• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BAHAN AJAR MATEMATIKA BERKARAKTER PADA MATERI PRISMA TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH BAHAN AJAR MATEMATIKA BERKARAKTER PADA MATERI PRISMA TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BAHAN AJAR MATEMATIKA BERKARAKTER

PADA MATERI PRISMA TERHADAP PENINGKATKAN

KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS

SISWA SMP

(Studi eksperimen terhadap siswa kelas VIII SMPN 30 Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

oleh: Annisa Shara

0901992

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

LEMBAR HAK CIPTA

PENGARUH BAHAN AJAR MATEMATIKA

BERKARAKTER PADA MATERI PRISMA

TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS

SISWA SMP

Oleh

Annisa Shara

Sebuah skripsi yang diajukan sebagai syarat memperoleh

gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam

©AnnisaShara 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang.

Skipsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan cetak ulang,

(3)

ANNISA SHARA

PENGARUH BAHAN AJAR MATEMATIKA BERKARAKTER PADA MATERI PRISMA TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING : Pembimbing I,

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes

NIP. 196805111991011001

Pembimbing II,

Drs. Endang Dedy, M.Si NIP. 195805151984031001

Diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika,

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D

(4)

ABSTRAK

Annisa Shara. (2013). Pengaruh Bahan Ajar Matematika Berkarakter pada materi Prisma terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa SMP.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui model bahan ajar matematika berkarakter pada materi prisma di SMP; 2) Menganalisis adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter lebih baik daripada kelas yang diberikan bahan ajar biasa; 3) Menganalisis adanya peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa pada kelas yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter lebih baik daripada kelas yang diberikan bahan ajar biasa

Penelitian ini menggunakan metode kuntitatif dan kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 30 Bandung dengan sampelnya sebanyak 2 kelas diambil secara acak. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap 1 berupa identifikasi learning obstacle dan tahap 2 berupa eksperimen pengujian pengaruh bahan ajar matematika berkarakter terhadap kemampuan komunikasi dan disposisi matematis. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes, angket, dan lembar observasi. Learning obstacle yang teridentifikasi berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa, kemudian dibuat bahan ajar matematika berkarakter sehingga dapat memunculkan karakter-karakter matematika pada siswa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahan ajar yang digunakan disesuaikan dengan learning obstacle siswa, kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol, namun untuk kemampuan disposisi kedua kelas perbedaan yang ada tidak cukup berarti untuk melihat manakah yang memiliki kemampuan disposisi matematis lebih baik.

(5)

ABSTRAK

Annisa Shara. (2013). The Influence of Characterless Mathematics Teaching Material on The Prism Material Againts Communications And Mathematical

Disposition Upgrades of Junior High School Students.

This study was motivated by low ability of students' mathematical communication. The purpose of this study are: 1) Knowing the characterless mathematical models of teaching materials on prism material in Junior High School, 2) Analyzing the increase of student’s mathematical communication skills in a given class of Characterless Mathematics Teaching Material is better than class that given regular one; 3) Analyzing the increased

of student’s mathematical dispositions ability in a given class of Characterless Mathematics Teaching Material is better than class that given regular one.

This study uses quantitative and qualitative methods. The population in this study were all students of 8th grade in Bandung 30 Junior High School by as much as 2 classes sample taken randomly. The research was conducted in two phases, the first phase is identification of learning obstacle and the second phase is testing experiment of Characterless Mathematics Teaching Material againts the ability of communication and mathematical disposition. The instrument used in this study was a test, questionnaire, and observation sheets. The identified learning obstacle related to students' mathematical communication skills, then created characterless mathematics teaching materials that can bring out the mathematical characters of student. The conclusion of this study is the teaching materials that was used, adjusted to the student’s obstacle learning, the quality of mathematical communication skills improvement in experiment class is better than the control one, but the ability of both classes in disposition has no significant differences to see which one has the better on mathematical disposition’s ability.

Keywords: characterless mathematics instructional materials, mathematical

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... .... 7

F. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 10

B. Disposisi Matematis ... 15

C. Pendidikan Berkarakter ... 16

D. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berkarakter ... 19

E. Hipotesis Penelitian ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 25

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

C. Variabel Penelitian ... 26

D. Instrumen Penelitian ... 27

(7)

F. Teknik Pengolahan Data ... 34

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Tahap 1 ... 40

1. Learning Obstacle (LO) pada Materi Prisma ... 40

2. Analisis Kemampuan dan Kesulitan Siswa pasa Materi

Bangun Ruang Sisi Datar Sub Bab Prisma ... 41

3. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berkarakter

berdasarkan Learning Obstacle (LO) ... 48

B. Hasil Penelitian Tahap 2 ... 54

C. Pembahasan ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pandangan bahwa manusia dibentuk oleh dunia ide dan cita-cita, bukan

oleh situasi sosial yang nyata begitu pula dengan pendidikan yang masih

dipandang sebagai cara untuk membuat manusia menjadi lebih baik dan bijak agar

pendidikan dapat menciptakan manusia yang ideal dalam kehidupan sosialnya

kelak. Seperti apa yang dikatakan oleh Plato dalam Fatchul (2011: 21) :

“Jika Anda bertanya apa manfaat pendidikan, maka jawabannya sederhana : Pendidikan membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik itu berperilaku mulia.”

Saat ini pendidikan nasional tengah menggalakkan Pendidikan Budaya dan

Karakter Bangsa yang diarahkan pada upaya mengembangkan nilai-nilai yang

mendasari suatu kebajikan sehingga menjadi suatu kepribadian diri warga negara.

