commit to user
! "
commit to user
vii
! " #!#
$ % % % $ !$
$ " $ # !& ' (
) * ( ) +) ) , & ) - +) ) % .+
+/+- + &+/ 0 1 (
!
"#$
%
% & &% ' % % ( )
*+
, *+
+ ,
' '
*+
!
) 2- *+
%
commit to user
viii
$ $ $
! ! $% ! " !& & 9: ; %
% # % # ( $!( : ! $ "
' !& #% ( ) * ( )
$+* +7+ <8 , - ++ & 2 - = <8 ++
+/+-+ % .+/+-+ = &+/ = 0 1 (
!
! " # # $ #
% ! & ' ! ! "
( ! &
) * ! ! ! * &
* ! (
+,-$ &
$ $ ! " ! # #
% % $ $ $
%. . " & &
&
$ * &
!! !
! ! " * & !
* !
! " ! # # #
% ! &
/ # # % ! ! "
commit to user
!" # $ %
& & & '
!
( (
) *
)+ ,###*
-(
.
commit to user
,
! " " / /
", , / / ),# *
& .
% 01 0 + % ### 0
+ 2% ### ### 01 0
" / 3
" ),##4*
" & 5 "
3 ),##4*
,##4 # 0
'
" ),##4* #6
commit to user
2
(
(
1
!
) / * /
( ", , / /
7 /
) (83*
(83
) * 0 ) *
) * 9 ) * (83
/
) *
) / *
) (83* (
:
) / * (
commit to user
; !
"
" <
/ (
, +
<
"
"
commit to user
= "
"
commit to user
!
"
#
$ %
& ! $
! $ ' " (
% # % ) # ) # ) #
* # & ! +
! $ ,
- , & ! $
& , $
% .
/
0
$
commit to user
2
( $
" $
,
&
" $ 3 # #
4 %
0 &
! $ ,
/ ! $
commit to user
0
. # #
$ ,
!
&
% & %
# # % # #
# #
+
5
&
0
& %
3 $ 4
1 5
&
2 !
& %
( 6
&
7
commit to user
1
8 6
& %
! ! " / /
" 3! "/ /"4 "
" # % " # + )
" 9 '' ! : ; # 12
" ! "/ /" "
<78 = & % " #
= & %
" / # & *
1<>& > > ->78 8 . <78# = & % "
! ! " / 3! "/4
6 " ? # !
! "/ /"
! "/ /" " $ ,
% # # +
# + # $ #
$
0 +
$
commit to user
2
(
7
# #
$
8
! "/ /"
! $
! $
! :
$
#
%
$ #
# #
: % ,
% ! "/ /"
, ! "/ /"# '
.
# %
%
#
commit to user
%
#
# #
% ! "/ /" 3 4
, ! "/ /"# '
% '
#
$
%
# # #
# # # %
.
4
'
$
%
commit to user
7
0 % %
% % #
% %
% %
% % > # $
"
# % # % %
#
1 !
#
3! /&# ' 4
2 >
> $
! >
3 4
(
%
+ 6 #
0
commit to user
8 %
% '
7
# #
% #
8
!
2, # 2
#
3! /&#
' 4
<
$ # # #
#
'
#
# %
? ?/ 3 4
3! /&# ' 4 :
commit to user
<
#
0 %
%
# # # # #
! % ,
+ ,
+ ,
,
,
: ,
, !
" % #
#
! = #
# % # A ' %
7 2 A 2 % #
#
# 7 A < %
#
! #
% # 0 A 7 #
# ' A 8 #
1 2 A ' # # !
!
commit to user
'
%
, ! "/ /"# '
6 % % ! 3 ''<4
,
% ' @
1 ( #
% %
# % % % %
0
% % 3 %
+ 4 6 %
3 + 4 @
;
commit to user
%
% !
2 ,
1
%
! % ,
5 , %
! , #
% ,
, B '
, B
$ . , '
" % >
!
%
3 # ''14 "
% ,
& %
& % #
% $ # %
# %
0 & $ $
commit to user
% # % % #
# # # !
% 3 ''14,
% %
% %
6 $
% % % #
% % #
% %
% # # #
# # # #
% % #
% % #
# % %
#
"
# # # %
% #
commit to user
0 #
# # #
0 !
# #
# #
#
! #
# # # #
# #
% % * #
$
1
$
% %
%
% % #
% %
# % # #
. #
# #
2
,
commit to user
1
" C # #
% # # #
#
& %
& %
$ & # $ % #
(
#
6 #
,
& +
! %
% "
% %
!
"
3 ''84
# %
#
commit to user
2
# # #
3 4
*
#
D %
%
D C C
% >
C C
#
0
%
# %
1 % # # # # # # # #
# # # # # # 3 # ''14 6
%
#
! $ #
,
% % 3) # <884
A
commit to user
(
0 #
3 # <8(4
1
# # $ # #
>
3? # <804
: + 3 <874 $
,
! #
# %
0 " # %
#
1 $ ! ! #
2 #
( % # % # # #
#
7 #
8 # %
commit to user
7
$
3 / 4
#
$ $
% $ $ 3 $ 4# #
3" # ' 4 /
# / $ +
#
# #
/ $ $
$ #
#
" 3 ' 4 $ /
,
& # #
# #
! #
&
0 & $ #
#
1 & 3
4
2 & +
commit to user
8 7 &
8 & +
< &
' &
& % $
& % $
6 /
! /
" 3 ' 4,
" /
& % % /
/
/ %
0 /
%
1 " /
/ #
commit to user
<
2 "
/ #
( ? /
% $ /
7 ; /
% /
8 /
% /
< ; /
! % $ $ # #
%
$ # 3 @.4
%
% & % %
@. 5
<0' 5 D # <2'
@. # # #
' ' ' 3 .4
! @.
commit to user
'
@. " ,
?
& $ %
&
% & $ $
& % $
?
% $
0 ? $ # +
1 ?
$
% @. .
% %
% 3 # '''4 * #
# %
! @.
$ $ % #
$ 3& C # <<14
&
!
! %
$ #
!! 3! $ # <<84
commit to user
E@ $ $ $
"
, ! $ # <<8
'
& ( 3?: 4
$
$ 3 # ''(4) ?:
$
"
?:
$
?: # % #
# 3 #
''(4 ! ,
()* +( , $
% 3
commit to user
*-. + + (/*/ 0 (+12*-# %
6
%
$
0 *-3* -3 0 *-341 1-3 */* + # #
# !
1 *-5*)6 (36/+67# % ?:
# # #
3 4# $ 3 >% 4#
#
commit to user
!" # $ # % & %
%
!
' $ #
' $ # # ' $
( ) & * + ,
* ( - ,
& %
.*' /
&
" %
% %
.*' /
,01 (
( 2
3 *
*
*
commit to user
/ , ( ( %
,01%
) "' '"
.4 ,/ ( ) &
!
" !
& 1
&
&
* %
.*' /
!
*'
,01 ) !
"
commit to user
3
" ,
. /
. /
" 0
$
. / 5$
" 1
$ "
$ $ 6
%
" " # "
1
) %
*'
,01 ( (
(
commit to user
IV 1
Pada bab ini dijelaskan mengenai pengumpulan dan pengolahan data. Data yang sudah terkumpul diolah untuk mengidentifikasi akar masalah keseragaman kualitas produk simplisia. Setelah diketahui akar penyebab masalahnya, dilakukan
atau perbaikan terhadap masalah tersebut.
