• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dan Untukku Agamaku Mendorong Penegakkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dan Untukku Agamaku Mendorong Penegakkan"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

DAN UNTUKKU, AGAMAKU.

Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan

Beragama dan Berkeyakinan Di

Indonesia”

(2)

DAN UNTUKKU, AGAMAKU.

Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan

Beragama dan Berkeyakinan Di

Indonesia‟

Kertas Kebijakan YLBHI tentang Hak Atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia.

Tim Peneliti:

YLBHI bersama Satgas KBB LBH Bandung, LBH Yogyakarta, LBH Surabaya dan LBH Padang

(3)
(4)

2 | Kertas Kebijakan YLBHI

DAN UNTUKKU, AGAMAKU

Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Di Indonesia

© Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 2016

Penulis : Yasmin Purba

Editor :

Tim Peneliti : YLBHI bersama Satgas KBB LBH Bandung,

LBH Yogyakarta, LBH Surabaya dan LBH Padang Ilustrasi & Tata Letak :

Disain Sampul :

Diterbitkan oleh :

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jalan Diponegoro No. 74, Menteng, Jakarta Pusat 10320 Telepon: (021) 3929840 /Faksimili: (021) 31930140

Website: www.ylbhi.or.id / e-mail: info@ylbhi.or.id

(5)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 3

DAFTAR ISI

BAB I

Pengantar ……… 1 BAB II

Pengakuan terhadap Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sebagai Hak Asasi Manusia yang Mutlak (Hak Absolut) ……… 3 BAB III

Jaminan Hukum atas Hak Untuk Memeluk dan

Mempraktikkan Agama dan/atau Keyakinan ……… 5 BAB IV

Situasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia ……….

a. Diskriminasi Hukum dan Kebijakan terhadap Hak KBB ………

(6)

4 | Kertas Kebijakan YLBHI

BAB I

Kebebasan untuk memeluk agama atau keyakinan tertentu adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin secara hukum di Indonesia. Lebih dari itu, hak atas kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, dikategorikan sebagai hak yang bersifat mutlak, yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya dalam kondisi apapun.

Namun demikian, dari tahun ke tahun, kita selalu menyaksikan berbagai pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di berbagai wilayah Indonesia. Tingkat pelanggaran terhadap kebebasan beragama akan terlihat semakin tinggi bila digabungkan dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak untuk mempraktikkan agama atau keyakinan, khususnya oleh kelompok-kelompok agama dan/atau keyakinan yang minoritas.

(7)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 5

adalah untuk menyajikan fakta-fakta dan rekomendasi-rekomendasi terkait dengan penikmatan hak atas kebebasan bergama dan berkeyakinan kepada publik dan para pengambil kebijakan di negeri ini.

(8)

6 | Kertas Kebijakan YLBHI

BAB II

Hak mutlak adalah hak yang penikmatannya tidak dapat dikurangi dalam keadaaan apapun, sehingga tidak ada satu dasar apapun yang dapat membenarkan pelanggaran atas hak tersebut.1 Selain itu, pemenuhan atas hak tersebut juga harus dilakukan tanpa pengecualian apapun.2 Di dalam rezim hak asasi manusia, hak ini juga dikenal dengan istilah hak yang bersifat non-derogable.

Perumusan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan (selanjutnya, hak KBB) sebagai hak yang tidak dapat dikurangi penikmatannya dalam hal apapun, dimuat di dalam berbagai sumber hukum di Indonesia. Pengakuan yang tertinggi atas hak KBB di dalam hukum Indonesia tercermin di dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa:

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak

1 Lihat, Alan Gewirth “Are There Any Absolute Rights?”, dalam The

Philosophical Quarterly, Vol. 31, No. 122, Jan. 1981 (Oxford University Press, 1981), hlm. 2.

(9)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 7

beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.3

Pengakuan yang serupa atas hak KBB sebagai hak yang mutlak ditegaskan juga di dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 39/1999. 4 Selain itu, dengan diratifikasinya Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005, maka pemerintah Indonesia juga telah mengakui jaminan atas penghormatan yang mutlak atas hak KBB yang dimuat di dalam Pasal 4 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang, antara lain, menyatakan bahwa kebebasan untuk berpikir, beragama dan berkeyakinan seperti yang diatur oleh Pasal 18 di dalam Kovenan tersebut.5

3 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab XA, Pasal 28I,

dapat diakses di: http://www.dpr.go.id/uu/uu1945

4 Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia, Pasal 4. Dapat diakses di:

http://www.komnasham.go.id/instrumen-ham-nasional/uu-no-39-tahun-1999-tentang-ham

5 Lihat, Majelis Umum PBB, Resolusi No. 2200 A, Kovenan Hak-Hak Sipil

dan Politik, Pasal 4 jo. Pasal 18, dapat diakses di:

(10)

8 | Kertas Kebijakan YLBHI

BAB III

Hak untuk beragama dan berkeyakinan dijamin di dalam UUD 1945 di dalam 2 Bab , yaitu Bab XA tentang Hak Asasi Manusia dan, secara khusus, di dalam Bab XI tentang Agama. Sebagai bagian dari jaminan HAM atas hak untuk beragama, Pasal 28E ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”6

Sementara jaminan kebebasan untuk berkeyakinan dinyatakan di dalam Pasal 28E ayat (2) sebagai berikut: “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”7

Jaminan-jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan tersebut dipertegas kembali di dalam Pasal 29 ayat (2), yang

6 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, op.cit., Pasal 28E ayat

(1).

