• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS DAN SASARAN TINDAK TUTUR DALAM WACANA STAND UP COMEDY JURU BICARA PANDJI PRAGIWAKSONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JENIS DAN SASARAN TINDAK TUTUR DALAM WACANA STAND UP COMEDY JURU BICARA PANDJI PRAGIWAKSONO"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS DAN SASARAN TINDAK TUTUR

DALAM WACANA STAND UP COMEDY “JURU BICARA” PANDJI PRAGIWAKSONO

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Andreas Tomi Kurniawan 154114045

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk keluarga saya, yaitu Bapak Antonius Damar Sulistyo, Mamak Maria Sumiati, dan Adek saya Albertus Toni Kurniawan.

(7)

vii MOTO

“Sedikit Lebih Beda, Lebih Baik daripada Sedikit Lebih Baik” Pandji Pragiwaksono

“Mandiri dalam Bekerja, Merdeka dalam Berkarya” “Coba Aja Dulu, Sapatau Penemuan”

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Jenis dan Sasaran Tindak Tutur dalam Wacana Stand Up Comedy ‘Juru Bicara’ Pandji Pragiwaksono”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat doa, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang selalu sabar membimbing serta membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. selaku dosen pembimbing II yang selalu sabar membimbing serta membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Segenap dosen Program Studi Sastra Indonesia: Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum., Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., M.M. Sinta Wardani, S.S., M.A., Alm. Drs. Hery Antono, M.Hum., dan Alm. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum. yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis selama penulis berkuliah di Program Studi Sastra Indonesia.

(9)

ix

4. Segenap staf Sekretariat Fakultas Sastra yang telah membantu dan memberikan pelayanan administratif maupun non-andmistratif yang baik kepada penulis selama berkuliah di Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

5. Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan perpustakaan yang memadai sehingga penulis dapat dengan leluasa mencari refrensi bacaan serta sumber acuan dalam mengerjakan skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Antonius Damar Sulistyo dan Mamak Maria Sumiati yang selalu mendukung dan menyertai penulis dalam doa. Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada Alm. Kakek dan Nenek di Kalimantan, Alm. Mbah Kakung, Mbah Putri, Pakdhe, Om, Budhe, serta semua keluarga di Kalimantan dan Jawa yang telah memberikan dukungan secara materi maupun dukungan berupa semangat dan motivasi.

7. Seluruh kawan Sastra Indonesia angkatan 2015 dan kawan berproses yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dan mendukung penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini, sehingga penulis berharap mendapat kritik serta saran yang

(10)
(11)

xi ABSTRAK

Kurniawan, Andreas Tomi. 2019. “Jenis dan Sasaran Tindak Tutur dalam Wacana Stand Up Comedy ‘Juru Bicara’ Pandji Pragiwaksono”. Skripsi Strata Satu (S-1). Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini membahas wacana stand up comedy “Juru Bicara” Pandji Pragiwaksono. Dalam penelitian ini terdapat dua masalah yang dibahas, yaitu : (i) jenis tindak tutur dalam tur stand up comedy “Juru Bicara”, dan (ii) sasaran tindak tutur dalam tur stand up comedy “Juru Bicara”.

Data penelitian ini berupa wacana stand up comedy yang diperoleh dari digital download “Juru Bicara” yang dipasarkan melalui situs comika.id. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori jenis tindak tutur dan aspek-aspek situasi tutur menurut Leech. Data dikumpulkan dengan metode simak, kemudian ditranskip sebagai bahasa tulis. Data kemudian dianalisis menggunakan metode padan pragmatis. Hasil penelitian disajikan dengan metode informal.

Hasil penelitian ialah sebagai berikut. Pertama, jenis tindak tutur yakni, (1) tindak tutur konvivial, yaitu (i) tindak tutur konvivial mengajak, dan (ii) tindak tutur konvivial melucu; (2) tindak tutur kolaboratif, yaitu (i) tindak tutur kolaboratif menginformasikan, dan (ii) tindak tutur kolaboratif mengajarkan; (3) tindak tutur kompetitif, yaitu (i) tindak tutur kompetitif mengkritik, dan (ii) tindak tutur kompetitif menasihati; (4) tindak tutur konfliktif, yaitu tindak tutur konfliktif menuntut.

Kedua, sasaran tindak tutur yaitu (1) masyarakat umum, (2) stasiun tv, (3) Pemerintah Indonesia, (4) Nielsen Media Research, dan (5) Susilo Bambang Yudhoyono.

(12)

xii ABSTRACT

Kurniawan, Andreas Tomi. 2019. “The type and targets of speech act in Stand Up Comedy ‘Juru Bicara’ Pandji Pragiwaksono”. An Undergraduate Thesis. Study Program of Indonesian Letters, Faculty of Letters, Sanata Dharma University.

This research discusses discourse in stand up comedy “Juru Bicara” Pandji Pragiwaksono. In this research there are two matters to be observed (i) the type of speech act in stand up comedy “Juru Bicara”, and (ii) who are the target of speech act in stand up comedy “Juru Bicara”.

The data of this research are the discourse of stand up comedy that collected from digital download “Juru Bicara” published from comika.id website. The used theory in this research is the type of speech act and aspects of the situation said by Leech. The data collected with simak method, then transcribed to text. Then the data analyzed with simak padan pragmatis method. The results of this research are presented by the informal method.

The results from this research. First, type of speech, (1) convivial speech act, (i) convivial speech act to invite, and (ii) convivial speech act to joke; (2) collaborative speech act, (i) collaborative speech act to inform, and (ii) collaborative speech act to teach; (3) competitive speech act, (i) competitive speech act to criticize, and (ii) competitive speech act to advise; (4) conflictive speech act, (i) conflictive speech act to sue.

Second, the target of speech act is (1) general society, (2) tv station, (3) Indonesian government, (4) Nielsen Media Research, and (5) Susilo Bambang Yudhoyono

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

MOTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 5 1.5 Tinjauan Pustaka ... 6 1.6 Landasan Teori ... 11 1.6.1 Tindak Tutur ... 11

1.6.2 Jenis Tindak Tutur ... 11

1.6.3 Aspek-aspek Situasi Tutur ... 12

1.7 Metode dan Teknik Penelitian ... 14

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 14

1.7.2 Metode Analisis Data ... 14

1.7.3 Metode Penyajian Analisis Data ... 15

(14)

xiv

BAB II JENIS TINDAK TUTUR DALAM WACANA STAND UP COMEDY “JURU BICARA”

2.1 Pengantar ... 16

2.2 Tindak Tutur Konvivial ... 16

2.2.1 Tindak Tutur Konvivial Mengajak ... 16

2.2.2 Tindak Tutur Konvivial Melucu ... 22

2.3 Tindak Tutur Kolaboratif ... 28

2.3.1 Tindak Tutur Kolaboratif Menginformasikan... 28

2.3.2 Tindak Tutur Kolaboratif Mengajarkan ... 36

2.4 Tindak Tutur Kompetitif ... 37

2.4.1 Tindak Tutur Kompetitif Mengkritik ... 38

2.4.2 Tindak Tutur Kompetitif Menasihati... 44

2.5 Tindak Tutur Konfliktif ... 46

2.5.1 Tindak Tutur Konfliktif Menuntut ... 46

BAB III SASARAN TINDAK TUTUR DALAM WACANA STAND UP COMEDY “JURU BICARA” 3.1 Pengantar ... 48

3.2 Masyarakat Umum ... 48

3.3 Stasiun Tv ... 55

3.4 Pemerintah Indonesia ... 62

3.5 Nielson Media Research ... 67

3.6 Susilo Bambang Yudhoyono ... 69

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 70

4.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini membahas wacana dalam tur stand up comedy “Juru Bicara” Pandji Pragiwaksono. “Juru Bicara” adalah judul pertunjukan stand up comedy yang dilaksanakan oleh Pandji Pragiwaksono. Pertunjukan stand up comedy ini digelar pada tahun 2016 dengan melakukan tur ke-24 kota di 5 benua. Pada tur stand up comedy “Juru Bicara” ini, ditampilkan beberapa komika dari Indonesia yang berbeda setiap kotanya dan Pandji Pragiwaksono sebagai penampil utama. Dalam “Juru Bicara”, Pandji memosisikan dirinya sebagai Juru Bicara bagi banyak kalangan di Indonesia yang terlalu lemah untuk melawan, terlalu sedikit suaranya untuk terdengar dan membicarakan isu- isu penting di Indonesia. Hal yang dibahas oleh Pandji dalam acara tersebut adalah mengenai industri televisi, sensor, entrepreneurship, pendidikan, lingkungan, sejarah, dll. (www.jurubicara.id) Data dalam penelitian ini diperoleh melalui file digital download audio visual “Juru Bicara” yang diditribusikan oleh situs web comika.id dan direkam di kota terakhir rangkaian tur, Jakarta.

Menurut (Brown dan Yule, 1983) dalam Rani, dkk (2006: 4) pada komunikasi lisan, wacana adalah proses komunikasi secara lisan yang berupa rangkaian ujaran. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa wacana stand up comedy berarti rangkaian ujaran dalam lawakan/ bit/ jokes pada stand up comedy.

