• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERILAKU KOPING PADA MAHASISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PERILAKU KOPING PADA MAHASISWA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

USULAN PENELITIAN

ANALISIS PERILAKU KOPING PADA MAHASISWA DALAM

MENGHADAPI PROGRAM IMUNISASI

STIKES AISYIYAH SURAKARTA

Oleh :

Ummi Hany Eprilia, S.Psi, M.Pd Imam Muqoyyadi, S.Pd.I

Usulan Penelitian Tahun 2017

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Surakarta

PROGDI D IV FISIOTERAPI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH

SURAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirraahiim

Alhamdulillah kami lantunkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat mengajukan proposal penelitian ini. Adapun fokus penelitian ini adalah prilaku koping pada mahasiswa yang menerima program imunisasi STIKES ‘Aisyiyah Surakarta.

Proposal penelitian ini dimaksudkan agar kami para peneliti mampu mengembangkan sisi-sisi lain dunia medis secara ilmiah dan bertanggungjawab. Selain itu diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan tehnologi sesuai bidang studi yaitu psikologi.

Peneliti hanya berharap dan berusaha akan menghasilkan penelitian-penelitian yang bermanfaat bagi Agama Islam, masyarakat, dan bangsa ini.

Surakarta, 25 Maret 2017

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... 1

HALAMAN PENGESAHAN... 2

KATA PENGANTAR... 3

DAFTAR ISI... 4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 5

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Pembatasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN TEORI A. Kajian Teori... 9

B. Penelitian yang Relevan... 15

C. Kerangka Berfikir... 18

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 19

B. Waktu dan Jadwal Penelitian... 19

C. Subjek Penelitian... 20

D. Objek Penelitian... 20

E. Teknik Pengumpulan Data... 21

(4)

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rasa khawatir dan takut sakit dalam mengikuti program imunisasi dapat mengakibatkan tekanan dan stres pada mahasiswa STIKES Aisyiyah Surakarta. Keadaan ini dihadapi dengan berbagai cara, yaitu ada sebagian yang berhasil mengatasi rasa kawatir dan takut sakit. Setiap individu dalam menghadapi masalah akan memilih salah satu reaksi yaitu untuk bereaksi negatif atau bereaksi positif. Reaksi yang muncul dalam bentuk negatif berupa sikap acuh tak acuh ataupun lari dari permasalahan bahkan tidak mengikuti program tersebut. Sedangkan reaksi positif yang muncul berupa bentuk penyesuaian yang adaptif.

Manusia dalam hal ini mahasiswa tidak dapat menolak atau menghindar dari tuntutan atau tekanan yang berupa kewajiban imunisasi dirinya sebagai mahasiswa kesehatan. Oleh karena itu kemampuan untuk berdamai dengan faktor-faktor penyebab permasalahan atau coping skill perlu untuk dikembangkan. Hal ini merupakan suatu proses yang dibutuhkan sepanjang waktu, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat.

(5)

Mahasiswa sebagai individu yang belajar diharapkan aktif dan mandiri dalam membangun ilmu pengetahuannya, menghadapi rintangannya, dan menyelesaikan masalahnya. Pembelajaran pada level pendidikan apapun akan terjadi tidaknya suatu kegiatas tergantung pada individu itu sendiri. Kenyataan di masyarakat, manusia akan tetap mengalami stres terutama pada aktivitas rutin yang menimbulkan rasa tidak berdaya yang didalamnya berisi sesuatu yang dirasa monoton, memaksa dan menimbulkan rasa sakit.

Kenyataannya masih banyak dimasyarakat orang-orang yang merasa tidak nyaman, merasa takut sakit, ataupun memiliki keadaan terpaksa unuk di suntik/ imunisasi apapun. Begitupula dengan mahasiswa STIKES Aisyiyah Surakarta ketika harus mengikuti program imunisasi.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan beberapa permasalahan yang dihadapi pada mahasiswa yang menerima program imunisasi. Mahasiswa tersebut sering mengulang-ulang ketidak nyamananya, terlihat panik dan gelisah, mencoba untuk membahasakan dengan berbagai cara bergurau, tangan yang dingin dan atau berkeringat dingin, dan terjadi beberapa perubahan-perubahan antrian diantara mereka walaupun sudah diurutkan menggunakan absensi. Dengan demikian penting untuk mengetahui prilaku-perilaku koping mahasiswa

STIKES ‘Aisyiyah Surakarta.

