• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH: AGUNG PRIYO UTOMO RUDI SALAM RETNANINGSIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OLEH: AGUNG PRIYO UTOMO RUDI SALAM RETNANINGSIH"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

VARIABEL-VARIABEL YANG MEMENGARUHI HASIL BELAJAR

MAHASISWA SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK TINGKAT I

TAHUN AKADEMIK 2011/2012 PADA MATA KULIAH YANG

DIANGGAP SULIT

OLEH:

AGUNG PRIYO UTOMO RUDI SALAM RETNANINGSIH

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

JAKARTA

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya sehingga penelitian yang berjudul “Variabel-variabel yang Memengaruhi Hasil Belajar Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Tingkat I Tahun Akademik 2011/2012 pada Mata Kuliah yang Dianggap Sulit” dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.

Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi para fungsional dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hamonangan Ritonga, M.Sc., selaku ketua STIS yang telah memberikan ijin penelitian ini.

2. Ibu Ekaria, M.Si., selaku Kepala Unit Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (UPPM) STIS.

3. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.

Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan penulisan ini. Akhirnya, semoga penelitian ini bisa bermanfaat bagi semuanya.

Jakarta, Desember 2012

(4)

ABSTRAKSI

Agung Priyo Utomo, S.Si., M.T., Rudi Salam, S.S.T., M.Si., Retnaningsih, S.Si., M.E., “Variabel-variabel yang Memengaruhi Hasil Belajar Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Tingkat I Tahun Akademik 2011/2012 pada Mata Kuliah yang Dianggap Sulit”

vii+50 halaman

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) memberlakukan berbagai ketentuan dalam sistem pendidikannya, salah satunya adalah evaluasi hasil belajar bagi tingkat I diberlakukan pada setiap akhir semester. Mahasiswa tingkat I yang tidak memenuhi kualifikasi (gagal) pada akhir semester akan dikeluarkan (drop out - DO) dari STIS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yang secara signifikan memengaruhi hasil belajar pada matakuliah yang dianggap sulit. Ditemukan bahwa mata kuliah yang paling dianggap sulit oleh mahasiswa tingkat I adalah Pengantar Matematika (44,3%) di Sem Gasal dan Pengantar Teori Peluang (24,2%) di Sem Genap. Mahasiswa bahkan yang mengalami penurunan indeks prestasi cukup besar (45,21%). Dengan menggunakan analisis regresi logistic ordinal, ditemukan bahwa variabel yang signifikan mempengaruhi hasil belajar mahasiswa pada matakuliah yang dianggap sulit adalah perbedaan status mahasiswa antara reguler dan nonreguler.

(5)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……… ii ABSTRAKSI ………... iii DAFTAR ISI ……… iv DAFTAR GAMBAR ………. v BAB I. PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ……… 1

1.2. Tujuan Penelitian ……… 4

1.3. Manfaat Penelitian ……… 4

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ……… 6

2.1. Tinjauan Pustaka ……… 6

2.2. Gaya Belajar ………. 21

BAB III. METODOLOGI ……….. 31

3.1. Populasi dan Sampel ……… 31

3.2. Teknik Analisis ……… 31

3.3. Variabel Analisis ……….. 32

BAB IV. PEMBAHASAN ………. 33

4.1. Karakteristik Umum ……… 33

4.2. Variabel yang Berpengaruh Terhadap Mata Kuliah yang Dianggap Sulit 41 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 44

5.1. Kesimpulan ……… 44

5.2. Saran ………. 44

DAFTAR PUSTAKA ………. 31

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Hasil Belajar Mahasiswa STIS Tingkat I Tahun Akademik 2011/2012 ... ... 34

Gambar 4.2. Perbandingan IP Semeter Gasal (1) dan Semester Genap (2) ... 35

Gambar 4.3. Proporsi Mahasiswa menurut Jalur Masuk dan Kategori Indeks Prestasi ... 35

Gambar 4.4. Proporsi Mahasiswa tentang Matakuliah yang Dianggap Sulit ... 36

Gambar 4.5. Alasan Mahasiswa Mengalami Kesulitan pada Matakuliah Tertentu ... 37

Gambar 4.6. Alasan Mahasiswa Mengalami Kesulitan pada Matakuliah Tertentu menurut Jalur Masuk STIS ... 38

Gambar 4.7. Waktu Belajar Mahasiswa (rata-rata perminggu) ... 39

Gambar 4.8. Persentase Mahasiswa menurut Gaya Belajar yang Kuat/Sangat Kuat Dimilikinya ... 40

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Mahasiswa adalah sekelompok manusia yang berpikir ke depan, memiliki akses intelektual dan moral “tak terbtas” untuk diekspresikan. Tugas pokok mahasiswa adalah belajar, dengan belajar mahasiswa mempunyai keahlian yang bisa digunakan yang bisa digunakan untuk berkarya. Keberadaan kampus tak ubahnya sebagai ‘kawah candradimuka’ yang menggodok jiwa, mental, serta akal calon penerus bangsa. Di sinilah diberikan nilai-nilai ideal kehidupan yang perlu dipraktekan dalam kehidupan nyata.

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) merupakan perguruan tinggi kedinasan yang berada dibawah naungan Badan Pusat Statistik (BPS). Keberadaan STIS diawali dengan berdirinya Akademi Ilmu Statistik (AIS) pada tahun 1958 melalui surat keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia (waktu itu Ir. H. Djuanda) No. 377/PM/1958. Sampai saat ini AIS/STIS sudah meluluskan 51 angkatan.

STIS memberlakukan berbagai ketentuan dalam sistem pendidikannya, salah satunya adalah evaluasi hasil belajar bagi tingkat I diberlakukan pada setiap akhir semester. Mahasiswa tingkat I yang tidak memenuhi kualifikasi (gagal) pada akhir semester akan dikeluarkan (drop out - DO) dari STIS. Mahasiswa dinyatakan naik tingkat apabila memenuhi syarat-syarat:

(8)

2 2) Mahasiswa memperoleh minimal huruf mutu C untuk mata kuliah berikut

(Tingkat I):

1. Pengantar Matematika 2. Aljabar Linier

3. Metode Statistik I Teori 4. Metode Statistik I Praktek 5. Teori Peluang

6. Pendidikan Kewarganegaraan 7. Pendidikan Agama

dan IP ≥ 2,00. Apabila syarat tersebut tidak terpenuhi maka mahasiswa tersebut dinyatakan DO.

Pada Semester Gasal tahun akademik 2011/2012 terdapat 18 mahasiswa tingkat I yang DO, dimana 48% diantaranya gagal pada matakuliah Aljabar Linier, 35% gagal pada matakuliah Pengantar Matematika, dan 39% mahasiswa gagal di kedua matakuliah tersebut.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan seorang mahasiswa tidak dapat memperoleh nilai yang baik hingga dapat berujung pada ketidaklulusan pada suatu matakuliah, salah satunya adalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah kondisi dimana seorang siswa/mahasiswa merasa kesulitan dalam menelaah pelajaran yang disebabkan oleh faktor-faktor baik dari luar maupun dari dalam diri siswa tersebut, atau dengan kata lain siswa yang bersangkutan tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang tidak, kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari,

(9)

kadang-3 kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi.

Kesulitan belajar juga dialami oleh mahasiswa STIS tingkat I. Tahun pertama perkuliahan merupakan awal penentu keberhasilan seorang mahasiswa untuk dapat melanjutkan ke tingkat selanjutnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irjayanti (2012) terhadap 90 sampel mahasiswa tingkat I tahun akademik 2011/2012 diperoleh informasi bahwa lebih dari separuh mahasiswa (56,67%) mengalami kesulitan belajar tinggi. Pengantar Matematika merupakan matakuliah dengan proporsi tertinggi (29,11%) yang dianggap sulit oleh mahasiswa dalam hal penguasaan konsep dasar. Selain itu, mahasiswa juga mengalami kesulitan pada beberapa matakuliah inti yang lain, yaitu Aljabar Linier (25,82%) dan Metode Statistika I (22,53%). Temuan tersebut menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut, mengingat proses seleksi untuk menjadi mahasiswa STIS sangat ketat. Calon peserta harus memenuhi persyaratan tertentu, diantaranya adalah mereka harus memiliki nilai matematika minimal 7,00. Selain itu, pada tahap I penerimaan mahasiswa baru (PMB) dilakukan seleksi tes potensi akademik yang salah satu materinya adalah matematika. Seharusnya mereka yang lulus semua tahapan seleksi dalam PMB STIS (diterima menjadi mahasiswa STIS) sudah memiliki kualifikasi tertentu di bidang matematika.