(16)

Berdasarkan misi Pandji yang memosisikan dirinya sebagai juru bicara, maka perlu dikaji isi dari tuturan dalam wacana stand up comedy “Juru Bicara”. Penelitian ini akan membahas kajian pragmatik yang membahas jenis tindak tutur dan siapa sasaran dari tuturan Pandji dalam tur stand up comedy “Juru Bicara”. Perhatikan contoh wacana humor dalam tur stand up comedy “Juru Bicara” berikut:

(1) Istri Istri gua sempet kerja di stasiun tv. Oke. Nggak usah kita sebut stasiun tv-nya, nggak enak. Pokoknya dia stasiun tv yang “Metro” banget, ada lah… Nah! Istri gua cerita, ini kesaksian orang pertama, itu stasiun tv kalau nggak ada berita buruk, sedih satu kantor! …karna berita buruk tinggi kan ratingnya kan. Masuk-masuk, “Eh ada berita nggak?”/ “Nggak ada”/ “Mana mungkin nggak ada?”/ “Ada sih, tapi berita bagus”/ “Yaaah…” Ini bener-bener terjadi… “Hah ada kebakaran? / “Wah ada yang meninggal nggak?”/ “Nggak ada”/ “Yaaah…” Kayak kalo misalnya, ada bom atau ada teroris, udah rata tuh… Seharian beritanya itu aja. Seminggu bahkan kadang-kadang beritanya itu-itu aja. Tau dari mana? Pengalaman! Tadi gua udah cerita kan gua punya acara “Sebelah Duabelas” kan? Acara gua pernah nggak jadi tayang gara-gara sebuah bom ditemukan. Gua lagi ngga nonton tv, lagi mainan handphone. Terus di Twitter ada yang bilang, “Bang kok udah jam 11 belum tayang acaranya?” Paling telat kan gua pikir kan. Trus ada yang bilang, “Bang, ada breaking news. Ternyata dibatalin karena ditemukan bom di ITC Depok.” Kaget dong gua. Ada bom. Gua taro handphone, gua nyalain tv. Berita yang mau gua sebutin, lu masih bisa temuin di Youtube nih. Ternyata beritanya, ditemukan bom di ITC Depok berkekuatan bagaikan balon meletus. Ditemukan bom, berkekuatan bagaikan… Balon meletus! Kok bisa bom itu membatalkan acara gua tayang? Acara gua tuh, gua pikirin loh, gua meeting-in, diskusi, debat. Ilang, gara-gara bom berkekuatan bagaikan balon meletus. Bom… Bom berkekuatan balon meletus. Lu boleh nggak tepuk tangan satu kali kayak “plok,” sekali aja. “Plok” Kayak gitu! Suaranya kayak gitu dan sorry, gua bukannya ngetawain, bukan ngetawain tragedi ya. Masalahnya, nggak ada korban, nggak ada yang luka, nggak ada yang meninggal, cuma ada satu ibu-ibu berjilbab, “Astaghfirullahal’adzim, suara apa tuh?” Maksud gue, bom berkekuatan balon meletus! Hal terburuk apa sih yang bias terjadi dari balon meletus? Paling, “Hatiku sangat kacau!” Udah itu doang. Itu juga kalau kupegang erat-erat selesai loh masalahnya.

(17)

Jenis tindak tutur dalam wacana (1) adalah tindak tutur kompetitif mengkritik. Hal ini ditandai melalui tuturan “Kok bisa bom itu membatalkan acara gua tayang? Acara gua tuh, gua pikirin loh, gua meeting-in, diskusi, debat. Ilang, gara-gara bom berkekuatan bagaikan balon meletus. Bom… Bom berkekuatan balon meletus.” Dilihat dari tuturannya, tuturan tersebut mengkritik pihak stasiun tv yang membatalkan penayangan sebuah acara yang dipandu oleh Pandji hanya karena ditemukan bom berkekuatan balon meletus.

Sasaran tindak tutur dalam wacana (1) ditandai melalui tuturan “Tadi gua udah cerita kan gua punya acara “Sebelah Duabelas” kan? Acara gua pernah nggak jadi tayang gara-gara sebuah bom ditemukan.” Penyebutan “Sebelah Duabelas” dalam tuturan tersebut mengindikasikan wacana menyasar pada stasiun tv karena “Sebelah Duabelas” merupakan nama sebuah acara yang ditayangkan oleh stasiun tv.

(2) Oke. Kalo lagi ada piala eropa, atau copa amerika atau piala dunia kita suka liat tu beritanya di televisi. “Bola yang dimainkan di piala eropa, diproduksi di sebuah desa di Jawa Tengah”. Suka denger berita kaya gitu? Bola buatan Indonesia, kualitas dunia. Waktu gua tour ke London, waktu itu. Gua mampir ke Mancester. Disini ada fans-nya MU ngga? “Woouuuuu”. Gua suka binggung ni. Eh yang “huh”, lu tu ngga ditanya tau. Kenapa lu merasa harus nyaut sih? Kan gua tanya sama fans MU. Lu ngga sadar mereka malu-malu tadi angkat tangannya? “Ada fans Mu ngga?”/ “He, mmmm” Gua ke Old Trraford, lagi ngga ada pertandingan waktu itu. Jadi gua stadion tur, kalo stadion tur tu lu diajak keliling. Duduk di dug out, trus dah gitu ke tribun segala macem, trus keluarnya di megastore. Megastorenya oldtrafford Mancester United. Itu toko, isinya pernak-pernik Mancester United segede ruangan ini, gede banget. Trus kan anak gua kan seneng jadi kiper, yang Dipo. Jadi gua pengen beli jersey kiper. Pas gua beli, waktu itu masih Nike ya belum Adidas, gua liat belakangnya tulisan made in Indonesia. Trus gue bingung dong. Kalo lu suka beli jersey, Nike ya, di Indonesia. Lu tau pasti produksinya di Indonesia itu buatan Vietnam atau buatan Thailand. Trus gue bingung dong, kok justru

(18)

di Old Trafford buatan Indonesia? Gue ngobrol sama store managernya, “Kok di negara gue Indonesia, yang dijual buatan Vietnam dan Thailand, tapi di Old Trafford justru buatan Indonesia ?” Ini yang dia bilang, “Karna kami di Old Trafford hanya bersedia menjual produk kualitas terbaik di dunia”, bayangin. Gila lo itu. Jadi waktu zamannya Mancester United masih pake jersey Nike, itu baju yang dipakai pemain di lapangan buatan Indonesia. Bagus. Ngga jelek, ngga pernah kita liat Rooney mau pinalti trus gatel-gatel karna bahannya. “Anjing ngga enak banget sih ini”, “Ngga bahannya, apasih ni bahannya sih”, “Buatan apasih ni?”, Ngga pernah. Ngga pernah kita ngeliat Chris Moling bajunya ngatung salah jait gitu. “Yak pemirsa, Chris Moling bajunya ngatung” Ngga pernah, ngga ada kayak gitu. Bagus!

Jenis tindak tutur dalam wacana (2) adalah tindak tutur kolaboratif menginformasikan. Hal ini ditandai melalui tuturan “Jadi waktu zamannya Mancester United masih pake jersey Nike, itu baju yang dipakai pemain di lapangan buatan Indonesia. Ngga jelek, ngga pernah kita liat Rooney mau pinalti trus gatel-gatel karna bahannya.” Dilihat dari tuturannya, tuturan tersebut menginformasikan bahwa pada saat Mancester United masih menggunakan jersey dari Nike, jersey tersebut merupakan buatan dari Indonesia dan kualitas produk tersebut bagus.

Sasaran tindak tutur dalam wacana (2) ditandai melalui tuturan “Jadi waktu zamannya Mancester United masih pake jersey Nike, itu baju yang dipakai pemain di lapangan buatan Indonesia. Ngga jelek, ngga pernah kita liat Rooney mau pinalti trus gatel-gatel karna bahannya.” Tuturan yang menginformasikan mengenai produk Indonesia yang mendunia serta berkualitas pada tuturan tersebut, sehingga mengindikasikan sasaran pada wacana adalah masyarakat umum, khususnya masyarakat Indonesia.

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apa saja jenis tindak tutur dalam wacana stand up comedy “Juru Bicara”? 2. Siapa sasaran tindak tutur dalam wacana stand up comedy “Juru Bicara”?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan jenis tindak tutur dalam wacana stand up comedy “Juru Bicara”.

2. Mendeskripsikan sasaran tindak tutur dalam wacana stand up comedy “Juru Bicara”.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian berjudul “Jenis dan Sasaran dalam Wacana Stand Up Comedy ‘Juru Bicara’ Pandji Pragiwaksono” adalah deskripsi tentang (1) jenis tindak tutur dalam wacana stand up comedy “Juru Bicara” dan (2) sasaran tindak tutur dalam wacana stand up comedy “Juru Bicara”. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan manfaat pragmatis. Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk mengukuhkan teori-teori tentang tindak tutur, jenis tindak tutur, dan aspek-aspek situasi tutur. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai

(20)

bahan ajar, sumber refrensi penelitian dan sumber diskusi tentang stand up comedy serta isu-isu yang diangkat dalam stand up comedy “Juru Bicara”.

