• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK TUTUR GURU SAINS DALAM PEMBELAJARAN TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI UNTUK MEMAHAMI MATERI AJAR : Sebuah Kajian Pragmatik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINDAK TUTUR GURU SAINS DALAM PEMBELAJARAN TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI UNTUK MEMAHAMI MATERI AJAR : Sebuah Kajian Pragmatik."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR GURU SAINS DALAM PEMBELAJARAN

TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS

SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI UNTUK MEMAHAMI MATERI AJAR

(Sebuah Kajian Pragmatik)

TESIS

diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora

di Bidang Linguistik

oleh NURHASANAH

1101204

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Hak Cipta

==========================================================

TINDAK TUTUR GURU SAINS DALAM PEMBELAJARAN

TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS

SEBAGAI STRATEGI KOMUNIKASI

UNTUK MEMAHAMI MATERI AJAR

(Sebuah Kajian Pragmatik)

Oleh Nurhasanah S.S UPI Bandung, 2008

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum.) pada Prodi Linguistik

© Nurhasanah 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

Pembimbing I,

Prof. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D. NIP.196711161992031001

Pembimbing II,

Dadang Sudana, M.A., Ph.D. NIP.196009191990031000

Mengetahui,

Ketua Program Studi Linguistik

(4)

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Science subject is often considered as a difficult subject to understand, especially for senior high school students. It is necessary to have an appropriate communication strategy for teachers speaking in the classroom, so that the students could understand the material.

This research entiteled “Sains Teachers Speech Act in Teaching

Senior High School Students as Communication Strategy for Teaching Material Understanding (a Pragmatics Study).” Is conducted to analyzed the characteristics which arise from speech science teachers based on the type of speech act. Analysis is continued on the identification of speech for unknown opportunities or possibilities for student understanding and their confidence from

Teacher’s explanation. The data were analyzed by using the speech act theory of Searle (1979). The result of this study indicate that the biology teacher utterances likely to chance for make a confidence of students and their understanding from the material. It is because of the teachers are good at making dynamics of speech, and blending types of illocutionary with other mutual support.

Key words: speech act, classroom discourse.

ABSTRAK

Pelajaran Sains seringkali dianggap sebagai pelajaran yang sulit difahami, terutama bagi siswa sekolah menengah atas. Diperlukan adanya sebuah strategi komunikasi yang pas ketika guru bertutur di dalam kelas agar siswa bisa memahami materi yang disampaikan. Penelitian yang berjudul Tindak Tutur Guru Sains dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar (Sebuah Kajian Pragmatik) ini menganalisis karakteristik yang muncul dari tuturan guru sains berdasarkan klasifikasi tindak tutur. Analisis dilanjutkan pada identifikasi karakteristik tuturan yang muncul untuk diketahui peluang atau kemungkinan siswa yakin dan faham terhadap penjelasan guru. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teori Searle (1979). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tuturan guru biologi (GB) berpeluang untuk membuat siswa yakin dan faham terhadap materi. Sebab, GB pandai memilih strategi agar siswa mendapat penjelasan materi yang cukup, meminta perhatian siswa, dan meyakinkan siswa. Ketiga strategi ini tercakup dalam jenis-jenis ilokusi yang dipaparkan oleh Searle (1979).

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR DAN SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Rumusan Masalah ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

1.7 Definisi Operasional ... 7

BAB II TINDAK TUTUR DAN PEMBELAJARAN DI KELAS ... 8

2.1 Tindak Tutur... 8

2.2 Komponen Tindak Tutur ... 12

2.2.1 Penutur dan Mitra Tutur ... 12

(6)

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2.2.3 Konteks Tuturan ... 15

2.3 Klasifikasi Tindak Tutur ... 16

2.4 Jenis-Jenis Ilokusi (JJI) ... 18

2.4.1 Asertif ... 20

2.4.2 Direktif ... 22

2.4.3 Komisif ... 24

2.4.4 Ekspresif ... 25

2.4.5 Deklarasi ... 26

2.5Illocutionary Force Indicating Divices (IFID) ... 28

2.6Karakteristik Tuturan ... 29

2.7Tindak Tutur dan Proses Pembelajaran... 30

BAB III METODE PENELITIAN ………... 39

3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Data dan Sumber Data ... 40

3.3 Pengembangan Instrumen ... 42

3.4 Prosedur Pengumpulan Data ... 44

3.5 Prosedur Pengolahan Data ... 45

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Sumber, Jenis, dan Metode Analisis ... 51

4.2 Karakteristik Tuturan Guru Sains ... 52

4.2 1 Karakteristik Tuturan Berdasarkan JJI Asertif ... 53

4.2.1.1 JJI Asertif dalam Bentuk Menyatakan ... 54

(7)

4.2.1.3 JJI Asertif dalam Bentuk Memberitahu ... 62

4.2.2 Karakteristik Tuturan Berdasarkan JJI Direktif ... 63

4.2.2.1 JJI Direktif dalam Bentuk Perintah ... 65

4.2.2.2 JJI Direktif dalam Bentuk Menyarankan ... 67

4.2.2.3 JJI Direktif dalam Bentuk Menasihati... 68

4.2.2.4 JJI Direktif dalam Bentuk Mengomando ... 71

4.2.2.5 JJI Direktif dalam Bentuk Menekan ... 72

4.2.2.6 JJI Direktif dalam Bentuk Bertanya ... 73

4.2.2.7 JJI Direktif dalam Bentuk Meminta ... 77

4.2.2.8 JJI Direktif dalam Bentuk Melarang ... 79

4.2.2.9 JJI Direktif dalam Bentuk Mendesak ... 80

4.2.2.10 JJI Direktif dalam Bentuk Menginterogasi ... 81

4.2.2.11 JJI Direktif dalam Bentuk Mengkritik ... 81

4.2.2.12 JJI Direktif dalam Bentuk Menuntut ... 82

4.2.3 Karakteristik Tuturan Berdasarkan JJI Komisif ... 83

4.2.3.1 JJI Komisif dalam Bentuk Menawarkan ... 84

4.2.3.2 JJI Komisif dalam Bentuk Berjanji ... 85

4.2.3.3 JJI Komisif dalam Bentuk Mengancam ... 86

4.2.4 Karakteristik Tuturan Berdasarkan JJI Ekspresif ... 87

4.2.4.1 JJI Ekspresif dalam Bentuk Pujian ... 88

4.2.4.2 JJI Ekspresif dalam Bentuk Mengeluh ... 89

4.2.5 Karakteristik Tuturan Berdasarkan JJI Deklarasi ... 90

(8)

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.2.5.2 JJI Deklaratif dalam Bentuk Memutuskan ... 91

4.3 Peluang Siswa Yakin dan Faham Terhadap Penjelasan Guru ... 93

4.4 Kesimpulan Bab ... 102

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………. 105

5.1 Simpulan ... 105

5.2 Saran-saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

LAMPIRAN ... 113

(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

Di dalam pendahuluan ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah,

identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang

Dalam pembelajaran di sekolah menengah atas, pelajaran sains dianggap

menjadi pelajaran yang sulit dibandingkan dengan pelajaran yang lainnya.