7 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, op.cit., Pasal 28E ayat

(11)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 9

menyatakan bahwa: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan yang berkali-kali ditegaskan di dalam Konstitusi tersebut, bahkan ditempatkan sebagai salah-satu hak yang mutlak, seharusnya menunjukkan betapa besar komitmen yang dijanjikan oleh negara terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak KBB tersebut.

Selain jaminan konstitusional, seperti yang disebutkan di atas, pengakuan hukum bagi hak KBB juga terdapat di dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia,8 serta Pasal 18 Kovenan Hak-Hak Sipil Politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 12/2005.9

8 Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia, op.cit., Pasal 22 ayat (1) dan (2).

(12)

10 | Kertas Kebijakan YLBHI

BAB IV

Meskipun Indonesia telah mengakui jaminan atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagai bagian dari hak asasi manusia bagi warga negaranya, namun berbagai praktik pelanggaran terhadap hak tersebut masih cukup masif terjadi baik dalam bentuk diskriminasi di ranah hukum dan kebijakan, diskriminasi di dalam perlakuan di dalam mengakses pelayanan umum, hingga berbagai bentuk kekerasan, khususnya bagi kelompok-kelompok agama atau keyakinan yang minoritas.

A. Diskriminasi Hukum dan Kebijakan terhadap Hak KBB

Di ranah hukum dan kebijakan nasional, ada beberapa produk peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang membatasi penikmatan hak KBB, yang antara lain adalah sebagai berikut10:

1. Penetapan Presiden (PNPS) No. 1 tahun 1965.

Secara garis besar, PNPS ini mengatur tentang larangan menyiarkan penafsiran yang berbeda terhadap ajaran dan praktik agama-agama yang dianut secara sah di Indonesia, atau untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa

10 Lihat, The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), “Panduan

Pemantauan Tindak Pidana Penodaan Agama dan Ujaran Kebencian atas

(13)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 11

dengan agama-agama tersebut.11 Agama-agama yang diakui secara resmi tersebut adalah Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Khonghucu.12

PNPS ini dapat menghambat penikmatan hak KBB, khususnya terkait dengan kebebasan individual/kelompok untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya tersebut. Meskipun hak untuk memanifestasikan dan mengekspresikan agama bukan termasuk hak asasi manusia yang mutlak (non-derogable), sehingga dapat dibatasi namun, pembatasan tersebut haruslah dilakukan berdasarkan pembatasan hak yang sesuai dengan kaedah hak-hak asasi manusia yaitu pembatasan hak yang dilakukan untuk “…keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang

lain…”13

Sementara, pasal 1 PNPS tersebut telah memukul rata pelarangan bagi segala penafsiran yang di luar pokok-pokok ajaran agama yang diketahui oleh Kementerian Agama, meskipun bukan merupakan ancaman terhadap keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.

11 Lihat, Republik Indonesia, Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1965 tentang

Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, Pasal 1, dapat diakses di:

http://www.peraturan.go.id/inc/view/11e44c4e2b836b80835f31323132 3134.html

12 Ibid., Penjelasan terhadap Pasal 1, dapat diakses di:

http://www.peraturan.go.id/inc/view/11e44c4e2b836b80835f31323132 3134.html

(14)

12 | Kertas Kebijakan YLBHI

2. Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

UU Perkawinan hanya mengakui perkawinan yang sah apabila dilakukan sesuai dengan hukum agama dan kepercayaan masing-masing. 14 Dalam penerapannya, ketentuan ini menyulitkan orang-orang yang memeluk agama atau kepercayaan yang tidak termasuk di dalam enam agama resmi yang diakui oleh negara.

3. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pengaturan yang terkait soal materi pengajaran agama yang diwajibkan di sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi,15 serta jalur pendidikan formal dan informal16 di dalam UU ini menciptakan persoalan terkait dengan ketersediaan pengajar bagi kelompok agama dan keyakinan minoritas. Hingga seringkali para murid yang tidak termasuk ke dalam golongan agama mayoritas dan/atau resmi, diwajibkan untuk mengikuti pelajaran

14

Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan, Pasal 2, dapat diakses di:

http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UUPerkawinan.pdf

15 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Pasal 37, dapat diakses di: http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf

(15)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 13

agama yang disediakan di sekolah, meskipun mereka tidak memeluk agama tersebut.

4. Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 3 tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/ atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.

Surat keputusan bersama (SKB) ini melarang Jemaat Ahmadiyah untuk menghentikan segala “…kegiatan menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia…”17 Selain itu, SKB ini juga secara eksplisit melarang Jemaat Ahmadiyah untuk menjalankan ibadahnya yang menyerupai cara ibadah suatu agama tertentu18, yang dalam hal ini adalah agama Islam.

5. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri Nomor 9 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Umat Beragama,

17 Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan Agung,

Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 3 tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/ atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, Diktum Kesatu, dapat diakes di:

http://jabar.kemenag.go.id/file/file/ProdukHukum/klep1354606430.pdf

(16)

14 | Kertas Kebijakan YLBHI

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Syarat-syarat pendirian rumah ibadah yang diatur di dalam Peraturan Bersama ini, khususnya yang terkait dengan jumlah minimum pengguna rumah ibadah, serta jumlah minimum persetujuan warga di sekitar wilayah pembangunan rumah ibadah tersebut, seringkali dijadikan alat untuk mempersulit pembangunan rumah ibadah bagi kelompok-kelompok agama yang jumlahnya minoritas di wilayah tersebut.

