• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum pada Merek yang Terda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perlindungan Hukum pada Merek yang Terda"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Perlindungan Hukum pada Merek yang Terdaftar

Nur Hidayati

Staf pengajar pada Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Semarang

Abstract: Protection of the brand through brand registration system has a specific purpose, such as the protection of employers' brand owners, consumer protection, protection of society through the prevention and control of all forms of unfair competition, justice, public order and legal certainty. If the trademark registration contrary to that goal as pemboncengan brand (passing off) certainly needs to be prevented. The use of the brand by the brand owners who have registered with the means he uses brand rights penuh. Therefore considering the importance of trademark registration in the constitutive system adopted by Indonesia today, it is expected to brand users to register its brand in the trademark office in order to avoid lawsuits either and criminal claims for compensation from another party.

Keywords: protection, registration, brand

I. Pendahuluan

Perlindungan hukum terhadap merek terdaftar adalah sebagai suatu jaminan hukum terhadap merek yang telah terdaftar agar diperlakukan sesuai dengan aturan yang berlaku (Ferry Susanto Limbang, 2011). Masalah utama dibidang merek adalah banyaknya pemalsuan merek tanpa hak terutama terhadap merek terkenal yang dilakukan dengan sengaja oleh pihak lain dengan tujuan untuk mencari keuntungan.

Hukum pada dasarnya adalah aturan yang sengaja diciptakan oleh masyarakat agar tercapai kehidupan yang tertib, aman, damai dan tenteram. Hukum dipergunakan sebagai patokan-patokan sebagaimana masyarakat harus bertingkah laku. Karena terjadi kemacetan dalam lalu lintas kehidupan masyarakat, hukum inilah yang memperlancar interaksi sosial.

Merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan ditempat penggembalaan bersama yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya, untuk membedakan dengan tanda atau merek digunakan inisial dari nama pemilik sendiri sebagai tanda pembeda (Harsono Adisumarto. 1989)

Perlindungan hukum di Indonesia pada dekade ini ditandai dengan peningkatan gerakan perlindungan hukum terhadap Hak Milik Intelektual. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah guna meningkatkan perlindungan hukum dan pembinaan di bidang hak milik intelektual, termasuk hak atas merek, hak cipta dan hak paten.

Menurut Etty Susilowati (2010), Eksisensi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangatlah erat dengan dunia perdagangan baik domestik maupun global, untuk itu masyarakat dunia harus berada pada global commitment untuk saling mengakui dan menghargai akan potensi intelektual masing-masing negara. Semakin berkembangnya makna aspek-aspek bisnis dalam karya-kaya intelektual telah mengindikasikan terdapatnya dinamika baru berupa potensialnya hasil dari intelektualitas manusia dari rasa, karsa dan cipta. Hasil karya yang berupa karya intelektual manusia yang memilki nilai ekonomis yang sangat tinggi, hendaknya juga mendapatkan perlindungan yang sangat memadai. Hal ini ditunjang dengan rasa keadilan untuk mendapatkan apa yang menjadi haknya untuk kesejahteraan sosial dan ekonomi sebagai penghargaan dari hasil intelektualnya.

(2)

(2000) mengatakan merek sebagai tanda pengenal dan tanda pembeda akan dapat menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) reputasi barang dan jasa hasil usahanya sewaktu diperdagangkan. Karena disatu sisi produsen, merek digunakan sebagai jaminan nilai hasil produksi khususnya mengenai kualitas pemakaianya. Dari sisi pedagang, merek digunakan sebagai promosi barang-barang dagangannya untuk promosi guna mencari dan meluaskan pasar. Dari sisi konsumen merek digunakan untuk pilihan-pilihan barang yang akan dibeli.

Pasal 1 UU No. 15 tahun 2001 Merek adalah tanda yang dilekatkan pada suatu produk berupa: gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang mempunyai pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagang-an barperdagang-ang dperdagang-an jasa. Merek mempunyai perperdagang-an yperdagang-ang begitu penting, khususnya lalu lintas perdagangan barang dan jasa. Peran “merek” disamping sebagai tanda yang dikenal konsumen juga dapat sebagai jaminan bagi kualitas barang/jasa yang menunjukkan asal barang. Merek telah digunakan sejak ratusan tahun untuk memberikan tanda dari produk yang dihasilkan dengan maksud menunjukkan asal-usul barang (indication of origin). Merek dan sejenisnya dikembangkan oleh para pedagang sebelum adanya industrialisasi.