C. Pembatasan Masalah

(6)

1. Berfokus pada perilaku koping mahasiswa dalam menghadapi program imunisasi STIKES Aisyiyah Surakarta.

2. Bentuk-bentuk perilaku koping yang sering dilakukan mahasiswa STIKES Aisyiyah Surakarta.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perilaku koping mahasiswa dalam menghadapi program imunisasi STIKES Aisyiyah Surakarta.

2. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku koping yang sering muncul pada mahasiswa STIKES Aisyiyah Surakarta.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perilaku koping mahasiswa dalam menghadapi program imunisasi STIKES Aisyiyah Surakarta.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku koping yang sering muncul pada mahasiswa STIKES Aisyiyah Surakarta.

F. Manfaat Penelitian

(7)

1. Bagi Dep Kes, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penentuan kebijakan pendidikan dan pengambilan tindakan pelanggaran penyelenggaraan program apapun pada level pendidikan apapun di Indonesia.

2. Bagi Pimpinan Lembaga, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rangka menyiapkan lulusan yang sehat jiwa dan raga atau psikis dan fisik. Dengan demikian, diharapkan akan ada peningkatan kualitas dan kuantitas pada tenaga-tenaga medis Indonesia.

(8)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kajian Teori

1. Perilaku Koping

a. Pengertian Perilaku Koping

Manusia tidak dapat menolak atau menghindar dari masalah, tuntutan atau tekanan yang menimpa dirinya, oleh karena itu tingkah laku koping merupakan suatu proses yang dibutuhkan sepanjang waktu, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Proses ini dapat digunakan sebagai kunci dalam memahami reaksi seseorang terhadap stres atau hambatan-hambatan (Fasikhah, 1995: 2) pendapat ini sejalan dengan Taylor (Smet, 1994: 136) bahwa koping adalah kecenderungan untuk berdamai dengan faktor-faktor penyebab stres.

Pestanjee (1992: 89) mengungkapkan bahwa koping memiliki tiga efek yaitu psikologis, sosial, dan fisik. Ketiga efek tersebut ada yang mengarah positif ada pula yang mengarah negatif. Strategi koping menunjukkan pada berbagai upaya baik mental maupun perilaku untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi dan meminimalkan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan (Mu’tadin, 2002: 2), dengan kata lain strategi koping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang merupakan akibat dari masalah yang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.

(9)

yang dianggap di luar batas kemampuannya, yang dilakukan bila ada tuntutan-tuntutan yang dirasa menentang, membebani sumber daya yang dimiliki, dengan melakukan usaha kognitif dan behavioral untuk menurunkan, meminimalisasi dan menahan tuntutan.

Prilaku koping juga diartikan sebagai tingkah laku dimana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan tugas atau masalah. Koping melibatkan berbagai strategi pengaturan potensi, skill, dan kemampuan untuk mengatur kejadian yang menyebabkan stres (Santrock, 2007:24) Demikian pula Lazarus dan Folkman (Smet,1994 : 140) menjelaskan koping sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful.

Berbagai pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa prilaku koping adalah usaha atau strategi yang dilakukan individu dalam menghadapi situasi yang menekan atau stressfull. Sehingga individu dalam hal ini adalah mahasiswa yang masih remaja dapat mengatasi hambatan-hambatan yang secara fisik dan psikis yang menimbulkan stres atau tekanan batin. Remaja berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.

b. Aspek-aspek koping

(10)

1) Keaktifan diri, yaitu suatu tindakan untuk mencoba menghilangkan atau mengelabuhi penyebab stress atau memperbaiki akibatnya dengan cara bertindak langsung.

2) Perencanaan, yaitu memikirkan tentang bagaimana mengatasi penyebab stress, antara lain dengan membuat strategi untuk bertindak, memikirkan tentang langkah apa yang perlu diambil untuk menangani suatu masalah.

3) Kontrol diri, yaitu individu membatasi keterlibatannya dalam aktifitas kompetisi atau persaingan dengan tidak bertindak terburu-buru.