Dari data hasil penelitian di B2P2TO OT dan studi pustaka kemudian
dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan (FGD) di
Klaster Biofarmaka. Berikut adalah pelaksanaan teknis FGD: Tanggal FGD : Senin, 30 April 2012
Waktu FGD : 11.45 13.00 WIB
Tempat FGD : Klaster Biofarmaka, Desa Sambirejo, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar
Narasumber : 1. Bapak Suparman selaku ketua Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
2. Bapak Sarwoko selaku perwakilan dari Kelompok Tani Sumber Rejeki I Kecamatan Jumantono.
3. Bapak Widodo selaku perwakilan dari Kelompok Tresno Asih Mulyo Kecamatan Jumapolo.
4. Bapak Wiratno selaku Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Jumantono.
5. Bapak Amat selaku tenaga kerja di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.
Moderator : Jingga Nuansa N
Peserta FGD : 1. Nia Kartika Wuri 2. Martha Cintya 3. Sony Irwan Prabowo
commit to user
IV 2
Hasil FGD tersebut kemudian dicatat dan dirangkum. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. menjual keluar harus lapor ke klaster.
2. Daun yang dikumpulkan dimasukkan ke dalam karung / masukkan ke dalam karung.
3. Mengisi form kegiatan pengumpulan. Tahap
pencucian
1. Daun dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa tanah dan bakteri yang masih menempel kemudian dibilas pada bak air.
2. Daun kemudian ditiriskan dan hindari kontaminasi langsung dengan tanah atau lantai.
3. Menimbang daun untuk mengetahui berat daun basah. Tahap
penimbangan basah
1. Penggantian alat timbang yang sudah tidak layak. 2. Pencatatan berat bersih
Tahap kualitasnya rendah.
Tahap pengeringan
1. Pengeringan secara manual / menggunakan sinar matahari dengan cara dijemur di atas nampan bambu ( ) dan ditutup dengan kain hitam selama 3 hari.
commit to user
IV 3
Hasil FGD (lanjutan)
! ! "
tas 60o C.
3. Daun diletakkan di atas yang terletak > 30 cm dari tanah untuk menghindari kontaminasi tanah, asap, dan gangguan binatang.
4. Daun yang diletakkan di atas tidak boleh ditumpuk. 5. Pengeringan dengan cara dibolak balik 4 jam sekali agar
diperoleh hasil daun yang kering merata.
Daun dijemur sampai kadar air 10% yang ditandai dengan daun kering yang mudah dihancurkan.
Tahap penyortiran kering
Simplisia yang telah kering disortir, yaitu memisahkan simplisia dari benda benda asing (seperti kerikil, debu, dan tanah) dan pengotor lainnya yang masih tertinggal.
Tahap penimbangan kering
1. Menimbang simplisia kering untuk mengetahui
perbandingan hasil daun kering dengan daun basah.
2. Perbandingan bobot basah dengan kering sebesar 5:1, atau 5 kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering.
3. Pencatatan berat bersih.
4. Penggantian alat timbang yang sudah tidak layak. Tahap
pengemasan dan pelabelan
1. Menyiapkan bahan pengemas yang berupa plastik yang kedap udara.
2. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan.
3. Memberi agar simplisia tetap kering dan tidak lembab.
4. Memberi label produk yang memuat informasi tentang simplisia, seperti no.kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, berat simplisia.
5. Menutup kemasan dengan menggunakan mesin pres. 6. Jika simplisia akan dikirim, simplisia dimasukkan ke dalam
commit to user
IV 4
Hasil FGD (lanjutan)
! ! "
tup dengan cara dijahit hingga rapat sehingga tidak terkontaminasi udara dari luar.
Tahap penyimpanan
1. Simplisia disusun dengan metode FIFO ( )
sesuai dengan tanggal penyimpanannya.
2. Simplisia dikelompokkan sesuai dengan jenisnya.
3. Lakukan pembersihan terhadap gudang penyimpanan yang kotor dan lembab, serta pengecekan terhadap simplisia yang tersimpan di gudang.
4. Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau kemungkinan masuk air hujan dan suhu gudang tidak melebihi 300C.
5. Gudang harus terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
Tahap pengamatan
1. Jangka waktu pengamatan selama 3 bulan sekali.
2. Bila simplisia hancur, berjamur, terkena serangga, atau berubah dalam hal warna, rasa, dan bau, maka simplisia ini sudah tidak layak dan tidak dapat digunakan lagi.
3. Bila kadar air meningkat atau simplisia lembab, maka lakukan penjemuran ulang terhadap simplisia.
#
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah untuk proses perbaikan pasca panen Daun Kumis Kucing di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Perbaikan yang harus dilakukan adalah berkaitan dengan kualitas hasil pasca panen.
# $ % ! & !
commit to user
IV 5
Daun Kumis Kucing agar mencapai standar kualitas di Klaster Biofarmaka. Untuk
mengidentifikasi akar penyebab masalahnya, digunakan .
atau diagram tulang ikan merupakan diagram yang menunjukkan hubungan sebab akibat untuk mencari akar dari suatu pokok permasalahan yang ditinjau dari berbagai faktor yang ada. Identifikasi akar permasalahan ini ditentukan dari masalah umum yang dihadapi oleh klaster yaitu kadar air lebih dari 10% dan adanya serangga pada simplisia. Berikut penjabaran
akar permasalahan dengan menggunakan pada Gambar 4.1
dan Gambar 4.2.
' & Masalah Kadar Air Simplisia
commit to user
IV 6 1. Kadar Air Simplisia
a.
Ditinjau dari segi metode, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena pengelolaan pasca panen tanaman Kumis Kucing belum dilakukan dengan prosedur baku pasca panen, khususnya pada tahap pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. Tanpa adanya prosedur yang baku, petani menjalankan kegiatan pasca panen sesuai dengan pengalaman masing masing. Selain itu, simplisia yang sudah tersimpan di gudang tidak terdapat data informasi lamanya penyimpanan, sehingga simplisia yang sudah disimpan terlalu lama tidak terdeteksi. Penyimpanan simplisia yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia menjadi meningkat kadar airnya dan menjadi tidak layak, berjamur, serta rusak kandungan zat aktifnya. Maka perlu adanya formulir kegiatan pasca panen tanaman obat di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Formulir pencatatan kegiatan pasca panen ini dimaksudkan sebagai alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan pasca panen.
b.
Ditinjau dari segi lingkungan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak. Gudang penyimpanan di klaster kurang layak disebabkan karena ventilasi yang tersedia kurang memadai serta gudang masih tercampur dengan bahan panen lain. Ventilasi yang kurang, dapat menyebabkan udara di dalam gudang menjadi meningkat kelembabannya. Hal ini berpengaruh terhadap kadar air di dalam simplisia juga akan ikut meningkat. Jika hal ini dibiarkan terlalu lama, maka simplisia akan ditumbuhi jamur.
c.
commit to user
IV 7 d.
Ditinjau dari segi material, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10% karena belum tersedia bahan pendukung agar simplisia terjaga kadar
airnya, seperti penyediaan dan kemasan kedap udara.
2. Serangga pada Simplisia a.
Ditinjau dari segi metode, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka karena pengelolaan pasca panen tanaman Kumis Kucing belum dilakukan dengan prosedur baku pasca panen. Tanpa adanya prosedur yang baku, petani menjalankan kegiatan pasca panen sesuai dengan pengalaman masing masing. Selain itu kendali terhadap kegiatan pasca panen terutama dalam hal pengamatan terhadap simplisia yang telah tersimpan di gudang belum dilakukan. Maka perlu adanya formulir kegiatan pasca panen di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Formulir pencatatan kegiatan pasca panen ini dimaksudkan sebagai alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan pasca panen.
b.
