• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKTI AUDIT DALAM PEMERIKSAAN PAJAK VERS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BUKTI AUDIT DALAM PEMERIKSAAN PAJAK VERS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BUKTI AUDIT DALAM PEMERIKSAAN PAJAK VERSUS BUKTI

AUDIT DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN*

Ali Riza ( 15919041 ) Email : riza.incorp@gmail.com

Magister Akuntansi Universitas Islam Indonesia

Pendahuluan

Pemeriksaan pajak mempunyai tujuan yang berbeda dengan pemeriksaan laporan keuangan. Pemeriksaan pajak dilakukan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan sedangkan tujuan pemeriksaan laporan keuangan untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip- prinsip akuntansi yang berlaku umum. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemeriksa pajak atau auditor harus mengumpulkan bukti pemeriksaan (audit) yang memadai untuk mendukung kesimpulan atau pendapatnya yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atau Audit Report. Dalam tulisan ini, dibahas perbandingan bukti audit dalam pemeriksaan pajak untuk tujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan bukti audit dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum (pemberian opini atas laporan keuangan).

Pengertian Bukti

Arens, Elder, dan Beasley (2012: 24) memberikan pengertian bukti (evidence) sebagai berikut: “Evidence is any information used by auditor to determine whether the information being audited is stated in accordance with the established criteria.”

(2)

Bukti Audit dalam Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diudah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-undang KUP) disebutkan bahwa pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/KMK.03/2013 menyebutkan bahwa pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan. Dalam Pasal 6 ayat (3) PMK tersebut disebutkan bahwa Standar Pemeriksaan meliputi Standar Umum Pemeriksaan, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, dan Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan.

Standar Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 huruf c PMK Nomor 17/KMK.03/2013 menyebutkan bahwa “temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Selanjutnya, bukti kompeten yang cukup diatur dalam Pasal 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2013. Berikut ini adalah uraian bukti kompeten yang cukup berdasarkan Pasal 4 huruf c Peraturan Dirjen Pajak tersebut.

Bukti kompeten adalah bukti yang valid dan relevan dengan tetap mempertimbangkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi Wajib Pajak yang memiliki hubungan istimewa.

Bukti yang valid berarti bukti tersebut dapat diandalkan untuk menyimpulkan suatu fakta. Tingkat validitas bukti dipengaruhi oleh tiga hal sebagai berikut:

i) Independensi dan Kualifikasi Sumber Diperolehnya Bukti

(3)

dengan bukti yang diberikan. ii) Kondisi Bukti Diperoleh

Tingkat kesulitan mendapatkan bukti yang dipengaruhi situasi dan/atau kondisi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat validitas bukti. iii) Cara Bukti Diperoleh

Bukti yang diperoleh secara langsung oleh Pemeriksa Pajak (misalnya observasi) tingkat validitasnya lebih tinggi dibandingkan bukti yang diperoleh secara tidak langsung (misalnya bukti yang disediakan oleh Wajib Pajak). Cara memperoleh bukti juga harus memperhatikan legalitas cara perolehan bukti.

Bukti yang relevan berarti bahwa bukti tersebut harus berkaitan dengan pos-pos yang akan diperiksa sebagaimana tercantum dalam program pemeriksaan.

Bukti yang cukup adalah bukti yang memadai untuk mendukung temuan hasil pemeriksaan. Kecukupan terkait dengan pertimbangan profesional (professional judgement) Pemeriksa Pajak.

Bukti Audit dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan

Terkait dengan bukti audit untuk pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum, berikut ini diuraikan persuasivitas bukti audit (bukti audit yang meyakinkan) dan tipe/jenis bukti audit.

Tidak mungkin bagi auditor memeriksa seluruh bukti transaksi klien. Oleh karena itu, auditor harus mengumpulkan bukti yang tepat dan mencukupi untuk mendukung pendapat yang diberikan. Auditor harus yakin bahwa pendapatnya benar dengan tingkat kepastian yang tinggi. Dengan menggabungkan seluruh bukti audit yang diperolehnya, auditor dapat meyakinkan dirinya untuk mengambil kesimpulan atas audit yang dilakukannya dalam rangka menerbitkan Audit Report.

Arens, Elder, dan Beasley (2012: 196-198) menyebutkan bahwa terdapat dua penentu untuk persuasivitas bukti, yaitu ketepatan bukti dan kecukupan bukti.

