• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kata science sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kata science sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

8

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Kata “science” sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin “scientia” yang berarti tahu. (Trianto 2010:136) dalam perkembangan science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja. Walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi. Menurut Trianto (2010:136) IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Samatowa (2010:2) menyatakan bahwa IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berfikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditunjukkan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka dimana mereka hidup. Menurut Menurut Wahyana (2010:136) mengatakan IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Berdasarkan pendapat ketiga tersebut, maka IPA dapat didefenisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun sistematis dan mendorong rasa ingin tahu siswa, penggunaan secara umum terbatas pada gejala alam, yang perkembangannya ditandai oleh kumpulan fakta dan sikap ilmiah.

(2)

2.1.2. Hakekat Mata Pelajaran IPA

Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi mengemukakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam hal ini, pendidikan IPA diharapkan bisa menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Usman (2006:2) IPA adalah suatu cara metode untuk mengamati alam yang bersifat analisis, lengkap, cermat serta menghubungkan antara fenomena lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang obyek yang diamati. Sedangkan Iskandar (2001: 2-5) IPA adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori IPA, ketrampilan proses IPA adalah ketrampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan di antaranya adalah (1) mengamati, (2) mengukur, (3) menarik kesimpulan, (4) mengendalikan variabel, (5) merumuskan hipotesis, (6) membuat grafik dan tabel data, (7) membuat definisi operasional, dan (8) melakukan eksperimen.

2.1.3 Karakteristik Pembelajaran IPA

Karakteristik sangat dipengaruhi oleh sifat keilmuan yang terkandung pada masing-masing mata pelajaran. Perbedaan karakteristik pada berbagai mata pelajaran akan menimbulkan perbedaan cara mengajar dan cara siswa belajar antar mata pelajaran satu dengan yang lainnya. IPA memiliki karakteristik tersendiri untuk membedakan dengan mata pelajaran lain. Harlen (Patta Bundu, 2006: 10) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik utama Sains yakni: Pertama, memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas (kesahihan) prinsip dan teori ilmiah meskipun kelihatannya logis dan dapat dijelaskan 9 secara hipotesis. Teori dan prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada. Kedua, memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai

(3)

pada kesimpulan. Teori yang disusun harus didukung oleh fakta-fakta dan data yang teruji kebenarannya. Ketiga, memberi makna bahwa teori Sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut. Hal ini memberi penekanan pada kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan kemungkinan perubahan di masa depan, serta pengertian tentang perubahan itu sendiri. Menurut Wasih Djojosoediro (2012: 5-6) berpendapat bahwa IPA sebagai disiplin ilmu selain mempunyai ciri umum juga mempunyai ciri khusus/karakteristik sebagaimana disiplin ilmu lainnya. Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan merupakan himpunan fakta serta aturan yang yang menyatakan hubungan satu dengan lainnya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis serta dinyatakan dengan bahasa yang 13 tepat dan pasti, sehingga mudah dicari kembali dan dimengerti untuk komunikasi. Ciri-ciri khusus/karakteristik tersebut seperti yang dipaparkan berikut ini:

a. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan kembali oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan oleh penemu terdahulu.

b. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

c. IPA merupakan pengetahuan teoritis.

Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus dengan berulang kali melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain untuk membuktikan bahwa teori tersebut benar. Hal ini dilakukan karena pengetahuan bersifat tentatif.

d. IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan.

Bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi dapat bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut.

e. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi, dan sikap. Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur

(4)

pemecahan masalah melalui metode ilmiah; 14 metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Sikap merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.

2.1.4 Tujuan Pembelajaran IPA

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar (SD) bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran

tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan/atau ekstrakurikuler. Tujuan Kompetensi tersebut di atas, dapat dicapai jika dalam proses pembelajaran, guru dapat menciptakan

(5)

suasana yang kondusif. Diantaranya dengan menggunakan berbagai metode dan teknik yang sesuai dengan pokok bahasan. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.