1.5 Tinjauan Pustaka

Kajian tentang kajian wacana pragmatik sebelumnya pernah dikaji oleh Sudarsono (2013), Mitang (2016), Sumakud (2017) dan Andriani (2018). Sudarsono (2013) dalam skripsinya “Wacana Gombal dalam Bahasa Indonesia: Kajian Struktural, Pragmatis, dan Kultural” membahas rumusan masalah tentang (1) bagaimana struktur WG, (2) bagaimana kesesuaian tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama Grice, (3) mengapa WG muncul serta berkembang, (4) fenomena lingual apa saja yang terdapat dalam WG. Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode agih dan metode padan. Teknik yang digunakan dalam metode agih adalah teknik bagi unsur langsung. Metode padan yang digunakan adalah metode padan pragmatis. Hasil analisis data disajikan dengan teknik informal dan formal. Hasil penelitian meliputi empat hal yaitu struktur WG, kesesuaian tuturan dalam WG dengan prinsip kerja sama, penyebab muncul dan berkembangnya WG, dan fenomena lingual dalam WG. (1) Struktur WG terdiri dari dua unsur, yaitu pengantar dan ketidakterdugaan. Pengantar merupakan bagian WG yang berfungsi sebagai pembangun persepsi tentang sesuatu. Sementara itu, ketidakterdugaan merupakan bagian WG yang berfungsi membelokkan persepsi yang telah dibangun di bagian pengantar untuk menghasilkan―nilai rasa gombal dan efek jenaka. (2) Berdasarkan letak unsur pengantar dan ketidakterdugaannya, WG dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe wacana dialog sederhana dan tipe wacana

(21)

dialog kompleks. WG yang bertipe wacana dialog sederhana memiliki fungsi I dan F. Unsur pengantar dan ketidakterdugaan dalam WG terletak pada fungsi I. WG yang bertipe wacana dialog komplieks sekurang-kurangnya memiliki fungsi I, R/I, R, dan kadang-kadang F. Unsur ketidakterdugaan terletak di fungsi R yang terakhir, sedangkan fungsi-fungsi sebelumnya merupakan unsur pengantar yang membangun sebuah persepsi. (3) Tuturan dalam WG membelok dari prinsip kerja sama untuk menghasilkan “nilai rasa gombal”. WG memuat sumbangan informasi yang bersifat berlebihan, kurang logis, keluar dari konteks, dan ambigu. Penyebab terjadinya fenomena nggombal dimulai dari media massa, terutama televise. Media massa melalui acara-acara televisi mempublikasikan WG sehingga popular di kalangan masyarakat. WG pun menjadi trend center dalam dunia humor dan trend setter dalam pergaulan sehari-hari. (4) Fenomena-fenomena lingual dalam WG meliputi pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan, yaitu (a) aspek fonologis yang meliputi (i) subtitusi fonem, (ii) permainan fonem, dan (iii) penambahan suku kata; (b) aspek ketaksaan gramatikal: idiom dan peribahasa; (c) gaya bahasa yang meliputi (i) hiperbola, (ii) ellipsis, (iii) metafora, dan (iv) personifikasi; (d) pantun; (e) nama; (f) pertalian kata dalam frasa, (g) pertalian antarklausa yang meliputi (i) hubungan perlawanan, (ii) hubungan sebab, (iii) hubungan pengandaian, (iv) hubungan syarat, (v) hubungan tujuan, dan (vi) hubungan kegunaan; serta (i) pertalian antarproposisi yang meliputi (i) silogisme dan (ii) entailmen.

Mitang (2016) dalam skripsinya “Wacana Humor Kritik Sosial dalam Stand Up Comedy Indonesia Season 4 di Kompas TV”, membahas rumusan masalah tentang (1) siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritik dalam WHKS SUCI 4, dan

(22)

(2) bagaimana kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam WHKS SUCI 4 pada prinsip kerja sama. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Data dikumpulkan dengan metode simak, kemudian ditranskripsi menjadi bahasa tulis. Analisis data menggunakan metode padan dengan submetode padan pragmatik. Hasil penelitian disajikan dengan metode informal dan formal. Penelitian ini menemukan hasil sebagai berikut: Pertama, pihak yang dikritik dan hal yang dikritik adalah: (a) pemerintah (kebijakan diskriminatif, kinerja, dan kegagalan penegakan aturan); (b) anggota DPR (kinerja, kebiasaan tidur saat rapat, dan perilaku korupsi); (c) anggota ormas (sikap menafik dan sikap intoleransi); (d) perempuan Indonesia (kesalahpahaman atas konsepsi kesetaraan gender, profesi perempuan, kecemburuan yang berlebihan, dan kesadaran wanita muslim untuk berkerudung); (e) pertelevisian Indonesia (kualitas program, jam tayang iklan, diskriminasi peran keaktoran); (f) pedangdut wanita (musikalitas); (g) orangtua (pola asuh terhadap anak); (h) masyarakat lokal (sikap apatis pemuda Beatawi pada tanjidor, kesadaran masyarakat Jakarta dalam penanganan banjir, perilaku penonton dangdut, tingkah laku pelajar Bintaro, stigma masyarakat terhadap kurus); (i) masyarakat luas (sikap politik dalam pileg dan pilpres 2014, minimnya penghargaan terhadap dokter, sikap individualitas akibat penggunaan handphone; (j) persepakbolaan (kualitas permainan tim nasional Indonesia, kualitas wasit Indonesia, tindakan provokasi); (k) institusi pendidikan (implementasi metode pembelajaran kontektual, ketiadaan pembelajaran sasando, pelaksanaan MOS, kualitas gizi di pesantren); (l) tokoh (pemilihan lokasi pendeklarasian sebagai capres, dan tindakan kekerasan fisik). Kedua, humor pada WHKS dalam SUCI 4

(23)

diciptakan dengan mematuhi dan/atau tidak mematuhi prinsip kerja sama. Kepatuhan dan ketakpatuhan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu: (a) tuturan yang mematuhi tiga maksim, tetapi tidak mematuhi satu maksim (Tipe I); (b) tuturan yang mematuhi dua maksim, tetapi tidak mematuhi dua maksim (Tipe II); (c) tuturan yang mematuhi satu maksim, tetapi tidak mematuhi tiga maksim (Tipe III).

Sumakud (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Wacana Karangan Untuk Ahok dan Djarot: Kajian Struktural dan Pragmatik” membahas rumusan masalah tentang (1) struktur wacana pada wacana karangan bunga untuk Ahok dan Djarot dan (2) tindak ilokusi pada karangan bunga untuk Ahok dan Djarot. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Data dikumpulkan dengan metode simak, yaitu simak bebas libat cakap, kemudian disajikan dengan metode verbal untuk metode informal dan metode visual untuk metode formal. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, struktur wacana yang terdapat pada wacana karangan bunga untuk Ahok dan Djarot tidak hanya memiliki satu slot saja, melainkan dua hingga empat slot pada masing-masing karangan bunga. Berdasarkan strukturnya, wacana pada karangan Bungan untuk Ahok dan Djarot dibagi menjadi tujuh tipe. Kedua, berdasarkan wacana karangan bunga untuk Ahok dan Djarot memiliki lima ungkapan pada slot pertama dan empat ungkapan pada slot kedua.

Andriani (2018) dalam skripsinya yang berjudul “Fungsi Ilokusi dan Jenis Tindak Tutur dalam Quotes Motivasi Mario Teguh di Instagram Bulan April dan Mei 2017” membahas rumusan masalah tentang (1) mendeskripsikan fungsi ilokusi

(24)

menurut Leech yang terdapat dalam quotes Mario Teguh di Instagram bulan April dan Mei 2017 dan (2) mendeskripsikan jenis tindak tutur berdasarkan modus yang terdapat dalam quotes Mario Teguh di Instagram bulan April dan Mei 2017. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak dan metode teknik simak bebas libat cakap. Metode yang digunakan untuk analisis data adalah metode padan pragmatis. Penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, deskripsi mengenai fungsi ilokusi yang terdapat dalam quotes Mario Teguh di Instagram bulan April dan Mei 2017. Berdasarkan fungsinya, dibagi menjadi tiga, lalu pada fungsi ilokusi, terbagi menjadi tiga belas perwujudan. Kedua, deskripsi mengenai modus kalimat yang terdapat dalam quotes Mario Teguh di Instagram bulan April dan Mei 2017. Modus kalimat dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga modus. Setelah menganalisis modus kalimat, dilanjutkan dengan mendeskripsikan jenis tindak tutur yang digunakan. Jenis tindak tutur yang terdapat pada quotes Mario Tegus di Instagram bulan April dan Mei 2017 dibagi menjadi sepuluh jenis.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian yang mengkaji konteks luar bahasa atau kajian pragmatik dapat dilakukan dan dibuktikan dalam penelitian. Penelitian mengenai stand up comedy pernah dilakukan sebelumnya, namun penelitian tentang “Juru Bicara” Pandji Pragiwaksono belum pernah dikaji. Oleh karena itu, penelitian tentang jenis tindak tutur serta sasaran dalam wacana stand up comedy “Juru Bicara” merupakan hal yang baru.

(25)

1.6 Landasan Teori

Dalam landasan teori ini akan dipaparkan teori yang digunakan yaitu, (1) tindak tutur, (2) jenis tindak tutur, dan (3) aspek-aspek situasi tutur.

1.6.1 Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya (Chaer, 2004: 16).

1.6.2 Jenis Tindak Tutur

Menurut Leech (1993: 161), pada tingkatan yang paling umum, fungsi-fungsi ilokusi dapat diklasifikasi menjadi empat jenis, sesuai dengan hubungan fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat. Klasifikasi menurut Leech, ialah sebagai berikut:

(1) Konvivial (convivial): Tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial; misalnya menawarkan, mengajak/mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, mengucapkan salam, memuji, memaafkan, meminta maaf, mengampuni, menyetujui, menyanjung, menghargai, membanggakan, melucu, meneguhkan, mempersilakan, bercanda, berbela sungkawa, berterima kasi, berdialog.

(26)

(2) Kolaboratif (collaborative): Tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial; misalnya menyatakan, melaporkan, mengumumkan, mengajarkan, menanyakan, menjawab, memberitahukan, menginformasikan, menerangkan, menjelaskan, menceritakan, menyimpulkan, mendefinisikan, menguraikan, membahas, bermusyawarah, berembug, berceramah, berkhotbah.

(3) Kompetitif (competitive): Tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial; misalnya memerintah, menyuruh, meminta, melarang, mengkritik, mengomentari, menilai, menasihati, memrotes, menganjurkan, memperingatkan, menyindir, mengingkari, menyangkal.

