Merangkai Mutiara
Keberlanjutan
Kisah Inspiratif dari Pejuang Sanitasi
dalam menyukseskan Program
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) di 7 Kabupaten Dampingan
SEHATI (
Sustainable Sanitation and
Merangkai Mutiara
Keberlanjutan
Kisah Inspiratif dari Pejuang Sanitasi
dalam menyukseskan Program
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) di 7 Kabupaten Dampingan
SEHATI (
Sustainable Sanitation and
© 2017 oleh Simavi Indonesia
Buku Merangkai Mutiara Keberlanjutan STBM ini disusun untuk
menggambarkan bagaimana perubahan - perubahan telah terjadi di
tingkat penerima manfaat program SEHATI (Sustainable Sanitation and
Hygiene for Eastern Indonesia)
selama proses penguatan komitmen dan
kepemimpinan di Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, Dompu,
Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai Barat dan Biak Numfor.
Kontributor:
Simavi Indonesia
CD - Bethesda YAKKUM
Yayasan Dian Desa
Yayasan Masyarakat Peduli NTB
Plan International Indonesia
Yayasan Rumsram
Layout dan kompugrafi:
Simavi Indonesia
Daftar Isi
1
5
4
6
Glosarium
10
Cerita Inspirasi Penerima Manfaat
Sekilas Mengenai SEHATI
GLOSARIUM
ADD Alokasi Dana Desa
Akses Universal 100-0-100
Target pembangunan nasional untuk mencapai akses universal pada tahun 2019 kepada seluruh masyarakat serta terwujudnya 100% akses air bersih, 0% kawasan kumuh dan 100% akses sanitasi. AMPL Air Minum dan Pengelolaan Lingkungan
APBD Anggaran, Pendapatan dan Belanja Daerah APBDes Anggaran, Pendapatan dan Belanja Desa
ASN Aparatur Sipil Negara
Bappeda Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
Bappenas Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional BOK Bantuan Operasional Kesehatan
BPD Badan Permusyawaratan Desa
BPMPD Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah BPS Badan Pusat Statistik
BUMDes Badan Usaha Milik Desa
CD Bethesda Community Development Bethesda YAKKUM, salah satu mitra pelaksana program di wilayah Kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya, NTT. Untuk keterangan lebih lengkap, silakan mengunjungi website http://cdbethesda.org
CTPS Cuci Tangan Pakai Sabun
DAK Dana Alokasi Khusus
DD Dana Desa
DPU Dinas Pekerjaan Umum
FORPAS Forum Pengusaha Sanitasi
IPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah
IRC Organisasi Belanda yang berperan untuk mendukung program SEHATI melalui monitoring, peningkatan kapasitas dan pengelolaan pengetahuan.
Kepmenkes Keputusan Menteri Kesehatan
Kesling Kesehatan Lingkungan
Monev Monitoring dan Evaluasi
Musrembangdes Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Desa
NTB Nusa Tenggara Barat
NTT Nusa Tenggara Timur
ODF Open Defecation Free
OPD Organisasi Pemerintah Daerah
P2PL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Pamsimas Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Masyarakat
PDAM Perusahaan Daerah Air Minum Perbup Peraturan Bupati
PERDA Peraturan Daerah Perdes Peraturan Desa
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan PERSDAYGUN Persatuan Sanitasi Dayan Gunung
PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PKPP Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan
Plan Yayasan Plan International Indonesia, salah satu mitra pelaksana program di wilayah Kabupaten Lombok Utara dan Dompu, NTB. Untuk keterangan lebih lengkap, silakan mengunjungi website https://plan-international.org/indonesia.
PMD Pembangunan Masyarakat Desa
PNS Pegawai Negeri Sipil
POKJA AMPL Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
PUPR Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat
RAD – AMPL Rencana Aksi Daerah – Air Minum dan Penyehatan Lingkungan RAPBDes Rencana Anggaran, Pendapatan dan Belanja Daerah
RKPDes Rencana Kerja Pemerintah Desa
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMDesa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
Road Show Salah satu kegiatan STBM untuk mengadvokasi, mensosialisasikan dan meningkatkan kesadaran dari pemangku kepentingan terkait agar mendapatkan komitmen untuk pelaksanaan STBM di wilayah tersebut.
Rumsram Yayasan Rumsram, salah satu mitra pelaksana program di wilayah Kabupaten Biak Numfor, Papua. Untuk keterangan lebih lengkap, silakan mengunjungi website http://www.rumsram.org.
SEHATI Sustainable Sanitation and Hygiene for Eastern Indonesia
Simavi Organisasi Belanda yang berperan untuk mengkoordinir program SEHATI dan melakukan pendekatan di tingkat nasional. Untuk keterangan lebih lengkap, silakan mengunjungi website https:// simavi.org.
SK Surat Keputusan
SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah
SLBM Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat SPAL Saluran Pembuangan Air Limbah
SSK Strategi Sanitasi Kota
STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarkat
STOP BABS STOP Buang Air Besar Sembarangan
TK Taman Kanak – Kanak
TPST Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
TTK Tim Teknis Kabupaten
WASH Water And Sanitation & Hygiene
YDD Yayasan Dian Desa, salah satu mitra pelaksana program di wilayah Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Untuk keterangan lebih lengkap, silakan mengunjungi website http://www.diandesa.org.
S
anitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Kepmenkes Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008. Antara tahun 2008 hingga 2013, pelaksanaan STBM menunjukkan hasil yang positif sehingga pada tahun 2014, Kepmenkes tersebut diganti dengan Permenkes No. 3 tahun 2014 tentangSTBM. Peraturan yang baru ini menegaskan bahwa semangat yang digunakan pada pendekatan STBM adalah pemberdayaan masyarakat STBM melalui program SHAW pada tingkat masyarakat secara langsung. Mitra pelaksana program tersebut adalah Yayasan Dian Desa, Yayasan Masyarakat Peduli NTB, Plan International Indonesia, Yayasan Rumsram dan CD Bethesda Yakkum.
Program SHAW telah berhasil menyasar 1,5 juta penduduk untuk mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat sesuai dengan 5 pilar STBM dan mendeklarasikan 100% STBM di 850 desa dari total 1.074 desa intervensi yang tersebar di 9 kabupaten. Pembelajaran yang didapat di akhir program adalah bahwa jika intervensi program dilaksanakan langsung oleh mitra di tingkat masyarakat, maka untuk memastikan seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan akses yang merata akan dibutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang sangat panjang.
Oleh karena itu, pada tahun 2016, Simavi dan mitra kembali melanjutkan program implementasi STBM dengan menggunakan pendekatan baru yang dipercaya mampu berkontribusi pada pencapaian tujuan akses universal terhadap sanitasi di Indonesia pada tahun 2019. Program lanjutan ini dinamai SEHATI. Jika sebelumnya SHAW bekerja pada tingkat masyarakat, kini SEHATI bekerja di tingkat pemerintah dengan meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya uagar mereka mampu menciptakan lingkungan yang kondusif dan meningkatkan penciptaan permintaan serta meningkatkan penyediaan sarana. Adapun lokasi intervensi SEHATI adalah Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, Dompu, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Manggarai Barat dan Biak Numfor.
Tujuan dari program SEHATI adalah untuk mengupayakan keberlanjutan implementasi STBM di daerah perdesaan di Indonesia dengan cara memastikan bahwa STBM telah disematkan dalam sistem dan proses perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah. Fokus program SEHATI terletak pada elemen tata kelola WASH yang terdiri dari kepemimpinan dan komitmen, strategi perencanaan dan monitoring, aspek pembiayaan, dukungan legislasi. Elemen tata kelola tersebut telah ditetapkan sejak awal intervensi untuk melengkapi kapasitas pemerintah dalam memimpin dan mengarahkan pelaksanaan elemen layanan seperti penciptaan kebutuhan, pembiayaan terhadap warga miskin, pemasaran sanitasi, promosi kesehatan dan juga monitoring. Saat kapasitas pemerintah telah meningkat dan elemen - elemen kunci tersebut telah ada dalam sistem dan proses di pemerintah daerah, maka ketika itulah pemerintah daerah akan mampu mereplikasikan STBM ke seluruh wilayah mereka.
Sejak implementasi pada tahun 2016, setidaknya telah diperoleh berbagai capaian baik di tingkat kabupaten, kecamatan, desa maupun masyarakat sendiri. Beberapa capaian itu didokumentasikan dalam buku ini melalui kisah - kisah inspiratif dari penerima manfaat program di berbagai tingkatan di
SEKILAS MENGENAI PROGRAM SEHATI
Pilar 1 : STOP Buang Air Besar Sembarangan 5 PILAR STBM
Pilar 2 : Cuci Tangan Pakai Sabun dan Air Mengalir
Pilar 3 : Pengamanan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga
Pilar 4 : Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
KATA PENGANTAR
S
yukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan kesempatan bagi semua pihak sehingga buku “Merangkai Mutiara Keberlanjutan STBM – Kisah Inspiratif dari Pejuang Sanitasi dalam Menyukseskan Program STBM” dapat diterbitkan. Meski masing-masing kisah memiliki perbedaan atau keunikan yang menarik untuk dicermati, namun 21 kisah nyata dalam buku ini juga memiliki 2 kesamaan yang dapat ditarik untuk pembelajaran, yaitu: (1) semua kisah adalah tentang perubahan atau transformasi, dan (2) semua kisah adalah tentang inspirasi.Perubahan atau transformasi yang bagaimana? Perubahan atau transformasi yang didahului oleh berkembangnya kapasitas diri melalui kemauan untuk belajar keras, kegigihan untuk berubah, dan
passion yang kuat dalam diri pelaku STBM. Perubahan terjadi tidak hanya dalam diri orang perorang, tetapi juga dalam kelembagaan, kebijakan, dan pola komunikasi atau kerjasama antar individu dan antara lembaga pembangunan di daerah.