2.1.5 Ruang Lingkup IPA

Adapun ruang lingkup IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut. 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar proses mendefinisikan bahwa Standar kompetensi (SK) merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan atau semester pada suatu mata pelajaran. Sedangkan Kompetensi dasar (KD) adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

2.2 PendekatanProblem Based Learning (PBL)

PBL merupakan suatu inovasi model pembelajaran. Daryanto (2014: 29) menyatakan PBL atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar” bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Permasalahan ini digunakan untuk mendorong rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah yang diberikan kepada siswa, sebelum siswa mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan permasalahan yang harus dipecahkan. Menurut Rusman, (2010: 229) PBL merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk

(6)

menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Ibrahim, (2010: 241) bahwa PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut H.S. Barrows (1982) PBL merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (Problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan pengetahuan. (knowledge)baru.gayah dupalami.wordpress.com, 2014. Jadi PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian suatu masalah secara ilmiah, dengan menghadapkan masalah dari dunia nyata yang dialami siswa sehari–hari sehingga mampu merangsang proses berpikir kritis dan analitis

2.2.1 Langkah – langkah Implementasi PBL

Menurut Rusman 2010:243 mengemukakan bahwa langkah langkah PBL pada Tabel 2.1 sebagai berikut.

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

2 Mengorganisasi siswa

untuk belajar.

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3 Membimbing

pengalaman

individual/kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi

yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk

mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4 Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya dan,

5 Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka lakukan.

(7)

Ada lima tahapan pendekatan PBL dan prilaku yang dibutuhkan oleh guru menurut Sugiyanto 2010:159-160 pada tabel 2.2 sebagai berikut.

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Memberikan orientasi

tentang permasalahan kepada siswa

Guru membahas tujuan pembelajaran,

mendeskripsikan dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

2 Mengorganisasikan

siswa untuk meneliti.

Guru membantu siswa untuk mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya

3 Membantu menyelidiki

secara mandiri atau kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

4 Mengembangkan dan

mempresentasikan hasil kerja

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan model-model yang membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.

5 Menganalisis dan

mengevaluasi proses mengatasi masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah implementasi PBL adalah:

1. Menyimak tujuan pembelajaran. 2. Mendefenisikan masalah. 3. Mengumpulkan informasi. 4. Mempersentasikan hasil karya. 5. Refleksi proses pemecahan masalah.

2.2.2 Keunggulan Problem Based Learning (PBL)

Keunggulan PBL memiliki ragam namun, pada intinya PBL membentuk agar siswa mengembangkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah. Keunggulan PBL menurut Thobroni dan Arif (2011:349) yaitu: 1) mengembangkan siswa berfikir kritis; 2) siswa aktif dalam pembelajaran; 3) belajar menganalisis suatu masalah; dan 4) mendidik percaya pada diri sendiri. Kemendikbud dalam Abidin (2013: 160) memaparkan beberapa keunggulan PBL yaitu:

1. PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. siswa yang belajar

memecahkan masalah akan menerapkan pengetahuan yang dimiliki atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan.

(8)

simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

3. PBL dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Menurut Sanjaya (2008:220-221) mendeskripsikan bahwa keunggulan dari PBL sebagai berikut:

1. PBL merupakan teknik yang bagus untuk lebih memahami pelajaran. 2. PBL dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan

untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

4. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5. Membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang dilakukannya.

6. Memperlihatkan kepada siswa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa. 7. Menyenangkan dan disukai siswa.

8. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan menyesuaikan mereka dengan perkembangan pengetahuan yang baru. 9. Memberikan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang

dimilikinya dalam dunia nyata.

Dari 3 pendapat PBL memiliki keunggulan yang banyak dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa. Berdasarkan keunggulan-keunggunalan PBL dapat ditarik kesimpulannya bahwa (1) PBL membangun pemikiran kontruktif, (2) memiliki karakteristik kontekstual dengan kehidupan nyata siswa, (3) meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran, (4) materi pelajaran dapat terliputi dengan baik, dan (5) membekali siswa mampu memecahkan masalah dalam kehidupan nyata.

