LAPORAN PRAKTEK FISIKA
KETIDAKPASTIAN DALAM PENGUKURAN
NAMA KELOMPOK
: TI P2K A3
ANGGOTA
: Alfiani Nur Fitri
Amin Nur Ansori Prabowo
Eko Joko Priyonggo
Ika Yunita
Muhammad Faris Ilham
Purwahyudi Suwardiyanto
Syaiful Mahasan
ASISTEN
: Satyagraha Tedja, ST
TANGGAL
: 30 Juli 2016
LABORATORIUM FISIKA DASAR
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
LAPORAN PRAKTIKUM FISIK DASAR
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
I. Tujuan Percobaan :
1. Mengetahui pengertian dari pengukuran.
2. Dapat menggunakan alat-alat ukur dasar dengan benar.
3. Mampu menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang.
4. Dapat memahami penggunaan angka berarti.
II. Teori Dasar :
A. PENGERTIAN PENGUKURAN
Asas semua cabang ilmu pengetahuan adalah pengamatan atau observasi. Pengamatan besaran fisika umumnya dinyatakan secara kuantitatif atau pengukuran. Kumpulan hasil pengukuran yang diperoleh dari berbagai sumber diolah dan disintesiskan menjadi sebuah model atau teori dari suatu gejala alam. Agar berguna, teori harus mampu menerangkan semua peristiwa alam yang dikenal dan dapat meramalkan berbagai hal baru yang benar tidaknya dibuktikan dengan percobaan dan pengukuran baru.
Jika suatu ketika hasil kajian tidak sesuai dengan ramalan teori, maka perlu verifikasi atau bahkan gugurlah teori itu. Dengan demikian peranan eksperimen sebagai balikan untuk suatu teori.
Istilah-Istilah Dalam Pengukuran
Dalam pengukuran, digunakan sejumlah istilah yang akan dipakai pada pembahasan berikutnya, antara lain :
a. Instrumen/alat ukur : Suatu alat yang digunakan untuk menentukan nilai atau besarnya suatu kuantitas atau variabel.
b. Ketelitian (accuracy) : Adalah nilai yang hampir sama atau terdekat dengan pembacaan instrumen terhadap nilai yang sebenarnya dari variabel yang diukur.
c. Ketepatan (precision) : Adalah ukuran kemampuan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang secara berulang dari pengulangan pengukuran yang dilakukan. Atau merupakan suatu ukuran tingkatan yang menunjukkan perbedaan hasil pengukuran pada pengukuran yang dilakukan secara berurutan.
d. Sensitivitas (Sensitivity) : Rasio antara sinyal keluaran atau respon instrumen terhadap perubahan masukan atau variabel yang diukur.
Angka-Angka Berarti (Penting)
Angka-angka berarti (significant figures) memberikan informasi yang aktual (nyata) terhadap ketepatan pengukuran. Banyaknya angka berarti menunjukkan tingkat atau derajat ketepatan suatu pengukuran, sebagai contoh : 2 buah tahanan masing-masing 68 dan 68,0 ini berarti tahanan pertama memiliki 2 angka penting dan tahanan kedua memiliki 3 angka penting. 68 memiliki ketepatan yang lebih rendah daripada 68,0 .
Dari contoh di atas terlihat bahwa betapa pentingnya angka penting dalam suatu hasil pengukuran. Untuk menuliskan hasil pengukuran yang tepat maka terlebih dahulu disajikan contoh-contoh operasi angka penting.
Contoh 1.1 :
Dua buah tahanan R1 dan R2 dihubungkan secara berderet (seri). Pengukuran masing-masing dengan menggunakan jembatan Wheatstone menghasilkan : R 1 = 18,7 dan R 2 = 3,624 . Tentukan tahanan total sampai beberapa angka berarti yang memenuhi (sesuai).
