PENGARUH ETIKA PROFESI TERHADAP PENDETEKSIAN
TINDAKAN KORUPSI
(Studi pada Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Ekonomi Pada Program Studi Akuntansi
Disusun oleh:
RIA MARIA NURHAYATI
NIM. 1005888
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
Pengaruh Etika Profesi Terhadap
Pendeteksian Tindakan Korupsi
(Studi pada Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat)
Oleh
Ria Maria Nurhayati
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
© Ria Maria Nurhayati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
September 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Ria Maria Nurhayati, 2014
Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS . 12 2.1 Kajian Pustaka ... 12
2.1.1 Etika ... 12
2.1.2 Kecurangan (Fraud) ... 20
2.1.3 Upaya Mengurangi Terjadinya Tindakan Fraud ... 24
2.1.4 Peran Akuntansi Forensik ... 29
2.1.5 Penelitian Terdahulu ... 33
2.3 Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN ... 40
3.1 Objek Penelitian ... 40
3.2 Metode Penelitian... 41
3.2.1 Desain Penelitian ... 41
3.2.2 Definisi dan Oprasionalisasi Variabel ... 42
3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 44
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 45
3.2.5 Instrumen Penelitian... 46
3.2.6 Skala Pengukuran ... 47
3.2.7 Jenis dan Sumber Data ... 49
3.2.8 Uji Instrumen Penelitian ... 49
3.2.9 Teknik Analisis Data dan Rancangan Pengujian Hipotesis ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56
4.1 Hasil Penelitian ... 56
4.1.1 Tinjauan Umum Obyek Penelitian ... 56
4.1.2 Struktur Pelaksana Organisasi BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat59 4.1.3 Data Responden ... 61
4.1.4 Deskripsi dan Data Variabel Penelitian ... 62
4.2 Pembahasan ... 95
4.2.1 Pelaksanaan Konsep Etika Profesi BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat ... 95
4.2.2 Pelaksanaan Pendeteksian Tindakan Korupsi ... 97
4.2.3 Pengaruh Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi ... 98
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 102
5.1 Simpulan ... 102
5.2 Saran ... 104
Ria Maria Nurhayati, 2014
Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(Studi pada Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat)
Oleh:
Ria Maria Nurhayati 1005888
Dosen Pembimbing:
R. Nelly Nur Apandi, S.E., M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh etika profesi terhadap pendeteksian tindakan korupsi dengan melakukan studi pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode asosiatif dengan pendekatan kuantitatif. Sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis koefisien korelasi dan analisis koefisien determinasi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data berasal dari kuesioner yang dibagikan langsung kepada Auditor Senior dan Junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa etika profesi berpengaruh positif terhadap pendeteksian tindakan korupsi pada Auditor Senior dan Junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat.
Ria Maria Nurhayati, 2014
Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(Study in Senior and Junior Auditor Supreme Audit Agency of Indonesia Representative West Java Province)
By:
Ria Maria Nurhayati 1005888
Counsellor:
R. Nelly Nur Apandi, S.E., M.Si.
This study aims to determine the influence of professional ethics against corruption detection by conducting a study on Senior and Junior Auditor Supreme Audit Agency of Indonesia Representative West Java Province. The research method used is associative method with a quantitative approach. While the technique of data analysis using correlation coefficient analysis and coefficient of determination.
Data that is used on this research is primary data. The data source from questionnaire that direct distribution to Senior and Junior Auditor Supreme Audit Agency of Indonesia Representative West Java Province.
The results showed that the proffesional ethics has positive influence on the detection of corruption on Senior and Junior Auditor Supreme Audit Agency of Indonesia Representative West Java Province.
Ria Maria Nurhayati, 2014
Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1.1 Latar Belakang
Pembangunan di Pulau Jawa yang terus menerus dilakukan pada masa
orde baru menyebabkan ketimpangan pembangunan di daerah-daerah lain di
Indonesia. Ini menimbulkan ketidakadilan bagi daerah lainnya, sehingga muncul
kecemburuan sosial yang berujung pada timbulnya tuntutan pemerataan
pembangunan. Upaya pemerataan pembangunan di era reformasi dilakukan
pemerintah dengan memberlakukan UU Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah atau UU Otonomi Daerah yang kemudian direvisi melalui
UU Nomor 32 tahun 2004. Karena masih terdapat beberapa kelemahan terkait
aturan tata cara pembentukan daerah baru yang tidak tegas.
Otonomi daerah sebagaimana tercantum di UU Nomor 32 tahun 2004
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah memberikan
kesempatan bagi setiap daerah melalui pemerintah setempat untuk
mengeksploitasi kekayaan alamnya sendiri dalam rangka memaksimalkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, desentralisasi, sebagai kondisi ideal yang
diharapkan saat diberlakukannya UU tersebut tidak dapat tercapai. Ini disebabkan
oleh ketidakmampuan kepala daerah dalam mengaplikasikan UU tersebut.
dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, seperti tercermin dalam survei Global
Corruption Barometer (GCB) sebagai berikut.
(Sumber: Laporan Global Corruption Barometer 2013)
Gambar 1.1
Persentase Corrupt Institution di Indonesia tahun 2013
Terlihat bahwa institusi pemerintah, parlemen dan polisi merupakan
pelaku terbesar dalam kasus korupsi di Indonesia. Parlemen yang dipercaya
masyarakat dan polisi yang berperan sebagai institusi yang menjamin keamanan
masyarakat, justru merugikan masyarakat.