Melalui pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah juga terdapat budaya

karakter bangsa yang dapat terbentuk dalam diri setiap manusia (peserta didik)

yang mempelajarinya.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan

daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan

diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Untuk membekali

peserta didik menjadi seorang yang mampu memanfaatkan ilmunya dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, tidaklah cukup hanya dengan membekali

penguasaan kognitif saja, namun diperlukan pembentukan karakter peserta didik.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) menyatakan bahwa

matematika merupakan pengetahuan universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

mengembangkan daya pikir manusia. Lebih jauh disebutkan matematika perlu

diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali

(9)

serta kemampuan bekerjasama. semua kemampuan yang telah tersebut adalah

modal yang sangat penting untuk siswa dalam mempelajari matematika.

Fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir, dan

pengetahuan. Dengan mengetahui fungsi-fungsi matematika tersebut diharapkan

dapat memahami adanya hubungan antara matematika dengan berbagai ilmu lain

atau kehidupan.

Pembelajaran merupakan hal yang penting dalam sistem pendidikan

nasional. Dalam kurikulum KTSP mengisyaratkan bahwa pembelajaran

diharapkan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan

bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada sisi lain,

dalam proses pembelajaran pendidik diharapkan dapat memberikan keteladanan

bagi peserta didiknya. Kemudian ditegaskan pula Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) serta Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 1) bahwa

peserta didik dari mulai sekolah dasar perlu dibekali dengan kemampuan berpikir

logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan bekerja sama.

Karakter sebagai suatu identitas yang menggambarkan kualifikasi pribadi

seseorang, tidak memerlukan alat evaluasi yang bersifat kuantitatif sehingga

pembentukannya tidak harus melalui satu mata pelajaran tersendiri. Dengan cara

ini, pembentukan karakter diberikan dengan menyisipkan, melekatkan atau

mengintegrasikan pembentukan karakter tersebut dalam setiap mata pelajaran

yang sudah ada. Cukuplah jika dalam diri seorang siswa sudah benar-benar

meyakini dan mengalaminya bahwa hari ini ternyata lebih baik dari hari kemarin,

maka kualifikasi pribadinya telah memperlihatkan keunggulan sebab secara

internal siswa tersebut akan selalu terdorong untuk berubah dari hari ke hari

menjadi semakin baik. Lambat laun, pengembangan karakter akan menjadi

tanggung jawab pribadi, sebab karakter tanpa disertai tanggung jawab pada

pribadinya sendiri ibarat bulir padi yang hampa.

Di zaman modern, karakter manusia menjadi kajian antropologis dan

(10)

yang membedakannya dengan binatang karena manusia telah mampu

mengembangkan dirinya melampaui determinisme natural (alam).

Perkembangan kebudayaan sering berkaitan dengan karakter dan

kepribadian individu. Istilah karakter juga menunjukkan bahwa tiap-tiap sesuatu

memiliki perbedaan. Dalam istilah modernnya, tekanan pada istilah perbedaan

atau individualitas cenderung membuat kita menyamakan antara istilah karakter

dan kepribadian. Istilah kepribadian diartikan sebagai totalitas nilai yang

mengarahkan manusia dalam menjalani hidupnya. Orang yang matang dan

dewasa biasanya menunjukkan konsistensi dalam karakternya. Ini merupakan

akibat dari keterlibatannya secara aktif dalam proses pembangunan karakter. Jadi

karakter dibentuk oleh pengalaman dan pergumulan hidup. Pada akhirnya, tatanan

dan situasi kehidupanlah yang menentukan terbentuknya karakter suatu

masyarakat.

Di dunia Barat, pendidikan karakter memang muncul sebagai evaluasi

terhadap pendidikan yang bertumpu pada titik berat pemikiran modernisme yang

bersifat positivistik yang membuat jiwa manusia kering akibat industrialisasi yang

menggeser nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan. Kesalahan modernisme dalam

dunia pendidikan antara lain pengaruh positivisme yang menganggap pendidikan

sebagai sarana untuk menaklukkan alam tempat manusia harus takluk pada hukum

alam yang dianggap evolusioner. Disini pendidikan kehilangan nilai-nilai, yaitu

aspek subjektif manusia yang seharusnya dihormati kehilangan maknanyadan

tereduksi ke dalam kuantitas-kuantitas capaian material saja.

Pendidikan karakter bukan hanya pendidikan agama dan pendidikan

moral. Pendidikan karakter memiliki banyak varian-varian yang dilahirkan dari

pemaknaan terhadap karakter manusia. Oleh karena itu untuk meningkatkan

pendidikan karakter dibuat bahan ajar berkarakter pada pembelajaran matematika

untuk memunculkan varian baru dalam pembentukan karakter.

Namun, jika melihat pendidikan di Indonesia saat ini sangat berbeda jauh

dengan keadaan yang seharusnya terjadi pada dunia pendidikan. Pendidikan kini

hanya sebagai keharusan bukan sebagai kebutuhan yang harus dipupuk supaya

(11)

formal kini digunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan materi sehingga

kualitas kemampuan siswa mulai dikesampingkan dan bisa dibeli dengan materi.

Inilah yang menyebabkan pendidikan kita semakin merosot bukan semakin

meningkat kualitasnya, sehingga pendidikan di Indonesia krisis kemampuan

intelektual maupun kemampuan dalam membentuk karakter. Siswa yang

menganggap matematika sulit salah satu contohnya, kebanyakan siswa kita

semakin malas dan pola fikirnya tidak berkembang yang merupakan dampak dari

semakin majunya teknologi yang salah dalam penggunaanya, ini dapat terlihat

dari nilai matematika siswa yang selalu lebih kecil dari nilai mata pelajaran yang

lainnya. Padahal matematika merupakan sarana untuk membentuk pola fikir kita,

begitu pula dengan perkembangan karakter mereka karena kini semakin maraknya

perkelahian antar pelajar.