Penyelesaian :
R1 = 18,7 (tiga angka berarti) R2 = 3,624 (lima angka berarti)
RT = R1 + R2 = 22,324 (empat angka berarti) = 22,3
Angka-angka yang dicetak miring untuk menunjukkan bahwa pada penjumlahan R1 dan R2, ketiga angka terakhir merupakan angka-angka yang meragukan. Dalam hal ini tidak ada gunanya untuk menggunakan dua angka terakhir (2 dan 4) sebab salah satu tahanan hanya diteliti sampai tiga angka yang berarti atau sepersepuluh ohm.
Bila dua atau lebih pengukuran dengan tingkat ketelitian yang berbeda dijumlahkan, maka hasilnya hanya seteliti pengukuran yang paling kecil ketelitiannya.
b. Operasi perkalian
Banyaknya angka-angka yang berarti dalam perkalian bisa bertambah dengan cepat, tetapi sekali lagi diingatkan bahwa yang diperlukan dalam jawaban hanya angka-angka berarti yang memenuhi.
Contoh 1.2 :
Untuk menentukan penurunan tegangan, arus sebesar 3,18 A dialirkan melalui sebuah tahanan 35,68 . Tentukan penurunan tegangan pada tahanan tersebut sampai angka-angka berarti yang memenuhi.
Penyelesaian :
Karena didalam perkalian tersebut terdapat tiga angka yang berarti (yaitu
3,18), maka jawaban hanya dapat dituliskan maksimal dalam tiga angka yang berarti. Operasi pengurangan dan pembagian sama dengan aturan penjumlahan dan perkalian dalam hal penulisan angka penting.
Jenis-Jenis Kesalahan
Tidak ada pengukuran yang menghasilkan ketelitian yang sempurna, tetapi adalah penting untuk mengetahui ketelitian yang sebenarnya dan bagaimana kesalahan yang berbeda digunakan dalam pengukuran. Langkah pertama yang diperlukan untuk menguranginya adalah mempelajari kesalahan-kesalahan tersebut; dimana dari hal ini juga dapat ditentukan ketelitian hasil akhir.
Kesalahan-kesalahan dapat terjadi karena berbagai sebab dan umumnya dibagi dalam tiga jenis, yaitu :
1. Kesalahan-kesalahan umum (gross-errors): kebanyakan disebabkan oleh kesalahan manusia, diantaranya adalah kesalahan pembacaan alat ukur, penyetelan yang tidak tepat dan pemakaian instrumen yang tidak sesuai, dan kesalahan penaksiran.
2. Kesalahan-kesalahan sistematis (systematic errors): disebabkan oleh kekurangan-kekurangan pada instrumen sendiri seperti kerusakan atau adanya bagian-bagian yang aus dan pengaruh lingkungan terhadap peralatan atau pemakai.
3. Kesalahan-kesalahan yang tak disengaja (random errors): diakibatkan oleh penyebab-penyebab yang tidak dapat secara langsung diketahui sebab perubahan-perubahan parameter atau sistem pengukuran terjadi secara acak.
Masing-masing kelompok kesalahan ini akan dibahas secara ringkas dengan menyarankan beberapa metode untuk memperkecil atau menghilangkannya.
a. Kesalahan-Kesalahan Umum
serta penaksiran hasil-hasil pengukuran. Selama manusia terlibat dalam pengukuran, kesalahan jenis ini tidak dapat dihindari; namun jenis kesalahan ini tidak mungkin dihilangkan secara kesuluruhan, usaha untuk mencegah dan memperbaikinya perlu dilakukan. Beberapa kesalahan umum dapat mudah diketahui tetapi yang lainnya mungkin sangat tersembunyi.
