsip-prinsip rupa: komposisi, keseimbangan).

(14)

F. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini memiliki manfaat yang besar bagi penulis dalam halnya sebagai peneliti, bagi seniman yang diteliti, bagi lembaga pendidikan, bagi masyarakat. Adapun manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan suatu studi yang secara tidak langsung memberikan kontribusi bagi peneliti, dan menambah pengetahuan mengenai folklor Cirebon, biografi perupa Haryadi Suadi dan Radi Arwinda, serta aspek-aspek estetis yang terdapat di dalam karya lukis mereka.

2. Bagi Seniman yang Diteliti

Memberikan kontribusi bagi seniman untuk lebih meningkatkan proses kekaryaannya menjadi lebih baik untuk diapresiasi oleh masyarakat. Selain itu juga meningkatkan eksistensi seniman di lingkungan masyarakat.

3. Bagi Lembaga Pendidikan

Melalui penelitian ini, akan diperoleh apresiasi masyarakat tentang aspek-aspek estetis yang terkandung dalam karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda. Selain itu hasil pendokumentasian tentang konsep berkarya mereka dalam penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan studi pembelajaran bagi mahasiswa pendidikan Seni Rupa, khususnya mahasiswa pendidikan Seni Rupa UPI Bandung. Hal ini juga menyangkut bagaimana seniman dapat mendidik masyarakat melalui karya-karyanya.

(15)

masyarakat mengenai proses berkarya lukis melalui jalur akademik. Penelitian ini merupakan suatu masukan bagi lembaga pendidikan agar dalam prosesnya, pendidikan seni murni dapat diberikan kepada siswanya.

4. Bagi Masyarakat

Masyarakat merupakan publik seni yang keberadaannya berperan dalam perkembangan seni rupa. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan/apresiasi masyarakat dalam mengenal dan mengapresiasi karya-karya Haryadi Suadi dan Radi Arwinda.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Tesis ini terdiri dari lima bab. Adapun sistematika yang penulis terapkan adalah sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, penjelasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan tesis.

Bab II. Memaparkan kajian teori yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti.

Bab III. Membahas metodologi penelitian, yang mencakup pendekatan penelitian, metode penelitian, subjek penelitian, lokasi penelitian, teknik penelitian, pengolahan dan analisis data.

Bab IV. Berisi hasil penelitian dan pembahasan, yang mencakup pembahasan hasil analisis dan hasil temuan.

(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. PENDEKATAN PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar.

Creswell (2010: 4) mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan ”metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami makna yang (oleh sejumlah individu atau sekelompok orang) dianggap berasal dari masalah sosial kemanusiaan”. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk penelitian ini memiliki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapapun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus

(17)

menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan.

Adapun dalam penelitian ini analisis karya dilakukan dengan pendekatan estetika yang mencakup apek ekstrinsik dan aspek instrinsik. Sebagaimana dikemukakan Kartika (2007: 13) bahwa:

Ada dua macam nilai estetis, yang pertama adalah nilai instrinsik, yaitu nilai (yang ada dalam) seni itu terdapat pada bentuknya. Yang kedua adalah nilai ekstrinsik, yaitu susunan arti-arti dalam (makna dalam) dan susunanmedium inderawi (makna kulit) yang menampung proyeksi dari makna dalam.

Pada pendekatan ini, penulis tidak hanya mengamati sesuatu yang tampak pada karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda, namun harus dapat memahami simbol dan makna yang ada di baliknya, yaitu dengan cara memasuki alam pikiran seniman yang diteliti. Selain itu juga dilakukan studi komparasi untuk membandingkan aspek estetis yang terdapat pada karya lukis Haryadi dan Radi. Studi komparasi digunakan untuk mengetahui perbedaan yang terdapat dalam karya lukis kedua seniman tersebut, baik dari aspek instrinsik, aspek ekstrinsik, dan jenis folklor yang digunakan.