Ditinjau dari segi lingkungan, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka disebabkan karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak: Ventilasi di gudang penyimpanan tidak ditutup dengan kasa. Hal ini akan memudahkan serangga dan binatang pengerat masuk ke dalam gudang. Selain itu, gudang masih tercampur dengan bahan panen lain. Bahan panen lain inilah yang akan mengundang serangga maupun binatang pengerat ke dalam gudang.
c.
commit to user
IV 8
panen ini dimaksudkan sebagai alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan pasca panen.
# # & ( )
Setelah diketahui akar penyebab masalahnya, maka dilakukan
atau pemecahan masalah. Pemecahan masalah yang direncanakan ialah
perancangan (SOP) pengelolaan pasca panen
untuk tanaman obat yang berasal dari daun dan dilengkapi dengan ! kegiatan
pasca panen. Dengan adanya (SOP) pengelolaan
pasca panen ini diharapkan agar para petani dapat menerapkannya sehingga proses pasca panen berjalan secara efektif dan efisien. Berikut pada Gambar 4.4 langkah langkah perancangan SOP dengan menggunakan metode " "
# $" % (PDCA) secara garis besar:
' & *Siklus PDCA
Tahap perencanaan ini meliputi pembuatan ! atau rancangan awal SOP
proses pasca panen dan dilengkapi dengan ! kegiatan pasca panen. Rancangan
awal SOP ini meliputi prosedur dari tiap tahapan pasca panen Daun Kumis Kucing yang disusun sesuai dengan format SOP. Prosedur ini disusun berdasarkan hasil dari FGD, serta sumber lain, yaitu BPOM, Depkes, dan Keputusan Menkes.
Menyusun rancangan awal SOP
Melakukan uji coba prosedur dalam skala kecil.
Mengevaluasi hasil uji coba terhadap rancangan awal SOP. Perbaikan
commit to user
IV 9
Rancangan awal prosedur operasional pada tiap tahap proses pasca panen daun Kumis Kucing dapat dilihat pada Tabel 4.2.
# Rancangan Awal Prosedur Operasional
& ! )& & !
Pengumpulan daun segar
1. Siapkan karung ( .
2. Setelah pemanenan, kumpulkan semua daun hasil panen dan masukkan ke dalam karung.
3. Mengisi form kegiatan pengumpulan. Tahap
penyortiran basah
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum proses penyortiran.
2. Pilih daun yang cukup umur panennya (umur: 10 minggu), layak atau tidak busuk.
3. Bersihkan daun dari kerikil, tanah, gulma, dan rumput dengan cara dipukul perlahan lahan.
4. Memilah daun berdasarkan ukuran agar ukuran simplisia seragam.
5. Mengisi data kegiatan penyortiran basah pada form kegiatan pencucian dan sortasi basah.
Tahap pencucian
1. Daun dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa tanah dan bakteri yang masih menempel kemudian dibilas pada bak air.
2. Daun kemudian ditiriskan dan hindari kontaminasi langsung dengan tanah atau lantai.
3. Menimbang daun untuk mengetahui berat daun basah. 4. Mengisi form kegiatan pencucian dan sortasi basah. Tahap
penimbangan basah
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum proses penimbangan basah.
2. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar maupun bagian dalam sebelum digunakan (BPOM, 2011). 3. Periksa kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang
commit to user
IV 10
# Rancangan Awal Prosedur Operasional (lanjutan)
& ! )& & !
4. Timbang daun pada alat timbang.
5. Catat berat daun pada ! kegiatan pencucian dan sortasi
basah. Tahap
pelayuan
1. Siapkan alas anyaman bambu ( ).
2. Hamparkan daun di atas alas anyaman bambu ( ), jangan ditumpuk terlalu tebal (Priadi, 2004).
3. Biarkan selama 1 2 malam. Tahap
pengeringan
1. Siapkan alat/sarana pengeringan
Sarana pengeringan yang dapat digunakan untuk pengeringan daun yaitu :
a. Cahaya matahari dibawah naungan (manual). b. Alat pengering / oven.
c. Kombinasi keduanya.
2. Pengeringan secara manual / menggunakan sinar matahari: a. Letakkan daun secara merata di atas nampan bambu
( ), jangan ditumpuk.
b. Letakkan di atas 30 cm dari tanah. c. Tutup dengan kain hitam.
d. Bolak balik daun setiap 4 jam sekali.
e. Daun dijemur selama 3 hari atau sampai kadar air 10% yang ditandai dengan daun kering / simplisia yang mudah dihancurkan.
f. Mengisi form kegiatan pengeringan. 3. Pengeringan menggunakan oven:
a. Letakkan daun pada alat pengering secara merata. b. Set suhu pengeringan sebesar 60o C.
c. Bolak balik daun setiap 4 jam sekali.
d. Angkat simplisia dari alat pengering setelah kadar air mencapai 10 %.
commit to user
IV 11
# Rancangan Awal Prosedur Operasional (lanjutan)
& ! )& & !
2. Pisahkan simplisia dari benda benda asing dan pengotor lainnya yang masih tertinggal.
3. Pilih / sortir simplisia yang sudah kering sempurna, yaitu ditandai dengan daun yang mudah hancur jika diremas serta warnanya hijau kecokelatan atau hijau kelabu.
4. Mengisi form kegiatan penyortiran kering. Tahap maupun bagian dalam sebelum digunakan (BPOM, 2011). 3. Periksa kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang
agar sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau ditakar (BPOM, 2011). Ganti alat timbang yang sudah tidak layak.
4. Timbang simplisia pada alat timbang. Perbandingan bobot basah dengan kering sebesar 5:1, atau 5 kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering.
5. Catat berat simplisia pada form kegiatan penyortiran kering. Tahap
3. Masukkan simplisia ke dalam kemasan.
4. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar maupun bagian dalam sebelum digunakan.
5. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan.
6. Masukkan ke dalam kemasan agar simplisia tetap
commit to user
IV 12
# Rancangan Awal Prosedur Operasional (lanjutan)
& ! )& & !
7. Tutup kemasan dengan menggunakan mesin pres.
8. Beri label produk yang memuat informasi tentang simplisia, seperti no.kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, berat simplisia.
9. Jika simplisia akan dikirim, masukkan simplisia yang sudah dikemas ke dalam karung. Karung ditutup dengan cara dijahit hingga rapat.
10. Pengisian form kegiatan pengemasan. Tahap
penyimpanan
1. Penyimpanan dilakukan di gudang bersih, sirkulasi udaranya baik dan tidak lembab, suhu tidak melebihi 30o C (Sembiring, 2007).
2. Melakukan penyimpanan simplisia yang sudah dikemas dengan susunan sesuai dengan jenis dan waktu
penyimpanan atau dengan metode FIFO ( )
(BPOM, 2011).
3. Menjaga kebersihan gudang. 4. Mengisi form penyimpanan. Tahap
pengamatan
1. Melakukan pengamatan simplisia dalam gudang
penyimpanan dengan jangka waktu pengamatan selama 3 bulan sekali.
2. Bila ditemukan simplisia hancur, berjamur, terkena serangga, atau berubah dalam hal warna, rasa, dan bau, maka simplisia ini sudah tidak layak dan tidak dapat digunakan lagi.