Masalah kesulitan belajar yang dialami oleh mahasiswa STIS sebagaimana dijelaskan sebelumnya merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang serius oleh penyelenggara pendidikan. Hal ini karena kesulitan belajar yang mereka alami akan membawa dampak negatif, baik terhadap diri

(10)

4 mereka sendiri, maupun terhadap lingkungannya. Menurut Moh. Surya, tingkah laku yang merupakan manifestasi dari gejala kesulitan belajar antara lain:

1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah.

2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. 3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar.

4. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar. 5. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan. 6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar.

1.2.Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk

a) mengetahui gambaran umum mengenai karakteristik mahasiswa serta variabel lain yang dapat memengaruhi hasil belajar pada matakuliah yang dianggap sulit;

b) mengetahui variabel-variabel yang secara signifikan memengaruhi hasil belajar pada matakuliah yang dianggap sulit

1.3.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa, dosen maupun penyelenggara pendidikan di STIS. Manfaat yang diharapkan diantaranya adalah:

(11)

5 Mahasiswa dapat mengatur strategi belajar berdasarkan informasi tentang variabel-variabel yang secara signifikan memengaruhi hasil belajar pada matakuliah mereka dianggap sulit.

Bagi Dosen

Dapat dijadikan sebagai salah satu informasi yang dapat membantu dalam melakukan pendekatan/inovasi dalam mengajar di kelas, khususnya bagi dosen matakuliah yang dianggap sulit oleh mahasiswa.

Bagi Penyelenggara Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai salah satu informasi untuk memonitor dan mengevaluasi penerapan silabus dan Satuan Acara Perkuliahan (SAP), terutama pada matakuliah yang dianggap sulit oleh mahasiswa. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi bagi Jurusan dalam membimbing mahasiswa pada matakuliah yang terkait dengan matakuliah pada tingkat I, khususnya mereka yang merasa kesulitan pada matakuliah inti.

(12)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar

Menurut Rifa’i (2009) belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang pikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Beberapa pengertian tentang belajar menurut para ahli (dalam Rifa’i, 2009):

a. Gage dan Berliner menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. b. Morgan et.al menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif

permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman.

c. Slavin menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yangdisebabkan oleh pengalaman.

d. Gagne menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.

Menurut Sugandi (2007) teori belajar adalah konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperiment. Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar dan bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa. Gagne dalam Supriyono (2010) menyatakan belajar adalah perubahan

(13)

7 disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan secara alamiah.

Adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah a. Perubahan terjadi secara sadar

b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah. f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Dari beberapa rumusan tentang belajar di atas mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku individu melaluipengalaman dan melalui proses latihan yang dilakukan oleh diri sendiri. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik) maupun nilai dan sikap (afektif).

2.1.2. Unsur-Unsur Belajar

Unsur-unsur belajar menurut Gagne dalam Rifa’i (2009) yaitu :

a. Peserta didik, dapat diartikan peserta didik, warga belajar dan peserta pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar.

(14)

8 c. Memori, berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, ketrampilan,

dan sikap yang dihasilkan dari kegiatan belajar sebelumnya.

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Dalam perspektik behaviorisme pembelajaran diartikan sebagai proses pembentukan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan balas (respons). Hasil pembelajaran yang diharapkan adalah perubahan perilaku berupa kebiasaan. Teori behavioristik sering disebut stimulus-respons (S-R) psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulnya. Tokoh-tokoh perilaku yang tergolong dalam pengkondisian klasik adalah Ivan Petrovich Pavlov sedangkan tokoh-tokoh perilaku yang termasuk dalam pengondisian operan adalah Edward Lee Thorndike dan Skinner.

1. Clasical Conditioning, menurut Ivan Pavlov mengadakan percobaan labortoris terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing diberi stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi beldikelas untuk penanda sesuatu terhadap bunyi-bunyian. Melalui berbagai bunyi bel ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang

(15)

9 diinginkan. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.

2. Connectionsim (S-R Bond), menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut

stimulus dan respons. Teori belajar ini disebut teori connectionism.

Eksperiment yang dilakukan dengan kucing yang dimasukan pada sangkar tertutup. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial and Error. Sumbangan pemikiran Thorndike mengenai perubahan perilaku sebagai hasil belajar adalah hukum-hukum sebagai berikut:

a. Hukum kesiapan atau Law of Readiness `Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus, maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga assosiasi cenderung diperkuat

b. Hukum latihan atau Law of Exercise Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan, maka asosiasi cenderung diperkuat.

c. Hukum hasil atau Law of Effect Hubungan antara rangsangan dan perilaku akan makin kukuh apabila terdapat kepuasan dan akan makin diperlemah apabila tidak terdapat kepuasan

3. Operant Conditioning, menurut B.F Skinner Operant Conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operant positif atau negatif yang mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang

(16)

10 sesuai keinginan. Peneguhan positif adalah rangsangan yang makin memperkuat atau mendorong suatu tindak balas. Peneguhan negatif ialah peneguhan yang mendorong individu untuk menghindari suatu tindak balas tertentu yang tidak memuaskan. Implikasi prinsip-prinsip behaviorisme pada kegiatan pembelajaran adalah:

a. Kegiatan belajar adalah belajar figuratif.

b. Belajar menekankan perolehan informasi dan panambahan informasi.

c. Belajar merupakan proses dialog imperatif, bukan dialog interaktif. d. Aktivitas belajar didominasi oleh kegiatan menghafal dan latihan. e. Belajar bukan proses organik dan konstruktif melainkan proses

mekanik.

Aplikasi teori behavioristik pada proses pembelajaran, di dalam teori ini guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk sudah siap. Dalam pembelajarannya dimana siswa berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik dan hanya diamati dan diukur. Tujuan dalam pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan. Evaluasi didasari atas perilaku tampak dalam diri siswa. Berdasarkan ciri-ciri di atas maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa proses mengajar bukan hanya merupakan kegiatan memindahkan pengetahuan atau Transfer knowledge dari guru ke siswa tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa merekrontruksi sendiri pengetahuannya dan menggunakan pengetahuan untuk diterapkan dalam kehidupan di sekitarnya.

(17)

11 Maka dari itu seorang guru mempunyai peran yang sangat penting dan guru sangat dibutuhkan siswa sebagai seorang fasilitator, serta sebagai mediator dalam proses pembelajaran.