Ketepatan bukti merupakan ukuran mutu bukti, yang berarti relevansi dan reliabilitasnya memenuhi tujuan audit untuk kelas transaksi, saldo akun, dan pengungkapan terkait. Ketepatan bukti terkait dengan prosedur audit yang dipilih.

Reliabilitas bukti terkait dengan apakah suatu bukti dapat dipercaya (diandalkan) atau tidak. Jika suatu bukti dapat diandalkan, maka bukti tersebut sangat membantu meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan klien disajikan secara wajar.

(4)

diandalkan, yaitu:

a) Independensi Penyedia Bukti (Independence of Provider)

Bukti yang diperoleh dari sumber luar entitas lebih dapat diandalkan ketimbang yang diperoleh dari dalam entitas.

b) Efektivitas Pengendalian Internal Klien (Effectiveness of Client’s Internal Controls) Jika pengendalian internal klien efektif, maka bukti audit yang diperoleh lebih dapat diandalkan ketimbang jika pengendalian internalnya lemah.

c) Pengetahuan Langsung Auditor (Auditor’s Direct Knowledge)

Bukti audit yang diperoleh langsung oleh auditor melalui pemeriksaan fisik, observasi, penghitungan ulang, dan inspeksi lebih dapat diandalkan ketimbang informasi yang diperoleh secara tidak langsung.

d) Kualifikasi Individu yang Menyediakan Bukti (Qualifications of Individuals Providing the Information)

Bukti audit tidak akan dapat diandalkan kecuali individu yang menyediakan informasi tersebut memenuhi kualifikasi untuk itu.

e) Tingkat Objektivitas (Degree of Objectivity)

Bukti yang objektif lebih dapat diandalkan ketimbang bukti yang memerlukan pertimbangan tertentu untuk menentukan apakah bukti tersebut adalah benar. f) Ketepatan Waktu (Timeliness)

Ketepatan waktu bukti audit terkait dengan kapan bukti audit itu dikumpulkan dan periode yang tercakup oleh audit tersebut. Untuk akun-akun neraca, bukti lebih dapat diandalkan apabila diperoleh sedekat mungkin dengan tanggal neraca.

Kuantitas bukti yang diperoleh akan menentukan kecukupan bukti audit. Kecukupan bukti terutama diukur oleh sampel yang dipilih oleh auditor. Dua faktor yang paling penting adalah ekspektasi auditor atas salah saji dan keefektifan pengendalian internal klien.

Selain ukuran sampel, masing-masing item yang diuji akan mempengaruhi kecukupan bukti audit. Sampel yang terdiri atas item-item populasi dengan nilai uang besar, item-item yang kemungkinan besar salah saji, dan item-tem yang mewakili populasi umumnya dianggap sudah mencukupi.

Pembahasan

(5)

relevan dengan tetap mempertimbangkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi Wajib Pajak yang memiliki hubungan istimewa. Sedangkan dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum (pemberian opini), auditor mendasarkan pendapatnya pada bukti yang dikumpulkan dan Standar Akuntansi Keuangan. Apabila auditor mendapatkan bukti yang meyakinkan (persuasivitas bukti), maka bukti tersebut membantu auditor untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa. Bukti yang meyakinkan (persuasivitas bukti) ditentukan oleh dua hal yaitu ketepatan bukti dan kecukupan bukti. Bukti dianggap tepat apabila relevansi dan reliabilitasnya memenuhi tujuan audit.

Validitas bukti dalam pemeriksaan pajak dipengaruhi oleh: - independensi dan kualifikasi sumber diperolehnya bukti;

- kondisi bukti diperoleh; dan - cara bukti diperoleh.

Pemeriksaan laporan keungan untuk tujuan umum tidak mennggunakan istilah validitas bukti, namun menggunakan istilah reliabilitas bukti. Reliabilitas bukti tergantung pada enam karakteristik bukti yang dapat diandalkan sebagai berikut: - independensi penyedia bukti;

- efektivitas pengendalian internal klien; - pengetahuan langsung auditor;

- kualifikasi individu yang menyediakan bukti; - tingkat objektivitas; dan

- ketepatan waktu.

Kalau dibandingkan faktor yang mempengaruhi validitas bukti dalam pemeriksaan pajak dengan faktor yang mempengaruhi reliabilitas bukti dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum terdapat kesamaan atau kedekatan makna yaitu independensi dan kualifikasi sumber diperolehnya bukti (dalam pemeriksaan pajak) sama dengan independensi penyedia bukti dan kualifikasi individu yang menyediakan bukti (dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum), cara bukti diperoleh (dalam pemeriksaan pajak) dekat maknanya dengan pengetahuan langsung auditor (dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum).