(4) Konfliktif (conflictive): Tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial; misalnya mengancam, menuduh, mencerca, mengejek, membentak, menghardik, menantang, mengumpat, menghasut, mengutuk, menakuti, menjelekkan, memfitnah, menghina, memaki, meremehkan, mengusir, menuntut, mendesak, mendamprat, mengecam, mengintrogasi.

1.6.3 Aspek-aspek Situasi Tutur

Leech (1993: 19) membagi aspek situasi tutur menjadi lima bagian, yaitu: (1) penutur dan mitra tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tuturan, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan, dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal. Berikut ini aspek-aspek situasi tutur menurut Leech:

(27)

(1) Penutur dan mitra tutur: Penutur adalah orang yang menyapa atau bertutur, sementara mitra tutur adalah orang yang disapa. Istilah-istilah ‘penerima’ (orang yang seharusnya menerima dan menafsirkan pesan) dan ‘yang disapa’ (orang yang seharusnya menerima dan menjadi sasaran) juga perlu dibedakan. Si penerima bisa saja seorang yang kebetulan lewat dan mendengar pesan, dan bukan orang yang disapa.

(2) Konteks tuturan: Suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dalam menafsirkan makna tuturan.

(3) Tujuan tuturan: Hal yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur.

(4) Tindak tutur: Tindak tutur dapat dikategorikan sebagai tindakan atau aktivitas. Tata bahasa menangani unsur-unsur kebahasaan yang abstrak, seperti kalimat dalam sintaksis, dan proposisi dalam semantik, sedangkan pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang lebih konkret pada situasi dan waktu tertentu. Tindak tutur melakukan tindakan dengan bertutur.

(5) Tuturan sebagai produk tindak verbal: Bertutur merupakan tindakan verbal karena merupakan tindakan yang dilakukan dengan secara lisan, sehingga tuturan merupakan hasil dari tindakan bertutur.

(28)

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Pada bagian ini dipaparkan metode dan teknik pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian analisis data dalam mengkaji tur stand up comedy “Juru Bicara” yaitu sebagai berikut.

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak. Metode simak adalah cara mengumpulkan data bahasa dengan mendengarkan atau menyimak penggunaan bahasa. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan teknik catat untuk mengumpulkan data melalui rekaman audio visual acara tur stand up comedy “Juru Bicara” dengan mentranskripsi tuturan Pandji.

1.7.2 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah dengan metode padan pragmatis. Metode padan pragmatis adalah suatu metode padan yang alat penentunya adalah mitra bicara (Sudaryanto, 2015: 15). Dalam penelitian ini, Pandji adalah penutur yang akan memberikan tuturan untuk memancing reaksi dari mitra bicara yaitu peneliti yang bisa diposisikan sebagai penonton pada acara stand up comedy tersebut.

(29)

1.7.3 Metode Penyajian Analisis Data

Metode penyajian analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode informal. Metode informal adalah penyajian analisis data berupa kata-kata biasa yang dapat dipahami secara mudah oleh pembaca (Sudaryanto, 2015: 241).

1.8 Sistematika Penyajian

Hasil dari penelitian ini dijabarkan ke dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan, yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi pembahasan tentang jenis tindak tutur dalam wacana stand up comedy “Juru Bicara”. Pada bab III berisi pembahasan tentang sasaran tindak tutur dalam wacana stand up comedy “Juru Bicara”. Bab IV merupakan bab penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.

(30)

BAB II

JENIS TINDAK TUTUR

DALAM WACANA STAND UP COMEDY “JURU BICARA”

2.1 Pengantar

Wacana yang dituturkan Pandji dalam “Juru Bicara” memiliki beberapa jenis tindak tutur. Dalam bab ini akan dijabarkan jenis tindak tutur yang terdiri dari (i) tindak tutur konvivial, (ii) tindak tutur kolaboratif, (iii) tindak tutur kompetitif, dan (iv) tindak tutur konfliktif.

2.2 Tindak Tutur Konvivial

Tindak tutur konvivial adalah tindak tutur yang sejalan dengan tujuan sosial. Dalam penelitian ini ditemukan dua jenis tindak tutur konvivial yaitu mengajak dan melucu.

2.2.1 Tindak Tutur Konvivial Mengajak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018: 28), mengajak adalah a) meminta (menyilakan, menyuruh, dan sebagainya) supaya turut (datang dan sebagainya), b) menantang (berkelahi dan sebagainya), c) membangkitkan hati supaya melakukan sesuatu. Dapat disimpulkan mengajak berarti meminta atau membangkitkan perasaan orang lain agar melakukan sesuatu. Berikut ini dijabarkan contoh wacana yang berjenis konvivial mengajak.

(31)

(3) Henry Ford… ini bukan yang menciptakan mobil ya, tapi yang mengindustrialkan mobil. Dia yang memustuskan untuk membuat industri mobil, mobil dalam jumlah banyak. Hendry Ford konon kabarnya pernah punya sebuah kutipan dia bilang “Kalau saya tanya apa yang konsumen saya mau, jawabanya adalah kuda-kuda yang lebih cepat.” Kenapa? Karena saat itu mobil hanya dimiliki ama orang kaya, yang menengah kebawah, naiknya kuda. Mereka nggak tau apa-apa kan tentang mobil kan, orang mereka nggak mampu. Justru Hendry Ford bilang, “Ah kayanya gua mau produksi massal supaya biayanya bisa rendah, supaya orang bisa beli,” gitu. Nah kalau ditanya sama konsumennya, “Eh kalo lu dari titik A ke titik B, kira-kira lu butuh improvement apa nih biar lebih baik?” Gitu. Pasti jawabannya, “Kuda-kuda yang lebih cepat.” Tapi nggak kan, Hendry Ford memutuskan untuk berinovasi. Tapi lu bayangin kalau misalkan Hendry Ford nurut kata konsumennya, nggak akan pernah ada industri mobil, lu semua kesini naik kuda. Lu kesini ni, naik kuda, lu parkir kuda lo. Pulang acara, Lu ke parkiran lu bingung, kuda gua yang mana ni? Kuda kan, kalau nggak putih, cokelat, item. Akhirnya, kuda-kuda pada dimodif. Ada kuda ceper. “Heh, kuda lu ceper?”/ “Yoi, gua potong kakinye.” “Berangkat dulu yaa…” Kudanya… Kudanya, melata… “Etukutuktuk” Gitu. Nggak ada yang mau parkir di basement karena bau tai kuda. Mahasiswa turun ke jalan…”Turunkan harga rumput dunia!” Ada polisi nyetop, “Mohon maaf pak, bole lihat SIM dan STNK?” “Mm sorry banget ni pak ya, ini di STNK bapak tulisannya kuda bapak cokelat nih, saya lihat io metalik pak.”/ “Saya modif pak.”/ “O iyaiya.”

(4) Tapi ya, karena gua udah keliling Indonesia, abis itu keliling dunia… gua menyadari betul ada satu hal yang bangsa lain sudah lakukan, yang bangsa kita belum lakukan, sehingga kita tidak semaju bangsa itu. Satu hal bangsa lain sudah lakuin, bangsa kita belum lakuin, sehingga bangsa kita nggak semaju bangsa itu. Ada yang tau nggak apa? Tebak. Teriak aja. Terima kasih atas partisipasinya! Thank you banget loh. Hening aja nih, penonton. Ayo apa? Teriakin aja, it’s okay. Ayo apa? Apa yang kira-kira bangsa lain udah lakuin, bangsa kita belum lakuin, sehingga kita nggak semaju bangsa itu? Nggak apa-apa, ayo teriakin, apa? Ganja? Lu liat ngga mukanya? “Ganya… Ganya!” Hampir! Hampir. Ayo yang laen. Agama!/ “Agama!” Kayak di yakin, “Gua nggak mungkin salah nih, jawaban gua. Gua akan teriakan dengan lantang! Agama!” Hampir… Hampir! “Gay!”/ Gay? Lu tau kan, lu nggak seharusnya meneriakan di antar 3500 orang? “Gay!” Kok lu tepuk tangan sih? Ini orang lagi ngetawain lu loh. Hampir,

(32)

hampir. Nggak ada yang tau nih? (…) Sumpah gua tadi dengernya, “paksipakpak.” Hampir… Tau nggak kenapa gua ngomongnya hampir dari tadi? Ini untuk siapapun yang guru disini. Karena kalo di kelas gitu, murid jawab terus dibilang “salah. Dia langsung, “aduh salah.” Gitu. Tapi kalau dibilang, “hampir.” “Hampir apa ya,” otaknya muter terus gitu. “Hah apa ya?” “Hampir loh.” Gitu. Bagus. Silakan guru-guru, pakai, pakai… Ya, jadi nggak takut anak. Heh, ni lama nih, tiba-tiba subuh. Langsung gua kasih tau aja ya. Satu hal yang bangsa lain sudah lakuin, yang bangsa kita belum lakuin, sehingga kita tidak semaju bangsa itu adalah bangsa lain sudah mulai berkarya, bangsa kita masih pada bekerja. Bahkan kebanyakan ngerjain karyanya orang lain di luar negeri. Oke.