Hal yang disebutkan di atas adalah permasalahan yang sedang dihadapi

oleh para pendidik saat ini pada umumnya dan khususnya pada pembelajran

matematika yang dianggap sulit oleh siswa. Namun masalah yang muncul bukan

hanya itu, namun bagaimana pendidik dapat menyampaikan materi pembelajaran

agar dapat diterima dengan baik oleh siswa tetapi bagaimana agar pembelajaran

yang diberikan dapat menumbuhkan karakter-karakter matematika yang

diharapkan muncul setelah belajar matematika.

Pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum,

sehingga bahan belajar yang akan dikembangkan harus sesuai dengan

Kurikukulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Standard Kompetensi Lulusan

(SKL) telah ditetapkan oleh pemerintah, namun bagaimana untuk mencapainya

dan apa bahan ajar yang digunakan, diserahkan sepenuhnya kepada para pendidik

sebagai tenaga profesional (Pangarsa, 2005). Sehingga pengembangan bahan ajar

dapat menjadi salah satu alternatife bagi pendidik dalam memberikan materi.

Tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP menurut

Depdiknas (Syarifuddin, 2009) adalah sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

(12)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Komunikasi dalam pembelajaran matematika adalah penting. Komunikasi

dalam matematika menolong guru memahami kemampuan siswa dalam

menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses

matematika yang mereka pelajari. Sebagaimana dikatakan Peressini dan Bassett

(NCTM,1966) bahwa tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki

sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan

proses dan aplikasi matematika. Dalam bagian lain, Lindquist (NCTM, 1996) berpendapat, “Jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan terbaik dalam komunitasnya, maka mudah

dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan meng-assess matematika”.Jadi jelaslah bahwa komunikasi dalam matematika merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki pelaku dan pengguna matematika

selama belajar, mengajar, dan meng-assess matematika.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan matematis khususnya

siswa SMP di Indonesia masih tergolong rendah. Contoh masih rendahnya

kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada hasil penelitian yang

dialkukan oleh Sunata (2009) di SMP Pasundan 3 Bandung dan Nugraha (2010)

di SMP Negreri 12 Bandung yang menunjukkan kemampuan komunikasi

matematis siswa SMP masih rendah. Menurut Nugraha (2012:54), kemampuan

(13)

eksperimen yang dilakukannya bahwa tidak terdapat peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa yang signifikan. Dengan kata lai, pengaruh

perlakuan yang diberikan tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Selain itu, Nugraha

(2010:54) menyatakan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

peningkatan kemampuan kominukasi matematis siswa.

Menurut tim MKPBM (2001:169), kemungkinan salah satu penyebab

siswa tidak menyenangi pelajaran matematika adalah cara mengajar yang tidak

cocok bagi siswa. Guru mengajar dengan metode yang kebetulan tidak cocok dan

sukar dimengerti oleh siswa. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berkarakter Pada Materi Prisma Dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Mateamtis Siswa SMP”.

Pemilihan materi prisma pada penelitian ini karena materi prisma cocok

untuk indikator kemampuan komunikasi, selain itu dalam materi prisma banyak

sub materi yang dapat dikerjakan secara berkelompok sehingga dalam

pelaksanaan pembelajarannya dapat dilihat karakter-karakter yang muncul dari

individu setiap siswa maupun dalam kelompoknya.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana model bahan ajar matematika berkarakter pada materi prisma di

SMP?

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas

yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter lebih baik daripada kelas

yang diberikan bahan ajar biasa?

3. Apakah disposisi matematis siswa pada kelas yang diberikan bahan ajar

matematika berkarakter lebih baik daripada kelas yang diberikan bahan ajar

(14)

C. Batasan Masalah

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini memiliki batasan yaitu

sebagai berikut:

1. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah materi prisma yang terdapat di

kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP).

2. Learning obsticle yang diamati dalam penelitian ini adalah hambatan

epistimologis.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai

berikut.

1. Mengetahui model bahan ajar matematika berkarakter pada materi prisma di

SMP.

2. Menganalisis adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

pada kelas yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter lebih baik

daripada kelas yang diberikan bahan ajar biasa.

3. Menganalisis kemampuan disposisi matematis siswa pada kelas yang

diberikan bahan ajar matematika berkarakter lebih baik daripada kelas yang

diberikan bahan ajar biasa.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dirasa sangat penting untuk membentuk karakter yang lebih

baik mealui pembelajaran matematika juga dapat meningkatkan kemampuan

komunikasi dan disposisi matematis siswa. Selain itu, melalui penelitian ini,

peneliti berharap hasil penelitian mampu memberikan sumbangsih untuk

kemajuan pendidikan.

1. Bagi siswa: dapat menumbuhkan karakter-karakter yang diharapkan agar

menjadi siswa yang berkepribadian baik, dan diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan komuniaksi dan disposisi matematisnya.

2. Bagi guru: dapat menjadi salah satu alternatif strategi pembelajaran

(15)

kemampuan komuniaksi dan disposisi matematisnya juga dapat

mengaplikasikan bahan ajar ini pada materi lain untuk membentuk karakter

siswa.

3. Bagi sekolah: dengan penggunaan bahan ajar berkarakter ini siswa diharapkan

dapat meningkatkan mutu sekolah sehingga sekolah-sekolah lain menjadikan

bahan ajar ini sebagai alternatif strategi pembelajaran matematika untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswanya.