(9)

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Example Non Example

Hary Kurniadi (2010: 1) menyatakan bahwa model pembelajaran examples non examples atau juga biasa disebut examples and non-examples merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Model pembelajaran Examples Non Examples adalah suatu rangkaian materi ajar kepada siswa dengan menunjukkan gambar-gambar atau kasus yang relevan yang telah dipersiapkan dan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menganalisisnya (Istarani 2012:9). Menurut Komalasari (2012:4) bahwa model Examples Non Examples merupakan rangkaian penyampaian materi ajar kepada siswa dengan menunjukkan contoh-contoh yang biasa digunakan dan sederhana bisa berupa kasus, cerita, isu-isu yang berkembang di masyarakat atau media seperti gambar-gambar dan lain sebagainya yang tentunya tetap relevan dengan bobot materi yang akan diberikantutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Model Examples Non Examples adalah suatu rangkaian penyampaian materi ajar kepada siswa dengan menunjukkan contoh-contoh yang biasa digunakan dan sederhana bisa berupa kasus, cerita, isu-isu yang berkembang di masyarakat atau dengan menggunakan media seperti gambar-gambar dan lain sebagainya dan diberikan kepada siswa untuk menganalisis.

2.3.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Example Non Example

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Examples Non Examples adalah model belajar yang menggunakan contoh-contoh (contoh dan bukan contoh). Contoh-contoh dapat diperoleh dari kasus/gambar yang relevan dengan kompetensi dasar. Adapun sintaks dari model pembelajaran tipe Examples Non Examples dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

(10)

Sintaks Model Pembelajaran Examples Non Examples menurut Utri A 2010:21 pada Tabel 2.3 sebagai berikut :

Fase Langkah-Langkah Pembelajaran

1. Mempersiapkan alat peraga Guru mempersiapkan alat peraga (benda-benda kongkrit) sesuai

dengan tujuan pembelajaran.

2. Menyajikan alat peraga Guru menunjukkan alat peraga yang akan digunakan.

3. Mencermati sajian alat

peraga

Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada para siswa untuk memperhatikan dan menganalisa alat peraga yang dipersiapkan.

4. Melakukan diskusi

kelompok.

Melalui diskusi kelompok 4-5 orang siswa, hasil diskusi dari analisa alat peraga tersebut dicatat pada kertas/ lembar kerja Mempersentasikan hasil diskusi.

5. Mempersentasikan hasil

diskusi.

Tiap kelompok diberi kesempatan membaca lembar kerja/ hasil diskusi.

6. Membimbing penyimpulan Mulai dari komentar/ hasil diskusi siswa, guru mulai

menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. Guru dan siswa menyimpulkan materi sesuai tujuan pembelajaran.

7. Evaluasi Guru menilai hasil kerja kelompok. (pada lembar kerja kelompok

dengan nilai tertinggi diberi tanda bintang lalu ditempel di dinding kelas).

Sintaks Model Pembelajaran Examples Non Examples

menurut Agus Suprijono 2011 :125 pada Tabel 2.4 sebagai berikut :

Berdasarkan kedua pendapat tentang langkah-langkah model Example Non example, diatas, dapat urutkan langkah-langkah model Example Non example, berikut ini:

1. Siswa membentuk kelompok @3 orang

2. Diskusi tentang menganalisis permasalahan yang ada pada gambar. 3. Membacakan hasil diskusi

4. Tanggapan hasil diskusi 5. Menyimak penjelasan materi 6. Membuat kesimpulan.

Fase Langkah-Langkah Pembelajaran

1. Mempersiapkan Gambar Guru mempersiapkan gambar-gambar tentang permasalahan yang

sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2. Menempelkan Gambar Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui

OHP.

3. Menganalisis

permasalahan

Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memerhatikan/ menganalisis permasalahan yang ada dalam gambar.

4. Melakukan diskusi

kelompok

Melalui diskusi 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis masalah dalam gambar tersebut dicatat pada kertas.

5. Mempersentasikan hasil

kelompok

Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.

6. Memberikan tanggapan

kelompok

Mulai dari komentar/ hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

7. Kesimpulan Guru bersama siswa menyimpulkan materi sesuai dengan tujuan

(11)

2.3.2 Kelebihan Model Pembelajaran Example Non Example

Menurut Buehl dalam (Apriani dkk, 2007:219) mengemukakan kelebihan metode example non example antara lain:

a. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih kompleks.

b. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari example dan non example.

c. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.

Ras Eko (2011) menyatakan beberapa kelebihan dari model pembelajaran Examples Non-Examples yaitu sebagai berikut.

1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.