3. Bila ditemukan simplisia dengan kadar air meningkat atau simplisia lembab, maka lakukan penjemuran ulang terhadap simplisia.
commit to user
IV 13
#
Tahap atau pelaksanaan ini merupakan tahapan implementasi dari tahap . Dalam tahap ini, dilakukan pelaksanaan rencana yang telah disusun sebelumnya (tahap ) dan memantau proses pelaksanaan dalam skala kecil (proyek uji coba) dengan cara mengimplementasi ! SOP pengelolaan pasca
panen Daun Kumis Kucing pada proses pasca panen. Pelaksanaan uji coba ini dilakukan oleh Bapak Sarwoko selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki I dan praktisi budidaya tanaman Kumis Kucing pada tanggal 17 Mei 2012 pukul 09.00 selesai.
Pada tahap ini pelaksanaan uji coba disertai dengan $ & # $
ini digunakan untuk membantu konfirmasi proses pasca panen dalam ! SOP
dengan kondisi lapangan yang sebenarnya saat pelaksanaan uji coba. # $
dari pengamatan uji coba rancangan awal prosedur dapat dilihat pada Tabel 4.3.
* Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur
& ! )& & ! + ( , $ &
Pengumpulan daun segar
1. Siapkan karung ( . √
2. Setelah pemanenan,
kumpulkan semua daun hasil panen dan masukkan ke dalam karung. sarung tangan bersih sebelum proses penyortiran. layak atau tidak busuk.
√
3. Bersihkan daun dari kerikil, tanah, gulma, dan rumput dengan cara dipukul perlahan lahan.
commit to user
IV 14
* Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan)
& ! )& & ! + ( , $ &
4. Memilah daun berdasarkan ukuran agar ukuran simplisia seragam.
√
5. Mengisi data kegiatan
penyortiran basah pada form kegiatan pencucian.
√
Tahap pencucian
1. Daun dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa tanah dan bakteri
yang masih menempel
kemudian dibilas pada bak air. √
2. Daun kemudian ditiriskan dan hindari kontaminasi langsung dengan tanah atau lantai.
√
3. Menimbang daun untuk
mengetahui berat daun basah. √
4. Mengisi form kegiatan sarung tangan bersih sebelum
proses penimbangan basah. √
2. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar
maupun bagian dalam
sebelum digunakan (BPOM, 2011).
commit to user
IV 15
* Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan)
& ! )& & ! + ( , $ & alat timbang yang sudah tidak layak.
√
4. Timbang daun pada alat
timbang. √
5. Catat berat daun pada !
kegiatan pencucian. √
Tahap
jangan ditumpuk terlalu tebal (Priadi, 2004).
pengeringan. Sarana
pengeringan yang dapat
digunakan untuk pengeringan daun yaitu :
a. Cahaya matahari dibawah naungan (manual).
b. Alat pengering / oven. c. Kombinasi keduanya.
√
2. Pengeringan secara manual /
commit to user
IV 16
* Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan)
& ! )& & ! + ( , $ &
>50 cm dari tanah.
c. Tutup dengan kain hitam. Tidak tersedianya
kain hitam. d. Bolak balik daun setiap 4 jam
sekali. kering / simplisia yang mudah dihancurkan.
√
f. Mengisi form kegiatan
pengeringan. √
3. Pengeringan menggunakan
oven:
a. Letakkan daun pada alat pengering secara merata. b. Set suhu pengeringan sebesar
60o C.
c. Bolak balik daun setiap 4 jam sekali.
d. Angkat simplisia dari alat pe ngering setelah kadar air mencapai 10 %.
Tahap Pengeringan dengan
menggunakan oven ini tidak dilakukan karena klaster masih melakukan
commit to user
IV 17
* Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan)
& ! )& & ! + ( , $ & sarung tangan bersih sebelum proses penyortiran. maupun yang belum.
√
3. Pisahkan simplisia yang sudah kering dari benda benda asing dan pengotor lainnya yang masih tertinggal.
√
4. Mengisi form kegiatan
penyortiran kering. √
Tahap penimbangan kering
1. Cuci tangan atau gunakan sarung tangan bersih sebelum proses penimbangan.
Belum melakukan prosedur tersebut secara konsisten.
2. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar
maupun bagian dalam
sebelum digunakan (BPOM, 2011). alat timbang yang sudah tidak layak.
commit to user
IV 18
* Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan)
& ! )& & ! + ( , $ &
4. Timbang simplisia pada alat timbang. Perbandingan bobot basah dengan kering sebesar 5:1, atau 5 kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering.
√
5. Catat berat simplisia pada form kegiatan penyortiran kering. sarung tangan bersih sebelum proses pengemasan.
Belum melakukan prosedur tersebut secara konsisten. 2. Siapkan bahan pengemas
yang berupa plastik yang kedap udara.
√
3. Masukkan simplisia ke dalam
kemasan. √
4. Bersihkan terlebih dahulu alat timbang baik bagian luar
maupun bagian dalam
sebelum digunakan.
√
5. Menimbang berat bersih
untuk setiap kemasan. √
6. Masukkan ke dalam
kemasan agar simplisia tetap kering dan tidak lembab.
Tidak tersedianya .
7. Tutup kemasan dengan
menggunakan mesin pres.
commit to user
IV 19
* Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan)
& ! )& & ! + ( , $ &
8. Beri label produk yang memuat informasi tentang simplisia, seperti no.kode,
nama simplisia, tanggal
penyimpanan, berat simplisia.
√
9. Jika simplisia akan dikirim, masukkan simplisia yang sudah dikemas ke dalam karung. Karung ditutup deng an cara dijahit hingga rapat.
Opsional.
10. Pengisian form kegiatan
pengemasan. √
Tahap penyimpanan
1. Penyimpanan dilakukan di
gudang bersih, sirkulasi
udaranya baik dan tidak lembab, suhu tidak melebihi 30o C, ventilasi diberi kasa
agar serangga / hewan
pengerat tidak mudah masuk.
Gudang masih
tercampur dengan
bahan lain selain simplisia dan agak lembab.
2. Melakukan penyimpanan
simplisia yang sudah dikemas dengan susunan sesuai dengan jenis dan waktu penyimpanan atau dengan metode FIFO
( ) (BPOM,
2011).
√
3. Menjaga kebersihan gudang. √
4. Mengisi form penyimpanan. √
Tahap pengamatan
1. Melakukan pengamatan
simplisia dalam gudang pe
commit to user
IV 20
* Pengamatan Uji Coba Rancangan Awal Prosedur (lanjutan)
& ! )& & ! + ( , $ &
nyimpanan dengan jangka waktu pengamatan selama 3 bulan sekali.
lam jangka waktu 1 bulan sekali.
2. Bila ditemukan simplisia hancur, berjamur, terkena serangga, atau berubah dalam hal warna, rasa, dan bau, maka simplisia ini sudah tidak
layak dan tidak dapat
digunakan lagi.
√
3. Bila ditemukan simplisia dengan kadar air meningkat atau simplisia lembab, maka lakukan penjemuran ulang terhadap simplisia.
√
4. Pengisian form laporan
pengamatan √
Dari hasil pengamatan $ uji coba tersebut, terdapat beberapa hal yang
tidak dapat diimplementasikan dengan baik, antara lain:
a. Tahap Pengeringan dengan menggunakan oven ini tidak dilakukan karena klaster masih melakukan pengeringan secara manual.
b. Pada tahap pengeringan tidak menggunakan kain hitam untuk menyerap panas matahari dan menjaga kandungan zat aktif daun.
c. Pada tahap pengemasan tidak menggunakan mesin pres dan tidak diberikan untuk menjaga kadar air, sebab bahan tersebut tidak tersedia saat uji coba.
commit to user
IV 21
* + (
Tahap pemeriksaan ini mengacu pada evaluasi hasil data $ pada
tahap uji coba prosedur pasca panen (tahap ). Evaluasi ini dilakukan terhadap prosedur prosedur mana yang harus diperbaiki menurut hasil $ . Tabel hasil
evaluasi prosedur dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Hasil Evaluasi
& ! )& - & ! )& ! . ) !