(6)

huruf c Perdirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2013 hanya menjelaskan tingkat kesulitan mendapatkan bukti yang dipengaruhi situasi dan/atau kondisi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat validitas bukti. Penjelasan ini belum menggambarkan secara jelas mengai kondisi bukti diperoleh yang dapat mempengaruhi validitas bukti. Dalam Perdirjen Pajak sebelumnya yaitu Perdirjen Pajak Nomor 09/PJ/2010, sebelum diganti dengan Perdirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2013, dalam Pasal 5 huruf e diberikan penjelasan mengenai bukti yang diperoleh yang dapat mempengaruhi validitas bukti sebagai berikut bahwa bukti yang dihasilkan oleh entitas yang memiliki sistem pengendalian internal kuat memiliki validitas lebih tinggi dibandingkan bukti yang dihasilkan oleh entitas yang memiliki sistem pengendalian internal lemah. Penjelasan dalam Perdirjen Nomor PER-09/PJ/2010 ini mempunyai kedekatan dengan faktor efektivitas pengendalian internal klien yang dapat mempengaruhi reliabilitas bukti dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum.

Selanjutnya, dalam pemeriksaan pajak tidak disebutkan faktor tingkat objektivitas dan ketepatan waktu yang dapat mempengaruhi validitas bukti sebagaimana faktor tingkat objektivitas dan ketepatan waktu tersebut disebutkan dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum yang dapat mempengaruhi realibilitas bukti. Penulis berpendapat bahwa walaupun dalam Perdirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2013 tidak menyebutkan faktor tingkat objektivitas dan ketepatan waktu dalam menentukan validitas bukti, faktor tersebut harus menjadi pertimbangan juga bagi pemeriksa pajak dalam menentukan validitas bukti.

Dalam pemeriksaan pajak, bukti danggap relevan apabila bukti tersebut berkaitan dengan pos-pos yang diperiksa sebagaimana tercantum dalam program pemeriksaan. Sedangkan dalam pemeriksaan untuk tujuan umum, bukti dianggap relevan apabila bukti tersebut berkaitan atau relevan dengan tujuan audit yang diuji oleh auditor.

(7)

akan menentukan kecukupan bukti audit. Kecukupan bukti terutama diukur oleh sampel yang dipilih oleh auditor yang besaran sampelnya dipengaruhi oleh ekspektasi auditor atas salah saji dan keefektifan pengendalian internal klien. Selain ukuran sampel, masing-masing item yang diuji akan mempengaruhi kecukupan bukti audit misalnya sampel yang terdiri atas item populasi dengan nilai uang besar, item-item yang kemungkinan besar salah saji, dan item-item-tem yang mewakili populasi umumnya dianggap sudah mencukupi.

Dalam pemeriksaan pajak, kecukupan bukti audit tidak ditekankan pada kuantitas bukti yang diperoleh yang diukur dengan sampel yang dipilih auditor. Hal ini wajar, karena dalam pemeriksaan pajak, tidak dilakukan pemeriksaan seluruh pos SPT atau seluruh akun laporan keuangan. Pemilihan pos-pos SPT dan turunannnya (akun-akun laporan keuangan) yang diperiksa didasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan oleh pemeriksa pajak. Bukti audit yang kumpulkan oleh pemeriksa pajak harus dapat mendukung atau mempertahankan temuan hasil pemeriksaan. Namun demikian, untuk pengujian substantif atas saldo suatu pos SPT atau akun laporan keuangan, sampel bukti transaksi yang digunakan pengujian saldo tersebut harus mencukupi, tanpa mengesampingkan penggunaan alat uji yang lain.

Dalam pemeriksaan pajak, tidak diklasifikasikan tipe/jenis bukti audit sebagaimana diklasifikasikan dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum dalam delapan tipe/jenis audit sebagai berikut:

- pemeriksaan fisik (physical examination); - konfirmasi (confirmation);

- dokumentasi (documentation);

- prosedur analitis (analytical procedures);

- tanya jawab dengan klien (inquiries of the client); - rekalkulasi (recalculation);

- pelaksanaan/reka ulang (reperformance); - observasi (observation).