Pelajaran sains lebih menekankan pada cara siswa untuk menguasai

konsep-konsep dan bukan menghafal fakta-fakta satu sama lain. Konsep pelajaran sains

mempunyai tingkat generalisasi dan abstraksi yang tinggi yang menyebabkan

siswa mengalami kesukaran dalam memahami. Hal ini merupakan tantangan bagi

guru. Guru dituntut untuk meningkatkan kualitas dirinya sehubungan profesinya

(Silva, 2012: 27). Sebab guru sebagai aspek penting dalam proses pendidikan

memiliki peran yang sangat besar. Salah satu peran guru yang utama adalah

memahami siswa sebagai dasar pembelajaran. Hal ini selaras dengan UU No. 14

tahun 2005 Bab IV Pasal 10 Ayat 1 tentang guru dan dosen yang harus memiliki

kompetensi pedagodik, kepribadian, dan kompetensi sosial serta kompetensi

profesional. Kompetensi sosial merupakan kompetensi guru dalam berkomunikasi

dengan siswa sebagai bagian dari kegiatan penyelenggaraan pendidikan (Surya,

2008).

Hasil penelitian Moon (2002) dalam tulisannya yang berjudul “Speech Act

(10)

2

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam konteks pembelajaran di kelas. Banyak guru yang kurang pandai berbicara,

tetapi mempunyai kompetensi dalam bidang keilmuan, dan hanya sedikit

memberikan perhatian terhadap siswa. Sehingga tugas guru hanya memberikan

penjelasan, sedangkan mereka jarang mengevaluasi materi yang disampaikannya.

Apakah siswa mengerti? Jika tidak, apa yang membuat mereka tidak mengerti?

Dalam hal ini guru harus memiliki strategi komunikasi agar siswa faham

terhadap penjelasan materi. Strategi komunikasi tersebut dapat terlihat dari bentuk

tindak tutur guru di kelas. Kesesuaian tindak tutur guru dalam pembelajaran tidak

hanya mengandalkan sebuah buku petunjuk mengajar atau beberapa pendapat dari

para ahli. Tetapi, akan lebih baik berangkat dari hasil penelitian yang melibatkan

siswa sebagai peserta didik untuk menyampaikan aspirasi mereka. Tindak tutur

seperti apa dan harus bagaimana supaya lebih mudah difahami. Sehingga lahirlah

sebuah penelitian yang berjudul “Tindak Tutur Guru Sains dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas sebagai Strategi Komunikasi untuk Memahami

Materi Ajar (Sebuah Kajian Pragmatik)” karena gurulah yang menjadi motifator utama dalam mencerdaskan siswa.

Dalam pragmatik kita kenal berbagai teori tindak tutur yang penulis rasa

dapat menjawab dari permasalahan dalam penelitian ini. Pragmatik merupakan

sebuah upaya pemaknaan bahasa yang mempertimbangkan aspek pengguna dan

penggunaannya. Levinson (1983), Leech (1983), Yule (1996), dan Allan (1998)

sepakat mendefinisikan pragmatik sebagai kajian tentang makna penutur dengan

melihat konteks. Untuk menelaah makna penutur, kajian tindak tutur dapat

(11)

tutur pada awalnya digagas oleh Austin (1962). Selanjutnya dikembangkan oleh

Searle (1979 yang kemudian membagi tindak ilokusi ke dalam beberapa jenis

tindak tutur, yakni tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif.

Hal yang menarik dari kajian ini adalah satu bentuk tuturan dapat dimaknai

berbeda yang mencerminkan maksud penutur. Setiap jenis tindak tutur yang

diuangkapkan Searle (1979) mempunyai fungsinya masing-masing. Misalnya,

tuturan asertif yang berfungsi untuk mengungkapkan kebenaran proposisi yang

disampaikan penutur. Tentunya tuturan seperti ini sangat tepat bila digunakan

dalam wacana kelas. Namun untuk jenis tindak tutur yang lain pun dapat memberi

fungsi terhadap pengajaran pula bergantung dari strategi komunikasi yang

digunakan oleh guru. Oleh karena itu, payung kajian ini adalah pragmatik.

Sebagai pisau analisisnya peneliti menggunakan teori tindak tutur yang

dikemukakan oleh Searle (1979).

Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang Tindak Tutur Guru Sains dalam

Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas sebagai Strategi Komunikasi

untuk Memahami Materi Ajar (Sebuah Kajian Pragmatik) belum pernah

dilakukan. Namun, penelitian dengan masalah sejenis telah banyak dilakukan di

berbagai tempat, seperti penelitian yang berjudul “Penggunaan Bentuk Tindak

Tutur BI Siswa dalam Percakapan di Kelas”, oleh Arifin (2008); Jumadi (2007)

dengan judul “Representasi Kekuasaan dalam Tindak Tutur Guru; Dan Sari

(2012) dengan judul “Analisis Deskriptif Retorika Interpersonal Pragmatik pada

Tuturan Direktif Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas

(12)

4

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

interaksi guru di dalam kelas akan mempengaruhi terhadap kemampuan siswa.

Penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang penulis laksanakan,

baik dari segi objek maupun subjek penelitian, walaupun memiliki persamaan dari

segi pengkajian terhadap tuturan.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah perlu ditetapkan terlebih dahulu untuk memperjelas

kemungkinan permasalahan-permasalahan yang akan timbul dalam penelitian ini.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang teridentifikasi yaitu:

1) Austin (1962); Searle (1979); Leech (1983); Allan (1998) sepakat bahwa

tindak tutur mempunyai berbagai macam fungsi untuk mengutarakan maksud

penutur.

2) Tuturan guru akan sangat mempengaruhi terhadap pemahaman siswa di kelas.

3) Hanya sedikit guru yang menyadari bahwa tindak tutur guru dalam

pmbelajaran tidak selamanya disukai oleh siswa. Adakalanya guru harus

menyesuaikan dengan konteks di dalamnya.