Pengumpulan daun segar
1. Siapkan karung (bagor . 2. Setelah pemanenan, kum
pulkan semua daun hasil panen dan masukkan ke dalam karung.
3. Mengisi form kegiatan
pengumpulan.
1. Kumpulkan semua daun hasil panen.
2. Timbang hasil panen per ke lompok tani.
3. Mengisi formulir pengumpul an
4. Kelompokkan hasil panen sesuai dengan asal usul panen / kelompok taninya.
Pengeringan 1. Siapkan alat/sarana penge ringan. Sarana pengeringan yang dapat digunakan untuk pengeringan daun yaitu : a. Cahaya matahari dibawah
naungan (manual). b. Alat pengering / oven. c. Kombinasi keduanya.
2. Pengeringan secara manual /
menggunakan sinar
matahari:
a. Letakkan daun secara
merata di atas nampan bam
bu ( ), jangan ditumpuk
1. Siapkan alat/sarana penge ringan.
2. Sarana pengeringan digun akan untuk pengeringan daun
yaitu cahaya matahari
dibawah naungan (manual). 3. Letakkan daun secara merata
di atas nampan bambu
( ), jangan ditumpuk.
4. Letakkan di atas 50 cm
dari tanah.
5. Tutup dengan kain hitam. 6. Bolak balik daun setiap 4
commit to user
IV 22
Hasil Evaluasi (lanjutan)
& ! )& - & ! )& ! . ) !
b. Letakkan di atas 30 cm dari tanah.
c. Tutup dengan kain hitam. d. Bolak balik daun setiap 4
jam sekali.
e. Daun dijemur selama 3 hari atau sampai kadar air 10%
3. Pengeringan menggunakan oven:
a. Letakkan daun pada alat pengering secara merata.
b. Set suhu pengeringan
sebesar 60o C.
c. Bolak balik daun setiap 4 jam sekali.
d. Angkat simplisia dari alat pengering setelah kadar air mencapai 10 %.
Pengamatan 1. Melakukan pengamatan
simplisia dalam gudang penyimpanan dengan jangka waktu pengamatan selama 3 bulan sekali.
1. Melakukan pengamatan
simplisia dalam gudang
commit to user
IV 23
Hasil Evaluasi (lanjutan)
& ! )& - & ! )& ! . ) !
2. Bila ditemukan simplisia hancur, berjamur, terkena
serangga, atau berubah
dalam hal warna, rasa, dan bau, maka simplisia ini sudah tidak layak dan tidak dapat digunakan lagi.
3. Bila ditemukan simplisia dengan kadar air meningkat atau simplisia lembab, maka lakukan penjemuran ulang terhadap simplisia.
4. Pengisian form laporan pengamatan
2. Bila ditemukan simplisia hancur, berjamur, terkena serangga, atau berubah dalam hal warna, rasa, dan bau, maka simplisia ini sudah tidak layak dan tidak dapat digunakan lagi.
3. Bila ditemukan simplisia dengan kadar air meningkat atau simplisia lembab, maka lakukan penjemuran ulang terhadap simplisia.
4. Pengisian form laporan
pengamatan
($
Tahap ini merupakan tindak lanjut atas hasil evaluasi. Tahapan ini meliputi revisi dari ! SOP pengelolaan pasca panen dan menyusunnya menjadi
sebuah dokumen SOP yang telah disesuaikan dengan format. Berikut sistem penomoran dokumen SOP:
KBF SOP 01
KBF menyatakan Klaster Biofarmaka.
SOP menyatakan .
01 menyatakan nomor prosedur.
Daftar nomor dokumen, nama dokumen SOP yang disusun dapat dilihat pada Tabel 4.5.
/ Dokumen SOP Pasca Panen
No. Dokumen Nama Dokumen
KBF SOP 01 Pengumpulan
KBF SOP 02 Penyortiran Basah
commit to user
IV 24
/ Dokumen SOP Pasca Panen (lanjutan)
No. Dokumen Nama Dokumen
KBF SOP 04 Penimbangan Basah
KBF SOP 05 Pelayuan / Peram
KBF SOP 06 Pengeringan
KBF SOP 07 Penyortiran Kering
KBF SOP 08 Penimbangan Kering
KBF SOP 09 Pengemasan dan Pelabelan
KBF SOP 10 Penyimpanan
KBF SOP 11 Pengamatan
Selain dokumen SOP dirancang juga ! pencatatan pasca panen.
ini berfungsi sebagai bukti dokumentasi dari suatu proses. pencatatan pasca panen yang akan dirancang antara lain formulir pengumpulan bahan baku, formulir pencatatan pencucian dan sortasi basah, formulir pencatatan pengeringan, formulir pencatatan penyortiran kering, formulir pencatatan pengemasan, formulir pencatatan penyimpanan dan formulir pengamatan. Banyaknya ! yang
dihasilkan maka diperlukan penomoran dokumen untuk mempermudah melakukan penelusuran pencatatan prosedur pasca panen. Penomoran !
pencatatan pasca panen adalah sebagai berikut: KBF FORM 01
KBF menyatakan Klaster Biofarmaka FORM menyatakan formulir.
01 menyatakan nomor formulir.
Daftar nomor dokumen, nama dokumen formulir kegiatan yang disusun dapat dilihat pada Tabel 4.6.
0Dokumen Formulir Pencatatan Pasca Panen
No. Dokumen Nama Dokumen
KBF FORM 01 Formulir Pengumpulan Bahan Baku KBF FORM 02 Formulir Pencucian dan Sortasi Basah KBF FORM 03 Formulir Pengeringan
KBF FORM 04 Formulir Penyortiran Kering KBF FORM 05 Formulir Pengemasan KBF FORM 06 Formulir Penyimpanan KBF FORM 07 Formulir Pengamatan
IV 25
1 Rangkuman Proses PDCA
& ! & $ ' ' $ ! ! dimasukkan ke dalam karung
( ).
Hasil panen yang dimasukkan ke dalam karung ( ).
Daun yang layak atau tidak busuk dan terbebas dari benda asing dan dipilah sesuai dengan ukuran
Daun dipilih yang layak (tidak busuk) dan terbebas dari benda asing dan dipilah sesuai dengan ukuran
Daun yang bersih dari bakteri dan benda benda asing yang menempel
Daun bersih dari bakteri dan benda benda asing yang menempel
Sudah sesuai
Mengetahui berat bersih / berat awal daun yang akan diproses menjadi simplisia
Berat bersih / berat awal daun diketahui
Daun yang layu / terperam Daun layu / terperam Sudah sesuai
rancangan awal
Daun dengan kadar air 10% yang ditandai dengan daun kering yang mudah dihancurkan.
Daun kering yang mudah
IV 26
IV 27
IV 28
commit to user
V 1
Pada bab ini berisi tentang analisa dan interprestasi hasil dari pengolahan
data yang telah dibuat. Data data penelitian yang telah diolah, kemudian dianalisis
dan dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan.
Permasalahan kualitas simplisia tidak sesuai standar disebabkan beberapa
faktor seperti ditinjau dari segi , , dan .