2.1.3. Prinsip-Prinsip Belajar

Menurut Gagne dalam Rifa’i (2009) terdapat tiga prinsip yang menjadi kondisi internal yang harus ada pada diri pembelajar. Ketiga prinsip itu harus dimiliki pembelajar sebelum melakukan kegiatan belajar baru, ketiga prinsip itu adalah :

a) Informasi faktual (Faktual Information), informasi ini dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu

(1) dikomunikasikan kepada pembelajar;

(2) dipelajari oleh pembelajar sebelum memulai belajar baru; dan

(3) dilacak dari memori, karena informasi itu telah dipelajari dan disimpan di dalam memori selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun yang lalu. b) Kemahiran intelektual (Intelectual Skill), pembelajar harus memiliki pelbagai

cara dalam mengerjakan sesuatu, terutama yang berkaitan dengan simbol-simbol bahasa dan lainnya, untuk mempelajari hal-hal baru.

c) Strategi (Strategy), setiap aktivitas belajar memerlukan pengaktifan strategi belajar dan mengingat. Pembelajar harus mampu mengunakan strategi untuk menghasilkan stimulus yang kompleks; memilih dan membuat kode bagian-bagian stimulus; memecahkan masalah; dan melacak kembali informasi yang telah dipelajari. Selain tiga prinsip belajar yang berhubungan dengan kondisi

(18)

12 internal di atas, Gagne juga mengakui beberapa prinsip belajar yang berhubungan dengan kondisi eksternal pembelajar. Beberapa prinsip tersebut menurut Rifa’i (2009) adalah:

a. Keterdekatan (contiguity), bahwa situasi stimulus yang hendak direspon oleh pembelajar harus disampaikan sedekat mungkin waktunya dengan respon yang diinginkan.

b. Pengulangan (repetition), bahwa situasi stimulus dan responnya perlu diulang-ulang atau dipraktikkan, agar belajar dapat diperbaiki dan meningkatkan resistensi belajar.

c. Penguatan (reinforcement), bahwa belajar sesuatu yang baru akan diperkuat apabila belajar yang lalu diikuti oleh perolehan hasil yang menyenangkan.

Dari uraian di atas, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa prinsip-prinsip belajar dibagi menjadi dua, yaitu prinsip-prinsip yang dipandang sebagai kondisi internal dan prinsip yang dipandang sebagai kondisi eksternal.

Prinsip yang dipandang sebagai kondisi internal, yaitu: a) Informasi faktual;

b) Kemahiran intelektual; dan c) Strategi.

Sedangkan prinsip yang dipandang sebagai kondisi eksternal, yaitu: a) Keterdekatan;

b) Pengulangan; dan c) Penguatan.

(19)

13 2.1.4. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Rifa’i (2009) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta didik. Sedangkan menurut Handayani (2009) hasil belajar terdiri dari tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar kognitif merupakan tingkat pemahaman siswa terhadap materi. Hasil belajar aspek afektif lebih berorientasi pada pembentukan sikap melalui proses pembelajaran. Sedangkan hasil belajar psikomotor berkaitan dengan hasil kemampuan fisik siswa. Menurut Suprijono (2010), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Menurut pemikiran Gagne dalam Suprijono (2010), hasil belajar berupa:

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2) Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dalam lambang. Ketrampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengatagorisasi, kemampuan analitis-sintesis, fakta-konsep dan mengembangkan prinsip keilmuan. Ketrampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

(20)

14 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4) Ketrampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Bloom dalam Suprijono (2010), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge

(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan),

synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan

evaluation (menilai). Domain afektif adalah, receiving (sikap menerima), responding

(memberikan respon), valuing (nilai), organizating (organisasi), caracterization

(karakterisasi). Domain psikomotor meliputi, initiatory, pre-routine, dan rountinized .

Psikomotor juga mencakup ketrampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara menurut Lindegren hasil pembelajaran meliputi, kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan, bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya,hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar

(21)

15 pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif. Dari berbagai uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu pola perbuatan, tindakan, nilai, sikap, apresiasi dan ketrampilan yang didapatkan oleh para peserta didik melalui suau proses belajar, yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan juga psikomotorik.

2.1.5. Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar (Learning Difficulty) adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. Kondisi yang demikian umumnya disebabkan oleh faktor biologis atau fisiologis, terutama berkenaan dengan kelainan fungsi otak yang lazim disebut sebagai kesulitan dalam belajar spesifik, serta faktor psikologis yaitu kesulitan belajar yang berkenaan dengan rendahnya motivasi dan minat belajar.

Kesulitan belajar memiliki banyak tipe yang masing-masing memerlukan diagnosis dan remediasi yang berbeda-beda. Betapa pun sulitnya membuat klasifikasi kesulitan belajar, klasifikasi tampaknya memang diperlukan karena bermanfaat untuk menentukan berbagai strategi pembelajaran yang tepat.

Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:

1) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities);

(22)

16 Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan atau matematika.

Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru/dosen atau orang tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik. Sebaliknya, kesulitan belajar yang bersifat perkembangan umumnya sukar diketahui, baik oleh orang tua maupun guru/dosen karena tidak ada pengukuran-pengukuran yang sistematik seperti halnya dalam bidang akademik. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan sering tampak sebagai kesulitan belajar yang disebabkan oleh tidak dikuasainya keterampilan prasyarat, yaitu keterampilan yang harus dikuasai lebih dahulu agar dapat menguasai bentuk keterampilan berikutnya.

Untuk mencapai prestasi akademik yang memuaskan, seorang anak memerlukan penguasaan keterampilan prasyarat. Anak yang memperoleh prestasi belajar yang rendah karena kurang menguasai keterampilan prasyarat, umumnya dapat mencapai prestasi akademik yang diharapkan setelah lebih dahulu anak menguasai keterampilan prasyarat tersebut. Untuk dapat menyelesaikan soal matematika bentuk cerita misalnya, seorang anak harus menguasai lebih dahulu keterampilan membaca pemahaman. Untuk dapat membaca, seorang anak harus sudah berkembang kemampuannya dalam melakukan diskriminasi visual maupun

(23)

17 auditif, ingatan visual maupun auditoris, dan kemampuan untuk memusatkan perhatian.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar di sekolah. Apabila dikaitkan dengan faktor-faktor yang berperan dalam belajar, penyebab kesulitan belajar tersebut dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal). Faktor internal meliputi faktor fisiologi dan faktor psikologi (Inteligensi, Bakat, Minat, dan Motivasi), sedangkan faktor eksternal meliputi faktor orang tua, faktor sekolah (guru/dosen, media/sarana pembelajaran, gedung, kurikulum, dan kedisiplinan sekolah/kampus) serta faktor media masa dan lingkungan sosial.

2.1.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Rifa’i (2009) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi internal dan eksternal peserta didik. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh; kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional; dan kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Sama kompleksnya pada kondisi internal adalah kondisi eksternal yang ada di lingkungan peserta didik. Beberapa faktor eksternal seperti variasi dan tingkat kesulitan materi belajar (stimulus) yang dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan hasil belajar. Metode pembelajaran yang dipakai oleh guru pada saat mengajar di kelas, seharusnya juga dibuat sedemikian rupa agar siswa dalam mengikuti proses

(24)

18 belajar mengajar tidak merasakan jenuh dan bahkan siswa dapat menyukai prosesbelajar mengajar, sehingga siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Karena metode pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat berkaitan langsung dengan proses belajar maka peneliti akan mencoba membandingkan antara hasil belajar akuntansi menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan hasil belajar akuntansi yang menggunakan metode ceramah bervariasi.

Menurut Slameto (2010) menerangkan bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

a. Faktor intern meliputi :

1. Faktor jasmaniah terdiri dari faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh. 2. Faktor psikologis terdiri dari inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, dan kesiapan.

3. Faktor kelelahan baik kelelahan secara jasmani maupun kelelahan secara rohani.

b. Faktor ekstern meliputi:

1. Faktor keluarga terdiri dari cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

2. Faktor sekolah terdiri dari metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

(25)

19 3. Faktor masyarakat terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, mass

media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Sedangkan menurut Anni (2004) menyatakan bahwa seperangkat faktor yang memberikan kontribusi belajar adalah kondisi internal dan eksternal pembelajar. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional dan kondisisosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kesempurnaan dalam kondisi internal yang dimiliki oleh pembelajar akan berpengeruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar. Sama kompleknya pada kondisi internal, kondisi eksternal juga sangat berpengaruh dalam hasil belajar siswa, diantaranya adalah variasi dan derajat kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana lingkungan dan daya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar. Dari beberapa pendapat para ahli mengenai faktor-faktor di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar akuntansi dapat dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal, yang mana faktor internal merupakan faktor-faktor yang bersumber dari individu masing-masing siswa, sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang bersumber dari luar individu siswa itu sendiri. Berkaitan dengan proses belajar mengajar ada satu faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yaitu faktor pemilihan metode pembelajaran. Faktor ini sangat penting karena pemilihan metode pembelajaran yang tepat oleh guru akan mempengaruhi antusiasme parasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Metode pembelajaran harus disusun sedemikian rupa, sehingga peserta didik tidak merasa bosan dan jenuh

(26)

20 dengan metode pembelajaran yang berlangsung. Selain penyusunan metode pembelajaran yang baik, juga diperlukan beberapa variasi cara mengajar guru untuk meminimalisir tingkat kejenuhan siswa dalam suatu proses pembelajaran.