(5) Tapi ada satu penghalang lagi, dari orang yang berkarya. Takut nggak laku. Apalagi kalo lu bikin karya pakai hati, kalo nggak laku tuh, lu merasa kayak personal gitu. Kenapa sih barang gua nggak laku? Kenapa sih emang dianggak suka sama gue? Gak ada urusannya padahal. Dengerin ya, dengerin nih. Nggak ada barang yang nggak laku, adanya barang yang dipasarkan secara salah. Sekali lagi, nggak ada barang nggak laku, adanya barang yang dipasarkan secara salah. Nih ada barang nih, “ngejokrok” nih, nggak laku… bisa laku kalo dipasarkannya bener. Apapun bisa lu jual, laku… Kalo lu ngerti cara memasarkannya. Contoh… hati-hati ya, pegangan… tai kebo… tai kebo, lu jual, laku! Kalo lu pasarkan sebagai…? Pupuk. Pupuk kan tai kebo. Tai kebo nih, tai kebo… Lu, lu, kumpulin, trus masukin karung, tulisin “pupuk”. Lu jual, lu pasarkan sebagai pupuk. Ya laku. Kecuali kalo misalkan tai kebo lu taro nampan, masuk bus kota, “yang tai kebo, tai kebo, tai kebo, tai kebo… Bapak-bapak, ibu-ibu, ini tai kebo bukan sembarang tai kebo ya. Silakan dipegang dulu bapak. Dirasain teksturnya nih haaa… yak, dipegang dulu bapak.” Ya nggak ada yang mau beli! Tergantung gimana cara memasarkannya.

(6) Kunci dari berkarya adalah mulai dulu aja, lalu bikin yang lebih baik. Kunci dari berkarya adalah berproses. Lu nggak akan punya karya yang keren kalo lu nggak mulai bikin yang alay, yang jelek. Nggak apa-apa! Orang Indonesia tu kayak orang kaya yang punya kebon pisang. Oke. Suatu hari dia bilang, ‘Ah gua pengen makan pisang goreng ah”. Dia petik pisang di kebonnya, dia jual ke tetangga, duitnya dia pake untuk beli pisang goreng di ujung jalan.

(33)

Padahal tukang pisang goreng, pisangnya dari tetangga kita. Bego nggak? Bego. Itu kita. Lah kalo kita punya kebon pisang, pengen makan pisang goreng, yang kita lakuin apa? Ya goreng, bikin sendiri. Nggak tau caranya? Ya belajar. Nggak punya alatnya? Oke. Pisang lu petik, jual dapet duit, duitnya untuk belanja modal. Bikin! Goreng pisang untuk pertama kali, “ssssh”, makan, “hap”. Perasaan tadi gua goreng pisang… kok rasanya kaya tai? Nggak apa-apa.

(7) Ini kunci dari berkarya, terutama di era digital: Sedikit lebih baik… eh.. “sedikit lebih beda, lebih baik daripada sedikit lebih baik”, gua ulang, “sedikit lebih beda, lebih baik daripada sedikit lebih baik ”. Kalo lo bikin karya ni, trus bedanya cuma lebih baik dikit orang ngga akan notice… tapi kalo beda, orang akan, “Ih apaan ni, kok beda?” gitu. Gua ambil contoh ya, Ipod. Waktu Ipod keluar pertama kali, its hardly revolusionally sebenarnya, karna udah ada pemutar musik digital sebelumnya. Sony udah pernah bikin, Samsung udah pernah bikin, bahkan produsen cina udah ngeluarin mp3 player, iya kan? Tapi ada satu hal yang Ipod lakuin yang beda, sehingga menarik perhatian orang. Untuk pertama kalinya ada sebuah produsen yang memutuskan untuk earplug-nya dibikin warnanya putih. Cuma warna putih doang. Disaat semua produsen lain menganggap kabel itu gangguan dan dicet hitam, Ipod memutuskan untuk dibikin putih. Justru biar orang notice yang di dalemnya itu Ipod. Makanya kalo lo liat iklannya, iklannya kan cuma siluet orang trus putih disinikan? Dan ngetren banget, orang akhirnya beli “ininya” doang putih ni. Iya, ditaro kesini, supaya orang mikir kalo itu Ipod, padahal “Chiang Tjung Tse” merk Cina apa gitu, disini ni. “Chiangchocebebebsialakbayaoo”. (8) Tetapi, ada satu hal lagi yang nggak pernah lakukan, bahkan

memilih untuk nggak melakuin. Biasanya mereka pikir kalo sudah tau passion-nya, selese idup gua. Nggak. Ada satu hal yang ngebedain, yang ngerti passion lu.. dan dia yang ngerti passion-nya tapi sukses… disiplin. Disiplin berarti harus melakukan hal-hal yang lu nggak mau lakuin, tapi mesti. Disiplin ketika disebut orang selalu merasa, “Aduh…” Kenapa gini gaya gua ya? Disiplin itu, kesannya mengekang, sebaliknya justru membebaskan. Kalo lu disiplin melakukan sesuatu, kelak lu akan bebas merdeka, bisa ngerjainn apapun. Kayak contohnya gua, dulu kalo gua disiplin ngaji… sekarang gua bisa dengan bebas merdeka ngaji dengan benar. Arab gundul, gua sikat tuh, gua baca tuh. Tapi dulu waktu gua kecil, disuruh les ngaji… Setiap kali guru les ngaji gua dateng, gua naik genteng, “bilang nggak ada!” Dan gua menyesal. Siapa tau ada FPI di antar kita. Saya menyesal, oke, bapak ibu sekalian. Dulu, gua tuh disuruh les piano, nggak les piano sih, les organ.

(34)

Cuma kalo gua sebut organ kesannya tua banget, yak? Dulu gua les orgen gitu. Tapi gua males-malesan, coba gua disiplin… Sekarang gua udah bisa menggubah lagu gua, ngapain gua melawak keliling dunia. Gua bikin lagu, kalah Kevin Aprilio sama gue. Gua lebih ekspresif. Heee pijit.. eeekk… Kevin Aprillio kan kalo main piano kayak notulen rapat tuh.

Wacana (3), (4), (5), (6), (7), (8) memuat jenis tindak tutur konvivial mengajak. Wacana (3) ditandai dengan tuturan “Tapi lu bayangin kalau misalkan Hendry Ford nurut kata konsumennya, nggak akan pernah ada industri mobil, lu semua kesini naik kuda.” Dilihat dari tuturannya, tuturan tersebut secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk berani berinovasi seperti Hendry Ford. Dalam tuturan disebutkan bahwa inovasi yang dilakukan Hendry Ford telah memberikan hasil positif yang dapat dirasakan oleh masyarakat hingga sekarang, sehingga diharapkan masyarakat juga mau berinovasi.

Wacana (4) ditandai dengan tuturan “Satu hal yang bangsa lain sudah lakuin, yang bangsa kita belum lakuin, sehingga kita tidak semaju bangsa itu adalah bangsa lain sudah mulai berkarya, bangsa kita masih pada bekerja.” Dilihat dari tuturannya, tuturan tersebut secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk mulai berkarya. Dalam tuturan disebutkan penyebab bangsa Indonesia tidak semaju bangsa lain karena masyarakat Indonesia masih belum berkarya tetapi hanya bekerja, sehingga diharapkan masyarakat mulai berkarya jika ingin semaju bangsa lain.

Wacana (5) ditandai dengan tuturan “Tapi ada satu penghalang lagi, dari orang yang berkarya. Takut nggak laku. Apalagi kalo lu bikin karya pakai hati, kalo

(35)

nggak laku tuh, lu merasa kayak personal gitu. Kenapa sih barang gua nggak laku? Kenapa sih emang dia nggak suka sama gue? Gak ada urusannya padahal. Dengerin ya, dengerin nih. Nggak ada barang yang nggak laku, adanya barang yang dipasarkan secara salah.” Dilihat dari tuturannya, tuturan tersebut secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk tidak takut karyanya tidak laku. Dalam tuturan disebutkan bahwa semua karya pasti bisa laku jika cara memasarkan karya tersebut sudah tepat, sehingga diharapkan masyarakat tidak takut lagi karyanya tidak laku.

Wacana (6) ditandai dengan tuturan “Kunci dari berkarya adalah berproses. Lu nggak akan punya karya yang keren kalo lu nggak mulai bikin yang alay, yang jelek. Nggak apa-apa!” Dilihat dari tuturannya, tuturan tersebut secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk tidak takut gagal dalam berkarya. Dalam tuturan disebutkan bahwa gagal merupakan bagian dari proses berkarya, sehingga diharapkan masyarakat tidak takut gagal dalam berkarya.

Wacana (7) ditandai dengan tuturan “Ini kunci dari berkarya, terutama di era digital: Sedikit lebih baik… eh.. “sedikit lebih beda, lebih baik daripada sedikit lebih baik”, gua ulang, “sedikit lebih beda, lebih baik daripada sedikit lebih baik ”. Kalo lo bikin karya ni, trus bedanya cuma lebih baik dikit orang ngga akan notice… tapi kalo beda, orang akan, “Ih apaan ni, kok beda?” gitu.” Dilihat dari tuturannya, tuturan tersebut secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk membuat sesuatu yang berbeda pada karyanya. Dalam tuturan disebutkan bahwa sebuah karya yang berbeda akan membuat orang penasaran dan tertarik dibanding karya

(36)

yang tidak jauh berbeda dengan yang lainnya, sehingga diharapkan masyarakat berani membuat sesuatu yang berbeda.

Wacana (8) ditandai dengan tuturan “Ada satu hal yang ngebedain, yang ngerti passion lu.. dan dia yang ngerti passion-nya tapi sukses… disiplin. Disiplin berarti harus melakukan hal-hal yang lu nggak mau lakuin, tapi mesti.” Dilihat dari tuturannya, tuturan tersebut secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk disiplin terhadap keinginan yang ingin dicapainya. Dalam tuturan disebutkan bahwa keinginan yang ditekuni akan menghasilkan sebuah kesuksesan, meskipun tidak menyenangkan untuk dilakukan, sehingga diharapkan masyarakat mulai disiplin pada passion-nya.

2.2.2 Tindak Tutur Konvivial Melucu

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018: 1008), melucu adalah mengucapkan (berbuat) sesuatu yang menggelikan hati. Berikut ini dijabarkan contoh wacana yang berjenis konvivial melucu.