Korupsi merupakan salah satu kategori kecurangan yang dirumuskan oleh
Association of Certified Fraud Examinations, sebuah asosiasi asal USA. ACFE
membagi korupsi ke dalam beberapa bentuk, yaitu pertentangan kepentingan
(conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan
pemerasan (economic extortion).
Adanya otonomi daerah sebagai perwujudan upaya pemerintah dalam
melakukan pemerataan pembangunan, seharusnya diimbangi dengan pengelolaan
negara yang baik. Sehingga semangat reformasi yang diusung pemerintah mampu
4,30% 4,50% 4,40% 4%
4,50%
3,30%
2,40% 2,70% 3,40%
3,10%
mencapai desentralisasi, juga mengurangi kasus korupsi yang marak terjadi di era
orde baru. Namun, berbeda dengan yang diharapkan, korupsi semakin marak
terjadi, sehingga memperburuk kondisi Indonesia di mata dunia.
Tabel Corruption Perception Index berikut ini menunjukan score dan
peringkat Indonesia di dunia bila dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia
dan Singapura.
Tabel 1.1
Corruption Perception Index tahun 2009-2013
NO TAHUN NEGARA IDEAL
SCORE Indonesia Malaysia Singapura
Score Rank Score Rank Score Rank
(Sumber: http//www.tranparency.org yang diolah kembali)
Dari tabel tersebut, diketahui bahwa score rata-rata Indonesia hanya 3.0,
berbeda cukup jauh dari Malaysia dan Singapura. Malaysia dan Singapura
memiliki score rata-rata 4.6 dan 9.0. Selain itu, ranking yang dicapai Malaysia
dan Singapura terpaut sangat jauh dibandingkan Indonesia. Indonesia berada di
peringkat 100 ke atas dari 177 negara. Korupsi yang semakin marak dilakukan
petinggi negara dan daerah, membuat Indonesia berada pada peringkat yang
memprihatinkan dalam Corruption Perception Index.
Salah satu kasus korupsi petinggi daerah yang cukup menyita perhatian
masyarakat, yaitu dilakukan oleh Mantan Walikota Bandung, Dada Rosada. Ia
Bantuan Sosial (Bansos) sebesar Rp6M atas tahun anggaran 2009-2010. Dada
merupakan Walikota Bandung dalam dua periode sejak 2003, namun kasusnya
baru mencuat pada tahun 2012. (www.nasional.kompas.com)
Dalam www.transaktual.com, tim jaksa penuntut umum membacakan
uraian dakwaan bahwa pada APBD 2009 dialokasikan anggaran Belanja Bantuan
Sosial pada organisasi sosial kemasyarakatan sebesar Rp56.8M. Di mana pada
APBD Perubahan, menjadi Rp77.9M. Sementara pada tahun 2010, dana yang
dialokasikan sebesar Rp53.3M dan bertambah pada APBD Perubahan, menjadi
Rp80.2M. Modus dalam perkara ini, yakni penerima Dana Bansos yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan dalam penggunaannya dan fiktif, serta pelanggaran
terhadap Peraturan Wali Kota (Perwal) No.107 tahun 2010 tentang Cara
Pemberian dan Pertanggungjawaban Hibah dan Bansos.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan
Jawa Barat memberikan opini disclaimer atas Laporan Keuangan Kota Bandung
tahun 2009 (nasional.news.viva.co.id). BPK menolak memberikan pendapat atas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2009 sesuai dengan laporan
Auditor Utama KN V BPK RI Acmad Sjakir Amir. Dalam laporan tersebut,
tertulis bahwa hal-hal yang membuat BPK memberikan opini disclaimer antara
lain karena penyajian atau pengungkapan penyertaan modal pemerintah kepada
perusahaan daerah di atas 20% tidak disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Penyajian dan pengungkapan dana bergulir pada masyarakat tidak
tidak didukung rincian daftar aset maupun dokumen berupa daftar inventarisasi
dan penilaian aset tersebut.
Sedangkan pada tahun 2010, LKPD Kota Bandung mendapatkan opini
WDP (Wajar Dengan Pengecualian), lebih baik dari opini di tahun sebelumnya
(bandung.bpk.go.id). Perbaikan opini diberikan karena Kota Bandung bisa
memperbaiki 33 dari 41 macam catatan temuan. Namun terdapat catatan yang
belum benar-benar tepat, salah satunya adalah Dana Bansos. BPK memberikan
catatan mengenai masalah kelengkapan administrasi, bahwa BPK tidak dapat
menguji dokumen pertanggungjawaban penggunaan Bantuan Sosial sebesar
Rp40M, namun secara aturan normatif dan cara penyalurannya sudah benar.
Namun, penetapan dan penindakan Dada Rosada sebagai terdakwa dinilai
terlambat. Dalam audit tahun 2009 tidak disebutkan tentang Dana Bantuan Sosial,
sedangkan pada tahun 2010 sudah mulai disinggung namun BPK belum berani
mengambil langkah yang tepat terhadap temuan yang ada. Jika hal ini sudah
terdeteksi sejak audit atas tahun anggaran, serta BPK dapat lebih tegas dan tepat
dalam mengambil keputusan, kasus korupsi akan lebih cepat terungkap. Sehingga
peran BPK RI sebagai auditor independen dapat berfungsi dengan selayaknya.