Dari hasil penelitian, tidak semua permasalahan dapat diatasi. Ada beberapa
permasalahan yang membutuhkan tindakan lebih lanjut. Berikut pada tabel 5.1
dilakukan pemetaan terhadap permasalahan yang dapat maupun yang belum dapat
diselesaikan pada penelitian ini:
Peta Permasalahan Klaster Biofarmaka
Kadar Air Simplisia
Diatasi dengan penyusunan SOP pasca panen yang dilengkapi
dengan formulir kegiatan pasca panen.
Perlu penelitian lebih lanjut yang berfokus pada prosedur standar
sanitasi atau biasa disebut dengan
(SSOP)
Klaster tidak memiliki alat pengukur kadar air simplisia. Maka,
penelitian selanjutnya dapat diarahkan untuk perancangan alat
pengecek kadar air simplisia yang terjangkau harganya.
Dapat diatasi dengan penyediaan bahan pendukung agar simplisia
terjaga kadar airnya, seperti dan kemasan kedap air.
Keterangan:
: Masalah sudah teratasi
commit to user
V 2
Peta Permasalahan Klaster Biofarmaka (lanjutan)
Simplisia yang Terjangkit Serangga
Dapat diatasi dengan penyusunan prosedur penyimpanan pada
SOP pasca panen yang dilengkapi dengan formulir kegiatan
penyimpanan.
Kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak dapat diken
dalikan dengan prosedur penutupan ventilasi dengan kasa pada
tahap penyimpanan. Hal ini dilakukan agar serangga atau hewan
pengerat tidak mudah masuk. Selain itu gudang dijaga agar tidak
tercampur dengan bahan panen lain.
Bahan kemasan yang rusak, cacat, atau terkoyak karena hewan
pengerat atau pun kemasan yang memang cacat produksi dapat
dikendalikan dengan memilih kemasan kedap udara dan layak
atau tidak cacat produksi. Pelaksanaan prosedur pada tahap
penyimpanan jika dilakukan dengan benar, maka dapat
mencegah hewan pengerat agar tidak mudah masuk dan merusak
kemasan.
Keterangan:
: Masalah sudah teratasi
: Masalah belum teratasi
1. Kadar Air Simplisia
Dari segi metode, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas 10%
karena pengelolaan pasca panen tanaman Kumis Kucing belum dilakukan dengan
prosedur baku pasca panen. Tahapan dari prosedur pasca panen yang sangat
berpengaruh pada kadar air simplisia, yaitu tahap pengeringan, pngemasan, dan
penyimpanan. Pada tahap pengeringan, permasalahan ini dikendalikan dengan
prosedur menutup daun yang dijemur/dikeringkan dengan kain hitam. Kain hitam
ini berfungsi untuk mempertahankan kandungan zat aktif daun agar tidak rusak
commit to user
V 3
simplisia kering sempurna secara menyeluruh. Kemudian dengan prosedur
membolak balik daun setiap 4 jam sekali agar daun kering merata. Prosedur daun
dijemur selama 3 hari atau sampai kadar air 10% agar simplisia kering sempuna.
Simplisia yang kering sempurna ditandai dengan daun kering / simplisia yang
mudah dihancurkan jika diremas, serta warnanya hijau kecokelatan atau hijau
kelabu. Pada tahap pengemasan, permasalahan kadar air dikendalikan dengan
prosedur menyertakan ke dalam kemasan agar simplisia tetap kering dan
tidak lembab, kemudian menutup kemasan dengan menggunakan mesin pres.
Pada tahap penyimpanan, permasalahan kadar air dikendalikan dengan
prosedur melakukan penyimpanan simplisia yang sudah dikemas dengan disusun
sesuai jenisnya. Penyimpanan juga dilakukan dengan metode FIFO (
) sesuai dengan tanggal masuk gudang. Selain itu, untuk permasalahan
simplisia di gudang yang tidak terdapat data lama penyimpanan, diatasi dengan
penyediaan formulir kegiatan penyimpanan. Formulir ini dimaksudkan sebagai
alat untuk mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan tersebut. Formulir ini
juga memudahkan penelusuran proses, sehingga dapat meminimalkan terjadinya
kesalahan yang mengakibatkan naiknya kadar air produk.
Dari segi lingkungan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di atas
10% karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak. Gudang
penyimpanan di klaster kurang layak disebabkan karena ventilasi yang tersedia
kurang memadai serta gudang masih tercampur dengan bahan panen lain. Hal ini
dikendalikan dengan prosedur penyimpanan simplisia diharuskan di gudang
bersih, sirkulasi udaranya baik dan tidak lembab, suhu ruang tidak melebihi 30o.
Kebersihan gudang juga sangat penting untuk menjaga agar kadar air simplisia
agar tidak meningkat. Maka, penelitian selanjutnya dapat berfokus pada prosedur
standar sanitasi atau biasa disebut dengan
(SSOP) baik sanitasi peralatan, gudang, dan operator pasca panen.
Dari segi atau peralatan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka
masih di atas 10% karena pemeriksaan kadar air masih secara manual /
organoleptik. Klaster tidak memiliki alat pengukur kadar air untuk mengetahui
commit to user
V 4
selanjutnya dapat diarahkan untuk perancangan alat pengecek kadar air simplisia
yang terjangkau harganya.
Dari segi material atau bahan, kadar air simplisia Klaster Biofarmaka masih di
atas 10% karena belum tersedia bahan pendukung agar simplisia terjaga kadar
airnya, seperti penyediaan dan kemasan kedap air. Selain itu, simplisia
yang sudah tersimpan di gudang tidak terdapat data informasi lamanya
penyimpanan, sehingga simplisia yang sudah disimpan terlalu lama tidak
terdeteksi. Penyimpanan simplisia yang terlalu lama akan mengakibatkan
simplisia menjadi meningkat kadar airnya. Tersedianya formulir kegiatan pasca
panen tanaman obat di Klaster Biofarmaka Karanganyar. digunakan sebagai alat
untuk mendokumentasikan data informasi simplisia dan mengontrol kegiatan
pasca panen.
2. Simplisia yang Terjangkit Serangga
Dari segi metode, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka
karena pengelolaan pasca panen belum dilakukan dengan prosedur baku pasca
panen terutama untuk tahap penyimpanan. Maka dengan adanya prosedur yang
baku, petani menjalankan kegiatan penyimpanan sesuai dengan prosedur yang
benar. Selain itu, kendali terhadap kegiatan penyimpanan dilakukan dengan
penyediaan formulir kegiatan penyimpanan yang dimaksudkan sebagai alat untuk
mendokumentasikan dan mengontrol kegiatan tersebut.
Dari segi lingkungan, simplisia yang terjangkit serangga di Klaster
Biofarmaka disebabkan karena kondisi gudang penyimpanan yang kurang layak.
Hal ini dapat dikendalikan dengan prosedur penutupan ventilasi dengan kasa agar
serngga atau hewan pengerat tidak mudah masuk. Selain itu gudang dijaga agar
tidak tercampur dengan bahan panen lain.
Dari segi , simplisia yang terjangkit serangga di Klaster Biofarmaka
disebabkan karena bahan kemasan yang mudah rusak. Kemasan cacat / terkoyak
dapat disebabkan karena binatang pengerat atau pun kemasan yang memang cacat
produksi. Hal ini dapat dikendalikan dengan memilih kemasan yang kedap udara
dan layak atau tidak cacat produksi. Selain itu, dengan pelaksanaan prosedur pada
tahap penyimpanan dengan benar untuk mencegah hewan pengerat agar tidak
commit to user
V 5
Perancangan SOP diawali dengan pembuatan atau rancangan awal SOP
proses pasca panen dan dilengkapi dengan kegiatan pasca panen. Setelah itu
dilakukan pelaksanaan terhadap rancangan SOP dan memantau proses
pelaksanaan dalam proyek uji coba. Dari hasil pengamatan uji coba
tersebut, terdapat beberapa hal yang tidak dapat diimplementasikan dengan baik,
hal ini dikarenakan terdapat beberapa kendala. Kendala tersebut diatasi pada tahap
pemeriksaan.