Inspirasi yang bagaimana? Ada kisah mengharukan; ada kisah lucu; ada kisah serius dan lain - lain; yang semuanya mampu menggugah pikiran dan hati pembaca dalam tingkat yang berbeda-beda. Semua kisah mempunya kekuatan yang menggerakkan pembacanya untuk menjadi agen perubahan melalui berbagai cara dan menjadi bermanfaat bagi orang banyak.
Program SEHATI adalah program yang bercita-cita mengadakan transformasi menyeluruh melalui proses pengembangan kapasitas. Siapapun dapat berubah sepanjang mereka difasilitasi untuk berubah, termasuk pelaku-pelaku program sanitasi di daerah. Penempatan pemerintah daerah sebagai pemimpin dalam pelaksanaan program sanitasi adalah kunci dari terjadinya transformasi dalam waktu yang relatif singkat ini. Menempatkan pemerintah daerah sebagai pelaku utama program sanitasi menumbuhkan harapan bahwa perubahan di tingkat birokrasi dan kebijakan akan mampu membawa perubahan yang besar dalam perilaku masyarakat dampingan SEHATI di tujuh kabupaten.
Peningkatan kapasitas pemerintah daerah (baik di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa) serta wirausaha sanitasi untuk mendeklarasikan STBM 5 Pilar adalah salah satu pendekatan yang digunakan dalam program SEHATI. Pemberdayaan sengaja tidak dilakukan secara langsung kepada masyarakat, melainkan kepada pejabat terkait yang bertanggungjawab melaksanakan dan meneruskan program ketika program berakhir. Sejauh ini, kendala di lapangan pada saat peningkatan kapasitas, banyak ditemukan, namun dengan tekad yang kuat disertai semangat juang yang tinggi dan dan inisiator – inisiator di daerah, tantangan berhasil dihadapi.
4 buah Peraturan Bupati untuk mendukung STBM disahkan di Kab. Lombok Utara dan Lombok Timur
3 buah Instruksi Bupati untuk mendukung STBM disahkan di Kab. Lombok Timur, Sumba Barat Daya dan Dompu
9 buah SK Bupati untuk mendukung STBM disahkah di 7 kabupaten SEHATI
1 buah PERDA AMPL telah diperkuat di Kab. Dompu
2 buah Peraturan Bupati tentang AMPL dan STBM diperkuat di Kab. Sumba Barat Daya
3 buah Road Map STBM telah disusun di Kab. Lombok Utara, Lombok Timur, dan Sumba Barat Daya
1 buah Surat Edaran untuk Kabupaten ODF dan STBM 5 Pilar disahkan di Kab. Lombok Utara
18 Peraturan Desa telah disahkan di 7 Kabupaten SEHATI
1 buah Instruksi Bupati tentang STBM diperkuat di Kab. Biak Numfor = 500 orang
3.432 orang telah dilatih sebagai tim STBM
= 100 orang
189 orang telah dilatih sebagai sebagai
wirausaha sanitasi dengan berbagai produk
?
Berdasarkan data monitoring kapasitas dan inspeksi sanitasi tahun 2017
210 desa 51 kecamatan 7 kabupaten 3 propinsi
130,131 rumah tangga
419,822 jiwa = 10.000 rumah tangga
Data m onitoring SEHATI pada tahun 2017 m enunjukkan hanya 37% rumah tangga yang menggunakan fasilitas sanitasi yang layak.
7 KABUPATEN 51 KECAMATAN 210 DESA
Realisasi
Rp. 6,6 Milyar
Alokasi Dana Replikasi
Rp. 1,2 Milyar
Desa lain yang berminat replikasi telah menganggarkan
Rp. 2,6 Milyar
47%
37%
23%
20%
8%
Tim STBM Kabupaten Lombok Timur untuk SEHATI
Kami Berstrategi Agar Seluruh
Puskesmas Terlibat!
PENDEKATAN KEPADA STRUKTUR PEMERINTAH DI AWAL PERENCANAAN PROGRAM MEMANG TERBUKTI BERDAMPAK SECARA INSTITUSIONAL, KADANG KALA BAHKAN SECARA TAK TERDUGA.
P
erkenalan dr. Akmal Kurnia dengan YMP terjadi ketika dilaksanakannya peresmian TPST di Desa Kalijaga Selatan, Kabupaten Lombok Timur, tepatnya pada Senin 4 Januari 2016, dua hari setelah pelantikannya sebagai Kepala Bidang (Kabid) P2PL. Saat itulah pertama kalinya dr. Akmal berkenalan dengan Ellena dan kawan-kawan dari YMP.Desa Kalijaga Selatan merupakan daerah dampingan YMP pada Program SHAW dan telah menunjukkan kemajuan. Pencapaian itu sangat membanggakan dan meningkatkan citra diri YMP sebagai organisasi yang belum lama bergerak di bidang sanitasi. Kepecayaan diri dan optimisme yang tinggi ini bertambah ketika YMP mendapatkan respon positif dari dr. Akmal saat berjumpa tim YMP di sana. “Bu Ellena saat itu bilang; ‘kapan- kapan kami mampir untuk mendiskusikan program lebih lanjut,’” ujar Akmal menirukan pesan YMP. Perkenalan awal yang hanya selintas itu berlanjut dengan janji temu di ruang kerja Kabid P2PL, sehubungan akan dilaksanakannya Program SEHATI di Lombok Timur.
Belum memahami STBM
Meski pemerintah telah memberlakukan program STBM 5 Pilar sejak 2008 melalui Kepmenkes 852 tentang STBM, namun program ini tidak serta merta bersambut. Ini diakibatkan oleh belum semua pemangku kepentingan di Dinas Kesehatan memahami program STBM 5 Pilar.Tidak heran jika setelah sewindu Strategi Nasional STBM 5 Pilar ini diberlakukan, gaungnya tidak begitu terdengar, termasuk oleh dr. Akmal sendiri. Kehadiran SHAW periode 2012 hingga 2015 lalu di Kabupaten Lombok Timur dipandang berperan dalam menyadarkan struktur pemerintahan, meski belum menyeluruh. Dokter yang sebelumnya berkarir di rumah sakit ini mengakui bahwa sebelum ada SEHATI, ia belum mengerti tentang STBM. Sebagai praktisi kesehatan, ia mengerti prinsip dan teori dasar sanitasi, namun hanya sebatas konsep saja. Apa dan bagaimana melakukan STBM, baru dipahaminya sejak ia berkenalan dengan SEHATI, yaitu bertepatan dengan awal karirnya sebagai Kabid P2PL.
“Kalau teori umum, saya sebagai dokter sudah paham apa dampak lingkungan terhadap kesehatan. Tapi secara khusus bagaimana program mewujudkan lingkungan sehat itu hampir dibilang saya itu nol,” ungkapnya merendah hati.
Menjadi Penengah, Terlibat Perencanaan, hingga Membela Kepentingan Kabupaten
“Evaluasinya tidak lengkap
jika ada puskesmas yang tidak
datang. Alangkah lengkapnya
kalau
petanya
mencakup
seluruh
puskesmas
atau
kecamatan, jangan bolong
karena tiga puskesmas tidak
hadir,” tegas dr. Akmal.
tapi hasilnya tidak maksimal.
Berbeda dengan respon kepala seksi di bawahnya, dr. Akmal sendiri sedari awal justru optimis. Pengalamannya berorganisasi di KNPI menuntunnya untuk percaya bahwa YMP adalah organisasi yang siap diajak bekerja sama. Ia juga menangkap potensi besar di balik program SEHATI untuk mendukung kinerja unitnya melalui Strategi STBM 5 Pilar. Menurutnya, SEHATI adalah penyempurnaan dari SHAW.
Setelah melakukan beberapa pertemuan antar kepala seksi di Bidang P2PL, akhirnya optimisme di antara kepala seksi pun terbangun. Program SEHATI kemudian ditempatkan secara struktural di bawah Seksi Kesehatan Lingkungan yang dipimpin Lalu Saruji Ahmad. Sejak itu, mulailah terbangun kolaborasi antara pemerintah kabupaten dengan YMP.
Sebagai Kabid P2PL, dr. Akmal terlibat aktif pada perencanaan pembentukan tim mulai dari kabupaten, kecamatan hingga desa. Bahkan, ia turut merekomendasikan nama-nama kecamatan yang potensial untuk didampingi oleh YMP. Selain itu, ia juga berinisiatif untuk menghadirkan seluruh puskesmas di Lombok Timur dalam kegiatan penyusunan roadmap STBM, sekalipun pada awalnya YMP berencana menghadirkan 26 puskesmas dampingan SEHATI saja. Ia berpendapat bahwa agenda dalam kegiatan ini adalah evaluasi dan pemetaan pembangunan sanitasi kabupaten, sehingga seluruh stakeholder di tingkat puskesmas harus hadir untuk berkontribusi pada pengembangan sanitasi di wilayahnya. Dengan demikian, secara tidak langsung, SEHATI telah berkontribusi pada seluruh wilayah kabupaten Lombok Timur sejak awal mula program dilaksanakan.
“Evaluasinya tidak lengkap jika ada puskesmas yang tidak datang. Alangkah lengkapnya kalau petanya mencakup seluruh puskesmas atau kecamatan, jangan bolong karena tiga puskesmas tidak hadir,” tegas dr. Akmal. “Kami berstrategi agar seluruh puskesmas terlibat,” ia menegaskan.