Hal ini memperlihatkan bahwa BPK RI sebagai auditor independen
pemerintah belum cukup mampu mengenali gejala-gejala kecurangan dalam
proses audit. Padahal kapasitas BPK RI sebagai satu-satunya auditor independen
pemerintah, seharusnya mampu mengenali gejala-gejala ketidakwajaran yang
Selain itu, tujuan umum dari profesi auditor adalah untuk memperoleh
keyakinan memadai bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah
saji material, apakah karena kecurangan atau kesalahan, sehingga memungkinkan
auditor untuk menyatakan pendapat. Selanjutnya, Standar Umum SPKN (Standar
Pemeriksa Keuangan Negara) tentang Kemahiran Profesional, mewajibkan BPK
RI untuk menerapkan kemahiran profesional secara cermat dan seksama demi
mendapatkan keyakinan yang memadai, bahwa salah saji material atau
ketidakakuratan yang signifikan dalam data akan terdeteksi. Sehingga,
pendeteksian tindakan fraud dalam proses audit juga merupakan salah satu
tanggung jawab auditor BPK RI.
Kurang optimalnya auditor BPK RI dalam mengenali gejala-gejala
ketidakwajaran yang berpotensi korupsi saat proses audit tidak mampu membantu
KPK dalam menindak dan mengungkap kasus korupsi, sehingga tindak korupsi di
Indonesia semakin tinggi. Salah satu penyebab hal ini adalah rendahnya etika
auditor di lapangan.
Tahun 2010, dua orang auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat
tersangkut dalam kasus suap yang dilakukan pemerintah kota Bekasi. Mereka
diminta untuk memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas hasil
audit Kota Bekasi (www.hukumonline.com). Keduanya kemudian membantu
dengan memberikan arahan pembukuan LKPD Bekasi agar menjadi WTP. Hal ini
terbukti melanggar prinsip independensi dalam Nilai-Nilai Dasar BPK RI,
sehingga diberhentikan dan divonis dengan hukuman empat tahun penjara serta
melanggar prinsip independensi, kedua auditor sebenarnya juga melanggar
prinsip-prinsip lainnya yang terkandung dalam kode etik.
Sebagai seorang profesional, auditor harus melaksanakan setiap
penugasannya dengan menjunjung tinggi seluruh prinsip etika. Jika tidak
memenuhi salah satu dari prinsip tersebut, maka auditor akan diragukan dan tidak
berhasil dalam penugasannya. Terdapat enam prinsip etika profesi dalam Kode
Etik AICPA (American Institute of Certified Public Accountants), yaitu tanggung
jawab, pelayanan kepentingan publik, integritas, objektivitas dan independensi,
due care, serta lingkup dan sifat jasa.
Penelitian tentang etika profesi yang dilakukan oleh Arleen dan Yulius
(2009), mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam
mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan
tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Penelitian lainnya
dilakukan oleh Dinata Putri dan Dharma Suputra (2013) yang menunjukan bahwa
independensi, profesionalisme, dan etika profesi berpengaruh terhadap kinerja
auditor.
Penelitian tentang pendeteksian kecurangan dilakukan oleh Tri Ramaraya
(2008), bahwa pendeteksian kecurangan dalam audit laporan keuangan oleh
auditor perlu dilandasi dengan pemahaman atas sifat, frekuensi dan kemampuan
pendeteksian oleh auditor. Patokan yang selalu diacu adalah efektivitas dari
standar ini dalam mengarahkan keberhasilan pendeteksian kecurangan. Adanya
tekanan kompetisi, tekanan waktu dan tekanan hubungan dengan klien demikian
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian Maghfirah
Gusti dan Syahril Ali (2008) menyebutkan bahwa etika tidak mempunyai
hubungan yang signifikan dengan ketepatan pemberian opini auditor. Ketepatan
pemberian opini auditor merupakan salah satu hasil auditor setelah melakukan
pertimbangan atas deteksi kecurangan yang dilakukan. Selain itu, penelitian Indira
Januarti dan Faisal (2010) juga menyebutkan moral reasoning tidak berpengaruh
terhadap kualitas audit.
Etika berfungsi sebagai kontrol dalam pelaksanaan suatu aktivitas.
Sehingga, auditor sebagai profesi yang bekerja dan bertanggungjawab langsung
kepada masyarakat tentunya harus menjunjung tinggi nilai-nilai etika.
Pelaksanaan etika dari seorang auditor juga dapat mencerminkan sejauh mana
integritasnya. Adanya perbedaan hasil penelitian di antara penelitian terdahulu
menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan penelitian kembali mengenai etika.
Selain itu, belum adanya penelitian tentang pengaruh etika profesi terhadap
pendeteksian tindakan korupsi menjadi alasan bagi penulis dalam melakukan
penelitian.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu tentang objek
penelitian yang akan diangkat penulis. Penulis bermaksud untuk melakukan
penelitian pada sektor publik dengan auditor Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat sebagai objek
penelitian.
Selain menindaklanjuti kasus Dada Rosada, Provinsi Jawa Barat juga turut
Ibukota sangat menguntungkan dalam kegiatan perekonomian. Diperkirakan Jawa
Barat akan terus berkembang dan berkontribusi besar dalam menghasilkan
pendapatan bagi negara. Salah satu hal yang mendasari perkiraan tersebut adalah
giatnya usaha pemerintah Ibukota Jawa Barat, Bandung dalam memasarkan
kotanya sebagai kota wisata. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengawasan dan
penelitian untuk memastikan bahwa auditor pemerintah Provinsi Jawa Barat
menjunjung tinggi kode etik dan terjamin hasil pekerjaannya, sehingga dapat
dipercaya masyarakat.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul
“Pengaruh Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi” (Studi
pada Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Perwakilan Provinsi Jawa Barat).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pelaksanaan konsep etika yang diterapkan auditor senior dan
junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat saat melaksanakan audit?
