• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN GAS NITROGEN SEBAGAI GAS PEMBAWA PADA KROMATOGRAFI GAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUJIAN GAS NITROGEN SEBAGAI GAS PEMBAWA PADA KROMATOGRAFI GAS"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN GAS NITROGEN SEBAGAI GAS PEMBAWA

PADA KROMATOGRAFI GAS

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Oleh:

Reforny Krisianti Gunawan

102316047

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PERTAMINA

JAKARTA

(2)

i KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penulis dapat melaksanakan kerja praktik dan menyelesaikan laporan kerja praktik. Laporan kerja praktik ini berjudul ―Pengujian Gas Nitrogen sebagai Gas Pembawa pada Kromatografi Gas‖.

Kerja praktik merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pertamina. Tugas khusus dalam laporan ini adalah mempelajari cara kerja gas chromatography di laboratorium Bahan Bakan Nabati (BBN) P3TKEBTKE.

Selama pelaksanaan kerja praktik dan penyusunan laporan kerja praktik, penulis telah mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua dan keluarga penulis atas semua dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini

2. Bapak Eduardus Budi Nursanto, PhD selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Universitas Pertamina

3. Ibu Ika Dyah Widharyanti, S.T, MS selaku koordinator kerja praktik Program Studi Teknik Kimia Universitas Pertamina

4. Bapak Agung Nugroho, PhD selaku pembimbing kerja praktik Program Studi Teknik Kimia Universitas Pertamina

5. Pak Zulkarnain, S.T selaku pembimbing di P3TKEBTKE

6. Bu Verina selaku Koordinator laboratorium BBN dan Pak Aminuddin yang telah membimbing penulis selama kerja praktik di laboratorium BBN

7. Salsabila dan Bernadetta selaku teman seperjuangan di P3TKEBTKE yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tak langsung

8. Seluruh karyawan dan staff P3TKEBTKE yang telah memberikan banyak bantuan 9. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu Demikian laporan kerja praktik ini disusun, semoga bermanfaat bagi berbagai pihak khususnya dalam perkembangan proses pembelajaran program studi teknik kimia Universitas Pertamina. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan agar laporan ini dapat menjadi lebih baik lagi.

Jakarta, 9 Agustus 2019

(3)

ii DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Kerja Praktik ... 2

1.3 Tempat Pelaksanaan ... 2

1.4 Waktu Pelaksanaan ... 2

BAB II PROFIL LEMBAGA ... 3

2.1 Sejarah Lembaga ... 3

2.2 Visi, Misi, dan Tujuan ... 4

2.3 Struktur Organisasi ... 5

2.4 Fasilitas ... 8

2.5 Daftar Hak Kekayaan Intelektual ... 8

2.5.1 Paten ... 8

2.5.2 Hak Cipta ... 8

2.6 Penempatan Kerja Praktik ... 9

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK ... 10

3.1 Jenis dan Bentuk Kerja Praktik ... 10

3.2 Prosedur Kerja Praktik ... 10

(4)

iii

3.4 Metodologi Penelitian ... 12

3.4.1 Tujuan ... 12

3.4.2 Dasar Teori ... 12

3.4.3 Alat dan Bahan ... 15

3.4.4 Cara Kerja ... 15

BAB IV HASIL KERJA PRAKTIK ... 19

4.1 Gas Stadar ... 19

4.2 Gas Sampel dari MAT Unit ... 27

BAB V TINJAUAN TEORITIS ... 33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(5)

iv DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data kromatogram gas standar tiap kondisi kolom porapak ... 24

Tabel 4.2 Data kromatogram gas standar tiap kondisi kolom MS ... 25

Tabel 4.3 Nama senyawa tiap puncak pada kromatogram sampel gas standar ... 26

Tabel 4.4 Data kromatogram gas MAT Unit 100℃, 100 kPa, 40 psi, kolom MS ... 28

Tabel 4.5 Data kromatogram gas MAT Unit 100℃, 100 kPa, 40 psi, kolom Porapak ... 28

Tabel 4.6 Nama senyawa tiap puncak pada kromatogram sampel gas MAT Unit ... 29

(6)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Organisasi P3TKEBTKE ... 5

Gambar 3.1 MAT Unit ... 10

Gambar 3.2 Seperangkat alat kromatografi gas Shimadzu GC-8AIT ... 15

Gambar 3.3 Syringe ... 15

Gambar 3.4 Pengatur suhu tempat injeksi dan kolom ... 16

Gambar 3.5 Valve pada tabung penyimpan gas nitrogen ... 16

Gambar 3.6 Pengatur tekanan gas pembawa pada kromatografi gas ... 17

Gambar 3.7 Tombol untuk mengatur rekorder ... 17

Gambar 3.8 Pengatur Fine dan Coarse ... 17

Gambar 3.9 Pengatur arus listrik dan kolom yang digunakan ... 18

Gambar 3.10 Tempat injeksi ... 18

Gambar 4.1 Kromatogram gas standar pada kondisi operasi 50℃, 50 kPa, 40 psi, (a) kolom MS dan (b) kolom Porapak ... 19

Gambar 4.2 Kromatogram gas standar pada kondisi operasi 80℃, 50 kPa, 40 psi, (a) kolom MS dan (b) kolom Porapak ... 20

Gambar 4.3 Kromatogram gas standar pada kondisi operasi 100℃, 50 kPa, 40 psi, (a) kolom MS dan (b) kolom Porapak ... 21

Gambar 4.4 Kromatogram gas standar pada kondisi operasi 100℃, 100 kPa, 40 psi, (a) kolom MS dan (b) kolom Porapak ... 23

Gambar 4.5 Kromatogram gas MAT Unit pada kondisi operasi 100℃, 100 kPa, 40 psi, (a) kolom MS dan (b) kolom Porapak ... 27

Gambar 4.6 Kromatogram gas MAT Unit pada saat argon sebagai gas pembawa pada kolom porapak ... 30 Gambar 4.7 Kromatogram gas MAT Unit pada saat argon sebagai gas pembawa kolom MS ...

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pemilihan Topik

Sampai saat ini, sumber energi yang digunakan di Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil. Konsumsi pemanfaatan energi fosil saat ini adalah BBM sebesar 52,50%; gas sebesar 19,04%; batubara sebesar 21,52%; air sebesar 3,73%; panas bumi sebesar 3,01%; dan energi baru yang hanya sebesar 0,2% (Kholiq, 2015). Dari data tersebut, energi fosil yang paling banyak digunakan adalah BBM. Perlu diketahui bahwa persediaan minyak bumi Indonesia pada tahun 2016 adalah 7.251,11 MMSTB atau mengalami penurunan 0,74% terhadap tahun 2015. Menurut data SKK Migas, cadangan minyak yang sudah diproduksi adalah sekitar 92,1% dari total cadangan. Produksi minyak bumi saat ini adalah sebesar 338 juta barel dan dengan memperhitungkan cadangan minyak bumi yang tersedia, maka cadangan minyak bumi yang tersedia diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 9 tahun mendatang (Sugiyono et al., 2018). Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan karena tidak lama lagi cadangan minyak akan habis dan tidak hanya minyak, energi fosil yang lainpun dapat habis. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sedang gencar untuk mencari alternatif lain agar ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil dapat berkurang sedikit demi sedikit.

Alternatif yang sedang gencar diteliti adalah energi terbarukan. Yang dimaksud energi terbarukan adalah sumber energi yang ketersediaannya dapat dipulihkan secara alami dan ramah lingkungan. Sumber-sumber energi terbarukan meliputi tenaga angin, tenaga air, biomassa, panas bumi dan tenaga surya. Indonesia memiliki sumber-sumber energi tersebut sehingga Indonesia memiliki potensi yang cukup tinggi untuk mengembangkan energi terbarukan. Salah satu pemanfaatan eneri terbarukan di Indonesia adalah pembuatan bahan bakar nabati (BBN). BBN merupakan semua bahan bakar yang terbuat dari minyak nabati. BBN memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan di Indonesia karena bahan bakunya yang berasal dari biomassa. Indonesia sendiri terkenal akan keberagaman hayati sehingga biomassa tidak sulit didapatkan (Prastowo, 2007).