4) Klasifikasi jenis tindak tutur dapat dijadikan parameter untuk mengetahui

peluang atau kemungkinan siswa yakin dan faham terhadap penjelasan guru.

5) Pelajaran Sains dianggap pelajaran sulit oleh siswa, oleh sebab itu perlu

(13)

1.3 Batasan Masalah

Mengingat kompleksnya persoalan di atas dan keterbatasan peneliti, maka

dalam hal ini penelitian mengkhususkan pada strategi komunikasi guru sains di

lihat dari tindak tutur ilokusi saja. Teori yang digunakan yaitu jenis tindak tutur

yang digunakan oleh Searle (1979). Dalam hal sumber data, guru sains yang

dijadikan data oleh peneliti hanya guru sains yang mengajar di salah satu sekolah

yang telah ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, itu pun diwakili oleh

satu orang guru biologi, satu orang guru fisika, dan satu orang guru kimia.

1.4 Rumusan Masalah

1) Bagaimana karakteristik tuturan guru sains dilihat dari klasifikasi tindak

tutur?

2) Bagaimana peluang atau kemungkinan siswa teryakinkan dan faham

terhadap penjelasan berdasarkan jenis tindak tutur yang digunakan guru

sains?

1.5 Tujuan Penelitian

Tentunya tujuan penelitian ini sangat erat kaitannya dengan rumusan

masalah di atas, diantaranya:

1) Memperoleh gambaran tentang karakteristik guru sains dilihat dari klasifikasi

tindak tutur pada saat proses pembelajaran.

2) Mengetahui peluang atau kemungkinan murid faham dan yakin terhadap

(14)

6

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk lembaga

pendidikan khususnya guru. Sebagai motifator utama dalam proses pembelajaran,

diharapkan guru dapat memilih strategi komunikasi yang sesuai melalui sebuah

tindak tutur ketika materi disampaikan. Sehingga tidak terjadinya kegagalan

dalam komunikasi. Sebagaimana kita ketahui, pokok dari sebuah kurikulum

adalah proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan suatu aktifitas guru

dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, oleh karena

itu dibutuhkan langkah-langkah persiapan dan strategi komunikasi yang pas untuk

mengefektifkan aktivitas pembelajaran dalam suatu program pembelajaran.

Penelitian ini juga dapat dijadikan sebuah kritikan bahwa secerdas apa

pun penguasaan materi seorang guru, tetap aspek bahasa merupakan hal penting

dalam penyampaian ilmu. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan salah titik tolak

diketahuinya faktor-faktor keterfahaman seorang siswa terhadap materi ajar yang

disampaikan oleh seorang guru.

Manfaat luasnya, penelitian ini daharapkan dapat menjadi evaluasi

terhadap standar nasional pendidikan. Sebagaimana diungkap dalam buku

“Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusi” bahwa evaluasi dilakukan dalam

rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk

akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada

(15)

1.7 Definisi Operasional

1) Tuturan guru sains merupakan bentuk interaksi lingual yang digunakan guru

sains sebagai upaya untuk menyampaikan materi.

2) Wacana kelas merupakan sejumlah tuturan guru sains yang berkaitan dengan

proses pembelajaran dan digunakan dalam di kelas.

3) Jenis-jenis ilokusi merupakan bentuk tuturan asertif, direktif, komisif,

ekspresif, atau deklaratif yang digunakan sains dalam wacana kelas sekaligus

untuk mengetahui maksud tuturannya.

4) Konteks meliputi tempat, waktu, situasi dan latar belakang penutur dan mitra

tutur, peristiwa yang membangun tindak tutur, maksud dan tujuan para

partisipan, serta pengetahuan, kepercayaan, dan nilai-nilai budaya partisipan.

5) Respon yang dimaksud dalam penelitian ini berupa reaksi langsung siswa baik

(16)

39

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan langkah-langkah yang telah dilakukan untuk

menjawab terhadap: 1) Karakteristik tuturan guru sains dilihat dari jenis tindak

tutur; 2) Peluang atau kemungkinan siswa faham dan yakin dari penjelasan

berdasarkan jenis tindak tutur dan strategi komunikasi yang digunakan guru sains.

Untuk dapat merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, maka diperlukan adanya

sebuah prosedur penelitian. Sebab, sebuah penelitian tentunya tidak dapat

dikatakan penelitian ilmiah jika tidak memiliki sebuah prosedur penelitian. Oleh

sebab itu, dalam bagian ini akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan: jenis

penelitian, data dan sumber data, pengembangan isntrument, prosedur

pengumpulan data, dan prosedur pengolahan data. Kelima hal tersebut akan

peneliti jelaskan sebagai berikut.

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan cara dan prosedur analisis datanya penelitian ini dilakukan

melalui metode deskriptif yang lebih bersifat kualitatif. Penelitian ini

menggunakan penggunaan jenis penelitian deskriptif dikarenakan untuk

menggambarkan tuturan yang digunakan oleh guru sains yang nantinya akan

diklasifikasikan berdasarkan jenis tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle

(1975). Klasifikasi tersebut dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik

tuturan guru berdasarkan jenis tindak tutur. Selanjutnya, dari klasifikasi tersebut

dapat diambil beberapa tuturan yang memungkinkan berpeluang siswa yakin dan

(17)

sains. Pendeskripsian tersebut, mulai dari klasifikasi sampai identifikasi tentunya

diperlukan pandangan yang dikembangkan oleh peneliti yang dituangkan ke

dalam bentuk kata-kata. Oleh sebab itu, jenis penelitian ini merupakan deskriptif

yang lebih bersifat kualitatif.

Selanjutnya penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik yang

memfokuskan pada teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1979) mulai

dari jenis-jenis ilokusi asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi sampai

dengan IFID. Sebagaimana diketahui bahwa dalam penelitian pragmatik, sebuah

tuturan akan selalu memiliki makna yang mengimplikasikan pada suatu tindakan

dan konteks dari mitra tutur. Tuturan yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah

tuturan yang disampaikan guru sains pada saat memberi penjelasan di dalam

kelas. Sementara mitra tutur dalam konteks ini adalah siswa yang sedang

mendapatkan pembelajaran dari guru sains.

3.2 Data dan Sumber Data Penelitian

Dalam pengambilan sumber data, peneliti sengaja menyamarkan nama

sekolah dan nama guru sains. Hal tersebut berkaitan dengan kode etik penelitian

yakni salah satunya jangan membahayakan partisipan (Cresswell, 2010: 132) dan

(Bailey, 2007: 17). Dalam penelitian ini, didapatkan hasil tuturan guru yang

memberi peluang atau tidaknya siswa teryakinkan dan faham dari pembelajaran.