2. Bagaimana pelaksanaan pendeteksian tindakan korupsi pada sektor publik?
3. Seberapa besar pengaruh etika profesi dalam pendeteksian tindakan korupsi
yang dilakukan oleh auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi
dan gambaran tentang pelaksanaan audit yang dilakukan auditor pemerintah
dalam mendeteksi kecurangan, khususnya tindakan korupsi. Selain itu, untuk
mengetahui interaksi etika profesi berdasarkan prinsip etika dalam kode etik
AICPA, yaitu tanggung jawab, pelayanan kepentingan publik, integritas,
objektivitas dan independensi, due care, serta lingkup dan sifat jasa terhadap
pendeteksian tindakan korupsi oleh auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan
Provinsi Jawa Barat.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.
1. Mengetahui pelaksanaan konsep etika yang diterapkan auditor senior dan
junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat saat melaksanakan audit.
2. Mengetahui pelaksanaan pendeteksian tindakan korupsi pada sektor
publik.
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh etika profesi dalam pendeteksian
tindakan korupsi yang dilakukan oleh auditor senior dan junior BPK RI
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan di
bidang akuntansi khususnya mengenai audit dalam mendeteksi tindakan korupsi
di sektor publik. Sehingga dapat menjadi bahan pembelajaran dan acuan bagi
mahasiswa/i yang akan melakukan penelitian pada bidang yang sama.
1.4.2 Kegunaan Praktis
a. Bagi Auditor Pemerintah
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan referensi
bagi auditor pemerintah dalam mengoptimalkan pekerjaannya. Terutama
dalam menjadi profesional yang objektif dalam memenuhi tanggung
jawabnya, sehingga mendapat keyakinan dan kepercayaan dari masyarakat.
b. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran pelaksanaan audit
deteksi tindakan korupsi yang dilakukan auditor BPK RI. Selain itu, juga
diharapkan pemerintah lebih akuntabel dan transparan dalam memberikan
pertanggungjawabannya kepada masyarakat.
c. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan gambaran dan
pertanggungjawaban auditor pemerintah dalam mendeteksi tindakan korupsi,
Ria Maria Nurhayati, 2014
Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.1 Objek Penelitian
Salah satu bagian yang menjadi sorotan dalam sebuah penelitian adalah
objek penelitian.
Sugiyono (2010:38) menjelaskan bahwa objek penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Objek dalam penelitian ini adalah etika profesi dan pendeteksian tindakan
korupsi oleh auditor senior dan junior Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Etika profesi adalah prinsip
etika dalam kode etik AICPA (American Institute of Certified Public
Accountants), yaitu tanggung jawab, pelayanan kepentingan publik, integritas,
objektivitas dan independensi, due care, serta lingkup dan sifat jasa (Duska,
2011). Peneliti ingin menguji apakah terdapat pengaruh antara etika profesi
berdasarkan keenam prinsip kode etik AICPA, terhadap pendeteksian tindakan
korupsi yang dilakukan oleh auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan
Provinsi Jawa Barat.
3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian
Metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian tentang “Etika
Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi” adalah metode asosiatif dengan
pendekatan kuantitatif. Metode asosiatif merupakan metode yang bermaksud
untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengaruh antara variabel-variabel
melalui pengujian hipotesis. Hubungan kausal menurut Sugiyono (2013:56)
adalah hubungan yang bersifat sebab akibat.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan
metode survei.
Menurut Sugiyono (2013), metode survei digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah, tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya.
Data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis, dan diproses lebih lanjut
dengan dasar-dasar teori yang telah dipelajari. Sedangkan analisis dilakukan
melalui pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode statistik yang
relevan untuk menguji hipotesis. Tahap-tahap perencanaan dalam penelitian ini
adalah:
1. Operasionalisasi variabel.
2. Penentuan populasi dan sampel penelitian.
3. Mendesain dan menguji instrumen penelitian.
4. Pengumpulan data.
5. Analisa data dan pengujian hipotesis.
3.2.2 Definisi dan Oprasionalisasi Variabel 3.2.2.1 Definisi Variabel
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh etika profesi terhadap
pendeteksian tindakan korupsi. Berikut uraian tentang variabel yang digunakan
dalam penelitian ini.
1. Variabel Bebas (Variabel Independen)
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, atau
antecedent, merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2013:59).
Etika profesi merupakan variabel bebas dalam penelitian ini. Webster’s
Collegiate Dictionary dalam Duska (2011:26) merumuskan empat pengertian
dasar etika. Pertama, etika diartikan sebagai suatu disiplin ilmu tentang apa
yang baik dan buruk, serta tentang kewajiban moral dan pekerjaan. Kedua,
etika merupakan sebuah set prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai. Ketiga,
etika merupakan sebuah teori atau sistem atau nilai-nilai moral. Terakhir,
etika merupakan prinsip-prinsip yang mengatur perilaku individu atau
kelompok. Etika profesi dalam penelitian ini berdasarkan prinsip etika dalam
kode etik AICPA (American Institute of Certified Public Accountants).