2.3. Gaya Belajar

Secara singkat gaya belajar merupakan cara yang cenderung dipilih oleh seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. Mc Loughlin (1999) menyimpulkan bahwa istilah gaya belajar merujuk pada kebiasaan dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Menurut James dan Blank (1993), gaya belajar didefinisikan sebagai kebiasaan belajar dimana seseorang merasa paling efisien dan efektif dalam menerima, memproses, menyimpan dan mengeluarkan sesuatu yang dipelajari.

Huney dan Mumford (1992) mendefinisikan gaya belajar sebagai sikap dan tingkah laku yang menunjukkan cara belajar seseorang yang paling disukai. Porter & Hernacki (2000) menyebutkan dua kategori utama mengenai bagaimana individu belajar, yaitu cara menyerap informasi dengan mudah, dan cara mengatur dan mengolah informasi. Jadi disimpulkan gaya belajar adalah kecenderungan cara seseorang dalam menyerap, memproses, dan mengolah informasi dengan efektif dalam memperoleh ilmu pengetahuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2009) menemukan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan mengingat ditinjau dari gaya belajar. Ini menunjukkan bahwa gaya belajar tertentu tidak lebih baik dibandingkan yang lain. Namun kesesuaian antara gaya belajar individu dengan cara terbaiknya dalam mengingat akan memudahkan dalam belajar. Itu sebabnya gaya belajar memiliki peranan

(27)

21 penting dalam proses kegiatan belajar mengajar. Individu yang dipaksa belajar dengan cara yang kurang cocok akan menghambat proses belajarnya terutama dalam hal berkonsentrasi saat menyerap informasi yang diberikan.

Setiap orang memiliki cara belajar yang berbeda-beda. Cara belajar yang beraneka ragam tersebut dikenal sebagai gaya belajar (learning style) yang dipengaruhi oleh pengalaman, jenis kelamin, etnis dan secara khusus melekat pada setiap individu (Philbin, et.al., 1995 dalam Prastiti dan Pujiningsih, 2009). Berbagai studi tentang gaya belajar yang telah dilakukan menghasilkan berbagai macam klasifikasi tentang jenis gaya belajar. Hal ini terjadi karena pada hakekatnya setiap orang dapat mempunyai gaya belajar yang khas. Umumnya dianggap bahwa gaya belajar seseorang dipengaruhi oleh variabel kepribadian, termasuk susunan kognitif dan psikologis, latar belakang sosiokultural, dan pengalaman pendidikan (Sahertian, 2004 dalam Nugraheni dan Pangaribuan, 2006).

Seseorang yang mengetahui gaya belajar yang dimiliki akan lebih mudah menentukan cara belajar yang paling sesuai sehingga akan lebih mudah baginya dalam menyerap, menyimpan dan mengeluarkan informasi. Menurut Honey dan Mumford (Yekti, 2007, dalam Saragih & Kumara, 2009), kemampuan individu untuk mengenali gaya belajarnya sendiri akan membantunya dalam meningkatkan efektivitasnya dalam belajar dengan alasan (1) mengetahui gaya belajar akan meningkatkan kesadaran tentang aktivitas belajar mana yang sesuai dan yang tidak sesuai, (2) dapat membantu menentukan pilihan yang tepat dari sekian banyak aktivitas, sehingga terhindar dari pengalaman belajar yang tidak tepat, (3) memungkinkan individu dengan kemampuan belajar efektif yang kurang untuk

(28)

22 melakukan improvisasi, (4) membantu pembelajar untuk merencanakan tujuan belajarnya, serta menganalisa tingkat keberhasilan seseorang.

Gaya belajar dan strategi belajar kerap dianggap sebagai sebuah konsep yang sama, padahal kenyataannya tidak demikian. Sejumlah peneliti, seperti Curry, Riding, dan Rayner (dalam Sadler-Smith & Smith, 2004) menekankan perbedaan antara strategi belajar dan gaya belajar. Strategi belajar merupakan tindakan yang dipilih dengan sengaja oleh pelajar untuk membantu proses belajar, yang sifatnya adaptif serta fleksibel. Artinya, strategi belajar disesuaikan dengan konteks tugas yang dihadapi. Sementara itu, gaya belajar merupakan suatu bawaan yang telah ada pada setiap individu, yang bersifat lebih stabil dan menetap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Reid (Peacock, 2000, dalam Saragih & Kumara, 2009) bahwa gaya belajar merupakan suatu cara bawaan yang memengaruhi cara individu menyerap serta memroses informasi di pikirannya.

Kesimpulan dari beberapa penelitian mengenai gaya belajar menunjukkan bahwa (1) beberapa orang mempunyai kebiasaan belajar yang berbeda dengan yang lainnya, (2) beberapa orang belajar lebih efektif bila diajar dengan metode yang paling disukai, dan (3) prestasi belajar berkaitan dengan bagaimana caranya belajar (Riding & Rayner, 1998). Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya peranan gaya belajar dalam proses belajar mengajar.

Beberapa Model Gaya Belajar

Terdapat beberapa teori dan model tentang gaya belajar (learning style) dan faktor-faktor yang mempengaruhi gaya belajar seseorang. Kolb (1985), yang

(29)

23 mengembangkan Kolb’sLearning Style Inventory (LSI), mengungkapkan terdapat empat jenis gaya belajar yakni accomodator, diverger, assimilator dan converger.

1) Gaya belajar Accommodator

Gaya belajar accomodator adalah gaya belajar seseorang yang lebih menyukai perencanaan dan eksperimen (active experimentation) serta melibatkan diri secara aktif pada pengalaman-pengalaman baru (concentrate experience). Mereka adalah seorang risk-taker dan bagus pada situasi yang memerlukan keputusan cepat dan serta mampu beradaptasi dengan cepat. Seorang

accommodator mudah bergaul dengan orang-orang namun terkadang mereka nampak tidak sabaran dan menekan. Mereka lebih menyukai mendapatkan informasi dari feeling dan memprosesnya dengan cara mempraktikkan atau melakukannya. Itu sebabnya mereka sering menyelesaikan permasalahan dengan cara trial and error.

2) Gaya belajar Assimilator.

Gaya belajar assimilator adalah gaya belajar seseorang yang lebih menyukai pada sesuatu yang abstrak (abstract conceptualization) dan mengamati (reflective observation), yaitu gaya belajar seseorang yang menyukai belajar dengan berfikir, melihat atau mendengar. Mereka kurang begitu tertarik untuk bergabung dengan orang lain.

3) Gaya belajar Diverger.

Gaya belajar diverger adalah gaya belajar seseorang yang lebih menyukai pengalaman (concentrate experiencing) dan mengamati (reflective

(30)

24

observation). Kekuatan utama mereka ada pada kemampuan kreatif dan imaginatif. Seorang diverger lebih menyukai memperoleh informasi dengan

feeling dan memrosesnya dengan cara melihat dan mendengar. Mereka mampu melihat situasi dari berbagai perspektif dan mampu menghasilkan banyak ide, misalnya pada sesi diskusi atau brainstrorming. Penelitian menunjukkan bahwa seorang diverger tertarik berhubungan dengan orang lain, cenderung imaginatif dan emosional, tertarik pada seni dan hubungan antar manusia.

4) Gaya belajar Converger.