4) Mencari dukungan sosial, yaitu mencari nasihat, pertolongan, informasi, dukungan moral, simpati atau pengertian. Positif atau negatifnya strategi koping yang dilakukan juga tergantung dari dukungan sosial karena dukungan sosial dapat membuat suasana hati individu menjadi positif.

5) Mengingkari, yaitu pengingkaran terhadap suatu masalah

6) Penerimaan, yaitu suatu situasi yang penuh dengan stress dan keadaan ini memaksa individu untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

7) Religiusitas, yaitu sikap individu untuk merenungkan dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi secara keagamaan.

Berdasarkan ketujuh pendapat diatas maka penelitian ini akan menggunakannya sebagai indikator penelitian perilaku koping pada mahasiswa STIKES Aisyiyah Surakarta. Perilaku tersebut didapatkan dari mahasiswa yang telah mengikuti proses program imunisasi.

c. Bentuk-bentuk perilaku koping

(11)

1) Problem focused coping, yaitu perilaku koping yang berpusat pada masalah. Anak akan berusaha mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan– keterampilan yang baru. Anak akan cenderung menggunakan strategi ini, bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi membuat dirinya nyaman. Contoh dalam hal ini adalah membereskan mainan setelah main kemudian meminta perhatian.

2) Emotion focused coping, yaitu perilaku koping yang berpusat pada emosi. Digunakan untuk mengatur atau menghindarkan diri dengan respon emosional terhadap stress. Pengaturan ini melalui perilaku remaja, seperti penggunaan melempar benda disekitarnya. Upaya meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan melalui strategi kognitif, dapat digambarkan, bagaimana individu tidak mampu mengubah kondisi yang stressfull, individu akan cenderung untuk mengatur emosinya.

Strategi koping yang berfokus pada masalah sulit untuk dilakukan. Tetapi tetap ada hal-hal yang dapat menjadi jalan keluar agar tercapai strategi tersebut. Menurut Parry (1992: 55) prilaku koping dapat dilakukan dengan cara :

1) Mengubah gaya hidup (life style canging). Problem focused coping adalah penting di dalam kehidupan individu, selama masalah-masalah tersebut merupakan bagian dalam hidupnya dan adanya usaha menyelesaikannya.

2) Mencari bantuan (seeking help). Merupakan kekuatan yang positif ketika individu memiliki masalah kemudian mencari bantuan.

(12)

Melihat pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar terdapat dua bentuk perilaku koping, yaitu problem focussed coping (koping yang berorientasi pada masalah) dan emotion focused coping (koping yang berorientasi pada emosi). Problem focussed coping bertujuan untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang stresfull dengan melakukan usaha-usaha yang berfokus pada pemecahan masalah. Sedangkan pada emotion focused coping bertujuan mengontrol respon emosional terhadap situasi yang stresfull melalui perilaku.

Berhasil tidaknya aktivitas civitas academika akan sangat tergantung pada kesiapan mahasiswa dalam menjalani rutinitas kegiatan yang harus mereka jalani.

Soemarto (1998) mengemukakan kemandirian adalah kemampuan berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dewasa dalam membawa dan menempatkan diri. Dengan demikian kemandirian remaja merupakan suatu kemampuan diri untuk menangung diri sendiri tidak tergantung kepada orang lain pada saat melakukan aktivitasnya. Sementara menurut Gea (2002:146) mandiri adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri. Havighurst (Mu’tadin, 2002:2) menyatakan bahwa kemandirian seseorang meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dimengerti bahwa kemandirian remaja adalah melakukan sesuatu pekerjaan tanpa harus tergantung pada orang lain, tanpa menghindari interaksi atau hubungan dengan sesama dan lingkungan.

(13)

pengalaman atau sikap. Perubahan-perubahan tiap remaja tidak sama, tergantung besarnya aktivitas belajar yang dilakukan atau yang diusahakan. Remaja dengan kemandirian belajar yang tinggi tentu perubahan yang dihasilkan juga tinggi dan berkualitas, demikian juga sebaliknya.