(18)

B. METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu cara atau langkah yang dipergunakan untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti. Berdasarkan masalah-masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis.

Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan data-data yang tampak atau bagaimana adanya. Pelaksanaan metode penelitian deskriptif tidak terbatas sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang data tersebut. Selain itu semua data yang dikumpulkan memungkinkan menjadi kunci dari apa yang diteliti. Metode deskriptif digunakan untuk menghimpun data yang dapat menggambarkan objektifitas dari visual karya lukis Haryadi dan Radi, sedangkan analisa disini dapat digunakan untuk menganalisis data-data yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

Ciri-ciri metode deskriptif menurut Winarno Surachmad (1990: 140) adalah sebagai berikut:

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang daripada masalah-masalah aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis (karena itu sering pula disebut metode analisis).

(19)

C. SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang seniman Bandung bernama Haryadi Suadi dan Radi Arwinda. Keduanya adalah seniman berlatar belakang budaya Cirebon yang memiliki ikatan batin sebagai ayah dan anak. Haryadi dan Radi sama-sama berlatar belakang akademis Seni Murni FSRD ITB. Haryadi merupakan alumnus Studio Grafis lulusan tahun 1969, sedangkan Radi merupakan alumnus Pascasarjana Studio Lukis lulusan tahun 2010.

Dalam penelitian ini, penulis menyoroti visualisasi karya lukis Haryadi dan Radi yang bertema folklor Cirebon, serta mengkaji nilai estetis yang terkandung di dalamnya. Karya lukis keduanya memiliki ciri khas budaya tradisional Cirebon yang kuat. Karya lukis Haryadi tetap konsisten pada jalur seni rupa modern, sedangkan Radi mengikuti alur seni rupa kontemporer.

D. LOKASI PENELITIAN

(20)

E. TEKNIK PENELITIAN

Berdasarkan objek yang dijadikan bahan penelitian karya lukis Haryadi dan Radi yang bertema folklor Cirebon, maka teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi yang dilakukan yaitu mengamati secara langsung fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat, dalam hal ini keberadaan karya seni lukis folklor Cirebon di lingkungan masyarakat, khususnya yang berada di kota Bandung.

2. Wawancara

Menurut Moleong (2004: 186), “wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Wawancara dilakukan secara face to face (berhadap-hadapan) dengan seniman Haryadi Suadi dan Radi Arwinda yang dilakukan pada tanggal 14 November 2011, 15 – 16 Desember 2011, 7 Januari 2012. Penulis juga melakukan wawancara melalui telepon dengan Radi pada tanggal 24 November 2011, pukul 19.00 – 21.00 WIB.

(21)

3. Studi Dokumentasi

Untuk melengkapi data dan informasi yang diperoleh, digunakan teknik studi dokumentasi yaitu dengan cara mempelajari berbagai dokumen yang berhubungan dengan subjek penelitian. Dalam hal ini diperlukan dokumen seperti, profil seniman Haryadi dan Radi, serta dokumen lain yang berhubungan dengan proses dan konsep berkarya keduanya. Dengan teknik studi dokumenter ini diperoleh data-data tertulis berupa dokumen (file), katalog pameran, foto-foto, hasil wawancara.

F. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Data dan informasi yang telah diperoleh atau telah dikumpulkan, baik yang diperoleh dari hasil observasi, hasil wawancara maupun studi dokumentasi lalu dianalisis dan disajikan sehingga memiliki makna dan dapat ditarik kesimpulan. Adapun teknik-teknik yang dilakukan yaitu:

1. Pengolahan Data

Data penelitian diolah melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menganalisis folklor Cirebon yang terdapat pada karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda

b. Mengamati dan menganalisis aspek instrinsik yang terdapat pada karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda meliputi aspek visual (Unsur-unsur rupa: garis, bentuk, bidang, warna, gelap terang. Prinsip-prinsip rupa: komposisi, keseimbangan);

(22)

simbolik;

d. Menganalisis dan mengkomparasi hubungan antara aspek instrinsik dan aspek ekstrinsik karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda;

e. Mendeskripsikan hasil temuan

2. Teknik Analisis Data

Patton dalam (Moleong, 2004: 103) mengartikan ’analisis data sebagai proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satu uraian dasar’. Menanggapi pengertian Patton, Moleong berpendapat bahwa Patton membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.

