• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA KEBHINEKAAN UNGKAPAN TERIMA KASIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKNA KEBHINEKAAN UNGKAPAN TERIMA KASIH"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA KEBHINEKAAN UNGKAPAN TERIMA KASIH

DALAM DIMENSI FENOMENOLOGI BUDAYA

DI INDONESIA

MAKALAH

SEMINAR INTERNASIONAL

KEBHINEKAAN DAN BUDAYA INDONESIA FIB UI 10-11 Desember 2013

Oleh:

TURITA INDAH SETYANI

▸ Baca selengkapnya: psikotes ungkapan makna

(2)

2

Kajian ini bermaksud menukik makna ungkapan terima kasih sebagai gejala budaya yang telah berakar dalam kehidupan masyarakat dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Bangsa Indonesia dengan kebhinekaan sukunya, memiliki ungkapan rasa terima kasih sesuai dengan bahasa etnisnya, sehingga muncullah kebhinekaan ungkapan terima kasih. Tujuan kajian ini untuk menguraikan bagaimana makna kebhinekaan ungkapan terima kasih dalam dimensi fenomenologi budaya di Indonesia? Ungkapan terima kasih tersebut akan dikaji berdasarkan teori fenomenologi dengan metode fenomenologi budaya. Dalam kehidupan sehari-hari, kebhinekaan ungkapan terima kasih memberi dua nuansa makna, pertama sekadar nuansa rasa budaya atas segala pemberian yang diterima seseorang dari orang lain. Ungkapan tersebut secara tidak langsung merupakan doksologi bagi manusia atas berkah yang diterimanya sebagai rasa hormat dan rasa syukur kepada sang pemberi. Kedua nuansa yang merasuk pada rasa batin yang terdalam.

Kata kunci: kebhinekaan, ungkapan terima kasih, fenomenologi, budaya Indonesia

Pendahuluan

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang tersebar di 34 provinsi dengan keberagaman etnis dan bahasa yang berbeda, sehingga etnis-etnis tersebut memiliki budaya lokal dengan kekhasannya masing-masing. Akan tetapi perbedaan budaya lokal tersebut justru memperkaya identitas kebudayaan Indonesia dalam kebhinekaannya. Dengn kata lain, meskipun kebhinekaan budaya mencerminkan keberagaman namun sekaligus memberi ciri khas dan menguatkan keadiluhungan budaya bangsa Indonesia. Bangsa menurut Ernest Gellner (1998:46) adalah kondisi tempat sebuah komunitas atau perkumpulan yang memiliki budaya, sistem ide, simbol, cara bertingkah laku dan berkomunikasi yang sama, serta mengakui bahwa mereka terikat persaudaraan atas dasar kebangsaan.

Salah satu ciri khas budaya bangsa Indonesia dengan sistem ide, simbol, cara bertingkah laku dan komunikasi yang sama sehingga disebut sebagai bangsa

1

▸ Baca selengkapnya: terima kasih dalam bahasa gorontalo

(3)

3 yang santun adalah dikenalnya ungkapan kata terima kasih. Dasar dari ungkapan tersebut merupakan kesadaran masyarakat bahwa mereka terikat persaudaraan atas dasar kebangsaan yang hidup secara bersama dalam suatu lingkungan dan saling bantu dalam menghadapi segala sesuatu. Bahkan keterikatan antarmanusia yang terjadi dalam kehidupan berbangsa, berbahasa, dan bertanah air satu dalam interaksi mereka sangatlah tinggi. Secara tidak langsung dalam interaksi tersebut terdapat pula semacam aturan bersama untuk menjalankan kehidupan, manusia saling memberi dan saling menerima terhadap segala hal, agar lebih terstruktur dan terarah.

Akan tetapi bersamaan dengan itu pula bagi manusia yang menerima seringkali lebih dituntut untuk mengucapkan rasa terima kasihnya bahwa telah menerima sesuatu dari seseorang yang memberi sesuatu dibandingkan yang memberi tersebut. Hal itu sering terdengar dari ucapan-ucapan yang mengingatkan seseorang seperti: “Sudahkah mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah membantu atau memberikan sesuatu kepadamu?” Atau sebuah

kalimat yang menyerukan: “Janganlah lupa menyampaikan syukur dengan cara mengucapkan terima kasih pada seseorang yang telah memberikan sesuatu terhadap kita.” Bahkan sejak masa kecil setiap orang tua mengajarkan untuk mengucapkan terima kasih bila tangannya menerima sesuatu dari orang lain, sehingga kata terima kasih menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kata tersebut terlupa diucapkan oleh penerima pemberian/bantuan, maka banyak orang menyindir atau orang tua menyeringai anaknya dengan kata-kata: “dasar orang/anak tidak tahu adat”. Menghadapi hal ini, muncul pertanyaan, telah pudarkah budaya terima kasih, yang terkait pula dengan budaya sopan santun itu?

(4)

4 dalam cuplikan tulisan berikut yang telah membahas tentang pentingnya ucapan kata terima kasih dalam kehidupan sehari-hari.