Tentunya, jika disampaikan secara transfaran mengenai data informan,

dikhawatirkan akan mendapat kritikan secara langsung dari pihak yang

(18)

41

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan sumber data yang diambil penelitian ini merupakan penelitian

lapangan (field research) karena data berupa teks lisan yaitu konversasi linguistik

yang terjadi pada proses interaksi (tindak tutur) dalam pembelajaran antara guru

sains dengan peserta didik. Penelitian ini dilakukan di sebuah sekolah swasta di

Bandung. Alasan penentuan sekolah tersebut, yakni: pertama, sekolah tersebut

berdekatan dengan tempat tinggal peneliti sehingga peneliti pun tahu mengenai

situasi dan latar belakang sekolah tersebut dan dengan memilih sekolah tersebut

dapat mengefektifkan waktu dan biaya; kedua, ditemukannya kekhasan berbahasa

pada saat menjelaskan di dalam kelas dari ketiga guru sains; ketiga, ketika

dilakukan observasi awal hasil persepsi siswa menunjukkan bahwa guru yang

paling disukai dan tidaknya ketika menjelaskan di dalam kelas kedua-duanya

ditujukan untuk kelompok guru sains.

Adapun sumber data kedua yakni berasal dari tuturan guru sains sebagai

berikut. Pertama, guru biologi yang dijadikan sumber data adalah seorang

perempuan dengan usia 41 tahun. Pendidikan terakhir yaitu S1 Pendidikan Agama

dan S1 pendidikan Biologi. Yang menjadi alasan diambilnya data dari guru

biologi tersebut karena berdasarkan hasil observasi awal yakni jawaban angket

siswa menunjukkan bahwa guru biologi ini merupakan guru yang paling

difaforitkan karena penjelasan di dalam kelas mudah dimengerti. Sehingga dari

persepsi siswa tersebut, menarik peneliti untuk mengambil data.

Kedua, guru fisika yang dijadikan sumber data adalah seorang laki-laki

dengan usia 41 tahun. Pendidikan terakhir S2 Pengajaran Fisika. Yang menjadi

(19)

observasi awal yakni jawaban angket siswa menunjukkan bahwa guru fisika ini

merupakan guru yang paling ditakuti oleh siswa. Banyak siswa yang tidak

mengerti dengan penjelasannya di dalam kelas. Sehingga, tuturan guru fisika ini

menarik untuk diteliti.

Ketiga, guru kimia yang dijadikan sumber data adalah seorang perempuan

dengan usia 39 tahun. Pendidikan terakhir S1 Pendidikan Agama dan S1

Pendidikan Kimia. Yang menjadi alasan diambilnya data dari guru kimia tersebut

karena berdasarkan hasil observasi awal yakni jawaban angket siswa

menunjukkan bahwa guru kimia ini merupakan guru yang disukai juga

dikarenakan gaya bertuturnya yang khas, simpel, dan mudah dimengerti.

Sehingga, tuturan guru kimia ini juga menarik untuk diteliti.

Selanjutnya, sumber data ke tiga yakni siswa kelas XI IPA di sekolah

tersebut dengan jumlah 35 orang. Yang terdiri dari 21 siswa perempuan dan 14

siswa laki-laki. Penentuan kelas dan siswa ini tentunya telah ditentukan pada saat

observasi awal. Yakni berdasarkan keefektifan pengambilan data di kelas.

Keefektifan di sini dapat melihat pada kualitas yang dimiliki siswa secara

personal, suasana di kelas yang cenderung tertib, latar belakang siswa yang

beragam dari berbagai kalangan dan daerah.

3.3 Pengembangan Instrumen

Dalam bahasa Inggris sering terdengar ungkapan seperti “garbage tool

garbage result”. Ini mengindikasikan bahwa penggunaan instrumen yang keliru

atau kurang tepat akan memberikan hasil penelitian yang menyesatkan.

(20)

43

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

akurat (Cresswell, 2009). Data yang terkumpul dengan menggunakan instrumen

tertentu akan dideskripsikan dan dilampirkan atau digunakan untuk menguji

hipotesis yang diajukan dalam suatu penelitian. Instrument yang peneliti gunakan

adalah sebagai berikut:

Pertama adalah observasi. Jika Mahsun (2005: 218) menyebut teknik

observasi ini sebagai metode simak. Akan tetapi, peneliti lebih cenderung

menggunakan istilah „observasi‟ sama halnya dengan apa yang digunakan oleh

Meleong (2001) dan Gunarwan (2002). Sebab teknik simak dilakukan apabila

peneliti mengambil data dengan langsung mewawancarai informan. Sedangkan

observasi ini dilakukan hanya untuk melakukan pengamatan terkait penentuan

subjek penelitian. Adapun informasi yang ingin didapatkan langsung, peneliti

melakukan penyebaran angket.

Kedua adalah angket. Angket dalam hal ini merupakan bentuk kuesioner

sederhana yang digunakan untuk memperoleh informasi dari siswa. Informasi ini

akan berguna untuk mendukung pemaparan dalam latar belakang masalah. Dalam

angket ini, melengkapi penentuan guru yang akan dijadikan sumber data. Angket

ini diisi oleh siswa pada saat dilakukan observasi. Seperti contoh angket di bawah.

Tabel 3.1 Angket observasi No:

Nama Responden:

1. Pelajaran manakah sulit difahami oleh Anda?

2. Siapakah guru yang paling difahami ketika menjelaskan? Alasannya …

(21)

Keempat adalah rekaman. Rekaman ini dilakukan pada saat guru sains

menyampaikan materi ajar di dalam kelas. Sehingga, dari rekaman ini hasilnya

ditranskripsi ke dalam bentuk tulisan yang nantinya akan dijadikan data utama

dalam penganalisisan.

3.4 Prosedur Pengumpulan Data

Dalam prosedur pengumpulan data, dibagi ke dalam tiga teknik yaitu

observasi, perekaman, dan angket. Pertama observasi. Taknik observasi ini dibagi

ke dalam tiga tahap. Yaitu observasi awal, dalam kegiatan ini peneliti melakukan

pengenalan terhadap sekolah yang akan dipilih, mendapat informasi untuk

penentuan kelas yang akan diteliti. Penentuan kelas tersebut berdasarkan

pertimbangan dari guru-guru setempat yang paling efektif untuk dilakukan

pengambilan data. Kemudian observasi lanjutan, observasi ini ditujukan untuk

mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang situasi di dalam kelas, guru

yang akan dijadikan sampel penelitian. Terakhir observasi akhir, kegiatan ini

berguna untuk mengecek kembali jika data masih kurang,. Tehnik observasi ini

dipadukan pula dengan pencatatan langsung, sebagai laporan dari hasil observasi.