Kebutuhan adanya perlindungan hukum atas merek semakin berkembang dengan pesatnya orang-orang yang melakukan peniruan. Terlebih pula setelah dunia perdagangan semakin maju, serta alat transportasi yang semakin baik, juga dengan dilakukannya promosi maka wilayah pemasaran barang pun menjadi lebih luas lagi. Keadaan seperti ini menambah pentingnya merek, yaitu untuk membedakan asal-usul barang, dan kualitasnya, juga menghindarkan peniruan. Pada gilirannya perluasan pasar seperti itu juga memerlukan penyesuaian dalam sistem perlindungan hukum terhadap merek yang digunakan pada produk yang diperdagangkan (M.Djumhana dan Djubaedillah. 1997). Reputasi atau itikad baik dalam dunia bisnis dipandang sebagai kunci sukses atau kegagalan dari sebuah perusahaan. Banyak pelaku usaha yang berjuang untuk mendapatkan reputasi mereka dengan mempertahankan kualitas produk dan memberikan jasa kelas satu kepada para konsumen. Melihat suksesnya, dan tingginya reputasi suatu perusahaan dengan produknya, maka sering orang tergoda untuk menyamai meskipun dengan cara membonceng, meniru dengan mengikuti, dan memirip-miripkan baik bentuk produk barang yang lebih tinggi reputasinya, hal ini dilakukan agar mendapatkan keuntungan melalui jalan pintas dengan segala cara dan dalih walaupun tindakan tersebut melanggar etika bisnis, norma kesusilaan bahkan melangar hukum (Passing Off). Passing Off banyak terjadi di Indonesia terutama membonceng reputasi atas merek-merek terkenal yang berasal dari luar negeri tetapi yang membedakannya adalah bahwa di Indonesia perlindungan hukum atas merek terkenal tersebut kurang memadai. (Onti Rug. 2008)

II. Pendaftaran Merek

Merek sebagai salah satu bagian dari hak atas kekayaan intelektual manusia yang sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Merek adalah alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh sesuatu perusahaan. Menurut Prof. Molengraaf, “Merek yaitu dengan mana dipribadikanlah sebuah barang tertentu, untuk menunjukkan asal barang, dan jaminan kualitasnya sehingga bisa dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang dibuat dan diperdagangkan oleh orang, atau perusahaan lain.

Di Indonesia pengertian merek mempunyai kesamaan dengan ketentuan di Inggris. Pasal 1 butir 1 UU No. 15 tahun 2001 menyebutkan pengertian tentang merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Bertitik tolak dari batasan tersebut, pada hakikatnya merek adalah suatu tanda yang dilekatkan pada suatu produk, agar tanda tersebut dapat diterima sebagai merek harus memiliki daya pembeda yang cukup. Yang dimaksud dengan mempunyai daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing) di sini adalah tanda yang dipakai (sign)

(3)

merek itu harus dapat memberikan penentuan atau “individualisering” pada barang atau jasa bersangkutan. (M. Djumhana dan Djubaedillah. 1997)

Salah satu kategori dari merek yang tidak dapat didaftarkan menurut UU merek Indonesia adalah merek yang tidak memiliki daya pembeda. Suatu merek harus memiliki daya pembeda karena pendaftaran merek berkaitan dengan pemberian monopoli atas nama atau simbol (atau dalam bentuk lain). Para pejabat hukum di seluruh dunia enggan memberikan hak eksklusif atas suatu merek kepada pelaku usaha. Keengganan ini disebabkan karena pemberian hak eksklusif tadi akan menghalangi orang lain untuk menggunakan merek tersebut.