Roadmap STBM pada dasarnya memang diperuntukkan untuk kabupaten Lombok Timur, dan keputusan dr. Akmal yang tetap menghadirkan seluruh puskesmas di kabupaten, menunjukkan kapasitasnya sebagai pemimpin yang dapat melihat persoalan secara makro. Kemampuan melihat persoalan secara makro ini pula yang memunculkan gagasan untuk mengintegrasikan program SEHATI dengan program sanitasi lain seperti MCAI dan Pamsimas.
Pembangunan sanitasi tidak akan berakhir!
Bicara soal keberlanjutan, Kabid P2PL menekankan bahwa pembangunan sanitasi ini butuh waktu yang cukup panjang. Untuk itu, ia berharap supaya kegiatan ini bisa berkesinambungan. Ia sadar, seberapapun besar anggaran dan sumber daya yang ada, pembangunan sanitasi tidak bisa diselesaikan dalam satu tahun. Harus ada kondisi yang kondusif bagi kesinambungan tersebut.
Tim STBM Kabupaten Biak Numfor untuk SEHATI
STBM itu Terbaik dan Termurah
S
ebagai anggota tim fasilitator STBM Kabupaten Biak Numfor, Yubelina Marandof merasa punya tanggung jawab moral untuk mengadvokasi para kepala distrik (atau kecamatan) sebagai pengambil kebijakan. Tidak hanya itu, ia juga tak segan membantu fasilitator STBM distrik dalam pelayanan terkait sanitasi dan perubahan PHBS.Perempuan kelahiran 9 Juni 1970 ini, sehari - hari bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Biak Numfor. Selain mengemban tugas sebagai Kabid Pelayanan Kesehatan, ia juga merupakan fasilitator kabupaten yang aktif mendampingi Sanitarian Pukesmas maunpun fasilitator STBM distrik.
Yubelina mengakui bahwa sebelum dilaksanakannya STBM 5 pilar, pola pikir masyarakat dan petugas kesehatan masih cenderung kuratif, sehingga perilaku promotif dan preventif belum banyak diterapkan. “Pelayanan di Dinas Kesehatan maupun Puskesmas selama ini hanya berfokus tentang bagaimana orang sakit bisa sembuh, kalaupun ada upaya pencegahan seperti program sanitasi porsi pendanaannya pun sangat kecil” katanya. Sejak Yubelina terlibat dalam kegiatan STBM 5 pilar, pola pemikiran ini pelan - pelan berubah. Promotif dan preventif mulai jadi pembahasan khusus pada program kerja dan pendanaan di Dinas Kesehatan. Tidak berhenti di situ, bersama dengan tim di Dinas Kesehatan, ia berupaya menularkan hal tersebut kepada tim Puskesmas. Menurutnya, perilaku hidup bersih dan sehat dengan pendekatan STBM adalah upaya kesehatan masyarakat terbaik dan termurah.
Untuk memastikan pola pikir ini berkelanjutan, maka Yubelina dan tim fasilitator rutin melaksanakan pendampingan kepada tim distrik. Dalam melakukan pendampingan, masalah yang sering ia temui yaitu masih rendahnya praktek PHBS di tingkat masyarakat, meskipun tim distrik sudah melakukan sosialisasi dan promosi secara rutin. Selain itu, terbatasnya ketersediaan air bersih di kampung semakin mempersulit pelaksanaan STBM 5 pilar.
Menghadapi tantangan tersebut, ia terus menerus memberikan motivasi kepada tim distrik agar tidak bosan menjalakan tugas pelayanan kepada masyarakat. Promosi yang dilakukan berulang - ulang sehingga masyarakat menjadi betul - betul paham merupakan salah satu strategi yang ia ajukan kepada tim district. Tidak jarang, Yubelina terlibat langsung tim relawan STBM kampung dan tim distrik dalam promosi, sosialisasi atau monitoring di tingkat kampung. Hal ini ia lakukan untuk melihat dan mendengar langsung tantangan yang ada.
Pendekatan lain yang sudah ia lakukan adalah melakukan advokasi kepada pemerintah Distrik dan pemerintah Kampung agar mereka menyusun kebijakan pendukung STBM 5 Pilar. Hasilnya, beberapa Kepala Distrik telah membuat instruksi kepada Kepala Kampung untuk menganggarkan program air bersih dan jamban, mengalokasikan anggaran untuk relawan STBM dan kegiatan STBM lainnya dengan menggunakan Dana Desa.
Tim STBM Kabupaten Manggarai Barat untuk SEHATI
Mengubah Bantuan Pemerintah
Pusat Dari IPAL Komunal Menjadi
Jamban Sehat Keluarga Sesuai
Prinsip STBM
Y
ohanes B Stat, biasa dipanggil John, adalah seorang PNS, yang sekarang lebih dikenal sebagai ASN, sejak 2010 di Dinas PU Kabupaten Manggarai Barat. Pada tahun 2015, ia dipromosikan untuk menjabat sebagai Kepala Sub-bidang Cipta Karya dan merangkap sebagai Pejabat Pelaksana Direktur PDAM Mbeliling.Pada tahun 2016, YDD memulai kegiatan STBM bersama dengan Pemda Kabupaten Manggarai Barat dan salah satu kegiatan utamanya adalah membentuk dan melatih tim STBM kabupaten yang anggotanya diharapkan berasal dari perwakilan POKJA
AMPL. John adalah perwakilan dari Dinas PU dan merupakan salah satu peserta yang cukup aktif, khususnya pada waktu memulai implementasi STBM melalui berbagai kegiatan
roadshow dan pelatihan serta monitoring baik di kecamatan maupun desa.
Pada awal tahun 2017 terjadi perombakan besar pada OPD. Dinas PU dipecah menjadi 2, yaitu Dinas PU dan Dinas PKPP. John ditempatkan di Dinas PKPP dan menjabat sebagai Kepala Bidang Penyediaan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan.
Perubahan ini menjadi momentum bagi Dinas PKPP mendapat Bantuan dari Pemerintah Pusat untuk Pengadaan IPAL Komunal di 10 desa di Kabupaten Manggarai Barat. Dengan pengetahuan dan posisinya sebagai Tim STBM Kabupaten, John memiliki kepekaan terhadap perencanaan tersebut dan dia merasa IPAL Komunal ini tidak sesuai dengan prinsip prinsip STBM dan juga kurang sesuai dengan
kondisi geografis di desa desa target. John lalu
berkonsultasi dengan tim YDD dan kepadanya dijelaskan bahwa di Desa Rehak, Kecamatan Welak, masyarakat sedang membangun
juta rupiah untuk bangunan bawah dan tengah. Biaya ini tidak termasuk dengan bangunan bagian atas.
Tertarik dan merasa perlu adanya alternatif apabila ingin mengubah konsep IPAL Komunal, maka John melakukan advokasi kepada atasan dan timnya di Dinas PKPP untuk mendapat dukungan. Tidak kalah penting, ia juga meyakinkan dan membangun kapasitas timnya agar dapat memfasilitasi perubahan ini. Sebagai Penanggung Jawab Program, ia mengajak KSM penerima bantuan dan semua fasilitator SLBM dari semua desa untuk berkunjung ke desa Rehak dan melihat sendiri bagaimana jamban rumah tangga dikerjakan, termasuk melihat hasil dan kualitas dari pengerjaan tersebut. Di lapangan, mereka langsung berdiskusi dengan masyarakat mengenai konsep jamban rumah tangga dibandingkan dengan konsep IPAL Komunal.
bantuan karena jarak antar satu rumah dengan rumah yang lainnya cukup jauh. Jarak yang cukup jauh itu akan menuntut adanya jaringan perpipaan yang lebih panjang dan lebih mahal. Di samping itu, banyak tempat di desa masih kesulitan air, sehingga dikawatirkan laju aliran air limbah tidak lancar dan terganggu. Belum lagi lahan untuk menempatkan konstruksi IPAL itu sangat sulit didapatkan di setiap desa. Tak jarang masyarakat yang dekat atau terpilih untuk pemasangan IPAL itu keberatan. Pada beberapa kasus, ditemukan kemampuan masyarakat untuk mengoperasikan dan perawatan sarana bersama (sarana umum) masih sangat rendah sehingga keberlanjutannnya dipertanyakan.
Sebagai Tim STBM Kabupaten yang memahami konsep STBM dengan baik, John melakukan langkah yang berani yaitu membuat perubahan Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh tahun 2017 berupa Bantuan Pemerintah Pusat untuk Pengadaan IPAL Komunal yang awalnya akan memberikan manfaat bagi 200 rumah sasaran di 10 Desa di Kabupaten Manggarai Barat sekarang akan dapat diubah menjadi Pengadaan Jamban Individual bagi 1.000 Rumah lebih dengan jumlah dana yang sama.
POKJA AMPL Kabupaten Dompu untuk SEHATI
STBM Menjadi Sebuah
Gerakan
J
ufri, ST, MT adalah Kepala Bidang Sosial dan Budaya di Kantor Bappeda dan Litbang Kabupaten Dompu yang menjabat sejak bulan Januari 2017. Sebagai orang dengan latar belakang pendidikan Teknik Pertambangan ia tidak melihat STBM sebagai hal yang menarik karena di jabatan sebelumnya sebagai Kabid Pertambangan dan Energi, ia banyak bergelut dengan masalah pertambangan.“Ketika saya dilantik sebagai Kepala Bidang Sosial dan Budaya di Bappeda dan Litbang pada tanggal 05 Januari 2017, saya mulai fokus pada masalah kesehatan, pendidikan, sosial, pemberdayaan perempuan, agama, sehingga ini merupakan tantangan baru yang harus dijawab dengan berbagai inovasi dan terobosan termasuk di dalamnya adalah STBM,” ujarnya. “Untuk lebih memahami masalah STBM di Kabupaten Dompu hal pertama yang saya lakukan adalah Rapat Koordinasi dengan Dinas Kesehatan, Plan Internasional Cabang Dompu, MCAI, PAMSIMAS untuk menyamakan presepsi tentang arah program kegiatan untuk menuju Kabupaten STBM karena sudah masuk dalam target RPJMD. Dalam pandangan saya bahwa STBM harus dikerjakan oleh berbagai pihak, sehingga kami meminta juga para pemain STBM termasuk STBM SEHATI yang disponsori oleh Plan International Indonesia dan SIMAVI harus berada di Bidang Sosial dan Budaya Bappeda dan Litbang yang selama ini berada di Dinas Kesehatan. Mulai saat itu kami selalu bersama – sama untuk melakukan diskusi/rapat yang berkaitan dengan langkah kerja yang harus dilakukan dalam mewujudkan mimpi Bupati untuk menjadikan 81 Desa/Kelurahan STBM di Tahun 2021 sesuai dengan indikator RPJMD Kabupaten Dompu 2016-2021,” lanjutnya.