B. Praktik-Praktik Diskriminasi dan Pelanggaran Hak KBB di Tingkat Daerah.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menemukan bahwa eskalasi dari pelanggaran terhadap kebebasan beragama telah meningkat dengan sangat mengkhawatirkan sejak tahun 2005, terutama sejak Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) adalah kelompok yang menyimpang dari ajaran Islam.19

19 Lihat, Atas Nama Agama, Human Rights Watch, 2013, hlm. 36, dapat

diakes di:

(17)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 15

Sejak tahun 2014, YLBHI bersama kantor-kantor LBH di wilayah-wilayah dengan tingkat pelanggaran KBB yang tinggi seperti Jawab Barat, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Barat, membentuk Satuan Tugas untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Satgas KBB). Satgas KBB tersebut bertugas untuk memantau dan melakukan pendampingan hukum serta advokasi di wilayah mereka masing-masing.

Berikut ini ringkasan temuan-temuan yang dihimpun oleh Satgas KBB yang telah melakukan pemantauan di wilayah mereka selama dua tahun belakangan ini.

Situasi KBB di Jawa Barat

Jawa Barat merupakan wilayah dengan tingkat pelanggaran terhadap hak KBB yang tertinggi. Satgas KBB di wilayah Jawa Barat menemukan bahwa SKB Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat (SKB Tiga Menteri) telah menginspirasi berbagai kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok JAI di Jawa Barat hingga saat ini.

(18)

16 | Kertas Kebijakan YLBHI

Sejak tahun 2008, kelompok JAI di Jawa Barat mengalami berbagai bentuk kekerasan seperti berikut ini:

-

Pembakaran Masjid JAI di Parakan Sukabumi (2008);

-

Perusakan bangunan Mesjid Cibitung Leuwisadeng (2008);

-

Perusakan rumah anggota JAI di Bogor (2010);

-

Penyerangan terhadap pemukiman Ahmadiyah di Kampung Manislor (2010);

-

Penyerangan terhadap JAI di Desa Cikeusik, Banten (2011), yang mengakibatkan tewasnya 3 orang anggota JAI; dan

-

penyegelan masjid Ahmadiyah di Tasikmalaya (2015).

Sementara itu, pemerintah daerah Jawa Barat, alih-alih menjalankan kewajibannya untuk melindungi kelompok JAI, justru semakin melegitimasi diskriminasi terhadap mereka dengan mengeluarkan berbagai kebijakan diskriminatif yang semakin menyulitkan kelompok JAI untuk memeluk, memanifestasikan dan mengekspresikan keyakinannya di wilayah Jawa Barat. Salah satu bentuk kebijakan diskriminatif tersebut adalah Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat yang diikuti oleh peraturan serupa di kota/kabupaten misalnya Kota Bogor, Depok dan Banjar.

(19)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 17

pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB di Manislor, Kuningan, Jawa Barat terdapat sekitar 2772 anggota JAI yang tidak memiliki KTP.

Sulitnya mendapatkan KTP bagi para anggota JAI juga didorong oleh MUI yang menyatakan bahwa anggota JAI tidak dapat mencantumkan Islam sebagai agama di kolom KTP mereka, sehingga pilihannya adalah dikosongkan atau tetap ditulis sebagai Islam apabila anggota JAI tersebut melakukan

“pertobatan”. Pendapat ini kemudian disetujui oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dengan tidak menerbitkan KTP bagi penganut Ahmadiyah.

Selain kelompok JAI, diskriminasi juga dilakukan terhadap kelompok Syiah di Jawa Barat. Meskipun Satgas KBB belum menemukan tindakan kekerasan terhadap kelompok ini, namun sudah ada kebijakan yang diskriminatif terhadap mereka yaitu, penerbitan Surat Edaran Wali Kota Nomor: 300/1321-Kesbangpol yang melarang perayaan Asyura oleh kelompok Syiah. Kampanye anti Syiah juga mulai marak di Jawa Barat dengan dideklarasikannya Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) pada tanggal 15 November, 2015 yang lalu di Purwakarta.

(20)

18 | Kertas Kebijakan YLBHI

Jaminan Melaksanakan Ibadah Berdasarkan Kepercayaan Masing-Masing.

Kemudian, diskriminasi berdasarkan agama dan keyakinan di Jawa Barat juga terjadi kepada kelompok Kristen/Katolik. Berdasarkan pemantauan Satgas KBB Jawa Barat, di Kabupaten Cianjur, setidak-tidaknya ada sekitar tujuh gereja yang disegel di kabupaten ini, yaitu: Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) Ciranjang, Gereja Gerakan Pentakosta (GGP) Ciranjang, Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB), Gereja Gerakan Pentakosta Betlehem (GGPB), Gereja Bethel Indonesia (GBI), Gereja Injil Seutuh Internasional (GISI) dan GerejaSidangJemaat Allah (GSJA). Penyegelan terjadi di Kabupaten Bekasi terhadap Gereja HKBP Filadelfia. Penyegelan ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui SK Bupati Bekasi No : 300/675/Kesbangponlinmas/ 09, tertanggal 31 Desember 2009 perihal Penghentian Kegiatan Pembangunan dan Kegiatan Ibadah, gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia.