Terima kasih, singkat namun penuh makna. Demikian arti dari ucapan terima kasih yang sering kita ucapkan setiapkali tangan kita menerima sesuatu dari orang lain. Kata ini juga bermakna sebagai ungkapan syukur atas sesuatu yang kita terima. Kalau saja sejak kecil ucapan terima kasih ini sudah dibiasakan untuk hal-hal kecil dan kepada siapa pun, maka betapa indahnya dunia, karena berisi oleh orang-orang yang saling menghargai.2

Akan tetapi sudahkah orang tua menanamkan nilai luhur yang terdapat dalam makna ungkapan terima kasih tersebut? Bisa jadi bagian keluhuran nilai di balik kata terima kasih tidak tersampaikan secara baik. Kadang orang tua hanya mendidik anak-anaknya agar mengucapkan terima kasih kepada siapa pun yang

telah memberi “sesuatu” tanpa memberi pengetahuan yang cukup mengapa kata tersebut harus diucapkan. Kalau pun disampaikan sebatas untuk menghormati dan menghargai orang yang telah menolong atau memberi sesuatu. Atau dengan alasan klasik seperti telah diungkap sebelumnya, yaitu untuk sopan santun, agar tidak dianggap tidak tahu adat. Paling tinggi adalah sebagai bentuk rasa syukur atas seseuatu yang telah diterima, baik bantuan maupun pemberian dari orang lain. Inilah hal penting yang sering terlupakan karena terkesan sepele sehingga boleh jadi ungkapan terima kasih tidak meresap dan menyatu dalam keseharian.

Pertanyaannya adalah apakah bagi yang mengeluarkan pemberian atau disebut pemberi sesuatu itu lalu terbebas dari rasa syukur. Kalau pun pemberi sesuatu itu memiliki rasa syukur, secara khusus umumnya yang dirasakan adalah merasa bersyukur telah dapat memberi sesuatu kepada orang lain atau membantu orang lain. Namun apakah ia mengetahui dengan sungguh-sungguh makna dari rasa syukur yang terdalam dari rasa syukurnya itu? Secara tidak langsung sesungguhnya ungkapan terima kasih tersebut penting pula bagi pemberi kepada penerima, sebagai bentuk rasa syukurnya bahwa ia dapat memberikan atau mengeluarkan sesuatu dari sebagian miliknya dan atau tindakan amal atau darmanya untuk penerima atau bagi sesama umat. Kalau tidak ada yang dapat

2

(5)

5 menerima suatu pemberian, bagaimana pemberi dapat melaksanakan tindakannya tersebut? Dengan demikian ungkapan terima kasih tidak hanya penting bagi penerima kepada pemberi, tetapi juga bagi pemberi kepada penerima.

Hal terakhir inilah yang akan dibahas dalam tulisan ini dengan sebuah pertanyaan bagaimana makna kebhinekaan ungkapan terima kasih dalam dimensi fenomenologi budaya di Indonesia?

Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan bagaimana makna kebhinekaan ungkapan terima kasih dalam dimensi fenomenologi budaya di Indonesia.

Uraian tentang makna kebhinekaan ungkapan terima kasih dalam kajian fenomenologi merupakan sudut pandang baru yang dapat dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan akan sebuah kesadaran kuatnya ungkapan tersebut sebagai sebuah budaya di Indonesia yang memiliki makna luhur.

Oleh karena itu tulisan ini dikaji dalam dimensi fenomenologi sebagai science of consciousness (ilmu tentang kesadaran). Kesadaran merupakan bagian

(6)

6 merupakan studi tentang fenomena yaitu tentang segala sesuatu yang tampak bagi manusia di dalam pengalaman subjektif atau bagaimana manusia mengalami segala sesuatu di dalam lingkungan kehidupannya. Pandangan Husserl ini dapat digambarkan seperti berikut:

Dengan demikian kajian fenomenologi terhadap kebhinekaan ungkapan terima kasih dimaksudkan untuk melihat sisi kesadaran tindakan manusia dari sudut pandang subjektif dan intersubjektif dalam kehidupan dunia objektif.

Kebhinekaan Ungkapan Terima Kasih dalam Budaya Indonesia

Secara umum kata terima kasih merupakan ungkapan yang digunakan dalam bahasa Indonesia sebagai budaya dalam sebuah interaksi kebhinekaan antarmanusianya. Dalam konteks budaya ini ungkapan terima kasih telah mengikat identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa yang santun. Hal itu dapat dibuktikan dari kata-kata ungkapan terima kasih yang dimiliki oleh beberapa suku bangsa Indonesia, antara lain kata Amanai3 (Migani [Papua]); Epanggawang (Maumere); Hatur Nuhun (pisan) (Sunda); Kurrusumanga’ (Toraja); Makase (Manado); Makaseh (Kutai); Matur Nuwun, suwun (Jawa); Mejuah-juah (Karo); Muliate (Batak); Sakalangkong (Madura); Sauweghele (Nias); Suksema, Tiang

matur suksama, Matur suksme (Bali); Tampiaseh, matur tampiasih, tampi asiq (Sasak); Tarima Kasih (Banjar); Tarima Kasih (Makassar); Tarimo kasi, tarimo

3

(7)

7 kasih, makasi yo (Minangkabau); Terimo kasih (Jambi); Teurimong Gaseh beh

(Aceh); Ti’I tima woso (Bajawa)4; dan Ncewi mbeim adem5 (Bima).

Apabila diklasifikasikan dari masing-masing daerah tersebut, dari beberapa daerah berdasarkan ungkapan katanya telah merepresentasikan arti kata terima kasih itu sendiri. Seperti kata makase dari Manado dan Kutai, tarima kasih dari Banjar dan Makasar, tarimo kasih dari Minangkabau, terimo kasih dari Jambi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dari beberapa daerah di Indonesia meskipun keberadaan daerah tidak dalam satu wilayah yang dekat secara geografis, memungkinkan adanya ungkapan kata yang hampir sama, terutama dengan adanya kata yang berarti terima kasih ini. Ungkapan kata terima kasih yang hampir mirip lainnya adalah dari Aceh, teurimong gaseh beh. Adapun ungkapan kata terima kasih dari daerah lain perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui makna sesungguhnya dari kata yang disampaikan. Sebab jika membaca kata yang diucap, meskipun secara umum telah diartikan sebagai ungkapan rasa terima kasih, tetapi berbeda dari arti kata yang dimaksud.

Kata-kata tersebut seperti ungkapan hatur nuhun dari Sunda, matur nuwun dari Jawa, matur suksma dari Bali, matur tampiasih dari Sasak. Kata hatur atau matur berarti menyampaikan atau mengucapkan, sedangkan nuhun, nuwun,

suksma, tampiasih memiliki arti yang sama sekali dapat dikatakan bukan berarti

terima kasih. Berdasarkan telusur di web, bahasa daerah yang memiliki jumlah penutur terbanyak sehingga dikenal oleh masyarakat secara luas di Indonesia adalah bahasa Jawa6, Sunda7, Madura8, dan Minangkabau9. Oleh karena itu, berikut merupakan salah satu contoh pembahasan tentang makna terima kasih dalam bahasa Jawa, matur nuwun. Seringkali kata tersebut diucapkan dengan kata matur suwun atau matur kesuwun. Dalam berita kompasiana.com dituliskan

(8)

8 bahwa menurut beberapa sumber tutur sebenarnya ucapan matur suwun atau matur kesuwun bukan sebagai bentuk ucapan terima kasih dan bukan pula

bermakna terima kasih. Bahkan secara etimologis kata matur diartikan ucap atau lafal, sedangkan suwun berarti minta, sehingga dimaknai dengan “melafalkan

sebuah ucapan permintaan atas sesuatu yang sebenarnya sudah diterima”. Adapun “melafalkan sebuah ucapan permintaan atas sesuatu” seringkali bersifat abstrak, dan “yang sebenarnya sudah diterima” seringkali dalam konteksnya memiliki arti saling. Selanjutnya diperjelas lagi bahwa:

Kata ini diucapkan dalam konteks saling pengikhlasan akan suatu perkara, sehingga berujung pada kelegaan antar pihak-pihak yang berhubungan. Contoh : dalam transaksi jual beli, seringkali ada ukuran, takaran, pembayaran, kembalian dsb yang tidak sesuai dengan yang seharusnya, baik disengaja maupun tidak oleh kedua belah pihak. Nah, pada akhir transaski sebagai bentuk penghalalan/pengikhlasan perkara ini kedua belah pihak layak mengucapkan matur suwun, baru dilanjutkan dengan matur nuwun10.

Akan tetapi penjelasan di atas tidak membawa akibat pada makna ungkapan kata terima kasih itu sendiri. Meskipun ditegaskan bahwa ungkapan yang benar untuk menyampaikan rasa terima kasih tersebut adalah matur nuwun bukan matur suwun, namun kedua ungkapan, baik matur nuwun maupun matur suwun, dalam kehidupan masyarakat Jawa tetap digunakan sebagai kata untuk

menyampaikan rasa terima kasih dari penerima kepada pemberi.

Demikian pula kata-kata dari daerah lain yang telah disebutkan terdahulu seperti amanai, epanggawang, kurrusumanga’, mejuah-juah, muliate,

sakalangkong, sauweghele, ti’l tima woso, dan ncewi mbeim adem penting untuk ditelusuri secara lebih rinci agar dapat diketahui makna di balik ungkapan tersebut

yang kemudian menjadi diartikan sebagai ungkapan “terima kasih.” Namun pada

kesempatan ini, sebagai penelitian awal data dari arti kata-kata tersebut belum diperoleh secara lengkap, sehingga akan dilakukan penelitian lebih lanjut. Berikut hanya akan dikemukan satu contoh lagi dari sebuah penelitian yang ditulis oleh Udin Sape Bima (2011) yang telah mengurai tentang kata ncewi mbeim adem

10

Matur nuwun dan Matur Suwun (Jawa). 2013.

(9)

9

sebagai ungkapan “terima kasih” dengan mensejajarkan dengan kata matur suwun (Jawa) dan matur tampiasih (Lombok/Sasak). Dalam penelitiannya yang berjudul

Makna Ungkapan Di balik Ucapan “Terima Kasih” dalam Bahasa Bima, ia menyatakan bahwa ungkapan ncewi mbeim adem merepresentasikan suatu kepedulian dan kebersamaan dalam kehidupan masyarakat Bima. Selain itu, ia pun mengungkapkan beberapa makna yang terkandung pada ungkapan tersebut dalam konteks kalimat bahasa Bima yang disebut juga dengan bahasa Mbojo disesuaikan dengan terjadinya peristiwa. Makna-makna itu adalah:

1. saling mengingatkan; ketika seseorang diingatkan untuk berhati-hati dalam menjalankan tugas disertai doa sukses atau ketika diingatkan agar berhati-hati di jalan, maka ia akan menjawab dengan kata ncewi mbeim adem sebagai ungkapan rasa terima kasihnya menerima peringatan dan doa yang diberikan; dalam ungkapan bahasa Mbojo:

“Ncewi mebeim adem, io mada ma rai kanari-nari pa,ngungku rongga aka ra lao kai”. Yang berarti “Iya saya jalan pelan-pelan saja,supaya sampai tempat tujuan;

2. bersabar; ketika seseorang mengalami musibah menjalani kehidupannya, baik dalam keluarga maupun dalam usahanya, ia memperoleh kata simpati dari kerabat atau sahabat dekatnya yang mengungkapkan agar senantiasa bersabar untuk menghadapi itu semua, sebab di balik sebuah peristiwa tentu termuat hikmah yang dapat dipetik. Sebagai balasannya seseorang itu akan mengucapkan ncewi mbeim adem sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasihnya kepada pemberi simpati. Dalam ungkapan bahasa Mbojo:

Ncewi mbeim adem,kana’e pa kelemboade mori dei dunia,wara to’’i pa

ru’u ma taho”. Yang berarti “ berbanyaklah bersabar hidup di dunia, semoga ada hikmahnya;

3. hadiah atau pemberian; ketika seorang anak menerima hadiah atau penghargaan dari sebuah kejuaraan, ia kemudian mengucapkan ncewi mbeim adem dengan rasa senang hatinya, kemudian pemberi hadiah akan

mengucapkan kata dalam bahasa Mbojo demikian:

Ncewi mbeim adem,tanao ka poda ade wali “. “Belajar yang lebih giat

lagi”

(10)

10 kesalahpahaman, seringkali mengucapkan ncewi mbeim adem untuk mendahului permohonan maafnya sebagai bentuk pengakuan atas kesalahan yang telah dilakukan, seperti ungkapan bahasa Mbojo berikut ini:

“Ncewi mbeim adem,labo mboto – mboto kangampu ta , mada wara satoí ncara tunti dei sura. “ Terima kasih dan banyak maaf, saya ada sedikit kesalahan menulis di dalam surat”

5. malu dan takut; peristiwa yang dicontohkan adalah ketika seseorang merasa

“malu dan takut” menerima pemberian sembako dari tetangganya. Namun

setelah mengetahui bahwa tetangganya memberi dengan penuh keikhlasan membantu dan bermaksud untuk menolong sesama, sebagai bentuk rasa syukur dalam bahasa Mbojo orang tersebut mengucapkan:

Ncewi mbeim adem, bongi la mbei ta dei mada.” Yang berarti “ terima

kasih banyak atas beras/sambako yang dikasih kepada saya”

Meskipun ungkapan ncewi mbeim adem memiliki beragam makna, menurut Udin Sape Bima pada dasarnya merupakan bentuk balas budi seseorang setelah menerima kebaikan dan tanda rasa syukur kepada Maha Pencipta atas rahmat, karunia, dan nikmat yang diterima. Ungkapan tersebut termasuk dalam kategori salah satu pola struktur bahasa Bima yang sangat santun. Dalam kesimpulan penelitiannya diungkapkan bahwa:

.... “Ncewi mbeim adem” mencerminkan rasa kepedulian kita terhadap sesama dan dapat mewujudkan suatu pandangan hidup yang mampu memberikan kontribusi dalam berkomunikasi atau guna menggambarkan kita menjadi seseorang yang bisa bertanggung jawab terhadap orang lain. Ucapan terima kasih “Ncewi mbei adem” dapat melahirkan suatu hubungan sosial. sehingga melahirkan kekuatan yang sangat bathin. Baik didalam keluarga maupun lingkungan masyarakat sekitar.

Contoh penelitian ungkapan “terima kasih” dalam bahasa Bima/Mbojo

tersebut dapat dikatakan lebih rinci dibandingkan dengan pembahasan yang dipaparkan dalam bahasa Jawa. Namun dari kedua contoh pembahasan tersebut,

(11)

11 terbatas, pengikat ungkapan kata-kata tersebut dalam satu kesatuan kesadaran interaksi sosial bangsa Indonesia adalah dengan menggunakan bahasa Indonesia, yaitu kata “terima kasih”, sehingga budaya terima kasih berkembang di Indonesia dalam keteraturan yang dianggap penting, wajib diucapkan, menjadi ukuran nilai, dan memiliki makna yang luhur.

Secara khusus “terima kasih” merupakan dua kata yang menjadi kata majemuk sehingga memiliki satu makna. Dalam KBBI terima kasih diartikan sebagai rasa syukur; adapun berterima kasih merupakan sebuah kata untuk mengucap syukur; melahirkan rasa syukur atau membalas budi setelah menerima kebaikan dan lain sebagainya. Dengan arti yang demikian maka terima kasih menjadi bermakna bahwa ucapan tersebut disampaikan bila seseorang memperoleh sesuatu yang bernilai baik bagi dirinya. Oleh karena itu apabila seseorang menerima pemberian, ada sebuah tuntutan secara tidak tertulis selayaknya mengucapkan terima kasih kepada orang lain yang telah memberinya. Apabila tidak dilaksanakan, maka penerima sesuatu itu dianggap tidak beradab, tidak sopan, tidak beretika, tidak tahu adat atau tidak berbudaya, sehingga memiliki makna yang nista dan menimbulkan kekacauan (cheos).

Secara tidak langsung KBBI pun telah turut mendidik masyarakat secara sepihak bahwa ungkapan kata terima kasih terutama disampaikan oleh penerima sesuatu. Tanpa menyadari bahwa sesungguhnya ungkapan terima kasih itu memiliki nilai keluhuran dan mengandung makna yang sangat dalam dan tidak sekadar sebagai bentuk rasa syukur saja, baik dalam interaksi sesama manusia maupun interaksi manusia dengan Ilahi. Salah satu contohnya seperti pandangan dalam kutipan berikut.

(12)

12 sangat dalam. Inilah kata yang diciptakan oleh suatu bangsa yang berbudaya tinggi11.

Memperhatikan fenomena tersebut dapat dikatakan makna tertinggi dari mengungkap kata terima kasih adalah rasa syukur kepada Ilahi yang telah memberi atau mengabulkan doa melalui orang-orang yang berperan membantu orang lain atau pemberi. Di lain pihak, seolah-olah rasa syukur itu hanya merupakan kewajiban dari penerima pemberian. Hal itu dapat dimaknai sebagai suatu bentuk apresiasi terhadap orang yang memberi dari orang yang menerima. Bahkan dipahami pula sebagai suatu bentuk rasa syukur telah mendapatkan sesuatu atau menerima sesuatu.

Oleh sebab itu, secara umum ungkapan terima kasih dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. sekedar meyampaikan apresiasi terhadap orang yang telah memberikan sesuatu;

2. sebagai ungkapan terima kasih yang tulus kepada seseorang yang telah memberi sesuatu;

3. sebagai rasa syukur telah menerima sesuatu dari Sang Pencipta kehidupan melalui seseorang yang memberi itu.

Kategori ketiga dianggap memiliki nilai yang paling tinggi dari ungkapan terima kasih karena merupakan rasa kesyukuran memperoleh sesuatu dari Sang Maha Pemberi yang selalu memberi segala sesuatu dan memberi kenikmatan hidup kepada manusia melalui orang-orangNya dengan berbagai wujud manifestasiNya. Akan tetapi bagaimana makna luhur atau keadiluhungan ungkapan terima kasih tersebut, hingga tulisan ini dipaparkan belum ditemukan pembahasan yang dilakukan secara mendalam dengan menggunakan sebuah teori.

Berikut pembahasan dilakukan berdasarkan teori fenomenologi yang telah dipaparkan sebelumnya dalam pendahuluan seperti diagram di bawah ini:

11

(13)

13 Dalam dimensi fenomenologi, budaya terima kasih merupakan objek dari sebuah esensi ideal yang memiliki korelat dengan esensi kesadaran. Akan tetapi untuk memperoleh esensi kesadaran tersebut dibutuhkan penundaan akan sebuah asumsi tentang kenyataan sebagai sebuah fenomena. Dengan demikian sisi kesadaran tindakan manusia dari sudut pandang subjektif dan intersubjektif dalam kehidupan dunia objektif dapat diketahui sebagai esensi kesadaran makna ungkapan terima kasih.

Makna Ungkapan Terima Kasih dalam Dimensi Fenomenologi

Di Indonesia kebiasaan mengucapkan terima kasih telah menjadi budaya. Hal itu dapat diketahui dari berbagai kata terima kasih dalam bahasa daerah seperti yang telah dipaparkan terdahulu. Secara keseluruhan ungkapan kata dalam berbagai bahasa daerah tersebut bermuara pada kata TERIMA KASIH dalam bahasa Indonesia. Beberapa pertanyaan tentang maknanya sempat dilontarkan kepada pemilik bahasa masing-masing, namun jawaban yang diperoleh tetap sama, mereka hanya mengetahui arti kata tersebut sesuai dengan maksud frasa

diungkapkan, yaitu “terima kasih.” Adapun makna yang disampaikan antara lain

(14)

14 Dalam dimensi fenomenologi mengacu pada pandangan Husserl ungkapan terima kasih berlandaskan kesadaran tindakan manusia dari sudut pandang subjektif dapat ditemukan dalam beberapa fenomena kekiatan intersubjektif di dalam dunia objektif. Berikut merupakan fenomena peristiwa ungkapan terima kasih yang sering terjadi atau bahkan terlupakan untuk disampaikan yang dialami setiap manusia dalam kehidupan sehari-hari:

Pertama, dalam keluarga ungkapan terima kasih diajarkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Mereka diajarkan agar mengucap terima kasih kepada siapa saja yang telah memberi sesuatu pada saat mereka menerima sesuatu itu. Praktek dalam keluarga dijalankan secara langsung sejak mereka dalam usia dini ketika

sudah dapat berbicara. Contohnya, “terima kasih ibu atau ayah” ketika anak dibelikan atau menerima sesuatu; “terima kasih kakak atau adik” ketika menerima

apa yang diperoleh dari saudaranya. Sebaliknya untuk membiasakan ungkapan kata tersebut, tidak jarang orang tua juga menyampaikan terima kasih kepada anak-anaknya pada saat mereka menerima sesuatu dari si anak. Misalnya, “terima

kasih kakak” ketika Ibu menerima suatu benda dari kakak yang diambil atas perintahnya. Demikian pula ketika mereka bertemu dan berinteraksi dalam keluarga besarnya, baik kakak atau adik dari Ibu atau ayahnya maupun para sepupu.

Namun apakah mereka juga mengucapkan terima kasih kepada pembantu rumah tangga atau supir yang telah turut berjasa kepada mereka, sehingga

pelajaran “terima kasih” dapat teraplikasi dengan baik sebagai tindakan

keseharian dalam kehidupan masyarakat. Karena terkadang kedekatan hubungan mengakibatkan seseorang enggan melontarkan kata terima kasih tersebut. Tidak hanya terhadap orang-orang yang telah membantu sejak masa kanak-kanak, terhadap orang tua yang telah membesarkan, menyekolahkan, bahkan menikahkan hingga anak-anak telah mempunyai anak atau sudah menjadi “orang” pun hal itu seringkali tidak terimplementasi dengan baik. Demikian pula sebaliknya yang terjadi dalam realitas kehidupan pada hubungan sesama manusia dari orang tua kepada anaknya, terutama yang masih bayi.

(15)

15 diberi ilmu pengetahuan hingga menjadi orang yang berguna. Secara luas telah dikenal bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, sehingga murid-murid yang memiliki kesadaran tentang tugas seorang guru, tidak segan memberi penghargaan yang sangat tinggi terhadap gurunya. Salah satu contoh yang terjadi pada tahun 2008 adalah ketika beberapa alumni SMAN 39 angkatan 1980

“patungan” mengajak beberapa gurunya berlibur ke Surabaya untuk beberapa

hari. Pada kesempatan itu pula sebagai rasa terima kasih mereka memberi penghargaan kepada para guru yang dapat turut serta. Selain itu secara periodik alumni tersebut mengadakan kunjungan ke rumah guru-guru yang telah pensiun untuk menyampaikan penghargaan-penghargaan. Demikian pula apabila ada guru mereka yang terkena musibah atau dirawat di Rumah Sakit, maka mereka dengan kesadaran penuh segera turun tangan. Di samping itu, bagi banyak murid yang tidak berbuat seperti yang dilakukan oleh para alumni tersebut, minimal sebagai salah satu bentuk rasa terima kasih mereka memiliki rasa hormat dan angkat topi terhadap apa yang telah dilakukan oleh seorang guru. Namun tidak jarang pula yang melupakan hal itu.

(16)

16 Ketiga, di lingkungan kerja atau di kantor terdapat interaksi sosial yang antara lain terdiri dari atasan, bawahan, antarkolega, kurir, pelayan, petugas kebersihan (cleaning service). Ungkapan terima kasih dalam lingkungan ini umumnya terimplementasi secara dua arah, baik dari bawahan kepada atasan maupun dari atasan kepada bawahan dan atau antarkolega. Ketika bawahan memperoleh penghargaan atas prestasi yang dicapainya, bawahan akan langsung mengungkapkan rasa terima kasihnya terhadap atasan. Namun secara tidak langsung atasan pun mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan memberi apresiasi terhadap bawahan yang berprestasi tersebut. Bahkan dalam lingkungan kantor yang kondusif hal itu terjadi pula kepada kurir, para pelayan dan petugas kebersihan, sehingga dengan sendirinya hubungan antarkolega di lingkungan ini terjaga keseimbangannya ketika budaya terima kasih terimplementasi dengan baik. Meskipun tidak jarang pula kantor-kantor memiliki lingkungan yang demikian sempurna.

Keempat, dalam kehidupan masyarakat terdapat hubungan interaksi sosial yang sangat luas sesuai dengan lingkungan wilayah tempat-tempat tertentu. Misalnya di daerah perumahan terdapat rukun tetangga, rukun warga, organisasi pemuda, tukang koran, penjaja makanan, pengamen, pengemis dan lain sebagainya. Dua yang terakhir juga terdapat di lingkungan umum, seperti di restoran, di pasar, di jalan-jalan. Tempat-tempat umum yang mengakibatkan interaksi sosial terjadi, seperti di pom bensin, bengkel, toko-toko, dan lain-lain tidak jarang ungkapan terima kasih terimplementasi dengan sendirinya bagi orang yang telah memiliki kesadaran budaya yang tinggi.

(17)

17 disadari mereka dibutuhkan bagi orang yang perlu mengeluarkan sebagian zakat untuk membersihkan hartanya.

Kelima, adanya tempat-tempat umum yang secara tidak langsung memberi bantuan kesehatan dan melakukan ibadah, seperti rumah sakit, mesjid, yayasan yatim piatu, rumah jompo, tuna wisma, tuna wicara, dan sebagainya. Interaksi yang terjadi pada lingkungan ini agak berbeda dengan fenomena sebelumnya. Contoh soal yang sering terjadi misalnya ketika seseorang memberi atau menyumbang untuk pembangunan sebuah mesjid, apakah mesjid dapat mengucapkan terima kasihnya.

Keenam, dalam pergaulan pribadi seseorang di sanggar seni, tempat olah raga, komunitas sosial sering terjadi hubungan sosial informal yang mengakibatkan budaya terima kasih dianggap perlu diungkapkan. Namun seringkali hal itu agak sulit dilakukan karena merasa berat mengucapkannya, terlebih kepada orang yang mengalami persatruan karena ada suatu kebencian yang muncul. Meskipun demikian apabila hal itu tetap dilakukan justru akan membawa dampak positif dalam pergaulan. Misalnya seseorang yang memiliki kebencian mengungkapkan terima kasih terhadap orang yang dibenci, akan dapat mencairkan suasana, bahkan memberikan rasa lega dan melenyapkan rasa dendam yang ada dalam dirinya.

Ketujuh, terhadap asupan tubuh seperti makanan, minuman, buah-buahan, herbal atau obat yang telah menyehatkan tubuh ini. Secara tidak langsung asupan tersebut turut berperan aktif dalam kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Namun pernahkah manusia dalam kesadarannya memiliki apresiasi terhadap mereka? Meskipun asupan memiliki peran sangat penting dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, tetapi karena tidak dirasakan bahwa asupan bersifat memberi sehingga secara umum tidak ada kewajiban atau tuntutan yang mengajarkan untuk mengapresiasi perannya.

(18)

18 sebagainya; termasuk alat transportasi: pesawat terbang, kereta api, bis, mobil, motor, sepeda. Perlukah mengungkap terima kasih? Secara tidak langsung, ungkapan terima kasih tidak menggunakan kata, tetapi dengan rasa syukur terlengkapi memiliki segalanya. Namun karena merasa memiliki tidak jarang rasa syukur atau berterima kasih terungkap secara mendalam.

Deskripsi ungkapan terima kasih yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti yang diuraikan itu merupakan fenomena yang ada sesuai keadaan dan keberadaannya. Pada dasarnya ungkapan terima kasih yang diucapkan di saat dan pada tempat yang tepat menumbuhkan rasa mendalam bagi diri seseorang, baik dari pihak pemberi maupun penerima (yang diberi). Sesungguhnya tidak ada manusia yang pekerjaannya 100 % hanya memberi atau menerima saja. Meskipun tampaknya dalam konsepnya seseorang itu memberi, tetapi dalam realitas yang sesungguhnya ia telah menerima pula, yaitu atas kesempatan atau tempat bagi dirinya untuk memberi. Jika tidak maka ia tidak mungkin dapat memberi kepada siapa pun, karena tidak memiliki kesempatan dan tempat untuk melaksanakan niatnya tersebut.

Berdasarkan fenomena keadaan dan keberadaan ungkapan terima kasih dalam budaya di Indonesia dipandang dari teori Husserl, secara objektif (di dunia kehidupan pada lingkungan manusia yang sifatnya tetap dalam ruang dan waktu),

(19)

19 Artinya seseorang mengungkap kata terima kasih didasari oleh nilai-nilai yang mengikatnya dalam konteks ruang dan waktu. Seperti di rumah, sekolah, atau di tempat-tempat tertentu yang sesuai dengan nilai yang berlaku di lingkungan mana ia berada dan dalam kondisi yang sesuai dengan lingkungan tersebut.

Dalam pandangan umum, bagi semua orang yang terkait di dalam interaksi sosial, makna ungkapan terima kasih merupakan bentuk kesadaran atas adab kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Apabila digambarkan dalam bentuk sebuah diagram, akan tampak seperti berikut.

(20)

20 lingkungan yang telah teratur secara sistematis dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun.

Adapun yang terakhir merupakan upaya untuk memahami kesadaran dari sudut pandang subjektif orang yang bersangkutan atau sudut pandang orang pertama. Untuk memahami kesadaran tersebut perlu memperhatikan pandangan pengalaman manusia yang secara pribadi menjalaninya. Pengalaman manusia yang menjadi dasar di sini adalah bagaimana ia mengungkap kata terima kasih dan ungkapan tersebut merupakan bentuk kesadaran tindakannya secara individu. Apabila digambarkan dalam bentuk sebuah diagram, akan tampak seperti berikut.

Bentuk kesadaran tindakan manusia secara individu inilah yang diharapkan dapat terwujud dalam diri setiap manusia, sehingga implementasi dari mengungkap kata terima kasih bukan berdasar pada nilai moral yang berlaku atau adab kebiasaan yang ditanamkan. Namun dengan kesadaran secara individu yang kuat dalam diri setiap manusia, maka dengan sendirinya, baik nilai moral maupun adab kebiasaan, akan senantiasa terjaga dalam keteraturan yang menyatu (kosmos). Bagi seseorang yang telah memahami esensi kesadaran ini, ungkapan terima kasih berdasar pada rasa batin.