Pada saat ia menjabat, data BPS menunjukkan adanya 6,545 kasus diare dan 8,671 kasus ISPA, sebagai dampak dari buruknya sanitasi. Setelah melihat hasil baseline yang dilakukan oleh Plan International Indonesia, ia pun mendapat gambaran bahwa masih ada 15.607 KK yang masih buang air besar sembarangan. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah yang besar karena Dompu harus berkontribusi pada pencapaian target nasional akses universal pada tahun 2019.
Sejauh ini langkah kongkrit yang telah dilakukannya bersama Pokja AMPL Kabupaten Dompu untuk mendukung STBM adalah sebagai berikut :
1. Membuat Surat Keputusan Bupati Dompu Nomor 050/92/Bappeda dan Litbang/2017 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat Kabupaten Dompu 2017;
5. Rapat evaluasi dengan Pokja AMPL Kabupaten dan Kecamatan setiap tiga bulan untuk mengetahui perkembangan dan masalah STBM di tingkat desa;
6. Bersama Plan dan Pokja AMPL, tetap melakukan monitoring ke desa-desa sebagai pilot project
Plan dan desa replikasi dari PEMDA;
7. Turut serta dalam kegiatan pemicuan, sosialisasi, seminar yang dilakukan bersama Plan.
8. Menginisasi kegiatan Lomba Desa STBM, khusus pada desa yang menjadi pilot project Plan, dan kegiatan ini mendapat respon yang cukup besar dari masyarakat dan kepala Puskesmas dan menjadi agenda tahunan.
9. Dengan anggaran yang ada di Bidang Sosial Budaya mengadakan roadshow tentang STBM pada 2 kecamatan yang belum disentuh oleh kegiatan Plan. Dalam Road show ini Jufri bersama tim akan mengundang Plan sebagai salah satu pembicara. Adapun Kecamatan yang dimaksud adalah Kecamatan Kilo dan Pekat.
10. Pokja AMPL Kabupaten juga memfasilitasi Pokja AMPL Kecamatan untuk bernaung langsung di bawah Pokja AMPL Kabupaten.
POKJA AMPL Kabupaten di Lombok Timur untuk SEHATI
Muncul Dukungan Dari Berbagai Arah Untuk
STBM
Dukungan kebijakan dari segala penjuru
berdatangan, peluang koordinasi lintas sektor
dan program makin terbuka lebar untuk
penuntasan isu sanitasi. Kini, tinggal masalah
pendampingan.
S
ecara tidak terduga, kejutan positif terjadi tahun 2017 ini dari pemerintah. Melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 71 Tahun 2016 Tentang Petunjuk TeknisPenggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bidang Kesehatan
Tahun Anggaran 2017, pemerintah memberikan arahan langsung kepada puskesmas agar mengalokasikan BOK - salah satunya - untuk mendorong terwujudnya Desa STBM. Achmad Dewanto Hadi, ST. MT, Kepala Bappeda Lombok Timur, menyebut situasi saat ini sebagai gerakan yang masif untuk STBM.
“Pusat mendukung, kabupaten mendukung, dan desa juga,” katanya. Formasi BOK melalui DAK
Nonfisik menurut orang nomor satu Bappeda Lombok Timur ini, sangat menguntungkan. Dengan
formasi demikian, penyaluran BOK tidak lagi langsung dari pemerintah ke puskesmas, melainkan melalui APBD Kabupaten. “Jadi, ini menguntungkan buat kita dalam hal kontrol dan mendukung kebijakan daerah,” simpulnya.
Sebagai SKPD yang menjadi leading sector pembangunan, Bappeda menekankan koordinasi antar program-program pembangunan agar optimal dan tidak ada yang tumpang tindih, termasuk dalam hal menuntaskan persoalan sanitasi. Saat ini, pemerintah tengah mengejar pencapaian Akses
Universal 100-0-100 dan hal itu tergambar dari berbagai kebijakannya. Selain DAK Nonfisik yang
salah satunya untuk Desa STBM, ada pula program pembangunan lainnya seperti Kotaku (Kota Tanpa Kumuh). Program ini, sesuai namanya, mencita-citakan nol kawasan kumuh, yang berarti menyentuh persoalan sanitasi. Mengatasi sanitasi tidak bisa sendirian, maka Kotaku menawarkan kemitraan.
Inilah yang dilihat Dewanto Hadi sebagai peluang untuk memadukan pendekatan fisik dan nonfisik
melalui BOK. “Karena kawasan yang sudah diselesaikan fisiknya tadi akan kembali kumuh kalau tidak
ada pendekatan perubahan perilakunya,” jelasnya.
POKJA AMPL Kabupaten Sumba Tengah untuk SEHATI
POKJA yang Sekarang Berbeda Dengan yang Dulu
K
elompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan, atau yang biasa disebut sebagai Pokja AMPL, merupakan bentuk inisiatif pemerintah untuk mengawal dan mengkoordinir segala program yang berkaitan (pengelolaan) air minum dan penyehatan lingkungan. Hal ini disyaratkan oleh pemerintah nasional melalui Bappenas, dan menjadi institusi ad-hoc lintas sektor agar program air bersih dan sanitasi dapat berjalan sinergis. Pokja AMPL pada perkembangannya tidak hanya ada di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat provinsi dan kabupaten. Sebagaimana program sanitasi dan perubahan lingkungan lainnya, maka STBM pun dianggap penting sebagai bagian ranah kerja Pokja AMPL.kurang strategis. Sekarang, fungsi itu jauh berbeda,” jelas Paulus S. Anakaka, anggota Pokja AMPL Kabupaten Sumba Tengah. Bagi Paulus, koordinasi saja tidak cukup untuk menggerakkan roda pembangunan sanitasi; harus ada langkah yang lebih strategis yaitu pokja menjadi bagian dari yang memimpin.
Paulus S. Anakaka memang belum lama menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Sosial Budaya, Penertiban, Perlindungan Keamanan, dan Kesejahteraan di lingkungan Bappeda Sumba Tengah. Tetapi perihal Pokja AMPL Kabupaten ia telah lama mengetahui dan mengamatinya, dan ia semakin bisa memahaminya ketika menggantikan rekan kerjanya di Bappeda yang kemudian membuatnya terlibat aktif di Pokja AMPL Kabupaten. Pada pertemuannya dengan CD Bethesda untuk melakukan koordinasi melalui diskusi, ia menjelaskan bagaimana visi Kabupaten Sumba Tengah melalui pokja sebagai pengawal STBM dan program sanitasi air bersih lainnya.
Menurut Paulus, Pokja AMPL telah dijalankan dengan efektif dan berkelanjutan, dengan bukti mulai dialokasikannya anggaran khusus untuk operasional, tidak lagi mengandalkan anggaran di masing-masing SKPD yang terlibat. “Dengan dana khusus itu, pokja bisa semakin aktif melakukan kegiatan mandiri, misalnya melakukan pertemuan, mendampingi pokja AMPL kecamatan dan desa. Ini bagus, karena saya melihat koordinatif saja tidak cukup. Harus ada kegiatan yang lebih konkret dan jelas, dan ini sudah terjawab pada Pokja AMPL sekarang,” sambungnya.
Perubahan struktur dan fungsi peran Pokja AMPL di Sumba Tengah tidak hanya di sisi itu. Dulu, camat dan kepala Puskesmas dimasukkan dalam pokja AMPL kabupaten, sehingga fungsinya tidak tampak jelas memimpin program di level kecamatan. Hal ini memunculkan pembicaraan dan keputusan bahwa Pokja AMPL di tingkat kecamatan perlu dibentuk.
Dari hasil refleksi, kerja-kerja sanitasi, termasuk STBM, perlu dibuat lebih terarah
karena kecamatan dipandang strategis untuk memimpin dan mendampingi desa. Dengan pertimbangan itu pula dan mengacu pada pedoman STBM, maka pemerintah kabupaten memutuskan untuk membentuk Pokja AMPL di tingkat kecamatan, untuk menjadi bagian menggerakkan keberlanjutan STBM. Karena pokja AMPL di kecamatan harus ada yang memimpin, maka para camat dan kepala Puskesmas yang dulunya berada di Pokja tingkat kabupaten diberikan SK untuk memimpin Pokja AMPL di tingkat kecamatan. Dengan demikian, kerja-kerja sanitasi dan perubahan perilaku menjadi lebih termonitor dan camat bersama personel yang tergabung dalam pokja AMPL kecamatan bisa memutuskan hal-hal strategis, termasuk dalam hal alokasi anggaran. Kini, Pokja AMPL kecamatan pun bisa menggunakan alokasi anggarannya untuk operasional dan
mendampingi desa termasuk dalam kegiatan STBM dari pemicuan hingga verifikasi.