2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar. 3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya 2.4 Problem Based Learning (PBL) dengan Example Non Example

Menurut Sanjaya (2010: 214) mengatakan bahwa pendekatan Problem Based Learning (PBL) adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah dan Hamzah B. Uno ( 2012 : 117) mengatakan bahwa model pembelajaran examples non examples adalah model pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh melalui kasus atau gambar yang relevan dengan Kompetensi Dasar. Melalui model pembelajaran ini siswa diharapkan dapat memilih dan menyesuaikan contoh-contoh yang ada melalui gambar tersebut sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan langkah-langkah pada model Example Non example dengan pendekatan Problem Based learning, maka dapat digabungkan menjadi langkah-langkah pembelajaran pada tabel 2.5 sebagai berikut:

(12)

No TAHAPAN MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE DENGAN PROBLEM BASED LEARNING

1 Orientasi siswa pada masalah

a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

b. Guru mempersiapkan alat peraga (benda-benda kongkrit) sesuai dengan tujuan pembelajaran.

c. Guru menunjukkan alat peraga yang akan digunakan.

2 Mengorganisasi siswa untuk belajar.

a. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan

dengan masalah tersebut.

b. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada para siswa untuk memperhatikan dan

menganalisa alat peraga yang dipersiapkan.

3 Membimbing pengalaman individual/kelompok.

a. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen

untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

b. Melalui diskusi kelompok 4-5 orang siswa, hasil diskusi dari analisa alat peraga tersebut dicatat pada kertas/ lembar kerja Mempersentasikan hasil diskusi.

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

a. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,

dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

b. Tiap kelompok diberi kesempatan membaca lembar kerja/ hasil diskusi.

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

a. Mulai dari komentar/ hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

b. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka lakukan.

c. Guru menilai hasil kerja kelompok. (pada lembar kerja kelompok dengan nilai tertinggi diberi tanda bintang lalu ditempel di dinding kelas).

2.4.1 Keunggulan Problem Based Learning dengan Example Non Example a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

b. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa yang menyenangkan dan disukai siswa

c. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan menyesuaikan mereka dengan perkembangan pengetahuan yang baru. d. Siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dalam dunia

nyata

e. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih kompleks.

f. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari example dan non example.

(13)

2.5 Hasil Belajar

Menurut Widiyoko, Eko Putro (2009:1), mengemukakan bahwa hasil belajar terkait dengan pengukuran, kemudian akan terjadi suatu penilaian dan menuju evaluasi baik menggunakan tes maupun non-tes. Hasil belajar merupakan segala upaya yang menyangkut aktivitas otak (proses berpikir) terutama dalam ranah kognitif, afektif,dan psikomotor Arikunto (2003:114-115). Bloom (Suprijono, 2012:6), mengatakan bahwa: hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif meliputi: knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk, bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif meliputi: receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Sedangkan domain psikomotor meliputi keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai definisi hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah segala upaya yang menyangkut aktivitas proses berpikir yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diukur dengan teknik tes dan non-tes.

2.5.1 Karakteristik Hasil Belajar IPA

Menurut Winkel (2004: 59), belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman nilai, keterampilan, dan sikap. Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama, dan merupakan hasil pengalaman. Menurut Deni Darmawan dan Permasih (2011: 124), belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah lingkungan sekitar individu baik dalam bentuk alam sekitar (natural) maupun

(14)

dalam bentuk hasil ciptaan manusia (cultural). Cronbach (Toto Ruhmat, dkk, 2011: 127) berpendapat bahwa “Learning is shown by change in behavior as a result of exsperience”. Belajar adalah suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Slameto (2003: 2) mengemukakan bahwa belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

2.5.2 Hasil Belajar Kognitif

Ranah pengetahuan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Menurut Sudijono (2011: 49) ranah pengetahuan adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Lebih lanjut Kunandar (2014: 168) menyatakan bahwa hasil belajar pengetahuan adalah hasil belajar yang menunjukkan pencapaian kompetensi siswa dalam aspek pengetahuan yang meliputi 18 kemampuan menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Menurut Kunandar (2014: 173) menilai kompetensi pengetahuan dilakukan melalui: (1) tes tertulis dengan menggunakan butir soal, (2) tes lisan dengan bertanya langsung kepada siswa dengan menggunakan daftar pertanyaan, (3) penugasan atau proyek dengan lembar kerja tertentu yang harus dikerjakan oleh siswa dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti dapat menyimpulkan bahwa ranah pengetahuan merupakan hasil belajar yang menunjukkan pencapaian kompetensi siswa dalam aspek pengetahuan. Penilaian dalam ranah pengetahuan dilakukan dengan tes tertulis, tes lisan, dan penugasan atau proyek. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik tes tertulis dengan bentuk insrtumen pilihan ganda dan essai untuk memperoleh hasil belajar siswa pada ranah pengetahuan.Menurut Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2009: 23-29) ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni (a) Pengetahuan, contohnya pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dikuasainya sebagai dasar bagi