Hak atas suatu merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Merek diberikan kepada pemohon yang beriktikad baik yaitu pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat pada pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen. Misalnya merek Dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum bertahun-tahun, ditiru demikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek Dagang A tersebut. Ini berarti sudah terjadi iktikad dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur kesengajaannya dalam meniru merek Dagang yang sudah dikenal masyarakat tersebut. (Richard Burton Simatupang, 2007)

Di Indonesia merek sekarang ini diatur dalam undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek sebagai Pengganti UndangUndang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Merek. Pasal 5 Undang-Undang Merek menegaskan bahwa apabila merek yang hendak didaftarkan mengandung unsur-unsur tertentu tidak dapat didaftarkan oleh kantor merek. Alasan ini dapat dipahami karena perlindungan merek melalui sistem pendaftaran merek mempunyai tujuan tertentu, antara lain perlindungan pengusaha pemilik merek, perlindungan konsumen, perlindungan masyarakat melalui pencegahan dan penanggulangan segala bentuk persaingan curang, keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum. Apabila pendaftaran merek berlawanan dengan tujuan tersebut tentunya perlu dicegah. Undang-Undang Merek memperkenalkan 3 (tiga) jenis merek, yaitu merek dagang

(trade mark), merek jasa (service mark), dan merek kombinasi. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Sedangkan merek kombinasi adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama, yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Fungsi merek adalah sebagai berikut: (Etty Susilowati. 2010)

1. Sebagai tanda pengenal atau untuk membedakan hasil produksi seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain/ badan hukum lainnya.

2. Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya. Merek sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial. Merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai dibandingkan dengan aset riil perusahaan tersebut.

(4)

Menurut UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek, hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek adalah sebagai berikut:

1. Merek yang permohonannya diajukan atas dasar itikad tidak baik (Pasal 4).

2. Merek yang bertentangan dengan moral, perundang-undangan dan ketertiban umum (pasal 5 (a)).

3. Merek yang tidak memiliki daya pembeda ( pasal 5 (b)).

4. Tanda-tanda yang telah menjadi milik umum (pasal 5 (c)), contohnya tengkorak atau tulang bersilang sebagai tanda bahaya.

Permohonan merek juga harus ditolak jika:

1. Mempunyai persamaaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terdaftar milik orang lain dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa yang sama ( Pasal 6 (1.a)).

2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis ( Pasal 6 (1.b)).

3. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan indikasi geografis yang sudah dikenal ( Pasal 6 (1.c)).

4. Nama dan foto dari orang terkenal, tanpa izin darinya (Pasal 6 (3.a)).

5. Lambang-lambang negara, bendera tanpa izin dari pemerintah (Pasal 6 (3.b)).

6. Tanda atau cap atau stempel resmi tanpa persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang (Pasl 6 (3.c)).

Sistem pendaftaran merek di Indonesia adalah menganut sistem konstitutif yang berarti hak merek ada karena pendaftarannya, sehingga hak merek tidak timbul secara otomatis. Hal ini tercantum dalam Pasal 3 UU No. 15 tahun 2001 yaitu:

Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Keuntungan dari sistem konstitutif ini lebih menjamin adanya kepastian hukum dalam arti siapa yang mereknya terdaftar dalam Daftar Umum Merek, maka orang tersebut yang berhak atas merek untuk barang sejenis. Demikian juga dalam hal pembuktian jika terjadi sengketa, pemilik merek cukup menunjukkan Sertifikat Pendaftaran Merek yang dikeluarkan Dirjen HKI. Sertiikat merek tersebut merupakan bukti orang tersebut adalah pemilik yang berhak atas merek yang bersangkutan.

Penggunaan merek oleh pemilik merek yang sudah terdaftar berarti ia menggunakan merek dengan hak penuh.Oleh karena itu mengingat pentingnya pendaftaran merek dalam sistem konstitutif yang dianut Indonesia sekarang ini, maka diharapkan kepada pemakai merek untuk segera mendaftarkan mereknya di Kantor Merek agar terhindar dari tuntutan hukum baik pidana maupun tuntutan ganti rugi dari pihak lain.

Syarat-syarat permohonan merek, antara lain:

1. Pemohon mengisi formulir pendaftaran merek yang telah disediakan 4 lembar salah satu diberi meterai.

2. Pemohon melampirkan surat kuasa, bila diberi materai.

3. Nama lengkap pemohon, kewarganegaraan dan alamat pemohon.

4. Nama lengkap dan alamat kuasa bila pemohon mengajukan melalui kuasa. 5. 20 lembar etiket merek (contoh merek yang diajukan).

6. Surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftarannya adalah miliknya.

7. Bukti biaya permohonan merek (bukti setoran bank) sesuai besaran yang telah ditentukan.

(5)

Pihak yang mengajukan permintaan pendaftaran merek berhak mengajukan sanggah-an terhadap keberatsanggah-an tersebut. Ssanggah-anggahsanggah-an diajuksanggah-an secara tertulis selambat-lambatnya 2 bulan sejak tanggal pemerimaan salinan keberatan yang disampaikan oleh kantor merek. Kantor merek menggunakan keberatan, dan sanggahan sebagai bahan tambahan dalam pemeriksaan terhadap permintaan pendaftaran merek.

Pemeriksaan substantif dilakukan oleh pemeriksa merek yang mempunyai keahlian dan kualifikasi sebagai pemeriksa merek. Hasil pemeriksaan ini adalah bahwa permintaan pendaftaran merek tersebut bisa disetujui atau ditolak.

Pemeriksaan substantif meliputi:

1. Pemeriksaan mengenai merek yang dimintakan pendaftaran. Apakah dapat didaftarkan atau tidak (Pasal 5 UU No. 15 tahun 2001).

2. Pemeriksaan permintaan pendaftaran merek berdasarkan persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya dengan merek orang lain yang sudah didaftarkan terlebih dahulu untuk barang dan jasa sejenis (Pasal 6 (1) sub a UU No.15 tahun 2001).

3. Pemeriksaan permintaan pendaftaran merek berdasarkan persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis (Pasal 6 (1) sub a UU No.15 tahun 2001).

4. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal (Pasal 6(1) sub c UU No.15 tahun 2001).

Sebuah merek terdaftar terlindungi (berarti orang lain tidak dapat memakainya) selama jangka waktu 10 tahun dari tanggal penerimaan (Pasal 28). Jangka waktu ini dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama yaitu 10 tahun (Pasal 35 (1) UU No. 15 tahun 2001). Namun, pemilik harus mengajukan perpanjangan 12 bulan sebelum merek tersebut berakhir (Pasal 35 (2) ). Merek akan diperpanjang masa berlakunya hanya jika pemilik masih memakai merek tersebut dalam perdagangan barang dan atau jasa (Pasal 36 huruf (a) dan (b)).

Berdasarkan Pasal 40 (1) UU No 15 tahun 2001 menyatakan merek dapat dialihkan dengan cara: (1) Pewarisan, (2) Wasiat, (3) Hibah, (4) Perjanjian atau (5) Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengalihan ini harus dicatat dalam Daftar Umum Merek, diarsipkan oleh kantor HKI dan diumumkan dalam berita resmi merek (Pasal 40 (2) dan (4) UU No. 15 tahun 2001).

Jika pemilik merek telah melisensikan mereknya kepada orang lain yang beriktikad baik dan kemudian merek tersebut digugat karena mirip dengan merek pihak lain. Kemudian merek tesebut dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhan-nya, penerima lisensi dari merek tersebut mempunyai hak untuk menggunakan merek tersebut sampai berakhirnya masa lisensi (Pasal 48 (1), namun penerima lisensi harus membayar royalti kepada pemilik merek yang baru (Pasal 48 (2)).

Berdasarkan ketentuan Pasal 61 UU No. 15 tahun 2001, Direktorat Jenderal dapat menghapus merek dari daftar umum merek, jika:

1. Merek tersebut tidak digunakan dalam perdagangan selama 3 tahun berturut-turut

2. Merek tersebut digunakan untuk barang atau jasa yang berbeda dari barang atau jasa yang tercantum di dalam permohonan pendaftaran merek.

III. Pemboncengan Merek (Passsing off)

Pelanggaran terhadap hak merek motivasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan secara mudah, dengan mencoba, meniru, atau memalsu merek-merek yang sudah terkenal di masyarakat. Dari tindakan tersebut maka masyarakat dirugikan, baik itu produsen maupun konsumennya, selain itu negarapun juga dirugikan.

(6)

1. Persaingan tidak jujur (unfair competition). Persaingan tidak jujur dengan sendirinya besifat melawan hukum, karena UU dan hukum memberikan perlindungan terhadap pergaulan yang tertib dalam dunia usaha. Persaingan tidak jujur inipun dogolongkan suatu tindak pidana sesuai dengan Pasal 382 bis KUHP. Perbuatan materiil diancam hukuman penjara setinggi-tingginya 1 tahun atau denda, setinggi-tingginya Rp 900,00 ialah melakukan perbuatan yang tipu muslihat untuk mengelabuhi masyarakat atau seorang tertentu. Pengelabuhan ini dipakai oleh si pembuat sebagai upaya untuk memelihara atau menambah hasil perdagangan atau perusahaannya si pembuat atau orang lain.