Kesalahan umum yang sering dilakukan oleh pemula adalah pemakaian instrumen yang tidak sesuai. Umumnya instrumen-instrumen penunjuk berubah kondisi sampai batas tertentu setelah digunakan mengukur sebuah rangkaian yang lengkap, dan akibatnya besaran yang diukur akan berubah. Sebagai contoh sebuah voltmeter yang telah dikalibrasi dengan baik dapat menghasilkan pembacaan yang salah bila dihubungkan antara dua titik di dalam sebuah rangkaian tahanan tinggi (contoh 1.3); sedang bila voltmeter tersebut dihubungkan ke sebuah rangkaian tahanannya rendah, pembacaannya bisa berlainan bergantung pada jenis voltmeter yang digunakan (contoh 1.4). Contoh-contoh berikut menunjukkan bahwa voltmeter menimbulkan sebuah “efek pembebanan” (loading effect) terhadap rangkaian, yakni mengubah keadaan awal rangkaian tersebut sewaktu mengalami proses pengukuran.
Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh efek pembebanan voltmeter dapat dihindari dengan menggunakan alat tersebut secermat mungkin. Misalnya, sebuah voltmeter yang tahanannya kecil tidak akan digunakan untuk mengukur tegangan-tegangan didalam sebuah penguat tabung hampa. Untuk pengukuran khusus seperti ini diperlukan sebuah voltmeter dengan impedansi masukan yang tinggi (misalnya VTVM atau TVM).
bila instrumen tersebut tidak dikembalikan ke angka nol sebelum melakukan pengukuran dan akibatnya semua pembacaan menjadi salah.
Kesalahan-kesalahan seperti ini tidak dapat dinyatakan secara matematis tetapi hanya dapat dihindari dengan menggunakan pembacaan yang cermat dan juga pencacatan data pengukuran yang benar. Hasil yang baik memerlukan pembacaan lebih dari satu kali, atau mungkin dengan pengamat yang berbeda. Dalam hal ini kita sama sekali tidak boleh bergantung pada satu pembacaan saja, tetapi paling harus melakukan tiga pembacaan yang terpisah. Yang lebih disukai adalah pembacaan pada kondisi-kondisi dengan pengubahan instrumen-instrumen dari keadaan mati ke keadaan hidup (off-on).
b. Kesalahan Sistematis
Jenis kesalahan ini dapat dibagi dua bagian yakni :
(1) Kesalahan instrumental (instrumental error) yaitu jenis kesalahan yang tidak dapat dihindarkan dari instrumen karena akibat struktur mekanisnya. Misalnya tarikan pegas yang tidak teratur, pembebanan instrumen secara berlebihan. Atau kesalahan kalibrasi akibatnya pembacaan yang tidak tepat. Kesalahan instrumental dapat dihindari dengan cara (i). ketepatan memilih instrumen yang sesuai peruntukannya, (ii) menggunakan faktor-faktor koreksi setelah mengetahui banyaknya banyaknya kesalahan instrumental, (iii) Kalibrasi instrumen dengan instrumen standar (baku).
(2).Kesalahan karena lingkungan (environmental errors) yakni jenis kesalahan akibat dari keadaan luar yang berpengaruh terhadap instrumen, seperti efek perubahan suhu, kelembaban udara, tekanan udara luar, atau medan elektromagnetik.
c. Kesalahan-kesalahan acak (random errors)
Kesalahan-kesalahan ini diakibatkan oleh penyebab yang tidak diketahui dan terjadi walaupun semua kesalahan-kesalahan sistematis telah diperhitungkan. Kesalahan-kesalahan ini biasanya hanya kecil pada pengukuran yang telah direncanakan secara baik; tetapi menjadi penting pada pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi, misalkan suatu tegangan akan diukur oleh sebuah voltmeter yang dibaca setiap setengah jam. Walaupun instrumen dioperasikan pada kondisi–kondisi lingkungan yang sempurna dan telah dikalibrasikan secara tepat sebelum pengukuran, akan diperoleh hasil-hasil pembacaan yang sedikit berbeda selama periode pengamatan. Perubahan ini tidak dapat dikoreksi dengan cara kalibrasi apapun dan juga oleh cara pengontrolan yang ada. Cara satu-satunya untuk membetulkan kesalaha ini adalah dengan menambah jumlah pembacaan dan menggunakan cara-cara statistik untuk mendapatkan pendekatan paling baik terhadap harga yang sebenarnya.