4. Bagi dunia pendidikan: dapat meningkatkan mutu pendidikan dan menjadi

alternatif bahan ajar untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan

disposisi matematis siswa.

F. Definisi Operasional

1. Kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu

kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui

peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas,

dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi

matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau

strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa

komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya

dapat secara lisan maupun tertulis.

2. Disposisi matematis merupakan bentuk karakter yang tumbuh dalam diri

siswa setelah mengalami pembelajaran matematika seperti memandang

matematika sesuatu yang dapat dipahami, merasakan matematika sebagai

sesuatu yang berguna dan bermanfaat, meyakini usaha yang tekun dan ulet

dalam mempelajari matematika akan membuahkan hasil, dan melakukan

perbuatan sebagai pebelajar dan pekerja matematika yang efektif.

3. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan atau materi yang disusun secara

sistematis yang digunakan untuk membantu guru/ instruktur dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar sehingga tercipta lingkungan atau

suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Bahan tersebut dapat

(16)

4. Pendidikan karakter adalah suatu usaha pengembangan dan mendidik

karakter seseorang, yaitu kejiwaan, akhlak dan budi pekerti sehingga menjadi

lebih baik. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai

karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,

kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai

tersebut.

5. Bahan ajar matematika berkarakter ini adalah bentuk bahan atau materi yang

disusun secara sistematis yang digunakan oleh pendidik dalam melaksanakan

pembelajaran dengan tujuan untuk mengembangan dan mendidik karakter

seseorang, yaitu kejiwaan, akhlak dan budi pekerti sehingga menjadi lebih

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan bahan

ajar matematika berkarakter dengan aspek yang diukur adalah kemampuan

komunikasi dan disposisi matematis siswa. Penelitian ini melibatkan dua kelas

sebagai subjek penelitian, dimana kelas pertama adalah kelas eksperimen yang

mendapat pembelajaran matematika berkarakter dan kelas kelas kedua sebagai

kelas kontrol dengan pembelajaran yang biasa. Pada awal dan akhir pembelajaran

kedua kelas diberi tes yang termuat dalam soal-soal komunikasi matematis. Pada

penelitian ini terjadi pengelompokkan subjek secara acak kelas (A), adanya pretes

(O), dan adanya postes (O). Kelompok yang satu hanya dilakukan pembelajaran

dengan bahan ajar biasa yang diberikan di sekolah yaitu kelas kontrol, sedangkan

kelompok yang satu memperoleh pembelajaran yang diberikan bahan ajar

matematika berkarakter yang telah disusun penulis (X) yaitu kelas eksperimen.

Dengan demikian desain eksperimen dari penelitian ini adalah sebagai

berikut (Ruseffendi, 2005:35) :

A O X O

A O O

Di mana:

A : Pengambilan sampel secara acak kelas

X : Pembelajaran yang diberikan bahan ajar matematika berkarakter

O : Pretes atau Postes

Pada desain ini, terlihat bahwa kedua kelompok masing-masing diberi

pretes, dan setelah mendapatkan pembelajaran diukur dengan postes. Perbedaan

(18)

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 30 Bandung

yang termasuk ke dalam klaster 1. Untuk kelas VIII, penyebaran siswa di sekolah

ini dilakukan secara merata. Setiap kelas memiliki siswa yang heterogen dari segi

akademik mulai dari yang memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang, dan

rendah sesuai nilai UN yang diperoleh siswa saat SD. Jadi dalam pengambilan

sampel penelitian, diambil secara acak kelas atau random kelas dimana semua

anggota populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk diambil menjadi

anggota sampel karena kemampuan siswa untuk setiap kelasnya sudah merata.

Penentuan sampel dari sembilan kelas VIII SMPN 30 Bandung dilakukan dengan

cara dipilih 2 kelas secara acak yang dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Pemilihan 2 kelas tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan guru

mata pelajaran matematika kelas VIII di SMPN 30 Bandung. Dari sembilan kelas

yang ada, kelas yang ditawarkan adalah kelas VIII-C dan VIII-G. Peneliti

menentukan untuk kelas VIII-G diberikan bahan ajar matematika berkarakter yang

disebut kelas eksperimen dan kelas VIII-C diberikan bahan ajar biasa yang disebut

kelas kontrol.

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel penelitian yaitu variabel bebas

dan variabel terikat.

Variabel bebas adalah faktor yang dipilih untuk melihat pengaruh terhadap

gejala yang diamati. Variabel bebas dapat dikatakan sebagai variabel sebab,

sehingga yang dimaksud variabel bebas dalam penelitian ini adalah matematika

berkarakter.

Variabel terikat adalah faktor yang diukur dan diamati untuk mengetahui

efek variabel bebas. Variabel terikat disebut juga variabel akibat. Yang dimaksud

variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi dan disposisi

(19)

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini,dibagi menjadi dua bagian

yaitu instrumen kemampuan komunikasi matematis dan instrumen kemampuan

disposisi matematis.

1. Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis

Tes matematika yang akan dilakukan adalah tes kemampuan awal

siswa atau pretes. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan

komunikasi matematis siswa sebelum dilakukan pembelajaran. Kemudian

dilakukan postes, yaitu untuk mengetahui kemampuan komunikasi siswa

setelah semua pembelajaran selesai dilakukan.

Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik tentunya diperlukan alat

evaluasi yang kualitanya baik pula, disamping faktor lain yang dapat

mempengaruhinya. Misalnya pelaksanaan evaluasi (pengawasan), kondisi

tester (pembuat dan pemeriksa hasil tes), dan keadaan lingkungan. Suatu alat

evaluasi dikatakan baik jika memenuhi ciri-ciri sebagai berikut :

a. Validitas soal yang tinggi

b. Reliabilitas tinggi

c. Daya pembeda soal cukup baik

d. Option efektif

e. Proporsi tingkat kesukaran soal memadai antara soal mudah, sedang, dan

sukar.

Sebagai alat evaluasi, instrumen tes diujicobakan terlebih dahulu.

Hal-hal yang dievaluasi dari instrumen tes adalah:

a. Validitas

Menurut Suherman dan Kusumah (1990:135), “...suatu alat

evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu

yang dievaluasi tersebut dan hasil evaluasi mencerminkan keadaan yang sebenarnya”.

(20)

(Suherman dan Kusumah, 1990). Koefisien validitas dapat dicari dengan

beberapa cara. Salah satu caranya adalah korelasi produk moment

menggunakan angka kasar (raw score). Rumus korelasi produk moment

dengan menggunakan angka kasar (raw score) adalah

dengan: n = banyak testi

rxy= koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y.

X = skor siswa pada setiap butir soal

Y = skor total dari seluruh siswa.

Menurut J.P. Guilford (Suherman, dkk., 2003: 112), koefisien

validitas rxy dibagi ke dalam kategori-kategori seperti berikut ini.

Tabel 3.1

Kategori Validitas Butir Soal Koefisien Validitas (rxy) Kategori

0,90 rxy 1,00 Sangat Tinggi

Taraf signifikansi diperoleh dengan membandingkan thitung dengan

tabel

hasil uji coba diolah dengan menggunakan software Anates. Berdasarkan

analisis hasil uji coba, dengan mengacu pada klasifikasi di atas, diperoleh

validitas butir soal sebagai berikut.

(21)

Tabel 3.2

Kategori Validitas Butir Soal Hasil Uji Instrumen No Butir Soal Korelasi Kategori

1 0,592 Sedang

Koefisien relibilitas soal tipe uraian dihitung dengan menggunakan

rumus Cronbach Alpha (Suherman dan Kusumah, 1990: 180), yaitu:

2

 = jumlah varians skor setiap item, 2

t

s = varians skor total.

Koefisien relibilitas menyatakan derajat keterandalan alat evaluasi,

dinyatakan dengan r . Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat 11

reliabilitas alat evaluasi menurut J.P. Guilford (Suherman, dkk., 2003:

139) sebagai berikut.

Tabel 3.3 Kategori Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas (r ) 11 Kategori

(22)

Dengan menggunakan software Anates diperoleh koefisien

reliabilitas soal hasil uji instrumen yaitu 0,60. Menurut klasifikasi di atas,

koefisien reliabilitas soal termasuk ke dalam kategori tinggi.

c. Daya Pembeda

Galton mengasumsikan bahwa “suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata dan yang

kurang karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok tersebut” (Suherman dan Kusumah, 1990: 200).

Pembagian kelompok atas dan kelompok bawah didasarkan pada

jenisnya, antara lain:

1) Untuk kelompok kecil

Kelompok subjek disebut kecil jika n30. Untuk menentukan

kelompok atas dan kelompok bawah masing-masing 50% dari

populasi.

2) Untuk kelompok besar

Kelompok subjek disebut besar jika n30. Untuk keperluan

perhitungan daya pembeda cukup diambil 27% untuk kelompok

atas dan 27% untuk kelompok bawah.

Rumus untuk menentukan daya pembeda soal tipe uraian

(Suherman, dkk., 2003: 159) adalah

A B

X X

DP

SMI

 

dengan:

A

X

= rata-rata skor kelompok atas untuk soal itu,

B

X

= rata-rata skor kelompok bawah untuk soal itu,

(23)

Nilai DP berada pada kontinum 1,00 (paling tinggi) dan -1,00

(paling rendah). Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak

digunakan (Suherman, dkk., 2003: 161) adalah:

Tabel 3.4

Kategori Daya Pembeda

Daya Pembeda (DP) Kategori

0,70 DP1,00 Sangat Tinggi

Dengan menggunakan software Anates bentuk uraian diperoleh

klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5

Kategori Daya Pembeda Hasil Uji Instrumen

No Soal Daya Pembeda Kategori

1 0,2917 Cukup

2 0,5778 Baik

3 0,4167 Baik

4 0,5944 Baik

5 0,2667 Cukup

Artinya, soal nomor 1 dan 5 cukup bisa membedakan antara siswa

yang pintar dengan siswa yang kurang pintar, dan soal nomor 2 sampai 4

bisa membedakan siswa yang pintar dengan yang kurang pintar.

d. Indeks Kesukaran

“Indeks Kesukaran adalah suatu bilangan yang menyatakan derajat kesukaran suatu butir soal. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval (kontinum) mulai dari 0,00 sampai dengan 1,00” (Suherman dan Kusumah, 1990). Rumus untuk menentukan indeks kesukaran butir soal,

(Suherman, dkk., 2003: 170) yaitu:

(24)

SMI = skor maksimal ideal (bobot).

IK = Indeks Kesukaran,

Klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan

(Suherman, dkk., 2003: 170) adalah:

Tabel 3.6

Kategori Indeks Kesukaran

Hasil pengolahan indeks kesukaran menggunakan software Anates

adalah sebagai berikut.

Tabel 3.7

Kategori Indeks Kesukaran Hasil Uji Instrumen No Soal Indeks Kesukaran Kategori

1 0,8292 Mudah

2 0,5611 Sedang

3 0,5417 Sedang

4 0,5750 Sedang

5 0,6667 Sedang

Berdasarkan hasil uji instrumen, 5 soal tersebut termasuk dalam

kategori mudah satu soal dan sedang 4 soal. Dengan kata lain, soal-soal

tersebut dapat digunakan untuk membedakan siswa yang pandai dengan

siswa yang kurang pandai.