Selain ketersediaannya yang melimpah, pengembangan BBN juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia. Tanaman yang berpotensi dijadikan bahan baku BBN sebagian besar adalah tanaman pangan dan pakan ternak. Selain itu, BBN juga dapat dihasilkan dari limbah pertanian. Dengan melibatkan masyarakat dan petani makan pengembangan BBN ini dapat meningkatkan penghasilan petani serta membuka lapangan kerja baru.

Terdapat beberapa metode yang saat ini dapat digunakan untuk mensintesis BBN. Salah satunya ada catalytic cracking. Catalytic cracking sendiri banyak jenis dan yang paling umum digunakan adalah Fluid Catalytic Cracking (FCC). Fluid catalytic cracking adalah proses yang menaikkan produk minyak bumi bernilai rendah menjadi produk yang bernilai tinggi. Proses ini menggunakan katalis yang dapat diregenerasi. Coke yang terdapat dalam reaktor akan dibakar bersamaan dengan katalis yang telah digunakan. Dari proses pembakaran tersebut katalis teregenerasi. RBDPO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil) merupakan turunan dari CPO (Crude Palm Oil) yang sifatnya seperti crude oil sehingga nilainya produknya masih rendah. Dengan menggunakan metode fluid catalytic cracking diharapkan RBDPO dapat diubah menjadi biogasoline.

(8)

2 Dari pemaparan tersebut, pengembangan BBN dengan metode yang tepat memberi banyak keuntungan bagi berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis memilih topik proses produksi BBN (Biogasoline) dengan metode fluid catalytic cracking.

1.2 Tujuan

Kerja praktik dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menerapkan ilmu pengetahuan baik secara teori maupun praktik yang telah dipelajari selama perkuliahan

2. Mempelajari kesehatan dan keselamatan kerja serta sarana lain yang menunjang kegiatan dalam lembaga atau instansi tempat mahasiswa bekerja

3. Membuat BBN dengan metode fliud catalytic cracking

4. Menganalisis produk yang dihasilkan dengan alat-alat yang tersedia

1.3 Tempat Pelaksanaan

Kerja praktik dilaksanakan di 2 tempat, minggu pertama dilaksanakan di kantor P3TKEBTKE yang bertempat di Jl. Ciledug Raya Kavling 109, Cipulir, Kebayoran Lama Jakarta Selatan 12230. Seterusnya praktikan ditempatkan di laboratorium BBN milik P3TKEBTKE yang bertempat di Jl. Pendidikan, Kampung Cibarengkok RT 004/03 Kel. Pengasinan, Kec. Gunung Sindur, Kab. Bogor 16340.

1.4 Waktu Pelaksanaan

Kerja praktik dilaksanakan selama 2 bulan, terhitung mulai dari tanggal 10 Juni 2019 hingga 10 Agustus 2019. Waktu pelaksanaan kerja praktik di P3TKEBTKE:

Hari : Senin – Jumat

Jam Kerja : 08.00 – 16.00 WIB

(9)

3 BAB II

PROFIL LEMBAGA

2.1 Sejarah P3TKEBTKE

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) merupakan Unit Eselon II dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Balitbang ESDM) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tanggal 1 Maret 1991 tentang Penyusunan, Penerapan, dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia, Direktorat Jendral Listrik dan Pengembangan Energi (Ditjen LPE) ditugasi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan agar tercapai keselamatan kerja, keselamatan umum, dan pengembangan usaha yang sehat dengan cara penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Dengan adanya tugas tersebut yang cukup berat, melalui Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1748 Tahun 1992 tanggal 31 Desember 1992 tentang Organisasi dan Tatat Kerja Departemen Pertambangan dan Energi, dibentuklah Balai Pengujian Ketenagalistrikan dan Pengembangan Energi.

Seiring berkembangnya kegiatan dan pembangunan pada bidang ketenagalistrikan dan energi, harus diikuti juga oleh berkembangnya kemampuan dari sumber daya manusia, oleh karena itu perlu ada peningkatan kemampuan melaksanakan tugas melalui sumber daya manusia di sektor ketenagalistrikan. Maka, pada tanggal 17 februari tahun 1998, melalui Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 169 Tahun 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jendral Listrik dan Pengembangan Energi, Balai Pengujian Ketenagalistrikan dan Pengembangan Energi berubah menjadi Balai Pengujian dan Pelatihan Ketenagalistrikan dan Pengembangan Energi Energi.

Dengan adanya perkembangan teknologi di bidang ketenagalistrikan dan energi, pemerintah memerlukan usaha dan kegiatan dalam penelitian dan pengembangan usaha serta peningkatan sumber daya manusia, oleh sebab itu melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 150 Tahun 2001 tanggal 2 Maret 2001 dan Nomor 1915 Tahun 2001 tanggal 23 Juli 2001, terbentuklah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Energi Ketenagalistrikan (P3TEK) di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral.

Pada tahun 2005, terbit Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 30 Tahun 2005 tanggal 20 Juli 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dari sana, P3TEK berubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan (P3TKEBT).

Dalam perkembangannya, selanjutnya P3TKEBT berubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) seperti yang dikenal sekarang melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tanggal 22 November 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Pada tahun 2017 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 932/KMK.05/2017, P3TKEBTKE bertransformasi menjadi Badan Layan Umum (BLU) dari yang sebelumnya segala kegiatan operasional dibiayai oleh APBN kini sumber pembiayaan dan pengelolaan keuangan dilakukan secara mandiri.

(10)

4 Dengan perubahan status P3TKEBTKE menjadi BLU, P3KTEBTKE menjadi instansi yang lebih profesional dan mampu menghasilkan produk serta jasa unggulan yang siap bersaing dalam dunia usaha.

2.2 Visi, Misi dan Tujuan

Adapun visi, misi dan tujuan yang diterapkan P3TKEBTKE yakni: Visi:

Terwujudnya lembaga Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan yang professional dan handal serta mampu memberikan hasil-hasil yang nyata bagi kemajuan teknologi ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan di Indonesia.

Misi:

 Melakukan penelitian dan pengembangan ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan.

 Memberikan masukan kepada pemerintah dalam pembuatan kebijakan bidang ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan.

 Memberikan pelayanan jasa teknologi dan rekayasa serta jasa informasi bidang ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan.

Tujuan:

Terimplementasikannya hasil litbang KEBTKE oleh Pemerintah, industry dan sinergi kelembagaan untuk mendukung pengembangan kebijakan dan sub sektor KEBTKE dapat dicapai.

(11)

5

2.3 Struktur Organisasi

(12)

6 Sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memiliki:

1. Tugas Pokok : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi mempunyai tugas melaksanakan penelitian, pengembangan, perekayasaan teknologi, pengkajian dan survei, serta pelayanan jasa di bidang ketenagalistrikan, energi baru, terbarukan, dan konservasi energi.

2. Fungsi : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, menyelenggarakan fungsi:

 Penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program penelitian, pengembangan dan perekayasaan teknologi, pengkajian dan survei di bidang ketenagalistrikan, energi baru, terbarukan dan konservasi energi;

 Pelaksanaan dan pelayanan jasa penelitian, pengembangan, perekayasaan teknologi, pengkajian dan survei, serta pengelolaan pengetahuan dan inovasi di bidang ketenagalistrikan, energi baru, terbarukan, dan konservasi energi;

 Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penelitian, pengembangan, dan perekayasaan teknologi, pengkajian dan survei di bidang ketenagalistrikan, energi baru, terbarukan, dan konservasi energi; dan

 Pelaksanaan administrasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi. Berikut struktur organisasi dari P3TKEBTKE :

1. Bagian Tata Usaha

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan kepegawaian, rumah tangga, ketatausahaan, dan keuangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.

2. Bidang Program

Bidang program mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana, program,anggaran serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penelitian, pengembangan, perekayasaan teknologi, pengkajian dan survei di bidang ketenagalistrikan, energi baru,terbarukan dan konservasi energi.