Teknik kedua, yaitu penyebaran angket. Angket ini disebarkan dan diisi

oleh siswa yang telah ditentukan berdasarkan kriteria pada tahap observasi.

Penyebaran angket ini dilakukan dua kali. Angket pertama ditujukan untuk

mendapat kriteria guru yang mudah difahami dalam proses pembelajarannya oleh

siswa serta guru yang tindak tuturnya sulit difahami oleh siswa. Setelah dapat

diketahui guru yang disukai (dimengerti tindak tuturnya) kemudian untuk

(22)

45

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam pengambilan data. Angket kedua ditujukan untuk memberikan sedikit

masukan mengenai siswa faham tidaknya terhadap materi yang disampaikan.

Sebab, angket kedua berupa pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang telah

disampaikan oleh guru sains pada waktu itu.

Teknik ketiga, yaitu dengan perekaman. Perekaman ini diambil secara

diam-diam oleh siswa yang dipilih menjadi juru kunci. Hal ini dilakukan untuk

mendapat data sealami mungkin. Dalam rekaman ini akan diketahui tindak tutur

guru dalam pembelajaran di kelas. Rekaman ini, dijadikan sebagai sumber data

utama dalam penganalisisan. Perlu dicatat, pengambilan data ini dilakukan enam

kali. Yaitu terhadap tindak tutur guru fisika, kimia, dan biologi.

3.4 Prosedur pengolahan Data

Prosedur pengolahan data dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu:

Tahap 1. Proses transkripsi, karena sumber data berbentuk rekaman. Maka,

rekaman tersebut ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan. Hal itu untuk

mempermudah dalam proses penganalisisan.

Contoh: Okey, Assalamu’alaikum Wr.Wb. Okey, kita hari ini akan membahas

tentang sistem ekskresi. Okey, di dalam makhluk hidup ya! Ciri

daripada makhluk hidup ini salah satunya adalah melakukan yang

namanya? Metabolisme… (transkrip data guru biologi).

Tahap 2. Proses klasifikasi. Tahap ini, tuturan guru sains yang telah

ditranskripsi akan dikelompokkan berdasarkan jenis-jenis ilokusi asertif, direktif,

komisif, ekspresif, deklarasi dan untuk diketahui ilokusinya. Seperti pada tabel

(23)

3.2 Klasifikasi Tuturan Guru Sains Berdasarkan Jenis Tindak Tutur

No. Wujud Tuturan Jenis-Jenis Ilokusi Ilokusi

6. Okey, Assalamu‟alaikum Wr.Wb. Asertif dalam bentuk menyatakan.

8. Okey, di dalam makhluk hidup ya!

Asertif dalam bentuk menyatakan.

Meminta perhatian siswa dan memberi penjelasan.

3.3 Frekuensi Kemunculan Tuturan pada Jenis Tindak Tutur

JJI Ilokusi f % R

1.Asertif

Menyatakan  Mengecek kehadiran siswa  Memberi penjelasan

Menunjukkan  Menunjukkan gambar, menekan siswa supaya ingat materinya.

2 0,48 7

Memberitahu

 Memberi informasi dan meyakinkan siswa.

 Menjelaskan sebuah perumpamaan.

1

Tabel analisis ini terbagi ke dalam dua bagian. Tabel 3.1, digunakan untuk

mengelompokkan tuturan guru yang ditranskripsi ke dalam bentuk tulisan.

Pengelompokkan tersebut berdasarkan wujud tuturan per kalimat, jenis-jenis

ilokusi beserta bentuk-bentuk yang muncul pada tuturan guru sains, dan

mengetahui ilokusinya apa. Tabel 3.2, digunakan untuk penghitungan jenis tindak

tutur yang muncul dan ilokusinya untuk apa. Tabel ini akan berguna untuk

menguatkan hasil analisis dan melihat karakteristik yang muncul dari tuturan guru

berdasarkan jenis tindak tutur. Tentunya hal ini diperbolehkan, sebab menurut

Mahsun (2005: 233), meskipun dalam analisis kualitatif, data yang dianalisis ini

bukan berupa kata-kata, namun pada hakikatnya dalam analisis kualitatif tidak

tertutup kemungkinan pemanfaatan data kuantitatif. Penggunaan data kuantitatif

(24)

47

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam penentuan jenis tindak tutur dan ilokusinya, peneliti melihat

terlebih dahulu bentuk gramatikal dari tuturan tersebut. Sebab, sebelum

menganalisis ilokusinya maka diharuskan melihat terlebih dahulu bentuk dari

tuturan tersebut (lokusi). Penentuan bentuk gramatikal di sini berdasarkan bidang

sintaksis yakni kalimat berita, kalimat perintah, dan kalimat tanya. Akan tetapi,

dalam melihat bentuk gramatikal ini tidak secara langsung dikelompokkan.

Melainkan, pengamatan yang dilakukan peneliti secara sepintas saja. Alasannya,

pertama kajian ini lebih menitik beratkan pada kajian pragmatik yakni berkaitan

dengan isi dan maksud penutur; kedua, dalam menentukan bentuk secara sepintas

pun akan lebih mudah ditentukan. Analisis bentuk ini hanya sebagai penguat data

di dalam pembahasan. Selanjutnya, dari hasil klasifikasi tersebut kemudian

dilakukan penghitungan berdasarkan jenis tindak tutur yang muncul pada tuturan

guru sains yang nantinya akan memberi pertimbangan dalam proses analisis.

Tahap 3. Proses identifikasi. Dari hasil klasifikasi tersebut kemudian

diidentifikasi atau dipaparkan kembali dengan mendeskripsikan hasilnya. Untuk

menganalisis wujud tuturan di atas terdapat enam indikator yang telah ditentukan

pada Bab 2 berdasarkan pandangan dari para ahli. Pertama, tuturan dideskripsikan

berdasarkan bentuk gramatikal; kedua, tuturan diidentifikasi berdasarkan alasan

dimasukkannya ke dalam jenis tindak tutur tertentu; ketiga, melihat persentase

kemunculan jenis tindak tutur; keempat mengidentifikasi pilihan kata (diksi),

intonasi, jeda yang tentunya masuk ke dalam salah satu analisis IFID; kelima,

melihat keruntutan pesan yang disampaikan; keenam Interaksi guru untuk

(25)

(apakah siswa dapat menjawab pertanyaan yang diajukan guru). Keenam indikator

ini akan memunculkan karakteristik dari masing-masing tuturan guru sains. Dari

karakteristik tersebut, akan diambil karakteristik yang dominan dan akan menjadi

bahan analisis untuk mengetahui peluang atau kemungkinan siswa yakin dan

faham terhadap penjelasan guru.