1.5 Analisis Statistik (Statistical Analysis)
Analisis statistik terhadap data pengukuran adalah pekerjaan yang bisa sebab dia memungkinkan penentuan ketidakpastian hasil pengujian akhir secara analisis. Hasil dari suatu pengukuran dengan metode tertentu dapat diramalkan berdasarkan data contoh (sample data) tanpa memiliki informasi (keterangan) yang lengkap mengenai semua faktor-faktor gangguan. Agar cara-cara statistik dan keterangan yang diberikannya (interpretasi) bermanfaat, biasanya diperlukan sejumlah pengukuran yang banyak. Juga dalam hal ini, kesalahan-kesalahan sistematis harus kecil dibandingkan terhadap kesalahan-kesalahan acak; sebab pengerjaan data secara statistik tidak dapat menghilangkan suatu prasangka tertentu yang selalu terdapat dalam semua pengukuran.
a. Nilai Rata-Rata
pembacaan yang banyaknya tak berhingga akan memberikan hasil paling baik, walaupun dalam prakteknya hanya dapat dilakukan pengukuran yang terbatas.
b. Penyimpangan Terhadap Nilai Rata-Rata
Penyimpangan (deviasi) adalah selisih antara suatu pembacaan terhadap nilai rata-rata dalam sekelompok pembacaan. Jika penyimpangan pembacaan pertama x1 adalah d1, penyimpangan pembacaan kedua x2 adalah d2, dan seterusnya.
c. Simpangan rata-rata
Deviasi rata-rata adalah suatu indikasi ketepatan instrumen yang digunakan untuk pengukuran. Instrumen-instrumen yang ketepatannya tinggi akan menghasilkan deviasi rata-rata yang rendah. Menurut definisi, deviasi rata-rata adalah penjumlahan nilai-nilai mutlak dari penyimpangan-penyimpangan dibagi dengan jumlah pembacaan.
d. Deviasi Standar
Deviasi standar (root–mean–square) merupakan cara yang sangat ampuh untuk menganalisis kesalahan-kesalahan acak. Secara statistik, deviasi standar dari jumlah data terbatas didefinisikan sebagai akar dari penjumlahan semua penyimpangan (deviasi) setelah dikuadratkan dibagi dengan banyaknya pembacaan.
KESALAHAN YANG MUNGKIN (PROBABILITY OF ERRORS) a. Distribusi Kesalahan Normal
TABEL 1.1 Daftar Pembacaan Tegangan
Pembacaan Tegangan (Volt) Jumlah Pengukuran
99.7 dalam mempelajari efek-efek acak secara analitis. Walaupun penulisan matematis bagi masalah ini diluar lingkup pembatasan ini, pernyataan-pernyataan kualitatif berikut adalah didasarkan pada hukum Normal :
(a).Semua pengamatan termasuk efek gangguan-gangguan kecil, disebut kesalahan-kesalahan acak;
(b).Kesalahan-kesalahan acak bisa positif atau negatif,
(c). Kemungkianan kesalahan acak yang positif dan negatif adalah sama
Dengan demikian kita dapat mengharapkan bahwa pengamatan pengukuran yang merngandung kesalahan-kesalahan yang positif dan negatif besarnya hampir sama, sehingga jumlah kesalahan total akan kecil dan nilai rata-rata akan menjadi nilai sebenarnya dari variabel yang diukur.
Adapun kemungkinan-kemungkinan bentuk kurva distribusi kesalahan adalah sebagai berikut :
(a).Kemungkinan kesalahan-kesalahan yang kecil lebih besar dari kemungkinan kesalahan-kesalahan yang besar.
(c).Terdapat kemungkinan yang sama bagi kesalahan-kesalahan positif dan negatif sehingga kemungkinan suatu kesalahan yang diberikan akan simetri terhadap harga nol.