3. Bidang Penyelenggaraan dan Sarana Penelitian dan Pengembangan

Bidang Penyelenggaraan dan Sarana Penelitian dan Pengembangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pelaksanaan dan pengelolaan sarana teknis dan pelayanan jasa penelitian, pengembangan, perekayasaan teknologi, dan pengkajian dan survei di bidang ketenagalistrikan, energi baru, terbarukan dan konservasi energi.

4. Bidang Afiliasi dan Informasi

Bidang Afiliasi dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, rencana, program, pelaksanaan, dan pelaporan kerja sama, serta penyebarluasan informasi hasil penelitian, pengembangan, perekayasaan teknologi, pengkajian dan survei, serta pengelolaan hak kekayaan intelektual, penetahuan dan inovasi di bidang ketenagalistrikan, energi baru terbarukan dan konservasi energi.

5. Kelompok Program Penelitian dan Pengembangan (KP3) Teknologi Ketenagalistrikan Fungsi KP3 Teknologi Ketenagalistrikan:

 Perumusan rencana strategis dan program penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang teknologi ketenagalistrikan;

(13)

7  Pengaturan pelaksanaan penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian,

perekayasaan di bidang teknologi ketenagalistrikan;

 Pengelolaan kerjasama penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang teknologi ketenagalistrikan;

 Pengelolaan data dan informasi hasil penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang teknologi ketenagalistrikan;

 Evaluasi pelaksanaan penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang teknologi ketenagalistrikan;

 Pembinaan sumber daya manusia pada Kelompok Program Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan.

6. Kelompok Program Penelitian dan Pengembangan (KP3) Teknologi Energi Baru Terbarukan

Fungsi KP3 Teknologi Energi Baru Terbarukan:

 Perumusan rencana strategis dan program penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang teknologi energi baru terbarukan;

 Pengaturan pelaksanan penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang teknologi energi baru terbarukan;

 Pengelolaan kerjasama penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang teknologi energi baru terbarukan;

 Pengelolaan data dan informasi hasil penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang teknologi energi baru terbarukan;

 Evaluasi pelaksanaan penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang teknologi energi baru terbarukan;

 Pembinaan sumber daya manusia pada Kelompok Program Penelitian dan Pengembangan Energi Baru Terbarukan.

7. Kelompok Program Penelitian dan Pengembangan (KP3) Teknologi Ekonomi, Konservasi, dan Lingkungan Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan

Fungsi KP3 Tekno Ekonomi, Konservasi, dan Lingkungan Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan:

 Perencanaan penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian,

perekayasaan di bidang tekno ekonomi, konservasi, dan lingkungan ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan;

 Pelaksanaan penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian,

perekayasaan di bidang tekno ekonomi, konservasi, dan lingkungan ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan;

 Pemberian pelayanan jasa penelitian dan pengembangan penyelidikan, pengkajian,

perekayasaan di bidang tekno ekonomi, konservasi, dan lingkungan

ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan;

 Pelaksanaan kerjasama penelitidan dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang tekno ekonomi, konservasi, dan lingkungan ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan;

 Pengelolaan data dan informasi hasil penelitidan dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang tekno ekonomi, konservasi, dan lingkungan ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan;

(14)

8  Evaluasi pelaksanaan penelitian dan pengembangan, penyelidikan, pengkajian, perekayasaan di bidang tekno ekonomi, konservasi, dan lingkungan ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan;

 Pembinaan sumber daya manusia pada Kelompok Program Penelitian dan Pengembangan Tekno Ekonomi, Konservasi, dan Lingkungan Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan.

2.4 Fasilitas Laboratorium

Sebagai sebuah lembaga penelitian, P3TKEBTKE dilengkapai dengan berbagai fasilitas sebagai berikut:

1. Ketenagalistrikan

Mencakup uji lampu swablast, tusuk kontak kotak kontak (plug and socket) saklar, NCB.

2. Fuel cell

Mencakup MEA, hotpress, solatron, Pembangkit Listrik FC 2x500 W 3. Kimia dan Lingkungan

Mencakup AAS, GC, kualitas air, biodiesel, dan uji emisi pembangkit listrik 4. Kalibrasi

Mencakup digital multimeter, Mega ohm Meter, KWh meter.

2.5 Daftar Hak Kekayaan Intelektual

2.5.1 Paten

1. Metode Pembuatan Elektroda Difusi Gas dengan Sputtering dan Produknya 2. Bilah Turbin Angin Pembangkit Listrik Tenaga Angin Kapasitas Menengah

(100 kW)

3. Automatic Load Controller (ALC) Berbasis Microcontroller ATmega 128 untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)

4. Metode Pembuatan Peta Potensi Energi Angin 5. Metode Pembuatan Peta Potensi Energi Mikro Hidro 6. Metode Pembuatan Peta Potensi Energi Surya

7. Metode Pembuatan Peta Potensi Energi Biogas Limbah Ternak Sapi dan Kerbau

2.5.2 Hak cipta

1. Peta Potensi Energi Angin Indonesia Skala 27km 2. Peta Potensi Energi Surya Indonesia 27km 3. Peta Potensi Energi Mikrohidro Sumatera 4. Buku Peta Potensi Energi Surya Indonesia 5. Buku Peta Potensi Energi Angin Indonesia 6. Buku Peta Potensi Energi Mikro Hidro Indonesia 7. Peta Potensi Energi Mikro Hidro Papua

8. Peta Potensi Energi Mikro Hidro Kalimantan 9. Peta Potensi Energi Mikro Hidro Indonesia 10. Peta Potensi Energi Angin Indonesia Skala 5km 11. Peta Potensi Energi Surya Indonesia Skala 5km 12. Peta Potensi Energi Mikro Hidro Jawa

(15)

9

2.6 Penempatan Kerja Praktik

Selama melaksanakan kerja praktik, peserta ditempatkan sesuai jurusan kuliah yang sedang ditempuh. Karena peserta berasal dari jurusan teknik kimia maka peserta ditempatkan pada bagian laboratorium. Laboratorium P3TKEBTKE sedang melakukan sebuah penelitian tentang pembuatan Bahan Bakar Nabati (BBN) atau biogasoline dari RBDPO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil) menggunakan metode Fluid Catalytic Cracking, Peserta kerja praktik diajak untuk berkontribusi pada penelitian ini karena sesuai dengan jurusan yang sedang ditempuh.

(16)

10 BAB III

KEGIATAN KERJA PRAKTIK

3.1 Jenis dan Bentuk Kegiatan Kerja Praktik

Selama kegiatan kerja praktik, mahasiswa ditempatkan di bagian Laboratorium Bahan Bakar Nabati (BBN). Penelitian yang sedang dijalankan oleh laboratorium BBN adalah membuat biogasoline dari RBDPO dengan metode Fluid Catalytic Cracking. Alat utama yang digunakan untuk memproduksi biogasoline adalah MAT Unit (Micro Activity Test Unit). Tujuan dari penelitian ini adalah mencari kinetika reaksi cracking RBDPO menjadi biogasoline agar dapat di scale-up ke skala pabrik melalui simulasi dengan simulator CFD (Computational Fluid Dynamic). Mahasiswa diajak berperan aktif dalam proses penelitian tersebut.

Gambar 3.1 MAT Unit

3.2 Prosedur Kerja Praktik

Pengenalan gedung dan fasilitas dilaksanakan pada masa awal kerja praktik agar mahasiswa dapat mengenali lokasi dengan baik serta dapat bekerja dengan nyaman. Selanjutnya, sebelum berpartisipasi langsung dalam penelitian, mahasiswa diberi arahan dan pelatihan tentang tugas yang harus dikerjakan selama kerja praktik. Mahasiswa juga diberi manual book alat utama agar dapat memahami cara kerja alat dan dapat bekerja dengan baik.