(9) Gua udah nggak punya acara lagi. Gua tuh sama industri televisi ada hubungan benci-benci rindu. Benci sama industrinya, rindu sama pemasukkannya. Yang paling buat gua benci sama industrinya adalah satu buah kata… dan kata itu adalah rating. Rating… itu adalah alasan kenapa lu pada nggak pernah nonton tv lagi sekarang. Rating adalah alasan kenapa lu males nonton tv. Rating adalah alasan kenapa lu sekarang nonton Youtube… atau sebagian dari lu nonton Bigo, gua nggak tau. Bisa jadi, bisa jadi. Oh ya, untuk yang nonton Bigo, gak usah kasi gift, percuma, dia nggak akan buka baju juga udah. Udah, udah, udahlah… terima aja. Terus nih disini ada ibu-ibu, “pah Bigo apaan sih?”/ “Nggak tau”.

(37)

(10) Dan yang menyebalkan dari rating… dan yang menyebalkan dari rating adalah rating memanipulasi emosi kita semua. Konon kabarnya, yang mancing-mancing emosi jiwa, ratingnya tinggi. Makanya acara tv di Indonesia, apapun acaranya selalu dislipin yang emosional. Drama-drama, iya nggak? Padahal nggak nyambung. Contoh… lomba nyanyi, di tv. Selesai ini orang nyanyi, disamperin. “Waduh, lagunya sama suaranya bagus banget, denger-denger dulu kamu jualan baskom ya?” Apa urusanya? Ini lomba nyanyi? “Nggak tapi kasian loh, dia ganteng-ganteng dulu jualan baskom loh dia”. “Ini lomba bagus-bagusan suara! Bukan sedih-sedihan hidup”. “Nggak tapi baskom gitu, maksud gue”. Lu tau nggak? Tahun ini Indonesia ikutan olimpiade, terus ada dua stasiun tv resmi penayang oloimpiade. Jadi dua penayang olimpiade. Diantara semua stasiun tv, dua ditunjuk untuk official tv-nya untuk Indonesia. Nah, waktu itu kan Indonesia dapat mendali pertama, mendali perak untuk cabang angkat besi. Betul? Dia kedua terbaik dunia di nomor tersebut. Oke? Mendali pertama kita di olimpiade tahun ini! Stasiun tv resmi tersebut, memustuskan untuk menayangkan… Sinetron. Kenapa? karna sinetron lebih dramatis, lebih ngangkat rating. Padahal itu prestasi bangsa, nggak ditayangin. Mungkin… mungkin… mungkin… harusnya atlet kita sambil angkat besi, “dulu saya jualan baskom!” Terus orang, “wah kasihan juga ya dia.”/ “Emang berat… Tapi dulu dia jualan baskom lo! Nggak, Baskom lo… Baskom!” Semua yang dramtis, yang mecekam, yang sedih-sedih, pokoknya waktunya panjang deh di televisi. Lu pikir kenapa sidangnya Jessica lama banget? Jessica tu lama banget tau sidangnya. Harusnya cepet selesai… Kirim Conan aja kelar tuh. Conan… “Sebb”, “eeegh.” “Jadi menurut saya pembunuhnya…” Selesai. “Wah… Detektif itu mulai berbicara sambil tidur, sebentar lagi kasus ini selesai.”

(11) Pada detik ini, lu mungkin bertanya-tanya emang gimana sih caranya Neilsen Media Research nyari tau soal rating? Ada sebuah alat, namanya “People Meter.” Oke, alat ini bentuknya kayak modem, decorder gitu. Disambungin ke stasiun tv, eh tv di rumah. Terus mereka kayak ada remote-nya, ada tombol. Setiap tombol, ditulisin nama orang yang tinggal di rumah tersebut. Misal ayah, ibu, kakak, adik. Oke. Kalau lu nyalain tv, lu musti nyalain “People Meter,” kalau nggak nyala, bunyi, ganggu kan, lu nyalain.” Kemudian, lu harus pencet siapa yang lagi nonton tv. Jadi misalnya gua lagi mau nonton ni… nyalain tv nonton bola, gua harus pencet ni Ayah, sehingga masuk ke Neilsen. Oh pada jam segini, ada orang-orang dengan demografi seperti ini, lagi nonton acara tv seperti ini. Oke. Gua penasaran dong, gua cari tau siapa yang rumahnya ditaroh “People Meter.” Umur gua 37 tahun,

(38)

seumur gua cuma ada satu orang doang yang dipasangin. Gua Tanya ama dia. “Ee rumah lu dipasangin?”/ “iya.” “Efektif nggak sih?”/ “Nggak terlalu, men.” “Kenapa?”/ “Di rumah keluarga gua nggak ada yang nonton tv.” “Terus di rumah yang nonton tv siapa?”/ “Pembantu gue.” “Terus di remotnya ada tombolnya?”/ “Nggak ada.” “Jadi kalau dia nonton yang dipencet?”/ “Bapak” Jadi di sebuah rumah, ada pembantu nih, apapun yang dia tonton, yang dia pencet, “Bapak.” Kalo gua orang Neilsen, gua kaget ngeliat datanya… “Anjing aneh banget, sini-sini liat nih. Ni liat ni, di rumah ini ya, bapaknya pagi nonton Inbox, siang nontonya sinetron, malem Dangdut Academy ni.” Temennya bilang, “Pembantu kali tuh.”/ “Oh iya bener lo.” “Bapaknya pembantu.” (12) Waktu gue ke US, waktu gue ke Amerika Serikat, yang pertama.

Tahun, april 2015-an. Waktu itu Amerika baru legal untuk kebutuhan medis, ganjanya ni. Trus gue ke LA kan, gue nyampe ke rumah mahasiswa. Kami nginep di rumah mahasiswa, karna kami bukan “Mariah Carie”. Mariah Carie kalo world tour dia bisa nge-book hotel satu lantai, kami kalo world tour tidur di lantai. Lantai rumah mahasiswa, numpang. Literally lantai lo. Trus gue baru gua baru nyampe LA ni, baru naro koper belum ganti baju. “Eh aduh-aduh, nyampe ni”. Trus ada mahasiswa naro, “Ni bang”. Dia naro kaya tabung gitu ijo, ada labelnya, trus dalemnya kaya ada yang menggumpal gitu. Gua bilang, “Apaan ni?”/ “Ganja bang”. “Beli di mana lo?”/ “Di apotek”. “Sorry ni, gua denger lo bilang belanja di apotek?” Trus dibilang, “Iya bang apotek disini tu apotek ada dua. Ada apotek yang jualan obat, sama apotek yang jualan ganja”. Gogs! Jadi di sana ada dua apotek. Ada kaya Kimiafarma, trus ada kaya Kimiafarmeanyeng. Jualan ganja. Bangsat. Terus gua tanya kan. Gua tanya ama orangnya, “Lu gimana cara beli ganja di apotek?”/ “Pake resep dokter bang.” “Bagaimana?”/ “Resep dokter bang.” “Bilangnya apa?”/ “Sakit punggung.” Chronic pain-kan. Chronic pain. Terus gua nanya, “Dokternya nanya nggak sakit punggunnya kenapa?/ “Nggak.” “Tuh dokter giting juga tu, kayaknya tu.” Anjing gampang banget beli ganja! “Dokter, saya mau beli ganja dong.”/ “Buat apa?”Sakit punggung.”/ “Oh bilang dong.” Selesai. Buset. Gampang bet! (13) Eh, eh, eh… Gua punya cerita. Oke. Ini cerita favorit gua soal, soal

bikin susah untuk pertama kali. Jadi gua waktu itu punya pacar untuk pertama kalai, ada lah bukan yang gua nikahin sekarang. Ada lah, nggak asik pokoknya, udah gak penting. Ada… Jadi gua punya pacar ini ye. Trus gue pengen bikin kejutan, pengen bikin surprise. Dia keluarga pernah pergi sekeluarga nih, rumah kosong. Trus gua pikir, “Ah ketika mereka kembali, gua kasih kejutan.” Gua bikini chocolate chip buatan gue, ye gak? Romantis, iya kan?

(39)

Nggak? Ok fine, It’s okay. Lah karna gua ngga pernah masak, gua nggak masak seumur hidup. Jadi kalau misalkan dia pulang trus tiba-tiba ngeliat, “hah si Pandji bikini chocolate chip cookies,” kan harusnya “ah so sweet,” gitu-gitu kan? Trus, dan juga cholate chip cookies itu ternyata gampang bikinnya. Nyari bahannya gampang, resepnya tinggal nyari di internet, download gitu. Akhirnya gua beli bahannya, gua download, gua print. Trus gua ke rumahnya kan. Rumahnya kosong kan. Gua udah kenal sama pembantunya, gua bikin tuh di pantry. Taro di loyang, terus bikin adonannya. Cobain… enak nih adonannya, trus gua taro adonannya di loyang. Nah, yang gua nggak tau adalah… gua nggak tau tuh, kalau adonan masuk oven, ngembang. ngga tau tuh gua. Gua pikir Cuma ngeras doang. Jadi gua bikin aja tuh adonannya gede-gede, gitu kan. Ya, kayak chocolate chip cookies yang mahal-mahal, gitu. Gua taro, “ting”. Pas keluar adonannya, rata anjir seloyang. Gua potong kotak-kotak taro di piring, kayak tempe, si anjing. Terus kan, terus kan… gua keburu bilang ama pacar gue, “Eh.. eh.. aku masakin kamu sesuatu”, gitu. Pas mereka pulang, bapaknya lewat, bapaknya bilang, “Kamu ngapain goreng tempe?” Eh anjing. “Itu choco chip cookies, om.” Tapi ya nggak papa, namanya juga bikin sesuatu untuk pertama kali. Ya it’s okay. Jelek dulu ya nggak apa-apa, yang penting gua sekarang belajar. Ya kunci dari berkarya adalah bertumbuh, mulai dulu aja lalu bikin yang lebih baik. (14) Lagi nih, lagi. Es krim… Oke, sepuluh tahun yang lalu apasih