Perubahan-perubahan ini dirasakan penting dan diapresiasi oleh Paulus. “Bagi saya, keberlanjutan STBM dan program sanitasi lainnya jadi lebih terjamin karena setiap
POKJA AMPL Lombok Utara untuk SEHATI
Upaya menuju desa ODF & STBM di Lombok Utara
S
aat ini apabila kita berbicara tentang sanitasi di daerah pasti tidak terlepas dari yang namanya Pokja AMPL. Dalam rangka pencapaian desa ODF tahun 2018 dan desa STBM tahun 2021, Pokja AMPL kabupaten Lombok Utara mengeluarkan kebijakan pendukung seperti : Perbup STBM No 13 thn 2017 “Tentang STBM” dan Surat Edaran Bupati No. 47 thn 2017 tentang “Pelaksanaan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dalam rangka percepatan akses universal sanitasi 2019, kabupaten ODF 2019 dan Kabupaten Lombok utara STBM 2021.“POKJA AMPL kabupaten Lombok utara menjadi penting keberadaannya untuk mendukung dan mengawal regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan mensinergikan program – program dari SKPD yang tergabung didalamnya,” jelas Yuni Kurniati, Kabid Sosbud Bappeda yang juga menjabat sebagai ketua pelaksana POKJA AMPL Kabupaten Lombok Utara.
Sebagai ketua pelaksana POKJA AMPL Kabupaten, Yuni ingin memastikan penganggran desa dapat dilakukan baik melalui Dana Desa (DD) dan ADD (Alokasi
Dana Desa) juga digunakan untuk program STBM seperti: stimulan atau pembangunan paket jamban, pemicuan dan monitoring program di desa melalui pendataan STBM oleh kader kesling desa.
Kabupaten Lombok Utara terdiri dari 5 kecamatan dan 33 desa dan program STBM - SEHATI, yang merupakan kerjasama Plan Internasional Indonesia dan Pemkab Lombok Utara, dilakukan di 4 kecamatan dan 15 desa sebagai menjadi pilot projek. Pada tahun 2017 ini POKJA AMPL kabupaten bertekad untuk mendeklarasikan 6 desa ODF dan 13 desa ODF di tahun 2018 untuk desa non SEHATI. Artinya, total 33 desa ODF akan dicapai hingga akhir tahun 2018. “Selain itu kami dengan didukung oleh Plan Internasional juga menargetkan 4 desa STBM di tahun 2017,” ujar Yuni.
Tim Teknis Kabupaten Lombok Timur untuk SEHATI
Ingin Sanitasi Jadi Buah Bibir di Masyarakat
S
alah satu keunikan program STBM kali ini adalah munculnya TTK. Tim ini, sesuai dengan namanya, terdiri atas berbagai SKPD yang ada di Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, yakni Dinas Kesehatan, Bappeda dan BPMPD. Mereka inilah yang mewakili kabupaten dalam menangani berbagai hal teknis terkait STBM di lapangan. Kegiatan yang sebelumnya dilakukan langsung YMP seperti memfasilitasi pelatihan baseline survei, hingga pemantauan ke puskesmas, kecamatan dan desa, kini menjadi “santapan” rutin mereka.Adalah Lalu Saruji Ahmad atau Mamik Uji, yang memimpin tim ujung tombak kabupaten untuk STBM ini. Bagi Mamik Uji sendiri, STBM sudah bukan hal baru. Sewaktu STBM mulai diperdengarkan di Lombok Timur melalui SHAW beberapa tahun lalu, Mamik Uji sudah terlibat, meski selintas-pintas. Selama periode SHAW lalu, keterlibatannya hanya sebatas memenuhi undangan kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka SHAW. Selebihnya, ia tidak terlibat.
“
Seharusnya
yang
hadir
bukan hanya mereka yang
berpengaruh,
tapi
juga
mereka yang “bermasalah”
sehingga akar masalahnya
bisa diketahui dan mendapat
penyelesaian yang tepat,
”
tukasnya
Seksi Kesehatan Lingkungan, Mamik Uji selaku ketua seksi langsung terdampak dengan diangkatnya ia sebagai koordinator Tim Teknis Kabupaten. “Sekarang, sangat berbeda. Justru sekarang, program SEHATI melimpahkan semua rencana kegiatan apa yang akan kita lakukan itu khususnya di TTK ini,”ungkap Mamik Uji dengan bersemangat.
Berbagai pelatihan yang diterima para anggota tim lambat laun mulai mengubah para ujung tombak STBM dari kabupaten ini. Peran dan tanggung jawab Tim Teknis Kecamatan di antaranya memang melakukan advokasi isu STBM ke kecamatan. Hal ini mengharuskan mereka berinteraksi dengan para pejabat eselon di kecamatan, juga puskesmas. Pengalaman untuk yang berkontribusi terhadap perubahan nyata bagi Mamik Uji, yaitu terhadap keberanian dan rasa percaya diri untuk berbicara di depan forum, termasuk di hadapan para pejabat eselon seperti Camat, kepala puskesmas hingga kepala dinas.
Peningkatan rasa percaya diri ini juga dialami anggota timnya, seperti Ramzul Ain, Hesti, dan Herry Siswandi, yang notabene adalah staf non eselon. Bukan hanya itu, secara umum, mereka mengakui bentuk interaksi antara para anggota tim (yang mayoritas staf non eselon) dengan pejabat struktural seperti camat, dan kepala puskesmas, menjadi lebih cair dan luwes, tidak kaku dan prosedural. Hirarki jabatan yang menjadi karakter birokrat awalnya memang menimbulkan keragu-raguan di antara tim. Saat mulai ditarik sebagai anggota tim, Ain, misalnya, mengaku sempat gamang.
“Masak sih kapus dan Camat harus kita berikan pelatihan? Kan bukan level kita,” Ain mengulang keraguannya saat itu. Hesti, yang duduk di sebelahnya menambahkan sambil tertawa, “Dia (Ramzul Ain) sampai mengusulkan untuk nggak pake seragam (saat bertugas sebagai fasilitator untuk kepala puskesmas dan camat).”Ain menimpalinya dengan tergelak. Interaksi yang lebih cair antar staf dan pejabat eselon juga terjalin di internal tim sendiri. Herry Siswandi atau Andi, mengakui sejak ia terlibat dalam TTK interaksinya dengan Mamik Uji yang atasannya langsung di Kesling sejak 2013 – kini, tidak lagi canggung. Sebagaimana atasannya, Andi yang selama ini banyak di belakang meja, merasa percaya dirinya meningkat seiring berkembangnya wawasan sebagai fasilitator. Demikian pula Hesti, yang baru mengenal STBM sejak terlibat SEHATI.
Pasca ditunjuk sebagai anggota TTK dan mendapat berbagai pelatihan, para fasilitator ini lantas mempraktikkannya di berbagai pertemuan baik tingkat kecamatan, desa, maupun puskesmas. Kemampuan memfasilitasi ini diakui mereka memang penting dan untuk meningkatkannya, fasilitator perlu dilatih dan dikembangkan. Untungnya mereka juga mulai dilibatkan sebagai fasilitator dalam pertemuan program MCAI dan Pamsimas (dua program yang baru masuk di Lombok Timur pada pertengahan 2016 lalu) sehingga pengalaman tersebut terus mengasahnya. Saat ini, meski mereka mengaku relatif baru sebagai fasilitator, wawasan mereka mulai berkembang. Mamik Uji misalnya, mulai mengkritisi kehadiran masyarakat dalam pertemuan-pertemuan sosialisasi yang menurutnya belum mewakili semua unsur. “Seharusnya yang hadir bukan hanya mereka yang berpengaruh, tapi juga mereka yang “bermasalah” sehingga akar masalahnya bisa diketahui dan mendapat penyelesaian yang tepat,” tukasnya.
Agar dapat meningkatkan peran TTK sebagai fasilitator, Mamik Uji merasa masih perlu meningkatkan beberapa hal yang mendukung kapasitas seorang fasilitator seperti pengetahuan dan keterampilan menggali masalah serta menganalisisnya, teknik memotivasi, hingga penggunaan media.
“Saya tak lagi sendiri” adalah kalimat yang terucap dari Benedikta. Dengan wajah berseri-seri dan penuh semangat dia menceritakan bahwa dia tak lagi merasa sendiri dalam menjalankan program STBM di desa-desa wilayah kerjanya karena telah dibantu kader-kader tim STBM desa. Sejak ada kebijakan Pokja AMPL Kecamatan yang diinisiasi oleh CD Bethesda, telah terbentuk juga Tim STBM di setiap desa. Tidak hanya terbentuk Tim Desa tetapi juga telah ada penganggaran untuk kegiatan STBM mulai dari pendataan awal kepemilikan jamban, pemicuan & promosi,
monev, verifikasi sampai dengan deklarasi.
Benedikta tak lagi kesulitan dalam melakukan pemuktahiran data STBM 5 pilar karena telah dibantu oleh kader-kader di setiap desa. Pemicuan dan promosi yang dilakukan di bulan April 2017 juga melibatkan kader-kader
B
enedikta adalah seorang tenaga sanitarian di Puskesmas Radamata, Kecamatan Loura, SBD. “Mama Dino” adalah sapaan akrabnya, ia adalah penanggungjawab program STBM di Puskesmas Radamata yang mencakup 11 desa di kecamatan Loura. Jarak desa satu dengan desa yang lainnya sangat berjauhan, dengan medan jalan kurang bersahabat karena masih berupa jalan pengerasan yang setiap musim hujan sangat sulit dilalui akibat berlumpur.Program STBM-SEHATI mulai berjalan pada Februari 2016. Melalui pendekatan bersama Puskesmas dan Kecamatan, masyarakat dan perangkat desa diberikan pemahaman tentang SEHATI dan STBM. Selain itu, masyarakat juga diberi pengertian bahwa program ini adalah non-subsidi karena pemanfaatanya kembali kepada masyarakat itu sendiri, seperti
Anggota POKJA AMPL Kecamatan di Sumba Barat Daya untuk SEHATI
Dengan permasalahan tersebut,
Pokja AMPL Kecamatan bersama
CD
Bethesda
menginisiasi
pembentukan
kelembagaan
desa
untuk
STBM
berikut
penganggaranya yang nantinya
akan
dituangkan
dalam
Peraturan Desa untuk STBM.