Sintesis biogasoline dilakukan bersama pembimbing karena alat yang digunakan cukup rumit sehingga mahasiswa masih perlu dibimbing. Berikut kegiatan-kegiatan yang dilakukan mahasiswa selama kerja praktik:

1. Melakukan leak test alat pada setiap vial yang tersedia (terdapat 4 vial) sebelum proses sintesis dilakukan. Saluran yang mengarah pada vial dialirkan nitrogen atau udara hingga tekanan mencapai 1,5 bar. Ketika tekanan sudah tercapai, aliran diberhentikan kemudian mengamati grafik tekanan selama dua menit, jika grafik stabil

(17)

11 maka tidak ada kebocoran, jika grafiknya turun maka terdapat kebocoran. Proses diulang untuk vial lainnya.

2. Mengoperasikan MAT Unit untuk sintesis biogasoline. Proses sintesis dilakukan 4 kali untuk 4 vial yang tersedia. Produk yang dihasilkan adalah padatan (char yang tertinggal di reactor liquid dan gas. Proses berlangsung secara otomatis.

3. Melakukan recovery produk. Recovery dilakukan dengan memisahkan antara air, minyak ringan (oil) dan heavy yang terkandung dalam produk liquid menggunakan mikropipet. air, oil dan heavy yang sudah dipisahkan ditimbang untuk mengetahui kualitas produk.

4. Membuat pelarut untuk proses cleaning alat. Pelarut dibuat dengan mencampurkan etanol dan n-heksana grade p.a. dengan ratio 1:1. Jumlah pelarut yang dibuat tergantung kebutuhan.

5. Melakukan cleaning pada alat setelah proses sintesis. Proses ini dilakukan dengan menggunakan pelarut yang telah dibuat (50% etanol dan 50% heksana). Larutan tersebut dialirkan pada saluran yang mengarah pada tiap vial. Bagian bawah saluran vial dipasang selang yang diarahkan pada wadah agar cairan yang keluar tidak tumpah. 6. Menganalisis produk gas yang dihasilkan. Gas dianalisis dengan kromatografi gas/Gas

Chromatography (GC). Sampel akan disuntikan ke dalam GC melaui port khusus menggunakan sebuah syringe. Setiap sampel akan dianalisis 2 kali dengan kolom yang berbeda. Kemudian, kromatogram yang dihasilkan akan dianalisis untuk mengetahui seberapa baik produk yang dihasilkan.

7. Membantu dalam proses persiapan sampel sebelum dianalisis menggunakan SIMDIS. Sampel dibuat dengan mencampurkan fraksi minyak dan heavy dari produk liquid MAT Unit kemudian dicampur dengan CS2 dengan perbandingan 1:60.

3.3 Latar Belakang Tugas Khusus

Salah satu cara untuk menganalisis kandungan dalam suatu sampel gas adalah menggunakan kromatogafi gas. Dalam proses sintesis biogasoline dari RBDPO, selain produk liquid, terdapat produk lain yang dihasilkan dari MAT Unit yaitu produk gas. Laboratorium BBN P3TKEBTKE menganalisis kandungan senyawa dalam gas tersebut menggunakan kromatografi gas Shimadzu 8A. Kolom yang digunakan dalam kromatografi gas merupakan packed column. Pada kromatografi gas tersebut, digunakan 2 kolom dengan fasa diam yang berbeda yang berbeda yaitu kolom pertama fasa diamnya Molecular Sieve yang berfungsi untuk mendeteksi senyawa anorganik dan kolom kedua fasa diamnya porapak-Q yang berfungsi untuk mendeteksi senyawa organik dalam gas. Detektor yang digunakan adalah TCD (Thermal Conductivity Detector) sehingga konduktivitas termal senyawa yang dianalisis sangat berpengaruh.

Kromatografi gas yang dimiliki Laboratorium BBN P3TKEBTKE merupakan model lama sehingga segalanya masih diatur dengan manual, tidak menggunakan komputer. Hal-hal yang harus diatur pada alat adalah suhu kolom dan suhu injection port, tekanan gas pembawa, current, dan kepolaran. Hal-hal tersebut mempengaruhi kinerja alat dan kromatogam yang dihasilkan.

Pada kromatografi gas dibutuhkan sebuah fasa gerak atau biasa dikenal dengan gas pembawa (carrier gas). Gas pembawa bertugas untuk mengangkut/membawa cuplikan/sampel dari kolom menuju detektor. Gas pembawa yang digunakan pada proses ini adalah argon. Selama argon digunakan, semua kandungan dalam gas dapat tebaca. Hal

(18)

12 ini diketahui dari kromatogram yang dihasilkan. Namun, gas argon harganya cukup mahal. Untuk ukuran 40 L, harga argon UHP mencapai Rp 1.700.000,00 . Ketersediannya pun juga tidak mudah dicari sehingga jika gas tersebut sering digunakan harus ada persediaan yang tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar. Padahal, gas yang bisa dijadikan gas pembawa cukup banyak dan terdapat yang lebih murah. Salah satunya adalah gas nitrogen. Nitrogen harganya jauh lebih murah daripada argon. Untuk ukuran yang sama (40 L), nitrogen UHP harganya Rp 700.000,00 yang jelas lebih murah 2 kali lipat. Selain itu, gas nitrogen juga lebih mudah dicari karena ketersediannya lebih banyak.

Jika dilihat dari segi harga nitrogen lebih murah daripada argon. Namun dari segi penggunaannya nitrogen sebagai gas pembawa untuk menganalisis gas hasil cracking di P3TKEBTKE, kinerjanya belum diketahui. Oleh sebab itu, tugas khusus pada laporan ini adalah menguji nitrogen sebagai gas pembawa pada analisis sampe hasil MAT Unit agar dapat diketahui apakah gas nitrogen dapat menganalisis sampel gas MAT Unit dan menggantikan gas argon sebagai gas pembawa pada proses penelitian di Laboratorium BBN P3TKEBTKE.

3.4 Metodologi Penelitian

3.4.1 Tujuan

Penelitian dalam kerja praktik ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari kinerja gas pembawa argon dan nitrogen. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat apakah nitrogen dapat menggantikan argon sebagai gas pembawa dalam kromatografi gas yang digunakan.

3.4.2 Dasar teori

Kromatografi merupakan suatu istilah umum yang biasa digunakan untuk teknik pemisahan yang didasarkan pada partisi sampel diantara suatu fasa gerak (berupa cairan atau gas) dan fasa diam (berupa cairan maupun padatan). Berdasarkan pemakaian fasa gerak, kromatografi dibagi menjadi kromatografi cair dan kromatografi gas yang merupakan fokus utama laporan ini. Kromatografi gas (GC) merupakan teknik pemisahan senyawa-senyawa kimia yang volatile (mudah menguap) berdasarkan berat molekul. Kromatografi gas adalah metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan camputan yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan untuk memisahkan campuran cukup beragam yakni beberapa menit untuk campuran yang sederhana dan berjam-jam untuk campuran yang memiliki komponen diatas 500. Efisiensi pemisahan ditentukan dengan besarnya interaksi antara sampel dan cairan, dengan menggunakan fase cair standar yang diketahui efektif untuk berbagai senyawa.

Kromatografi gas juga memiliki bagian-bagian penting yang mempunya fungsinya masing-masing. Komponen-komponen utama dalam kromatografi gas adalah (Megantari, 2014):

1. Gas pengangkut

Dalam mengoperasikan kromatografi gas, diperlukan sebuah gas pembawa (carrier gas). Gas pembawa biasa ditempatkan dalam tabung bertekanan tinggi. Gas tersebut tidak dapat digunakan langsung sehingga tekanannya harus kembali diatur pada kromatografi gas. Gas pembawa yang digunakan tergantung pada detektor dan sampel yang dianalisis. Misalnya, jika dalam sampel yang dianalisis terdapat

(19)

13 hidrogen maka gas pembawa yang digunakan tidak boleh hidrogen karena detector tidak akan menganalisis komponen yang sama dengan gas pembawa sehingga nitrogen yang terkandung dalam sampel tidak akan keluar dalam kromatogram. Fungsi gas pembawa adalah membawa/mengangkut sampel dari kolom ke detektor. Adapun syarat agar gas dapat digunakan sebagai gas pembawa yaitu:

1. Harus inert agar gas pembawa tidak bereaksi dengan sampel yang terdapat dalam kolom

2. Murni dan mudah diperoleh

3. Disesuaikan dengan detektor yang digunakan 2. Tempat injeksi (injection port)

Cuplikan atau sampel yang masuk dalam kromatografi gas harus berfasa gas. Namun, banyak senyawa organik yang berfasa cair sehingga tempat injeksi mempunya pengatur suhu agar dapat merubah semua cuplikan menjadi fasa gas seutuhnya. Suhu pada tempat injeksi biasanya 50℃ atau disesuaikan dengan titik didih paling tinggi cuplikan yang dianalisis. Jika titik didih dalam komponen cuplikan tidak diketahui maka harus dicoba. Suhu dalam tempat injeksi tidak boleh terlalu tinggi karena bisa menyebabkan komponen mengalami penguraian.