Kurva distribusi kesalahan pada gambar 1.2 didasarkan pada hukum Normal dan menunjukkan suatu distribusi kesalahan yang simetris. Kurva normal ini dapat dipandang sebagai bentuk yang membatasi histogram yang diberikan pada gambar 1.1 dalam mana nilai yang paling mungkin dari tegangan yang sebenarnya adalah nilai rata-rata 100,0 volt.
b. Kesalahan Yang Mungkin (Probable Erorr)
Luasan yang dibentuk oleh kurva kemungkinan Gauss dalam gambar 1.2 diantara + dan -, menyatakan semua jumlah pengamatan. Luasan yang dibatasi oleh + dan 9- menyatakan kasus-kasus yang selisihnya dari nilai rata-rata tidak akan melebihi deviasi standar. Integrasi luasan yang dibatasi oleh kurva dalam batas-batas menghasilkan jumlah total semua kasus didalam batas-batas tersebut. Untuk data yang tersebar secara normal, berdasarkan distribusi Gauss diperoleh bahwa hampir 68% dari semua kasus-kasus tersebut berada dalam daerah + dan - dari nilai rata-rata. Nilai-nilai yang sehubungan penyimpangan-penyimpangan lainnya dinyatakan dalam diberikan pada tabel 1.2.
TABEL 1.2 Luasan dibawah kurva kemungkinan
Deviasi (+) () Bagian luasan total yang tercakup
0.6745 1.0 2.0 3.0
0.5000 0.6828 0.9546 0.9972
mempunyai nilai (harga) yang terletak di dalam batas-batas 0,20 dari nilai rata-rata. Dengan demikian, terdapat sekitar dua banding satu kemungkinan bahwa nilai setiap tahanan yang dipilih secara acak, akan terletak diantara batas-batas tersebut. Jika diinginkan perbedaan yang lebih besar, penyimpangan dapat diperbesar sampai batas 2 yang dalam hal ini adalah 0,40 . Sesuai dengan tabel 1.2, hal ini berarti 95% dari semua kasus dan 10 banding 1; artinya setiap tahanan yang dipilih secara acak terletak dalam batas-batas 0.40 dari nilai rata-rata 100.00 .
Pada tabel 1.2 menunjukkan bahwa separuh dari kasus tersebut berada dalam batas-batas penyimpangan 0,6745 . Besaran r disebut kesalahan yang mungkin (probable error) yang didefinisikan sebagai
Kesalahan yang mungkin r = 0.6745 . (6)
Nilai ini adalah mungkin dalam arti bahwa terdapat suatu kesempatan yang sama dimana setiap pengamatan akan memiliki suatu kesalahan acak yang tidak melebihi r.
Contoh 1.7 :
Pengukuran sebuah tahanan sebanyak sepuluh kali memberikan : 101.2 ; 101.7 ; 101.3 ; 101.0 ; 101.5 ; 101.3 ; 101.2 ; 101.4 ; 101.3 ; 101.1 . Dengan menganggap bahwa hanya terdapat kesalahan acak, tentukan : (a) nilai rata-rata, (b) deviasi standar, (c) kesalahan yang mungkin.
Penyelesaiaan :
Pembacaan (x) Deviasi
c. Kesalahan Batas (Limiting Errors)
Dalam kebanyakan instrumen, ketelitian hanya dijamin sampai suatu persentase tertentu dari skala penuh. Komponen-komponen rangkaian (seperti kondensator, tahanan, dan lain-lain) dijamin dalam suatu persentase tertentu dari nilai tertera. Batas-batas penyimpangan dari nilai yang ditetapkan disebut kesalahan batas (limiting error) atau kesalahan garansi (guarantee error). Misalnya jika nilai sebuah tahanan adalah 500 10%, maka pabrik
menjamin bahwa nilai tahanan tersebut berada diantara 450 dan 550 .