Pokja AMPL kecamatan sendiri
juga mendapatkan dana dari
APBD sebagaimana pokja AMPL
kecamatan lainnya, rerata Rp.
60.000.000,- dalam satu tahun
ini. Dana ini dipergunakan untuk
koordinasi
dan
pemantauan,
termasuk STBM.
Sebelumnya, sebagai Sanitarian Puskesmas, Benedikta hampir merasa putus asa karena setelah lebih dari 3 tahun melaksanakan program
STBM belum ada peningkatan yang signifikan
terkait kepemilikan dan akses sanitasi. Puskesmas Radamata hanya mengalokasikan dana STBM sekitar 5,1 juta rupiah untuk kegiatan pemicuan dan pendampingan STBM. Dana ini sangat minim untuk pendampingan 11 desa karena hanya cukup untuk biaya perjalanan sanitarian, sehingga capaian kepemilikan dan penggunaan jamban rumah tangga masih di bawah 30 %. Capaian yang masih rendah ini dipengaruhi beberapa kondisi diantaranya belum adanya alokasi dana untuk kegiatan STBM di Desa dan insentif kader-kader untuk mengumpulkan data dan memberikan pemahaman ke warga (Pemicuan) sehingga masyarakat belum sadar pentingnya hidup bersih dan sehat. Dengan permasalahan tersebut, Pokja AMPL Kecamatan bersama CD Bethesda menginisiasi pembentukan kelembagaan desa untuk STBM berikut penganggaranya yang
nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Desa untuk STBM. Pokja AMPL kecamatan sendiri juga mendapatkan dana dari APBD sebagaimana pokja AMPL kecamatan lainnya, rerata Rp. 60.000.000,- dalam tahun 2017. Dana ini dipergunakan untuk koordinasi dan pemantauan, termasuk STBM.
A
gustina kini lebih bersemangat melakukan perubahan di Biak terkait program STBM. Kini ia berani menargetkan bahwa pada akhir 2017, 100% masyarakat di 16 desa (atau kampung untuk wilayah Papua), Kecamatan (atau Distrik untuk wilayah Papua) Biak Kota memiliki akses terhadap sarana air bersih dan jamban sehat. Menurutnya, semangat dan keberanian menentukan target tersebut merupakan suatu perubahan strategi yang didapat setelah ia mengikuti studi banding program STBM.Agustina Adriana Rumbewas, S.IP adalah seorang kepala Distrik Biak Kota Kabupaten Biak Numfor. Jabatan Kepala Distrik melekat padanya sejak tahun 2011 hingga sekarang. Sebelum pindah ke Distrik Biak Kota, perempuan 44 tahun, yang akrab disapa Agustina, pernah menjadi kepala Distrik Biak Utara dan Distrik Biak Timur. Pada bulan Oktober 2016 lalu, ia bersama 3 Kepala Distrik lain ilut serta dalam studi banding ke Kabupaten Lombok Timur (NTB) dan Kabupaten Manggarai Timur (NTT), yang diselenggarakan oleh Yayasan Rumsram.
Kegiatan itu bertujuan mengenalkan lebih dalam tentang strategi dan penerapan 5 Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di masyarakat melalui Program SEHATI. Program itu merupakan keberlanjutan Program sanitasi untuk wilayah Timur Indonesia.
distrik sebelumnya, namun menurutnya hal itu masih sebatas teori. “Sekitar tahun 2012 pernah ada sosialisasi STBM di Biak Utara, tindak lanjut yang dulu kami buat yaitu distrik merancang bagaimana STBM bisa terlaksana di masyarat” katanya, “Tapi, belum sempat melakukan aksi di kampung-kampung, saya dipindah tugaskan ke Biak Timur. Apalagi selama disana kegiatan STBM yang dilakukan jarang sekali melibatkan distrik, jadi memang belum ada tindakan nyata dan STBM bagi saya hanya seperti teori”.
Namun pandangan tersebut berubah. Sejak ia dipindahkan lagi ke Distrik Biak Kota tahun 2014, ia menemukan bahwa ternyata wilayah yang merupakan kota dan daerah pinggiran tidak beda dengan wilayah pedalaman. “Saya melihat ada jamban yang tidak layak pakai, dindingnya dari karung-karung, ada juga masyarakat masih buang air besar di pantai dan hutan, kemudian ibu-ibu kalau mengambil air jaraknya cukup jauh, ada yang bergantung pada air hujan. ini semua karena tidak ada fasilitas air bersih. Masalah lingkungan lainnya yaitu sampah, juga tidak ditangani secara baik” katanya, “Ini buruk sekali dan tidak bisa dibiarkan”.
Menurut Agustina, studi banding
itu sangat memberikan motivasi
bagi dirinya untuk melakukan
perubahan di wilayah kerjanya.
“Ditambah lagi saya bersama 3 kepala distrik lainnya diberikan kesempatan belajar STBM ke Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Manggarai Timur.”
Menurut Agustina, studi banding itu sangat memberikan motivasi bagi dirinya untuk melakukan perubahan di wilayah kerjanya. Selain itu, Agustina juga mulai membuat rencana strategi yang akan diadopsi setelah mengikuti studi banding yaitu menggunakan kewenangan mengintervensi STBM lewat dana kampung. Secara keseluruhan, 16 Kepala Kampung Distrik Biak Kota wajib mengalokasikan anggaran tahun 2016-2017 untuk pembangunan fasilitas air bersih dan jamban sehat. “Harapan saya, akhir tahun 2017, sudah 100% masyarakat memiliki akses terhadap air bersih dan jamban sehat,” ungkap Agustina, “Jika STBM di Lombok berhasil maka Biak pun bisa”.
Tim STBM Kecamatan di Lombok
Timur untuk SEHATI
Mengembalikan
Fungsi Pemicuan
B
agi sanitarian Puskesmas Terara, kehadiran SEHATI berarti kembalinya konsep pemicuan yang lama ditinggalkan karena diganti dengan model penyuluhan biasa. “Sebelum SEHATI, kita pemicuan masih penyuluhan biasa. Paling kita sekedar pemetaan, namun karena situasi dan kondisi, pesertanya kabur,” tutur Abdul Rahim yang biasa dipanggil Bram. Tidak adanya koordinasi dengan kepala desa, menjadikan sanitarian kesulitan menemukan tempat pemicuan yang layak.Berkali-kali pemicuan dilakukan di masjid, musholla atau rumah kepala dusun yang tidak memiliki halaman memadai untuk pemicuan yang ideal. Akhirnya, alih- alih menggunakan metode pemicuan, sanitarian menggantinya dengan metode penyuluhan di dalam ruangan. Akibatnya, di tengah-tengah aktivitas, acap kali pemicuan harus terhenti karena pesertanya satu persatu pergi - mungkin karena bosan atau merasa tidak tertarik. Pemicuanpun gagal mencapai tujuannya, yaitu untuk menumbuhkan kesadaran atas pentingnya sanitasi.
Sejak sanitarian puskesmas Terara ini terlibat di SEHATI dan berkat adanya keterlibatan kepala desa serta fasilitator desa, maka pemicuan bisa dilakukan sebagaimana mestinya. Kehadiran kepala desa langsung di lokasi pemicuan, menurut para sanitarian ini, sangat efektif untuk mendorong masyarakat hadir dan terlibat dalam kegiatan pemicuan hingga selesai.
“Dulu kepala desanya tidak ada. Setiap pemicuan di dusun yang kami temui hanya kepala dusun dan para kader,” kata Zakiah Izzawati. Setelah desa dampingan puskesmas Terara menyatakan berkomitmen menyukseskan SEHATI, kepala desa kini bukan hanya hadir melainkan juga ikut memotivasi warganya untuk berubah.
“Masyarakat sekarang tidak menghilang lagi. Dulu, mereka nggak mau peduli, (karena pemicuan) nggak cukup menarik,” kata sanitarian lainnya, setengah berebut berbicara, saking semangatnya. Situasi ketika masyarakat ‘menghilang’, hingga kehadiran kambing yang membubarkan proses di tengah-tengah pemicuan, merupakan sebagian akibat kurangnya komunikasi dan koordinasi antar pihak (dalam hal ini puskesmas dengan kepala desa) ketika persiapan pemicuan. Kekurangan dalam hal ini, ternyata
Tim STBM Kecamatan di Biak Numfor
Sanitarian sejak tahun 2012. Selain melayani masyarakat kesibukannya juga melayani keluarga yaitu mengurus suami dan 2 putrinya yang bersekolah di TK.Distrik Samofa merupakan wilayah kerja Puskesmas Ridge, yang baru diintervensi STBM melalui SEHATI pada September 2016 lalu. Berdasarkan data Puskesmas, penyakit-penyakit berbasis lingkungan selalu berada dalam 10 besar penyakit tiap tahunnya sehingga pelaksanaan 5 Pilar STBM di masyarakat turut menyumbang pada penurunan kasus penyakit akibat masalah lingkungan.