Untuk lebih jelasnya sebagaimana contoh analisis di bawah ini.

3.4 Peluang Teryakinkan dan Fahamnya Siswa Terhadap Penjelasan Guru

No. Wujud Tuturan Jenis-Jenis Tindak

Tutur Ilokusi

Misalnya, dilihat dari bentuk gramatikalnya tuturan di atas merupakan kalimat perintah. Akan tetapi, jika kita isi tuturan di atas terdapat penanda “Nah,

pernyataan, dan ya!”. Sedangkan yang menjadi inti pada tuturan tersebut adalah

pernyataannya. Yakni guru ingin memberikan penjelasan mengenai sistem eksresi. Adapun penanda “nah” digunakan oleh guru biologi untuk mencari

perhatian dan penanda “ya” digunakan untuk memberi tekanan untuk meyakinkan

siswa agar faham terhadap pemaparan yang disampaikan guru. Sehingga, wujud

tuturan di atas dikelompokkan ke dalam jenis tindak tutur asertif dalam bentuk

menyatakan. Tuturan tipe seperti ini menjadi salah satu karakteristik tuturan guru

sains dalam menyampaikan materinya. Analisis seperti ini, untuk menjawab

(26)

49

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kemudian untuk mengetahui peluang atau kemungkinan siswa yakin dan

faham terhadap tuturan yang disampaikan guru sains, melanjutkan identifikasi

dari hasil karakteristik tuturan yang muncul tersebut. Misalnya, karakteristik di

atas banyak ditemukan dalam tuturan guru biologi. Dalam hal ini, terlihat adanya

usaha guru biologi untuk menarik perhatian siswa ditengah-tengah ia memberikan

penjelasan. Lebih jelasnya, seperti pada contoh tuturan guru biologi di bawah ini.

Tuturan guru: “Okey, Assalamu‟alaikum Wr.Wb. Okey, kita hari ini akan membahas tentang sistem ekskresi. Okey, di dalam makhluk hidup ya!”

Tuturan di atas merupakan tuturan guru biologi saat membuka pembicaraan di kelas. Pada tuturan tersebut terdapat penanda “okey..”.Fungsi

tuturan tersebut disampaikan oleh guru biologi sebagai sebuah strategi agar ia

dapat diperhatikan oleh siswa. Terdapat tiga penanda “okey” dalam tuturan yang

berdekatan. “okey” pertama digunakan untuk mencari perhatian siswa bahwa

pembelajaran akan segera dimulai. “okey” kedua selain untuk membuat siswa

tetap fokus yakni sebagai penegasan terhadap topik yang akan disampaikan.

“okey” ketiga tetap mencari perhatian siswa dan untuk membuka penjelasan yang

akan disampaikan. Selain hal tersebut fungsi penanda “okey” menunjukkan

adanya power dari penutur. Sehingga dengan strategi seperti ini menunjukkan

tuturannya ingin didengar oleh siswa. Apalagi diakhir tuturan di atas guru biologi menambahkan penanda “ya!” yang seolah-olah guru biologi mengikat siswa

terhadap pernyataan yang disampaikan agar siswa tidak beralih pandangan atau

(27)

Walaupun demikian, tuturan guru biologi di atas tidak dimasukkan ke

dalam jenis tindak tutur direktif yang menghendaki siswa melakukan tindakan

yang diinginkan guru. Sebab, tuturan di atas intinya adalah bentuk pernyataan

maka dalam hal ini masuk ke dalam jenis tindak tutur asertif dalam bentuk

menyatakan. Pada tuturan pertama, guru mengucapkan salam. Salam dalam hal

ini, tidak berilokusi meminta jawaban siswa. Akan tetapi merupakan pernyataan

atau tanda dimulainya sebuah pembelajaran. Pandangan ini digunakan pula dalam

tuturan selanjutnya. Sehingga, dengan penanda yang berfungsi untuk mencari

perhatian siswa, pada dasarnya guru menginginkan agar pernyataannya

diperhatikan. Jadi, yang menjadi inti pada tuturan di atas adalah pernyataannya.

Dari penjelasan tersebut, tuturan di atas berpeluang atau memberi

kemungkinan pada siswa untuk yakin dan faham terhadap penjelasan materi.

Walaupun belum sampai ke dalam tuturan yang berisi penjelasan, tetapi guru

mengikat perhatian siswa terlebih dahulu. Tuturan dengan tipe seperti ini banyak

ditemukan dalam data tuturan guru biologi. Sebab dengan menggunakan tipe

tuturan seperti ini, guru biologi mempunyai keuntungan agar pernyataannya bisa

diperhatikan. Sebab, bagaimana mungkin siswa akan faham terhadap penjelasan

guru, sedangkan diperhatikan saja tidak. Tuturan di atas merupakan pintu gerbang

masuknya sebuah peluang siswa untuk faham dan yakin terhadap penjelasan guru.

Tahap 4. Proses evaluasi. Tahap ini, dilakukan untuk memonitor kembali

hasil analisis yang dirasa masih kurang. Kemudian, menarik garis merah hasil dari

temuan dan pembahasan penelitian ini yang dipaparkan ke dalam bentuk

(28)

105

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini membahas karakteristik tuturan guru sains berdasarkan jenis

tindak tutur. Selain itu juga telah dibahas mengenai kemungkinan atau peluang

siswa faham dan yakin terhadap penjelasan berdasarkan jenis tindak tutur dan

strategi komunikasi yang digunakan guru sains. Temuan dan pembahasan

penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya melahirkan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan penelitian.

5.1 Simpulan

Berikut ini beberapa kesimpulan penelitian dari hasil analisis dan temuan.

Kesimpulan pertama merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian mengenai

karakteristik tuturan guru sains berdasarkan jenis tindak tutur. Setiap guru sains

mempunyai karakter tersendiri yang digunakan dalam bertutur.