Gaya belajar converger adalah gaya belajar seseorang yang lebih menyukai sesuatu yang abstrak (abstract conceptualization) dan aktif bereksperimen (active experimentation). Individu dengan gaya ini baik dalam situasi dimana hanya ada satu jawaban atau solusi atas pertanyaan atau masalah, serta memiliki kemampuan untuk tetap focus pada satu situasi atau masalah tertentu. Mereka memperoleh informasi dengan cara memikirkan (thinking) dan kemudian melakukannya (doing). Mereka cenderung kurang emosional dan lebih suka bekerja dengan barang dibanding dengan manusia.

Model yang dikembangkan oleh Carl Jung dikenal dengan nama Myers Briggs Type Indicator (MBTI). Pada MBTI, preferensi gaya belajar seseorang dibedakan menjadi empat dimensi, yaitu:

Introvert, menemukan kekuatan dalam inner world dari ide konsep dan abstraksi.Individu ini cenderung lebih banyak berfikir dibandingkan berbicara.

(31)

25

Introvert leaner dalam mengembangkan kerangka kerja dengan cara menyatukan dan menghubungkan informasi yang mereka pelajari. Pengetahuan yang diperolehnya kemudian saling dihubungkan untuk melihat sesuatu tersebut secara menyeluruh. Extrovert learner, menemukan kekuatan pada benda dan orang. Mereka lebih suka berinteraksi dengan orang lain. Mereka lebih suka berbicara dibandingkan mendengarkan. Secara umum mereka tidak dapat memahami pelajaran sampai mereka dapat menjelaskan pada diri mereka sendiri atau pada orang lain (bekerja kelompok). Problem based learning dan collaborative learning cocok untuk model pembelajaran dengan karakteristik gaya belajar ini.

Sensing learner, adalah individu yang lebih menyukai belajar dengan menggunakan kelima panca indra mereka. Mereka menyukai sesuatu dengan rinci dan menginginkan fakta. Mereka lebih menyukai segala sesuatu ditata dengan teratur, pengajaran dilakukan secara terstruktur setahap demi setahap. Berbeda dengan intuitive learner, mereka adalah peserta didik yang lebih suka berimajinasi dan berinovasi.

Thinking learner adalah peserta didik yang dalam memutuskan sesuatu berdasarkan pada analisis, logika dan prinsip. Dengan kata lain mereka dalam melihat sesautu lebih kritis dan objektif. Berbeda dengan feeling learner

mereka lebih menggunakan pertimbangan nilai-lilai kemanusiaan (human values) dalam pengambilan keputusan. Mereka cenderung menjaga keharmonisan hubungan sosial dalam suatu kelompok. Mereka lebih menyukai bekerja dalam kelompok kecil.

(32)

26  Judging learner adalah peserta didik yang cenderung melakukan semua tugas lebih cepat dari batas waktu yang ditentukan. Mereka menyukai tips atau panduan bagaimana cara mengerjakan sesuatu dengan cepat. Berbeda dengan

perceptive learner, mereka cenderung menunda tugas sampai menjelang batas akhir waktu yang ditentukan

Model gaya belajar yang lain dikembangkan oleh Canfield (1998), menurutnya gaya belajar individu dibedakan dalam beberapa jenis yaitu social, independent, applied dan conceptual. Peserta didik tipe social, adalah mereka yang lebih suka belajar secara kelompok. Peserta didik yang independet adalah mereka yang lebih menyukai belajar secara mandiri. Peserta didik applied lebih menyukai belajar dengan berpraktik langsung. Adapun conceptual learner adalah peserta didik yang lebih menyukai belajar secara konseptual. Kelebihan dari Canfiled ini adalah bahwa individu akan memiliki preferensi gaya belajar yang merupakan kombinasi yang seimbang diantara condition of learning, area of interest dan mode of learning (Pratsiti dan Pujiningsih, 2003).

Reid (Hsu, 2007 dalam Saragih & Kumara, 2009) menyampaikan mengenai gaya belajar sensori yang terdiri dari enam macam gaya belajar visual, auditori, kinestetik, taktil, individual dan kelompok. Individu dengan gaya belajar visual belajar dengan lebih baik melalui penglihatan. Mereka lebih memahami informasi yang tersaji secara visual. Pelajar dengan gaya belajar auditori dapat belajar dengan lebih efektif melalui pendengaran. Mereka akan dapat lebih menyerap informasi yang diberikan secara lisan. Pelajar dengan gaya belajar individual dapat belajar lebih efektif ketika belajar secara individu. Pelajar dengan

(33)

27 gaya belajar kelompok belajar lebih efektif jika belajar bersama orang lain atau dengan berdiskusi di dalam kelompok. Menurut Reid, setiap pelajar memiliki gaya belajar yang paling dominan (primary/major learning style) dan yang tidak terlalu dominant (secondary/minor learning style) yang digunakan dalam menyerap informasi.

Bobi de Porter dan Mike Hernacki (2000) mengungkapkan adanya tiga macam gaya belajar seseorang yaitu Visual, Auditori dan Kinestetik (V-A-K). Ini didasarkan atas teori modaliti, yakni meskipun dalam setiap proses pembelajaran individu menerima informasi dari ketiga jenis sensori tersebut, akan tetapi hanya ada salah satu atau mungkin dua sensori yang dominan. Pada gaya belajar visual, penglihatan menjadi unsur yang paling penting. Gaya belajar auditori menjadikan pendengaran sebagai kunci kesuksesan dalam belajar. Sedangkan seseorang dengan gaya belajar kinestetik akan belajar melalui cara bergerak, menyentuh dan melakukan.

Hampir sama dengan konsep V-A-K, Fleming juga menggunakan pendekatan fisik dalam menerangkan bagaimana individu belajar. Dirinya menyatakan bahwa ada empat macam gaya belajar yaitu: Visual, Auditory, Read/Write, Kinesthetic.

Fleming membedakan antara modalitas Read/Write (baca/tulis) dari modalitas Visual. Read/Write mengarah pada bahasa verbal tertulis, tersaji dalam bentuk cerita atau karya tulis. Sedangkan komponen visual mengacu pada bahasa non verbal, seperti bagan, skema, simbol-simbol. Jadi meskipun keduanya bersumber dari penglihatan visual namun menurut Fleming kedua hal tersebut haruslah dibedakan (dalam Purwandari, 2007).

(34)

28 Huney & Mumford (1992) mendefinisikan gaya belajar sebagai sikap dan tingkah laku yang menunjukkan cara belajar seseorang yang paling disukai. Huney & Mumford (1992) menyatakan bahwa gaya belajar dibedakan menjadi empat macam, yaitu: Aktivis (activist), Reflektor (reflector), Teoris (theorist), dan pragmatis (pragmatist).

1) Aktivis

Menurut Huney dan Mumford (1992) seseorang yang memiliki gaya belajar Aktivis dikategorikan sebagai individu yang berminat pada pengalaman. Dia suka melibatkan diri secara aktif dan cenderung agresif dalam aktivitas belajarnya. Mereka biasanya mempunyai sikap tidak sabar dan tergesa-gesa. Hal ini disebabkan rasa ingin tahu yang tinggi pada hal baru. Mereka gemar mencari pengalaman baru, senantiasa bersemangat, berpikiran terbuka, mempunyai motivasi diri yang kuat, dan senantiasa mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah dengan sendiri. Mereka cenderung melakukan sesuatu sebelum memikirkan akibatnya. Mereka akan berusaha mengisi waktu mereka dengan berbagai aktivitas, suka melibatkan diri dalam organisasi dan kegiatan ekstrakurikuler.

Mereka tidak memerlukan dorongan dari orang lain ataupun menunggu orang lain memberi dorongan kepada mereka. Mereka suka mengambil inisiatif. Individu aktivis adalah orang yang peramah dan suka bersosialisasi, namun aktivitas yang dilakukan sering terpusat pada dirinya sendiri. Mereka juga termasuk golongan yang kreatif dan menghasilkan ide-ide serta jalan penyelesaian yang kreatif dan menarik dalam situasi belajar. Namun mereka mudah merasa bosan terhadap aturan yang terperinci.

