URGENSI PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS MASYARAKAT
Oleh:
Arya Ahsani Takwim
Program Building and Deepening Reselience – KONSEPSI NTB
Bencana di Indonesia masih akan berlanjut di masa-masa yang akan datang. Penanganan bencana (khususnya bencana alam) yang datang secara bertubi-tubi dan dalam skala besar maupun kecil seperti yang terjadi belakangan ini tentu tidaklah mudah. Apalagi, sistem penanganan bencana baik nasional maupun lokal masih belum terbangun dengan kuat dan mantap. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika penanganan bencana selama ini masih banyak kelemahan dan kekurangannya. Namun demikian, dalam penanganan bencana alam selama ini, tentu saja ada hal-hal yang positif dan baik. Meski harus di akui bahwa hingga sekarang belum ada informasi komprehensif yang merangkum berbagai pengalaman penanggulangan bencana yang telah berkali-kali menimpa bangsa ini.
Disadari atau tidak, setiap kejadian bencana berdampak besar terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Kerugian dan biaya yang ditimbulkan akibat bencana telah meningkat. Untuk pertama kalinya, kerugian tahunan global akibat bencana melebihi $200 milyar pada tahun 2005, 2008, dan 2011 (AIPI). Disisi lain, korban jiwa akibat bencana tidak dapat dipastikan, namun jauh lebih rendah di negara-negara maju, yang menunjukkan nilai ukur ketahanannya terhadap bencana. Perubahan iklim bisa jadi sebagai pemicu munculnya meningkatnya ancaman bencana, antara lain gagal panen, rawan pangan, gizi buruk dan seterusnya. Kebakaran lahan dan hutan adalah kejadian yang juga kerap terjadi. Di banyak kasus, deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi juga membuka peluang bencana ekologis, berupa banjir dan longsor, sebagaimana banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Lombok Barat pada akhir tahun ini.
Bencana alam dan bencana ekologis ini merupakan ancaman utama yang dapat terjadi setiap saat di seluruh daratan pulau lombok. Sebagai konsekuensi daratan yang berada pada daerah jalur vulkanik/cincin api (ring of fire) yang berisiko terjadinya letusan gunung api. Pulau Lombok juga berada di atas kerak bumi yang aktif dimana lima patahan lempeng bumi bertemu, bertumbukan yang mengakibatkan pergerakan bumi menjadi dinamis. Terlepas dari penyebabnya, strategi sistem tanggap bencana melalui mitigasi dan adaptasi (pengurangan risiko bencana) harus diterapkan untuk penanggulangan bencana dan ini menjadi investasi penting.
banyak dilakukan belum banyak menggambarkan adanya bangunan sistem penanggulangan bencana yang berkesinambungan dan terinternalisasi ke dalam sistem sosio-spiritual masyarakat serta terinstusionalisasi ke dalam struktur kebijakan pemerintah daerah.
Memperhatikan kondisi aktual dan problematika tersebut, program membangun dan memperkuat ketahanan masyarakat melalui serangkaian upaya pengurangan risiko bencana merupakan satu gagasan penting yang harus terus berlanjut. Ketahanan yang dimaksud adalah kemampuan dari suatu sistem dan komponen untuk mengantisipasi, menyerap, menyesuaikan atau pulih dari pengaruh bencana dalam waktu yang tepat dan efisien. Kemampuan untuk terus bertahan harus dikembangkan pada seluruh lapisan masyarakat. Dalam banyak kasus, ketahanan yang kuat memiliki beberapa keuntungan seperti membantu memitigasi kematian langsung, cedera dan kerugian ekonomi dan juga membangun ketahanan terhadap bencana di masa depan. Hal ini sejalan dengan paradigma baru dalam pengelolaan bencana (UU No.24/2007) dan rencana aksi nasional (2006) untuk pengurangan risiko bencana sebagai bagian dan komitmen terhadap Global Platform for Disaster Risk Reduction, aksi hyogo framework for Action ke-10, yang telah diadopsi oleh 168 negara pada tahun 2005.