Setelah terlibat dalam kegiatan sosialisasi, pelatihan dan pemicuan di masyarakat, Nana menyadari bahwa kesehatan lingkungan bukan hanya urusan Sanitarian tapi juga butuh keterlibatan Puskesmas, Dinas Kesehatan, Pemerintah Distrik, Kampung dan organisasi di masyarakat. Ia juga merasa mendapat pengetahuan baru yang memudahkannya menyusun program kesehatan lingkungan berupa jadwal promosi,
pendampingan, monitoring. Menurut Nana, Sanitarian punya peran dan tanggung jawab besar meningkatkan kesehatan masyarakat. Sayangnya Program Kesling yang dijalankan menempatkan sanitarian sebagai “anak tiri”. Di Puskesmas sendiri, fokus pelayanan lebih besar pada Gizi, Imunisasi, Kesehatan Ibu dan Anak. Ini terbukti dari porsi anggaran Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Kesehatan lingkungan sendiri bersifat promotif dan preventif, artinya membantu masyarakat bagaimana mencegah penyakit. Nana menjelaskan bahwa jika lingkungan sehat berarti ibu hamil tidak terkena Malaria, jauh dari resiko anemia/kurang darah sehingga bayi yang lahirpun berat badannya normal. Ini sangat menyumbang keberhasilan program kesehatan lain di Puskesmas. Selain itu orang yang sehat pasti lebih produktif, tidak ada pengeluaran berobat dan uang bisa digunakan memenuhi gizi keluaga, pendidkan anak dan lainnya.
ia peroleh dari internet atau bertanya pada sanitarian lainnya. Ada juga program kegiatan dalam gedung yaitu klinik sanitasi, namun tidak dilakukan dengan rutin. Kendalanya, “Saya tidak percaya diri kalau ngomong, tidak iklas juga jalani sesuatu apalagi kalau pimpinan sudah anggap Kesling tidak penting saya bakal mundur” kata Nana.
Sekarang Nana menganggap STBM sebagai suatu wadah untuk membuktikan bahwa sanitarian sama pentingnya dengan profesi lain di bidang kesehatan, yaitu jika dilakukan
pada mengobati” tuturnya.
Dalam menjalankan STBM sanitarian seharusnya lebih banyak di luar gedung Puskesmas daripada di dalam gedung. Kenyataannya tidak demikian. Dikarenakan minimnya anggaran untuk supervisi dan monitoring,
seringkali sanitarian enggan turun ke lapangan, terutama bagi yang masih berstatus honorer. Nana merasa prihatin dengan kondisi masyarakat sehingga sering kali ia mengabaikan minimnya anggaran tersebut.
Ia merasa bersyukur ada Yayasan Rumsram yang mendampingi sehingga saat ada kendala di lapangan, ia dapat langsung berkoordinasi dan mencari solusi bersama teman-teman Rumsram.
Nana menyadari betul bahwa peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi Sanitarian sangat penting untuk mengatasi krisis percaya diri, dan ini telah didapatkannya lewat program SEHATI. Harapannya, Dinas Kesehatan dan Puskesmas
Tim STBM Kecamatan Lombok Timur untuk SEHATI
Kembali pada Profesionalisme
dan Lebih Terkoordinir
MASUKNYA SEHATI, BERDAMPAK PADA KEMBALINYA PROFESIONALISME
SANITARIAN. MEREKA TIDAK LAGI LEBIH BANYAK DITEMPATKAN DI LOKET,
ATAU DI POSISI YANG TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN TUPOKSI MEREKA
SEBAGAI SANITARIAN. BAHKAN, DI SAAT PEMICUAN, MEREKA JUGA LEBIH
TERKOORDINASI DENGAN PERANGKAT DESA KHUSUSNYA KEPALA DESA.
Tidak Lagi “Kalah Pamor” dengan Kambing
Belum pernah terbayangkan oleh Baiq Rusti, bahwa profesionalismenya akan terusik hanya oleh kehadiran kambing. Ya, kehadiran hewan-hewan ternak berkaki empat bersuara melengking itu “sukses” menggagalkan pemicuan yang difasilitasinya beberapa waktu lalu. Pengalaman itu diperolehnya saat ia bersama empat sanitarian lainnya mengunjungi Desa Prue, Kecamatan Sakra, untuk memberi pemicuan. Mereka tidak mengetahui bahwa pada saat bersamaan desa juga memiliki agenda lain yaitu menerima kedatangan bantuan hewan ternak kambing.
“Waktu itu kita berlima datang dari puskesmas. Kita sudah pertengahan pemetaan, tiba-tiba kambingnya datang. Saat kambingnya turun, masyarakat masih antusias mengikuti. Tapi makin lama kambingnya tambah banyak, akhirnya ya kita ditinggalin,” kenang Baiq Rusti, sambil menyambung,”Kita kalah pamor dengan kambing,” ujarnya tergelak. Saat itu, Baiq Rusti dan umumnya sanitarian, memang menganggap lumrah melakukan pemicuan tanpa koordinasi dengan kepala desa. Akibatnya, ada saja kendala yang dihadapi, seperti kehadiran kambing di tengah-tengah pemicuan tadi.
Taruh di sini oke, di sana oke
Baiq Rusti dan Hairani merasa lega, sejak adanya program SEHATI, mereka kini dapat lebih fokus pada profesi mereka sebagai sanitarian. Sebelum ada SEHATI, Baiq Rusti sempat ditugaskan di loket selama 4 tahun. Hanya sesekali saja ia ikut pemicuan di desa. Jika dihitung sejak dia masih “job” (suatu periode penempatan tugas yang bersifat suka rela-red), total 14 tahun Baiq Rusti harus rela ditempatkan di “sana-sini”, mengisi kekosongan tenaga kerja di puskesmas, hingga akhirnya diangkat sebagai PNS.
“Taruh di sini oke, di sana oke,” katanya menyungging senyum. Ironisnya, selama 14 tahun di puskesmas, Baiq Rusti mengaku jarang sekali mendapat pelatihan. Bahkan setelah diangkat menjadi PNS, ia baru sekali mendapat pelatihan sebagai sanitarian, itu pun lewat SEHATI. “Baru sekali kemarin ini (SEHATI). Karena kita kan terus dituntut di apotik. Kebetulan di apotiknya kan nggak ada tenaganya. Saya pemegang apotiknya, saya juga memegang gudangnya. Kita dilibatkan keluar (pemicuan) itu jarang sekali,” akunya. Baiq Rusti menuturkan bahwa dirinya baru mendapat kesempatan memfasilitasi pemicuan begitu muncul surat teguran dari Dinas Kesehatan agar puskesmas mendahulukan tupoksi bagi pegawainya.
Untunglah, akhirnya cahaya menerangi karir profesionalnya sebagai sanitarian. Dua tahun setelah pengangkatan dirinya sebagai PNS (2014), Puskesmas Sakra bersentuhan dengan SEHATI pada 2016 dan ia langsung kembali pada tupoksinya sebagai sanitarian profesional. Kini, begitu puskesmas Pringgasela berkomitmen untuk SEHATI, ia mulai berani menolak permintaan di luar tupoksinya. “Setelah mengenal YMP, sekarang sudah bisa menolak. Waktu saya saja sudah habis sebagai sanitarian,” kilahnya.
K
ampung Swapodibo merupakan salah satu kampung di distrik Biak Kota. Hingga awal tahun 2000, masih banyak masyarakat yang membuang air besar di sembarang tempat. Kalaupun ada warga yang mempunyai jamban, kondisinya seadanya : dinding ditutup dengan karung dan tidak memiliki atap. Selain itu, sumber air bersih hanya mengandalkan air hujan dan air Salobar (mata air yang keluar dari pantai).Tim STBM Desa di Kabupaten Biak Numfor untuk SEHATI
SADAR KESEHATAN
Adalah Frans Rosumbre, Kepala Kampung Swapodibo di Kabupaten Biak Numfor, yang tersentak mengetahui kondisi sanitasi yang buruk di wilayahnya. Ia tidak pernah menyangka bahwa persoalan sanitasi penting dan perlu diatasi. Ia baru sadar bahwa masalah ini merupakan masalah yang peka dalam kehidupan sehari - hari masyarakat. Saat mendengar informasi STBM dari Yayasan Rumsram, masyarakat mulai terbuka. Ia dan struktur pemerintah kampung menyadari bahwa pola hidup harus berubah lebih berkualitas. Ia menyebutnya dengan “SADAR KESEHATAN”
Saat ini, terdapat 7 relawan yang penjadi garda depan untuk penyampaian informasi, pendampingan dan evaluasi program. Tugasnya selaku kepala kampung adalah menjawab kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan infrastruktur sanitasi dengan memanfaatkan dana Kampung, seperti pembuatan
Dulu, kami menilai bahwa
Muntaber hanya musibah
Merangkai Mutiara Keberlanjutan STBM
Tim STBM Desa di Lombok Utara untuk SEHATI
Beruntung Mengikuti “Paket Pelatihan
Lengkap” Tentang STBM
J
ika menyebut kata STBM, masyarakat di desa Slengen pasti langsung mengkaitkan dengan kader yang berusia 40 tahun bernama Baiq Sumuriyanti, atau yang lebih dikenal dengan nama Ibu Yanti. Selain mempunyai kemampuan memicu dan melakukan promosi 5 Pilar STBM di masyarakat, dia juga bisa mendampingi masyarakat untuk membangun jamban sehat dan murah. Kemampuan itu didapatnya setelah bergabung dengan wadah PERSDAYGUN (Persatuan Sanitasi Dayan Gunung). PERSDAYGUN adalah wadah para kader yang telah dilatih tentang wirausaha sanitasi yang merupakan bagian dari projek SEHATI kerjasama Plan International Indonesia dengan SIMAVI. Selain sebagai kader STBM, ibu ini juga ditunjuk oleh desa sebagai kader MKM (Manajemen Kebersihan Menstruasi).Ibu Yanti dikenal sebagai sosok hebat di desanya. Selain sebagai kader STBM, ia juga menjadi guru honorer di salah satu SD Negeri di desa tetangga. Ibu yang berpendidikan S-1 dan memiliki dua putri ini beruntung mengenal komponen STBM secara utuh. Sebagaimana selalu disampaikannya, ia sangat beruntung bisa mengikuti “paket pelatihan lengkap” tentang STBM. Ia telah mengikuti pelatihan pemicuan 5 Pilar STBM, pelatihan promosi penggunaan media STBM, pelatihan manajemen produksi sanitasi, pelatihan teknis pembuatan paket jamban sehat, dan terakhir mengikuti pelatihan menjadi pembalut ramah lingkungan. Baginya, semua pelatihan itu adalah kesempatan emas untuk meningkatkan kapasitas dirinya sebagai kader kesehatan lingkungan untuk memahami komponen - komponen STBM secara utuh, sehingga ia merasa sangat percaya diri untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada tetangga dan murid - murid di tempatnya mengajar.