(21)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 19

Disducapil tidak dapat memberikan keterangan perkawinan bagi penghayat Sunda Wiwitan. Akibat dari sulitnya mencatatkan perkawinan bagi para penghayat Sunda Wiwitan, mereka pun akhirnya sulit untuk mendapatkan akte kelahiran bagi anak-anak mereka juga.

Situasi KBB di Yogyakarta.

Selama proses pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB Yogyakarta, ada berbagai pelanggaran terhadap hak KBB yang ditemukan berkisar pada pelarangan kegiatan keagamaan, penolakan izin pembangunan rumah ibadah, serta penyebaran kebencian oleh kelompok-kelompok intoleran.

Pelarangan kegiatan keagamaan.

1. Pembubaran Camp Rohani “Reclaiming His Love” yang diselenggarakan oleh Gereja Advent Surakarta, di Kaliuran, Yogyakarta bulan Juli 2015 dan diikuti oleh 1.500 siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

(22)

20 | Kertas Kebijakan YLBHI

2. Ancaman pembubaran kegiatan pengkajian agama yang dilakukan oleh Rausyan Fikr Institute oleh Front Jihad Islam (FJI). Peristiwa pengerahan massa FJI untuk membubarkan kegiatan keagaam ini terjadi pada bulan Oktober 2015 di Sleman, Yogyakarta. FJI menuduh Rausyan Fikr Institute sebagai bagian dari kelompok Shiah, sehingga kegiatannya harus dibubarkan.

Upaya pembubaran ini bukanlah yang pertama kali, pada tahun 2014 Lembaga ini juga telah mendapat kecaman serta penolakan dari kelompok intoleran. Kelompok intoleran tersebut tergabung di dalam beberapa ormas diantaranya adalah Forum Umat Islam D.I.Yogyakarata (FUI-D.I.Y) dan Front Jihad Islam (FJI).

3. Pelarangan perayaan Paskah di Stadion Kridosono Yogyakarta. Acara perayaan paskah ini sebelumnya telah mendapat banyak ancaman dari kelompok intoleran yang tergabung di dalam Forum Umat Islam D.I.Yogyakarta (FUI-D.I.Y) melalui berbagai media sosial (medsos). Meskipun pada akhirnya acara dapat dilaksanakan dengan lancar, namun sempat di warnai aksi konvoi kelompok intoleran yang hendak membubarkan acara tersebut yang kemudian berhasil dihalau oleh beberapa anggota kepolisian yang pada waktu itu berjaga dilokasi.

(23)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 21

Penolakan izin pembangunan rumah ibadah.

1. Penolakan terhadap Gereja Baptis Indonesia (GBI) Saman, Bantul.

GBI Saman sudah berdiri sejak tahun 1992, namun akibat gempa yang melanda Yogyakarta di tahun 2006, bangunan gereja tersebut mengalami kerusakan. Untuk memulihkan kondisi bangunan gereja yang rusak tersebut, maka pihak GBI Saman merencanakan untuk merenovasi gereja tersebut.

Namun, upaya untuk merenovasi tersebut terhalang oleh anjuran dari Pemerintah Kabupaten Bantul yang menyarankan pihak GBI Saman untuk mengajukan permohonan izin pembangunan rumah ibadah. Alih-alih mendapatkan izin pembangunan rumah ibadah, GBI Saman justru mendapatkan aksi penolakan atas keberadaan gereja tersebut. Aksi penolakan tersebut dilakukan oleh Forum Umat Islam (FUI) pada bulan Juli 2015.

Beberapa kali upaya “penggerudukan” oleh anggota FUI tersebut berhasil dihalau oleh pihak kepolisian. Namun, beberapa hari berselang dari aksi penolakan oleh FUI tersebut, terjadi aksi pembakaran terhadap bangunan gereja tersebut oleh orang yang tak dikenal.

(24)

22 | Kertas Kebijakan YLBHI

proses keberadaan gereja GKI Pos Palagan dengan alasan perizinan pendirian rumah ibadah. FJI menilai terjadi perubahan izin yang tidak resmi dalam proses pembangunan rumah ibadah.

Situasi KBB di Jawa Timur.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB Jawa Timur, setidak-tidaknya ada sekitar 38 (tiga puluh delapan) kasus pelanggaran hak KBB di Jawa Timur sepanjang tahun 2010-2015. Bentuk- bentuk pelanggaran tersebut secara umum yaitu: (1) Persekusi dan diskriminasi terhadap Jemaat Ahmadiyah, (2) penyerangan dan kampanye anti Syiah, (3) larangan aktifitas terhadap Jemaat Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA), (4) larangan aktifitas terhadap penganut Aliran Kepercayaan, (5) diskriminasi pelayanan administrasi kependudukan, (6) masalah ijin pendirian rumah ibadah, dan (7) tidak dipenuhinya pendidikan yang layak bagi anak-anak warga pengungsi Syiah Sampang.

Berikut ini beberapa contoh kasus pelanggaran hak KBB yang berhasil dicatat oleh Satgas KBB Jawa Timur tersebut:

1. Persekusi dan Diskriminasi terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).

(25)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 23

dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/94/Kpts/013/2011 Tentang Larangan Aktifitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Jawa Timur.