Untuk memasukkan cuplikan diperlukan sebuah alat yaitu suntikan (syringe). Suntikan yang berisi cuplikan akan diinjek ke tempat injeksi. Jumlah cuplikan yang dimasukkanpun tidak boleh terlalu banyak karena kromatografi gas merupakan alat yang sensitif. Biasanya, jumlah cuplikan yang dimasukkan adalah 0,5 -50 ml untuk fasa gas dan 0,2 - 20 ml untuk fasa cair.

3. Kolom

Kolom merupakan tempat terpisahnya komponen-komponen dari cuplikan. Kolom dibuat melimgkar sehingga saat cuplian masuk, cuplikan akan berputar, komponen satu per satu akan terpisah karena afinitasnya terhadap isi kolom. Terdapat 2 jenis kolom pada kromatografi gas yakni packed column dan capillary column. Perbedaan utama kedua kolom ini adalah packed column memiliki ukuran yang lebih kecil yakni dengan rentang kolom 1-10 meter dan diameter 0,2-0,6 cm. Sedangkan capillary column memiliki rentang kolom 15-100 meter dengan internal diameter 0,1-0,53 mm.

4. Detektor

Detektor berfungsi untuk mendeteksi atau membaca komponen-komponen yang telah dipisahkan dalam kolom. Selain mendeteksi senyawa, detektor juga berfungsi untuk mengubah sifat molekul dari senyawa menjadi arus listrik yang akan diteruskan ke rekorder untuk dicatat dalam kromatogram. Adapun detektor yang bisa digunakan pada kromatografi gas:

 Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector/FID)

 Detektor hantaran panas (Thermal Conductivity

(20)

14

 Detektor fotometrik nyala (Flame Photometric

Detector/FPD)

 Detektor penangkap elektron (Electron Capture

Detector/ECD)  Detektor nyala alkali

 Detektor spektroskopi massa

Namun, detektor yang paling banyak digunakan adalah FID dan TCD. Kedua detektor tersebut dapat mendeteksi berbagai macam komponen. TCD lebih bersifat universal karena dapat mendeteksi setiap komponen selain gas pembawa dalam jumlah yang cukup banyak serta TCD sangat sensitif saat mendeteksi hidrokarbon. Sedangkan FID tidak dapat mendeteksi air. Perbedaan lain dari kedua detektor tersebut adalah, TCD merupakan detektor non destruktif yang artinya detektor tersebut tidak merusak cuplikan sedangkan FID merupakan dektektor destruktif.

5. Oven kolom

Kolom terdapat di dalam sebuah oven pada kromatografi gas. Suhu pada oven sebaiknya diatur dibawah titik didih sampel. Jika suhu terlalu tinggi, fase diam dalam kolom dapat menguap serta beberapa komponen dalam sampel dapat larut pada suhu tinggi.

6. Rekorder

Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor menjadi bentuk kromatogram. Dari kromatogram dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung luas area maupun tinggi dari kromatogram. Sedangkan analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi dengan standar. Hasil dari rekorder adalah sebuah kromatogram yang menggambarkan puncak (peak) setiap komponen. Kromtografi gas memiliki 2 fasa, fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam (stationary phase) berupa cairan atau polimer yang terikat pada zat padat sebagai penunjangnnya sedangkan fasa gerak (mobile phase) adalah gas pembawa. Prinsip kerja kromatografi gas adalah saat sampel diinjeksikan ke alat, sampel akan menguap dan diangkut gas pembawa menuju kolom. Komponen dalam sampel akan berinteraksi dengan fasa diam pada kolom kemudian merambat dengan kecepatan berbeda-beda tergantung kekuatan ikatan komponen dengan fasa diam kemudian komponen terpisah. Komponen tersebut akan dibawa ke detektor dan dicatat oleh rekorder. Prinsip utamanya adalah perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam melalui kolom.

FID tidak digunakan sebagai detektor pada kromatografi gas karena FID lebih cocok untuk gas yang combustible seperti hirdrokarbon namun pada analisis ini terdapat CO2 (tidak mudah terbakar) yang harus dideteksi sehingga FID kurang cocok. Karena detektor yang digunakan adalah TCD maka konduktivitas termal sangat mempengaruhi. Gas-gas mempunyai konduktivitas termal yang berbeda-beda. Agar pendeteksian lancar dan kromatogram yang dihasilkan bagus, sampel

(21)

15 yang dianalis dengan gas pembawa harus memiliki perbedaan konduktivitas termal. Semakin jauh perbedaannya maka sensitivitas detektor semakin baik.

3.4.3 Alat dan bahan

Alat yang digunakan untuk analisis kromatografi gas adalah kromatografi gas Shimadzu GC-8AIT (gambar 3.2), suntikan (syringe) (gambar 3.3), dan sample bag. Sedangkan, bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah gas standar (mengandung CO, CO2, CH4, C2H2, C2H4, C2H6, C3H6, C3H8, N2, H2), sampel dari MAT Unit, nitrogen dan argon.

Gambar 3.2 Seperangkat alat kromatografi gas Shimadzu GC-8AIT

Gambar 3.3 Syringe

3.4.4 Cara kerja

1. Gas pembawa dipastikan terhubung dengan kromatografi gas.

2. Tekan tombol ON untuk menyalakan kromatografi gas Shimadzu-8AIT

3. Kolom dan tempat injeksi diatur suhunya kemudian tunggu hingga lampu ready menyala yang menandakan suhu sudah mencapai tujuan.

(22)

16 Gambar 3.4 Pengatur suhu tempat injeksi dan kolom

4. Tekanan gas pembawa dari tabung penyimpanan diatur sampai mencapai 40 psi dengan valve pada regulator.

Gambar 3.5 Valve pada tabung penyimpan gas nitrogen

5. Tekanan gas pembawa pada kromatografi gas diatur secara perlahan dengan memutar pegangan khusus.

(23)

17 Gambar 3.6 Pengatur tekanan gas pembawa pada kromatografi gas 6. Waktu analisis diatur sesuai yang diinginkan dengan cara menekan command

lalu menekan L (STOP TM) kemudian masukkan angka sesuai waktu yang diinginkan. Setelah itu tekan enter.

Gambar 3.7 Tombol untuk mengatur rekorder

7. Tegangan listrik pada rekorder dibuat menjadi dibawah 10 µV dan diatas -10 µV dengan memutar coarse dan fine. Coarse untuk merubah dalam skala besar sedangkan fine dalam skala lebih kecil.

Gambar 3.8 Pengatur Fine dan Coarse

8. Tombol dipastikan sesuai dengan fase diam yang ingin digunakan. Positif untuk porapak dan negatif untuk molecular sieve.

(24)

18 Gambar 3.9 Pengatur arus listrik dan kolom yang digunakan

9. Sampel yang ingin dianalisis diambil menggunakan syringe sebanyak yang diinginkan (paling banyak 1 mL).

10. Syringe ditusuk ke dalam tempat injeksi lalu pegangan syringe didorong secara perlahan agar sampel dapat masuk ke kromatografi gas.