rasanya? Paling coklat, vanilla, strawberry, udah. Kalaupun ada yang beda… namanya neapolitan. Pas dibuka, lah dia dia lagi? “Iya bang, tadinya kami solo sekarang kami trio bang. Udah mulai nggak laku karir kami solo. Digabungin sekarang bang.” Ya, sekarang lu ke Baskin Robins, Haagen daaz, apa, Coldstone Creamery, apapun itu… Lu masuk ada es krim rasa Green Tea, ada rasa kacang merah, ada rasa bubble gum. Kemaren di Tokyo, gua ketemu es krim rasa… timun. Kalau gua lagi pengen nyicipin sesuatu yang rasanya kayak timun, gua makan… timun! Ngapain gua makan es krim? Eh gua lagi pengen nyicip timun nih… makan es krim… makan timun! Bonteng, lu makan bonteng! Es krim! Udah mahal! Eh gua ngga bohong, gua nggak bohong… fotografer gua kemaren ke Bali… Si Pio, ke Bali… nemu es krim rasa daun kemangi. Taro di piring, tambahin timun ama lele, jadi pecel lele itu langsung tuh. Es krim daun Kemangi!? Apa yang dilakuin sama perusahaan itu? Perusahaan itu justru bikin produk dengan variasi yang banyak supaya unik, ceruk, dan spesifik. Karena kita sekarang, lagi cari produk yang kita banget. Kita lagi nyari proruk yang berkarakter. Sesuatu yang kita bisa bilang, “Nah, ini gua banget.” Tapi pada saat bersamaan, orang akan bilang, “Gue nggak

(40)

suka banget ini.” Tapi itu resikonya ketika lu bikin sesuatu yang punya karakter.

(15) Tetapi, ada satu hal lagi yang nggak pernah lakukan, bahkan memilih untuk nggak melakuin. Biasanya mereka pikir kalo sudah tau passion-nya, selese idup gua. Nggak. Ada satu hal yang ngebedain, yang ngerti passion lu.. dan dia yang ngerti passion-nya tapi sukses… disiplin. Disiplin berarti harus melakukan hal-hal yang lu nggak mau lakuin, tapi mesti. Disiplin ketika disebut orang selalu merasa, “Aduh…” Kenapa gini gaya gua ya? Disiplin itu, kesannya mengekang, sebaliknya justru membebaskan. Kalo lu disiplin melakukan sesuatu, kelak lu akan bebas merdeka, bisa ngerjainn apapun. Kayak contohnya gua, dulu kalo gua disiplin ngaji… sekarang gua bisa dengan bebas merdeka ngaji dengan benar. Arab gundul, gua sikat tuh, gua baca tuh. Tapi dulu waktu gua kecil, disuruh les ngaji… Setiap kali guru les ngaji gua dateng, gua naik genteng, “bilang nggak ada!” Dan gua menyesal. Siapa tau ada FPI di antar kita. Saya menyesal, oke, bapak ibu sekalian. Dulu, gua tuh disuruh les piano, nggak les piano sih, les organ. Cuma kalo gua sebut organ kesannya tua banget, yak? Dulu gua les orgen gitu. Tapi gua males-malesan, coba gua disiplin… Sekarang gua udah bisa menggubah lagu gua, ngapain gua melawak keliling dunia. Gua bikin lagu, kalah Kevin Aprilio sama gue. Gua lebih ekspresif. Heee pijit.. eeekk… Kevin Aprillio kan kalo main piano kayak notulen rapat tuh.

Wacana (9), (10), (11), (12), (13), (14), (15) memuat jenis tindak tutur konvivial melucu. Wacana (9) ditandai dengan tuturan “Oh ya, untuk yang nonton Bigo, gak usah kasi gift, percuma, dia nggak akan buka baju juga udah. Udah, udah, udahlah… terima aja. Terus nih disini ada ibu-ibu, “pah Bigo apaan sih?”/ “Nggak tau.” Tuturan tersebut melucu mengenai aplikasi Bigo yang banyak digunakan oleh kalangan pria.

Wacana (10) ditandai dengan tuturan “Makanya acara tv di Indonesia, apapun acaranya selalu dislipin yang emosional. Drama-drama, iya nggak? Padahal nggak nyambung. Contoh… lomba nyanyi, di tv. Selesai ini orang nyanyi, disamperin. “Waduh, lagunya sama suaranya bagus banget, denger-denger dulu

(41)

kamu jualan baskom ya?” Tuturan tersebut melucu mengenai pertanyaan yang tidak sesuai dengan tema sebuah acara.

Wacana (11) ditandai dengan tuturan “Kalo gua orang Neilsen, gua kaget ngeliat datanya… Anjing aneh banget, sini-sini liat nih. Ni liat ni, di rumah ini ya, bapaknya pagi nonton Inbox, siang nontonya sinetron, malem Dangdut Academy ni. Temennya bilang, Pembantu kali tuh./ Oh iya bener lo. Bapaknya pembantu.” Tuturan tersebut melucu mengenai logika karyawan Neilson Media Research saat melakukan survey rating.

Wacana (12) ditandai dengan tuturan “Mariah Carie kalo world tour dia bisa nge-book hotel satu lantai, kami kalo world tour tidur di lantai.” Tuturan tersebut melucu mengenai perbandingan saat Pandji menggelar world tour dibanding saat Mariah Carie menggelar world tour.

Wacana (13) ditandai dengan tuturan “Terus kan, terus kan… gua keburu bilang ama pacar gue, Eh.. eh.. aku masakin kamu sesuatu, gitu. Pas mereka pulang, bapaknya lewat, bapaknya bilang, Kamu ngapain goreng tempe? Eh anjing. Itu choco chip cookies, om.” Tuturan tersebut melucu mengenai choco chip cookies buatan Pandji yang disangka adalah tempe.

Wacana (14) ditandai dengan tuturan “Eh gua ngga bohong, gua nggak bohong… fotografer gua kemaren ke Bali… Si Pio, ke Bali… nemu es krim rasa daun kemangi. Taro di piring, tambahin timun ama lele, jadi pecel lele itu langsung tuh.” Tuturan tersebut melucu mengenai rasa es krim yang lebih cocok sebagai jenis makanan lain.

(42)

Wacana (15) ditandai dengan tuturan “Gua bikin lagu, kalah Kevin Aprilio sama gue. Gua lebih ekspresif. Heee pijit.. eeekk… Kevin Aprillio kan kalo main piano kayak notulen rapat tuh.” Tuturan tersebut melucu mengenai Kevin Aprillio yang tidak ekspresif saat memainkan piano.

2.3 Tindak Tutur Kolaboratif

Tindak tutur kolaboratif adalah tindak tutur yang tidak menghiraukan tujuan sosial. Dalam penelitian ini ditemukan dua jenis tindak tutur kolaboratif yaitu menginformasikan dan mengajarkan.

2.3.1 Tindak Tutur Kolaboratif Menginformasikan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018: 641), informasi adalah a) penerangan, b) pemberitahuan; kabar atau berita tentang sesuatu, c) keseluruhan makna yang menunjang amanat yang terlihat dalam bagian-bagian amanat itu. Menginformasikan adalah memberikan informasi; menerangkan; memberitahukan. Dapat disimpulkan menginformasikan berarti memberikan kabar tentang sesuatu yang berguna bagi penerimanya. Berikut ini dijabarkan contoh wacana yang berjenis kolaboratif menginformasikan.

(16) Jadi, tau nggak betapa melelahkannya bikin wold tour? Lelah banget tapi akhirnya sampai juga ke kota terakhir, kota ke-24. Thank you. Gua salah milih negara pertama, saudara-saudara sekalian. Tiongkok. Ehhhh. Kalau gua disuruh milih kota atau negara untuk ngebuka, gua pilih negara yang budayanya nggak terlalu belanglah sama Indonesia. Ini beda banget gitu. Jadi ada culture shock. Ok... Sebagai contoh… dan gua nggak bohong… Karna gua kesana kan, gua baru tahu bahwa budaya orang

(43)

tiongkok adalah kentut nggak boleh ditahan. Dengerin nih. Dengerin, dengerin, dengerin. Lu tau nggak apa rasanya berada di sebuah negara yang penduduknya satu koma sekian miliar orang, yang kentut nggak ditahan. Lu kalo masuk ke sebuah kerumunan, cemas. Itu kerumunan... maut. Seperti masuk ke ladang ranjau. Ada bau nggak jelas dari mana. Tau dari mana gua? Dari pengalaman.

(17) Sekarang, ganja di banyak negara bagian AS udah legal untuk rekreasional. Untuk rekreasi, hisap ganja untuk rekreasi, kaya piknik. Jadi di Amerika Serikat udah banyak artis yang jualan ganja merek mereka. Terutama artis yang sering nyimeng ya, kayak Willie Nelson punya ganja merek mereka. Snoop Dog bahkan punya Vape ganja. Terus Wiz Khalifa punya Khalifakush. Dan abis itu pemasukan negara dari pajak, gede… Pajaknya ganja. Itu misalkan diberlakukan disini juga ya, terus artis-artis pada jualan ganja merek mereka, gua akan beli ganja merek “Haji Bolot!” Karena apapun yang dia konsumsi, bagus banget tuh barang pasti tuh. Ya, pasti bagus tu! “Eh gua ada ganja merek Haji Bolot.”/ “Wih goks, coba, coba, coba.” “Uhukuhukuhuk.” Ditanya temennya, “Eh gimana barangnya, bagus nggak?”/ “Hah?” “Nggak itu barangnya bagus nggak?”/ “Siapa yang makan nasi goreng?” “Dih, kok nasi goreng. Barangnya bagus nggak?”/ “Yee… orang sate kambing.” Terus cewek nanya, “Bang, barangnya bagus nggak?”/ “Bagus banget.” Haji Bolot.