Akibat Keputusan Gubernur tersebut, Jemaat Ahmadiyah mengalami berbagai intimidasi dan penyerangan, salah satu contohnya adalah perusakan dan penyegelan Masjid Ahmadiyah yang terjadi di Kabupaten Tulungagung pada tahun 2013. Kemudian, tindakan pelarangan itu terulang kembali pada tanggal 18 Januari 2016.

2. Kampanye anti Syiah.

Sepanjang tahun 2015, setidaknya ada 4 peristiwa mobilisasi kampanye intoleran terhadap kelompok Syiah yaitu:

-

Kampanye anti Syiah di Kota Bangil Pasuruan pada tanggal 14 Oktober 2015;

-

Deklarasi Aliansi Ulama Madura (AUMA) oleh para kyai di Pondok Pesantren Nurul Kholil Kabupaten Bangkalan pada tanggal 31 Oktober 2015;

-

Penyelenggaraan Kajian dan Seminar bertema

“Mewaspadai Bahaya Syiah dan Liberalisme” di Hall Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya, pada 1 November 2015; dan

(26)

24 | Kertas Kebijakan YLBHI

bertekad akan terus membasmi aliran yang dianggap sesat di Jawa Timur.

3. Penyerangan Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) Bangil di Kabupaten Pasuruan pada tahun 2011.

Peristiwa ini diawali oleh tindakan saling mengolok-olok antara para santri dari Pondok Pesantren YAPI dengan anggota jamaah Aswaja yang kemudian semakin memanas dan diikuti dengan aksi pelemparan batu dan penyerangan oleh para jamaah Aswaja ke dalam pondok pesantren.

4. Penyerangan terhadap warga Syiah di Sampang.

Dampak dari kampanye kebencian terhadap Syiah terjadi pada 26 Agustus 2012 di mana terjadi peristiwa penganiayaan, pembunuhan yang diikuti dengan pembakaran rumah pengikut Syiah di Kabupaten Sampang. Ini merupakan puncak peristiwa yang dialami pengikut syiah di Sampang, sebelumnya ada rangkaian peristiwa pembakaran dan pengusiran pemimpin Syiah, di mana sebelumnya terjadi penyerangan oleh 500 orang anti Syiah yang merangsek dan melempari rumah Ustad Tajul Muluk dengan batu. Bahkan beberapa saksi menyatakan massa anti Syiah juga melempar bondet, sejenis petasan yang berisi paku, beling, dan benda tajam lainnya.

(27)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 25

Kasus penyerangan Pondok Pesantren Darus Sholihin yang diasuh Habib Ali Bin Umar Al-Habsy terjadi pada hari Rabu 11 September 2013 di Jember. Puluhan warga menyerang pondok pesantren ini secara brutal. Di dalam peristiwa penyerangan ini, setidak-tidaknya tiga motor dibakar. Selain itu, sejumlah perlengkapan Masjid dan Musolla dirusak, kemudian beberapa perlengkapan kelas Pondok Pesantren dibakar, bahkan para penyerang nyaris membakar seluruh pondok pesantren tersebut. Akibat penyerangan ini, puluhan orang dikabarkan mengalami luka berat, bahkan seorang pria (dari kelompok penyerang) meninggal dunia akibat luka bacok saat melakukan perlawanan.

6. Larangan aktifitas terhadap Jemaat Majelis Tafsir

Al-Qur’an (MTA)

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB Jawa Timur, sepanjang tahun 2013-2014 terpantau ada 8 (delapan) peristiwa pelanggaran hak atas KBB terhadap Jemaah MTA, termasuk larangan untuk beribadah, hingga penyerangan. Pelaku pelanggaran atas hak KBB terhadap jemaah MTA ini terdiri dari warga, ormas (GP Anshor), hingga DPRD (Gresik).

(28)

26 | Kertas Kebijakan YLBHI

Warga Kelurahan/Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan merasa resah dengan kegiatan yang dilakukan sekelompok masyarakat penganut aliran kepercayaan Kejawen Pangruwatan Sejati pimpinan Supardi. Aliran Kejawen dinilai menyimpang dari ajaran agama umumnya, dan dinilai sebagai ajaran sesat karena kegiatannya pada malam hari dan berusaha merekrut anak-anak warga setempat yang masih dibawah umur. Masalah ini akhirnya dibawa ketingkat desa setempat karena diduga aliran kepercayaan ini belum melakukan pemberitahuan di Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang Linmas) Pemerintah Kabupaten Magetan. Kemudian pada tanggal 28 Agustus 2014 Kepala Bakesbang Linmas Pemkab Magetan meminta pimpinan kepercayaan Pangruwatan Sejati (Supardi) untuk tidak melakukan kegiatannya karena dianggap meresahkan masyarakat. Permintaan untuk menghentikan kegiatannya ini dibuat dalam bentuk pernyataan di kantor kelurahan.