III. Prosedur Percobaan
III.1 Percobaan Penentuan Nilai Satuan Terkecil (NST)
1. Tentukan Nilai Satuan Terkecil dari alat : a. Mistar
b. Termometer c. Voltmeter d. Amperemeter e. Stopwatch f. Busur Derajat
2. Tentukan NST alat ukur digital Timbangan.
3. Tentukan NST alat ukur Jangka Sorong dengan nonius dan tanpa nonius
III.2 Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran berulang Dimensi Balok Logam dengan Jangka Sorong
1.Ukur Panjang, Lebar dan Tebal balok logam dengan jangka sorong masing masing sebanyak 5 kali pada tempat pengukuran yang berbeda - beda. 2. Catat pada lembar data yang telah disediakan.
3. Tentukan dimensi balok tersebut beserta ktp mutlak dan ktp relatifnya.
III.3 Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran berulang Tebal Kartu dengan Jangka Sorong dan Mikrometer Sekrup
1. Ukur Tebal kartu dengan jangka sorong dan micrometer sekrup masing masing sebanyak 5 kali pada tempat pengukuran yang berbeda - beda. 2. Catat pada lembar data yang telah disediakan.
III.4 Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran tunggal Massa Balok dengan Neraca dan Timbangan Digital
1. Gunakan neraca dan timbangan digital Untuk menimbang balok masing - masing sekali saja.
2. Catat pada lembar data yang telah disediakan.
3. Tentukan massa balok tersebut beserta ktp mutlak dan ktp relatifnya.
III. 5 Pencatatan Kondisi Fisis Laoratorium
Baca suhu, tekanan udara dan kelembaban udara dalam laboratorium dan laporkan hasilnya dengan cara yang tepat.
IV. Hasil Pengamatan
Dari hasil praktikkum didapatkan hasil pengamatan :
IV.1 Percobaan Penentuan Nilai Satuan Terkecil (NST)
Dari hasil percobaan didapat hasil pengukuran : 1. Hasil NST alat ukur :
a. Mistar = 0,1 cm = 1 mm b. Termometer = 1oC
c. Voltmeter = 1 mV d. Amperemeter = 10 mA e. Stopwatch = 0,1 sec f. Busur derajat = 0,5o
2. Hasil NST alat ukur digital timbangan = 1 gram 3. Hasil NST alat ukur Jangka sorong :
IV.2 Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran berulang Dimensi Balok Logam dengan Jangka Sorong
Dari hasil percobaan didapat hasil pengukuran :
Pengukuran ke
-1 2 3 4 5
P 33,50 33,80 33,85 33,80 33,80
L 15,70 15,90 15,90 15,70 15,75
T 15,80 15,70 15,80 15,80 15,80
IV.3 Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran berulang Tebal Kartu dengan Jangka Sorong dan Mikrometer Sekrup
Dari hasil percobaan didapat hasil pengukuran :
Pengukuran ke
-1 2 3 4 5
JS 0,80 0,75 0,70 0,80 0,75
M 0,83 0,83 0,84 0,84 0,82
JS = Jangka Sorong
M = Micrometer
IV.4 Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran tunggal Massa Balok dengan Neraca dan Timbangan Digital
Dari hasil percobaan didapat hasil pengukuran :
Alat Ukur Massa Satuan
Neraca 70,21 g
Timbangan Digital 70 g
IV.5 Kondisi Fisis Laboratorium
Suhu = (29 ± 0,5)oC
Kelembaban Relatif = (80 ± 1)% Tekanan Udara = (29,3 ± 0,05)in Hg
V. Alat Dan Bahan
1. Mistar Plastik
3. Stopwatch 4. Busur Derajat 5. Termometer 6. Balok Logam 7. Barometer