Adapun rekapitulasi analisis hasil uji instrumen disajikan secara

lengkap dalam tabel berikut ini.

Indeks Kesukaran (IK) Kategori

1, 00

IK Soal Terlalu Mudah

0, 70IK1, 00 Soal Mudah

0,30IK0, 70 Soal Sedang

0, 00IK 0,30 Soal Sukar

0, 00

(25)

Tabel 3.8

Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Instrumen Nomor

Berdasarkan rekapitulasi analisis hasil uji instrumen di atas, dari

soal no. 1 sampai soal no. 5 langsung digunakan.

2. Instrumen Kemampuan Disposisi Matematis

a) Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan

aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung di kelas

eksperimen. Aktivitas siswa yang diamati pada kegiatan pembelajaran

adalah aktivitas siswa dalam kelas eksperimen 1 (kelas yang mendapatkan

pembelajaran menggunakan bahan ajar matematika berkarakter ) dan

aktivitas siswa dalam kelas eksperimen 2 (kelas yang mendapatkan

pembelajaran menggunakan bahan ajar biasa). Sedangkan aktivitas guru

yang diamati adalah kemampuan guru dalam menginternalisasikan bahan

ajar matematika berkarakter yang telah dibuat.

b) Angket

Angket adalah sekumpulan pertanyaan pertanyaan yang harus

dilengkapi oleh responden dengan memilih jawaban atau menjawab

pertanyaan melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi

kalimat dengan jalan mengisi (Ruseffendi, 2005:121).

Angket digunakan untuk mengetahui respon atau sikap siswa

terhadap pembelajaran. Skala sikap yang digunakan adalah skala sikap

Likert. Untuk skala Likert, angket disajikan dalam bentuk pernyataan

positif dengan skor 5 untuk SS, 4 untuk S, 3 untuk N, 2 untuk TS dan 1

untuk STS. Untuk pernyataan negatif skor diberikan sebaliknya.

(26)

melainkan dengan mennggunakan rerata skor tersebut untuk setiap siswa

pada setiap aspek. Jika skor mendekati 5 ditafsirkan sikapnya sangat baik,

mendekati 4 bersikap baik, mendekati 3 tidak punya sikap, mendekati 2

bersikap jelek dan mendekati 1 bersikap sangat jelek.

E. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar berupa Lembar Kerja

Siswa (LKS). RPP dan LKS dikembangkan sesuai dengan kurikulum KTSP yang

dikembangkan oleh sekolah SMP Negeri 30 Bandung sebagaimana hasil

wawancara dengan guru matematika. Materi yang dipilih adalah bangun ruang sisi

datar, karena penelitian dilaksanakan pada semester genap serta materi

disesuaikan dengan subjek penelitian yang diambil, yaitu kelas VIII. Perangkat

pembelajaran ini mengacu pada bahan ajar matematika berkarakter. Penyusunan

RPP disesuaikan dengan LKS melalui pertimbangan dosen pembimbing.

F. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah

pengolahan data. Pengolahan data terdiri dari:

a. Pengolahan data kemampuan komunikasi matematis

b. Pengolahan data kemampuan disposisi matematis

Penjelasannya sebagai berikut :

a. Pengolahan Data Kemampuan Komunikasi Matematis

Data yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran meliputi data

pretes, data postes, dan indeks gain. Data pretes diperoleh sebelum

dilaksanaannya pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran

konflik kognitif. Data postes diperoleh setelah semua pembelajaran

dilaksanakan. Kemudian diolah berdasarkan analisis berikut :

1) Analisis Deskriptif

Analisis deskriftif dilakukan untuk mengetahui situasi secara

(27)

diperoleh. Adapun data deskriftif yang dihitung adalah mean, variansi,

dan standar deviasi.

2) Menghitung Skor Gain

Setelah pretes dilaksanakan, jawaban siswa diolah dengan

menggunakan penyekoran yang umum. Skor yang diperoleh siswa

sekaligus menjadi nilai siswa. Skor maksimal ideal dari jawaban pretes

adalah 100. Hal tersebut berlaku pula untuk postes.

Jika berdasarkan hasil pengolahan data pretes dan postes terdapat

peningkatan kemampuan pada siswa maka pengolahan data hasil belajar

menggunakan indeks gain. Indeks gain (gain ternormalisasi) digunakan

untuk melihat peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa serta

untuk melihat kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa

dengan cara membandingkan rata-rata indeks gain kelas kooperatif

dengan rata-rata indeks gain kelas individu. Menurut Meltzer&Hake

(Izzati, 2010: 71), indeks gain diperoleh dengan rumus:

Pr

Hasil perhitungan indeks gain kemudian diinterpretasikan dengan

menggunakan kategori menurut Hake (Izzati, 2010: 72) yaitu:

Tabel 3.9 Klasifikasi Gain (g)

Besarnya Gain (g) Interpretasi

g 0,7 Tinggi

0,3 g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

Namun jika tidak terdapat perbedaan hasil belajar dari pretes dan

postes maka pengolahan data hasil belajar diambil dari hasil postes.

3) Uji Normalitas

Setelah dilakukan proses penyekoran terhadap pretes dan postes,

selanjutnya dilakukan uji normalitas terhadap data pretes, postes, dan

(28)

Hipotesis yang dapat dirumuskan untuk pengujian normalitas data pretes

adalah sebagai berikut:

H0 : Data (pretes, postes, dan indeks gain) berasal dari populasi yang

berdistribusi normal.