2. Penanganan melalui hukum perdata. Pemakaian merek tanpa hak, dapat digugat berdasarkan perbuatan melanggar hukum (Pasal 1365 KUH Perdata). Sebagai pihak penggugat harus membuktikan bahwa ia karena perbuatan melanggar hukum tergugat, menderita kerugian.

3. Penanganan melalui hukum pidana. Sanksi pidana terhadap tindakan yang melanggar hak seseorang dibidang merek selain diatur khusus dalam ketentuan sanksi peraturan perundang-undangan merek itu sendiri, juga terdapat dalam ketentuan KUH Pidana. Salah satu ketentuan yang terdapat dalam KUH Pidana, yaitu ketentuan Pasal 393 ayat (1) yang berbunyi: “Barangsiapa yang memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan terang untuk dikeluarkan lagi dari Indonesia, menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan, barang-barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa pada barangnya itu sendiri atau pada bungkusnya dipakaikan secara palsu nama, firma atau mereka yang menjadi hak orang lain atau untuk menyatakan asalnya barang, nama sebuah tempat tertentu dengan ditambahkan nama firma yang khayal, ataupun bahwa pada barangnya sendiri atau pada sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak enam ratus rupiah”.

Pasal 393 ayat (2) KUH Pidana: “Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap, karena kejahatan semacam itu juga, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan bulan”.

Menurut R. Soesilo dalam bukunya “KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal “, yaitu dalam tindak pidana ini tidak perlu bahwa merek, nama atau firma yang dipasang persis serupa dengan merek, nama atau nama firma orang lain tersebut. Dengan demikian meskipun ada perbedaannya kecil, tetap masih dapat dihukum. Perbuatan tindak pidana yang berkaitan dengan pelanggaran hak indikasi geografis dan hak indikasi asal, semuanya dikualifikasikan sebagai kejahatan dengan ancaman pidana bersifat kumulatif.

4. Penanganan melalui Administrasi Negara. Bila terjadi pelanggaran terhadap hak intelektual, negara bisa juga menggunakan kekuasaannya untuk melindungi pemilik hak yang sah. Melalui kewenangan administrasi negara, yaitu di antaranya melalui Pabean, Standar industri, kewenangan pengawasan badan penyiaran, kewenangan pengawasan standar periklanan.

Pemboncengan merek dalam common law system dikenal dengan istilah passing off.

Passing off memiliki pengertian bahwa perlindungan hukum diberikan terhadap suatu barang /jasa karena nilai dari produk tersebut telah mempunyai reputasi. Adanya perlindungan hukum ini mengakibatkan pesaing bisnis tidak berhak menggunakan merek, huruf-huruf dan bentuk kemasan dalam produk yang digunakannya. Passing off mencegah pihak lain untuk melakukan beberapa hal, yaitu:

1. Menyajikan barang atau jasa seolah-olah barang/jasa tersebut milik orang lain; dan

2. Menjalankan produk atau jasanya seolah-olah mempunyai hubungan dengan barang atau jasa milik orang lain.

(7)

misrepresentasi dalam hal ini dikenalnya merek yang dimiliki oleh pelaku usaha tersebut, maka apabila ada pelaku usaha lain mendompleng merek yang sama publik akan dapat dengan mudah terkecoh (misleading) atau terjadi kebingungan (confusion) dalam memilih produk yang diinginkan. Selanjutnya, elemen passing off yang ketiga yaitu terdapatnya kerugian yang timbul akibat adanya tindakan pendomplengan atau pemboncengan yang dilakukan oleh pengusaha yang dengan itikad tidak baik menggunakan merek yang mirip atau serupa dengan merek yang telah dikenal tersebut sehingga terjadi kekeliruan memilih produk oleh masyarakat (public misleading).