Gambar 3.10 Tempat injeksi

(25)

19 BAB IV

HASIL KERJA PRAKTIK

Sebelum pembahasan dimulai perlu disampaikan parameter penetuan kualitas kromatogram yang penulis rangkum, yakni:

1. Puncak tiap komponen pada kromatogram berbentuk runcing 2. Puncak tiap komponen pada kromatogram tidak saling bertumbukan 3. Tiap komponen terdeteksi pada kromatogram

4. Baseline pada kromatogram (sumbu y) stabil

4.1 Gas standar

Untuk memastikan nitrogen dapat digunakan sebagai gas pembawa, nitrogen dicoba untuk medeteksi gas standar pada kromatografi gas. Kondisi operasi saat nitrogen menjadi gas pembawa belum diketahui sehingga harus dicoba terlebih dahulu. Pada percobaan mencari kondisi operasi, parameter yang diubah adalah suhu kolom dan tempat injeksi (selalu disamakan) dan tekanan gas pembawa pada kromatografi gas. Percobaan pertama dilakukan pada suhu 50 ℃ dan tekanan 50 kPa. Akan tetapi kromatogram yang didapatkan kurang bagus karena bentuk puncak yang tidak runcing (gambar 4.1).

(26)

20 Gambar 4.1 Kromatogram gas standar pada kondisi operasi T = 50℃, P carrier gas = 50

kPa, P tabung = 40 psi, Current = 90 (a) kolom MS dan (b) kolom Porapak

Selanjutnya, percobaan dilakukan dengan menaikkan suhu ke 80℃ dengan tekanan yang sama yakni 50 kPa. Hasilnya kromatogram yang didapatkan puncaknya tidak runcing dan baseline pada kolom MS tidak stabil (gambar 4.2) sehingga kromatogram belum dapat dikatakan bagus.

(b)

(27)

21 Gambar 4.2 Kromatogram gas standar pada kondisi operasi T = 80℃, P carrier gas = 50

kPa, P tabung = 40 psi, Current = 90 (a) kolom MS dan (b) kolom Porapak

Pada percobaan suhu kolom dan tempat injeksi 100℃ serta tekanan gas pembawa 50 kPa, puncak yang dihasilkan pada kromatogram cukup bagus. Pada kolom porapak, kromatogram memiliki puncak yang cukup runcing dan tidak bertumpuk (gambar 4.3 (b)). Namun, pada kolom MS puncak yang dihasilkan tidak terlalu baik (gambar 4.3 (a)). Terlihat dari puncaknya yang sangat landai dan baseline nya yang tidak stabil.

(b)

(28)

22

Gambar 4.3 Kromatogram gas standar pada kondisi operasi T = 100℃, P carrier gas = 50 kPa, P tabung = 40 psi, Current = 90 (a) kolom MS dan (b) kolom Porapak

Kemudian, dilakukan percobaan untuk menaikkan tekanan gas pembawa sehingga suhu tetap 100℃ dan tekanan gas pembawa menjadi 100 kPa. Hasil yang didapat pun dinilai sudah bagus. Pada kolom porapak, puncak yang didapat runcing, tidak bertumpuk dan baseline cukup stabil (gambar 4.4 (b)). Sedangkan pada kolom MS, puncak yang didapat pun cukup bagus karena puncak yang didapat cukup runcing dan tidak bertumpuk walaupun baseline tidak terlalu stabil (gambar 4.4 (a)). Namun jika dibandingkan dengan percobaan sebelumnya, kromatogram pada kedua kolom ini paling baik sehingga disimpulkan bahwa kondisi operasi ini yang terbaik dan kondisi operasi ini yang digunakan untuk sampel.

(29)

23 Gambar 4.4 Kromatogram gas standar pada kondisi operasi T = 100℃, P carrier gas = 100

kPa, P tabung = 40 psi, Current = 90 (a) kolom MS dan (b) kolom Porapak

Selain bentuk puncak dan baseline yang terlihat pada kromatogram, hasil yang harus dilihat juga komponen yang terbaca. Oleh karena itu, pada setiap kondisi operasi, data kromatogram disesuaikan dengan komponen yang harusnya terbaca. Data tersebut dapat diihat pada tabel 4.1 untuk kolom Porapak dan tabel 4.2 untuk kolom Molecular Sieve (MS) yang dicocokan dengan tabel 4.3 (halaman selanjutnya)

(30)

24 Tabel 4.1 Data kromatogram sampel gas standar tiap kondisi operasi pada kolom porapak

PORAPAK

Kondisi Operasi No. Peak Time Area Height Concentration

T = 50 ℃ 1 8.779 1431879 21495 29.1824 P car.gas = 50 kPa 2 11.235 2335 301 0.0476 3 17.825 2275246 32387 46.3706 4 65.98 1197198 6458 24.3995 TOTAL 4906658 60641 100 T = 80 ℃ 1 8.591 1257629 18371 16.1061 P car.gas = 50 kPa 2 10.197 90454 3188 1.1584 3 14.3 2356508 37961 30.179 4 21.091 65379 4313 0.8373 5 23.606 389403 4346 4.987 6 36.618 1687851 11183 21.6158 7 48.15 1227879 8796 15.7251 8 67.854 733322 3305 9.3914 TOTAL 7808425 91463 100 T = 100 ℃ 1 9.352 1539013 18801 14.3103 P car.gas = 50 kPa 2 14.2 3270972 46623 30.4148 3 18.916 93334 5729 0.8679 4 21.356 611905 6195 5.6897 5 30.156 2412509 16337 22.4325 6 37.777 1731039 13291 16.0959 7 48.458 1095778 5791 10.189 TOTAL 10754550 112767 100 T = 100 ℃ 1 4.818 457528 14692 7.5526

(31)

25 P car.gas = 100 kPa 2 5.563 31261 2494 0.516 3 7.317 1343871 48352 22.1839 4 9.838 35174 5368 0.5806 5 10.86 259871 6135 4.2898 6 15.561 1026000 15788 16.9367 7 19.429 722773 13595 11.9312 8 24.951 401656 5411 6.6303 9 53.525 785476 6357 12.9662 10 60.117 994246 6759 16.4125 TOTAL 6057856 124951 100

Tabel 4.2 Data kromatogram sampel gas standar tiap kondisi operasi pada kolom MS

MOLECULAR SIEVE

Kondisi Operasi No. Peak Time Area Height Concentration T = 50 ℃ 1 15.685 3963738 13441 74.5285 P car.gas = 50 kPa 2 18.238 1354679 8955 25.4715 TOTAL 5318417 22396 100 T = 80 ℃ 1 20.117 2563469 13187 34.0102 P car.gas = 50 kPa 2 33.673 312506 2044 4.1461 3 79.567 4661384 13914 61.8437 TOTAL 7537359 29145 100 T = 100 ℃ 1 20.742 2934368 13800 28.6738 P car.gas = 50 kPa 2 31.883 239550 1603 2.3408 3 66.592 7059704 21872 68.9854 TOTAL 10233622 37275 100 T = 100 ℃ 1 9.62 1088832 14943 28.693 P car.gas = 100 kPa 2 14.814 102583 1949 2.7033

(32)

26

3 30.78 2603355 25747 68.6038

TOTAL 3794770 42639 100

Tabel 4.3 Nama senyawa tiap puncak pada kromatogram sampel gas standar (didapat dari laboratorium BBN P3TKEBTKE) No. Peak Nama Senyawa MS PORAPAK 1 H2 H2 2 O2 O2 3 CH4 CH4 4 CO C2H2 5 - CO2 6 - C2H4 7 - C2H6 8 - C3H6 9 - C3H8

Dari percobaan ini dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh suhu pada hasil kromatogram. Suhu yang terlalu rendah dikhawatirkan dapat membuat cuplikan tidak menguap dengan baik sehingga gas pembawa (fasa gerak) tidak dapat membawa cuplikan mengitari kolom dan berinteraksi dengan fasa diam cukup lama. Hal ini menyebabkan detektor tidak dapat mendeteksi dengan baik komponen dalam sampel tersebut sehingga menghasilkan kromatogram yang sangat tidak stabil (seperti gambar 4.1 dan 4.2). Suhu juga tidak boleh terlalu tinggi karena dapat membuat molekul dalam cuplikan terurai dan tidak dapat berinteraksi dengan fasa diam. Jika tidak berinteraksi dengan fasa diam, cuplikan tersebut akan sulit diketahui komposisinya karena komponennya tidak terpisah sehingga detektorpun juga tak dapat bekerja dengan baik.