Teknik analisis isi digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai isi suatu dokumen seperti silabus, alat penerangan, gambar, rekaman suara, film, karangan, dan lain-lain. Data yang penulis teliti berupa karya lukis, sehingga teknik analisis isi atau studi dokumen sangat diperlukan dalam penelitian ini. Teknik yang dilakukan penulis yaitu dengan menganalisis folklor Cirebon sebagai fokus tema. selain itu juga menganalisis aspek estetis karya seni lukis Haryadi dan Radi, yang kemudian kedua aspek tersebut dikomparasikan menurut kriteria atau pola tertentu.

(23)

Gambar 3.1 Alur Kerja Penelitian

• Untuk mengetahui tema, subject matter, makna simbolik yang terkandung dalam lukisan Haryadi Suadi dan Radi Arwinda.

Rumusan Masalah • Bagaimana folklor Cirebon dalam

karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda?

• Menganalisis folklor Cirebon yang terdapat pada karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda

• Menganalisis aspek instrinsik dan ekstrinsik yang terdapat pada karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda

• Mengkomparasi hubungan antara aspek

instrinsik dan aspek ekstrinsik karya seni lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda • Mendeskripsikan hasil temuan SENIMAN (KOMPARASI VISUAL KARYA HARYADI SUADI

(24)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda, ditemukan hal-hal berkenaan dengan folklor Cirebon serta apek instrinsik dan ekstrinsik. Adapun simpulan yang didapat dari hasil penelitian ini, yakni:

1. Secara keseluruhan terdapat persamaan antara karya lukis Haryadi dan Radi. Persamaan tersebut terlihat dari fokus tema lukisan keduanya yang bertema folklor. Karya lukis Haryadi terbagi ke dalam empat tema folklor yaitu, tokoh pewayangan Jawa, makhluk supranatural, ramalan Jayabaya, dan primbon Cina. Sementara itu karya lukis Radi terbagi ke dalam empat tema folklor, yaitu tokoh pewayangan Jawa, makhluk supranatural, makhluk pesugihan, dan

Maneki Neko Jepang. Berdasarkan analisis mengenai folklor dalam karya lukis kedua seniman tersebut, dapat disimpulkan bahwa karya lukis Haryadi dapat digolongkan dalam bentuk folklor sebagian lisan dan folklor bukan lisan. Sementara karya lukis Radi dapat digolongkan ke dalam bentuk folklor sebagian lisan.

2. Pada keseluruhan karya lukis Haryadi, baik dari bentuk, figur, warna dan komposisi sangat jelas bernuansa Timur Tengah, Jawa dan Cina. Seperti unsur arabik pada bentuk isim-isim dan rajahan yang terdapat pada beberapa lukisannya. Gaya dan teknik melukis Haryadi secara keseluruhan berkesan

(25)

kasar dan ekspresif. Isim-isim dan rajahan yang terdapat pada beberapa lukisannya, dinilai sebagai kaligrafi yang tidak mengandung makna apapun, dan bukan merupakan sebuah teks keramat yang memiliki kekuatan supranatural. Hal tersebut merupakan bentuk eksploitasi teknis untuk memperkaya kepentingan visual. Secara keseluruhan karya lukis Haryadi mengandung warna panas dan menyala seperti tampak pada lukisan kaca khas Cirebon, yang dipengaruhi oleh budaya Cina. Konsep berkarya Haryadi berasal dari tradisi dan mitos ramalan Jawa, primbon Cina, isim-isim dan

rajahan. Hal-hal tersebut dipandang memiliki konteks prsoalan politik, sosial, dan budaya tradisional masa kini.

3. Pada keseluruhan karya lukis Radi Arwinda, baik dari segi bentuk, bidang, dan warnanya berkesan halus dan dekoratif. Gaya penggambaran yang rapi dan memperhatikan detail, merupakan acuan yang digunakan Radi, yang berasal dari prinsip penggambaran anime yang mengutamakan kualitas, ketegasan, dan kerapihan garis secara visual. Baik secara konsep atau visual, karya lukis Radi merupakan bentuk apropriasi terhadap budaya populer masa kini yang dianggapnya mempengaruhi pola kehidupan masyarakat. Tokoh-tokoh pewayangan Jawa, makhluk supranatural, makhluk pesugihan, figur

(26)

4. Terdapat perbedaan pada karya lukis Haryadi dan Radi. Perbedaan tersebut terlihat dari teknik dan gaya lukisan. Teknik dan gaya lukis Haryadi sangat kuat dengan pola tradisi Cirebon, sehingga setiap karya lukisnya mengandung unsur-unsur yang kental dengan tradisi Cirebon. Seperti misalnya pada elemen-elemen yang terdapat pada lukisan kaca, rajahan, isim-isim. Sementara Radi berusaha memadukan unsur-unsur tradisional Cirebon dengan unsur yang terdapat pada budaya populer masa kini, terutama pop art Jepang. Usahanya memadulan kedua unsur budaya luar dan budaya lokal tersebut, merupakan bentuk akulturasi kebudayaan yang ingin ditonjolkan oleh Radi pada lukisannya.

B. REKOMENDASI

Sehubungan dengan kesimpulan pada bagian sebelumnya, maka penulis akan memberikan beberapa hal yang berupa masukan dan rekomendasi, di antaranya:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gagasan kepada para peneliti lain untuk lebih menggali dan melengkapi berbagai aspek yang belum diteliti dalam penelitian mengenai karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda ini. 2. Bagi Haryadi Suadi dan Radi Arwinda, penulis berharap hasil penelitian ini

(27)

3. Bagi institusi perguruan tinggi seni rupa, khususnya Prodi Pendidikan Seni Rupa UPI, penulis berharap mudah-mudahan penelitian tentang karya lukis Haryadi Suadi dan Radi Arwinda ini dapat bermanfaat.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, M. (1982). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa.

Alloway, Lawrence. (1974). American Pop Art. Canada: Macamillan Publishing Co., Inc.

Chapman. (1987). Approaches to Art in Education. New York: Harcourt Brace Jovarovich, Inc.

Creswell, J. W. (2010). Reaserch Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Danandjaja, J. (1984). Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pres.

Djelantik, A.A.M.(1999). Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indoonesia dan ARTI.

Kartika, D. S. (2004). Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains. ___________ (2007). Estetika. Bandung: Rekayasa Sains.

Masidjo, I. (1995). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta: Kanisus.

Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Muhadjir, I. (1992). Pengetahuan Seni 2. Depdikbud IKIP Malang: Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas 1991/1992.

Ngasiran, R. (2001). Memaknai Seni Rupa Alternatif Indonesia. Surabaya: Dewan Kesenian Jawa Timur.

Pirous, A. D. (2003). Melukis Itu Menulis. Bandung: ITB.

Prawira, N. G. (2009). Benang Merah Seni Rupa Modern. Bandung: CV. Bintang WarliArtika.

(29)

Read, H. (2000). Seni Arti dan Problematikanya. Yogyakarta: Duta Wacana Univerity Press.

Sahman, H. (1993). Mengenali Dunia Seni Rupa: Tentang Seni, Karya Seni, Aktivitas Kreatif, Apresiasi, Kritik dan Esai. Semarang: IKIP Semarang, Cetakan ke-1. 1993.

Soedarso, Sp. (1990). Tinjauan Seni. Yogyakarta: Saku Dayar Sarana.