Dari hasil pemeriksaan, beberapa prosedur mengalami perubahan yaitu pada
tahap pengumpulan, pengeringan, dan pengamatan. Berikut beberapa revisi yang
dilakukan:
1. Pada tahap pengumpulan diberi keterangan penjelas tentang keadaan karung,
yaitu harus baru dan bersih. Selain itu dilakukan perubahan prosedur, yang
awalnya tahap pengumpulan ini dimulai dari pengumpulan hasil panen dari
lahan, diubah menjadi pengumpulan hasil panen yang sudah berada dalam
karung. Hal ini disebabkan karena proses pengumpulan hasil panen dari lahan
termasuk dalam proses budidaya.
2. Pada tahap pengeringan yang digunakan hanya pengeringan secara manual,
kemudian peletakkan saat pengeringan yang pada rancangan awal
sebesar 30 cm dari tanah, direvisi menjadi 50 cm dari tanah. Selain itu,
mempertahankan prosedur menutup daun dengan kain hitam walaupun saat uji
coba tidak tersedia kain hitam.
3. Pada tahap pengamatan, jangka waktu pengamatan yang pada kesepakatan
FGD dan rancangan awal prosedur selama 3 bulan sekali diubah menjadi 1
bulan sekali. Hal ini disesuaikan dengan kebijakan klaster yang akan memulai
melakukan kontrol secara intensif terhadap gudang maupun simplisia yang
tersimpan di dalamnya.
Tahap selanjutnya merupakan tindak lanjut atas hasil evaluasi. Pada tahap ini
dibuat standardisasi prosedur yaitu (SOP) pasca
panen dan standardisasi formulir kegiatan pencatatan pasca panen yang berfungsi
commit to user
V 6
1. SOP Pengumpulan (KBF SOP 01) pada lampiran 1 dilengkapi dengan
Formulir Pengumpulan Bahan Baku (KBF FORM 01) pada lampiran 2.
SOP Pengumpulan ini memuat definisi dan tujuan dari proses pengumpulan,
standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat
dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah
langkah bagaimana tahap ini dilakukan.
Pada tahap pengumpulan, sebelumnya klaster tidak melakukan pengelompok
kan hasil panen sesuai dengan kelompok tani. Selain itu hasil panen itu tidak
dicatat dengan jelas, terutama asal usulnya. Hal ini akan menyebabkan kesulitan
dalam menelusuri data dan asal usul hasil panen tersebut jika terdapat hal hal
yang tidak sesuai berkaitan dengan hasil panen. Maka prosedur di sini lebih
ditekankan pada pendataan dan pengelompokkan hasil panen sesuai dengan asal
asulnya atau dari kelompok tani apa. Tujuannya ialah jika terdapat hal hal yang
tidak sesuai berkaitan dengan hasil panen, akan dengan mudah dilakukan
penelusuran data dan asal usul hasil panen itu untuk perbaikan lebih lanjut.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan
pengumpulan bahan baku. Formulir tersebut berisi nomor, tanggal, asal panen,
jumlah panen (kg), petugas, dan keterangan. Hal yang penting disini ialah
pengisian asal panen dan jumlahnya. Tujuannya ialah untuk mendukung
keabsahan data jika nantinya dilakukan penelusuran terhadap hasil panen yang
tidak sesuai. Selain itu, dengan adanya data tersebut, dapat diketahui kelompok
tani mana yang berpotensi atau tidak dengan melihat kondisi, kuantitas, dan
kualitas hasil panen.
2. SOP Penyortiran Basah (KBF SOP 02) pada lampiran 1 dilengkapi dengan
Formulir Pencucian dan Sortasi Basah (KBF FORM 02) pada lampiran 3.
SOP Penyortiran basah ini memuat definisi dan tujuan dari proses penyortiran
basah, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan
prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan
urutan langkah langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Pada tahap penyortiran
basah dilakukan pemilihan layak tidaknya daun, membersihkan daun dari kotoran,
serta pemilahan daun berdasarkan ukuran, sedangkan sebelumnya klaster belum
commit to user
V 7
bagaimana cara penyortiran yang benar, sehingga menghasilkan Daun Kumis
Kucing yang layak (tidak busuk), bersih dari bahan pengotor dan seragam
ukurannya.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, jumlah panen (kg), lama sortasi, lama
pencucian, berat setelah pencucian (kg), petugas. Namun, dalam tahap penyortiran
basah, pengisian kolom formulir hanya sampai kolom lama sortasi. Untuk
pengisian kolom selanjutnya dilakukan setelah tahap pencucian dan penimbangan
basah. Tahap penyortiran basah, pencucian, dan penimbangan basah ini
menggunakan satu formulir. Hal ini karena ketiga tahapan tersebut dilakukan
dalam satu waktu.
3. SOP Pencucian (KBF SOP 03) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir
Pencucian dan Sortasi Basah (KBF FORM 02) pada lampiran 3.
SOP Pencucian basah ini memuat definisi dan tujuan dari proses pencucian,
standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat
dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah
langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Tahap pencucian daun pada klaster
awalnya dengan cara direndam. Proses pencucian dengan cara direndam akan
menyebabkan senyawa aktif pada daun larut dalam air, selain itu kotoran yang
sudah lepas cenderung akan menempel lagi. Maka, prosedur di sini lebih
ditekankan pada cara pencucian yang benar, yaitu dengan air yang mengalir dan
tidak direndam.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Pengisian formulir pada tahap ini hanya pada kolom lama pencucian. Untuk
kolom selanjutnya, diisi pada saat proses penimbangan basah selesai. Kolom lama
pencucian ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dihabiskan
saat mencuci. Dari data tersebut maka dapat digunakan sebagai alat kendali agar
waktu pencucian tidak terlalu lama, sehingga kandungan zat pada Daun Kumis
commit to user
V 8
4. SOP Penimbangan Basah (KBF SOP 04) pada lampiran 1 dilengkapi dengan
Formulir Pencucian dan Sortasi Basah (KBF FORM 02) pada lampiran 3.
Awalnya di klaster tidak ada tahapan penimbangan basah. Dari hasil FGD,
disepakati adanya tahapan penimbangan basah untuk mengetahui besarnya
penyusutan berat setelah proses pengeringan. SOP Penimbangan basah ini
memuat definisi dan tujuan dari proses penimbangan basah, standar yang harus
dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang
dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah langkah
bagaimana tahap ini dilakukan. Prosedur di sini dilakukan untuk mengetahui berat
bersih / berat awal daun yang akan diproses menjadi simplisia.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Pengisian formulir pada tahap ini ialah pada 2 kolom terakhir, yaitu kolom berat
berat setelah pencucian dan kolom petugas.
5. SOP Pelayuan / Peram (KBF SOP 05) pada lampiran 1 tidak dilengkapi
dengan formulir.
SOP Pelayuan / peram ini memuat definisi dan tujuan dari proses pelayuan /
peram, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan
prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan
urutan langkah langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Klaster awalnya belum
melakukan tahapan pelayuan/peram, sehingga banyak ditemukan daun mengalami
pembusukan saat proses pengeringan. Tahapan pelayuan/peram ini dilakukan
karena jika setelah proses pencucian daun langsung dikeringkan / terkena panas
matahari, maka daun akan cepat busuk. Prosedur yang terpenting ialah daun saat
proses pelayuan ini jangan sampai saling bertumpuk terlalu tebal karena akan
mempengaruhi kualitas daun.