(35)

29 2) Reflektif

Seseorang yang memiliki gaya belajar Reflektif, lebih suka memperhatikan, berpikir dan melakukan refleksi diri terhadap apa yang ada di sekitarnya. Mereka mempunyai ide sendiri, mengamati, merencanakan, melakukan penafsiran dan menilai, serta melakukan refleksi dengan kemampuan berpikirnya. Individu dalam golongan ini mempunyai kemampuan berpikir secara kritis dan kreatif, suka menafsirkan dan menilai suatu perkara dari berbagai sudut pandang, prinsip, senantiasa berhati-hati, berpikir secara teliti serta mendalam sebelum membuat kesimpulan.

Mereka selalu berpikir sebelum membuat tindakan, mereka belajar dan bekerja secara sistematik. Mereka sangat berhati-hati dan senang menjauhkan diri dari keterlibatan dalam perbincangan dan sebaliknya memiliki minat dalam memperhatikan perilaku orang-orang di sekelilingnya. Persepsi dan pengamatan mereka tajam dan sensitif terhadap perubahan-perubahan yang berlaku di sekeliling mereka.

3) Teoris

Seorang Teoris senang menggunakan prinsip dan teori untuk membuat kesimpulan pada suatu perkara. Mereka akan mengintegrasikan hasil-hasil pengamatan dalam satu susunan yang logis serta memikirkan suatu masalah dalam langkah-langkah tertentu dan bersifat logis. Mereka lebih disiplin, memiliki tujuan sendiri, berpikir rasional dan logis, senang mencari sebab-akibat dari suatu persoalan yang ada dan berminat mengkaji fenomena-fenomena yang terjadi pada lingkungan sekitarnya.

(36)

30 Aspek emosi tidak terlalu penting bagi seorang teoris. Mereka lebih mementingkan rumusan atau kesimpulan yang dibuat berdasarkan bukti, analisis atau ide. Oleh sebab itu rumusan atau kesimpulan yang dihasilkan menjadi kurang kreatif karena terkungkung oleh bukti dan logika. Mereka lebih menitikberatkan pada penggunaan otak kiri untuk memproses informasi.

4) Pragmatis

Huney dan Mumford (1992) mengatakan bahwa seseorang yang bersifat pragmatis lebih praktikal dan mementingkan kebenaran/kenyataan dari pada teori, hukum atau prinsip yang ada. Mereka mengutamakan aplikasi teori, hukum atau prinsip yang ada dalam situasi nyata dan berusaha untuk merealisasikan ide-ide atau teori apakah sama dengan situasi sebenarnya.

Selain itu, mereka lebih kreatif dan inovatif dalam mencari jalan keluar dari permasalahan mereka. Mereka juga bersifat lebih ekspresif apabila mereka berhasil dalam sesuatu hal atau eksperimen. Individu dalam gaya belajar pragmatis suka menggunakan bahan-bahan konkrit untuk menjalankan aktivitas belajarnya.

(37)

31 BAB III

METODOLOGI

3.1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa STIS tingkat II, tahun akademik 2012/2013 baik yang diterima dari jalur reguler, pmdk, tugas belajar, dan dari luar negeri. Kecuali mahasiswa tingkat II yang tidak naik pada tahun sebelumnya tidak dianggap sebagai populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster sampling dimana kelas-kelas pada tingkat II dianggap sebagai klaster.

Dengan menggunakan rumus slovin dengan tingkat kesalahan sebesar 5 persen, diperoleh bahwa minimum sampel adalah sebanyak 213 responden. Total kelas/kluster tingkat II adalah 13 dengan rata-rata jumlah mahasiswa per kelas adalah 35 orang, jumlah klaster yang terpilih adalah sebanyak 7 kluster. Seluruh mahasiswa dari 7 kluster terpilih tersebut yang akan menjadi responden penelitian ini.

3.2. Teknik Analisis

Secara deskriptif akan digunakan tabel maupun grafik untuk memperoleh gambaran umum mengenai karakteristik mahasiswa serta variabel lain yang dapat memengaruhi hasil belajar pada matakuliah yang dianggap sulit. Untuk mengetahui variabel-variabel yang secara signifikan memengaruhi hasil belajar pada matakuliah yang dianggap sulit digunakan analisis regresi logistik ordinal.

(38)

32 3.3. Variabel Analisis

Berdasarkan beberapa literatur, berikut ditampilkan variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap mata kuliah yang dianggap sulit oleh mahasiswa STIS tingkat I TA 2011/2112.

Tabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Variabel Skala pengukuran

Variabel respon Nilai mata kuliah yang dianggap sulit

Ordinal (D, D+, C, C+,B, B+, A-, A) Variabel independen 1. Jenis kelamin 2. Jalur masuk 3. Tinggal 4. Uang saku 5. Alasan sulit 6. Lama belajar 7. Kesulitan belajar 8. Gaya belajar

Nominal (laki-laki, perempuan) Nominal (reguler, nonreguler) Nominal (orangtua, kos) Nominal (dapat, tidak dapat)

Nominal (sulit paham, kurang menguasai, kesenjangan jauh)

Ordinal (<3 jam, 3-<6 jam, >=6 jam)

Ordinal (rendah, cukup rendah, sangat rendah) Nominal (activist, reflector, theorist, pragmatist)

(39)

33 BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Umum

Sebagian besar mahasiswa STIS tingkat I tahun akademik 2011/2012 berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 61 persen. Mereka berasal dari berbagai propinsi di Indonesia. Sembilan puluh empat persen dari mereka di Jakarta dengan status kontrak/kost, sedangkan sisanya yaitu yang tinggal dengan orang tua atau familinya hanya 6 persen saja. Walaupun sudah mendapat tunjangan ikatan dinas, tetapi masih banyak mahasiswa (83 persen) yang mendapatkan uang saku bulanan dari orang tuanya.

Prestasi Hasil Belajar Mahasiswa

Hasil belajar adalah suatu pola perbuatan, tindakan, nilai, sikap, apresiasi dan ketrampilan yang didapatkan oleh para peserta didik melalui suatu proses belajar, yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan juga psikomotorik. Hasil belajar mahasiswa STIS tingkat I tahun akademik 2011/2012 pada semester gasal dan semester genap dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

(40)

34 Gambar 4.1. Hasil Belajar Mahasiswa STIS Tingkat I

Tahun Akademik 2011/2012

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa memperoleh indeks prestasi semester gasal maupun genap pada rentang 2,76 – 3,50 dengan proporsi lebih dari 50 persen. Meskipun hal ini masih dapat dianggap sebagai hasil yang baik, namun jika dilihat lebih rinci lagi, ternyata 45,21 persen dari mereka mengalami penurunan indeks prestasi dari semester gasal ke semester genap (Gambar 4.2). Keadaan ini dapat disebabkan oleh banyaknya mahasiswa yang merasa kesulitan di matakuliah inti pada semester gasal (yaitu Pengantar matematika) yang merupakan prasrayat pada matkuliah inti di semester genap (Pengantar Teori Peluang).

(41)

35 Gambar 4.2. Perbandingan IP Semeter Gasal (1) dan Semseter Genap (2)

Gambar berikut (4.3) menjelaskan bahwa mahasiswa yang berasal dari jalur reguler memiliki kecenderungan lebih besar untuk memiliki indeks prestasi yang lebih baik. Mahasiswa STIS yang berasal dari jalur nonreguler tidak ada yang memiliki indeks prestasi lebih dari 3,50.

Gambar 4.3. Proporsi Mahasiswa menurut Jalur Masuk dan Kategori Indeks Prestasi

(42)

36 Mata Kuliah yang Dianggap Paling Sulit dan Alasan Dianggap Sulit

Kesulitan belajar (Learning Difficulty) adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, diperoleh informasi bahwa matakuliah tingkat I yang dianggap paling sulit oleh sebagian besar mahasiswa adalah Pengantar Matematika (44,3%) dan Pengantar Teori Peluang (24,2%). Matakuliah Pengantar Matematika diperoleh mereka pada semester gasal dan Pengantar Teori Peluang diperoleh di semester genap. Secara lengkap, matakuliah tingkat I yang dianggap sulit oleh mahasiswa dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut.