Sehingga dimensi dari etika profesi berdasarkan prinsip kode etik AICPA
adalah tanggung jawab, pelayanan kepentingan publik, integritas, objektivitas
2. Variabel Terikat (Variabel Dependen)
Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, dan konsekuen,
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2013:59). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah pendeteksian tindakan korupsi. Pendeteksian
tindakan fraud menurut Albrecht (2012:112) adalah belajar untuk mengenali
gejala dan menindaklanjutinya hingga terbukti, bahwa fraud telah atau belum
dilakukan. Fraud akan terdeteksi lebih dini jika gejala secara rutin diselidiki.
Sedangkan korupsi, menurut Singleton, (2010:63) didasarkan pada transaksi
pihak terkait dan hubungan ini biasanya tidak diketahui. Sehingga dimensi
dari varibel ini adalah metode pendeteksian gejala-gejala fraud (Albrecht,
2012:149) dan jenis-jenis tindakan korupsi (Singleton, 2010:83).
3.2.2.2 Operasionalisasi Variabel
Sesuai dengan judul penelitian, yaitu “Pengaruh Etika Profesi terhadap
Pendeteksian Tindakan Korupsi”, berikut tabel operasionalisasi variabel penelitian
ini.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Pengaruh Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi
No Variabel Dimensi Indikator Skala No.
5. Due Care
6. Lingkup dan Sifat Jasa
2. Independen dalam fakta dan penampilan.
1. Kepatuhan terhadap standar teknis dan etika profesi.
2. Kompetensi dan Kualitas Layanan
Prinsip-Prinsip Kode Perilaku
1. Memahami proses bisnis atau operasi untuk dipelajari.
2. Memahami jenis-jenis fraud yang bisa terjadi (fraud eksposur) dalam operasi.
3. Menentukan gejala fraud yang paling mungkin akan terjadi.
4. Menggunakan database dan sistem
informasi untuk mencari
gejala-3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakterisitik yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:115). Populasi
dalam penelitian ini adalah Auditor Senior dan Junior Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa Barat.
3.2.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2013:116). Teknik pengambilan sampel yang
teknik pengambilan sampling nonprobability sampling. Menurut Sugiyono
(2010:78), convenient/judgement sampling adalah teknik penentuan sampel
dengan kemauan peneliti, tidak ditentukan ataupun diacak tetapi menentukan
sampel secara tidak sengaja.
Responden dalam penelitian ini adalah auditor senior dan junior Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa
Barat. Ukuran sampel dari suatu populasi dapat menggunakan bermacam-macam
cara, salah satunya adalah dengan menggunakan teknik Slovin, sebagai berikut:
Keterangan:
n = jumlah sampel N = jumlah populasi
e2 = batas toleransi kesalahan (error tolerance) (5%)
Sehingga berdasarkan rumus tersebut, besarnya sampel dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh jumlah sampel minimal
sebanyak 28 orang.
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh dari penelitian lapangan dengan metode survei, yaitu
merupakan suatu metode pengumpulan data primer yang memerlukan adanya
komunikasi antara peneliti dan responden. Adapun salah satu cara pengumpulan
terstuktur dengan sejumlah pertanyaan tertulis disampaikan kepada responden
untuk ditanggapi sesuai dengan kondisi yang dialami oleh responden.
Pertanyaan dalam kuesioner berkaitan dengan data demografi responden
dan opini serta tanggapan terhadap etika profesi dan pendeteksian tindakan
korupsi oleh auditor pemerintah. Penyebaran dan pengumpulan kuesioner
dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan cara mengantarkan kuesioner ke
kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan
Provinsi Jawa Barat.
3.2.5 Instrumen Penelitian
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian yaitu,
kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Menurut Sugiyono
(2013:146), instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena
disebut variabel penelitian.
Jenis instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disebarkan
secara langsung kepada responden. Data yang diperoleh dari hasil pengisian
kuesioner selanjutnya akan dianalisis dengan menghitung masing-masing skor
dari setiap pertanyaan. Selanjutnya, kesimpulan akan diperoleh mengenai kondisi
3.2.6 Skala Pengukuran
Skala yang digunakan untuk mengukur kedua variabel yang akan diteliti
adalah skala ordinal atau skala urutan. Jonathan dan Ely (2010:26) menyatakan
bahwa skala ordinal akan memberikan informasi tentang jumlah relatif
karakteristik berbeda yang dimiliki oleh objek atau individu tertentu. Tingkat
pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana
peringkat relatif tertentu yang memberikan informasi apakah suatu objek memiliki
karakteristik yang lebih atau kurang, tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan
kelebihannya.
Sedangkan kuesioner pada penelitian ini menggunakan skala likert.
Skala likert digunakan untuk mengukur hubungan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang mengekspresikan sikap, opini atau pandangan, dan sejenisnya dari subjek yang diteliti dalam memberikan penilaian atau tanggapan terhadap masalah (Jonathan dan Ely 2010:80).
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yang dapat berupa kata atau frasa
sebagai ekspresi sikap. Berikut tabel penilaian jawaban yang akan digunakan oleh
Menurut Sugiyono (2013:141), kriteria intepretasi skor berdasarkan
jawaban responden dapat ditentukan sebagai berikut, “skor maksimum setiap
kuesioner adalah 5 dan skor minimum adalah 1, atau berkisar antara 20% sampai
100% maka jarak antara skor yang berdekatan adalah 16% ((100% - 20%)/5).”