Pertama, karakteristik yang muncul pada TGB adalah penggunaan tuturan

yang kompleks. Artinya, semua JJI digunakan sebagai strateginya untuk

menjelaskan materi. Kompleksnya tuturan yang digunakan GB meliputi: materi

yang disampaikan runtut dan jelas; Penggunaan penanda-penanda dan penekanan

intonasi yang digunakan GB untuk mencari perhatian siswa dan meyakinkan

siswa.

Pada karakteristik yang digunakan oleh GK yakni penggunaan tuturan

yang simpel. Data menunjukkan frekuensi kemunculan tuturan pada

masing-masing JJI sangat sedikit dibandingkan dengan yang lain. Setiap pokok tuturan

(29)

masing-masing JJI hampir mirip dengan strategi yang digunakan GB. Yang

membedakannya adalah jumlah tuturan pada masing-masing JJI tersebut.

Selanjutnya untuk karakteristik yang ditemukan pada TGF yakni

penggunaan tuturan yang ekspresif. Artinya, setiap tuturan selalu diikuti sebagai

ungkapan kekecewaan terhadap kemampuan siswa. Banyaknya penggunaan

tuturan direktif dan ekspresif diprediksi siswa mengalami penekanan dan stres.

Kesimpulan kedua, merupakan hasil analisis peluang atau kemungkinan

siswa yakin dan faham terhadap penjelasan guru. Berdasarkan temuan pada

karakteristik tuturan guru sains yang berpeluang atau memungkinkan siswa faham

dan yakin terhadap penjelasan berdasarkan jenis tindak tutur dan strategi

komunikasi yang digunakan guru sains adalah guru biologi. Sebab, GB pandai

memilih strategi yang pas dalam menentukan JJI yang digunakan dalam

pembelajaran. Dalam memberikan penjelasan pun sangat runtut, antara penjelasan

yang satu dengan yang lainnya berkesinambungan. GB pandai mencari perhatian

siswa dengan penggunaan beberapa penanda yang merupakan sebuah strategi agar

tuturannya dapat diperhatikan. Selain itu pada beberapa tuturan setelah GB

menyampaikan penjelasan, GB mencoba untuk meyakinkan siswa dengan

penggunaan penanda-penanda juga. Dengan adanya perpaduan JJI tersebut dapat

mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima penjelasan materi yang banyak di

kelas.

Dalam bentuk tuturan meminta, GB menggunakan strategi yang tidak

langsung. Ia menyadari bahwa tuturan ini terdapat tindakan pengancaman wajah.

(30)

107

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memberi respon tanpa adanya unsur paksaan. Dan ketika siswa selesai menjawab

pertanyaan, guru biologi pun selalu memberi respon bagus terhadap siswa tersebut

sebagai sebuah strategi untuk memberi semangat terhadap siswa. Adapun untuk

JJI komisif, ekspresif, dan deklaratif digunakan GB untuk menyempurnakan

kegiatan pengajaran di kelas.

Kesimpulan ketiga yakni dengan ditentukannya TGB sebagai tuturan

yang berpeluang untuk membuat siswa faham dan yakin terhadap penjelasan guru

menunjukkan bahwa penggunaan JJI asertif, direktif, komisif, ekspresif, deklaratif

harus tepat dan padu digunakan dalam pembelajaran di kelas. Ketepatan dan

kepaduan penggunaan JJI tersebut, salah satu aspeknya dapat dilihat dari konteks

kelas. Guru harus membuat dinamika tuturan supaya tidak monoton. Guru tidak

bisa hanya mengandalkan terhadap salah satu JJI saja. Walaupun yang menjadi

inti dari tindak tutur wacana kelas adalah JJI asertif, tetapi keempat JJI lainnya

pun harus digunakan sebagai strategi guru sains dalam menjelaskan materi. Hal

ini sekaligus mendukung terhadap teori yang diungkapkan oleh Searle (1969).

Lebih jelasnya ketepatan tuturan ini dapat dilihat dari karakteristik tuturan yang

digunakan oleh GB. Diantaranya: memberikan penjelasan sebanyak mungkin,

disaat siswa merasa jenuh dengan penjelasan guru gunakan strategi untuk mencari

parhatian siswa dengan penanda-penanda yang telah digunakan GB untuk

membuat siswa tetap fokus, dan diakhir pembicaraan yakinkan siswa dengan

(31)

Kesimpulan keempat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa seorang

guru dituntut memiliki kompetensi sosial sesuai dengan UU UU No. 14 tahun

2005 Bab IV Pasal 10 Ayat 1 tentang guru dan dosen.

5.2 Saran-saran

Penelitian ini diharapkan membawa manfaat untuk kehidupan masyarakat

pada umumnya dan dunia pendidikan khususnya. Sekalipun penulis menyadari

banyaknya keterbaatasan yang dimiliki baik itu dalam segi waktu, materi, isi dan

teori. Oleh karena itu, atas dasar hasil penelitian ini, penulis memberikan saran

dan harapan kepada pihak-pihak terkait terutama para peneliti bahasa, guru, dan

pelaku pendidikan lainnya.

Pertama, bagi para peneliti bahasa, banyaknya keterbatasan penelitian ini

membutuhkan penelitian lanjutan yang dapat memberikan hasil penelitian yang

lebih mendalam dan akurat, serta memberikan kebermanfaatan yang lebih luas.

Oleh karena itu, bagi para peneliti bahasa disarankan untuk mengkaji lebih dalam

lagi mengenai isu terkait, terutama yang berhubungan dengan

permasalahan-permasalahan komunikasi antara guru dan siswa di dalam pembelajaran di kelas.

Misalnya saja penelitian tuturan guru yang mengkhususkan pada JJI asertif dalam

bentuk menyatakan atau menambahkan variable-variabel lain dalam penelitian ini

seperti isu kesantunan, komunikasi lintas budaya, psikolinguistik, dan sebagainya.

Kedua, untuk para guru, perlu disadari bahwa bahasa merupakan media

utama dalam interaksi dengan siswa di sekolah. Guru harus lebih pandai dan lebih

(32)

109

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan siswa. Dalam memberikan penjelasan materi di kelas, guru hendaknya

banyak menggunakan JJI asertif yang dikorelasikan dengan keempat JJI untuk

menghindari kejenuhan siswa. Sebagaimana dari hasil temuan pada pembahasan

sebelumnya bahwa penggunaan JJI asertif yang dikorelasikan dengan keempat JJI

diyakini dapat memberi peluang atau memungkinkan siswa yakin dan faham

terhadap penjelasan guru.