8. Diskriminasi Pelayanan Administrasi Kependudukan

(29)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 27

yang sudah memiliki KTP tidak bisa mengganti ke Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispenduk) Kabupaten Sampang meminta rekomendasi dari Bakesbangpol Kabupaten Sampang saat warga mau membuat KTP dan e-KTP. Kemudian pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga melarang warga kembali ke Sampang untuk membuat KTP dan berjanji akan mendatangkan pihak Dispenduk Sampang ke tempat pengungsian untuk membuatkan e-KTP warga dengan alasan demi keamanan. Akan tetapi sampai saat ini belum ada tindak lanjut. Selain masalah KTP, masalah data kependudukan lainnya adalah banyak tanggal lahir anak-anak yang ada dalam Akta Kelahiran tidak sesuai dengan yang ada di Kartu Keluarga, namun karena alasan keamanan untuk saat ini belum bisa merubahnya.

9. Masalah Ijin Pendirian Rumah Ibadah

Sepanjang tahun 2010-2015 persoalan izin IMB pendirian rumah ibadah masih terus berlanjut. Di Jawa Timur, terdapat delapan kasus pada tahun 2010 yang berkaitan dengan masalah IMB, yaitu:

-

Penghentian paksa pembangunan dua buah Gereja (Gereja Katholik Indonesia dan Gereja Kristen Bethany Indonesia) di Gresik oleh Pemkab Gresik dengan alasan belum memenuhi persyaratan administrasi dan teknis;

(30)

28 | Kertas Kebijakan YLBHI

-

Penyegelan tiga tempat ibadah (gereja) yang dianggap ilegal yakni Saba, Jimbaran dan Niaga Square di Kota Mojokerto;

-

Penolakan peresmian Gereja Allah di Margorejo;

-

Sulit dan lamanya mengurus ijin pendirian rumah ibadah terjadi di Kabupaten Jombang. 80 persen belum mendpatkan izin, meski ada yang sudah mengurus sampai empat tahun, diantaranya Gereja Bethel Diaspora dan Gereja Masa depan Cerah;

-

Penolakan warga terhadap rumah yang digunakan untuk kebaktian di Sidoarjo; dan

-

Penolakan pendirian sekolah anak cacat yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) Malang dengan alasan pendirian sekolah tersebut adalah bentuk Kristenisasi di Kota Batu, Malang.

Situasi KBB di Sumatera Barat.

(31)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 29

1. Kebijakan-kebijakan yang berpotensi menciderai hak KBB di Sumatera Barat.

Berikut ini beberapa kebijakan yang berpotensi menciderai hak KBB warga Sumatera Barat, khususnya yang non muslim:

-

Kebijakan Kewajiban Berpakaian Muslim dan Muslimah Setidaknya, ada 3 kebijakan daerah mengenai tata cara berpakaian yaitu; Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman No. 22 Tahun 2003 tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah bagi Para Pelajar, Mahasiswa dan Karyawan; disamping itu juga terdapat surat Himbauan Bupati Tanah Datar No. 451.4.556/Kesra-2001 perihal Himbauan Berbusana Muslim/Muslimah kepada Dinas Pendidikan dan Tenaga Kerja; serta Instruksi Wali Kota Padang No. 451.422/Binsos-III/2005 tentang Pelaksanaan Wirid Remaja Didikan Subuh dan Berpakaian Muslim/Muslimah bagi Murid/Pelajar SD/MI, SLTP/MTS, SLTA/SMK/SMA di Kota Padang. Sekalipun di dalam aturannya tidak diwajibkan bagi non muslim, tetapi di dalam praktik siswa non muslim terpaksa memakai jilbab karena mereka takut dianggap berbeda dan kadangkala mendapatkan intimidasi-intimidasi dari guru.

-

Kebijakan Restribusi Jasa Umum Daerah.

(32)

30 | Kertas Kebijakan YLBHI

pengecualian. Peraturan ini menetapkan biaya pemakaman untuk ukuran makam standar 1 meter x 2 meter atau 2 meter persegi di Lokasi A Rp 375 ribu dan Lokasi B Rp 300 ribu per makam. Setelah itu setiap dua tahun, makam akan dikenai sewa tanah Rp125.000 di Lokasi A dan Rp100.000 di Lokasi B. Untuk retribusi dua tahunan itu, makam yang lebih luas dari ukuran standar dikenai retribusi tambahan kelebihan tanah Rp 250.000 per meter persegi di Lokasi A dan Rp 200.000 di Lokasi B.

(33)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 31

2. Pendirian dan renovasi rumah ibadah.

Seperti di daerah-daerah lain, permasalahan renovasi dan pendirian rumah ibadah terjadi pula di Sumatera Barat. Walau belum terjadi kekerasan seperti di beberapa wilayah lainnya, namun ketatnya syarat pendirian rumah ibadah menyebabkan kesulitan untuk merenovasi atau mendirikan rumah ibadah. Padahal, jumlah rumah ibadah dibandingkan dengan jumlah pengikutnya sudah tidak memadai. Merujuk pada Data Sumbar Dalam Angka 2014, jumlah penganut agama katolik berjumlah 10.689 orang, dengan 5 rumah ibadah. Ini artinya satu rumah ibadah akan menampung 2.000 orang. Dan untuk penganut agama Kristen terdapat 3.971 orang dengan 4 rumah ibadah, ini berarti satu rumah ibadah akan diisi oleh 1.000 orang. Sulitnya mendirikan rumah ibadah ini merupakan bentuk pengutamaan kelompok agama mayoritas (favoritism) oleh negara.

3. Polemik krematorium.

(34)

32 | Kertas Kebijakan YLBHI

Sumatera Barat. Padahal, krematorium ini sudah mendapatkan izin dari Pemerintah Kota Pondok Padang, termasuk lulus uji dampak lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup. Dan tidak ada keberatan dari warga di sekitarnya.