Sehingga dapat diperoleh kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3
Interpretasi Skor Hasil Kategori
Presentase Interpretasi
20% - 35,99% Tidak Baik / Tidak Efektif
36% - 51,99% Kurang Baik / Kurang Efektif
52% - 67,99 % Cukup Baik / Cukup Efektif
68% - 83,99% Baik / Efektif
84% - 100% Sangat Baik / Sangat Efektif
Sumber: data yang diolah
Interpretasi skor diperoleh dengan cara membandingkan skor item yang
diperoleh berdasarkan jawaban responden dengan skor tertinggi jawaban
kemudian dikalikan 100%.
Skor item diperoleh dari hasil perkalian antara nilai skala pertanyaan
dengan jumlah responden yang menjawab pada nilai tersebut. Sementara skor
tertinggi diperoleh dari jumlah nilai skala pertanyaan paling tinggi dikalikan
3.2.7 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer yang digunakan, berupa data subjek (self report data) berupa identitas
responden dan jawaban atas kuesioner dari responden. Data primer dalam
penelitian ini berupa:
1. Identitas responden yaitu jenis kelamin, posisi di BPK RI, jenjang
pendidikan, jumlah penugasan, serta sertifikasi auditor.
2. Jawaban atas kuesioner dari responden atas pengaruh etika profesi terhadap
pendeteksian tindakan korupsi pada sektor publik.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang relevan, dapat
dipercaya, dan dipertanggungjawabkan. Sumber data yang diperoleh peneliti
adalah kuesioner yang telah dibagikan kepada auditor senior dan junior Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jawa
Barat.
3.2.8 Uji Instrumen Penelitian
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan statistik
inferensial nonparametris. Statistik inferensial adalah teknik statistik yang
digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk
populasi (Sugiyono, 2013:207). Statistik nonparametris hanya menguji distribusi
dan tidak menuntut terpenuhinya banyak asumsi. Karena pengumpulan data
dilakukan dengan kuesioner, maka kualitas kuesioner dan kesanggupan responden
ini. Apabila alat yang digunakan dalam proses pengumpulan data tidak valid,
maka hasil penelitian yang diperoleh tidak mampu menggambarkan keadaan yang
sebenarnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian
validitas dan reliabilitas atas instrumen yang digunakan dalam penelitian.
3.2.8.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu data dapat dipercaya kebenarannya sesuai
dengan kenyataan. Menurut Sugiyono (2013:172) bahwa valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas
menunjukan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek
dengan data dikumpulkan oleh peneliti.
Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pertanyaan-pertanyaan
pada kuisioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan. Peneliti
menggunakan analisis korelasi Rank Spearman. Menurut Sugiyono (2010),
korelasi Rank Spearman digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji
signifikasi hipotesis asosiatif bila masing – masing variabel yang dihubungkan
berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus sama.
Kriteria keputusan uji validitas sebagai berikut:
a. Jika ≥ 0,30, maka item-item pertanyaan dari kuesioner adalah valid.
b. Jika < 0,30, maka item-item pertanyaan dari kuesioner adalah tidak valid.
Pengujian dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor item setiap
butir pernyataan dengan skor total, selanjutnya interpretasi dari koefisien korelasi
sama dengan 0,3 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki
validitas konstruksi yang baik. (Sugiyono, 2010:178).
3.2.8.2 Uji Reliabilitas Instrumen
Uji realibilitas digunakan untuk mengetahui apakah alat pengumpul data
menunjukkan tingkat ketepatan, tingkat keakuratan, kestabilan atau konsistensi
dalam mengungkapkan gejala tertentu (Sugiyono 2010:172). Reliabilitas
berkenaan dengan derajat konsistensi data. Penggunaan pengujian reliabilitas oleh
peneliti adalah untuk menilai konsistensi pada objek dan data, apakah instrumen
yang digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan
menghasilkan data yang sama. Peneliti menggunakan metode koefisien
Cronbach’s Alpha, yaitu sebagai berikut.
[ ∑ ]
Keterangan:
= Reliabilitas Instrumen = Jumlah Pertanyaan
∑ = Jumlah Varians Butir
Kriteria keputusan uji reliabilitas sebagai berikut:
Jika > 0,60, maka instrumen tersebut bersifat reliabel.
3.2.9 Teknik Analisis Data dan Rancangan Pengujian Hipotesis 3.2.9.1 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
mudah dipahami, dibaca dan diinterpretasikan. Data yang dianalisis merupakan
data yang terhimpun dari hasil penelitian lapangan untuk menarik kesimpulan.
1. Metode Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik nonparametris sesuai
dengan data-data ilmu sosial dan dapat digunakan bukan untuk skor eksak
dalam pengertian keangkaan, melainkan semata-mata merupakan tingkatan
atau rank serta sesuai dengan sampel yang kecil. Metode analisis data
statistik nonparametris dalam penelitian ini adalah metode korelasi Rank
Spearman. Jonathan dan Ely (2010:26) menyatakan bahwa korelasi Rank
Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara dua
variabel berskala ordinal, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung.
Ukuran asosiasi yang menuntut seluruh variabel diukur sekurang-kurangnya
dalam skala ordinal, membuat obyek atau individu-individu yang dipelajari
dapat di rangking dalam banyak rangkaian berturut-turut. Skala ordinal atau
skala urutan, yaitu skala yang digunakan jika terdapat hubungan, biasanya
berbeda di antara kelas-kelas dan ditandai dengan “>” yang berarti “lebih
besar daripada”. Koefisien yang berdasarkan ranking ini dapat menggunakan
koefisien korelasi Rank Spearman. Berikut rumus analisis korelasi tersebut.