Selain itu, terlihat juga ada pengaruh tekanan gas pembawa pada kolom terhadap hasil kromatogram. Saat tekanan semakin tinggi, waktu retensi akan semakin singkat. Pada gambar 4.3 dan 4.4, kedua kondisi operasi tersebut suhunya sama namun tekanan gas pembawanya berbeda. Pada tekanan 50 kPa, waktu retensi lebih lama dan terdapat puncak yang tidak terdeteksi sedangkan pada tekanan 100 kPa, waktu retensi lebih cepat dan puncak yang tidak dapat terdeteksi pada tekanan 50 kPa dapat terdeteksi pada tekanan ini. Hal ini disebabkan karena saat tekanan diatur 100 kPa, berarti tekanan gas pembawa yang diinginkan dalam kolom sebesar 100 kPa. Untuk mencapai ketinggian tersebut, maka

(33)

27 kecepatan aliran akan dipercepat agar tekanan mencapai 100 kPa, berbeda dengan 50 kPa yang jelas lebih rendah sehingga kecepatannya pun lebih rendah. Dengan aliran yang cukup cepat maka pendeteksian dapat berlangsung lebih singkat bahkan dapat lebih akurat karena cuplikan tidak terlalu lama berinteraksi dengan fasa diam. Dengan suhu yang sesuai, cuplikan dapat dianalisis dengan cepat dan terdeteksi dengan baik.

Sebagai informasi, sebenarnya pada gas standar terkandung nitrogen yang merupakan senyawa yang dapat terdeteksi oleh kolom MS (anorganik). Namun, karena nitrogen digunakan sebagai gas pembawa, maka detektor tidak akan mendeteksi senyawa yang sama seperti gas pembawa sehingga nitrogen tidak terdeteksi pada percobaan ini.

4.2 Gas Sampel dari MAT Unit

Setelah didapatkan kondisi operasi yang dinilai cukup baik, sampel gas dari MAT Unit mulai di uji pada kromatografi gas. Hasil kromatogram dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Kromatogram gas MAT Unit pada kondisi operasi T = 100℃, P carrier gas = 100 kPa, P tabung = 40 psi, Current = 90 mA (a) kolom MS dan (b) kolom Porapak

Dapat dilihat bahwa puncak yang didapat cukup runcing serta pada kedua kolom baselinenya terlihat stabil. Jadi secara garis besar, kromatogram yang dihasilkan gas pembawa nitrogen pada kondisi operasi suhu 100℃ dan tekanan gas pembawa 100 kPa cukup bagus dan semua komponen terdeteksi (lihat tabel 4.4 dan 4.5 dicocokkan dengan tabel 4.6)

(34)

28 Tabel 4.4 Data kromatogram sampel gas MAT Unit pada kondisi operasi T = 100℃, P carrier gas = 100 kPa, P tabung = 40 psi, kolom MS

MOLECULAR SIEVE

No. Peak Time Area Height Concentration

1 9.57 216338 2957 5.1758

2 14.796 131413 2333 3.144

3 19.835 1688802 8348 40.4038 4 30.887 2143256 21157 51.2764

TOTAL 4179809 34795 100

Tabel 4.5 Data kromatogram sampel gas MAT Unit pada kondisi operasi T = 100℃, P carrier gas = 100 kPa, P tabung = 40 psi, kolom Porapak

PORAPAK

No. Peak Time Area Height Concentration 1 4.379 124630 3884 2.2302 2 5.246 74382 3205 1.331 3 6.911 1052148 36820 18.8279 4 10.031 116916 3205 2.0922 5 15.231 581284 13271 10.4019 6 18.946 706498 13852 12.6426 7 24.435 396554 5416 7.0962 8 52.801 731737 6251 13.0942 9 58.228 1804102 9702 32.2838 TOTAL 5588251 95606 100

(35)

29 Tabel 4.6 Nama senyawa tiap puncak pada kromatogram sampel gas MAT Unit (didapat dari laboratorium BBN P3TKEBTKE)

No. Peak Nama Senyawa MS PORAPAK 1 H2 H2 2 O2 O2 3 CH4 CH4 4 CO C2H2 5 - CO2 6 - C2H4 7 - C2H6 8 - C3H6 9 - C3H8

Sampel yang sama diujikan juga pada kromatografi gas dengan argon sebagai gas pembawa agar dapat dibandingkan hasilnya. Jika dibandingkan dengan argon, kromatogram yang dihasilkan terdapat perbedaan dengan saat menggunakan nitrogen sebagai gas pembawa. Pada kolom porapak, jika dilihat kromatogramnya, nitrogen lebih bagus daripada argon karena baseline yang stabil dan puncaknya yang tidak bertumpuk seperti pada argon. Selain itu, dari gambar 4.6, pada bagian bawah, terdapat senyawa yang tidak terdeteksi sehingga untuk kolom porapak lebih bagus nitrogen.

(36)

30 Gambar 4.6 Kromatogram gas MAT Unit pada saat argon sebagai gas pembawa

pada kolom porapak

Untuk kolom MS, pada gambar 4.7, jika dilihat kromatogram perbedaanya tidak terlalu jauh. Saat nitrogen digunakan sebagai gas pembawa (gambar 4.5 (a)), puncak yang dihasilkan cukup baik dan senyawanya dapat terdeteksi. Sedangkan pada saat argon digunakan puncak yang dihasilkan memang cukup runcing. Namun, karena yang dianalisis kolom MS lebih sedikit komponenya dan pada nitrogen semua komponen tersebut dapat terdeteksi dengan baik maka nitrogen juga dapat dipertimbangkan sebagai gas pembawa dalam penggunaan kromatografi gas laboratorium BBN P3TKEBTKE.

Adanya perbedaan saat menggunakan argon dan nitrogen disebabkan karena detektor yang digunakan. Detektor pada kromatografi gas yang digunakan laboratorium BBN adalah TCD sehingga konduktivitas termal gas pembawa dan analit sangat berperan penting. Semakin jauh perbedaan konduktivitas termal gas pembawa dan sampel maka detektor semakin sensitif.

(37)

31 Tabel 4.7 data kondutivitas termal setiap gas pada suhu tertentu (Sumber:

https://www.engineersedge.com/heat_transfer/thermal-conductivity-gases.htm)

Sebagai informasi, pada saat argon digunakan sebagai gas pembawa, argon dapat mendeteksi nitrogen. Sebenarnya, gas dari MAT Unit tidak mengandung nitrogen namun nitrogen yang terdeteksi dalam gas sampel tersebut merupakan sisa udara atau nitrogen yang digunakan MAT Unit pada proses sweeping sehingga diasumsikan gas masih tertinggal didalam unit dan terbawa masuk ke sampel bag tempat produk gas berada. Oleh karena itu, pada perhitungan lanjutan yang dilakukan laboratorium BBN, nitrogen ini dihitung sedemikian rupa agar dapat menghilangkan nitrogen dalam gas MAT Unit tersebut. Berbeda jika menggunakan nitrogen karena nitrogen dalam sampel tersebut tidak akan terdeteksi.

(38)

32 Gambar 4.7 Kromatogram gas MAT Unit pada saat argon sebagai gas pembawa pada

(39)

33 BAB V

TINJAUAN TEORITIS

Bab ini berisi tentang penjelasan mengenai keterkaitan pengetahuan, mata kuliah dan keterampilan baru yang diperoleh selama kegiatan kerja praktik dengan kegiatan pembelajaran program studi Teknik Kimia Universitas Pertamina.

1. Kimia Analitik

Kimia analitik merupakan mata kuliah yang mempelajari tentang pemisahan dan identifikasi senyawa dengan analisis secara kualitatif maupun kuantitatif dengan metode eksperimen. Pada mata kuliah ini, mahasiswa diajarkan mengenai titrasi asam basa, gravimetrik, analisis FTIR, HPLC, dan GC. Pada mata kuliah ini, mahasiswa hanya diberi pembelajaran teori dan analisis hasil dari alat dan operator lah yang mengoperasikan alat-alat tersebut. Selama kegiatan kerja praktik, mahasiswa diajarkan cara mengoperasikan GC, menganalisis kromatogram dan mengatur kondisi operasional GC.