(15)

pengetahuan atau pemahaman konsep lainnya. (b) Pemahaman, contohnya menjelaskan dengan susunan kalimat, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau mengungkapkan petunjuk penerapan pada kasus lain. 11 (c) Aplikasi, yakni penerapan didasarkan atas realita yang ada di masyarakat atau realita yang ada dalam teks bacaan. (d) Analisis, yaitu usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. (e) Sintesis, yakni kemampuan menemukan hubungan yang unik, kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari suatu tugas atau problem yang ditengahkan, kemampuan mengabstraksikan sejumlah besar gejala, data, dan hasil observasi menjadi terarah. (f) Evaluasi, yaitu pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan masalah, metode, materiil, dll. Dalam penelitian ini aspek yang diukur adalah aspek kognitif dengan tiga tipe hasil belajar yaitu pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Pemilihan ketiga ranah tersebut karena subjek yang diteliti adalah kelas V. Untuk materi yang digunakan adalah daur air pada semester II. Pemilihan materi karena bertepatan dengan waktu penelitian di kelas 5 SDN Mangunsari 03 Salatiga. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa tentulah merupakan hasil dari pengamatan dan pengukuran guru terhadap apapun yang dilakukan siswa sehari-hari. Menurut Allen dan Yen (1979) dalam Wardani, Naniek Sulistya dan Slameto (2012:2), pengukuran yang dilakukan dimaksudkan sebagai penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Dalam kegiatan pengukuran, diperlukannya instrumen atau alat-alat yang membantu dalam proses pengukuran. Adapun instrumen atau alat-alat yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, sikap skala dan angket. Dalam perencanaan menyusun instrumen evaluasi hasil belajar, yang perlu dilakukan adalah menyusun kisi-kisi/blue print dan menentukan KKM/Kriteria Ketuntasan Minimal. Kisi-kisi (testblue print atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan butir-butir pernyataan/pertanyaan yang menggambarkan distribusi butir untuk berbagai tujuan belajar berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan sikap atau psikomotor

(16)

tertentu. Penyusunan kisi-kisi digunakan untuk pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Demikian, dari tes tersebut akan diperoleh skor pengukuran yang digunakan sebagai dasar evaluasi, selanjutnya skor yang diperoleh dari tes tersebut diupayakan dapat mencapai hasil minimal sesuai dengan KKM.

KKM merupakan kriteria paling rendah untuk menyatakan siswa mencapai ketuntasan dan harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal.

2.6 Hasil Penelitian Sebelumnya

No Nama Tahun Hasil Penelitian

1 Muhammad Nurtanto 2015 (1) keaktifan siswa meningkat sebesar 11,20%;

(2) keaktifan siswa kategori sangat tinggi sebanyak 36 siswa dan kategori tinggi sebanyak 3 siswa ; (3) hasil belajar siswa aspek kognitif, psikomotor, dan afektif mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,32%, 5,03%, dan 2,05%; dan (4) hasil belajar siswa aspek kognitif,

psikomotor dan afektif yang mencapai

kompetensi minimal masing-masing sebanyak 36 siswa (92,31%), 36 siswa (92,31%), dan 38 siswa (97,40%) dari 39 jumlah siswa melalui penerapan problem-based learning.

2 Nurul Astuty Yensy 2012 peningkatan hasil belajar dari setiap siklusnya,

dari 51,72%. pada siklus I menjadi 79,31%. pada siklus II dan siklus III ketuntasan belajar menjadi 96,57%. Namun, penelitian yang dilakukan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe examplesnon examples

3 Gd. Gunantara 2014 Penerapan Model Pembelajaran Problem Based

Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V.