Berbekal pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya, Ibu Yanti kini menjadi narasumber STBM
dan promosi STBM, melakukan follow - up dan
monitoring, promosi MKM kepada murid dan wali murid kelas V dan VI di sekolah tempatnya mengajar dan yang tidak kalah serunya, ia sudah percaya diri memfasilitasi dan mendampingi para tukang dalam membangun jamban sehat dan murah di desanya. Ia juga mengaku mendapatkan dukungan dari pemerintah desa dengan berinisiasi mengambil beberapa alat cetak pembangunan jamban pada Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Utara.
Saat ini ia dan para tukang telah memfasilitasi pembangunan 30 unit jamban di desanya dalam kurun waktu 3 minggu. Tidak berlebihan memang bila ada candaan dari salah satu tukang di dusun Sambik Jengekel, “Wah.. meskipun kita sudah lama menjadi tukang, tapi harus banyak belajar ilmu tukang bangun jamban sehat dan murah kepada kader kesling..hehehe..”, kata pak Mimber, salah satu tukang di dusun Sambik Jengekel ini.
Tim STBM Desa di Sumba Barat Daya untuk SEHATI
Mensiasati STBM Menuju Kesehatan Masyarakat
D
esa Dikira terletak di Kecamatan Wewewa Timur, Sumba Barat Daya. Meskipun jaraknya kurang lebih 25 KM dari kota kecamatan, pemerintah dan masyarakat desa ini sangat menyambut baik program SEHATI. Bahkan pemerintah desa melakukan inisiasi pertemuan untuk mempersiapkan kegiatan pemicuan di semua dusun meskipun belum ada pencairan dana desa.Selain itu, Bapak Agustinus Malo selaku Kepala Desa Dikira sudah membentuk TIM STBM desa melalui Surat Keputusan dan mengalokasikan insentif setiap bulan untuk tim STBM dari dana desa. Pemberian insentif didasarkan pada pencapaian perubahan sanitasi di masyarakat melalui data monitoring 5 pilar. Hal ini beliau tegaskan untuk mendorong terbangunnya kinerja tim STBM desa agar berorientasi pada pencapaian hasil. Di bawah kepemimpinannya, pemerintah desa sangat mendukung implementasi STBM. Dengan adaya program pemberdayaan ini, maka desa juga memiliki strategi bahwa pemberian bantuan kepada masyarakat, tidak secara gratis tetapi sebagai upaya pemberdayaan. Hal ini penting untuk menumbuhkan rasa kepemilikan sarana sanitasi dimanfaatkan dan dipelihara secara berkelanjutan, “Sebab, kalau diberikan bantuan secara gratis, maka akan mengakibatkan masyarakat menjadi sangat ketergantungan dan tidak mendidik,” katanya.
Program SEHATI masuk ke Desa Dikira pada akhir tahun 2016, bertepatan saat proses musrenbangdes sedang berjalan untuk merencanakan program anggaran tahun 2017. Sayangnya, pada pertemuan itu STBM belum sempat dimasukkan dalam perencanaan program. Mengingat pencairan dana anggaran 2017 akan dicairkan pada pertengahan tahun dan mempertimbangkan pentingnya program STBM bagi masyarakat, maka melalui rapat evaluasi pemerintah desa Dikira dibuatlah kesepakatan bahwa pemerintah desa menalangi dulu kegiatan pemicuan yang dilakukan di setiap dusun. Pemicuan dilakukan pada bulan Januari - Februari 2017 untuk 4 dusun di desa Dikira. Hal ini dilakukan agar implementasi STBM 5 Pilar dapat dilakukan sedini mungkin. Menurut Agustino, jangan sampai ketiadaan anggaran menghambat pelaksanaan STBM di wilayahnya.
Tim STBM Desa di Lombok Utara untuk SEHATI
Tidak Puas Hanya Dengan Pilar 1
“Desa kami sebenarnya telah menjadi desa bebas BABS
berdasarkan hasil verifikasi Dinas Kesehatan Lombok Utara,
namun sebagai kepala desa saya akan terus mendorong agar Desa Pendua bisa menjadi Desa STBM pertama di Kabupaten Lombok Utara, yang kami targetkan paling lambat terjadi pada awal Tahun 2018”, itulah tekad dan harapan dari M. Abu Agus Salim, kepala desa Pendua Kabupaten Lombok Utara. Semula pak kades muda nan gagah ini beranggapan bahwa program STBM hanya
berorientasi pada kegiatan fisik saja seperti pembangunan
jamban dan saluran limbah, tetapi pemahamannya menjadi lebih baik setelah desa Pendua menjadi salah satu desa lokasi Project SEHATI. “Ternyata indikator penting dari STBM itu adalah perubahan perilaku” katanya. Karena itu dalam APBDes 2017, kades muda ini sudah
fisik ke dalam RKP 2017 (Rencana Kerja Pembangunan) seperti kegiatan pemicuan dusun, promosi
STBM 5 pilar dan melakukan monitoring. Walau demikian pemerintah desa tetap memperhatikan kebutuhan keluarga miskin, penduduk yang sudah tua, para janda tua dan penyandang disabilitas yang masih perlu diberikan bantuan material membangun jamban sehat.
A
gus – demikian dia akrab dipanggil – kini berusia 32 tahun dan menjabat sebagai kepala desa sejak tahun 2015. Dalam usianya yang masih relatif muda dia, mendapatkan dukungan penuh dari para tokoh-tokoh adat dan tokoh agama untuk menjadikan desa mereka sebagai desa pertama yang mendapatkan status desa STBM di Kabupaten Lombok Utara. Untuk mewujudkan tekadnya itu pemerintah desa dan para tokoh membentuk tim STBM desa yang beranggotakan unsur dari pemerintah desa, bidan desa, kader kesehatan, kader posyandu dan PKK. Jumlah Tim STBM desa adalah 23 orang, 14 orang diantaranya adalah perempuan.Desa yang memiliki motto Lampak Lempek (berdiri di atas jalan yang datar) dengan luas wilayah 513 Ha ini sebagian besar berada di dataran tinggi. Sebagian tanah atau dataran tinggi miring telah dijadikan persawahan dengan sistem irigasi, selebihnya merupakan perkebunan rakyat yang ditanami kelapa, kacang mete dan kakao. Dengan melihat kondisi ekonomi masyarakat dan potensi sumberdaya yang ada, kepala desa dan para tokoh optimis target sebagai desa STBM dapat terwujud. “Tugas pemerintah desa dan Tim STBM Desa untuk terus mengingatkan Masyarakat agar sanitasi dijadikan sebagai prioritas utama keluarga. Pemerintah mendukung penganggaran melalui dana desa”.
Atas dukungan dari Plan International melalui Project SEHATI, Agus mendapat kesempatan menjadi peserta pelatihan “Anggaran Desa Untuk STBM”. Dengan mengikuti pelatihan ini dia mendapatkan ilmu baru untuk menjawab kebutuhannya membuat program berkualitas bagi warganya. Pelatihan yang dilaksanakan 2 hari tersebut difasilitasi oleh sebuah lembaga advokasi penganggaran yang berasal dari Yogyakarta. Pelatihan ini merupakan bagian dari pelaksanaan strategi STBM yaitu penciptaan lingkungan yang kondusif untuk memudahkan pelaksanaan STBM seperti penganggaran dan kebijakan. Pelatihan yang diikuti oleh semua Kepala Desa, Ketua BPD, dan Kasie PMD Kecamatan ini dilaksanakan pada tanggal 25 – 26 Oktober 2016. Adapun hasil yang diharapkan dari pelatihan ini adalah semua desa di Kabupaten Lombok Utara memasukkan kegiatan dan anggaran untuk STBM dalam RPJMDesa, RKPDesa, dan APBDesa.
Setelah mengikuti pelatihan, Agus segera mengadakan pertemuan koordinasi dengan jajaran
pemeritah desa dan Tim STBM desa untuk meminta masukan dan melakukan identifikasi
kegiatan-kegiatan apa yang diperlukan untuk mendukung program STBM di Desa Pendua. Kalau pada tahun-tahun sebelumnya kegiatan dan anggaran terkait sanitasi dianggarkan semuanya untuk kegiatan
fisik saja seperti pembangunan saluran, gorong-gorong, SPAL, namun setelah memahami STBM
dengan baik, mengikuti pelatihan penganggaran untuk STBM dan melakukan diskusi dengan Tim STBM Desa, RKP thn 2017 desa Pendua menjadi lebih berwarna. Kegiatan dan anggaran sanitasi kini sudah mengakomodir kegiatan yang mengarah pada perubahan perilaku, seperti aktivitas pemicuan, promosi dan monitoring STBM, dengan melibatkan kader posyandu dan kader kesehatan desa secara aktif. Pada dokumen RAPBDes 2017 tercatat anggaran untuk sanitasi tidak kurang dari Rp. 187 juta untuk mewujudkan target Desa STBM 5 Pilar di awal tahun 2018.