∑
Keterangan:
= Koefisien Korelasi Rank Spearman
= Rangking Data Variabel
n = Jumlah Responden
Setelah melalui perhitungan persamaan analisis korelasi Rank Spearman,
kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan kriteria yang
ditetapkan, yaitu dengan membandingkan nilai ρ hitung dengan ρ tabel yang
dirumuskan sebagai berikut.
Jika, ρ hitung 0, berarti diterima dan ditolak.
Jika, ρ hitung 0, berarti ditolak dan diterima.
2. Koefisien Determinasi
Untuk menilai seberapa besar pengaruh variabel X terhadap Y maka
digunakan koefisien diterminasi (KD) yang merupakan koefisien korelasi
yang biasanya dinyatakan dengan persentase %. Berikut adalah rumus
koefisien determinasi:
KD = x 100% Keterangan :
KD = Koefisien Diterminasi = Koefisien Rank Spearman
Hasil perhitungan koefisien dapat diinterpretasikan berdasarkan tabel di
bawah ini untuk melihat seberapa kuat tingkat hubungan yang dimiliki antar
menggunakan pedoman yang mengacu pada Sugiyono (2010:250) sebagai
berikut.
Tabel 3.4 Interpretasi nilai
Interpretasi
0,00 - 0, 199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat Kuat
Sumber: data yang diolah
3.2.9.2 Rancangan Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui korelasi dari kedua
variabel yang akan diteliti dengan menggunakan perhitungan statistik. Pengujian
hipotesis dilakukan dengan merancang Hipotesis Nol ( ) dan Hipotesis
Alternatif ( ). Penetapan Hipotesis Nol ( ) dan Hipotesis Alternatif ( )
digunakan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antar variabel
yang diteliti. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah Hipotesis Alternatif ( ).
Sedangkan untuk keperluan analisis statistik, hipotesisnya berpasangan dengan
Hipotesis Nol ( ). Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan melalui hipotesis
statistik berikut.
Uji Hipotesis: Terdapat hubungan positif diantara etika profesi dengan
pendeteksian tindakan korupsi oleh Auditor Senior dan Junior
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI)
Berdasarkan uji hipotesis tersebut, maka hipotesis statistik yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Ho : ρ ≤ 0 , Tidak terdapat hubungan positif diantara etika profesi dengan
pendeteksian tindakan korupsi oleh Auditor Senior dan Junior Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan
Provinsi Jawa Barat.
Ha : ρ > 0 , Terdapat hubungan positif diantara etika profesi dengan
pendeteksian tindakan korupsi oleh Auditor Senior dan Junior Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan
Ria Maria Nurhayati, 2014
Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai “pengaruh etika
profesi terhadap pendeteksian tindakan korupsi yang dilakukan auditor BPK RI
Perwakilan Provinsi Jawa Barat”, maka dalam bab ini dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat bahwa konsep etika auditor senior
dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan
setiap penugasan telah diterapkan dengan sangat baik. Dimensi tanggung
jawab dengan indikatornya penilaian profesional, dan dimensi integritas
dengan indikatornya pelaksanaan setiap tanggung jawab mendapatkan skor
tertinggi. Hal ini membuktikan bahwa penilaian profesional telah
dilaksanakan, dan dengan melaksanakan setiap tanggung jawabnya, auditor
senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat juga telah
menjunjung tinggi integritas. Sedangkan skor terendah diperoleh dari dimensi
lingkup dan sifat jasa audit dengan indikator prinsip-prinsip kode perilaku
profesional. Hal ini membuktikan bahwa prinsip-prinsip kode perilaku
auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat dalam
melaksanakan tugasnya.
2. Pendeteksian Tindakan Korupsi yang dilakukan auditor senior dan junior
BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat telah dilaksanakan dengan baik.
Dimensi detection fraud dengan skor tertinggi adalah indikator pemahaman
proses bisnis atau operasi. Sedangkan dimensi corruption scheme dengan skor
tertinggi adalah indikator pertentangan kepentingan. Hal ini membuktikan
bahwa memahami proses bisnis atau operasi pihak yang akan diaudit sudah
biasa dilakukan auditor dalam melaksanakan proses pemeriksaan. Selain itu,
bentuk kecurangan korupsi yang biasanya ditemukan auditor saat melakukan
pendeteksian kecurangan adalah pertentangan kepentingan dalam lingkup
internal klien. Terkadang, hal tersebut kemudian menjadi bakal terjadinya
fraud dalam internal klien. Skor terendah dimensi detection fraud berasal dari
indikator penentuan gejala fraud yang paling mungkin akan terjadi.
Sedangkan skor terendah dimensi corruption scheme berasal dari indikator
pemerasan ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa auditor kurang terampil
dalam memprediksi gejala-gejala fraud yang mungkin terjadi. Sementara
sebagian besar auditor senior dan junior tidak pernah menemukan bentuk
korupsi berupa pemerasan ekonomi yang berasal dari pihak eksternal terhadap
pihak yang diaudit.