(17)

penerapan model pembelajaran Problem Based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yakni dari siklus I ke siklus II sebesar 16,42% dari kriteria sedang menjadi tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Matematika.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, dapat memberikan gambaran peneliti untuk melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan penggunaan model pembelajaran Example Non Example dengan pendekatan PBL dalam pembelajaran IPA. Selain itu ketiga penelitian yang telah disebutkan diatas juga terbukti menguatkan teori bahwa dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran Example Non Example, pendekatan Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa, demikian pula dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu menggunakan model pembelajaran Example Non Example dengan pendekatan Problem Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar kognitif IPA, siswa kelas 5 SDN Mangunsari 03 sebagai langkah perbaikan dari contoh penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya.

2.7 Kerangka Berpikir

Model pembelajaran Example Non Example dengan Pendekatan Problem Based Learning adalah strategi pembelajaran yang menekan pada proses penyelesaian atau pemecahan masalah dengan menggunakan media gambar-gambar dengan KD.7.4 Mendeskripsikan perlunya penghematan air. dan KD. 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan dengan melalui langkah model pembelajaran Example non Example dengan pendekatan PBL dengan skema berikut ini

(18)

Gambar 2.1

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir Peningkatan Hasil Belajar Kognitif IPA Melalui Model Pembelajaran Example Non Example dengan Pendekatan PBL

1. Guru menggunakan metode tetapi kurang tepat.

2. Guru mendominasi kegiatan di kelas

3. Siswa terlihat kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran IPA

4. Siswa terlihat pasif selama proses pembelajaran berlangsung

5. Siswa yang berbicara dengan teman lain di luar materi pembelajaran sehingga suasana di kelas menjadi kurang kondusif.

6. Siswa cenderung kurang memiliki kemampuan komunikasi dan partisipasi

yang baik .

7. Siswa menjawab pertanyaan ataupun menanggapi materi yang disampaikan

karena guru menunjuk siswa secara bergantian.

Menggunakan model pembelajaran Example Non Example dengan Problem Based Learning

No TAHAPAN MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE DENGAN PROBLEM BASED LEARNING

1 Orientasi siswa pada masalah

a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

b. Guru mempersiapkan alat peraga (benda-benda kongkrit) sesuai dengan tujuan pembelajaran.

c. Guru menunjukkan alat peraga yang akan digunakan.

2 Mengorganisasi siswa untuk belajar.

a. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan

dengan masalah tersebut.

b. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada para siswa untuk memperhatikan dan

menganalisa alat peraga yang dipersiapkan.

3 Membimbing pengalaman individual/kelompok.

a. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen

untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

b. Melalui diskusi kelompok 4-5 orang siswa, hasil diskusi dari analisa alat peraga tersebut dicatat pada kertas/ lembar kerja Mempersentasikan hasil diskusi.

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

a. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,

dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

b. Tiap kelompok diberi kesempatan membaca lembar kerja/ hasil diskusi.

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

a. Mulai dari komentar/ hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

b. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka lakukan.

c. Guru menilai hasil kerja kelompok. (pada lembar kerja kelompok dengan nilai tertinggi diberi tanda bintang lalu ditempel di dinding kelas).

Disiplin, mandiri, kerja sama, tanggung jawab

Hasil Belajar Kognitif IPA

(19)

2.8 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: model example non example dengan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar kognitif IPA siswa kelas 5 SDN Mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2016/2017.

Referensi

Dokumen terkait

Matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat

perangkat gkat keras komputer keras komputer yang yang berfu berfungsi ngsi untuk memasukkan data ke dalam memori untuk memasukkan data ke dalam memori

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas lindungan,rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan

Masyarakat Tananahu menolak perpanjangan HGU perusahaan karena selama perusahaan beroperasi selama 30 tahun tidak memberikan kontribusi bagi masyarakat Negeri

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (65%) memiliki tingkat loyalitas yang sangat tinggi terhadap susu cair karena mereka tidak pernah mengganti

Dalam hal perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan, termasuk perlindungan terhadap bahaya atau risiko bencana alam bagi penduduk Kabupaten Bantul, maka

Untuk mengembangkan kapasitas produksi, dibutuhkan investasi yang tidak sedikit, sehingga dibutuhkan suatu analisis kelayakan usaha pengolahan susu sapi murni yang berkaitan

Data-data spasial dan atribut baik dalam bentuk analog (sistem manual) maupun data digital (sistem otomatis berdasar komputer) tersebut dikonversikan kedalam format yang