Tentang ciri kemandirian, Gea (2002:145) menyebutkan beberapa hal yaitu percaya diri, mampu bekerja sendiri, menguasai keahlian dan keterampilan, menghargai waktu dan bertanggung jawab. Sedangkan Barnadib (Mu’tadin, 2002:1) menyatakan kemandirian seseorang meliputi mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri, dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Berdasar pada pernyataan Gea di atas disimpulkan bahwa kemandirian mengandung tiga aspek berikut :

a. aspek kognitif; yaitu aspek yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan dan keyakinan seseorang tentang sesuatu, misalnya pemahaman seorang remaja tentang prestasi akademik.

b. aspek afektif; yaitu aspek yang berkaitan dengan perasaan seseorang terhadap sesuatu seperti halnya hasrat, keinginan atau pun kehendak yang kuat terhadap suatu kebutuhan, misalnya keinginan seorang remaja untuk berhasil tenang dan menerima untuk kebaikan dirinya walaupun disuntik merupakan perlakuan yang menimbulkan rasa sakit, kemeng, dan sebagianya.

c. aspek psikomotor; yaitu aspek yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya tindakan mahasiswa yang berinisiatif harus sehat agar ketika mengikuti program imunisasi tidak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.

(14)

membentuk seseorang untuk meningkatkan kamampuannya sesuai dengan yang diharapkan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Kemandirian terbentuk oleh

interaksi antara faktor bawaan dan lingkungan.

Kemandirian dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi bawaan melalui latihan terus menerus dan dilakukan sejak dini. Proses belajar tersebut diawali dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, dan pengalaman yang diperoleh dari berbagai lingkungan di luar rumah.

Jika lingkungan mendukung tumbuhnya kemandirian pada masa mahasiswa dan mengembangkannya pada masa remaja akan terbentuk pribadi mandiri yang utuh pada masa dewasa. Kemandirian semakin berkembang pada setiap masa perkembangan seiring pertambahan usia dan pertambahan kemampuan.

B. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan sajian hasil–hasil penelitian dan penulisan yang telah dilakukan oleh peneliti serta penulis terdahulu. Kajian Pustaka ini terdapat keterkaitan dengan penelitian ini.

1. Skybo, Theresa and Buck, Jacalyn (2007) Stress and Coping Responses to Proficiency Testing in School-Age Children. Nurses encounter school-age children

experiencing multiple stressors and stress symptoms. Performance on proficiency tests is viewed as stressor. The purpose of this repeated measures study was to assess

53 fourth grade children's appraisal of proficiency tests, concurrent stressors, stress

symptoms, and coping strategies. During October, February, March, and April,

(15)

of the school year but less stressful at the time of the test. Stressors and stress

symptoms increased from baseline to 1 month before testing then declined. The

number of coping strategies used by the children decreased throughout the year. Nurses can work with parents and teachers to identify children with test anxiety and target these children for interventions to improve their coping strategies

2. Marti Rice, Duck-Hee Kang, Michael Weaver, Carol C Howell (2008) Relationship of Anger, Stress, and Coping With School Connectedness in Fourth-Grade Children.

High trait anger and stress, ineffective patterns of anger expression, and coping are risk factors for the development of disease and negative social behaviors in children

and adults. School connectedness may be protective against negative consequences in

adolescents, but less is known about this in school-aged children. The purposes of this study were to characterize relationships between trait anger, stress, patterns of anger expression, resources for coping, and school connectedness and to determine if race and gender moderate these relationships in elementary school-aged children. Using self-report, standardized instruments, a convenience sample of 166 fourth graders in

4 elementary schools in 1 US school district was assessed in the fifth week of the

school year. School connectedness was positively associated with social confidence

and behavior control and negatively associated with trait anger, anger-out, and stress. In multiple regression analyses to test for interactions, gender did not moderate the

effects of school connectedness in any of the models, while race moderated the

relationships between school connectedness and both stress and social confidence. Students with higher school connectedness had lower trait anger and anger-out and

higher behavior control, regardless of gender and/or race. White students higher in

(16)

behavior control in school-aged children, regardless of race or gender. The protective effect of school connectedness on stress and social confidence may depend on race. 3. Eprilia,Ummi Hany dan Prasetyarini, Aryati (2010) dengan judul Implementasi