Soedarso S.P. (2000). Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern. Jakarta: Studio Delapan Puluh Enterprise bekerja sama dengan Badan Penerbit ISI Yogyakarta.

Soetjipto, K. (1989). Sejarah Perkembangan Seni Lukis Modern Jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Sukmadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya bekerjasama dengan Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumardjo, J. (2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB.

Sunaryo, Aryo.( 2002). Hand Out Nirmana. Semarang: Jurusan Seni Rupa FBS UNNES.

Surachmad, W. (1990). Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito.

Susanto, M. (2003). a) Membongkar Seni Rupa. Yogyakarta: Jendela. _________ (2002). b) Diksi Rupa. Yogyakarta: Kanisius.

Taufik, A. (2010). Kajian Estetis Lukisan Karya Rukmini Yusuf Affandi (Studi Kasus Lukisan Karya Rukmini Yusuf Affandi Tahun 1985-2009), Tesis Program Magister Pendidikan Seni Program Pascasarjana: Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak Diterbitkan.

Yuliman, S. (1976). Seni Lukis Indonesia Baru Sebuah Pengantar. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

__________ (2001). Dua Seni Rupa, Serpihan Tulisan Sanento Yuliman. Jakarta: Kalam.

(30)

Internet

Dharsono. (2009). Menyoal Seni Lukis Indonesia Kini. [Online]. Tersedia: http://jurnal. isi - ska. ac. Id/ index.php/ brikolase/ article/ view/ 90/ 79. [27 Oktober 2011].

Effendy, R. (2007). On Appropriation. Pengantar kuratorial Dalam Apropriasi Spektrum Praktek Apropriasi Dalam Seni Rupa Kontemporer di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www.galerisemarang.com/exdetails. php?ex=38. [27 Oktober 2011]. Generasi Baru. [Online]. Tersedia: http://aliaswastika.multiply.com/ reviews/item/108. [12 Juni 2011].

Tn. (2003). Studi Tentang Film Animasi Jepang (Anime) dan Perkembangannya di Indonesia: Tinjauan Deskriptif pada Periodisasi 1980-2003. [Online]. Tersedia:

http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/jdkv/2003/jiunkpe-ns-s1-Effendy, R. Editing Agung Hujatnikajennong. (2011). Leaflet (Katalog). Radi Arwinda ”The Dark Side” Solo Show. (12 – 16 Januari 2011), diselenggarakan di Artstage Singapore. Singapore: Artstage.

Irianto, A. J. (2010). Leaflet (Katalog). Radi Arwinda: Sugih. (2 – 17 Oktober 2010), diselenggarakan di SIGIarts Gallery. Jakarta: SIGIarts Gallery. Siregar, A. TH. (2009). Leaflet (Katalog). ©APET. Radi Arwinda Solo Exhibition.

(31)

Subarnas, B. (2002). Leaflet (Katalog). Tension and Harmony, Haryadi Suadi dan T. Sutanto. (22 Oktober – 4 November 2002), diselenggarakan di Nadi Gallery.

Makalah

Gambar

Gambar 3.1 Alur Kerja Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna, memiliki efek menguntungkan terhadap inang dengan menstimulir pertumbuhan secara selektif terhadap aktivitas satu

Kondisi penenun maupun penampung di Desa Masalili yang belum memanfaatkan media sosial sebagai sarana pemasaran untuk menjangkau pasar yang lebih luas harus menjadi perhatian

Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu

[r]

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis apa yang menjadi kekuatan, peluang, dan ancaman dalam menentukan strategi pemasaran Donita Frozen Food dan untuk

Di dalam pidatonya yang berjudul Making the Case for Civic Education: Where We Stand at the End of the 20 th Century , Branson (1999) menegaskan bahwa partisipasi yang bermutu

Zat pewarna yang dipakai secara universal didalam lipstick adalah zat warna eosin yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan pada kulit

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formulasi mikroemulsi sebagai sistem penghantaran protein berdasarkan pelepasan protein dengan menggunakan ovalbumin