Gambar 4.4. Proporsi Mahasiswa tentang Matakuliah yang Dianggap Sulit

Temuan tersebut sejalan dengan penelitian dari Irjayanti (2012). Matakuliah Pengantar Matematika merupakan matakuliah prasyarat bagi

(43)

37 matakuliah Pengantar Teori Peluang, dan matakuliah Pengantar Teori Peluang merupakan prasyarat juga bagi matakuliah Statistika Matematika, yang merupakan matakuliah inti pada semester berikutnya. Hal ini patut dicermati mengingat kesulitan pada matakuliah tersebut akan berdampak pada hasil belajar matakuliah berikutnya yang terkait.

Berdasarkan alasan mereka menganggap matakuliah tertentu sulit, diketahui sebanyak 48,40 persen mahasiswa mengganggap mata kuliah tersebut sulit karena materi yang sulit dipahami. Alasan lainnya adalah walaupun dosen menguasai materi, tetapi mereka kurang mampu menyampaikan atau menjelaskan materi yang dinyatakan oleh mahasiswa sebanyak 35,62 persen. Sedangkan sisanya sebesar 15,98 persen karena ada kesenjangan yang terlalu jauh antara materi yang diperoleh sewaktu SLTA dengan mata kuliah tersebut. Selengkapnya, alasan mahasiswa merasa kesulitan pada matakuliah tertentu dapat dilihat pada Gambar 4.5.

(44)

38 Apabila dirinci menurut jalur masuk STIS, mahasiswa Nonreguler memiliki proporsi yang cukup besar bahwa alasan mereka keseulitan dalam matakuliah tertentu adalah adanya kesenjangan materi (33,90 persen).

Gambar 4.6. Alasan Mahasiswa Mengalami Kesulitan pada Matakuliah Tertentu menurut Jalur Masuk STIS

Kesulitan belajar

Jika dilihat dari tingkat kesulitan bejalarnya, mahasiswa STIS berada pada level yang rendah dalam hal kesulitan belajar yaitu sebesar 89 persen. Tetapi masih ada yang berada pada level kesulitan belajar lebih rendah yaitu sebesar 10 persen. Sisanya yang sebesar 1 persen kesulitan belajarnya sudah berada pada level yang sangat rendah.

Rata-rata lama belajar dalam seminggu

Dari hasil pengolahan, diperoleh bahwa sebagian besar mahasiswa mempunyai rata-rata lama belajar selama seminggu adalah di antara 3 jam sampai

(45)

39 kurang dari 6 jam yaitu sebanyak 47,95 persen. Kondisi ideal waktu belajar seminggu adalah 2 kali SKS yaitu 6 jam selama seminggu di mana hal ini baru dilakukan oleh mahasiswa STIS sebanyak 10,50 persen. Dan yang perlu mendapatkan perhatian adalah masih banyak mahasiswa STIS yang waktu belajarnya selama seminggu kurang dari 3 jam yaitu sebesar 41,55 persen.

Gambar 4.7. Waktu Belajar Mahasiswa (rata-rata perminggu)

Gaya belajar

Gaya belajar merupakan cara yang cenderung dipilih oleh seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. Jika dilihat dari gaya belajarnya, mahasiswa STIS memang mahasiswa yang tepat untuk bidang eksakta. Hal ini bisa dilihat dari persentase mahasiswa yang kuat

(46)

40 bergaya belajar reflector, yaitu sebesar 47,49 persen. Secara lengkap proporsi mahasiswa menurut tingkatan gaya belajar yang dimilikinya sebagai berikut.

Tabel 4.1. Persentase Mahasiswa Menurut Tingkatan Gaya Belajar

Gaya belajar Level

Very strong Strong Moderate Low Very low

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Activist 30,14 23,74 37,90 8,22 0,00

Reflector 47,49 39,27 10,05 2,74 0,46

Theorist 22,37 29,68 33,79 12,33 1,83

Pragmatist 10,96 12,79 37,44 30,14 8,68 Dari tabel diatas dapat diperoleh persentase mahasiswa yang kuat/sangat kuat pada gaya belajar tertentu seperti berikut.

Gambar 4.8. Persentase Mahasiswa menurut Gaya Belajar yang Kuat/Sangat Kuat Dimilikinya

(47)

41 Menurut Honey dan Mumford (1992), orang yang memiliki kecenderungan pada gaya belajar reflektor memiliki ciri:

• lebih suka memperhatikan, berpikir dan melakukan refleksi diri terhadap apa yang ada di sekitarnya

• mempunyai kemampuan berpikir secara kritis dan kreatif, suka menafsirkan dan menilai suatu perkara dari berbagai sudut pandang/prinsip.

• senantiasa berhati-hati, berpikir secara teliti serta mendalam sebelum membuat kesimpulan

• mengumpulkan data-data, dari tangan pertama maupun dari orang lain, serta lebih suka memikirkan sesuatu hal dengan seksama sebelum sampai pada kesimpulan apapun. Pengumpulan keseluruhan data serta analisisnya adalah hal terpenting pada suatu peristiwa.

4.2 Variabel yang Berpengaruh terhadap Matakuliah yang Dianggap Sulit Untuk mengetahui variabel-variabel yang secara signifikan memengaruhi hasil belajar pada matakuliah yang dianggap sulit digunakan analisis regresi logistik ordinal. Data diolah menggunakan paket program Minitab 16. Sebelum melakukan analisis regresi logistik ordinal, dari variabel-variabel yang diduga berpengaruh, dilakukan pengolahan secara univariabel, dan diperoleh variabel yang signifikan secara univariabel terhadap respon mata kuliah yang dianggap sulit adalah uang saku dan jalur masuk dengan masing-masing p-value adalah 0,028 dan 0,000.

(48)

42 Berdasarkan pengolahan menggunakan Minitab 16, uji simultan menggunakan metode regresi logistik ordinal menghasilkan p-value sebesar 0,000 yang berarti mengindikasikan bahwa terdapat cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa paling tidak satu dari koefisien estimasi (koefisien regresi) adalah berbeda dari nol. Dari pengolahan secara parsial, nilai koefisien sebesar 0,31 pada variable uang saku adalah estimasi perubahan pada fungsi logit dari peluang kumulatif nilai mata kuliah yang dianggap sulit pada saat “tidak mendapatkan uang saku” dibandingkan dengan “mendapatkan uang saku”, dengan variable lain dianggap konstan. Dengan p-value pada koefisien ini yang sebesar 0,370 dapat dikatakan tidak terdapat cukup bukti untuk meyimpulkan bahwa “uang saku dari orang tua” mempunyai pengaruh terhadap nilai mata kuliah yang dianggap sulit.

Sedangkan nilai koefisien sebesar 1,13 pada variabel jalur masuk adalah estimasi perubahan pada fungsi logit dari peluang kumulatif nilai mata kuliah yang dianggap sulit pada saat jalur masuk 2 (nonreguler) dibandingkan dengan jalur masuk 1 (reguler), dengan variable lain dianggap konstan. Dengan p-value pada koefisien ini yang sebesar 0,000 dapat dikatakan terdapat cukup bukti untuk meyimpulkan bahwa jalur masuk mempunyai pengaruh terhadap nilai mata kuliah yang dianggap sulit.

Jika dilihat dari nilai odds rasio pada variabel jalur masuk, tanda koefisienny adalah positif dan nilainya lebih dari satu yang berarti mengindikasikan bahwa jalur masuk nonreguler cenderung berhubungan dengan kategori yang lebih kecil dari nilai mata kuliah yang dianggap sulit. Jika mahasiswa berasal dari jalur nonreguler, maka akan menghasilkan sebesar 211 persen odds ratiso bahwa nilai mata kuliah yang dianggap sulit kurang dari D

(49)

43 melawan nilai A dan bahwa nilai mata kuliah kurang dari D+ melawan A, dan seterusnya.

Dilihat dari nilai goodness of fit tests-nya, statistik pearson dan deviance menunjukkan nilai p-value masing-masing sebesar 0,612 dan 0,998. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat cukup bukti untuk menyatakan bahwa model tidak fit terhadap data.

(50)

44 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Mata kuliah yang paling dianggap sulit oleh mahasiswa tingkat I adalah Pengantar Matematika (44,3%) di Sem Gasal dan Pengantar Teori Peluang (24,2%) di Sem Genap

2. Mahasiswa yang mengalami penurunan indeks prestasi cukup besar (45,21%) 3. Mahasiswa yang merasakan “kesenjangan materi” sebagai penyebab sulit

mengikuti matakuliah tertentu cukup tinggi (16%)

4. Variabel yang signifikan mempengaruhi hasil belajar mahasiswa pada matakuliah yang dianggap sulit adalah perbedaan status mahasiswa antara reguler dan nonreguler

5. Mahasiswa yg berasal dari jalur reguler memiliki kecenderungan yg lebih besar untuk memperoleh nilai lebih baik

5.1 Saran

Saran yang dapat penulis ajukan adalah:

1. Matrikulasi bagi mahasiswa nonreguler harus dilakukan secara lebih efektif dengan materi yang dapat menjembatani adanya kesenjangan yang terjadi antara materi saat SMA dengan materi yg akan dipelajari di STIS. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dalam beberapa gelombang/tahap (seperti yang pernah

(51)

45 dilakukan terhadap mahasiswa dari Timor Leste). sebagai konsekuensinya, maka kegiatan tersebut memerlukan waktu dan biaya lebih banyak.

2. Tutorial diberikan tidak hanya pada waktu menjelang UTS atau UAS, namun bisa secara periodik (tiap minggu, 2 mingguan, bulan), khususnya bagi mahasiswa yang dianggap kurang dapat mengikuti materi pelajaran.

3. Perlu sistem seleksi jalur nonreguler yang lebih baik, misal dengan memberikan informasi ke SMA unggulan di daerah yang sudah ditentukan sebelumnya bahwa STIS menerima mahasiswa melalui jalur PMDK dengan syarat-syarat tertentu.

4. Perlu dikaji lebih dalam mengenai pemisahan kelas antara jalur masuk reguler dan nonreguler. Karena berdasarkan penelitian ini, tedapat kecenderungan bahwa jalur non reguler berpengaruh terhadap nilai mata kuliah yang dianggap sulit.

(52)

46 DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Tahun Akademik 2010/2011”, STIS, 2011

Rahma Irjayanti Boinauw, ”Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Tahun Akademik 2011/2012”, skripsi,

2012

Achmad Rifa’i & Catharina Tri Anni, ”Psikologi Pendidikan”, Semarang: Unness

Press, 2009

Sugandi, ”Teori Pembelajaran”, Semarang: Unness Press, 2007

Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, ”Psikologi Belajar”, Rineka Cipta, 2010

Slameto, ”Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya”, Rineka Cipta,

2010

Nugraheni E & Pangaribuan N, ”Belajar dan Strategi Belajar Mahasiswa Jarak Jauh di Universitas Terbuka”, vol. 6 Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh,

2006

Septa Lestari Saragih & Amitya Kumara, ”Penggunaan Strategi Belajar Bahasa Inggris Ditinjau dari Motivasi Intrinsik dan Gaya Belajar”, Universitas Gajah

Mada, 2009

Sawitri Dwi Prastiti & Sri Pujiningsih, ”Pengaruh Faktor Preferansi Gaya Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Akuntansi”, Universitas Negeri

Malang, 2009

Eny Purwandari, ”Kajian Psikologi Belajar: Mengukir Prestasi Melalui Pengenalan Diri dan Optimalisasi Potensi”, Universitas Muhammadiyah

Surakarta, 2007

(53)

47 Lampiran 1

Output Univariabel

Ordinal Logistic Regression: nilaimksulit versus jk Link Function: Logit

Response Information Variable Value Count nilaimksulit 1 2 2 6 3 58 4 61 5 50 6 30 7 12 Total 219 Logistic Regression Table

Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Const(1) -4.17756 0.808852 -5.16 0.000 Const(2) -2.76216 0.529094 -5.22 0.000 Const(3) -0.318080 0.421720 -0.75 0.451 Const(4) 0.852153 0.425224 2.00 0.045 Const(5) 1.97177 0.442904 4.45 0.000 Const(6) 3.38344 0.507628 6.67 0.000 jk -0.323555 0.248173 -1.30 0.192 0.72 0.44 1.18 Log-Likelihood = -353.507

Test that all slopes are zero: G = 1.676, DF = 1, P-Value = 0.195 Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 5.09677 5 0.404 Deviance 5.03367 5 0.412 Measures of Association:

(Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures

Concordant 5033 27.0 Somers' D 0.06 Discordant 3897 20.9 Goodman-Kruskal Gamma 0.13 Ties 9716 52.1 Kendall's Tau-a 0.05 Total 18646 100.0

(54)

48 Ordinal Logistic Regression: nilaimksulit versus tinggal

Link Function: Logit Response Information Variable Value Count nilaimksulit 1 2 2 6 3 58 4 61 5 50 6 30 7 12 Total 219 Logistic Regression Table

Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Const(1) -3.46524 1.21664 -2.85 0.004 Const(2) -2.05234 1.05258 -1.95 0.051 Const(3) 0.392689 1.01080 0.39 0.698 Const(4) 1.56598 1.01634 1.54 0.123 Const(5) 2.68279 1.02558 2.62 0.009 Const(6) 4.09126 1.05561 3.88 0.000 tinggal -0.636737 0.517342 -1.23 0.218 0.53 0.19 1.46 Log-Likelihood = -353.635

Test that all slopes are zero: G = 1.420, DF = 1, P-Value = 0.233 Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 7.25656 5 0.202 Deviance 7.58390 5 0.181 Measures of Association:

(Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures

Concordant 1280 6.9 Somers' D 0.03 Discordant 793 4.3 Goodman-Kruskal Gamma 0.23 Ties 16573 88.9 Kendall's Tau-a 0.02 Total 18646 100.0

Gambar

Tabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Gambar  4.1  menunjukkan  bahwa  sebagian  besar  mahasiswa  memperoleh  indeks  prestasi  semester  gasal  maupun genap pada rentang  2,76  –  3,50 dengan  proporsi  lebih  dari  50  persen
Gambar 4.3. Proporsi Mahasiswa menurut Jalur Masuk dan  Kategori Indeks Prestasi
Gambar 4.4. Proporsi Mahasiswa tentang Matakuliah yang Dianggap Sulit
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melakukan optimasi perhitungan jumlah order inventory konsinyasi menggunakan metode EOQ atau POQ, perusahaan akan mendapatkan keeuntungan lain di biaya inventory itu

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang hubungan kebahagiaan ( happiness ) dan kepuasan hidup ( life satisfaction ) dari

Dari hasil analisis kuesioner kepada responden berdasarkan data yang telah terkumpul dalam bentuk tabel mengenai keputusan pembelian kemasan makanan jajanan kaki

Hasil Penelitian tindakan kelas ini membuktikan bahwa mekanisme, penggunaan gabungan model pembelajaran atau perkuliahan tipe Group Investigation dan Metode Lecturing

Aspek terpenting dalam menghasilkan karya sastera yang bermutu terletak kepada penulis yang berjaya membuat olahan, susunan atau gaya bahasa yang menarik dan berkesan kepada

Disamping PMPP, juga telah dibentuk Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian (TKMPP) dengan Peraturan Presiden Nomor 85 tahun 2011 yang keanggotaannya terdiri dari

Tentang digunakannya nama Kali Jaga adalah dikaitkan dengan awal perjalanannya menjadi murid Sunan Bonang, yang kemudian mengantarkan Raden Syahid menjadi Wali

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penguasaan konsep fisika siswa dengan penalaran formal tinggi dan siswa dengan penalaran formal rendah yang belajar dengan model