Terakhir, bagi para pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan,

sangatlah penting untuk membuat kurikulum pendidikan yang disinergikan

dengan aspek kebahasaan. Mengingat, salah satu fungsi bahasa yakni fungsi

kognitif yang salah satunya untuk menyampaikan ilmu sehingga tercipta kondisi

yang lebih kondusif dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pembelajaran dan

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Daraji. Dkk. 2012. Offering as a Comisive and Directive Speech Act: Consequence for Cross-Cultural Communication. Tikrit University Iraq: International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 2,

Issue 3, March 2012. Hal 1-6 Tersedia:

ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/989 [3 Januari 2013].

Austin,J.L.1962. How to do things with words. Cambridge: Harvard University Press.Education.

Aziz, E. Aminuddin. 2012. Pendekatan Pragmatik dalam Pendidikan Kedwibahasaan. Tersedia http://www.aminudin.staf.upi.edu. [16 Januari 2012]

Aziz, E. Aminuddin dan I. Lukmana. 2012. Kewajaran Komunikasi Pembelajaran Bahasa Inggris dalam Realisasi Pertuturan. Diambil dari website

http://www.aminudin. staf. upi. edu. [16 Januari 2012]

Bachari, Andika Duta. 2011. Analisis Pragmatik terhadap Tindak Tutur yang Berdampak Hukum (Tesis). Bandung: UPI.

Bailey, Carol. A. 2007. A Guide to Qualitative Field Research (Second Edition). California: Sage Publication Company.

Bara, Bruno. G. 2010. Cognitive Pragmatics: The Mental Process of Communication. Massachusetts: Massachusetts Institute of Technology.

Creswell, J.W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among Five Traditions. New Delhi: Sage Publications, Inc.

(34)

Nurhasanah, 2014

Tindak Tutur Guru Sains Dalam Pembelajaran Tingkat Sekolah Menengah Atas Sebagai Strategi Komunikasi Untuk Memahami Materi Ajar

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Firdaus, Yosi Jannatul.dkk. 2012. Tindak Tutur Direktif Ibu Rumah Tangga Nelayan kepada Anaknya di Kelurahan Gates Nan XX Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. UNP Padang: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1 No. 1 September 2012; Seri B 87 – 166 Diambil dari website http//: www. ejournal.unp.ac.id [4 April 2013]

Gunarwan, A. 1996. ‘Kepatutan Ujaran di dalam Pengajaran Bahasa Indonesia

sebagai Bahasa Asing: Implikasinya bagi Pengajar’. Depok : UI.

Jumadi. 2007. Representasi Kekuasaan dalam Tindak Tutur Guru. Jakarta: Jurnal Didaktika Vol. 8 No. 3. Tersedia: http//: www. lib.balaibahasa.org [2 Juni 2013]

Krisnawati, Ekaning. 2011. Pragmatic Competence in The Spoken English Classroom. Bandung: CONAPLIN JOURNAL Vol. 1 no. 1 hal 105-115.

Levinson, Stephen. C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.

Leech, Geoffrey.1983. Principles of Pragmatics. London: Longman.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

Martinez-Flor, Alicia. 2005. A Theoretical Review of the Speech Act of Suggesting: Towards a Taxonomy for its Use in FLT. Jaume: Jaume 1 university. Hal 167-187

Meleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Rosdakarya.

Mey, J. L. 2005. Pragmatics An Introduction (2nd Edition). Oxford: Blackwell.

Moon, Kyunghye. 2002. Speech Act Study: Differences Between Native and Nonnative Speaker Complaint Strategies. New York: American University. Tersedia: http//: www.american.edu/.../WP-2002-Moon-Speech-Act [27 Juni 2013].

Olshtain, Elite dan A. Cohen. 1990.The learning of Complex Speech Act behavior. TESL Canada Journal.Vol 7. No.2. hal 45-65. Tersedia http://

r . . 1 6

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

(35)

Rahmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Raz, Subki. 2012. Katanya sih, “Fisika Itu Sulit” (artikel). Tersedia http://edukasi.compasiana.com tanggal 3 Juni 2012.

Rosilawati, Yeni. 2008. Employee Branding Sebagai Strategi Komunikasi Organisasi Untuk Mengkomunikasikan Citra Merek (Brand-Image).

Yogyakarta: Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 6, Nomor 3, hal 153-161.

Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.

Searle, John R. 1979. Expression and Meaning: Studies in the Theory of Speech Acts. Cambridge: Cambridge University Press.

Silva, Anna Marietta da. 2012. Guru Idealkah Anda?. Jakarta: Jurnal KOLITA 10. Hal 27-30.

Surya, Mohammad. 2008. Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusi. Jakarta: Kedeputian Bidang Koordinasi Pendidikan, Agama, dan Aparatur Negara.

Syafitri, Dian. 2012. Tindak Tutur Dalihan na Tolu pada Prosesi Makkobar dalam Upacara Perkawinan Adat Angkola-Mandailing (Tesis). Bandung: UPI.

Trosborg, Anna. 1994. Interlangguage Prgmatics: Requests, Complaints And Apologies. Berlin: Walter De Gruyter.

Wardaugh, Ronald. 1994. An Introduction to Sociolinguistics. Victoria: Blackwell Publisher.

Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.

Gambar

Tabel 3.1 Angket observasi
Tabel analisis ini terbagi ke dalam dua bagian. Tabel 3.1, digunakan untuk

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat diketahui dari jumlah angkutan kota di Surabaya pada tahun 2014 sebanyak 5.031 unit, yang memiliki izin trayek 1.889 unit atau 37,55%, sedangkan yang tidak memiliki

Hal ini ditempuh karena tujuan utamanya adalah menyusun dan mengarahkan kembali perekonomian Indonesia dalam rangka untuk mendukung perang Jepang melawan Sekutu, dan tentunya

Gambaran Khusus Unit Rekam Medis ... Hasil

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dalam meningkatkan kinerja karyawan di lingkungan PKBI pusat, variabel employee engagement menjadi variabel yang memiliki

Museum Learning via Social and Mobile Technologies: (How) can online interactions enhance the visitor experience?, British Journal of Educational Technology,

Masyarakat Bakumpai adalah suatu komunitas masyarakat yang beragama Islam, berdomisili di Marabahan Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Mereka hidup berkelompok

(2) Faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi emosi pasca putus cinta pada remaja tahap akhir, yaitu: (a) jenis kelamin, laki-laki dipengaruhi oleh sikap dan logika bahwa

the variants of curriculum such as Competence Based Curriculum (KBK), School Based Curriculum (KTSP), Reflective Educational Paradigm (PPR), Character.Based Syllabus, the