Pada tahapan ini tidak dilengkapi formulir kegiatan karena merupakan tahapan
transisi sebelum proses pengeringan dan tidak ada data yang perlu
didokumentasikan.
6. SOP Pengeringan (KBF SOP 06) pada lampiran 1 dilengkapi dengan Formulir
Pengeringan (KBF FORM 03) pada lampiran 4.
SOP Pengeringan ini memuat definisi dan tujuan dari proses pengeringan,
commit to user
V 9
dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah
langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Sebelumnya prosedur pengeringan di
klaster tidak tepat karena hanya menggunakan sinar matahari langsung, tanpa
ditutup dengan kain hitam. Kain hitam ini berfungsi untuk mempertahankan
kandungan zat aktif daun agar tidak rusak oleh paparan sinar matahari langsung
dan menyerap panas agar simplisia kering sempurna secara menyeluruh. Maka,
prosedur pada tahap ini ditekankan pada cara pengeringan yang benar. Hal ini
dikarenakan proses pengeringan inilah yang menentukan kualitas simplisia dari
tingkat kadar airnya dan lamanya ketahanan produk simplisia.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, jumlah (kg), waktu pengeringan, cara
pengeringan, lokasi pengeringan, lama pengeringan, petugas. Hal yang terpenting
dalam pengisian kolom ini ialah pada kolom waktu pengeringan, cara pengeringan,
lokasi pengeringan, lama pengeringan. Waktu, cara, dan lokasi sangat
menentukan lamanya proses pengeringan. Sangat penting dalam menentukan
waktu pengeringan terutama jika pengeringan dilakukan secara manual atau
dengan menggunakan sinar matahari langsung. Waktu pengeringan terbaik ialah
saat pagi hari antara pukul 08.00 11.00 dan udara sekitar juga belum tercemar.
Lokasi pengeringan juga berpengaruh terhadap lamanya proses pengeringan
secara manual. Lokasi pengeringan seharusnya tidak terhalang pepohonan dan di
tempat yang cukup tinggi dari permukaan tanah.
7. SOP Penyortiran Kering (KBF SOP 07) pada lampiran 1 dilengkapi dengan
Formulir Penyortiran Kering (KBF FORM 04) pada lampiran 5.
SOP Penyortiran Kering ini memuat definisi dan tujuan dari proses
penyortiran kering, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan
penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang
menjelaskan urutan langkah langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Prosedur
disini lebih ditekankan pada bagaimana cara penyortiran kering agar simplisia
yang tersortir telah kering sempurna (kadar air ≤10 dan bebas dari benda benda
asing atau pengotor setelah proses pengeringan.
Pada tahap penyortiran kering dilakukan penyortiran antara simplisia yang
commit to user
V 10
belum kering sempurna ikut terkemas maka akan mempengaruhi kadar air
simplisia yang lain sehingga akan lembab dan timbul jamur. Simplisia yang sudah
kering pun dibersihkan dari benda benda asing dan pengotor lainnya yang masih
tertinggal.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, jumlah (kg), lama sortasi, berat setelah
sortasi (kg), petugas, dan keterangan. Namun, dalam tahap penyortiran kering,
pengisian kolom formulir hanya sampai kolom lama sortasi. Untuk pengisian
kolom selanjutnya dilakukan setelah tahap penimbangan kering. Tahap
penyortiran dan penimbangan kering ini menggunakan satu formulir. Hal ini
karena kedua tahapan tersebut dilakukan dalam satu waktu.
8. SOP Penimbangan Kering (KBF SOP 08) pada lampiran 1 dilengkapi dengan
Formulir Penyortiran Kering (KBF FORM 04) pada lampiran 5.
SOP Penyortiran Kering ini memuat definisi dan tujuan dari proses
penimbangan kering, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan
penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang
menjelaskan urutan langkah langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Prosedur ini
dilakukan untuk mengetahui perbandingan berat daun saat basah dengan berat
kering sebesar 5:1, atau 5 kg saat bobot basah dan 1 kg saat bobot kering.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Pengisian formulir pada tahap ini ialah pada 2 kolom terakhir, yaitu kolom berat
setelah sortasi, petugas, dan keterangan. Kolom keterangan disini digunakan
untuk mencatat jumlah simplisia yang harus menjalani pengeringan ulang (jika
ada).
9. SOP Pengemasan dan Pelabelan (KBF SOP 09) pada lampiran 1 dilengkapi
dengan Formulir Pengemasan (KBF FORM 05) pada lampiran 6.
SOP Pengemasan dan Pelabelan ini memuat definisi dan tujuan dari proses
pengemasan dan pelabelan, standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar
acuan penyusunan prosedur, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja
yang menjelaskan urutan langkah langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Pada
tahap pengemasan dan pelabelan di klaster, label produk memuat sedikit
commit to user
V 11
no.kode, nama simplisia, tanggal penyimpanan, dan berat simplisia. Selain itu
penggunaan belum dilakukan oleh klaster ke dalam kemasan agar
simplisia tetap kering dan tidak lembab. Maka, prosedur di sini lebih kepada
pemberian informasi tentang produk simplisia berupa label. Selain itu kemasan
kedap udara dan pemberian untuk menjaga simplisia agar lebih tahan
lama.
Pada prosedur kerja juga diatur tentang cara pengisian formulir kegiatan.
Formulir tersebut memuat nomor, tanggal, no.label, jenis simplisia, jumlah (kg),
waktu pengemasan, petugas. Formulir pada tahap ini berfungsi sebagai
dokumentasi data yang sudah tercantum pada label kemasan simplisia. Dari data
dalam formulir tersebut akan lebih memudahkan mengetahui berapa banyaknya
simplisia yang dihasilkan, berapa yang akan masuk gudang, dan berapa yang akan
dikirim.
10. SOP Penyimpanan (KBF SOP 10) pada lampiran 1 dilengkapi Formulir
Penyimpanan (KBF FORM 06) pada lampiran 7.
SOP Penyimpanan ini memuat definisi dan tujuan dari proses penyimpanan,
standar yang harus dicapai pada tahap ini, daftar acuan penyusunan prosedur, alat
dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur kerja yang menjelaskan urutan langkah
langkah bagaimana tahap ini dilakukan. Kondisi gudang penyimpanan klaster
tidak layak sebab gudang tercampur dengan bahan panen lain dan ventilasi
gudang yang kurang memadai tanpa adanya pelindung / kasa. Hal tersebut
mempengaruhi tingkat kelembapan gudang yang dapat berakibat meningkatkan
kadar air simplisia, serta memungkinkan terjadinya kontaminasi dari binatang
pengerat dan serangga yang dapat mempengaruhi kualitas produk.
Selain itu, klaster tidak menerapkan (FIFO) dalam tahap
penyimpanan produk di gudang, hal ini mengakibatkan kenaikan kadar air
simplisia sebab simplisia yang lebih awal masuk gudang memiliki kemungkinan
lebih lama berada di dalam gudang. Maka, prosedur pada tahapan ini lebih
ditekankan pada cara penyimpanan yang benar agar simplisia tetap awet dan
terjaga kualitasnya. Cara penyimpanan tersebut meliputi cara penyusunan, yaitu
dengan metode FIFO ( ) sesuai dengan tanggal penyimpanannya