(8)

adalah sebagai berikut:

- pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal Direktorat Jenderal Pajak; - pengujian keabsahan dokumen;

- evaluasi;

- analisis angka-angka; - penelusuran angka-angka; - penelusuran bukti;

- pengujian keterkaitan; - ekualisasi;

- permintaan keterangan atau bukti; - konfirmasi;

- inspeksi;

- pengujian kabenaran fisik;

- pengujian kebenaran penghitungan matematis; - wawancara;

- uji petik (sampling);

- Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK); dan/atau - teknik-teknik Pemeriksaan lainnya.

Dengan demikian, pendokumentasian dari penerapan teknik pemeriksaan dalam pemeriksaan pajak tersebut menjadi bukti audit dalam pemeriksaan pajak. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Bukti audit mempunyai peranan penting baik dalam pemeriksaan pajak maupun pemeriksaan laporan keuangan.

2. Dalam pemeriksaan pajak, bukti dianggap kompeten apabila bukti tersebut valid dan relevan. Sedangkan dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum, bukti dianggap meyakinkan apabila memenuhi ketepatan dan kecukupan bukti.

3. Validitas bukti dalam pemeriksaan pajak dan reliabilitas bukti dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum dipengaruhi oleh beberapa faktor. Terdapat kesamaan faktor-faktor yang mempengaruhi validitas bukti dalam pemeriksaan pajak dan reliabilitas bukti dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum.

(9)

diberikan penjelasan secara jelas. Oleh karena itu, apabila dilakukan penyempurnaan PER-23/PJ/2013 akan lebih baik bila faktor kondisi bukti diperoleh diberikan penjelasan secara jelas sebagaimana pernah dijelaskan dalam Perdirjen Pajak Nomor PER-09/PJ/2010.

5. Relevansi bukti audit diperlukan baik dalam pemeriksaan pajak maupun pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum. Dalam pemeriksaan pajak, bukti audit danggap relevan apabila bukti tersebut berkaitan dengan pos-pos yang diperiksa sebagaimana tercantum dalam program pemeriksaan. Sedangkan dalam pemeriksaan untuk tujuan umum, bukti dianggap relevan apabila bukti tersebut berkaitan dengan tujuan audit yang diuji oleh auditor.

6. Kecukupan bukti audit akan mempengaruhi keputusan baik bagi pemeriksa pajak maupun auditor dalam mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atau Audit Report. Dalam pemeriksaan pajak, bukti dianggap yang cukup apabila bukti tersebut memadai untuk mendukung temuan hasil pemeriksaan. Kecukupan terkait dengan pertimbangan profesional (professional judgement) pemeriksa pajak.

7. Dalam pemeriksaan pajak tidak diatur mengenai tipe/jenis bukti audit sebagaimana dikenal dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum. Namun demikian, bukti audit dalam pemeriksaan pajak pada prinsipnya mencakup tipe/jenis bukti audit sebagaimana dikenal dalam pemeriksaan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bukti audit dalam pemeriksaan pajak dapat diperoleh dari pendokumentasian penerapan teknik pemeriksaan pajak sebagaimana diatur dalam SE-65/PJ/2013.

Referensi

Dokumen terkait

Pada fasilitas ini yang disediakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sampah kering yang telah dipilah dapat dimanfaatkan oleh pihak lainnya yang menjadi kemitraan atau

Total Aset Gross, Total Pembiayaan, Dana Pihak Ketiga, FDR Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah berdasarkan Kota/Kabupaten - Juni 2018 ( Financing, Depositor Funds, Percentage

Untuk mempermudah kinerja dalam pemrosesan pengolahan data-data pasien khususnya rawat inap pada Rumah Bersalin XAVERIUS, penulis membuat suatu sistem baru dengan

Hasil fermentasi semi-aerob bagase tebu dan limbah nanas digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi anaerob menggunakan digester 20 L, yang sebelumnya dicampurkan

Gambaran status gizi berdasarkan indeks tinggi badan per umur pada anak talasemia β mayor di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.. Djamil Padang memperlihatkan

Kapital (dana) boleh dikata adalah “darah” bagi bisnis. Kekurangan kapital akan menyebabkan bisnis lesu. Oleh karena itu, uang harus dikelola dengan benar agar bisnis dapat

Di sisi lain variabel perputaran kas tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, oleh karena itu perusahaan diharapkan untuk memperhatikan tingkat

Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan