• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN STANDAR PENGELOLAAN PENYAKIT BERDASARKAN KEWENANGAN TINGKAT PELAYANAN KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEDOMAN STANDAR PENGELOLAAN PENYAKIT BERDASARKAN KEWENANGAN TINGKAT PELAYANAN KESEHATAN"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEDOMAN STANDAR PENGELOLAAN PENYAKIT

BERDASARKAN KEWENANGAN

TINGKAT PELAYANAN KESEHATAN

I.

PENDAHULUAN

Pembangunan Kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi hak dasar rakyat untuk

memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan undang Dasar 1945 dan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan yang telah

dilakukan selama ini bertujuan untuk meningkatkan derajat dan status kesehatan bagi

seluruh masyarakat Indonesia. Untuk itu pemerintah menetapkan Pembangunan Kesehatan

dalam Program Pembangunan Nasional.

Pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan tingkat

dasar sampai dengan rujukan yang memiliki kemampuan yang berbeda dalam menangani

masalah kesehatan di masyarakat. Meskipun pendekatan pelayanan kesehatan sama tetapi

fokus penekanan pelayanan berbeda sesuai dengan kemampuan yang ada pada tiap fasilitas

pelayanan kesehatan. Agar kesinambungan pelayanan kesehatan pada masyarakat dapat

terwujud, diperlukan sistem rujukan yang berjenjang dan terstruktur, dimana ada kejelasan

peran dan fungsinya sesuai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelayanan medis di

pemberi pelayanan kesehatan harus senantiasa dipertahankan bahkan ditingkatkan agar

tercapai pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Demi

Tercapainya penyelenggaraan pelayanan medis yang memenuhi standar tersebut perlu

pedoman pengelolaan berdasarkan kewenangan di tingkat pelayanan kesehatan. Untuk itu

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat bersama FK UNPAD, RSUP Hasan Sadikin Bandung dan

Organisasi Profesi telah menyusun Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit Berdasarkan

Kewenangan Tingkat Pelayanan Kesehatan.

(2)

2

II.

DASAR HUKUM

1.

Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

2.

Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 128/MENKES/SK/II/2004, tentang

Kebijakan Dasar Puskesmas.

3.

Buku Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit

III.

TUJUAN

Umum :

Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang optimal berdasarkan kewenangan

dan kompetensi di tiap jenjang pelayanan kesehatan.

Khusus :

-

Tersusunnya pedoman pengelolaan penyakit berdasarkan kewenangan

Pemberi Pelayanan Kesehatan

-

Dasar pengkajian untuk rencana pengembangan dan peningkatan

kompetensi tenaga kesehatan

IV.

PENYAKIT DAN PENGELOLAANNYA

Pengelompokan penyakit dan bagaimana pengelolaannya berdasarkan kewenangan di

setiap tingkat pelayanan kesehatan terdiri dari :

-

Penyakit Anak

-

Penyakit Dalam

-

Penyakit Kebidanan dan Kandungan

-

Penyakit Bedah

-

Penyakit THT-KL

-

Penyakit Neurologi (Syaraf)

-

Penyakit Kulit Kelamin

-

Penyakit Mata

(3)

3

PENGELOLAAN PENYAKIT ANAK

No DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

1 TB Paru Skrining tanda serta gejala klinik

Penilaian klinis dan diagnostik (Tes PPD, rontgen thorax)

Diagnostik dan

penanganan TB paru disertai komplikasi (empyema, atelektasis,

destroyed lung,

hemoptysis, TB milier,

Multi Drug Resistance TB (MDR-TB)

Rujuk balik untuk th/ OAT rujuk balik untuk terapi OAT)

2 Bronko Pneumonia

Penilaian klinis, diagnostik dan terapi (BP ringan) sesuai MTBS

Penilaian klinis, diagnostik dgn pemeriksaan penunjang (lab dan rontgen)

Penegakan diagnostik dan terapi BP berat dengan ancaman gagal nafas sehingga membutuhkan ventilator, empysema dan sepsis. dehidrasi ringan-sedang

 Tatalaksana sesuai protocol

Penatalaksanaan diare ringan- sedang yang tidak dapat direhidrasi per oral, diare berat, diare akut dengan dehidrasi berat, diare disertai komplikasi seperti sepsis, gangguan elektrolit, (membutuhkan kultur feses)

Diagnosis etiologi dan talaksana diare persisten / kronis, diare dengan penyakit penyerta seperti HIV, diare yang membutuhkan

pemeriksaan penunjang kultur feses, dan endoskopi

Dehidrasi berat bisa ditangani di Puskesmas DTP

 rujuk balik dan

penyuluhan

4 Penyakit jantung bawaan (PJB)

Deteksi dini PJB, tatalaksana penyakit penyerta pada PJB.

Diagnosis PJB melalui pemeriksaan penunjang (EKG, rontgen thorax), penatalaksanaan penyakit penyerta PJB

Diagnosis dan tatalaksana PJB dengan pemeriksaan

echocardiography dan kateterisasi jantung Tatalaksana PJB Operatif

TIDAK RUJUK BALIK

Bila tidak dilakukan operatif rujuk balik 5 Cerebal Palsy

(CP)

Deteksi dini tumbuh kembang (DDTK)

Diagnostik kelaianan perkembangan (Denver, Cat/Clam),

Diagnostik dan skrining CP dgn comorbid (gangguan pendengaran,

(4)

4 epilepsi)

Tatalaksana spastisitas, fisioterapi (klinik tumbuh kembang)

Tatalaksana dan

fisioterapi, penilaian IQ (URM : fisioterapi, terapi bicara, terapi okupasi)

Rujuk balik untuk

pemantauan tumbuh kembang dan stimulasi di rumah

6 Gizi buruk Deteksi Diagnosis dini

Tatalaksana gizi buruk Tatalaksana kegawatan dan tatalaksana kelainan khusus

PMT Rujuk

Penatalaksanaan komplikasi Diagnosis etiologi (HIV/AIDS, kelainan congenital, sindroma

malabsorbsi) → Rujuk

balik

Bila memerlukan

pemeriksaan khusus untuk etiologi (HIV/AIDS, kelainan

Kongenital ) → Rujuk

Rujuk balik ke PKM untuk

pemantauan dan PMT

7 ISPA Diagnosis dan

tatalaksana ISPA TIDAK PERLU DIRUJUK Tidak perlu dirujuk

8 Thalassemia Deteksi dini suspek thalassemia

(skrining tanda serta gejala klinik: anemia, hepatosplenomegali)

Pemeriksaan penunjang (darah rutin) dan pemberian transfusi.

Penegakan diagnosis melalui Hb elektroforesa, pencegahan dan

penanganan komplikasi : hemosiderosis (chelating agent), splenektomi,

kontrol rutin penderita Rujuk balik untuk

transfusi berkala

9 DF/DHF Skrining tanda serta gejala klinik

Penanganan DHF Grade II sampai dengan DSS (DHF Grade III dan IV) Pemeriksaan penunjang Ig M dan Ig G

Penegakkan diagnosis, dengan pemeriksaan penunjang (IgG , IgM, NS1), DHF yang

memerlukan perawatan intensif

Tatalaksana DF/DHF dengan pemeriksaan darah rutin (Puskesmas DTP)

bila memerlukan perawatan intensif Rujuk ke PPK 3

(5)

5 10 Sindroma

Nefrotik

Diagnosis berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan urin dipstik.

Penegakan diagnostis pasti Diagnosis lengkap dan tatalaksana SN resisten steroid dengan

khemoterapi : siklofosfamid Rujuk untuk diagnosis

pasti

Rawat inap SN serangan pertama (jika dibutuhkan) rujuk balik untuk

melanjutkan pengobatan

Rujuk balik untuk penanganan lanjutan, follow up remisi atau relaps

Jika terjadi SN resisten

steroid harus dirujuk

11 Epilepsi Diagnosis berdasarkan gejala klinis, tatalaksana serangan kejang akut, (pemberian diazepam),

Penanganan status epileptikus (pemberian fenobarbital, fenitoin)

Pusat diagnositk epilepsi melalui EEG, CT Scan, MRI. Pengobatan dengan status epileptikus refrakter yang memerlukan PICU kontrol rutin penderita Rujuk jika terjadi status

epileptikus refrakter/ memerlukan perawatan intensif ( PICU)

Rujuk balik untuk pengobatan jangka panjang

12 Kejang demam

Tatalaksana kejang demam (sederhana)

Kejang demam kompleks dan kejang demam status konvulsivus, Bila perlu perawatan

intensif/ status epileptikus

refrakter→Rujuk

Tatalaksana status konsulsivus

refrakter/rawat intensif,

pemeriksaan penunjang untuk penegakan

diagnostik→ rujuk balik

13 Masalah neonates

Deteksi kegawatan (BBLR, Infeksi/sepsis, Ikterus neonatorum, kejang neonatus, asfiksia) Rujuk

Tatalaksana

kegawatdaruratan

Tatalaksana

kegawatdaruratan Diagnosis Etiologi

Diagnosis etiologi Diagnosis etiologi

Perawatan Bayi baru lahir level 2

Perawatan Bayi baru lahir level III

Bila perlu perawatan intensif (Level III) → rujuk PPK 3

perawatan intensif → stabil → rujuk balik

14 Demam Tifoid Skrining tanda serta gejala klinik Tatalaksana Demam Tifoid Pemeriksaan darah rutin (Puskesmas DTP)

Penatalaksanaan sampai dengan komplikasi ( Tifoid ensefalopati, perdarahan, perforasi usus) → Rujuk balik

Tidak perlu di rujuk di PPK 3

15 Morbili Diagnosis Penegakan diagnosis

Tidak perlu di rujuk di PPK 3 Tatalaksana

simptopmatis

(6)

6 Deteksi komplikasi

Bila ada komplikasi Rujuk

16 Meningitis Deteksi dan tatalaksana

kegawatan (Kejang) Rujuk

Penatalaksanaan kegawatan

Penatalaksanaan komplikasi dan perawatan intensif Diagnostic etiologi (Lumbal

pungsi ) dan perawatan non intensif

Penegakan diagnosis etiologi dan komplikasi (CT scan, MRI, EEG) Bila perlu perawatan

(7)

7

PENGELOLAAN PENYAKIT DALAM

No DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

1 DM Tipe 2 Tanpa komplikasi, TERKENDALI dengan 1 obat hipoglikemik oral (OHO)

NIDDM (4)

Standar Kompetensi Dokter KKI 2006

DM Tipe 2 Tanpa komplikasi, TIDAK TERKENDALI dengan 1 OHO

rujuk

Tanpa komplikasi, TIDAK TERKENDALI dengan 1

OHO → pengelolaan

Tanpa komplikasi, TERKENDALI dengan 2 OHO

rujuk balik

DM Tipe 2 Tanpa komplikasi, TIDAK TERKENDALI dengan 1 OHO

Tanpa komplikasi, TIDAK TERKENDALI dengan 1

OHO → pengelolaan

Terkendali

rujuk BERKOMPLIKASI & TERKENDALI dg 2 OHO

rujuk balik

TANPA KOMPLIKASI &

TERKENDALI dengan Insulin

BERKOMPLIKASI &

TERKENDALI dg Insulin →

dikelola 1 bulan

Bila tidak terkendali

rujuk ke PPK 3

DM tipe 2 Hipoglikemi 1. TEGAKKAN

DIAGNOSIS KLINIS 2. TERAPI

PENDAHULUAN 3. RUJUK SEGERA

Terkendali

rujuk balik ke PPK 2

HIPOGLIKEMI (3B)

Standar Kompetensi Dokter KKI 2006

(8)

8 DM tipe 2 KOMPLIKASI AKUT

(KAD)

Terkendali → pengelolaan Terkendali

1. TEGAKKAN DIAGNOSIS KLINIS 2. TERAPI

PENDAHULUAN 3. RUJUK

rujuk balik

KOMPLIKASI AKUT (KAD)

rujuk

(TIDAK TERKENDALI DALAM 48 JAM

rujuk balik

DM tipe 2 KOMPLIKASI KRONIS Terkendali → pengelolaan Terkendali 1. TEGAKKAN

DIAGNOSIS KLINIS

rujuk balik rujuk balik

2. TERAPI

PENDAHULUAN

Tidak terkendali dalam 2 bulan

3. RUJUK rujuk

2 Hipertensi Esensial

Hipertensi esensial Essential Hypertension (4)

Standar Kompetensi Dokter KKI 2006

Hipertensi Esensial

Pengelolaan

Hipertensi krisis Terkendali → Pengelolaan

rujuk rujuk balik Hipertensi

Sekunder

1. TEGAKKAN DIAGNOSIS KLINIS

Terkendali →Pengelolaan Tidak terkendali →

pengelolaan dan evaluasi

2. TERAPI

PENDAHULUAN

rujuk balik Terkendali → Rujuk balik

3. RUJUK 

3 ASHD (Peny Jantung Koroner Kronik Stabil)

PJK Kronik Stabil 1. TEGAKKAN

DIAGNOSIS KLINIS 2. TERAPI

PENDAHULUAN 3. RUJUK

PJK Kronik Stabil

Terkendali → pengelolaan

RUJUK BALIK

RUJUK KEMBALI SETIAP 3 BULAN

(9)

9 ASHD (Sindroma

Koroner Akut)

Sindroma Koroner Akut (SKA)

Terkendali → pengelolaan Stabil/terkendali (evaluasi tiap 3 bulan)

1. TEGAKKAN DIAGNOSIS KLINIS

rujuk rujuk balik

2. TERAPI

PENDAHULUAN

3. RUJUK

ASHD (Gagal Jantung)

1. TEGAKKAN DIAGNOSIS KLINIS

Terkendali → pengelolaan

2. TERAPI

PENDAHULUAN

rujuk balik

3. RUJUK rujuk setiap 3 bulan

4 TBP tidak berkomplikasi

TBP kasus baru Uncomplicated Pulmonary Tuberculosis (4)

tidak berkomplikasi Standar Kompetensi Dokter KKI 2006

TB Paru TB paru dg

pneumotoraks

Terkendali → pengelolaan

(pneumotoraks) 1. TEGAKKAN DIAGNOSIS KLINIS

rujuk balik

2. RUJUK SEGERA

TB Paru 1. TEGAKKAN DIAGNOSIS KLINIS

Terkendali → pengelolaan

(pengobatan ulang

/berkomplikasi)

2. TERAPI

PENDAHULUAN

rujuk balik

3. RUJUK

TB Paru 1. TEGAKKAN DIAGNOSIS KLINIS

Terkendali → pengelolaan

(MDR/XDR) 2. RUJUK rujuk balik

5 Diare dengan dehidrasi ringan sedang / berat dengan / tanpa komplikasi

1. TEGAKKAN DIAGNOSA KLINIS 2. RUJUK jika tidak

ada fasilitas DTP

Terkendali → pengelolaan

rujuk balik

(10)

10 6 Goiter 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

2.Rujuk 7 COPD / Asma

bronkiale

1.Tegakkan diagnosis Terkendali → pengelolaan

2.Rujuk rujuk balik

8 Pneumonia tanpa komplikasi

1. Tegakkan diagnosis Terkendali → pengelolaan

2. Pengelolaan di PPK 1

rujuk balik

9 Arthritis tanpa komplikasi

1. Tegakkan diagnosis 2. Pengelolaan di PPK

1

Dirujuk bila ada komplikasi atau memerlukan fisioterapi

N

Arthritis dengan komplikasi

1. Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

2. Rujuk Fisioterapi

10 SLE 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

2.Rujuk

11 Gastritis 1. Tegakkan diagnosis 2. Pengelolaan di PPK

1

Dirujuk dengan catatan bila obat di PPK.1 tdk tersedia.

12 Demam Dengue 1.Tegakkan diagnosis

2.Pengelolaan di PPK 1 dgn DTP

Demam Dengue dg komplikasi

1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

2.Rujuk

DSS 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 dgn fasilitas ICU

2.Rujuk

13 Gagal ginjal akut 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 dgn fasilitas HD stabil, rujuk balik

2.Rujuk

14 GGK terminal 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 dg fasilitas HD

(11)

11 2.Rujuk atau sesama PPK.2 dg

fasilitas sama

15 Sindroma Nefrotik

1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 ( Rujuk balik untuk Tapering off, bisa dilakukan di PPK I)

2.Rujuk

16 Anemia berat 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 Stabil

 rujuk balik

2.Rujuk

17 Leukemia 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 2.Rujuk

18 Perdarahan saluran cerna

1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 dengan fasilitas endoskopi

Jika PPK.2 tidak ada fasilitas endoskopi 2.Rujuk

19 HIV 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 utk terapi ARV (ada tim konseling)

Jika ada komplikasi. 2.VCT

3.Rujuk

20 Hepatitis akut 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2. Diagnosis tegak, Stabil  rujuk balik

2.Rujuk jika fasilitas

tdk lengkap

Hepatitis kronis 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 2.Rujuk

21 Demam tifoid tanpa

komplikasi

1.Tegakkan diagnosis

2.Pengelolaan di PPK 1 dgn DTP

Demam tifoid dgn komplikasi

1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2. Diagnosis tegak, Stabil  rujuk balik

(12)

12

PENGELOLAAN PENYAKIT KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

No. DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

1 Hipertensi Dalam Kehamilan : Hipertensi

Gestasional

Skrining : Test protein urine Therapi oral anti

hipertensi dapat diberikan

Penilaian klinis dan diagnosis Tidak ada tanda-tanda preeklamsi

→rujuk balik ke PPK I

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain

Preeklamsi Ringan

Skrining: Test Protein urine

Penilaian klinis dan diagnosis :

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain Rujuk ke PPK II Tidak ada tanda-tanda

preeklamsi berat rujuk balik ke PPK I untuk oral antihipertensi

Preeklamsi Berat

Skrining: Test Protein urine

Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi HELLP syndrome atau komplikasi lain

Pemberian MgSO4 Pemberian

antihipertensi

Perawatan/tindakan terminasi kehamilan Rujuk ke PPK II

Eklamsi Pemberian MgSO4 Pemberian

antihipertensi Rujuk ke PPK II

Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus yang Memerlukan perawatan ICU

Tindakan terminasi

kehamilan dan rawat bersama dengan bagian lain

NICU atau dengan komplikasi HELLP

syndrome atau komplikasi lain Sarankan untuk

pemeriksaan USG ke PPK II

Penilaian Klinis dan Diagnosis USG baik

→kembalikan ke PPK I

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain

USG tidak baik → sarankan untuk

pemeriksaan USG ke PPK II

Penilaian klinis dan

diagnosis :

USG baik → Rujuk balik

(13)

13 USG tidak baik → terminasi

Abortus Inkomplitus

Skrining : Pemeriksaan awal

Penilaian klinis dan diagnosis :

KU baik → rujuk ke PPK II

Terminasi

KU tidak baik

→Perbaiki KU sambil

di rujuk ke PPK II

(boleh dilakukan kuret tumpul di PONED)

Abortus Komplitus

Skrining:

Rujuk ke PPK II untuk pemeriksaan lanjut

Penilaian klinis dan diagnosis

Penilaian klinis dan

diagnosis : Terminasi

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain seperti tirotoksikosis

Penilaian klinis dan

diagnosis: Laparatomi Operatif

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain atau dengan riwayat infertilitas yang memerlukan keahlian subspesialis

Penilaian klinis dan

diagnosis: Perawatan atau tindakan

→ setelah baik Rujuk balik

ke PPK I

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain (seperti kelainan darah dan penyakit sistemik lainnya)

Trimester 3:

buruk → perbaiki KU

sambil rujuk ke PPK II

Penilaian klinis dan

diagnosis: Perawatan/tindakan

terminasi

setelah baik → rujuk balik

ke PPK I

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain seperti kelainan darah dan penyakit sistemik lainnya ) Solusio

Plasenta

Skrining : Penilaian klinis dan diagnosis:

(14)

14 KU baik → rujuk ke

PPK II

Tindakan terminasi KU buruk → perbaiki

KU sambil di rujuk ke PPK II

Post Partum:

Perdarahan Post Partum Dini:

Atonia Uteri Skrining:

Resusitasi cairan,

pemberian O2

→ Rujuk ke PPK II

sambil lakukan dekompresi manual

Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain Luka jalan lahir Skrining: Penilaian klinis dan

diagnosis :

Diagnosis dan

Penatalaksanaan kasus KU baik → Rujuk ke

PPK II

dengan komplikasi

KU buruk → rujuk sambil resusitasi cairan dan pemberian O2

penyakit lain

Retensio plasenta

Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis KU baik → Rujuk ke

PPK II

Penatalaksanaan kasus KU buruk → rujuk

sambil resusitasi cairan dan pemberian O2

dengan komplikasi

penyakit lain

Sisa plasenta Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis KU baik → Rujuk ke

PPK II

Penatalaksanaan kasus KU buruk → rujuk

sambil resusitasi cairan dan pemberian O2

dengan komplikasi

penyakit lain

Perdarahan post partum lambat:

Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis

KU baik → Rujuk ke PPK II

Penatalaksanaan kasus KU buruk → rujuk

sambil resusitasi cairan dan pemberian O2

dengan komplikasi

(15)

15 3 Kelainan Letak Skrining:

Rujuk ke PPK II (PONED apabila letak sungsang dan

pembukaan lengkap)

Penilaian klinis dan diagnosis: Dalam kehamilan : Versi luar apabila berhasil

menjadi letak kepala →

Rujuk balik ke PPK I

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain

Persalinan : terminasi

4 Kehamilan Multiple

Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain Rujuk ke PPK II untuk

persalinan

(pemeriksaan USG)

Persalinan: terminasi

5 Ketuban Pecah Dini

Skrining: Rujuk ke PPK II

(skrening : sediakan lakmus test)

Penilaian klinis dan diagnosis: konservatif atau terminasi

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain

6 Kelainan Janin:

IUGR Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain

Rujuk ke PPK II Dan memerlukan

perawatan NICU IUFD Skrining: Penilaian klinis dan

diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain Rujuk ke PPK II Terminasi kehamilan

Prematur Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain Rujuk ke PPK II Perawatan konservatif atau

terminasi

Dan memerlukan perawatan NICU

Gawat Janin Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain dan memerlukan perawatan NICU

Rujuk ke PPK II Terminasi kehamilan

7 Persalinan tidak

maju/Distosia

Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain Rujuk ke PPK II

(dilakukan vakum di PONED)

(16)

16 8 Panggul Sempit Skrining: Penilaian klinis dan

diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain Rujuk ke PPK II Terminasi

9 Bekas Seksio sesarea

Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain Rujuk ke PPK II Terminasi

10 Ruptura Uteri Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis:

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain Perbaiki KU sambil

rujuk ke PPK II

Laparotomi eksploratif

11 Penyakit

Jantung: Decompensatio Cordis FC I – II

Skrining: Rujuk ke PPK II

Penilaian klinis dan

diagnosis: Perawatan konservatif atau terminasi kehamilan

Diagnosis dan

penatalaksanaan kasus dengan komplikasi penyakit lain Decompensatio

Cordis FC III-IV

Skrining: Rujuk ke PPK II

Penilaian klinis dan diagnosis:

Memerlukan perawatan ICU/CICU

Terminasi kehamilan

(dokter IPD harus ada di PPK II bila ingin di rawat)

NICU. Perlu pemeriksaan lanjutan ECHO

12 Kehamilan dengan

Komplikasi lain

Skrining: Penilaian klinis dan diagnosis

Memerlukan perawatan ICU/CICU

Rujuk ke PPK II NICU

Spesialis lain yang tidak ada

di PPK II 13 Infeksi Skrining: Penilaian klinis dan

diagnosis.

(17)

17

PENGELOLAAN PENYAKIT BEDAH

No DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

1 Appendicitis Acute

Skrining tanda serta gejala klinik

Appendectomy Appendectomy

laparoskopiDiver

Edukasi

Rujuk ke PPK 2 Kontrol Luka Jika yakin pasien akan

ke RS, beri therapi pendahuluan (Antibiotik dan analgetik)

setelah stabil→ Rujuk balik

2 Hemorhoid interna

Penilaian klinis, Diagnostik dan terapi (Haemmorrhoid Gr I dan II)

Haemorroidectomy Kontrol luka

Rujuk ke PPK 2 (Haemorrhoid Gr III dan IV)

Setelah stabil rujuk balik

3 Fistula ani simple

Penegakan Diagnosis Fistulectomy Therapi pendahuluan Setelah stabil rujuk ke PPK

1 Rujuk ke PPK 2

4 Fissura ani Penegakkan Diagnosis Therapi dan tindak lanjutan

Therapi Pendahuluan Setelah stabil rujuk kembali ke PPK 1

Rujuk ke PPK 2

5 Cholelithiasis Deteksi gejala klinik Penegakkan Diagnosis Penanganan oleh Subspesialis Therapi Simptomatis melalui Pemeriksaan

Penunjang

Bila telah stabi →

rujuk kembali ke PPK 2 Rujuk ke PPK 2 Therapi Pendahuluan

Tindakan operasi

Bila dg penyulit rujuk ke

PPK 3

6 Hernia

inguinalis lateralis reponibilis

(18)

18 Simptomatis Setelah stabil rujuk kembali

ke PPK 1

Rujuk ke PPK 2

7 Fibro Adenoma Mammae (FAM)

Deteksi dini Ekstirpasi dan PA Jaringan Simptomatis

Rujuk Ke PPK 2

8 Lipoma Simptomatis Ekstirpasi dlm narkose umum

Ekstirpasi dan perawatan luka post eksisi

Rujuk kembali ke PPK I untuk perawatan luka

Rujuk ke PPK 2 bila : Multiple Lipoma, Tanda2 keganasan

9 Ateroma Simptomatis Ekstirpasi dlm narkose umum

Ekstirpasi dan perawatan luka post eksisi

Rujuk ke PPK 2 bila : Giant Ateroma

Rujuk kembali ke PPK I untuk perawatan luka

10 Struma Nodosa

Deteksi gejala dan Pemeriksaan Fisik

Penanganan lebih lanjut (eksisi)

Penanganan Subspesialistik

Edukasi

Simptomatik Rujuk

Rujuk ke PPK 3 jika memerlukan penegakkan diagnostic dan

penanganan subspelialistik

(19)

19

PENGELOLAAN PENYAKIT THT-KL

NO DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

1 Otitis Media Supuratif Kronik dengan penyulit

skrining tanda dan gejala klinik

- Penilaian klinis - Penilaian Klinis

Rujuk ke PPK 2 - Foto Rontgen

( Schuller dan Stenver )

- Foto Rontgen schuller dan Stenver

- Kultur resistensi - CT Scan telinga

- Operasi - Kultur resistensi

- Rujuk ke PPK 3 bila :

- Pemeriksaan Oto-Mikroskopi

1. Komplikasi intrakranial

- Tindakan : bedah mikro telinga

2. Komplikasi

intratemporal

3. Otorea menetap

setelah terapi

Maksimal

2 Tumor Kepala Leher

Skrining tanda dan gejala klinis

- Skrining tanda dan gejala klinis

- Skrining tanda dan gejala klinis

a. Karsinoma Nasofaring

- Nasofaringoskopi - Nasofaringoskopi

b. Karsinoma

Sinonasal - Biopsi, FNAB - FNAB

c. Karsinoma Laring

- Menerima rujukan balik

dari PPK 3 - Biopsi dengan endoskopi

d. Tumor di

leher

untuk perbaikan

Keadaan Umum (lokal anestesi)

- Operasi dengan endoskopi

- Operasi kasus dengan penyulit

- Radiotherapi

- Kemoiradiasi

- Kontrol setelah tindakan 6 bulan

Pertama

- Rujuk balik ke PPK 2 untuk perbaikan

Keadaan umum

3 Rinosinusitis dengan/tanpa polip disertai

- Skrining tanda dan gejala klinik

- Skrining tanda dan gejala klinis

(20)

20

penyulit Pedoman lengkap

Tatalaksana - Nasoendoskopi - CT Scan Sinus Paranasal

- Kultur resistensi

- Tindakan bedah sinus endoskopi tingkat lanjut

- Rontgen sinus ( waters,

Caldwelluck)

- Tindakan bedah hidung

sinus

konvensional

4 Rhinitis Alergi Skrining tanda dan gejala klinis

Skrining tanda dan gejala klinis

- Skrining tanda dan gejala klinis

- Nasoendoskopi

- Pemeriksaan tes alergi (Skin Prick Test)

- Immunoterapi

5 Epistaksis Skrining tanda dan gejala klinis

- Skrining tanda dan gejala klinis

- Nasoendoskopi → mencari sumber

- Tampon hidung anterior Perdarahan

- Bila perdarahan tetap tidak dapat teratasi

- Tampon hidung anterior dan posterior

→ Rujuk ke PPK III - Ligasi

6 Benda Asing di esophagus

- Skrining tanda dan gejala klinis - Foto rontgen soft

Tissues leher AP dan lateral

- Skrining tanda dan gejala klinis

- Foto rontgen soft tissue leher AP dan Lateral

Ekstraksi benda asing dengan esofagoskopi kaku dalan narkose umum

7 Benda asing di Bronkus

- Skrining tanda dan gejala klinis

- Skrining tanda dan gejala klinis

Ekstraksi benda asing dengan

- Foto Thoraks - Foto thoraks

bronkoskopi kaku dan atau bronkoskopi

lentur dalam narkose umum

8 Speech delayed

Skrining tanda dan gejala klinis

- Skrining tanda dan gejala klinis

- Pemeriksaan Brain Evoked Respon Audiometri ( BERA ) (Terlambat

bicara)

- Pemeriksaan Emisi

Otoakustik

- Pemeriksaan Auditory Steady State Respon

- Terapi Wicara

(21)

21

PENGELOLAAN PENYAKIT SYARAF (NEUROLOGI)

NO DIAGNOSIS

(RAWAT INAP) PPK 1 PPK 2 PPK 3

1 STROKE Perdarahan Intra Serebral

Skrining tanda serta gejala klinik

Diagnostik dan

penanganan stroke PIS

Diagnostik dan

penanganan stroke PIS disertai komplikasi inrakranial (TTIK) dan ekstrakanial (emboli paru, respiratory failure)

Penanganan sesuai guideline stroke

→ Rujuk ke PPK 1

Manitol 20% (antiedema), penanganan factor resiko, rehabilitasi (sesuai

guideline stroke)

CT Scan kepala Terapi : antiedem, operatif atas indikasi, rehabilitasi

 Pemeriksaan penunjang

(EKG, Foto Thorax, profil lipid, pemeriksaan darah perifer lengkap)

Setelah lewat fase akut →

rujuk balik

Setelah lewat fase akut → rujuk balik

Bila disertai tanda-tanda

TTIK→ rujuk PPK 3

2 STROKE INFARK

Skrining tanda serta gejala klinik

Diagnostik dan

penanganan stroke infark dengan komplikasi Pemeriksaan penunjang : EKG, Ro-Thorax,

pemeriksaan darah perifer lengkap, faktor resiko (gula darah, profil lipid,asam urat)

Diagnostik dan

penanganan stroke infark dengan komplikasi

neuroprotektan, antiplatelet agregasi, penanganan faktor resiko (sesuai guideline stroke)

Terapi: manitol 20%, anti platelet agregasi,

antikoagulan atas indikasi, penanganan factor resiko dan komplikasi

Pemeriksaan penunjang (EKG, ,CT-scan kepala atas indikasi, USG

(22)

22 Bila ada komplikasi

akut (intra dan

ekstrakranial) atau ada tanda-tanda TTIK → Rujuk ke PPK 2

(sesuai guideline stroke) Terapi : manitol 20%, anti agregasi platelet,

antikoagula atas indikasi, fisioterapi (sesuai guideline stroke)

Perbaikan→ rujuk balik

FISIOTERAPI

Setelah lewat fase akut → rujuk balik

Bila komplikasi berat dan

tidak tertangani → rujuk ke

PPK 3

3 Meningitis serosa

Skrining tanda serta gejala klinik

Diagnostik dan

penanganan Pemeriksaan Penunjang : LP,

pemeriksaan darah rutin, kimia, elektrolit, sputum BTA, foto thorax

Diagnostik dan

penanganan komplikasi meningitis

Rujuk ke PPK 2 Terapi (kortikosteroid, obat anti tuberkulosa)

Pemeriksaan penunjang : CT scan bila ada tanda-tanda TTIK, LP dengan pemeriksaan kultur Terapi sesuai diagnostik,

dexamethason, operatif bila tanda-tanda TTIK akut

Setelah stabil rujuk ke PPK 1 untuk lanjutan OAT

Perbaikan→rujuk balik PPK

2

bila ada tanda-tanda TTIK

atau perburukan klinis → rujuk ke PPK 3

4 Tetanus Skrining tanda serta gejala klinik

Therapi dan tindak lanjutan Tetanus grade II :

(23)

23 Terapi Pendahuluan :

debridement luka, ATS 10.000 u, TT 0,5 cc, Oksigen, diazepam injeksi, metronidazole 3x500mg antibiotic (tetrasiklin

4x500mg)→ Tetanus

grade I

ATS/HTIG injeksi, TT (bila belum diberikan di PPK 1), EKG, Foto thorax

Perbaikan → rujuk balik

Tetanus grade II -V → Rujuk ke PPK 2

Terapi : metronidazole 3x500mg (14 hari), tetrasiklin 4x500 mg (10 hari), debidrement, diazepam injeksi)

Setelah perbaikan rujuk

kembali ke PPK 1

Tetanus grade III-V → rujuk ke PPK 3

5 ENSEFALITIS Skrining tanda serta gejala klinik

Penegakkan Diagnosis : LP Penanganan komplikasi pada ensefalitis (status epileptikus), perlu

perawatan ruang intensif

Penanganan kejang : diazepam injeksi

Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan darah, foto thorax, EEG,

Pemeriksaan penunjang : LP, EEG, CT Scan,

pemeriksaan antigen -antibodi spesifik untuk virus

Antiviral (acyclovir) Therapi pemberian obat anti kejang, antiviral, antipiretik,

Perbaikan→rujuk balik

Therapi Simptomatis : untuk demam (parasetamol)

Kejang berulang sampai

status → rujuk ke PPK 3

(24)

24 6 MYELORADIKU

LOPATI

Skrining tanda serta gejala klinik

Penegakkan Diagnosis dan penatalaksanaan

Penegakan diagnostik dan penatalaksanaan Pemeriksaan penunjang : Foto polos vertebra (bila belum dilakukan), MRI (atas indikasi), bone scanning (bila ada

kecurigaan Ca metastasis) Simptomatis : anti

nyeri (Na diklofenak) dan tirah baring

Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan darah, foto thorax, foto vertebra, myelografi

Terapi : operatif, analgetik, fisioterapi

Rujuk ke PPK 2 Terapi : anti nyeri (Na diklofenak)

Rujuk ke PPK 3 Rujuk balik bila tidak mau

operasi atau penanganan khusus

7 MYELOPATI Skrining tanda serta gejala klinik

Penegakkan Diagnosis dan penatalaksanaan Pemeriksaan penunjang: foto polos vertebra, pemeriksaan darah, myelografi

Penegakan diagnostik dan penatalaksanaan Pemeriksaan penunjang : Foto polos vertebra, MRI

Rujuk Ke PPK 2 Bila terdapat progresivitas

→ Rujuk Ke PPK 3

Terapi : operatif (sesuai indikasi)

8 RADIKULOPATI Skrining tanda serta gejala klinik

Penegakkan Diagnosis dan penatalaksanaan Pemeriksaan penunjang: foto polos vertebra, pemeriksaan darah, EMG

Penegakan diagnostik dan penatalaksanaan Pemeriksaan penunjang : Foto vertebra, EMG,MRI bila ada indikasi

Simptomatis : anti nyeri (Na diklofenak)

Terapi : operatif sesuai

(25)

25 Bila tidak ada

perbaikan Rujuk ke PPK 1

Bila gejala defisit neurologis berat atau terapi simptomatis tidak

ada perbaikan →rujuk ke

PPK 3

9 STATUS EPILEPTIKUS

Diagnosa berdasarkan gejala klinis,

tatalaksana serangan kejang akut

(pemberian diazepam dan loading dose OAE) segera rujuk PPK 1

Penanganan status epileptikus, mencari etiologi.

Diagnostik status

epileptikus (EEG, CT scan, MRI) Penanganan di ruang intensif Bila perbaikan dan kejang

terkontrol → Rujuk balik

PPK 2

Rujuk ke PPK 3 jika terjadi status epileptikus

refrakter/yang

memerlukan perawatan intensif (ICU), pemberian OAE

10 SOL ( Tumor

Intrakranial dan infeksi intrakranial )

Diagnosa berdasarkan gejala klinis

Diagnostik dan

penanganan lebih lanjut TTIK (gejala berupa penurunan kesadaran, muntah, nyeri kepala, papiledema)

Penanganan Subspesialistik (operatif, kemoterapi,

radioterapi)

Penatalaksanaan :

dexamethason dan

ranitidine injeksi →

Rujuk PPK 2

Pemeriksaan penunjang : foto polos tengkorak, CT Scan kepala dengan kontras

Pemeriksaan penunjang : PA

Jika perbaikan, rujuk

kembali ke PPK 2

Rujuk ke PPK 3 jika

memerlukan penegakkan diagnostic dan penanganan subspesialistik

(26)

26 NO

DIAGNOSIS (RAWAT

JALAN)

PPK 1 PPK 2 PPK 3

1 Sequele Stroke Skrining tanda dan gejala klinis dan faktor resiko

Penanganan faktor resiko dan kecacatan

(rehabilitasi)

-

Penanganan preventif stroke sekunder, faktor resiko, fisioterapi

Bila ada perbaikan fungsi

→ rujuk balik PPK 1

Sesuai guideline stroke Bila deficit neurologis

berat → rujuk ke PPK 2

2 Radikulopati Skrining tanda dan gejala klinis

Penegakkan Diagnosis dan penatalaksanaan Pemeriksaan penunjang: foto polos vertebra,EMG bila alat tersedia, CT myelo sesuai indikasi,

pemeriksaan darah

Penegakan diagnostik dan penatalaksanaan Pemeriksaan penunjang : Foto vertebra, EMG,MRI bila ada indikasi

Simptomatis : anti nyeri (Na diklofenak), bila tdk ada

perubahan rujuk ke PPK 2

Bila gejala defisit neurologis berat atau terapi simptomatis tidak

ada perbaikan →rujuk ke

PPK 3

Terapi : simptomatis dan causal, operatif sesuai indikasi

Bila ada red flag  rujuk ke PPK 2

Bila ada gejala dan tanda red flag  rujuk ke PPRK 3

3 CTS Skrining tanda dan gejala klinis

Diagnosa dan penanganan Penanganan dan diagnostic

Penanganan

simptomatik analgetik, dan posisioning

EMG bila alat tersedia, USG carpal tunnel, mencari factor resiko

(27)

27 bila ada deficit

neurologi → rujuk ke

PPK 2

penanganan analgetik deksamethason injeksi fisioterapi

terapi medikamentosa operatif bila ada indikasi

bila nyeri teratasi → rujuk balik PPK 1

bila nyeri teratasi → rujuk

balik PPK 2

bila deficit neurologi berat

(atrofi) → rujuk ke PPK 3

4 Parkinson Skrining tanda dan gejala klinis

Diagnosa dan penanganan, mencari factor resiko

Diagnosa dan penanganan Parkinson

Rujuk ke PPK 2 Obat antiparkinson Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan darah untuk

mencari faktor resiko

Bila gejala terkontrol →

rujuk balik ke PPK 2

Bila gejala tidak teratasi

atau efek samping obat →

rujuk ke PPK 3

Parkinson sekunder → rujuk ke PPK 3

Bila ada perbaikan rujuk ke

PPK 1

5 Nyeri kepala Skrining tanda dan gejala klinis,

penegakkan diagnose berdasarkan guideline nyeri kepala perdossi

Diagnosa dan penanganan nyeri kepala primer

Diagnosa dan penanganan nyeri kepala

Bila nyeri kepala teratasi → rujuk balik PPK 1

(28)

28 Bila nyeri kepala tidak

terkontrol, ada nyeri kepala sekunder dan terdapat tanda-tanda bahaya nyeri kepala

(red flag) → rujuk ke

PPK 2

Nyeri kepala dengan red

flag → rujuk ke PPK 3

Penanganan nyeri kepala sekunder, operatif bila ada indikasi

Nyeri kepala sekunder

periksa → konsul mata,

THT, gigi dll sesuai kausal

Bila sudah tertangani →

rujuk balik ke PPK 2

Bila teratasi → rujuk balik PPK 1

6 Epilepsi Skrining tanda dan gejala klinis,

penegakkan diagnosa berdasarkan bangkitan

Diagnosa dan penanganan kejang pada epilepsi dan mencari etiologi

Diagnosa dan penanganan kejang

terapi sesuai guideline epilepsy perdossi

Pemeriksaan penunjang : EEG, pemeriksaan darah rutin, elektrolit, SGOT, SGPT

EEG, MRI

Bila kejang tidak terkontrol dengan 2 jenis obat antiepilepsi

lini pertama → rujuk

ke PPK 2

Terapi sesuai guideline epilepsy dengan kombinasi obat

Pemeriksaan darah rutin, elektrolit, SGOT, SGPT

Setelah kejang terkontrol

→ rujuk balik ke PPK 1

Terapi kombinasi obat lini pertama dan lini kedua sesuai guideline epilepsy

Bila kejang tidak terkontrol

→ rujuk ke 3

Bila kejang terkontrol →

rujuk balik Ke PPK 2

7 Vertigo Skrining tanda dan gejala klinis

Diagnosa dan penanganan, mencari etiologi

(29)

29 terapi simptomatik pemeriksaan factor resiko,

CT Scan kepala bila alat tersedia,

MRI sesuai indikasi

Bila ada deficit neurologi dan

progresif → Rujuk PPK

2 untuk mencari etiologi dan penanganan

konsul THT Tindakan operatif sesuai indikasi

Terapi simptomatik, fisioterapi

Terapi simptomatik, fisioterapi

Bila gejala tidak teratasi → rujuk ke PPK 3

bila gejala teratasi → rujuk

balik ke PPK 2

8 Nyeri (termasuk nyeri punggung bawah)

Skrining tanda dan gejala klinis

Diagnosa dan penanganan serta mencari etiologi

Diagnosa dan penanganan

terapi simptomatik Penanganan nyeri : analgetik, fisioterapi

EMG, MRI sesuai indikasi

Bila ada tanda-tanda red flag LBP dan

tanda radikuler →

rujuk ke PPK 2

Pemeriksaan foto polos vertebra, EMG sesuai indikasi dan bila tersedia alatnya

Tindakan operatif sesuai indikasi

Analgetik, fisioterapi

Bila nyeri progresif dan

belum teratasi dan

terdapat tanda red flag →

Rujuk ke PPK 3

Bila nyeri teratasi → rujuk

balik ke PPK 2

9 Neuropati/ Polineuropati

Skrining tanda dan gejala klinis

Diagnosa dan penanganan, serta mencari etiologi

Penanganan dan diagnostic

terapi siimptomatik, mencari factor resiko

EMG bila alat tersedia EMG

terapi simptomatik dan

penanganan factor resiko

(30)

30 Bila gejala tidak

teratasi, progresif →

Rujuk ke PPK 2

Bila terdapat deficit neurologi atau gejala tidak

teratasi → rujuk ke PPK 3

bila gejala teratasi → rujuk

balik PPK 2

10 Meningitis (post perawatan)

Skrining tanda dan gejala klinis Lanjutkan terapi OAT

Diagnostik dan

penanganan Pemeriksaan Penunjang : LP,

pemeriksaan darah rutin, kimia, elektrolit, sputum BTA, foto thorax

Diagnostik dan

penanganan komplikasi meningitis

Bila gejala klinis

memburuk → Rujuk ke

PPK 2

Terapi (kortikosteroid, obat anti tuberkulosa)

Pemeriksaan penunjang : CT scan bila ada tanda-tanda TTIK, LP dengan pemeriksaan kultur Terapi sesuai diagnostik,

dexamethason, operatif bila tanda-tanda TTIK akut Setelah stabil rujuk ke PPK

1 untuk lanjutan OAT

Perbaikan→rujuk balik PPK 2

bila ada tanda-tanda TTIK

atau perburukan klinis →

rujuk ke PPK 3

(31)

31

PENGELOLAAN PENYAKIT KULIT KELAMIN

No DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

1 Vitiligo Terapi topikal untuk

tipe lokalisata Bila tidak responsif atau generalisata  rujuk PPK 1

Terapi topikal

Bila tidak responsif  rujuk PPK 3

Terapi topical Fototerapi

2 Liken Simpleks

Kronikus

Terapi topical Sama dengan PPK 1 Konsul ke psikiater apabila faktor psikis dinyatakan sebagai penyebab

3. Psoriasis

vulgaris

Umum: hindari faktor pencetus

Khusus:

Terapi topikal bila luas lesi < 5% Bila tidak responsif atau luas lesi > 5%  rujuk PPK 2

Umum: hindari faktor pencetus

Khusus: Terapi topikal Terapi sistemik

Konsul ke bagian Gigi dan Mulut, THT-KL untuk penatalaksanaan faktor pencetus

Bila terdapat komplikasi artritis  konsul IPD Bila terdapat komplikasi eritroderma, psoriasis pustulosa rujuk PPK 3

Sama dengan PPK 2 ditambah fototerapi,

biologic agents

4. Dermatitis

Seboroik

Terapi topical Terapi sistemik Bila terdapat komplikasi

eritroderma  Rujuk PPK 2

Terapi topikal Terapi sistemik

Bila tidak responsif  rujuk PPK 3

Sama dengan PPK 2 ditambah penanganan komplikasi

5. Dermatitis

Numularis

Terapi topical Terapi sistemik

Sama dengan PPK 1 Konsul ke bagian Gimul, THT-KL untuk

penatalaksanaan infeksi fokal

Sama dengan PPK 2

6. Skabies Penyuluhan

Terapi topikal Terapi sistemik

Sama dengan PPK 1 Sama dengan PPK 1

(32)

32 predisposisi

Terapi topikal Terapi sistemik Bila luas  rujuk PPK 2

Terapi sistemik untuk lesi yang luas

8. Keloid Terapi topical

Bila tidak responsif  rujuk PPK 2

Terapi topikal Tindakan: injeksi kortikosteroid inralesi Bila tidak responsif  rujuk PPK 3

Terapi topikal Tindakan injeksi kortikosteroid inralesi dapat dikombinasikan dengan bedah beku Eksisi dengan radioterapi

9. Xerosis Cutis Menghindari

faktor-faktor yang menambah kekeringan kulit Terapi topikal: pelembab

Sama dengan PPK 1 Sama dengan PPK 1

10. Dermatitis

Kontak Iritan

Menyarankan kepada penderita untuk menghindari bahan penyebab

Menyarankan penderita untuk menggunakan pelindung seperti sarung tangan jika terpaksa harus kontak dengan bahan

penyebab Terapi topikal Terapi sistemik Bila tidak responsif  rujuk PPK 2

Sama dengan PPK 1 Bila tidak resposif  rujuk PPK 3

(33)

33

PENGELOLAAN PENYAKIT MATA

NO

DIAGNOSIS

PPK 1

PPK 2

PPK 3

1. KONJUNGTIVITIS EVALUASI

 Riwayat

trauma/kelilipan, kontak dengan penderita mata merah, riwayat iritasi dan alergi/hipersensitiv itas (udara, debu, obat, makanan dll)

 Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu snellen dan koreksi terbaik

menggunakan pinhole.

 Pemeriksaan dengan lampu senter dan lup untuk melihat, konjungtivabulbi dan tarsal, dan memastikan pada kornea tidak ditemukan

kelainan akibat perdagangan konjungtiva.

 Konjungtivitas bakteri bila ditemukan

konjungtiva

hiperemis, secret mukopurulen atau purulen, dapat disertai membrane atau

pseudomembran pada konjungtiva tarsalis.

 Konjungtivitis virus bila ditemukan konjungtiva

hiperemis, secret

 Sama dengan fasilitas primer

 Pemeriksaan komposisi air mata dengan melakukan pemeriksaan Schirmer, BUT dan Ferning, uji anel melalui pungtum lakrimalis untuk menilai ada atau tidaknya sumbatan.

 Pemeriksaan dengan slitlamp untuk menilai keadaan konjungtiva bulbi, tarsal, forniks dan kornea.

 Melihat gambaran secret (mukoserosa, mukopurulen, purulen).

 Melihat gambaran folikel, papil, membrane pada konjungtivitis tarsal superior dan inferior dan konjungtiva forniks

 Melihat gambaran injeksi dan nodul pada konjungtivitis bulbi.

 Memastikan tidak ditemukan kelainan pada kornea.

 Melihat kelainan pada komposisi air mata, obstruksi kelenjar meibom.

 Pemeriksaan swab secret dengan penawaran gram bila dicurangi infeksi bakteri, Giemsa bila dicurigai virus

(34)

34 umumnya

mukoserosa dan pembesaran kelenjar limfe preaurikuler.

 Konjungtivitis alergi bila mempunyai riwayat alergi atau

atopi dan

ditemukan

keluhan gatal, dan hiperemis

konjungtiva.

 Curigai Steven Johnson syndrome jika terjadi konjungtivitis pada kedua mata yang timbul seteleh minum atau mendapatkan terapi obat-obatan.

 Curigai kojungtivitis gonore, terutama pada bayi baru lahir, jika ditemukan

konjungtivitas pada dua mata dengan secret purulen yang sangat banyak. PENATALAKSANAAN

 Berikan tetes mata kloramfenikol (0,5% -1 %)6 kali sehari atau salep mata 3x sehari selama minimal 3 hari bila dicurigai infeksi bakteri.

 Berikan salep anti virus jka sicurigai infeksi virus

 Berikan tetes mata buatan 6 kali

 Berikan obat tetes mata antibiotik sprektum luas 6 kali sehari dan/atau salep mata 3 kali setiap bila dicurigai infeksi bakteri

 Berikan salep mata antivirus asiklovir 5 kali sehari bila dicurigai infeksi virus.

 Berikan tetes mata anti alergi (kromolin glikat)

 Berikan tetes antibiotika sesuai hasil gram atau kultur, 6 kali sehari atau salep mata 3 kali sehari bila infeksi bakteri

 Berikan tetes antivirus sdoksuridin atau asiklovir bila infeksi virus.

(35)

35 sehari bila

dicurigai iritasi.

 Pada steven Jhonson

syndrome,

diberikan tetes mata antiinlamasi (sterioid) dan air mata

buatan/lubrikan kemudian rujuk ke fasilitas sekunder untuk

mendapatkan penanganan lanjut dari bagian spesialis kulit.

 Pada Konjungtivitis gonoro, pada bayi diberikan injeksi penilisin procain 50.000 IU/Kg perbaikan dan atau terjadi komplikasi pada kornea, segera rujuk ke fasilitas sekunder dan tersier.

 Bila tidak ada perbaikan dengan terapi dalam 1 minggu pada konjungtivitis bakteri, 2 minggu pada konjungtivitis virus dan alergi, segera rujuk ke fasilitas sekundrt atau tersier.

dan/atau anti inflamasi bila dicurigai reaksi alergi/hipersensitivitas

 Berikan tetes /gel lubrikan atau air mata buatan bila ditemukan iritasi

 Dicari factor predisposisi penyakit yaitu sistemik (diabetes mellitus, TBC, kondisi imunitas yang rendah, cacingan, kondisi

immunocompromised).

 Keadaan konjungtiva diperiksa 3 hari hingga sidapatkan perbaikan klinis, Bila tidak ada perbaikan, memburuk atau terjasi kompliksi dalam 1 bulan, dirujuk ke dokter mata konsultan Infeksi dan Imunologi atau fasilitas mata tersier.

ditemukan reaksi alergi atau hipersesitivitas.

 Bila ditemukan kompliksi pada kornea, penatalaksanaan sesuai dengan

penatalaksanaan keratitis/ulkus kornea

 Pada Steven Jhonson syndrome, berikan terapi anti inflamasi (steroid) tropical dan lubrikan/air mata buatan, disertai terapi dari bagian spesialis kulit.

 Pada konjungtivitis gonore, diberikan gentamisin/ciprofloxaci n salep mata, injeksi ceftriaxon 1 gr single dose intravena, jika ada ulkus berikan ceftriaxon 1 gr intravena tiap 12 jam selama 3 hari.Bila alergi diberikan ciprofloxacin 500 mg oral 2 kali selama 5 hari. Pada bayi berikan gentamisin/ciprofloxaci n salep mata injeksi ceftriaxon 25-50 mg/kg bb atau cefotaxim

100mg/kg bb

interavena atau intramuskular.

 Berikan tetes/ gel mata lubrikan dan air mata buatan bila ditemukan iritasi

 Pemeriksaan klinis factor predisposisi local (dry eye, obstruksi duktus nasolakrimalis dll), dilanjutkan pentalaksanaan

(36)

36 penyakit sistemik.

 Berikan terapi oral/parenteral sistemik bila ditemukan factor predisposisi sistemik sesuai hasil konsultsi

bagian yang

bersangkutan.

 Keadaan konjungtiva di periksa tiap 3 hari hingga didapatkan perbaikan klinis dan evaluasi pengobatan terhadap factor predisposisi sistemik dan local

(kelilipan, benda

asing di kornea,

khusus riwayat

trauma

tumbuh-tumbuhan atau

pengunaan obat

tetes mata

tradisional yang

berasal dari

tumbuh-tumbuhan dapat

dicurigai disebabkan

oleh jamur,

penggunaan lensa

kontak), pemakaian kortikosteroid topical.

 Pemeriksaan tajam

penglihatan dengan kartu Snellen dan

koreksi terbaik

menggunakan

pin-hole.

 Pemeriksaan dengan

lampu senter dan lup untuk melihat keadaan kornea

 Riwayat trauma (kelilipan,

benda asing di kornea, khusus riwayat trauma

tumbuh-tumbuhan atau

pengunaan obat tetes

mata tradisional yang

berasal dari

tumbuh-tumbuhan dapat dicurigai disebabkan oleh jamur,

penggunaan lensa

kontak), pemakaian

kortikosteroid topical.

 Pemeriksaan tajam

penglihatan dengan kartu

Snellen dan koreksi

terbaik menggunakan pin-hole.

 Tekanan intraocular (TIO)

diukur dengan cara palpasi

 Pemeriksaan dengan slit

lamp untuk menilai

keadaan kornea dan

segmen anterior lainnya :

 Melihat gambaran

secret (serosa,

mukopurulen, purulen).

 Bentuk ulkus

(pungtata, filament,

dendritik, geografik,

oval, intersisial,dll)

 Kedalaman ulkus

(superficial, dalam,

apakah ada

kecenderuangan untuk

 Riwayat trauma (kelilipan,

benda asing di kornea, khusus riwayat trauma

tumbuh-tumbuhan atau

pengunaan obat tetes

mata tradisional yang

berasal dari

tumbuh-tumbuhan dapat dicurigai disebabkan oleh jamur,

penggunaan lensa

kontak), pemakaian

kortikosteroid topical.

 Pemeriksaan tajam

penglihatan dengan kartu

Snellen dan koreksi

terbaik menggunakan pin-hole.

 Tekanan intraocular (TIO)

diukur dengan cara palpasi

 Pemeriksaan dengan slit

lamp untuk menilai

keadaan kornea dan

segmenn anterior lainnya :

 Melihat gambaran

secret (serosa,

mukopurulen, purulen).

 Bentuk ulkus

(pungtata, filament,

dendritik, geografik,

oval, intersisial,dll)

 Kedalaman ulkus

(superficial, dalam,

apakah ada

(37)

37

PENATALAKSANAAN

 Berikan tetes. Salep

mata kloramfenikol (0,5-1%) enam kali sehari, atau salep mata tetrasiklin 3 kali sehari sekurang-kurangnya untuk 3 hari.

 Jangan diberikan

kombinasi

antibiotika dengan

obat yang

mengandung kortikosteroid

 Jang menggunakan

obat-obat tradisional.

 Segera rujuk ke

spesialis mata

apabila :

 Tajam

penglihatan awal buruk atau menurun setelah 3 hari pengobatan

 Tampak lesi

perforasi (impending

perforation) dan

perforasi.

 Pemeriksaan kerokan

korea dengan penawaran Gram dan pemeriksaan langsung dengan KOH 10%

 Pasien sebaiknya dirawat

apabila :

untuk menilai

kebersihan terapi.

 Apabila ditemukan

gambaran ulkus kornea dendritik, geogradik atau stroma, dapat diberikan salep mata asiklovir 5 kali sehari atau tetes mata idoksuridin tiap jam.

 Bila pada pemeriksaan

kerokan kornea

didapatkan hasil gram

positif atau negative

diberikan antibiotika tetes

mata golongan

perforasi (impending

perforation) dan

perforasi.

 Hipopion dapat ada

atau tidak ada.

 Lakukan foto keadan

kornea dan segmen

anterior lainnya.

 Pemeriksaan kerokan

kornea dengan pewarnaan

Gram, Giemsa dan

pemeriksaan langsung

dengan KOH 10%

 Pemeriksaan kultur

kerokan kornea dengan

agar darah domba,

tioglikolat dan agar

sabouraud dekstrosa.

 Bila segmen posterior sulit

dinilai, lakukan

pemeriksaan

ultrasonografi. Bila

didapatkan adanya

kekeruhan vitreus dan

tanda-tanda endoftalmitis,

lakukan prosedur

endoftalmitis.

 Pasien sebaiknya dirawat

apabila:

untuk menilai

kebersihan terapi.

 Apabila ditemukan

gambaran ulkus kornea dendritik, geogradik atau stroma, dapat diberikan salep mata asiklovir 5 kali sehari atau tetes mata idoksuridin tiap jam.

 Bila pada pemeriksaan

kerokan kornea

didapatkan hasil gram

positif atau negative

diberikan antibiotika tetes

(38)

38

putih di kornea

 Tetap berikan

kloramfenikol tetes mata saat merujuk ke spesialis mata di

fasilitasi sekunder

dan tertier.

aminoglikosida

(gentamisin ,dibekasin,

tobramisin) dengan

konsentrasi yang

ditingkatkan (fortified)tiap

jam atau golongan

quinolone (sprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin) tiap 5 menit pada 1 jam pertama dilanjutkan tiap

jam. Keadaan kornea

diperiksa tiap hari hingga

didapatkan adanya

kemajuan pengobatan,

yang kemudian frakuensi

pemberian dapat

dikurangi hingga 2

minggu.

 Bila kerokan kornea

didapatka hifa jamur (KOH

positif), berikan tetes

mata Natamisin 5 % tiap

jam tiga kali sekali.

Keadaan Korea diperiksa

tiap hari hingga

didapatkan adanya

kemajuan pengobatan,

yang kemudian frekuensi

pemberian dapat

dikurangi hingga 3-5

minggu.

 Terapi tambahan yang

dapat diberikan adalah tetes mata sikloplegik dan

anti –glaukoma apabila

didapatkan peningkatan

TIO. Pemberian analgetik apabila diperlukan.

 Lakukan pemeriksaan gula

darah puasa dan 2 jam setelah makan sebagai salah satu factor risiko ulkus kornea.

 Rujuk ke spesialis mata

konsultan infeksi dan

imunologi mata atau klinik

mata tersier apabila

didapatkan :

 Ulkus kornea yang

terjadi pada pasien

yang hanya

mempunyai satu

mata

 Ulkus kornea pada

anak-anak

 Adanya

aminoglikosida

(gentamisin ,dibekasin,

tobramisin) dengan

konsentrasi yang

ditingkatkan (fortified)tiap

jam atau golongan

quinolone (sprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin) tiap 5 menit pada 1 jam pertama dilanjutkan tiap

jam. Keadaan kornea

diperiksa tiap hari hingga

didapatkan adanya

kemajuan pengobatan,

yang kemudian frakuensi

pemberian dapat

dikurangi hingga 2

minggu.

 Bila kerokan kornea

didapatkan hifa jamur,

diberikan tetes mata

Natamisin 5% tiap jam dan salep mata Natamisin 5 % tiga kali sehari atau

bila pasien mampu,

berikan tetes mata

amfoterisin B 0,15% tiap

jam (tetes mata

amfoterisin B 0,15% dapat dibuat dengan modifikasi

sediaan bubuk untuk

pemberian intravena).

Keadaan kornea diperiksa

tiap hari hingga

didapatkan adanya

kemajuan pengobatan

yang kemusian frekuensi

pemberian dapat

dikurangi hingga 3-5

minggu.

 Terapi tambahan yang

dapat diberikan adalah tetes mata sikloplegik dan

anti –glaukoma apabila

didapatkan peningkatan

TIO. Pemberian analgetik apabila diperlukan.

 Lakukan pemeriksaan gula

darah puasa dan 2 jam setelah makan sebagai salah satu factor risiko ulkus kornea.

 Tidakan Bedah:

 Keratektomi

superfinansial tanpa

(39)

39

kecenderungan untuk perforasi atau perforasi.

 Kedurigaan ulkus

kornea jamur, tetapi

tidak mempunyai

fasilitas pemeriksaan langsung KOH 10%

atau pewarnaan

jamur lainnya.

 Tidak didapatnya

kemajuan terapi

setelah 3 hari

pengobatan (ulkus

kornea bakteri) atau 7 pengobatan (ulkus kornea jamur).

pada membrane

Bowman dengan

indikasi :

 Keratitis virus

epitelial

 Erosi kornea

rekuren

 Keratektomi

superfinansial hingga

membran Bowman

atau stroma anterior, dengan indikasi :

 Untuk

menegakkan diagnosis,

terutama pada

ulkus kornea

jamur.

 Menghilangkan

materi infeksi,

terutama jamur

 Tarsorafi lateral atau

medial , dengan

indikasi :

 Keratitis terpapar

 Keratitis

neuroparalitik

Tissue adhesive atau

graft amnion

multilayer, dengan

indikasi :

- Ulkus korena

dengan tissue loss

berukuran kecil

- Perforasi kornea

perifer berukuran kecil

 Flap konjungtiva,

dengan indikasi :

- Kecenderungan

perforasi/descem

atocele

- Perforasi kornea

di perifer

Patch graft dengan

flap konjungtiva,

dengan indikasi :

- Kecenderungan

perforasi/descemato

cele

- Perforasi kornea

di perifer

 Keratoplasi tembus,

dengan indikasi :

(40)

40

integritas bola

mata

- Mengganti jaringan

kornea yang

terinfeksi dengan

donor kornea.

Fascia lata graft,

dengan indikasi :

- Mempertahankan

integritas bola mata, dimana sulit untuk mendapatkan donor kornea

3 GLAUKOMA KRONIS

EVALUASI

 Pemeriksaan tajam

penglihatan dengan kartu Snellen dengan koreksi terbaik dan

pin-hole: biasanya

tajam penglihatan

masih baik.Pada

stadium lanjut

didapatkan koreksi

tajam penglihtan

tidak penuh dengan pupil melebar dan berwarna hitam.

 Pemeriksaan dengan

lampu senter dan lup: gambaran bola mata tidak berbeda

dengan gambaran

mata normal. Pupil

dapat terlihat

midriasis dan reflex cahaya yang lambat.

 Pemeriksaan

funduskopi – rasio

CD (Perbandingan

antara lebar

cekungan papil

terhadap lebar papil N.II) sebesar 0,6 atau lebih.

 Pemeriksaan

tekanan intraocular

dengan tonometer

Schiotz : TIO 28 mm

Hg (4,5/7,5) atau

lebih.

 Pemeriksaan lapang

pandang dengan tes

konfrontasi :

menyempit.

 Klafisikasi glaucoma

berdasarkan pemeriksaan sudut bilik mata depan

(gonioskopi) dibagi ke

dalam glaucoma sudut

terbuka dan glaucoma

sudut tertutup.

Berdasarkan etiologinya

dibagi kedalam glaucoma

sekunder. Glaucoma

primer adalah glaucoma

yang timbul dengan

sendirinya pada orang

yang mempunyai bakat

bawaan glaucoma,

sedangkan glaucoma

sekunder adalah glaucoma

yang timbul sebagai

penyulit penyakit mata lain baik yang sedang

maupun yang pernah

diderita serta penyakit

sistemik.

 Glaukoma sudut terbuka

primer (glaucoma kronis)

 Glaukoma sudut

terbuka primer adalah glaucoma primer yang

ditandai sudut bilik

mata depan yang

terbuka, atrifi dan

ekskavasi papil N.II

serta lapang pandang

karakteristik, yang

bersifat progessif

lambat, disebabkan

oleh berbagai factor risiko, terutama TIO

yang terlalu tinggi

untuk kelangsungan

 Klasifikasi glaucoma mirip

dengan klasifikasi pada fasilitas sekunder.

 Pemeriksaan tajam

penglihatan menggunakan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi

dan pin-hole. Tajam

penglihatan sentral sering

masih baik walaupun

penyakit sudah stadium lanjut.

 Pemeriksaan dengan

biomikroskopi : Gambaran bola mata tidak berbeda dengan gambaran mata

normal. Pupil dapat

terlihat midriasis dan

reflex cahaya yang lambat. Bilik mata depan dalam

tertutup primer. Kelainan glaucoma jenis ini bersifat bilateral walaupun tidak selalu simetris pada kedua

mata. Pada glaucoma

sudut terbuka sekunder

harus dicari factor

penyebab.

 Pemeriksaan sudut bilik

mata depan dengan

gonioskopi.

 Pemeriksaan funduskopi :

(41)

41

kesehatan mata.

 Glaukoma sudut terbuka

sekunder

 Gambaran klinis yang

mirip dengan

glaucoma sudut

terbuka primer antara lain adalah glaucoma pigmenter, glaucoma kortikosteroid,

glaucoma pseudoeksfoliasi, glaucoma angle recess setelah trauma tumpul dan lain-lain.

 Glaukoma kronis sudut

tertutup primer

 Glaukoma jenis ini

adalah glaucoma

primer yang ditandai

dengan tertutupnya

trabekulum oleh iris

perifer secara

perlahan.Bentuk

primer berkembang

pada mereka yang

memiliki factor

predisposisi anatomi

berupa sudut bilik

mata depan tergolong sempit.

 Selain sudut bilik mata

depan yang tertutup,

gambaran klinisnya

asimptomatis mirip

glaucoma sudut

terbuka primer.

Glaukoma tersebut

dapat pula

berkembang dari

bentuk

intermiten,subakut

atau merambat

(creeping). Glaukoma

jenis ini juga

merupakan kelanjutan glaucoma akut sudut tertutup primer yang

tidak mendapat

pengobatan atau

setelah mendapat

pengobatan yang tidak sempurna atau setelah

terapi iridektomi

perifer/trabekulektomi (glaucoma residual).

saraf optik.

 Pemeriksaan tekanan

intraocular dengan

tonometer Schiotz,

tonometri aplanasi, tono-pen dan bila ada dengan tonometer non kontak.

 Pemeriksaan lapang

pandang dengan alat

perimeter kinetic dan

static baik manual maupun computer:bila

memungkinkan dengan

Octopus atau Humphrey.

 Bila memungkinkan

evaluasi papil saraf optic dan serabut saraf retina

dengan alat diagnostic

imaging seperti OCT

(optical coherence

tomography)dan HRT

(Heidelberg retinal

Referensi

Dokumen terkait

Metode pemecahan emulsi krim santan secara fisik, kimia dan fermentasi berpengaruh terhadap kadar protein, lemak dan abu tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air dari

Namun dari penelitian yang dilakukan didapatkan beberapa hambatan yaitu pada perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya sehinggan dari target yang di tetapkan hanya sebagian kecil

Bandura (1982 dalam Kott, 2008) menegaskan bahwa seseorang yang memiliki self efficacy yang kuat akan menetapkan tujuan yang tinggi dan berpegang teguh pada

 Perlu rencana aksi dalam penanganan aktifitas ilegal yang terkait dengan ancaman terhadap keanekaragaman hayati, dengan tahapan berikut: (a) Represif, dengan cara melakukan

Yang dimaksud dengan “pengawasan intensif” adalah suatu peningkatan proses pengawasan terhadap BPR atau BPRS yang sebelumnya berada dalam pengawasan normal dengan

penggunaan lahan dengan kondisi hidrologi Sub DAS Konaweha Hulu menunjukkan bahwa penurunan luas hutan yang diikuti peningkatan luas penggunaan lahan lainnya menyebabkan

Gamers rata-rata berumur antara 20 sampai 22 tahun ke atas dan tinggal indekos di sekitar lingkungan kampus yang mendukung hipotesa penelitian mengenai interaksi sosial

Muliltmedia Interaktif Company Profile Abank Irenk Creative sangat menarik dibanding brosur karena tedapat beberapa elemen multimedia seperti animasi teks dan gambar