H1 : Data (pretes, postes, dan indeks gain) berasal dari populasi yang

tidak berdistribusi normal.

Untuk uji normalitas perhitungan dilakukan menggunakan SPSS

versi 15.0 menggunakan uji 1-Sample K-S (Kolmogorov-Smirnov), dengan

pedoman untuk mengambil kesimpulan adalah:

 Nilai signifikansi atau nilai probabilitasnya < 0,05, distribusi adalah tidak normal (tidak simetris).

 Nilai signifikansi atau nilai probabilitasnya 0,05, distribusi adalah normal (simetris).

Nilai signifikansi pada SPSS dapat dilihat pada tabel Test of

Normality di kolom Kolmogorov-Smirnov. Sedangkan jika data yang

diperoleh tidak berdistribusi normal, maka tidak dilakukan pengujian

homogenitas, tetapi dilakukan pengujian kesamaan dua rata-rata dengan

menggunakan uji non parametric, seperti uji Mann-Whitney U.

4) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas dilakukan jika data telah memenuhi uji

normalitas, uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

diolah memiliki variansi yang sama atau tidak. Untuk uji homogenitas

perhitungan dilakukan menggunakan SPSS versi 15.0 menggunakan uji

Independent Sample T Test pada program SPSS (Priyatno, 2009:72).

Hipotesis yang dirumuskan untuk pengujian homogenitas pretes, postes,

dan indeks gain adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan varians (pretes, postes, dan indeks gain)

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : Terdapat perbedaan varians (pretes, postes, dan indeks gain) antara

(29)

Dengan taraf signifikansi sebesar 5%, kriteria pengujian hipotesis di

atas yaitu:

 Nilai signifikansi atau nilai probabilitasnya < 0,05, data berasal dari populasi yang tidak memiliki varians yang sama (tidak homogen).  Nilai signifikansi atau nilai probabilitasnya 0,05, data berasal dari

populasi yang memiliki varians yang sama (homogen).

5) Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah data

pretes yang diuji memiliki rata-rata yang sama atau berbeda. Uji kesamaan

dua rata-rata dilakukan setelah melakukan uji homogenitas varians. Untuk

menguji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji Independent Sample T

Test pada program SPSS (Priyatno, 2009:72). Hipotesis yang dirumuskan

untuk pengujian kesamaan dua rata-rata pretes adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata pretes antara kelas eksperimen dan

kelas kontrol.

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata pretes antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol.

Dengan taraf signifikansi sebesar 5%, kriteria pengujian hipotesis di

atas yaitu:

Jika signifikansi (sig.) < 0,05 maka H0 ditolak

 Jika signifikansi (sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima

6) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan signifikan antara kemampuan komunikasi matematis

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jika data berdistribusi normal

dan memiliki varians yang homogen maka pengujian menggunkan uji t

(independent sample test). Begitu pula jika data berdistribusi normal tetapi

varinsnya tidak homogen. Namun untuk data tidak berdistribusi normal

(30)

b. Pengolahan Data Kemampuan Disposisi Matematis

1) Pengolahan Data Hasil Observasi

Data yang diperoleh melalui kegiatan observasi adalah aktivitas

guru dan siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakan. Data tersebut

diolah dan dianalisis secara deskriptif.

2) Pengolahan Data Hasil Angket

Data yang diperoleh diolah berdasarkan skala sikap Likert. Untuk

skala Likert, angket disajikan dalam bentuk pernyataan positif dengan skor

5 untuk SS, 4 untuk S, 3 untuk N, 2 untuk TS dan 1 untuk STS. Untuk

pernyataan negatif skor diberikan sebaliknya. Pengolahan skor dan

penafsirannya tidak menggunakan persentase melainkan dengan

mennggunakan rerata skor tersebut untuk setiap siswa pada setiap aspek.

Jika skor mendekati 5 ditafsirkan sikapnya sanngat baik, menndekati 4

bersikap baik, mendekati 3 tidak punya sikap, mendekati 2 bersikap jelek

dan mendekati 1 bersikap sangat jelek.

3) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan signifikan antara kemampuan disposisi matematis

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jika data berdistribusi normal

dan memiliki varians yang homogen maka pengujian menggunkan uji t

(independent sample test). Begitu pula jika data berdistribusi normal

tetapi varinsnya tidak homogen. Namun untuk data tidak berdistribusi

normal maka pengujian menggunakan uji non-parametrik Mann-Whitney

U.

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan disposisi matematis antara

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : Terdapat perbedaan kemampuan disposisi matematis antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

Dengan taraf signifikansi sebesar 5%, kriteria pengujian hipotesis

(31)

Jika signifikansi (sig.) < 0,05 maka H0 ditolak

 Jika signifikansi (sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

a. Tahap Persiapan

1) Membuat rancangan penelitian yang dilanjutkan dengan seminar

proposal

2) Perizinan penelitian

3) Menentukan subjek penelitian yaitu menentukan kelompok

eksperimen

4) Menyusun instrumen pembelajaran dan penelitian

5) Melakukan studi pendahuluan (kajian kurikulum)

6) Melakukan uji coba instrumen dan menganalisis

7) Merevisi instrumen tes kemampuan komunikasi matematis

b. Tahap Pelaksanaan

1) Memberikan tes awal (pretes) pada kedua kelas eksperimen.

2) Implementasi bahan ajar

3) Melakukan observasi

4) Memberikan jurnal harian

5) Melakukan postes

c. Tahap Analisis Data

1) Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif dari kedua kelas.

2) Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh untuk

menjawab rumusan masalah dalam penelitian.

d. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Membuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan hipotesis dan

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan pada bab IV,

diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Bahan ajar matematika berkarakter yang digunakan disesuaikan dengan

kesulitan (learning obstacle) yang dialami siswa. Adapun karakter-karakter

dalam pembelajaran menggunakan bahan ajar matematika berkarakter yang

muncul adalah kreatif, kerjasama, tanggung jawab, teliti, berfikir kritis, rasa

ingin tahu dan menghargai pendapat orang lain.

2. Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis pada kelas

eksperimen maupun kelas kontrol tergolong rendah.

3. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan bahan ajar matematika berkarakter lebih baik dibandingkan

siswa yang diberikan bahan ajar biasa.

4. Kemampuan disposisi matematis siswa kelas eksperimen yang

pembelajarannya menggunakan bahan ajar matematika berkarakter tidak lebih

baik dibandingkan siswa yang diberikan bahan

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran penulis terhadap penggunaan

bahan ajar matematika berkarakter dalam pembelajaran matematika adalah

sebagai berikut.

1. Guru disarankan menggunakan bahan ajar matematika berkarakter dalam

pembelajaran dan untuk menarik minat belajar siswa sebaiknya disajikan

dengan tampilan yang lebih menarik untuk menarik minat siswa serta agar

siswa tidak cepat jenuh.

2. Jika guru mengimplementasikan bahan ajar matematika berkarakter dalam

(33)

antaranya: kemampuan siswa dalam beradaptasi terhadap sesuatu yang baru,

kesiapan siswa dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik yang diberikan,

dan pengkondisian siswa saat pembelajaran dilakukan secara kooperatif atau

secara individual, serta penggunaan media pembelajaran atau alat peraga

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Nurul. 2011. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Pendekatan Creative Problem Solving (CPS) (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMPN 14 Bandung). Skripsi FMIPA Pendidikan Matematika UPI: Tidak Diterbitkan.

Anku, Sitsofe Enyonam. (2012). Mengembangkan Disposisi Siswa Terhadap Matematika.[Online].Tersedia:http://shiningallspark.web.id/mengembangkan-disposisi-siswa-untuk-matematika.html. [10 Desember 2012].

Anonim. (2012). Indikator Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia : http://m4y-a5a.blogspot.com/2012/10/indikator-komuunikasi-matematika.html.[09 Desember 2012 ].

Anonim. (2012). Pengertian Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia:

http://www.kampus-info.com/2012/05/pengertian-pendidikan-berkarakter.html. [10 Desember 2012].

Bandono. (2009). Pengembangan Bahan Ajar. [Online]. Tersedia : bandono.web.id/2009/04/02/pengembangan-bahan-ajar.php. [12 Desember 2012].

Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematis. [Online]. Tersedia :

http:/herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/. [12 Desember 2012]

Muhammadi. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dalam Proses Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar. Prosiding Temu Ilmiah dan Seminar Ilmiah. Grand Design Program Pendidikan Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. FIP UPI.

Mahmudi, Ali. (2010). Tinjauan Asosiasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Disposisi Matematis. Makalah FMIPA Pendidikan Matematika UNY : Tidak Diterbitkan.

Mu’in, F. (2011). Pendidikan Karakter. Konstruksi Teoritik dan Praktik. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Mulyana, E. (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas Program Ilmu Pengetahuan Alam. Disertasi. Program Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Nurlaelah, E. 2009. Pencapaian daya dan Kreativitas Matematik Mahasiswa Calon Guru Melalui Pembelajaran Berdasarkan Teori Apos. Disertasi Doktor Pada SPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

(35)

Rusdi, A. (2008). Perangkat Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://anrusmath.wordpress.com/2008/09/29/perangkat-pembelajaran/. [21 Maret 2012].

Ruseffendi. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Sudrajat, A. (2008). Konsep Pengembangan Bahan Ajar. [Online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/04/konsep-pengembangan-bahan-ajar-2/. [7 Maret 2012].

Suherman, E, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman, E. dan Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Weti, Ida. (2010). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi. [Online]. Tersedia :

http://kartiniokey.blogspot.com/2010/05/meningkatkan-kemampuan-komunikasi.html. [11 Desember 2012].

Gambar

Tabel 3.1 Kategori Validitas Butir Soal
Tabel 3.2 Kategori Validitas Butir Soal Hasil Uji Instrumen
Tabel 3.4 Kategori Daya Pembeda
Tabel 3.6 Kategori Indeks Kesukaran
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini akan melihat apakah tanaman pangan padi dan palawija akan dapat memberikan tingkat pendapatan pada petani lahan kering dengan baik, seberapa besar prospek

Dari 100 responden, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat kepedulian responden mengenai efek samping penggunaan obat rematik/pegal linu, mayoritas responden

Penampungan pengungsi merupakan suaka yang krusial dalam memulihkan situasi fisik dan psikologis. Meskipun Indonesia merupakan negara persinggahan strategis bagi para

Setelah membuat file xml dan android manifest-nya, kita buat file java-nya misal dengan nama GTalkAPI.java seperti berikut : package com.eepis.android; import

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the

Metode analisis bentuk yang digunakan di sini dilaksanakan sebagai tambahan terhadap metode sanggar yang dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Seni Rupa FBS UNY, yaitu

Kesimpulannya adalah Ho ditolak yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan variabel administrasi proyek (X1), mutu/kualitas (X2), biaya (X3),

hipotesis I yang menyatakan bahwa ada efektivitas penambahan kinesio taping pada tendon and nerve gliding exercise dalam meningkatkan kemampuan fungsional carpal