Respon pemerintah daerah, dan juga DPRD, sangat lambat, hingga pemantauan Satgas KBB Sumatera Barat dirampungkan, belum ada program-program yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam kaitannya dengan izin operasional krematorium tersebut.

4. Pemidanaan terhadap Alexander A’an

(35)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 33

Saat ini Alexander An sudah selesai menjalani pidananya, namun ia tak berani tinggal di Sumatera Barat karena merasa Sumatera Barat sudah tak bersahabat dengannya.

5. Penolakan Pencatatan Perkawinan Ahmadiyah

Sekalipun pada tahun 2011 Gubernur Sumatera Barat, menerbitkan Peraturan Gubernur No 17 Tahun 2011 tentang Pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Islamiyah di Sumatera Barat, namun sejauh ini belum terjadi pengusiran ataupun kekerasan terhadap penganut Ahmadiyah. Namun, diskriminasi terjadi dalam bentuk kesulitan untuk menyelenggarakan aktivitas seminar atau sosial, dan penolakan pencatatan perkawinan.

Penolakan pencatatan perkawinan bagi Ahmadiyah ini diformulasikan dalam surat edaran No. KO.03.02/14/PW.01/2008 yang melarang wali nagari mengeluarkan persyaratan administrasi (NA) pernikahan kepada anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia sebelum

“bertaubat”, meminta pembantu Pegawai Pencatat Nikah (PPN) untuk tidak memandu pelaksanaan akad nikah anggota JAI sebelum menandatangani surat pernyataan bersyahadat dan meminta JAI untuk membuat surat perjanjian tidak kembali menjadi pengikut JAI.

(36)

34 | Kertas Kebijakan YLBHI

perkawinan yang tidak tercatat, yaitu kepastian hukum status perkawinan, dan status anak yang dilahirkan adalah

“anak ibu”.

(37)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 35

Berbagai temuan yang didapatkan oleh Satgas KBB di wilayah Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Padang menunjukkan betapa masifnya pelanggaran terhadap hak atas KBB dan betapa rentannya kondisi kelompok minoritas agama di Indonesia.

Di tingkat nasional, temuan-temuan senada juga didapatkan oleh lembaga dan/atau organisasi yang menjadikan hak atas KBB sebagai salag satu fokus isu mereka, seperti Komnas HAM dan Setara Institute. Di dalam laporan akhir tahunnya, Komnas HAM menemukan bahwa ada sekitar 87 pengaduan pelanggaran hak atas KBB.20 Komnas HAM juga mencatat bahwa pelanggaran hak atas KBB di tahun 2015 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, tahun 2014, yang berjumlah 74 pengaduan. 21 Sementara itu, Setara Institute, yang merupakan organisasi masyarakat sipil yang memiliki perhatian khusus terhadap hak atas KBB di Indonesia, juga menemukan adanya peningkatan angka peristiwa pelanggaran dan bentuk tindakan intoleransi di tahun 2015, jika dibandingkan dengan tahun 2014.22 Di tahun 2015, Setara Institute menemukan telah

20 Komnas HAM, LAPORAN AKHIR TAHUN PELAPOR KHUSUS

KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN KOMISI NASIONAL HAK

ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA 2015”, 2015, hlm. 5.

21 Ibid.

22Laporan Setara Institute, Pelanggaran Kebebasan Beragama Meningkat

(38)

36 | Kertas Kebijakan YLBHI

terjadi 197 peristiwa pelanggaran dan 236 bentuk tindakan intoleransi, dengan tingkat pelanggaran tertinggi di Jawa Barat, Aceh dan Jawa Timur.23

Satgas KBB yang melakukan pemantauan di empat wilayah seperti yang disebutkan di atas menemukan bahwa pelaku-pelaku utama pelanggaran hak atas KBB adalah Pemerintah Daerah, ormas-ormas intoleran dan kepolisian. Pemerintah Daerah melakukan pelanggaran terutama melalui kebijakan-kebijakan diskriminatif yang dibuatnya, sedangkan ormas intoleran merupakan aktor yang aktif melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok agama minoritas, sementara kepolisian seringkali gagal memberikan perlindungan bagi kelompok minoritas dari ancaman maupun penyerangan dan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok intoleran.

Atas temuan-temuan yang dihimpun oleh Satgas KBB di berbagai wilayah pemantauan, seperti yang telah dipaparkan di atas, maka melalui Kertas Kebijakan ini, YLBHI ingin menyampaikan beberapa hal berikut ini kepada Pemerintah Indonesia:

1. YLBHI mengingatkan Pemerintah Indonesia bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan salah

http://nasional.kompas.com/read/2016/01/18/17250491/Laporan.Setar a.Institute.Pelanggaran.Kebebasan.Beragama.Meningkat.di.2015

(39)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 37

satu komponen yang fundamental bagi terselenggaranya kehidupan bernegara yang damai dan demokratis. 2. YLBHI mengingatkan Pemerintah Indonesia bahwa di

dalam kerangka Negara Hukum yang baik, maka negara wajib menjalankan kewajibannya untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia bagi seluruh warganya tanpa ada pengecualian apapun. 3. YLBHI juga ingin mengingatkan Pemerintah Indonesia

bahwa hak untuk memeluk agama dan keyakinan adalah merupakan hak asasi manusia yang bersifat mutlak dan tidak dapat dikurangi penikmatannya baik dalam keadaan atau atas dasar apapun juga (non-derogable right).