8. Neraca Teknis / Neraca Digital 9. Amperemeter
10. Mikrometer Sekrup
VI. Pembahasan
VI.1 Percobaan Penentuan Nilai Satuan Terkecil (NST)
Nama Alat Nilai NST Satuan
1. Alat Ukur Analog
Busur Derajat 0,5 oC
2. Alat Ukur Digital
Timbangan 1 g
3. Jangka Sorong
Dengan Nonius 0,05 mm
Tanpa Nonius 1 mm
VI.2 Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran berulang Dimensi Balok Logam dengan Jangka Sorong
- Ketidakpastian Mutlak dituliskan sebagai :
- Ketidakpastian Relatif dituliskan sebagai :
a. Ketidakpastian Panjang (P) Balok Logam
Perhitungan :
Ketidakpastian Mutlak dilaporkan sebagai :
P
=
P
±
ΔP
=(
33
,
75
±
0,06
)
mm.Ketidakpastian Relatif dilaporkan sebagai :
P
=
P
±(
KTP
Re latifx
100
)=
33
,
75
mm
±
0,1874
b. Ketidakpastian Lebar (L) Balok Logam
Perhitungan :
Ketidakpastian Mutlak dilaporkan sebagai :
L
=
L
±
ΔL
=(
15
,
79
±
0,05
)
mm.Ketidakpastian Relatif dilaporkan sebagai :
L
=
L
±(
KTP
Re latifx
100
)=
15
,
79
mm
±
0,2902
c. Ketidakpastian Tebal (T) Balok Logam
Perhitungan :
T=ΣT
n =
78,90
5 =15,78
ΔT=1
n
√
n
∑
T2−(
∑
T)
2n−1 = 1 5
√
(5 .1245,05)−(78,90)2
5−1 =0, 02
KTP
relatif=
ΔT
T
=
0,02
15
,
78
=
0,001267
Ketidakpastian Mutlak dilaporkan sebagai :
T
=
T
±
ΔT
=(
15
,
78
±
0,02
)
mm.Ketidakpastian Relatif dilaporkan sebagai :
T
=
T
±(
KTP
Re latifx
100
)=
15
,
78
mm
±
0,1267
VI.3 Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran berulang Tebal Kartu dengan Jangka Sorong dan Mikrometer Sekrup
- Ketidakpastian Mutlak dituliskan sebagai :
X = {x ± x }[x] , dengan x : besaran fisis yang diukur Di mana :
x=x1+x2+.. .+xn
n
Δx=Sx=1
n
√
- Ketidakpastian Relatif dituliskan sebagai :
b. Ketidakpastian Tebal (T) Kartu dengan Pengukuran menggunakan
Ketidakpastian Relatif Pengukuran Tebal Kartu dengan Micrometer dilaporkan sebagai :
T
m=
T
m±(
KTP
Re latifx
100
)=
0,832
mm
±
0,45
VI.4 Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran tunggal Massa Balok dengan Neraca dan Timbangan Digital
∆ x = ½ NST (pengukuran tunggal)
[x] = satuan besaran x (gunakan sebanyak-banyaknya Satuan Internasional (SI))
a. Ketidakpastian Massa (M) Balok Kuningan dengan Pengukuran tunggal menggunakan Neraca
Perhitungan :
ΔM=1
2x0, 01=0, 005
Ketidakpastian Pengukuran Massa Balok Logam dengan Neraca dilaporkan
sebagai :
M=M±ΔM=(70,21±0,005)g
b. Ketidakpastian Massa (M) Balok Kuningan dengan Pengukuran tunggal menggunakan Timbangan Digital
Perhitungan :
ΔM=1
2x1=0,5
Ketidakpastian Pengukuran Massa Balok Logam dengan Timbangan Digital
dilaporkan sebagai :
M=M±ΔM=(70±0,5)g
VI.5 Kondisi Fisis Laboratorium
Alat Ukur : Neraca
NST : 0,01 g
Massa : 70,21 g
Alat Ukur : Timbangan Digital
NST : 1 g
VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. 1 KESIMPULAN
1. Secara umum, hasil pengukuran hanya merupakan taksiran atau pendekatan nilai besaran ukur, oleh karena itu hasil tersebut hanya lengkap bila disertai dengan pernyataan ketidakpastian dari taksiran tersebut.