Pembelajaran Calistung Permulaan bagi Anak Play Group Aisyiah di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Lembaga yang diteliti memiliki kesamaan menetapkan metode Bercerita, Tanya jawab, Pemberian tugas/ Penugasan, Demonstrasi, Bernyanyi dan Tepuk tangan dengan pola tertentu. Namun terdapat beberapa lembaga memfariasikan dengan bercakap-cakap dan bermain peran. Permasalahan yang dihadapi guru-guru Play Group di Kartasura dalam menerapkan metode-metode tersebut adalah kurangnya keilmuan mengenai perkembangan secara mikro mengenai anak usia 2-4 tahun, melakukan adaptasi pembelajaran TK, kurang fahamnya guru terhadap variasi pembelajaran Calistung untuk anak PG. Upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan pembelajaran Calistung di lembaganya adalah mengikuti pelatihan, bertanya pada orang-orang yang dipandang faham, mengikuti pertemuan Himpaudi.

Mengkaji kajian pustaka diatas, terdapat beberapa perbedaan dan persamaan. Perbedaannya adalah penelitian diatas meneliti mengenai koping yang dikaitkan dengan marah, stres, dan test di sekolah. Selain itu mengenai membaca yang dipaparkan diatas merupakan kajian metode, permasalahan, dan upayanya. Adapun persamaannya adalah mengkaji perilaku koping.

(17)

Penelitian perlu adanya kerangka pemikiran yang dapat digunakan sebagai pedoman pemecahan masalah. Kerangka pemikiran merupakan sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya dapat diterima.

Penelitian ini ingin mengetahui perilaku koping pada remaja dan bentuk-bentuk kongkritnya dalam menghadapi pembelajaran program imunisasi. Kemandirian belajar dapat menimbulkan perubahan pada diri remaja sendiri dan konflik antar remaja. Hal ini memberikan gambaran adanya keadaan-keadaan yang harus dihadapi remaja dalam menghadapi aktivitas kampus.

Perilaku koping perlu diketahui dan dianalisa sesuai hasil observasi lapangan karena akan terdeteksi beberapa bentuk pengalihan untuk menghindari kejenuhan yang sangat beragam. Prilaku koping merupakan tingkah laku dimana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan tugas kampus atau masalah dalam menghadapi rasa tidak nyaman dengan berbagai hal. Koping melibatkan berbagai strategi pengaturan potensi, skill, dan kemampuan untuk mengatur kejadian yang menyebabkan stres (Santrock, 2007:24). Remaja membutuhkan proses untuk mencoba mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful.

(18)

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Metode penelitian merupakan sarana yang paling penting guna menemukan, mengembangkan serta menguji kebenaran suatu pengetahuan, oleh sebab itu sebelum melakukan penelitian hendaknya menentukan terlebih dahulu metode yang hendak digunakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan metode penelitian ini adalah adanya kesesuaian antara masalah dengan metode yang akan digunakan dalam penelitian.

Sesuai dengan tujuan penelitian maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi ataupun suatu kelas. Termasuk dalam penelitian kualitatif, karena penganalisaan data yang berupa kata-kata dan gambar bukan berupa angka (Moleong, 2004:111).

B. Waktu dan Jadwal Penelitian

(19)

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang telah mengikuti program imunisasi STIKES Aisyiyah Surakarta. Peneliti berperan sebagai observer dan intervier. Mahasiswa STIKES Aisyiyah Surakarta.

D. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah program imunisasi STIKES Aisyiyah Surakarta. . Penelitian ini diharapkan dapat menemukan perilaku koping mahasiswa dalam menghadapi program imunisasi STIKES Aisyiyah Surakarta.

Sehubungan dengan penelitian ini, pemilihan informan dilakukan secara

purposive yaitu berdasarkan maksud dan tujuan penelitian. Adapun data primer dan sekunder pada penelitian kali ini adalah:

a. Data primer

Data primer adalah data dari hasil penelitian secara langsung melalui penelitian lapangan. Data primer ini diperoleh dari: (1) Petugas Imunisasi dan (2) Mahasiswa b. Data sekunder

Data sekunder ini sebagai penjelas dan pendukung data primer yang secara tidak langsung memberikan keterangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data ini berupa dokumen-dokumen data mahasiswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

(20)

batasan studi dilakukan dalam rangka keabsahan data, rancangan penelitian (yang bersifat sementara), hasil penelitian dan subyek penelitian (Moleong, 2002 : 7). Usman & Akbar (2001 : 81) mengemukakan bahwa metode kualitatif berarti metode penelitian yang dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif.