(21)

21 seseorang dari orang lain dan kedua nuansa yang merasuk pada rasa batin yang terdalam sebagai rasa syukur dari sebuah bentuk keimanan manusia terhadap segala pemberian yang dimilikinya.

Akan tetapi esensi makna tidak hanya sekadar seperti itu, sebab esensi kesadaran akan membawa seseorang dalam dimensi penyatuan antara pemberi dan penerima sekaligus. Secara fenomenologis berlandaskan bentuk kesadaran tindakan manusia secara individu atau dari sudut pandang subjektif (orang pertama) akan ditemukan esensi kesadaran. Oleh karena itu subyektifitas makna ungkapan terima kasih dalam dunia objektif merupakan bentuk rasa syukur dari diri pemberi kepada yang diberi bahwa telah mendapat kesempatan atau peluang dapat memberi atau berbagi kebahagiaan dan kemuliaan yang dimilikinya. Kesadaran tersebut membawa rasa syukur kepada Ilahi, yang dalam berbagai keagamaan diungkapkan dengan kata alhamdulillah hiRabbil ‘alamin, Puji Tuhan, Anumodana, Om Swastyastu.

(22)

22 Kesimpulan

Ungkapan terima kasih dalam dimensi fenomenologi budaya di Indonesia memiliki tingkatan makna. Tingkatan tersebut didasarkan pada keadaan dan keberadaan manusia sebagai bagian dari interaksi sosial masyarakat. Dalam dunia objektif, ungkapan terima kasih dilandasi oleh nilai-nilai moral yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, sehingga makna yang termuat di dalamnya adalah sebagai bentuk apresiasi, penghargaan, dan dari penerima kepada pemberi. Sedangkan dalam dunia intersubjektif, ungkapan tersebut mengacu pada adab kebiasaan yang berlaku secara turun temurun dalam lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu memiliki makna sebagai bentuk rasa syukur dari penerima, baik kepada pemberi maupun kepada Ilahi. Kedua makna tersebut merupakan fenomena yang terjadi dan menjadi budaya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Indonesia. Adapun dalam dunia subjektif, ungkapan terima kasih yang terjadi dari wujud kesadaran individu menjadi tanpa makna atau makna terlebur dalam ungkapan kata terima kasih itu sendiri sebagai bentuk keimanannya yang tertinggi. Dalam hal ini ungkapan terima kasih telah menyatu atau menjadi satu kesatuan dari wujud kesadaran dalam setiap tindakan individu yang beriman.

(23)

23 nuansa rasa budaya dalam etika moral dan kedua, nuansa rasa batin dalam etika keimanan.

Daftar Acuan :

Betapa Tinggi Arti Kata Terima Kasih. 17 Maret 2012.

http://sejarah.kompasiana.com/2012/03/17/betapa-tinggi-arti-kata-terima-kasih-447129.html, diunduh 5 Oktober 2013

Endah Yuniar Heni. Di balik Ucapan Kata Terima Kasih.

http://rumahpuan.com/mindsoul/detail/40, diunduh 4 Oktber 2013.

Firman Noor. Menimbang Perjuangan Sarekat Islam (S1) dan Relevansinya bagi Kehidupan Politik Bangsa Saat ini dalam Masyarakat Indonesia: Majalah Ilmu-ilmu Sosial Indonesia. Jilid XXXIV, NO. 2, 20. Oleh lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Gellner, Ernest. 1998.

Language and Solitude: Wittgenstein, Malinowski

and the Habsburg Dilemma

, Cambridge: Cambridge University

Press

Matur nuwun dan Matur Suwun (Jawa). 30 July 2013.

http://bahasa.kompasiana.com/2013/07/30/matur-nuwun-dan-matur-suwun-jawa-577812.html, diunduh 13 September 2013.

Smith, David Woodruff. 2007. Husserl. London: Routledge.

Udin Sape Bima. Makna Ungkapan di balik Ucapan “Terima Kasih” dalam Bahasa Bima. 11 Juli 2011.

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA ANIMASI TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI PENGUATAN LOGAM DALAM PEMBELAJARAN MATA KULIAH MATERIAL TEKNIK.. Universitas Pendidikan Indonesia |

(6) Dengan telah diterimanya atau dengan tidak diterimanya jawaban tertulis dari yang diadukan sesuai dengan batas tenggang waktu yang ditentukan dalam ayat (2) dan ayat (4) pasal

Gambaran Faktor Risiko yang Menyebabkan Terjadinya Miopia pada Siswa Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013?. Dengan sukarela meyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas

Hasil penelitian ini secara simultan kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan citra perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan

 Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian. Jika nilai investasi deposito mudharabah turun sebelum usaha dimulai

ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan yang harus berlandaskan nilai-nilai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara kemampuan siswa dalam membaca pemahaman teks berita kelas eksperimen dengan menggunakan

Jenewa: Geneva Centre for Security Policy (GCSP).. Globalisasi secara tidak langsung membuat batas-batas antar negara menjadi semakin memudar. Dengan semakin maraknya