4. Oleh karena itu, YLBHI ingin menekankan kepada Pemerintah Indonesia untuk menjalankan kewajiban konstitusionalnya dan kewajiban hukumnya sebagai Negara Pihak di dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Kovenan Hak Sipol), untuk secara sungguh-sungguh menjalankan kewajiban-kewajibannya terhadap hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagai berikut:

-

Melindungi setiap individu, baik dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh agen-agen negara dan juga dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau badan-badan swasta (non-negara) yang dapat mengurangi penikmatan hak atas KBB yang dijamin di dalam Kovenan Hak Sipol;

(40)

38 | Kertas Kebijakan YLBHI

terjadinya pelanggaran terhadap hak atas KBB yang dijamin oleh Kovenan Hak Sipol (preventive meassures);

-

Menyelidiki dan menghukum para pelaku pelanggaran terhadap hak atas KBB yang dijamin oleh Kovenan Hak Sipol (punitive Measures); dan

-

Memberikan ganti rugi dan pemulihan yang efektif dan memadai kepada para korban pelanggaran yang dilakukan oleh individu-individu atau badan-badan non-negara (Remedial Measures)

Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut di atas, maka YLBHI meminta Presiden RI, Joko Widodo, untuk mengambil kepemimpinan yang tegas di dalam melindungi hak atas KBB bagi seluruh warga negara Indonesia dengan cara:

(41)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 39

Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

2. Memerintahkan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk segera mencabut berbagai peraturan daerah yang melanggar ataupun berpotensi melanggar hak atas KBB.

3. Memerintahkan kepada Kementerian Agama untuk menghentikan segala proses perumusan dan pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan yang berpotensi melanggar dan mengurangi penikmatan hak atas KBB bagi warga negara Indonesia.

4. Memerintahkan kepada seluruh jajaran Kementerian/Lembaga pemerintah yang terkait untuk segera merumuskan peraturan perundang-undangan yang dapat secara menyeluruh menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas KBB sesuai dengan standar dan prinsip HAM yang universal. Proses perumusan perundang-undangan ini harus dilakukan dengan pendekatan yang partisipatoris dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat sipil, khususnya yang bergerak dibidang HAM, di dalam setiap tahapan pembahasannya.

(42)

40 | Kertas Kebijakan YLBHI

hukum setiap individu ataupun kelompok yang melakukan tindakan intoleran terhadap kelompok-kelompok agama ataupun keyakinan di seluruh wilayah Republik Indonesia.

6. Menindak dan memberikan sanksi yang tegas kepada aparat-aparat negara yang melakukan pelanggaran terhadap hak atas KBB, baik yang melakukannya secara aktif maupun yang secara pasif mengabaikan tugasnya untuk melindungi hak atas KBB.

7. Memerintahkan kepada kementerian/lembaga negara yang terkait untuk segera merumuskan dan memberikan hak atas pemulihan bagi para korban pelanggaran hak atas KBB, sesuai dengan prinsip pemulihan yang dirujuk oleh PBB, dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

-

Pemenuhan akses terhadap keadilan yang setara dan efektif kepada korban pelanggaran hak atas KBB;

-

Pemberian reparasi yang memadai, efektif dan cepat atas dampak yang diderita oleh korban pelanggaran hak atas KBB; ;

(43)

Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 41

BAB VI

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, YLBHI meyakini bahwa kebebasan, dalam hal ini kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah salah satu komponen yang fundamental bagi terjaganya perdamaian di masyarakat dan perdamaian adalah syarat utama terselenggaranya agenda-agenda pembangunan yang berkelanjutan, adil dan mensejahterakan bagi setiap orang. Sehingga, dengan kata lain, pencideraan terhadap hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan (Hak KBB), baik dalam bentuk diskriminasi, persekusi, dan pembiaran terhadap tindakan-tindakan intoleran, akan secara langsung menjadi penghambat agenda-agenda pembangunan itu sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

Buku anak-anak Pandawa Lima sebagai pengenalan tokoh pewayangan yang dikemas dengan gaya gambar populer dan cerita yang bermoral, dengan konsep adaptasi dari pagelaran

Kedudukan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) lingkup Dinas Pertanian dan Kehutanan diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang pembentukan, organisasi dan tata kerja

Tingginya kebutuhan masyarakat akan pengelolaan dokumen membuat tinggi pula permintaan akan pemenuhan jasa tersebut, produk Self Service Document Centre Box merupakan

Hal tersebut sesuai dengan definisi masyarakat yang merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat- istiadat tertentu yang

Hasil pengujian pada perusahaan sub sektor perbankan yang terdaftar di BEI periode 2010-2017 memperlihatkan bahwa laba bersih merupakan salah satu faktor yang

Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga, teman, dan

- Siswa menyimak penjelasan guru tentang mengurutkan pecahan dan membandingkan pecahan melalui demonstrasi benda kongkrit yang diperagakan oleh

Hasil penelitian menunjukkan baliwa pada penyuntikan PMSG dengan dosis 40 IU/kg bobot badan memberikan onset berahi tercepat (P<0,05) yaitu 29,81 ± 3,20 jaln sedangkan yang