Dalam sistem hukum common law, pemboncengan merek (passing off) ini merupakan suatu tindakan persaingan curang (unfair competition), dikarenakan tindakan ini mengakibatkan pihak lain selaku pemilik merek yang telah mendaftarkan mereknya dengan itikad baik mengalami kerugian dengan adanya pihak yang secara curang membonceng atau mendompleng merek miliknya untuk mendapatkan keuntungan finansial. Dimana hal tersebut dilandasi niat untuk mendapatkan jalan pintas agar produk atau bidang usahanya tidak perlu memerlukan usaha membangun reputasi dan image dari awal lagi. Passing off

juga sangat berpotensi untuk menipu konsumen dan menyebabkan kebingungan publik

(public confusion) ataupun misleading di masyarakat tentang asal-usul suatu produk.

Terhadap adanya tindakan passing off ini, ketentuan dasar yang dilanggar yaitu Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Merek. Selain ketentuan khusus mengenai merek tersebut, terhadap tindakan passing off juga dapat dikenakan ketentuan pidana, karena tindakan

passing off ini sarat dengan unsur perbuatan curang. Hal ini sebagaimana yang terdapat pada Pasal 382 bis Bab XXV KUH Pidana tentang Perbuatan curang yang berbunyi: “Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konkuren-konkuren orang lain karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah”.

IV. Kesimpulan

Tindakan hukum terhadap pemboncengan reputasi atau kasus “action for passing off ” adalah sebagai berikut: penanganan melalui hukum perdata (Pasal 1365 KUH Perdata), penanganan melalui hukum pidana (Pasal 382 bis Bab XXV KUH Pidana tentang Perbuatan curang, Pasal 393 ayat (1) dan Pasal 393 ayat (2) KUH Pidana, serta penanganan melalui administrasi negara melalui kewenangan administrasi negara, yaitu di antaranya melalui Pabean, Standar industri, kewenangan pengawasan badan penyiaran, kewenangan pengawasan standar periklanan.

Daftar Pustaka

Adisumarto. 1989, Hak Milik Intelektual Khususnya Paten dan Merek Hak Milik Perindustrian (Industrial Property), Jakarta: Akademika Pressindo.

Etty Susilowati. 2010, Bunga Rampai Hak Kekayaan Intelektual, Semarang: Undip.

Ferry Susanto Limbang. 2011, Perlindungan Hukum pada Merek dalam http://repository.usu. ac.id/handle/123456789/4855, diunduh 17-02-2011.

Harsono Adisumarto. 1989, Hak Milik Intelektual Khususnya Paten dan Merek Hak Milik Perindustrian (Industrial Property), Jakarta: Akademika Pressindo.

Insan Budi Maulana. 1997, “Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Cipta, Bandung: Citra Adhy Bakti.

--- dan Ridwan Khairandy. 2000, Kapita Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Yayasan Klinik HAKI.

(8)

Onti-Rug. 2008, Tinjauan Yuridis Terhadap Kasus Pemboncengan Ketenaran Merek Asing Terkenal Untuk Barang yang Tidak Sejenis (Kasus Merek Intel Corporation Lawan Intel Jeans) dalam http://www.lawskripsi.com.published diunduh 28-01-2011.

Richard Burton Simatupang. 2007, Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta: PT Rineka Cipta. Soesilo, R. 1997, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Semarang: Aneka Ilmu.

Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio. 1992, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita.

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan untuk lagkah model fuzzy table look-up scheme adalah: (1) mendefinisikan himpunan fuzzy dari data runtun waktu (time series) menggunakan fungsi keanggotaan

perempuan memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap jaringan yang mendukung sebagai pemimpin bisnis dan jaringan yang heterogen yang ikut mendukung dalam

untuk pembuatan skema sertifikasi yang akan diberlakukan untuk semua anggota ASIRI dalam rangka verifikasi claim jumlah rekaman/produksi dari masing-masing

Akan muncul dua pilihan yaitu “from inetd” dan “standalone” silahkan pilih standalone dengan mekan enter , untuk konfigurasi ftp server menggunakan aplikasi ini

Setelah daripada itu, merujuk pula kepada keterangan yang dinyatakan oleh Sheikh Daud al- Fatani khususnya keterangan daripada nas al-Qur'an dan hadith,

Kondisi ini dapat disimpulkan bahwa kompensasi dan lingkungan kerja berpengaruh langsung positif dan dan signifikan terhadap produktivitas karyawan maupun tidak langsung

Keluaran yang akan dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah menghasilkan model dan kerangka dasar (blueprint) yang meliputi arsitektur bisnis,