3. Pengujian Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi pada auditor
hubungan yang positif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
pengaruh Etika Profesi terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi termasuk
dalam kategori rendah. Sehingga semakin efektif penerapan etika profesi oleh
auditor senior dan junior BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, maka
pendeteksian tindakan korupsi yang dilakukan dalam setiap penugasan akan
semakin baik.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia sebagai auditor independen
pemerintah harus memiliki keyakinan yang memadai dari masyarakat. Demi
memperolehnya, auditor senior dan junior BPK RI harus melaksanakan setiap
tanggung jawabnya berdasarkan nilai-nilai etika yang berlaku dalam
masyarakat. Etika profesi BPK RI yang tertuang dalam Nilai-Nilai Dasar BPK
RI sebagai refleksi dari Kode Etik AICPA harus diterapkan dengan benar dan
merata dalam setiap pelaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan pemahaman
yang menyeluruh dan mendalam terhadap komponen-komponen etika profesi
yang ada dalam standar etika tersebut. Jika tidak memperoleh pemahaman
yang memadai, pelaksanaan audit yang baik tidak akan tercapai. Selain itu,
diperlukan pelatihan khusus untuk menjadikan pemahaman tersebut sebagai
2. Salah satu tanggung jawab auditor BPK RI dalam SPKN (Standar Pemeriksa
Keuangan Negara) adalah memberikan keyakinan yang memadai bahwa salah
saji material atau ketidakakuratan yang signifikan dalam data akan terdeteksi.
Sehingga pendeteksian kecurangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam proses pemeriksaan/audit. Pendeteksian tindakan korupsi sebagai salah
satu pendeteksian kecurangan harus dilakukan auditor BPK RI dengan penuh
kesungguhan, karena korupsi merupakan masalah yang cukup menyita
perhatian masyarakat dan pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman
auditor atas gejala-gejala fraud yang mungkin akan terjadi sangatlah penting.
Pemahaman yang baik akan memberikan pertimbangan yang maksimal bagi
auditor, sehingga prediksi yang dihasilkan akan mendekati atau sesuai dengan
yang terjadi di lapangan. Semakin tinggi pemahaman auditor akan
gejala-gejala fraud yang mungkin terjadi, maka semakin baik kemampuannya dalam
memberikan prediksi. Selain itu, semakin sering auditor melatih
pemahamannya, maka semakin tepat prediksi yang dihasilkan auditor.
3. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar menambah populasi
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti auditor auditor BPK
RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, sehingga tidak dapat digeneralisir sebagai
gambaran keseluruhan yang terjadi di BPK RI seluruh Indonesia. Selain itu,
penelitian ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendeteksian fraud
dengan pendekatan audit khusus atau audit investigatif dengan studi pada
Ria Maria Nurhayati, 2014
Pengaruh Etika Profesi Terhadap Pendeteksian Tindakan Korupsi
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Learning. E-Book
Arens, Alvin A., Randal J. Elder and Mark S. Beasley. (2012). Auditing and Assurance Service. 14th Edition. Prentice Hall. E-Book
Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto. (2009). Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 11 No. 1, p. 13-20. Mei 2009.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2008). Etika Dalam Fraud Audit Edisi Kelima. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Pusdiklatwas BPKP).
Duska, Ronald F and Brenda Shay Duska. (2011). Accounting Ethics. United Kingdom: Blackwell Publishing. E-Book
Indira Januarti dan Faisal. (2010). Pengaruh Moral Reasoning dan Skeptisisme Profesional Auditor Pemerintah terhadap Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.
Jonathan Sarwono dan Ely Suhayati. (2010). Riset Akuntansi Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kayrak, Musa. (2008). Evolving challenges for supreme audit institutions in struggling with corruption. Journal of Financial Crime. Vol. 15 No. 1, pp. 60-70. www.emeraldinsight.com/1359-0790.htm
Kompiang Martina Dinata Putri dan I.D.G Dharma Suputra. (2013). Pengaruh Independensi, Profesionalisme, dan Etika Profesi terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Bali. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 4 No. 1, p. 39-53.
Maghfirah Gusti dan Syahril Ali. (2008). Hubungan Skeptisisme Profesional Auditor dan Situasi Audit, Etika, Pengalaman, Serta Keahlian Audit dengan Ketepatan Pemberian Opini Auditor oleh Akuntan Publik. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.
xii
Singleton, Tommie and Aaron J. (2010). Fraud Auditing and Forensic Accounting. Fourth Edition. New Jersey: Wiley & Sons, Inc.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Transparency International. (2009). Corruption Perception Index 2009-2013.
www.transparency.org [6 Februari 2014]
Transparency International. (2013). Global Corruption Barometer 2013.
www.transparency.org [12 Maret 2014]
Tri Ramaraya Koroy. (2008). Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 10, No. 1, Mei 2008: 22-33.
Tuanakotta, Theodorus M. (2012). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Ed.2. Jakarta: Salemba Empat.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Unti Ludigdo. (2007). Paradoks Etika Akuntan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cd784ca11ac3/dua-auditor-bpk-jabar-divonis-empat-tahun-penjara [2 April 2014]
http://nasional.kompas.com/read/2013/08/19/1708200/KPK.Tahan.Wali.Kota.Ban
dung.Dada.Rosada [6 Mei 2014]
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/170989-laporan-keuangan-kota-bandung-disclaimer [3 Juni 2014]
http://www.transaktual.com/fullpost/politik-hukum/1334844236/kronologis-penyaluran-dana-bansos-kota-bandung-versi-bpk-jabar.html [3 Juni 2014]