2. Pengendalian Proses

Pengendalian proses merupakan mata kuliah yang mempelajari pengaturan parameter-parameter untuk menciptakan proses yang optimal dan aman. Pada mata kuliah ini, mahasiswa diajarkan untuk menganalisis parameter apa saja yang perlu dikontrol agar proses berlangsung dengan aman dan optimal. parameter tersebut diatur dengan kontroler yang juga dipelajari pada mata kuliah ini. Selama kegiatan kerja praktik, mahasiswa diajarkan mengoperasikan software untuk mengendalikan proses pada MAT Unit PID Tech & Eng. Mahasiswa diajarkan untuk mengatur parameter seperti suhu, tekanan dan flow dari kontroler yang tersedia pada software

3. Pengolahan Minyak Bumi

Pengolahan minyak bumi adalah mata kuliah yang mempelajari tentang cara-cara untuk mengolah minyak bumi beserta jenis produk yang dihasilkan. Mata kuliah ini juga berisi tentang pengenalan terhadap hidrokarbon. Selama kegiatan kerja praktik, mahasiswa diberi pengetahuan lebih mendalam tentang catalytic cracking, mahasiswa diajari tentang jalannya keseluruhan proses, katalis seperti apa yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Bahkan mahasiswa diperbolehkan mengoperasikan seluruh proses catalytic cracking yang sedang di kerjakan laboratorium BBN P3TKEBTKE.

4. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah mata kuliah yang mempelajari tentang sistem keamanan demi keselamatan dalam suatu pabrik. Pada mata kuliah ini dipelajari juga tentang alat-alat penunjang keamanan, perhitungan pengamanan untuk proses pada suatu pabrik dan cara mengatur sistematika keamanan dan keselamatan dalam suatu pabrik. Selama kegiatan kerja praktik, mahasiswa diberi perlengkapan laboratorium seperti jas, masker, dan sarung tangan untuk menunjang keselamatan. Didalam gedung pun terdapat perlengkapan keselamatan seperti hydrant dan CCTV. Didalam laboratorium pun terdapat wastafel dan emergency shower jika seseorang terkena zat berbahaya.

(40)

34 5. Recovery

Recovery merupakan ilmu baru yang mahasiswa dapatkan disini. Recovery adalah kegiatan memisahkan kandungan dalam produk minyak yang dihasilkan. Didalam minyak yang dihasilkan terdapat 3 kandungan yakni air, minyak dan heavy. Ketiganya tersebut harus dipisah agar massa minyak yang dihasilkan dapat dihitung. Pemisahan dilakukan dengan mengambil langsung kandungan tersebut menggunakan pipet otomatis.

(41)

35 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Nitrogen dapat dipertimbangkan untuk menggantikan argon sebagai gas pembawa pada kromatografi gas laboratorium BBN P3TKEBTKE dengan kelebihannya yaitu gas nitrogen dapat membuat kromatogram yang dihasilkan cukup bagus (memenuhi standar) serta harga gas nitrogen jauh lebih murah dibandingkan argon.

2. Suhu kolom dan tekanan gas pembawa pada kolom memberi pengaruh pada proses analisis kromatografi gas. Suhu dan tekanan tidak boleh terlalu tinggi dan tidak boleh terlalu rendah agar hasil yang didapatkan baik.

3. Kromatografi gas tidak mendeteksi senyawa yang sama dengan gas pembawa yang sedang digunakan.

6.2 Saran

Berikut saran yang dapat disampaikan terhadap institusi:

1. Gas standar dicari yang komponennya mirip dengan gas yang dianalisis karena terdapat komponen yang tidak dapat terdeteksi.

2. Mengganti alat kromatografi gas manual menjadi yang sudah menggunakan komputer agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

(42)

36 DAFTAR PUSTAKA

Adam Wiryawan, Rurini Retnowati, & Akhmad Sabarudin. (2008). Kimia Analitik. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Bramston-Cook, R. (2007). Operating Parameters for the Thermal Conductivity Detector in Varian 3800 and 3900 Gas Chromatographs. California: Lotus Flower, Inc.

Fnu Anindhita, La Ode Muhammad Abdul Wahid, & Agus Sugiyono. (2018). Outlook Energi Indonesia 2018 Energi Berkelanjutan untuk Transportasi Darat. Jakarta: Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi.

GC-MS Background. (1998). Diambil 7 Agustus 2019, dari https://www.gmu.edu/depts/SRIF/tutorial/gcd/gc-ms2.htm

Hinshaw, J. V. (2005). Flow, Pressure and Temperature Calibration. Amerika: LCGC. Imam Kholiq. (2015). Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Energi Terbarukan Untuk

Mendukung Substitusi BBM. Diambil dari

Kromatografi Gas Padat. (2015). Diambil 7 Agustus 2019, dari Dokumen.tips website: https://dokumen.tips/documents/kromatografi-gas-padat-569a0b0c47196.html NN. Microvolume Thermal Conductivity Detector Instruction Manual. (t.t.). America: Valco

Iinstruments Co. Inc.

Prastowo, B. (2007). Bahan Bakar Nabati Asal Tanaman Perkebunan Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah Untuk Rumah Tangga. 6, 10.

Setyowati, H. (t.t.). Isolasi dan Standarisasi Bahan Alam Gas Chromatography Mass Spectrometry GC – MS. 26.

TCD: Thermal Conductivity Detector—TCD: Thermal Conductivity Detector—Chromedia. (t.t.). Diambil 7 Agustus 2019, dari

http://www.chromedia.org/chromedia?waxtrapp=mdqucDsHqnOxmOlIEcCbCeFxEsB&su bNav=jvfeoDsHqnOxmOlIEcCbCeFxEsBzB

Temperature Effect on Separations. (t.t.). Diambil 7 Agustus 2019, dari

(43)

37 Thermal Conductivity of Gases Chart | Engineers Edge | www.engineersedge.com. (2000). Diambil

7 Agustus 2019, dari https://www.engineersedge.com/heat_transfer/thermal-conductivity-gases.htm

Vetty Megantari. (2014). Penentuan Komponen Dalam Sampel Pertamax Plus Menggunakan Instrumen Kromatografi Gas (GC).

Zuas, O., Budiman, H., & Mulyana, M. R. (2016). Temperature Effect on Thermal Conductivity Detector in Gases (Carbon Dioxide, Propane and Carbon Monoxide) Analysis: A Gas Chromatography Experimental Study. 8.

(44)

38

LAMPIRAN

(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Organisasi P3TKEBTKE
Gambar 3.1 MAT Unit
Gambar 3.2 Seperangkat alat kromatografi gas Shimadzu GC-8AIT
Gambar 3.5 Valve pada tabung penyimpan gas nitrogen
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Untuk mengetahui pengaruh tekanan di unit kolom destilasi terhadap suhu pada proses pemisahan Oksigen dan Nitrogen. - Untuk mengetahui tekanan yang sesuai pada standart yang

Artinya, jika suatu komponen berada dalam persentase tinggi dalam campuran yang dianalisis, maka jumlah ion yang terbentuk dari molekul komponen tersebut akan tinggi juga,

Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLTdengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom

Telah dilakukan pengujian intensitas emisi optik plasma nitrogen dengan variasi laju alir gas nitrogen yang dibangkitkan oleh sumber plasma gelombang mikro 2,45 GHz dengan metoda

Kromatografi kolom merupakan suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen-komponennya dipisahkan dan didistribusikan diantara 2 fase, salah satu

komponen campuran harus keluar dari kolom. Area setiap peak yang mencul dihitung. Area-area peak tersebut dikoreksi terhadap respon detektor untuk jenis senyawa

pemisahan anion klorida (Cl ) yang berasal dari hasil penjerapan gas HCl dari emisi sumber tidak bergerak dalam suatu kolom kromatografi menggunakan detektor

- Gas pembawa : Sebagai fasa gerak yang membawa sampel melalui kolom. Umumnya merupakan gas stabil dan inert. Gas yang digunakan pada praktikum kali ini