Penelitian Diskripsi merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan keadaan objek penelitian apa adanya pada saat sekarang serta memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (fact finding) sebagaimana keadaan sebenarnya (Nawawi & Martini, 2006: 73). Penelitian Deskriptif mengarahkan data dan fakta diolah dan di analisis, guna melakukan representasi objektif mengenai gejala-gejala yang terdapat di dalam penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan Wawancara, Observasi partisipan, dan Dokumentasi. Adapun keterangan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

a. Observasi atau Pengamatan

Observasi dilakukan dengan cara peneliti mengamati secara langsung prilaku mahasiswa. Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi perilaku-perilaku yang muncul ketika sebelum, pada saat, dan setelah mengikuti imunisasi. Pendapat petugas imunisasi juga penting.

b. Wawancara

(21)

Wawancara dilakukan untuk mengetahui informasi yang mendukung dengan penelitian (Moleong, 2002 : 135-146). Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan kuesioner terbuka, yaitu subyek penelitian diberikan pertanyaan yang telah disiapkan sehingga tidak terbatas dalam memberikan jawaban dan dapat memberikan keterangan secara bebas.

c. Dokumentasi

Dokumen berguna untuk memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian, dapat dijadikan bahan untuk mengecek kesesuaian data (Moleong, 2002:160-163).

E. Teknik Analisis Data

Adapun pelaksanaan analisa data adalah setelah data dilapangan terkumpul peneliti langsung melakukan analisis untuk menghindari bertumpuknya data yang mengakibatkan tereduksinya validitas dan kredibilitas data. Jenis analisis yang dilakukan adalah analisis interaktif, yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang berjalan secara simultan (Miles dan Huberman, 1992:16), yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan

(22)

Data sekunder yang telah tersedia menjadi pendukung penelitian dihubungkan dengan data primer yang meliputi hasil observasi dan wawancara, kemudian dianalisa secara kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan interpretasi data secara menyeluruh dengan interaktif model, yaitu:

1. Reduksi data, merupakan proses pemilihan, pemusatan dan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

2. Penyajian data, sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Suatu penyajian data dapat diketahui apa yang terjadi dan kemungkinan untuk mengerjakan sesuatu pada analisa ataupun tindakan penyajian data itu sendiri, sehingga dapat diketahui apa yang terjadi ataupun tindakan penyajian data tersebut dapat berupa kalimat-kalimat, cerita-cerita maupun tabel-tabel.

3. Verifikasi, sejak permulaan pengumpulan data dilakukan pencatatan, pertimbangan pada peraturan-peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan proporsi untuk mengetahui sesuatu dari hal-hal yang kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan tersebut pada awalnya kurang jelas kemudian semakin meningkat secara eksplisit dan memiliki landasan yang kuat. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berupa pengumpulan yang cepat sebagai pemikiran kedua yang timbul melintas dari pikiran pada waktu melihat kembali pada catatan lapangan.

Penyajian data Pengumpulan

data

(23)

Gb.3.1.Komponen-komponen analisis data: Model Interaktif

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III.. Jakarta: DepDikNas.Balai Pustaka.

Carver, CS. Weintroub, J.K, and Scheiner. M.F. 1989. Assesing Coping Strategies: Theoritically Based Approach. Journal of Personality and Sosial Psychology. Vol 56. No. 2, 267 – 283

(24)

Chaplin, C.P. 1995. Kamus Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Cheng, C. 2001. Assesing Coping Flexibility in Real Life and Laboratory setting : A Multiple Method Approach. Journal of Personality and Social Psycology, Vol.80, No.5, 814-833

Fasikhah, SS. 1995. Perencanaan Kompetensi Sosial dan Tingkah laku Koping Remaja Akhir. Kognisi, Vol. 2, 2 – 14

Hapsari, R.A., Karyani, U., Taufik. 2002. Perjuangan Hidup Pengungsi, kerusuhan Etnik (studi kualitatif tentang Perilaku koping Pada Pengungsi di Madura) Indegenius.