2. Setiap alat ukur memiliki Nilai Satuan Terkecil (NST) yang berbeda - beda, pada praktikkum ini dilakukan penentuan nilai NST pada alat sebagai berikut :
Suhu (29 ± 0,5)oC
Kelembaban Relatif (80 ± 1)%
3. Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran berulang Dimensi Balok Logam dengan Jangka Sorong didapat hasil :
Ketidakpastian Mutlak dilaporkan sebagai :
P
=
P
±
ΔP
=(
33
,
75
±
0,06
)
mm.L
=
L
±
ΔL
=(
15
,
79
±
0,05
)
mm.T
=
T
±
ΔT
=(
15
,
78
±
0,02
)
mm.Ketidakpastian Relatif dilaporkan sebagai :
P
=
P
±(
KTP
Re latifx
100
)=
33
,
75
mm
±
0,1874
L
=
L
±(
KTP
Re latifx
100
)=
15
,
79
mm
±
0,2902
T
=
T
±(
KTP
Re latifx
100
)=
15
,
78
mm
±
0,1267
4. Percobaan Pengukuran Ketidakpastian pada pengukuran berulang Dimensi Balok Logam dengan Jangka Sorong didapat hasil :
Ketidakpastian Mutlak Pengukuran Tebal Kartu dengan Jangka Sorong dilaporkan sebagai :
T
JS=
T
JS±
ΔT
JS=(
0,76
±
0,02
)
mm.Nama Alat Nilai NST Satuan
1. Alat Ukur Analog
Mistar 1 mm
Termometer 1 oC
Voltmeter 1 mV
Amperemeter 10 mA
Stopwatch 0,1 s
Busur Derajat 0,5 oC
2. Alat Ukur Digital
Timbangan 1 g
3. Jangka Sorong
Dengan Nonius 0,05 mm
Ketidakpastian Relatif Pengukuran Tebal Kartu dengan Jangka Sorong dilaporkan sebagai :
T
JS=
T
JS±(
KTP
Re latifx
100
)=
0,76
mm
±
2,46
Ketidakpastian Mutlak Pengukuran Tebal Kartu dengan Micrometer dilaporkan sebagai :
T
m=
T
m±
ΔT
m=(
0,832
±
0,004
)
mm.Ketidakpastian Relatif Pengukuran Tebal Kartu dengan Micrometer dilaporkan sebagai :
T
m=
T
m±(
KTP
Re latifx
100
)=
0,832
mm
±
0,45
Dari percobaan ini diketahui bahwa nilai ketidakpastian pengukuran dengan mikrometer sekrup memiliki ketidakpastian pengukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan pengukuran menggunakan jangka sorong, hal ini salah satunya dikarenakan alat mikrometer sekrup memiliki kelitian lebih tinggi dibandingkan dengan jangka sorong.
5. Percobaan pengukuran ketidakpastian pada pengukuran tunggal Massa Balok dengan Neraca dan Timbangan Digital
Ketidakpastian Pengukuran Massa Balok Logam dengan Neraca dilaporkan
sebagai :
M=M±ΔM=(70,21±0,005)g
Ketidakpastian Pengukuran Massa Balok Logam dengan Timbangan Digital
dilaporkan sebagai :
M=M±ΔM=(70±0,5)g
dibandingkan dengan pengukuran menggunakan timbangan digital, hal ini salah satunya dikarenakan Neraca memiliki kelitian lebih tinggi (NST = 0,01 g) dibandingkan dengan Timbangan Digital (NST = 1 g).
VII. 2 SARAN
Pada pengukuran berulang didapat data keberulangan dengan data yang tidak presisi hal ini dikarenakan salah satunya adalah keterbatasan dari kemampuan praktikkan dalam menggunakan alat dan performa alat yang digunakan. Dengan ini saran kami :
1. Agar alat dan sarana penunjang di laboratorium Fisika agar lebih lengkap, terjaga dan terpelihara.
2. Praktikkan yang melakukan pengujian harus lebih teliti dalam mengumpulkan data.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Modul Praktikkum Fisika Dasar Universitas Bhayangkara Jakarta Raya. Pedoman Evaluasi dan Pelaporan Ketidakpastian Pengukuran DP.01.23, Komite Akreditasi Nasional (KAN) : Juni 2003