(18) Sebenernya ya, tau nggak kenapa gua kesannya sebel banget sama rating? Karna menurut rating, gua bukan artis pendongrak rating. Tau nggak? Ada istilahnya tuh, “Artis pendongrak rating.” Ada istilahnya. Dan tentunya, gua bukan salah satunya. Lu nggak pernah liat Raffi Ahmad protes soal rating… Orang ada dia mulu di mana-mana. Kalau dia ratingnya tinggi. Yang protes? “aa..” (Menunjuk dirinya.) Nih ya, gara-gara rating, gua yakin gara-gara gua bukan artis pendongrak rating, orang tu nggak tau kalau gua lagi world tour. Ini tu world tour kedua gua. Waktu itu, 2014-2015 gua bikin “Mesakke Bangsaku World Tour”, 11 kota empat benua. Ini 24 kota di lima benua! Ah, udah nggak usah, nggak usah! Percuma! Nggak ada yang ngeliput! Heh, gua bikin press conference, undang media. Sepi! Sunyi! Gua kirim press release. Press release ke media cetak, elektronik, televisi, gua kirim… press release. Kok beritanya nggak naik-naik? Gua telepon yakinin, “Sorry, kemarin gua nge-email press release. Ee… orang Indonesia pertama yang tur dunia. Prestasi bangsa. Nggak, nggak, bukan komedian pertama. Orang Indonesia pertama. Terima? Oke, gua tunggu aja ya.” Nggak naik-naik juga! Tapi gua legowo… gua

(44)

pikir mungkin, mungkin ada yang lebih penting… yang harus tayang… Ya gua terima. Gua nyalain tv. Gua nyalain tv, di tv lagi ada liputan tentang isi tasnya Melanie Ricardo. Isi tas Melanie Ricardo diliput! Isi tas! Di isi tas nih, dibuka, diliput! Isi tas ni, dibuka, “hee.” Gitu. Ini world tour! Kok bi… Apa sih isi tasnya? Paling dompet, handphone, tissue, make up. Kalo isinya rahasia Illahi baru gua pengen tau tu! “Pemirsa, jawaban terhadap rahasia Illahi ditemukan dalam tas Melanie Ricardo. Berikut liputanya…” Gua nonton. Ini nggak. Salah gue apa. Tapi okelah… Nggak apa-apa, berita nggak ada soal gua world tour pertama, prestasi. It’s

okay… Fine. No problem. No problem, tapi dibahas di panggung.

(19) Ini ada lagi nih, dan lebih ekstrim, lu pasti tau ni… suatu hari, sebuah stasiun tv memutuskan buat menayangkan liputan tentang susu sapi… Lu tau ni arahnya kemana, lu tau ni. Lalu, ketika ada adegan sapi diperah, pentil sapinya, di-blur! Yang nafsu siapa? Siapa yang nafsu liat pentil sapi? Siapa? Kasih tau ama gua. Ada nggak orangnya sekarang? Siapa? Siapa? Siapa yang ngeliat pentil sapi, trus… “Wiss.. Idih… Tarik terus sob…” Siapa?! Dan, dan orang-orang pada protes kemana? Ke KPI? Salah! “Wah, KPI ni parah, KPI nyensor”, KPI tu nggak pernah nyensor, KPI nggak bisa nyensor. KPI tu kerjanya negur! KPI tu kerjanya ngirim surat teguran ketika sebuah acara tv kelewatan. KPI tu kayak, anak nggak asyik di kelas yang suka ngadu ke guru kalo lu berisik. Nah itu, tuh. Bener. Bener, tapi nggak asyik! Yang nyensor adalah orang tv-nya sendiri, saking takutnya ditegur.

(20) Apalagi? Apalagi yang pemerintah lakukan, yang gampang, padahal belum tentu benar? Nge-blokir konten internet. Lu kalo mau “huu”, liat yang lain dulu. Biar nggak aneh sendiri. “Wooo.” Gini… Akhir 2015… Kominfo merilis pernyataan, bahwa… kata Kominfo, nih… di tahun 2015… Ada orang Kominfo nih, kayaknya. Taun 2015, Kominfo berhasil ngeblokir lebih dari 700.000 internet negatif, 90%-nya konten porno. Oke… Kominfo, pemerintah, dengan bangga merilis informasi tersebut. Dia pake duit kita, duit pajak kita, duit kerja keras kita, dikumpulin… masuk APBN, alokasi ke… Kominfo. Dengan bangga dia bilang, “700 ribu konten internet berhasil kita blokir! kami hebat!”, tanpa sadar semua situs yang mereka blokir… bisa dibuka, hanya dengan proxy “unblocksit.es”. Ahh… itu… ya! Ya? Belum tau? Belum tau? Aah ini, gua kasih informasinya nih! Iya! Apapun situp bokep yang mau lu buka, bisa kebuka! Ketik aja, “unblocksit.es”. Nanti ada tab-nya, nah lu isi, redtube.com, youporn, pornhub, apalagi? Jangan gua mulu, kesannya gua yang porno nih! Ayo, apa? Semuanya kebuka, sekarang buat apa coba? Uang lu! Uang kerja

(45)

keras elu! Dikumpulin, dikasih ke pemerintah, untuk melakukan sesuatu yang percuma! Semua yang mereka lakukan, bisa dibuka oleh kita. Daripada dipake buat memblokir akses… situs-situs yang porno, mending ngembangin akses internet di daerah tertinggal di Indonesia. Harusnya itu, duit kita kesana!

(21) Tau nggak, apa yang dibutuhkan oleh orang Islam? Pemikir atau cendekiawan Muslim yang progresif. Mungkin bukan hanya Islam, bahkan orang beragama. Yang dibutuhkan di Indonesia adalah orang yang percaya agama, tapi tidak anti science. Sekarang kesannya dikotomis banget. Kalo lu percaya apa yang agama katakan, kemungkinan besar lu nggak percaya yang science katakan. Sebaliknya, kalo lu percaya apa yang science buktikan, cenderung nggak percaya sama agama. Padahal kan nggak musti kayak gitu. Lu bisa beragama dan percaya sama science, jadi progresif. Contoh kasus: teori evolusi. Oke… teori evolusi. Charles Darwin. Charles Darwin kan bukan yang mencetus teori evolusi ya. Dia mencetus teori evolusi by natural selection, beda lagi. Tapi kita anggap, Charles Darwin ini bapak teori evolusi, oke? Tapi ratusan tahun, ratusan taun… Look it up, Google dan baca, pergi ke perpus, belajar lah… sekali-sekali. Ratusan taun, sebelum Charles Darwin mempopulerkan teori evolusi… cendikiawan Muslim: Ibnu Khaldun, Ibnu Miskawaih… Alfarabi, bikin penelitian, bikin paper. Dan menyatakan “kemungkinan besar, manusia terjadi dari semacam proses evolusi”. Ratusan taun sebelum Charles Darwin! Gua bukan memuji orang Islam, maksud gua, dulu orang beragama, tapi progresif secara pemikiran. Ini bener lho, nggak ada yang tau, nih. Orang taunya yang Charles Darwin. Ini anak indie, ini pop, ini indie. Ini Efek Rumah Kaca, ini Afgan lah, gitu. Sama-sama keren, tapi nggak ada yang tau. Ni kayak orang tau “Uptown Girl” dari Weslife, padahal Billy Joel, gitu lho. Kayak gitu, beda. Nah, dulu orang tu progresif! Gua tau darimana ini? Dari baca buku. Bukunya Quraish Shihab, gua baca. Dan Quraish Shihab itu adalah ahli tafsir yang dihormati ya. Bukan cuma di Indonesia, di seluruh dunia. Jadi kalo lu nggak percaya, lu cari ahli tafsir yang lebih hebat daripada dia. Di bukunya, gua baca, Quraish Shihab ditanya, “Islam tuh percaya teori evolusi nggak, sih?” Beliau bilang, “bisa jadi”. Beliau nggak bilang ya, beliau nggak bilang nggak. Beliau bilang bisa jadi, kenapa? Karna Al-Quran, penciptaan manusia disebut tiga kali… dibuat dari bahan tanah, yang berarti mineral, which is true. Bahannya disempurnakan, yang berarti ada proses… which is true. Dan dihembuskan nyawa oleh Allah SWT, which is true. Yang ngomong Quraish Shihab, masa gua nggak percaya? Kecuali yang ngomong Farhat Abbas, tuh. Baru gua, “Eh, apaan sih lu, nyet? Apa lu? eeh! Sotoy lu….” Kalo Farhat yang ngomong, gua nggak

Referensi

Dokumen terkait

[r]

“Tetapi kita bisa lihat dalam waktu singkat akan sangat banyak orang yang kemudian tertular dan menjadi positif COVID-19”.. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti

Terdapat hubungan yang signifikan antara Intellecual Capital dengan Knowledge Management dalam meningkatkan keunggulan bersaing. Intellecual Capital, memberikan

Penyebutan “gitu Om Indro” dalam tuturan tersebut menunjukkan wacana menyasar pada Om Indro salah satu juri di pertunjukan Stand Up Comedy Indonesia Kompas

Nilai ini lebih besar dari nilai taraf signifikan yaitu sebesar 0,05 yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai harapan dan nilai kinerja.hal ini berarti

[r]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk (1) merancangbangun mesin pengupas kulit kacang tanah berbasis teknologi tepat guna yang menyatukan proses pemecahan kulit