Journal Ilmiah. Berkala 122 – 129 vol. 6. No. 2

Lazarus, R. 1999. Stress and emotion: A new synthesis. New York: Springer.Lazarus, R. 2000. Handbook of stress, coping, and discrete emotions. Thousand Oaks, CA: Sage. Marti Rice, Duck-Hee Kang, Michael Weaver, Carol C Howell. 2008. Relationship of Anger, Stress, and Coping With School Connectedness in Fourth-Grade Children. The Journal of School Health. Kent: Mar 2008. Vol. 78, Edisi 3; pg. 149, 8 pgs

Milyawati, Lia dan Hastuti, Dwi. 2009.Dukungan Keluarga, Pengetahuan, Dan Persepsi Ibu Serta Hubungannya Dengan Strategi Koping Ibu Pada Anak Dengan Gangguan

Autism Spectrum Disorder (Asd). Jur.lIm. Kel. dan Kans., Agustus. p: 137-142 Vol. 2. No.2 ISSN : 1907 -6037.

Mu’tadin, Z. 2002. Strategi Koping. http: www. e-psikologi.com.12 oktober 2005

Moleong, Lexy J.. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Cet. VI. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ofm, Nico Syukur Dister.1993. Pengalaman dan Motivasi Beragama. Yogyakarta :Kanisius Parry, G. 1992. Coping with Crises. New York: The British Psychological Society and

Routhledge Ltd

Pestanjee, D.M. 1992. Stress and Coping. The Indian Eksperien. New Delhi Sage Publication Poerwodarminto, W. J. S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka.

Jakarta.

Santrock. John. 2002. Life Spon Development. Ed.5. Jakarta: Erlangga

(25)

Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.

Sobur, Alex. 2013. Psikologi Umum. Bandung. CV Pustaka Setia

Tabrani, Rusyan. dkk. 1994. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Theresa Skybo, Jacalyn Buck. 2007. Stress and Coping Responses to Proficiency Testing in School-Age Children. . Pediatric Nursing. Pitman: Sep/Oct 2007. Vol. 33, Edisi 5; pg. 410, 6 pgs

Rencana Penggunaan Anggaran

No. Rincian Jumlah (Rp)

1. Kertas HVS Kuarto (2 x Rp.28.500,-) 57.000

2. Dokumentasi 110.000

3. Penyusunan Proposal dan Revisi 200.000

4. Penyusunan Instrumen 480.000

5. Penyusunan Hasil- hasil Observasi 200.000

6. Print hasil Proposal, Lembar Observasi dan

Instrumen, dan Laporan

150.000

(26)

8. Jilid Soft, hard, dan copy 500.000

9. Pengolahan data 250.000

10. Penyusunan Laporan Penelitian dan

Revisi

250.000

11. Honorarium Peneliti 1.000.000

Gambar

Tabel 3.1. Waktu dan Jadwal Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

melihat adanya dikotomi dunia, namun ada keterkaitan antara keduanya. Dengan memahami hakikat konsep-konsep matematika sebagai realitas absolut, mereka bisa memahami

data sekunder yang berhubungan dengan penegakan kode etik notaris. Yang dimaksud penelitian diskriptif analitis adalah penelitian yang. dilakukan dengan cara

Modul yang harus ada pada halaman admin adalah sama dengan modul yang ada pada halaman utama ditambah dengan satu modul khusus untuk admin yaitu modul user untuk mengelola

Fisika SMA Kelas XI pada materi Teori Kinetik Gas dan (3) buku ajar bilingual.. yang paling baik digunakan oleh guru

Bagi akseptor KB suntik, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi untuk pengetahuan kepada pengguna KB suntik DPMA dan Clycofem dengan

Pada kerja praktek ini, penulis lebih memfokuskan pada proses pengawasan mutu terhadap bahan baku kering “Tepung Bumbu Serbaguna Original” terkhusus tepung terigu dan garam

Kemudian dilanjutkan pada tahap yang kedua, yaitu tahap eksplanasi, pada tahap ini yang akan dilakukan adalah menguraikan konsep esensial dari tahapan

persepsi r esponden t erkait dukun gan o rganisasi terhadap pelaksanaan tugas dan pekerjaannya ……… persepsi responden yang berkaitan dengan masa kerja dalam o rganisasi sehingga